BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Dalam menjalankan bisnisnya, berbagai bentuk usaha ditempuh oleh pebisnis
sesuai dengan sifat dan hakikat dari bisnis tersebut. Karenanya , sejak ratusan tahun yang
silam telah terbentuk berbagai bentuk usaha yang maju dan mundur sesuai dengan
perkembangan zaman. Dewasa ini ada berbagai bentuk perusahaan, yang masing-masing
memiliki karakteristik yang berbeda, dimana dalam bidang ini, hukum sangat intens
mengaturnya. Oleh sebab itu, setelah diuji oleh perkembangan zaman, maka terbentuklah
seperangkat aturan hukum yang mengatur tentang berbagai bentuk perusahaan, dengan
berbagai konsekuensi dan liku-liku yuridisnya. 1
Dari berbagai bentuk perusahaan yang ada di Indonesia, seperti firma,
persekutuan komanditer, koperasi, usaha dagang dan lain sebagainya, bentuk perusahaan
perseroan terbatas (selanjutnya disebut PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi
yang paling dominan saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya yang bersifat
terbatas, PT juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk
mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual seluruh saham yang
dimilikinya pada perusahaan tersebut.2
Ada beberapa faktor atau alasan mengapa seorang pengusaha memilih
perseroan terbatas untuk menjalankan usaha dibandingkan dengan bentuk perusahaan lain
seperti Persekutuan Perdata, Koperasi, Firma, CV, yaitu:
a. semata-mata untuk mengambil manfaat karakteristik pertanggungjawaban terbatas.
1
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 35. 2
b. atau dengan maksud kelak manakala diperlukan mudah melakukan transformasi
perusahaan.
c. atau alasan fiskal.3
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar bahwa badan usaha yang berdiri
dan menjalankan usaha di Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas. Hal tersebut tidaklah
mengherankan karena terdapat beberapa kelebihan dari bentuk usaha Perseroan Terbatas
yang tidak diiliki bentuk usaha lainnya, antara lain tanggung jawab terbatas.4
Kata “perseroan” menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham).
Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang
saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya.
Bentuk hukum seperti perseroan terbatas ini juga dikenal di negara-negara lain seperti: di
Malaysia disebut sendirian berhad (sdn bhd) ,di singapura disebut private limited (pte
ltd) , di Jepang disebut kabushiki kaisa, di Inggris disebut registered companies, di
Belanda disebut naamloze vennootschap (nv), dan di Perancis disebut societas a
responsabilite limite (sarl).5
Undang-undang perseroan terbatas no. 40 tahun 2007 pasal 1 ayat 1
mendefenisikan perseroan terbatas (perseroan) sebagai :
“badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini
serta peraturan pelaksanaannya”.6
3
Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, ( Jakarta: Permata Aksara, 2012), hal. 4Ibid
5
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Loc. Cit.
6
Dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada lima hal pokok yang dapat kita
kemukakan di sini :
1. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum ;
2. Didirikan berdasarkan perjanjian;
3. Menjalankan usaha tertentu;
4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham;
5. Memenuhi persyaratan undang-undang.7
Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi
(orang perorangan), dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap masing-masing
subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan yang lainnya,
meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang
berlaku umum. Salah satu ciri khas yang membedakan subjek hukum pribadi dengan
subjek hukum berupa badan hukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang
pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi
masing-masing subjek hukum tersebut. Pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum diangap
telah ada bahkan pada saat pribadi orang perseorangan tersebut berada dalam kandungan
(pasal 1 ayat (2) kitab undang-undang hukum perdata). Sedangkan pada badan hukum,
keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan
dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan
sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan
para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya.8
Dalam kitab undang-undang Hukum Dagang tidak satu pasal pun yang
menyatakan perseroan sebagai badan hukum, tetapi dalam undang-undang Perseroan
Terbatas secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 butir 1 bahwa perseroan adalah badan
7Ibid 8
hukum. Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuwan sebagai pendukung
kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta
kekayaan pendiri atau pengurusnya.
PT memiliki beberapa organ yaitu RUPS, direksi, dan dewan komisaris. PT
sebagai subjek hukum mandiri adalah artificia person, yang membutuhkan direksi
sebagai wakilnya. Dapat dikatakan bahwa perseroan terbatas tidak dapat berfungsi
menjalankan hak dan kewajibannya tanpa bantuan direksi. Keberadaan direksi dalam
perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa
adanya direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada direksi tanpa adanya perseroan.
Keberadaan direksi adalah untuk mengurus perseroan sesuai maksud dan tujuan
perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dengan demikian keberadaan
direksi sangat dibutuhkan oleh perseroan. Mengurus perseroan bukanlah merupakan hal
mudah. Oleh karena itu, agar perseroan tersebut terurus sesuai maksud didirikannya
perseroan, maka untuk menjadi direksi perlu persyaratan dan keahlian. Pendelegasian
wewenang dari perseroan kepada direksi untuk mengelola perseroan tersebut lazim
disebut sebagai fiduciary duty.9
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 10
Terkait dengan perbuatan melawan hukum, korporasi atau perseroan sebagai
subjek hukum dapat melakukan perbuatan melawan hukum baik bersifat perdata maupun
pidana (civil and criminal wrongs). Pada umumnya pengurus harus bertanggung jawab
atas perbuatan melawan hukum itu. Akan tetapi, perbuatan melawan hukum itu dapat
langsung dilakukan oleh perusahaan melalui organ-organnya, atau sebaliknya perbuatan
9
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 8. 10
melawan hukum itu dilakukan oleh pegawai perusahaan dan perusahaan harus
mempertanggungjawabkannya.11
Dalam undang-undang perseroan terbatas nomor 40 tahun 2007 Pasal 97 ayat
(1) disebutkan bahwa direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dan pada ayat
(2) disebutkan bahwa pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Selanjutnya pada ayat (3) disebutkan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab
penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau
lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (2).
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, ada ketertarikan untuk membahas
mengenai pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan
dalam mengurus perseroan.
B. Perumusan Permasalahan
Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan direksi dalam perseroan
2. Apa saja bentuk perbuatan melawan hukum yang dapat dilakukan direksi dalam
mengurus perseroan.
3. Bagaimana pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yng dilakukan
dalam mengurus perseroan.
11
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini
secara singkat, adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kedudukan direksi dalam perseroan
2. Untuk mengetahui bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
direksi dalam mengurus perseroan
3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dalam mengurus perseroan.
Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk :
a. Manfaat secara teoretis
Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk dapat memberikan
masukan sekaligus menambah pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis,
khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan pertanggung jawaban
direksi atas perbutan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan.
b. Manfaat secara praktis
Secara praktis diharapkan agar penulisan skripsi ini dapat memberikan
pengetahuan tentang pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dalam mengurus perseroan. Sebagaimana diketahui bahwa direksi
merupakan organ perseroan yang memiliki tugas dan wewenang dalam perseroan.
Direksi bertanggung jawab penuh atas kegiatan pengurusan perseroan. Dalam
melaksanakan kepengurusan terhadap perseroan tersebut, direksi tidak hanya
melainkan juga terhadap setiap pihak (ketiga) yang berhubungan hukum, baik
langsung maupun tidak langsung dengan perseroan.
D. Keaslian Penulisan
Pembahasan skripsi ini dengan judul : “pertanggungjawaban direksi atas
perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan”, adalah
masalah yang sebenarnya seringkali kita dengar. Namun yang dibahas dalam
skripsi ini adalah khusus mengenai tanggung jawab direksi dalam hal perbuatan
melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran
yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan
doktrin-doktrin yang ada , dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna
memperoleh gelar sarjana hukum di fakultas hukum universitas sumatera utara,
dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama,
maka skripsi ini akan dipertanggung jawabkan sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian perseroan terbatas
Perseroan terbatas pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan nama
“naamioze vennootschap” (nv). Naamioze berarti tanpa nama, yang maksudnya
perseroan, melainkan menggunakan nama perusahaan berdasarkan tujuan dari
usahanya.12
Sebenarnya, arti istilah naamioze vennootschap tidak sama dengan arti
istilah perseroan terbatas. Naamioze vennootschap, diartikan sebagai persekutuan
tanpa nama dan tidak mempergunakan nama orang sebagai nama persekutuan,
seperti firma, melainkan nama usaha yang menjadi tujuan dari perusahaan yang
bersangkutan. Sedangkan perseroan terbatas adalah persekutuan yang modalnya
terdiri atas saham-saham, dan tanggung jawab persero bersifat terbatas pada
jumlah nominal daripada saham-saham yang dimilikinya. Jadi, istilah perseroan
terbatas lebih tepat daripada istilah naamioze vennootschap, sebab arti “perseroan
terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya,
sedangkan arti istilah naamioze vennootschap kurang dapat menggambarkan
tentang isi dan sifat perseroan secara tepat. Ada istilah Inggris yang isinya hampir
mendekati istilah perseroan terbatas, yaitu company limited by shares”. Perseroan
terbatas ini di Jerman, Austria dan Swiss disebut aktiengensellschaft dan di
Prancis disebut societe annonyme.13
Menurut R.Ali Ridho:
Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perusahaan yang berbentuk
badan hukum yang menjalankan perusahaan, didirikan dengan suatu perbuatan
hukum bersama beberapa orang dengan modal tertentu yang terbagi atas saham
12
Purwosutjipto, HMN, Pengertian Pokok Hukum Dagang, (Jakarta: Djambatan, 1995), hal.90.
13
dimana para anggota dengan memiliki satu atau lebih saham dan bertanggung
jawab terbatas sampai bagian saham yang dimiliki.14
C.S.T Kansil menyatakan bahwa:
Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk
menjalankan suatu perusahaan dengan perseroan tertentu yang terbagi atas
saham-saham, dengan mana pemegang saham (persero) ikut serta dengan mengambil
satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan hukum dibuat oleh nama
bersama, dengan tidak bertanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal
yang mereka setorkan.15
Untuk dapat disebut sebagai perseroan terbatas, suatu badan usaha harus
mempunyai ciri-ciri, antara lain harus mempunyai kekayaan sendiri, ada
pemegang saham sebagai pemasok modal yang tanggung jawabnya tidak melebihi
dari nilai saham yang diambilnya (modal yang disetor) dan harus ada pengurus
yang terorganisir guna mewakili perseroan dalam menjalankan aktivitasnya dalam
lalu lintas hukum, baik di luar maupun di dalam pengadilan dan tidak bertanggung
jawab secara pribadi terhadap perikatan-perikatan yang dibuat oleh perseroan
terbatas. Ini berarti bahwa badan usaha yang disebut perseroan terbatas harus
menjadikan dirinya sebagai badan hukum, sebagai subjek hukum yang berdiri
sendiri yang mampu mendukung hak dan kewajiban sebagaimana halnya dengan
14
R.Ali Ridho, Hukum Dagang Tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan Komanditer, Keseimbangan Kekuasaan Dalam Perseroan Terbatas dan Penswastaan BUMN, (Bandung: Remaja Karya, 1983), hal. 214.
15
orang, yang mempunyai harta kekayaan tersendiri terpisah dari harta kekayaan
para pendirinya, pemegang saham, dan para pengurusnya. 16
Sebagai badan hukum atau artificial person, perseroan terbatas mampu
bertindak melakukan perbuatan hukum melalui “wakilnya”. Untuk itu ada yang
disebut “agent”, yaitu orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan
atas nama perseroan. Karena itu, perseroan juga merupakan subjek hukum, yaitu
subjek hukum mandiri atau personastandi in judicio. Dia bisa mempunyai hak dan
kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural
person atau naturlijke persoon, dia bisa menggugat maupun digugat, bisa
membuata keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang,
mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.17
2. Organ perseroan
Direksi atau disebut juga sebagai pengurus perseroan adalah alat
perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan dan mewakili
perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian, ruang
lingkup tugas direksi ialah mengurus perseroan.18
Undang-undang secara umum menyatakan bahwa suatu perseroan
sekurang-kurangnya harus diurus oleh satu orang atau lebih anggota direksi,
dengan pengecualian bagi perseroan yang bidang usahanya melakukan
pengerahan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
atau perseroan terbatas terbuka harus memiliki sekurang-kurangnya dua orang
16
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal.19.
17
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan (Badan Usaha) di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1997), hal.52.
18
anggota direksi. Tidak ada suatu pembahasan mengenai keanggotaan direksi
dalam perseroan. Tidak hanya warga negara indonesia, melainkan juga warga
negara asing yang memenuhi syarat yang ditetapkan (oleh departemen tenaga
kerja) dapat menjadi anggota direksi perseroan. Undang –Undang Perseroan
Terbatas mensyaratkan bahwa anggota direksi haruslah orang perseorangan.19
Menurut teori organisme dari otto von gierke, pengurus adalah organ atau
alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia yang mempunyai
organ-organ tubuh, misalnya kaki,tangan, dan lain sebagainya itu geraknya
diperintah oleh otak manusia, demikian pula gerak dari organ badan hukum
diperintah oleh badan hukum itu sendiri, sehingga pengurus adalah merupakan
personifikasi dari badan hukum itu.20
Anggota direksi diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali, pengangkatan
anggota direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota
direksi dalam akta pendirian. Anggota direksi diangkat untuk jangka waktu
tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Anggaran dasar mengatur tata
cara pecalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota direksi tanpa
mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan. Peraturan tentang
pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi, serta penghasilan direksi
ditetapkan dalam RUPS
Menurut teori, dalam pengertian pengurusan yang dipercayakan kepada
direksi itu, dapat dibedakan atas perbuatan beheren dan perbuatan beschiking atau
kadangkala disebut pula sebagai perbuatan van eigendom. Perbuatan beheren
19
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Loc. Cit. hal. 98. 20
dalam praktik diterjemahkan sebagai perbuatan “pengurusan” (dalam arti sempit).
Sedangkan perbuatan beschiking atau eigendom lazim diterjemahkan sebagai
perbuatan “kepemilikan” (dalam arti luas). Diterjemahkan “kepemilikan” sebagai
terjemahan harfiah dari eigendom. Sebenarnya perbuatan pengurusan (beheren)
itulah yang merupakan wewenang murni dari direksi, yaitu yang ditandai sebagai
perbuatan yang biasa dilakukan sehari-hari. Sepanjang perbuatan itu merupakan
perbuatan pengurusan, maka berwenang diselenggarakan sendiri oleh direksi.
Sebaliknya perbuatan kepemilikan (daden va n beschiking /eigendom) sudah
bukan lagi perbuatan sehari-hari melainkan sudah merupakan perbuatan
khusus/istimewa, dan bukan lagi murni wewenang direksi. 21
Untuk direksi dapat melakukan perbuatan ini harus terlebih dahulu
direksi memperoleh persetujuan dari organ lainnya, yang mungkin lebih dahulu
harus mendapatkan persetujuan dari dewan komisaris atau mungkin pula dari
rapat umum pemegang saham (RUPS) tergantung menurut ketentuan
undang-undang dan atau anggaran dasar perseroan. Tetapi dalam praktik sukar untuk
menetukan mana yang merupakan perbuatan pengurusan dan mana yang
merupakan perbuatan kepemilikan.22
Direksi dalam melaksanakan kepengurusan terhadap perseroan tidak
hanya bertanggung jawab terhadap perseroan dan para pemegang saham
perseroan, melainkan juga terhadap setiap pihak yang berhubungan hukum, baik
langsung maupun tidak langsung dengan perseroan. Tugas direksi antara lain
adalah bertindak sebagai wakil perseroan di dalam maupun di luar pengadilan.
21
Rudhi Prasetya, Teori dan Praktik PT, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal.19. 22
Direksi yang diangkat oleh rapat umum pemegang saham untuk mengurus
perseroan selama menjalankan tugasnya harus dengan itikad baik seperti yang
ditegaskan dalam pasal 85 ayat (1) UUPT, bahwa setiap anggota direksi wajib
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan dan usaha perseroan. Setiap kesalahan dan atau kelalaian dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya tersebut akan membawa akibat pertanggung
jawaban secara pribadi dari masing-masing anggota direksi atas setiap kerugian
yang diderita oleh perseroan maupun para pemegang sahamnya.23
Sebagaimana disebutkan di atas, direksi adalah organ perseroan yang
berwenang menngelola perseroan. Oleh karena itu, direksi bertanggung jawab atas
apa yang disebut “fiduciary responsibility”. Yang dimaksud dengan fiduciary
responsibility adalah bahwa direksi dengan penuh tanggung jawab harus
menjalankan perusahaan, termasuk ketika berhubungan dengan orang lain atau
pihak ketiga. 24
Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan
kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang ditentukan dalam
undang-undang perseroan terbatas dan/atau anggaran dasar. Yang dimaksud dengan
“kebijakan yang tepat” adalah kebijakan yang antara lain, didasarkan pada
keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis. dalam hal ini direksi harus secara fiduciary menjalankan
perusahaan dengan standard of care (standar pemeliharaan).
23
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal.111. 24
3. Perbuatan melawan hukum
Terbatasnya jumlah peraturan yang mengatur mengenai perbuatan
melawan hukum, maka hukum mengenai perbuatan melanggar hukum (tort) pada
umumnya bersumber dari kasus-kasus, atau dapat dikatakan sebagai hukum kasus
(case law). Fungsi utama dari pertanggungjawaban atas perbuatan melawan
hukum adalah ketentuan kompensasi yang sepadan dengan kerugian yang diderita.
Hukum mengenai ganti rugi atau kompensasi atas perbuatan melawan hukum
dapat dijumpai dalam peraturan perundang-undangan dan kasus-kasus
(jurisprudensi).25
Adapun yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum pasal 1365
kitab undang-undang hukum perdata menjelaskan bahwa “tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu.
Jadi, unsur –unsur perbuatan melawan hukum terdiri dari :
a. Perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi
juga mencakup perbuatan yang melanggar hak orang lain,bertentangan
dengan kewajiban hukum pelaku,bertentangan dengan prinsip
kehati-hatian dan bertentangan dengan norma atau kaidah yang berlaku dalam
masyarakat.
b. Perbuatan sebagaimana yang dimaksud diatas mengandung kesalahan
c. Mengakibatkan kerugian;dan
d. Terdapat hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian.26
25
Chatamarrasjid Aif, Loc.Cit. hal.179. 26
Pasal 82 UUPT menyatakan, bahwa direksi bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sedangkan Pasal 85 UUPT
menetapkan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan direksi bertanggung jawab
penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya tersebut.
Untuk membebankan pertanggungjawaban terhadap direktur atau
pengurus korporasi, maka harus dibuktikan adanya pelanggaran terhadap
kekuasaan kewajiban kewenangan yang dimilikinya. Pengurus korporasi dalam
hal ini harus dapat dibuktikan telah melanggar good faith yang dipercayakan
padanya dalam menjalan korporasi atau perusahaan, sebagaimana diatur dalam
prinsip fiduciary duty
F. Metode Penulisan
1. Sifat / Bentuk penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah
pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum
sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa
hukum perdata khususnya terhadap pengaturan mengenai pertanggungjawaban
direksi atas perbuatan melawan hukum dalam mengurus perseroan. Selain itu juga
Penelitian bertujuan menemukan landasan-landasan yang jelas dalam
meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum ekonomi khususnya yang
terkait dengan masalah pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan
hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan.
2 . Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
melalui penelitian kepustakaan ( library research) untuk mendapatkan
konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi data pemikiran konseptual dari
peneliti terdahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya
ilmiah lainnya.
Sumber data kepustakaan diperoleh dari :
a. Bahan hukum primer, terdiri dari ;
1) norma atau kaedah dasar ;
2) Peraturan dasar ;
3) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perseroan terbatas
beserta peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
b. Bahan hukum sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan,
artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan
ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan
yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta
dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam
penelitian ini. Selanjutnya situs web juga menjadi bahan bagi penulisan
skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian
ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi,
maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan
(library research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis
buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan
bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis
kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang
akan dibahas.
4. Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah
dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan
pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang
pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan
dalam mengurus perseroan.
Pada bagian akhir, data yang berupa peraturan perundang-undangan
data pedukung sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang akan menjawab
seluruh pokok permasalahan dalam penelitian ini.
G.Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempertegas penguraian dari skripsi ini , serta untuk lebih
mengarahkan pembaca maka di bawah ini masa dibuat sistematika penulisan/
gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan dimana pada bab ini
dipaparkan hal-hal yang umum sebagai langkah awal
dari penulisan skripsi. Bab ini berisikan tentang latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan
dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II :RUANG LINGKUP KEDUDUKAN DIREKSI
DALAM PERSEROAN TERBATAS.
Pada bab ini dipaparkan tentang kedudukan direksi
dalam perseroan dimana di dalamnya diuraikan
mengenai pengangkatan direksi, kewajiban dan
tanggungjawab direksi dan direksi sebagai pengurus dan
BAB III : BENTUK PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG
DAPAT DILAKUKAN DIREKSI DALAM
MENGURUS PERSEROAN TERBATAS.
Pada bab ini dipaparkan tentang bentuk perbuatan
melawan hukum yang dapat dilakukan dalam pengurusan
perseroan dimana di dalamnya diuraikan mengenai
pengertian perbuatan melawan hukum, bentuk-bentuk
perbuatan yang seharusnya dihindari oleh direksi dalam
melakukan pengurusan perseroan dan kasus-kasus
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh direksi
perseroan.
BAB IV :PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI ATAS
PERBAUATAN MELAWAN HUKUM YANG
DILAKUKAN DALAM MENGURUS PERSEROAN
TERBATAS
Pada bab ini dipaparkan tentang prinisip fiduciary duty
dalam pengelolaan perseroan terbatas, pengaturan tentang
tanggung jawab direksi dalam UUPT serta
pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan
hukum yang dilakukan dalam mengurus perseoan.
BAB V : PENUTUP
Pada bab ini dipaparkan tentang Kesimpulan, yaitu
Serta saran, yaitu pendapat baik yang diberikan atas