STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN
ORGAN PERSEROAN TERBATAS SEBELUM DAN
SESUDAH MEMPEROLEH STATUS
BADAN HUKUM
Oleh
FRIANTA FELIX GINTING. M 067005031/HK
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN
ORGAN PERSEROAN TERBATAS SEBELUM DAN
SESUDAH MEMPEROLEH STATUS
BADAN HUKUM
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Humaniora
dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
FRIANTA FELIX GINTING. M 067005031/HK
SEKOLAH PASACASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN ORGAN PERSEROAN TERBATAS
SEBELUM DAN SESUDAH MEMPEROLEH STATUS BADAN HUKUM.
Nama Mahasiswa : Frianta Felix Ginting. M Nomor Pokok : 067005031
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
( Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
Ketua
(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Dr. Mahmul Siregar, SH,M.Hum)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
Telah diuji pada
Tanggal 27 Agustus 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH ANGGOTA : 1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
ABSTRAK
Jika dalam UU No. 1 Tahun 1995 hanya memberikan kesempatan kepada para pendiri PT untuk melakukan perbuatan hukum keluar, maka dengan diundangkannya UU No. 40 Tahun 2007, maka bahkan calon pendiri PT dapat melakukan suatu perbuatan hukum dengan pihak ketiga, yang nantinya akan mengikat PT tersebut setelah menjadi badan hukum. Masing-masing organ PT mempunyai tugas dan wewenang sesuai dengan jabatan yang diembannya, baik itu sebagai pemegang saham, direksi, maupun sebagai dewan komisaris.
Setiap perbuatan yang dilakukan oleh para organ PT tersebut akan mempunyai dampak baik ke luar maupun ke dalam PT itu sendiri. Jika perbuatan itu menguntungkan dan dilakukan oleh semua pihak secara benar dan sesuai dengan ketentuan hukum mungkin tidak ada permasalahan yang timbul. Akan tetapi jika terjadi kecurangan maka para pihak yang terlibat akan perbuatan tersebut baik para organ PT maupun pihak ketiga akan saling melindungi diri masing-masing yang mengakibatkan kerugian bagi pihak perusahaan maupun pihak lain yang dirugikan.
Dengan demikian, kiranya perlu diberikan batasan wewenang yang jelas atas setiap tindakan / perbuatan hukum para organ PT tersebut sehingga dikemudian hari tidak menimbulkan permasalahan. Di dalam mengurus perseroan, para organ PT tersebut kadang kala melakukan suatu perbuatan sesuai dengan UUPT maupun berdasarkan Anggaran Dasar. Akan tetapi sering terdengar bahwa setiap tindakan yang diambil secara matang dan dilakukan dengan itikad baik (fiduciary duty) dapat saja merugikan perseroan setelah berbadan hukum, dengan demikian kiranya perlu lah diberikan perlindungan bagi organ PT dengan mempertimbangkan prinsip fiduciary duty dan juga prinsip Business Judgement Rule, yang mana hal ini merupakan keputusan bisnis yang spekulatif yang diambil organ PT demi kemajuan perusahaannya.
ABSTRACT
If in UU No. 1/1995 only bring chance to corporate’s builders to make wide duties, so by enactment of UU No. 40/2007, the applicant of corporation could do activities with stakeholders, therefore it would be liable to the corporation’s responsibility after it become corporate agency. Each of corporate persons have duties and competenees depends on their position, like as board of directors, stockholders, an also as a board of commissioners.
Every step of corporate persons would be bring outside and inside effect also. If the act give a profit and make as good as they could, of course there’s no complication, but if there are happen corporate fraud, every persons whose involve would be protect thmenselves as individualism.
So, it is necessary to make border of authority for every activities of corporation person, so that there was no problem in the future. In manage the corporation, corporate persons occasionally make right action appropriate with laws of company and also depends on company’s laws. But also, there were often happen that every step which taken bravely and of course it make with the good determination could also fail the corporate after it became corporate’s agency, so that it’s necessary take a protection for the corporate personals by pay attention with the fiduciary duties and business judgement rule principle which it was a speculative business’ decision for the welfare of the corporation.
Keywords : Status Legal Act, Corporate personals, after and before get Status
Legal Act
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga
tesis ini dapat diselesaikan dengan judul “Status Perbuatan Hukum yang Dilakukan
Organ Perseroan Terbatas Sebelum dan Sesudah Memperoleh Status Badan Hukum”.
Adapun tujuan dari tesis ini adalah untuk melengkapi salah-satu syarat
menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tesis ini bisa diselesaikan karena banyaknya
bantuan dari berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan materil maupun bantuan
moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang
tulus kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SP.A (K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister ;
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa
Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ;
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Program Studi Ilmu
pengarahan, dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu
pengetahuan di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara ;
4. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku anggota pembimbing yang senantiasa
bersedia setiap waktu tanpa lelah untuk memberikan bimbingan, masukan, dan
motivasi dalam penyelesaian tesis ini ;
5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku anggota pembimbing yang telah
membantu dan memberikan saran serta bimbingan dalam penyempurnaan dan
penyelesaian tesis ini ;
6. Bapak Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Bapak
Siswoyo, SH, MH dan Bapak T. Suhaimi, SH) yang telah memberikan waktu
sehingga penulis dapat mengikuti dan pada akhirnya menyelesaikan sekolah
Pascasarjana ini ;
7. Bapak Kasi Penuntutan pada Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi
Sumatera Utara (T. Othmansyah, SH, M.Hum dan SP. Simaremare, SH, MH) atas
dukungannya kepada penulis dalam mengikuti studi pada Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
8. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada Program Magister Studi Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ;
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas bantuan dan informasinya yang
diberikan dalam penyelesaian tesis ini ;
Akhirnya ucapan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada
Bapak penulis E. Ginting, SH dan Ibu penulis R. Tarigan, SH, MH yang telah
melahirkan saya, dan dengan penuh kesabaran, pengertian, dan kasih sayang
memberikan semangat, motivasi, dan doa restu kepada penulis. Demikian juga adik
penulis Friannico Ginting, SH, dan kepada kedua nenek penulis yaitu T. Br. Ginting
dan M. Br. Singarimbun, serta kepada paman serta semua bibi penulis yang telah
memberikan dorongan bagi penulis.
Penulis mengharapkan, kiranya tesis ini bermanfaat bagi kita semua dan atas
bantuan dan bimbingan serta kebaikan dari semua pihak, penulis mengucapkan
terima-kasih dan mendoakan semoga Tuhan menyertai kita. Penulis juga telah
berusaha untuk menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya, namun demikian
penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dari tesis ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya produktif dari semua pihak.
Medan, 8 Agustus 2008
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI :
Nama : Frianta Felix Ginting M
Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 13 Mei 1982
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Katolik
Alamat : Jalan Mandolin No. 7-B Medan
PENDIDIKAN :
Tahun 1988 - 1994 : SD. ST. Antonius III Medan.
Tahun 1994 - 1997 : SMP Putri Cahaya Medan.
Tahun 1997 - 2000 : SMU Negeri 13 Medan.
Tahun 2000 - 2005 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Tahun 2006 - 2008 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
DAFTAR ISI
ABSTRAK……… i
ABSTRACT ……….. ii
KATA PENGANTAR……….. iii
RIWAYAT HIDUP……….. vi
DAFTAR ISI………. vii
BAB I : PENDAHULUAN………. 1
A. Latar Belakang……….... 1
B. Perumusan Masalah………. 13
C. Tujuan Penelitian………. 13
D. Manfaat Penelitian……….. 14
E. Keaslian Penelitian……….. 15
F. Kerangka Teori dan Konsepsi………... 16
G. Metode Penelitian………... 23
1. Sifat Penelitian……….. 23
2. Data dan Bahan Penelitian……… 24
3. Teknik Pengumpulan Data……… 25
4. Alat Pengumpulan Data……… 25
BAB II : STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN ORGAN PT SEBELUM DAN SESUDAH PENGESAHAN
AKTA PENDIRIAN PT………... 27
A. Hakikat Perseroan……… 27
B. Perbuatan Hukum PT……….. 34
C. Organ PT Dalam UU No. 40 Tahun 2007……… 37
D. Status Perbuatan Hukum Organ PT Sebelum Pengesahan Akta Pendirian PT……… 46
E. Status Perbuatan Hukum Organ PT Sesudah Penandata- Tanganan Akta Pendirian PT……… 52
BAB III : PERTANGGUNG-JAWABAN PEMEGANG SAHAM, DIREKSI, DAN DEWAN KOMISARIS SEBELUM DAN SESUDAH MEMPEROLEH PENGESAHAN MENTERI HUKUM DAN HAM……….. 57
A. Pertanggung-jawaban Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris (organ Perseroan) Sebelum Mempe- roleh Pengesahan Menteri Hukum dan HAM……… 57
B. Pertanggung-jawaban Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris (organ Perseroan) Setelah Mempe- roleh Pengesahan Menteri Hukum dan HAM……… 61
C. Perbuatan Kedalam (Intra Vires) dan Perbuatan Keluar (Ultra Vires) Organ Perseroan……… 68
D. Prinsip Pertanggung-jawaban Pengurus Dalam PT……… 76
1. Prinsip Fiduciary Duty………... 76
BAB IV : BATASAN WEWENANG PERBUATAN HUKUM PARA PEMEGANG SAHAM DIBANDINGKAN DENGAN
WEWENANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS…….. 89
A. Wewenang Pemegang Saham/ RUPS……….. 89
B. Wewenang Direksi……… 93
C. Wewenang Dewan Komisaris……….. 101
D. Piercing The Corporate Veil………. 105
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……… 111
A. Kesimpulan……… 111
B. Saran………. 113
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di dalam dunia bisnis saat ini, banyak orang membangun suatu korporasi /
badan usaha seperti Perseroan Terbatas (Limited Liability Corporation, Stock
Company, atau Public Corporation) sebagai tempat untuk melakukan kegiatan usaha
yang bertujuan mencari laba (Profit Oriented Company).
Dibandingkan dengan bentuk badan usaha yang lain, maka bentuk
Perseroan Terbatas lebih mudah dalam mengumpulkan dana untuk modal usaha dari
bentuk badan usaha lainnya. Hal ini disebabkan karena pemilik dana menginginkan
risiko dan biaya sekecil mungkin dalam melakukan investasi (risk-averse investor).
Pada dasarnya untuk memperoleh risiko yang sekecil mungkin, maka tiap investasi
harus didukung oleh suatu perjanjian/ kontrak khusus. Akan tetapi bila hal ini
dilakukan pada setiap melakukan investasi, maka biaya yang diperlukan tidaklah
murah, terutama untuk mekanisme kontrol dari setiap penanaman modal tersebut.1
Dengan menanam modal melalui perseroan, berarti hanya membuat satu
kontrak, dan dengan demikian berarti mengurangi biaya transaksi. Di sini risiko
investasi terbatas pada dana yang ditanamkan, sedangkan mekanisme kontrol
diserahkan pada hukum perseroan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
mengatur perseroan tersebut. Bentuk Perseroan Terbatas (PT) banyak menarik minat
para pengusaha, karena perkembangan hak hidupnya dalam perekonomian banyak
1
negara. Karena pembatasan liabilitas dan kemudahan keluar masuk dari kepemilikan
suatu PT, maka bentuk PT itu sering disebut sebagai “mesin uap kapitalisme” (the
steam engine of Capitalism).2
Perseroan Terbatas (PT), dulunya disebut juga Naamloze Vennootschaap
(NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal
terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang
dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjual-belikan,
perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan
perusahaan. PT merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum
dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik
perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki
lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham
mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki.3
Dalam melangsungkan suatu bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu
wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertransaksi.
Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai
sarana usaha tergantung pada keperluan para pendirinya. Sarana usaha yang paling
popular digunakan adalah Perseroan Terbatas (PT), karena memiliki sifat, ciri khas
dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya, yaitu
merupakan bentuk persekutuan yang berbadan hukum, merupakan kumpulan modal /
2
Ibid. 3
saham, memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan perseronya, pemegang saham
memiliki tanggung-jawab yang terbatas, adanya pemisahan fungsi antara pemegang
saham dan pengurus atau direksi, memiliki komisaris yang berfungsi sebagai
pengawas.4
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah status perbuatan hukum yang dilakukan organ PT sebelum dan
sesudah pengesahan akta pendirian PT ?
2. Bagaimanakah pertanggung-jawaban pemegang saham, direksi, dan dewan
komisaris sebelum dan sesudah memperoleh pengesahan Menteri Hukum dan
HAM ?
3. Bagaimanakah batasan wewenang perbuatan hukum para pemegang saham
dibanding dengan wewenang direksi dan dewan komisaris ?
4
3. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami secara normatif status perbuatan hukum yang
dilakukan organ PT sebelum dan sesudah pengesahan akta pendirian PT.
2. Untuk mengetahui dan memahami secara normatif pertanggung-jawaban
pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris sebelum dan sesudah
memperoleh pengesahan Menteri Hukum dan HAM.
3. Untuk mengetahui dan memahami batasan wewenang perbuatan hukum para
pemegang saham dibanding dengan wewenang direksi dan dewan komisaris.
4. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah :
1. Dari sudut pandangan teoritis, diharapkan penelitian ini dapat membuka wawasan
dan paradigma berpikir dalam memahami, mengerti dan mendalami permasalahan
hukum, khususnya di bidang hukum perusahaan. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan dan dapat
memperkaya khazanah kepustakaan, khususnya dalam studi ilmu hukum bisnis.
2. Dari sudut pandangan praktis, diharapkan penelitian ini mampu memberikan
kontribusi pemikiran bagi orang yang ingin berkecimpung atau yang ikut serta
bagi para organ perseroan, yaitu Para Pemegang Saham, Direksi, serta Dewan
Komisaris di dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang diembannya.
5. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara (USU) Medan, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasacasarjana
Universitas Sumatera Utara, dan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara penelitian tentang “Status Perbuatan Hukum yang Dilakukan Organ
Perseroan Terbatas Sebelum dan Sesudah Memperoleh Status Badan Hukum” tidak
ditemukan topik bahasan yang sama dengan judul penelitian ini.
Akan tetapi penulis menemukan 2 (dua) judul yang mirip dengan judul
tesis penulis, yaitu berjudul “Analisis Pertanggung-jawaban Hukum oleh Direksi
Dalam Perspektif Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”,
oleh Maraganti Panggabean, namun tesis tersebut hanya membahas tentang
pertanggung-jawaban direksi sedangkan tesis penulis membahas tentang perbuatan
hukum direksi, pemegang saham, dan dewan komisaris sebelum dan sesudah
memperoleh status badan hukum. Satu lagi yang dibuat oleh Sdr. Irma Hani Nasution
dengan judul “ Sistem Tanggung-jawab Direksi Dalam Suatu Perseroan”, yang
hanya membahas tentang sistem tanggung-jawab direksi dalam suatu perseroan
6. Kerangka Teori dan Konsepsi
a. Kerangka teori
Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini berawal dari
tugas dan wewenang organ perseroan dalam menjalankan perseroan sebagai sebuah
legal entity. Adalah Otto Friedrich von Gierke (1841-1921) yang memperkenalkan
teori organ yang menyatakan bahwa badan hukum adalah suatu organisme yaitu
“Lebenseinneit”. Adapun organ badan hukum, dalam hal perseroan organ dimaksud
adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris, memungkinkan perseroan mengambil
bagian dalam lalu lintas hukum selaku subjek hukum mandiri seperti halnya manusia
yang bertindak dengan memakai organ-organnya (tangan, mulut, otak, dan
sebagainya).5
b. Konsepsi
Status perbuatan hukum organ perseroan adalah status perbuatan hukum
yang dibebankan kepada RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris sehingga membawa
dampak serta akibat hukum apabila dilakukan sebelum dan sesudah adanya
pengesahan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam bahasa Inggris disebut
dengan General Shareholders’ meeting adalah organ perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas
yang ditentukan dalam Undang-undang Perseroan dan / atau anggaran dasar.
5
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung-jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan / atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberi nasihat kepada direksi. Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris
bukan hanya dapat memberikan koreksi kepada direksi, melainkan pula untuk
memberikan jalan keluar jika terdapat kelemahan-kelemahan yang dialami direksi.6
7. Metode Penelitian
a. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam tesis ini adalah deskriptif analisis. Dengan demikian,
dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk mendeskripsikan gejala-gejala atau
fenomena-fenomena hukum yang terkait dengan kepastian hukum dalam Perseroan
Terbatas, akan tetapi lebih ditujukan untuk menganalisis fenomena-fenomena hukum
tersebut dan kemudian mendeskripsikannya secara sistematis sesuai dengan
kaidah-kaidah penulisan.
b. Data dan Bahan Penelitian
Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah dalam wujud
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum
6
primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat. Ketiga jenis data tersebut
diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yakni :
a. bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan merupakan
landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, yakni Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya
ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan
penelitian ini.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, kamus
ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia, Belanda dan artikel-artikel lainnya
baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law
maupun common law, dan sebagainya.
c. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori
atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan
d. Alat pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen
yang dikumpulkan dengan mempergunakan studi pustaka sebagai alat pengumpulan
data yang dilakukan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara (USU), baik
melalui penelusuran katalog maupun browsing internet.
Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan atau
dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan
pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah
ditetapkan.
e. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya
dianalisis dengan mempergunakan metode analisis kualitatif yang didukung oleh
logika berpikir secara induktif. Dipilihnya metode analisis induktif adalah agar
gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara
mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan yang lainnya.
Setelah data dikumpulkan, data tersebut kemudian diabstraksi untuk menentukan
konsep-konsep yang lebih umum. Konsep yang lebih umum sebagai hasil abstraksi
merupakan jawaban-jawaban dari permasalahan yang dalam pendeskripsiannya
didukung oleh argumentasi-argumentasi yang diperoleh dari data-data sekunder yang
B. STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN ORGAN PT
SEBELUM DAN SESUDAH PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN PT
1. Hakikat Perseroan
Perseroan adalah persekutuan modal (asosiasi modal) yang oleh
undang-undang diberi status badan hukum. Maka tidak salah bila dikatakan bahwa
sesungguhnya perseroan adalah :
1. Badan hukum, yaitu subjek hukum mandiri; dan
2. Sekaligus wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham.7
Hakikat perseroan sebenarnya berlaku sebagai pembatasan kewenangan
bertindak perseroan yang bersangkutan.8 Perbedaan antara manusia dan badan hukum
adalah bahwa manusia dapat melakukan apa saja yang tidak dilarang oleh hukum,
sedangkan badan hukum dapat melakukan apa yang secara eksplisit atau implisit
diizinkan oleh hukum atau anggaran dasarnya.
7
Agus Budianto, Seri Hukum Perusahaan Kedudukan Hukum dan Tanggung-jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 42.
8
2. Perbuatan Hukum PT
UUPT sebenarnya sudah mengatur tentang kapan perbuatan hukum dan
tanggung-jawab PT itu telah melekat pada PT itu sendiri selaku badan hukum.
Perbuatan hukum dan tanggung-jawab itu terbagi dalam beberapa fase/ tahap :
a. Fase persiapan pendirian PT.
Ketika PT belum berdiri, dan para pendiri mempersiapkan pendirian suatu PT,
maka perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan
penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan,
harus dicantumkan dalam akta pendirian (Pasal 12 ayat (1) UUPT). Dan jika hal
tersebut tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan
kewajiban serta tidak mengikat perseroan (Pasal 12 ayat (4) UUPT). Jadi, untuk
mengikat agar perseroan bertanggung-jawab terhadap hak dan kewajiban yang
timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri pada fase persiapan
pendirian PT, maka perbuatan hukumnya yang berkaitan dengan susunan, dan
penyertaan modal serta susunan saham perseroan harus dicantumkan atau
dilekatkan pada akta pendiriannya. Tanpa hal ini dilakukan, maka perbuatan
hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan.
b. Fase pada saat PT telah didirikan dengan akta notaris tetapi belum disahkan
sebagai badan hukum.
Pada fase yang kedua ini, syaratnya adalah harus ada tindakan dari perseroan
perseroan. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UUPT, perbuatan
hukum atas nama perseroan hanya boleh dilakukan oleh semua anggota direksi
bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan.
c. Fase setelah PT mendapat pengesahan sebagai badan hukum.
PT yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, maka PT itu
murni bertanggung-jawab sebagai badan hukum, dan sebagai badan hukum, PT
mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dengan kekayaan pengurusnya. Dan
sebagai badan hukum, PT seperti manusia pada umumnya dapat dibebani hak dan
kewajiban.
3. Organ PT dalam UU No. 40 Tahun 2007
sebagai wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham (persekutuan
modal), perseroan mutlak membutuhkan organ, yaitu :
a. RUPS (Algemene Vergardering van Aandeelhoulders), dimana para pemilik
modal sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya untuk
menentukan kepada siapa akan mereka percayakan pengurusan perseroan.
Jadi, dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut
struktur organisasi perseroan (misalnya perubahan Anggaran Dasar, penggabungan,
peleburan, pemisahan, pembubaran, dan likuidasi perseroan), hak dan kewajiban
keuntungan yang dibuat perseroan sepenuhnya termasuk wewenang RUPS.
Sebaliknya, apa saja yang tercakup dalam organisasi usaha perseroan yang dibuat
untuk mencapai maksud dan tujuan perseroan sepenuhnya menjadi wewenang
Direksi dan Dewan Komisaris.
b. Direksi (Board of Director), yang oleh UUPT ditugaskan mengurus dan mewakili
perseroan.
Direksi adalah organ yang mewakili kepentingan perseroan selaku subjek
hukum mandiri. Sesungguhnya perseroan adalah sebab keberadaan direksi, karena
apabila tidak ada perseroan, juga tidak ada direksi. Dengan demikian, sudah
sepatutnya mengabdi kepada kepentingan perseroan yaitu semua pemegang saham,
bukan kepentingan satu atau beberapa pemegang saham. Jadi, Direksi adalah wakil
perseroan selaku subjek hukum mandiri dan bukan wakil pemegang saham.
Berdasarkan pasal 92 Ayat (1) UUPT, pengurusan perseroan dipercayakan
kepada Direksi. Pengurusan tersebut bukan berarti Direksi hanya menjadi pelaksana
kebijaksanaan dan rencana yang dibuat RUPS atau Dewan Komisaris. Dewan
Direksi memiliki wewenang antara lain :
1. Mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha perseroan.
2. Mengelola kekayaan perseroan.
3. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.
UUPT ditugaskan untuk melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada
direksi.
Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal
dalam sistem hukum perseroan Anglo-Amerika. Meskipun Board of Directors
perseroan Anglo-Amerika yang terbagi atas executive/ managing directors dan
non-executive directors dapat memberikan kesan bahwa badan tersebut mirip dengan
Dewan Komisaris, namun demikian kemiripan tersebut semu karena pada
hakikatnya Board of Directors dimaksud adalah organ eksekutif.
4. Status Perbuatan Hukum Organ PT Sebelum Pengesahan Akta Pendirian
PT
Di dalam UU No. 1 tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas hanya
memberikan kesempatan kepada para pendiri PT untuk melakukan perbuatan hukum
keluar. Diundangkannya UU No. 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, calon
pendiri PT dapat melakukan suatu perbuatan hukum dengan pihak ketiga, yang
nantinya akan mengikat PT tersebut jika PT tersebut menjadi badan hukum.
Hal tersebut merupakan salah satu komitmen UU No. 40 tahun 2007 untuk
mengikuti perkembangan zaman. Dalam UU No. 40 tahun 2007 tersebut
dimungkinkan bagi para calon pendiri untuk melakukan perbuatan hukum ataupun
melakukan perikatan dengan pihak ketiga, walaupun PT-nya sendiri belum terbentuk.
tersebut dapat melakukan kontrak dengan pihak asing, dalam bentuk MOU. Akan
tetapi, harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar perbuatan hukum para calon
pendiri tersebut dapat mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum,
yaitu :
1. Perbuatan hukum tersebut harus dinyatakan secara tegas diambil alih dalam RUPS yang diadakan pertama kali oleh perseroan. Dalam hal tidak dilaksanakannya RUPS, maka perbuatan hukum tersebut hanya mengikat para pendiri tersebut (tidak mengikat PT).
2. RUPS pertama tersebut harus diadakan maksimal 60 hari setelah perseroan memperoleh status badan hukumnya.
3. RUPS tersebut harus dihadiri oleh seluruh pemegang saham. (Pasal 13 Ayat (1), (2), (3).
5. Status Perbuatan Hukum Organ PT Sesudah Penandatanganan Akta
Pendirian PT.
Di dalam keadaan PT sudah didirikan dengan akta pendirian yang dibuat
oleh Notaris, namun belum mendapat pengesahan sebagai badan hukum, kepemilikan
bersama awalnya adalah bersifat mengikat, keadaan pemilikan bersama tersebut
adalah sebagai akibat pendirian PT-nya dapat disamakan kedudukannya dengan suatu
firma. Dengan demikian para pendiri tidaklah bebas untuk mengadakan pemisahan
dan pembagian. (Herlien, 1995 : 19) menyebutkan perbuatan hukum yang dilakukan
oleh pendiri sebelum PT disahkan tentu berlaku surut sejak PT disahkan sebagai
C. PERTANGGUNG-JAWABAN PEMEGANG SAHAM, DIREKSI,
DAN DEWAN KOMISARIS SEBELUM DAN SESUDAH MEMPEROLEH
PENGESAHAN MENTERI HUKUM DAN HAM
1. Pertanggung-jawaban Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris
(Organ Perseroan) Sebelum Memperoleh Pengesahan Menteri Hukum dan
HAM.
Hal terpenting berkaitan dengan perseroan belum berbadan hukum adalah
siapa yang berhak menandatangani dan atau mewakili perseroan yang belum
berbadan hukum. Sebelum perseroan tersebut berbadan hukum, maka
tanggung-jawab perseroan berada pada pendiri, namun kepengurusan dilakukan oleh Direksi
sehingga yang berwenang menandatangani adalah seluruh pendiri. Apabila Direksi
mewakili perseroan, maka dalam hal ini Direksi harus dalam kapasitas bertindak
untuk dan atas nama pendiri. Dengan demikian, pihak ketiga yang berhubungan
dengan perseroan terbatas yang belum berbadan hukum sangat rawan, oleh karena itu
bisa saja pada saat itu satu atau beberapa pendiri dapat mengundurkan diri, padahal
mereka harus bertanggung-jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh
perseroan terbatas yang belum berbadan hukum.9
Dalam hal perbuatan hukum yang dilakukan para pendiri sebelum
perseroan disahkan sebagai badan hukum, masing-masing pendiri yang melakukan
9
perbuatan hukum bertanggung-jawab secara tanggung-renteng (Pasal 14 ayat (1)
UUPT).
2. Pertanggung-jawaban Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris
(Organ Perseroan) Setelah Memperoleh Pengesahan Menteri Hukum dan
HAM.
Perseroan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian10
disahkan oleh Menteri.11 Pengesahan diberikan oleh Menteri dalam waktu paling
lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak permohonan yang diajukan telah
memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Setelah permohonan diterima atau dalam hal permohonan ditolak dalam
jangka waktu yang sama harus diberitahukan kepada pemohon dengan disertai
alasannya.
10
Dalam akta pendirian selain dimuat anggaran dasar yang telah diperjanjikan harus dimuat pula keterangan mengenai :
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri; b. Susunan, nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan
anggota Direksi dan Komisaris yang pertama kali diangkat dan;
c. Pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham dan nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang ditempatkan dan disetor pada saat pendirian (pasal 8 ayat 1).
11
3. Perbuatan Kedalam (Intra Vires) dan Perbuatan Keluar (Ultra Vires) Organ
Perseroan.
a. Perbuatan ke dalam (Intra Vires).
Perbuatan yang secara eksplisit atau secara implisit tercakup dalam
kecakapan bertindak perseroan yaitu termasuk dalam maksud dan tujuan perseroan.
Berkaitan dengan akibat atas suatu perbuatan ke dalam tersebut, dalam melakukan
perbuatan hukum dari direksi yang melanggar ketentuan Pasal 102 ayat (1) dan
Pasal 117 ayat (1) UUPT atau AD yang mengharuskan direksi meminta persetujuan
RUPS atau dewan komisaris.
b. Perbuatan Keluar (Ultra Vires).
Perbuatan yang berada di luar kecakapan bertindak perseroan yaitu tidak
tercakup dalam maksud dan tujuan perseroan. Pengertian ultra vires mengandung
arti bahwa perbuatan tertentu, yang apabila dilakukan manusia adalah sah, ternyata
berada di luar kecakapan bertindak perseroan karena berada di luar ruang lingkup
maksud dan tujuannya sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar.
4. Prinsip Pertanggung-jawaban Pengurus dalam PT.
a. Prinsip Fiduciary Duty.
Duty of Loyality.
tugasnya dengan tidak mengambil keuntungan pribadi.
Duty of Care.
Duty of Care merupakan prinsip pertanggung-jawaban direktur, dimana seorang
direktur harus hati-hati dan beritikad baik.
b. Prinsip Business Judgement Rule.
UUPT sudah mengadopsi / mempunyai kesamaan dengan prinsip business
judgement rule (Pasal 97 UUPT), sehingga para direksi kini dapat dilindungi oleh
undang-undang tersebut jika nantinya keputusan bisnis atau kepengurusannya
menimbulkan kerugian selama direksi tersebut telah memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan oleh UUPT. Hal ini merupakan perkembangan positif bagi perekonomian
karena perusahaan adalah sebuah entity risk taker dimana para direktur terkadang
harus mengambil keputusan yang spekulatif demi kemajuan perusahaannya terlebih
lagi ditengah-tengah kuatnya kompetisi dalam dunia bisnis yang diakibatkan dengan
globalisasi, para direksi harus berani mengambil keputusan dan kepengurusan yang
inovatif agar perusahaan yang dipimpinnya dapat bersaing dengan perusahaan
D. BATASAN WEWENANG PERBUATAN HUKUM PARA
PEMEGANG SAHAM DIBANDINGKAN DENGAN WEWENANG
DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
1. Wewenang Pemegang Saham/ RUPS
Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat
ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT, sedangkan wewenang eksklusif RUPS
dalam AD semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui
oleh Menteri Hukum dan HAM yang dapat dirubah melalui perubahan AD sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan UUPT.12
2. Wewenang Direksi
UUPT menetapkan kewajiban bagi setiap anggota direksi untuk beritikad
baik dan penuh tanggung-jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha
perseroan. Direksi dapat digugat ke Pengadilan Negeri bilamana atas dasar kesalahan
dan kelalaiannya menimbulkan kerugian pada PT dan dapat dituntut
pertanggung-jawaban penuh secara pribadi. Begitu pula dalam hal kepailitan yang terjadi karena
kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan PT tidak cukup untuk menutup
kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi bertanggung-jawab
12
secara tanggung-renteng atas kerugian dimaksud.
3. Wewenang Dewan Komisaris
Tugas dan kewenangan pengawasan dalam PT dipercayakan kepada
dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa
pemegang saham. Dengan demikian, dewan komisaris bukan wakil pemegang saham.
Hal ini terungkap dalam Pasal 85 ayat (4) yang melarang anggota dewan komisaris
untuk bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan suara sewaktu
RUPS. Dalam hal kewenangannya juga, komisaris tidak dapat bertindak
sendiri-sendiri melainkan harus berdasarkan keputusan dewan komisaris (Pasal 108 ayat (4)
UUPT).
4. Piercing The Corporate Veil
Doktrin Piercing The Corporate Veil yang notabene merupakan doktrin
hukum perseroan di commom law system sebenarnya telah diintegrasikan ke dalam
UUPT, yang berlaku baik bagi pemegang saham, direksi, maupun dewan komisaris
yang mana ide dasarnya dituangkan ke dalam UUPT tersebut. Dalam ketentuan
tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya Piercing The Corporate Veil
dipersyaratkan beberapa hal, yaitu :
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan
pribadi;
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh perseroan;
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan
kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan.
e. Pemegang saham hanya terdiri dari 1 (satu) orang saja dan hal ini telah berlaku
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh organ PT berdasarkan UU No. 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas sebelum pengesahan akta pendirian PT adalah
sah akan tetapi, para pendiri bertanggung-jawab secara tanggung renteng
(hoofdelijkaansprakelijk) atas perbuatan hukum tersebut. Setelah PT didirikan
dengan akta notaris namun belum berstatus badan hukum, maka perbuatan
hukum yang dilakukan semua pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris
(organ PT) tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat
perseroan (Pasal 12 ayat (4) UUPT, terkecuali perbuatan hukum tersebut
dicantumkan dalam akta pendirian (Pasal 12 ayat (1) UUPT.
b. Perbuatan hukum pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris sebelum
adanya pengesahan Menteri Hukum dan HAM adalah mengikat perseroan
dengan syarat apabila diadakan RUPS Pertama dalam jangka waktu 60 hari
setelah perseroan memperoleh status badan hukum (Pasal 13 Ayat (2) UUPT).
Jika tidak dilakukan, maka para pihak masing-masing akan bertanggung-jawab
secara pribadi atas akibat yang timbul (Pasal 13 Ayat (4) UUPT). Dalam hal
setelah pengesahan Menteri Hukum dan HAM, otomatis segala perbuatan yang
dilakukan organ PT tersebut akan menjadi tanggung-jawab perseroan secara
diderita perseroan sebesar saham yang dimilikinya. Sedangkan dalam hal
keputusan pertanggung-jawaban direksi dan dewan komisaris akan ditentukan
dalam rapat RUPS tersebut (Pasal 75 Ayat (2) UUPT). Pertanggung-jawaban
direksi selaku organ penting dalam menjalankan PT, haruslah memperhatikan
prinsip Fiduciary Duty dan prinsip Business Judgement Rule dalam mengambil
keputusan bisnis.
c. Mengenai batasan wewenang para organ perseroan, maka pemegang saham
memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan dewan
komisaris perseroan (Pasal 75 Ayat (1) UUPT). Pemegang saham mempunyai
hak dan wewenang untuk memperoleh segala macam keterangan yang
diperlukan yang berkaitan dengan kepentingan dan jalannya perseroan
(exclusive authorities). Sedangkan wewenang direksi, meliputi wewenang
penuh atas pengurusan PT untuk kepentingan dan tujuan serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Dan selanjutnya, mengenai
wewenang dewan komisaris, meliputi pengawasan terhadap direksi dalam
menjalankan tugasnya serta memberi nasihat demi kelangsungan misi
perseroan.
2. Saran
a. Sejak berlakunya UUPT No. 40 Tahun 2007 tersebut, tentunya dimungkinkan
bagi setiap organ PT untuk melakukan suatu perbuatan hukum baik sesudah
yang telah melampaui suatu kewenangan para organ (Pasal 75 UUPT bagi para
pemegang saham, Pasal 92 dan Pasal 95 UUPT bagi Direksi, serta pasal 108
bagi Dewan Komisaris) berakibat para organ tersebut telah melakukan ultra
vires yang berdampak pada kerugian perusahaan tersebut. Dengan demikian,
pelaksanaan hak dan kewajiban, serta doktrin-doktrin pertanggung-jawaban
bagi para organ haruslah diutamakan sehingga berdampak pada kemajuan
perusahaan yang terlepas dari prinsip piercing the corporate veil.
b. Setiap organ akan bertanggung-jawab atas setiap perbuatan hukumnya. Untuk
itu, sebelum PT memperoleh status badan hukum, kiranya semua calon pendiri
harus menyetujui secara tertulis atas setiap perbuatan hukum yang dilakukannya
(Pasal 13 ayat (5) UUPT). Dan setelah PT memperoleh status badan hukum,
atas keputusan RUPS maupun Anggaran Dasar diharapkan agar direksi
melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga dengan diawasi oleh
dewan komisaris.
c. Batasan-batasan wewenang masing-masing organ tersebut berdampak pada
batasan tanggung-jawab masing-masing pihak. Berkaitan dengan adanya tabir
(veil) pemisah batasan kewenangan tersebut, maka diharapkan dalam
menjalankan kewenangan tersebut, seluruh organ tidak atau jangan sampai
menerobos ketentuan piercing the corporate veil dengan cara
mempertimbangkan moral hazaard atau kebenaran moral dalam menjalankan
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ais, Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000).
Anderson, Charles A, Robert N. Anthony, The New Corporate Directors Insights for Board Members and Executives, (USA : John Wiley & Sons, 1986).
Blake, Allan, Helen J. Bond, Company Law Fifth Edition, (London : Black Stone Press Limited, 1996).
Budianto, Agus, Seri Hukum Perusahaan Kedudukan Hukum dan Tanggung-jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002).
Comer, Michael J, Corporate Fraud Second Edition, (England : McGraw-Hill Book Company, 1985).
Dine, Janet, Company Law, (London : The Maxmillan Press, LTD, 1991).
Fuady, Munir, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).
---, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).
---, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).
Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-undang Perseroan Terbatas Tahun 1995 No. 1 Perbandingan Dengan Peraturan Lama, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995).
Ginting, Jamin, Hukum Perseroan Terbatas (Undang-undang No. 40 Tahun 2007, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2007).
Harjono, Dhaniswara K, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006).
Hartini, Rahayu, Hukum Komersial, (Malang : UMM Press, 2005).
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Kellgg Boulevard, (ST. Paul Minn : West Publishing Co., 1990).
Kansil, C.S.T., Dkk, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian I, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2005).
Kelsen, Hans, General Theory of Law and State (Teori Umum Hukum dan Negara) ; Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, alih bahasa Somardi, (Jakarta : Bee Media Indonesia, 2007).
Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta : FH UII Press, 2006).
Mayson, French & Ryan, Company Law 2001-2002 Edition, (London : Black Stone Press Limited, 2001).
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perseroan Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004).
---, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999).
Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1995, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996).
Purwosutjipto, M.N, Pengertian pokok Hukum Dagang Indonesia 2, (Jakarta : Djambatan. 1995).
Regar, H. Moenaf, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000).
---, Pembahasan Kritis Aspek manajemen dan Akuntansi Undang-undang Perseroan Terbatas 1995, (Jakarta : Pustaka Quantum, 2000).
S. Ferber, Kenneth, Corporation Law, (New Jersey : Prentice-Hall, Inc., 2001).
Sembiring, Sentosa, Hukum Dagang, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001). Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1984).
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999).
Syahrin, Alvi, Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003).
Tunggal, Hadi Setia, Memahami Undang-undang Perseroan Terbatas (Undang-undang No. 40 tahun 2007, (Jakarta : Harvarindo, 2007).
Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Alumni, 2004).
Widiyono, Tri, Direksi Perseroan Terbatas Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung-jawab, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004).
Widjaja, Gunawan, Seri Aspek Hukum Dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005).
Widjaja, I.G. Rai, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2000).
Vance, Stanley C, Corporate Leadership Boards, Directors, and Strategy, (USA : McGraw-Hill Book Company, 1981).
Yani, Ahmad, & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1999).
Makalah, Hasil Penelitian, Jurnal, dan Internet :
Andhyka Consulting, “Tahapan Proses Pendirian dan Perizinan PT” dalam Company Formation and Business Licensing Consultant, diakses tgl. 12 Desember 2007.
Hukum Perusahaan, Program magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2007.
---, dalam makalah “Pertanggung-jawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan”.
Budiman N.P.D.S. dalam tulisan tentang “UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”, diakses tgl. 9 September 2007.
Chief Justice John Marshall, The opinion of the Court, after mature deliberation, is that this [a corporate charter] is a contract, the obligation of which cannot be impaired without violating the Constitution of the United States, (Dartmouth College v. Woodward, 1819) diakses tgl. 1 Desember 2007.
Erman Rajagukguk, Teori Hukum, tulisan dan makalah, Program Pascasarjana Universitas Surabaya, Magister Hukum-Magister Kenotariatan, 2006.
Fred B.G. Tumbuan, dalam Makalah “Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas” Agustus 2007.
Irma Devita Purnamasari, dalam makalah “Pendirian Perseroan Terbatas (PT)”, diakses tgl. 27 September 2007.
---, melalui makalah “Keabsahan Perbuatan Hukum Para Pendiri Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-undang No. 40 Tahun 2007, diakses tanggal 6 Oktober 2007.
Irna Nurhayati, dalam makalah “Ulasan Status Badan Hukum Perseroan Terbatas”, diakses tgl. 17 Desember 2007.
Jimly dalam bentuk makalah berjudul “Badan Hukum” dalam www.jimly.com dan dikemukakan pula oleh J.E.Sahetapy dalam artikelnya berjudul “Hukum Pidana”.
Majalah Jurnal Bank & Manajemen, Jakarta, 2001 dalam mhugm.wikidot.com, diakses tgl. 12 Nopember 2007.
Umar Kasim, Tanggung-jawab Korporasi Dalam Hal Mengalami Kerugian, Kepailitan atau Likuidasi Termasuk Tanggung-Jawab Korporasi Terhadap Pekerja/ Buruh Sebagai Salah Satu Kreditur Preferen, Informasi Hukum Vol. 2 Tahun VII, 2005.
Wikipedia, dalam “Perusahaan dalam Bisnis”, diakses tgl. 15 Desember 2007.
Undang-undang :
Republik Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
---, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.