• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan Gejala Keracunan Pada Penyemprot Pestisida di Perkebunan Kelapa Sawit Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan Gejala Keracunan Pada Penyemprot Pestisida di Perkebunan Kelapa Sawit Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2015"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN GEJALA KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT TANJUNG GARBUS PAGAR MERBAU PTPN II TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

DESI NATALIA HASIBUAN NIM. 111000116

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN GEJALA KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT TANJUNG GARBUS PAGAR MERBAU PTPN II TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

DESI NATALIA HASIBUAN NIM. 111000116

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN

PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN GEJALA

KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TANJUNG GARBUS PAGAR MERBAU PTPN II TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2015 Yang membuat pernyataan

(4)
(5)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada penyemprot pestisida di Perkebunan kelapa sawit Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II tahun 2015 untuk mengetahui hubungan antara pemakaian APD dengan gejala keracunan pestisida.

Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi adalah penyemprot pestisida di 2 (I dan III) Afdeling Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II sejumlah 18 orang dan sampel adalah total populasi.

Berdasarkan distribusi frekuensi menunjukan bahwa 17 orang (94,4%) penyemprot pestisida yang memakai alat pelindung diri secara tidak lengkap diantaranya 15 orang penyemprot pestisida mengalami gejala keracunan dan 2 orang tidak mengalami gejala keracunan dan 1 orang (5,6%) penyemprot pestisida yang memakai alat pelindung diri lengkap tidak mengalami gejala keracunan. Dari 15 orang yang mengalami gejala keracunan pestisida terdapat 9 orang mengalami gejala keracunan glifosat dengan gejala terbanyak yaitu sakit kepala sejumlah 6 orang (66,7%) penyemprot pestisida dan 6 orang mengalami gejala keracunan campuran parakuat diklorida dan metil metsulfuron dengan gejala terbanyak yaitu sakit kepala sejumlah 5 orang (83,3%) penyemprot pestisida. Hasil uji statistik Exact Fisher menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (P-value= 0,048) antara pemakaian APD dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida.

Disarankan penyemprot pestisida untuk selalu memakai APD lengkap seperti topi, masker, kacamata (googles), sarung tangan, baju lengan panjang, celemek atau apron, celana panjang, dan sepatu boot agar terhindar dari gejala keracunan pestisida selama penyemprotan.

(6)

ABSTRACT

The objective of the research was to find out the correlation of the use of Personal Protective Equipment (PPE) with the poisoning symptoms of pesticide sprayer in Tanjung Garbus Pagar Merbau palm plantation PTPN II, in 2015.

The research was analytical with cross sectional design. The population were 18 pesticide sprayer in 2 (I and III) Afdeling at Tanjung Garbus Pagar Merbau palm plantation PTPN II and sample was total population.

The distribution frequency showed that there were 17 pesticide sprayer

didn’t use Personal Protective Equipment (PPE) completely between 15 pesticide

sprayer felt poisoning symptoms and 2 others didn’t 1 pesticide sprayer (5,6%) who used Personal Protective Equipment (PPE) completely didn’t feel poisoning symptoms. From 15 pesticide sprayer there were 9 pesticide sprayer felt poisoning symptoms of glifosat with headache were 6 pesticide sprayer (66,7%) and 6 pesticide sprayer felt poisoning symptoms of paraquat diclorida and metil metsulfuron mixed with headache and itchiness were 5 (83,3%) pesticide sprayer. The result of Exact Fisher statistic test showed that there was correlation (P-value = 0.048) between the use of Personal Protective Equipment (PPE) and poisoning symptoms of pesticide.

It’s recommended that the pesticide sprayer keep themselves always use Personal Protective Equipment (PPE) completely such as wide bram hat, goggles, respirator, coveralls, gloves, apron, long trousersand, safety shoes in order to prevent from pesticide poisoning symptoms when worked.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan Gejala Keracunan Pada

Penyemprot Pestisida di Perkebunan Kelapa Sawit Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2015”. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. 1. Terimakasih kepada Bapak Prof. Subhilar, Ph.D, selaku Pjs Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Terimakasih kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat 4. Terimakasih kepada Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt., MS, selaku dosen

pembimbing I yang telah banyak memberikan motivasi, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Terimakasih kepada Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan motivasi, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

(8)

7. Terimakasih kepada Ibu Umi Salmah, SKM, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

8. Terimakasih kepada Direksi PTPN II Kebun Tanjung Garbus yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Terimakasih kepada Manajer Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di perkebunan kelapa sawit Tanjung Garbus Pagar Merbau.

10. Terimakasih kepada Assisten Afdeling I yang telah membantu saya dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

11. Terimakasih kepada Asisten Afdeling 3 yang telah membantu saya dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

12. Terimakasih kepada para penyemprot pestisida yang telah mau memberikan waktu dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Terimakasih kepada kedua orang tua yang saya kasihi, Bapak ( J. Hasibuan) dan Ibu ( R. Sembiring), adik-adikku, Jonson Hasibuan dan Astri Hasibuan yang telah memberi semangat, doa dan dukungan yang kepada saya dalam penyelesaian skrips ini.

(9)

PBL dan LKP, Saber, Unik, Liak, Imeh, Anes dan Ara. Sahabat- sahabatku, Aneke, Winda, Arini, Rasmi, Maya, dan bang Rikardo. Terimakasih atas doa, dukungan serta waktu kalian semua untuk saling berbagi ilmu dan teman menunggu. Semoga kita semua menjadi orang yang sukses.

14. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Juli 2015 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

2.1.4 Risiko Penggunaan Pestisida ... 21

2.1.5 Gejala Keracunan Pestisida ... 24

2.1.6 Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh Manusia ... 31

2.1.7 Metode Aplikasi Pestisida ... 35

2.1.8 Upaya Preventive Terhadap Pestisida ... 39

2.2 Alat Pelindung Diri (APD) ... 41

2.2.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD) ... 41

2.2.2 Alat Pelindung Diri (APD) Pada Penyemprot Pestisida ... 43

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 48

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 49

3.5.1 Variabel ... 49

3.5.2 Defenisi Operasional ... 49

3.6 Metode Pengukuran Data ... 49

4.1.1 Sejarah singkat Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II ... 52

4.1.2 Kondisi umum wilayah ... 53

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 55

4.2.1 Umur Penyemprot Pestisida ... 55

4.2.2 Jenis Kelamin Penyemprot Pestisida ... 55

4.2.3 Suku Penyemprot Pestisida ... 55

4.2.4 Tingkat Pendidikan Penyemprot Pestisida ... 56

4.2.5 Masa Kerja Penyemprot Pestisida ... 56

4.2.6 Alat Semprot yang Digunakan ... 57

4.2.7 Personal hygiene Penyemprot Pestisida ... 57

4.2.8 Pemakaian APD Penyemprot Pestisida ... 57

4.2.9 Bahan Aktif Pestisida yang Dipakai ... 59

4.2.10 Gejala Keracunan Pestisida ... 59

4.3 Hasil Uji Bivariat ... 64

BAB V PEMBAHASAN ... 66

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………...….. 75

6.1 Kesimpulan ... 75

6.2 Saran ... 75

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO ... 21 Tabel 2.2 Gejala klinis untuk setiap tingkatan keracunan dan

prognosisnya ... 26 Tabel 3.1 Aspek pengukuran variabel penelitian ... 50 Tabel 4.1 Luas areal Kebun Tanjung garbus Pagar Merbau ... 54 Tabel 4.2 Distribusi penyemprot pestisida berdasarkan umur di Kebun

Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II tahun 2015 ... 55 Tabel 4.3 Distribusi penyemprot pestisida berdasarkan suku di Kebun

Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II tahun 2015 ... 55 Tabel 4.4 Distribusi penyemprot pestisida berdasarkan tingkat pendidikan

Di Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II

tahun 2015 ... 56 Tabel 4.5 Distribusi penyemprot pestisida berdasarkan masa kerja di

Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II

tahun 2015 ... 56 Tabel 4.6 Distribusi penyemprot pestisida berdasarkan personal

hygiene di Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II

tahun 2015 ... 57 Tabel 4.7 Distribusi penyemprot pestisida berdasarkan pemakaian

APD di Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II

tahun 2015 ... 57 Tabel 4.8 Distribusi APD yang dipakai oleh penyemprot pestisida di

Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II

tahun 2015 ... 58 Tabel 4.9 Distribusi penyemprot pestisida berdasarkan bahan aktif

pestisida pada di Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau

PTPN II tahun 2015 ... 59 Tabel 4.10 Distribusi penyemprot pestisida berdasarkan gejala

keracunan pestisida pada di Kebun Tanjung Garbus Pagar

Merbau PTPN II tahun 2015 ... 59 Tabel 4.11 Distribusi penyemprot pestisida berdasarkan gejala keracunan

oleh bahan aktif pestisida pada di Kebun Tanjung Garbus

Pagar Merbau PTPN II tahun 2015 ... 61 Tabel 4.12 Distribusi gejala keracunan bahan aktif glifosat yang

(13)

Tabel 4.13 Distribusi gejala keracunan parakuat diklorida ditambah metil metsulfuron ang dirasakan oleh penyemprot pestisida di Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II

tahun 2015 ... 63 Tabel 4.14 Hasil uji exact fisher pemakaian APD dengan gejala keracunan

pada penyemprot pestisida di Kebun Tanjung Garbus

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian

Lampiran 4. Master Data Gejala Keracunan Pestisida Lampiran 5. Output

(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Desi Natalia Hasibuan

Tempat Lahir : Wonosari

Tanggal Lahir : 04 Desember 1993

Suku Bangsa : Batak

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Joni Hasibuan

Suku Bangsa Ayah : Batak

Nama Ibu : Rela Sembiring

Suku Bangsa Ibu : Karo

Pendidikan Formal

1. SD/ Tamatan tahun : SD Negeri 106834 Wonosari /2005

2. SLTP/ Tamatan tahun : SMP Negeri 3 Tanjung Morawa /2008

3. SLTA/Tamatan tahun : SMA Negeri 1 Lubuk Pakam /2011

(17)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada penyemprot pestisida di Perkebunan kelapa sawit Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II tahun 2015 untuk mengetahui hubungan antara pemakaian APD dengan gejala keracunan pestisida.

Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi adalah penyemprot pestisida di 2 (I dan III) Afdeling Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II sejumlah 18 orang dan sampel adalah total populasi.

Berdasarkan distribusi frekuensi menunjukan bahwa 17 orang (94,4%) penyemprot pestisida yang memakai alat pelindung diri secara tidak lengkap diantaranya 15 orang penyemprot pestisida mengalami gejala keracunan dan 2 orang tidak mengalami gejala keracunan dan 1 orang (5,6%) penyemprot pestisida yang memakai alat pelindung diri lengkap tidak mengalami gejala keracunan. Dari 15 orang yang mengalami gejala keracunan pestisida terdapat 9 orang mengalami gejala keracunan glifosat dengan gejala terbanyak yaitu sakit kepala sejumlah 6 orang (66,7%) penyemprot pestisida dan 6 orang mengalami gejala keracunan campuran parakuat diklorida dan metil metsulfuron dengan gejala terbanyak yaitu sakit kepala sejumlah 5 orang (83,3%) penyemprot pestisida. Hasil uji statistik Exact Fisher menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (P-value= 0,048) antara pemakaian APD dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida.

Disarankan penyemprot pestisida untuk selalu memakai APD lengkap seperti topi, masker, kacamata (googles), sarung tangan, baju lengan panjang, celemek atau apron, celana panjang, dan sepatu boot agar terhindar dari gejala keracunan pestisida selama penyemprotan.

(18)

ABSTRACT

The objective of the research was to find out the correlation of the use of Personal Protective Equipment (PPE) with the poisoning symptoms of pesticide sprayer in Tanjung Garbus Pagar Merbau palm plantation PTPN II, in 2015.

The research was analytical with cross sectional design. The population were 18 pesticide sprayer in 2 (I and III) Afdeling at Tanjung Garbus Pagar Merbau palm plantation PTPN II and sample was total population.

The distribution frequency showed that there were 17 pesticide sprayer

didn’t use Personal Protective Equipment (PPE) completely between 15 pesticide

sprayer felt poisoning symptoms and 2 others didn’t 1 pesticide sprayer (5,6%) who used Personal Protective Equipment (PPE) completely didn’t feel poisoning symptoms. From 15 pesticide sprayer there were 9 pesticide sprayer felt poisoning symptoms of glifosat with headache were 6 pesticide sprayer (66,7%) and 6 pesticide sprayer felt poisoning symptoms of paraquat diclorida and metil metsulfuron mixed with headache and itchiness were 5 (83,3%) pesticide sprayer. The result of Exact Fisher statistic test showed that there was correlation (P-value = 0.048) between the use of Personal Protective Equipment (PPE) and poisoning symptoms of pesticide.

It’s recommended that the pesticide sprayer keep themselves always use Personal Protective Equipment (PPE) completely such as wide bram hat, goggles, respirator, coveralls, gloves, apron, long trousersand, safety shoes in order to prevent from pesticide poisoning symptoms when worked.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Dengan adanya perkebunan kelapa sawit, maka mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman sampai dengan masa panen. Hai ini mengarah pada kesejahteraan masyarakat. Perkebunan kelapa sawit juga dapat dijadikan sebagai sumber perolehan devisa negara (Fauzi, 2014).

Pestisida merupakan salah satu hasil teknologi modern yang secara nyata berkontribusi positif terhadap peningkatan produksi tanaman. Pada masa sekarang ini, hampir seluruh pertanian maupun perkebunan memakai pestisida dalam mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan penyakit tanaman. Namun, pestisida adalah bahan beracun berbahaya, bila tidak dikelola dengan baik dan bijaksana, dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan masyarakat (Djojosumarto, 2000).

(20)

Penggunaan pestisida oleh penyemprot bukan atas dasar keperluan pengendalian secara indikatif, namun dilaksanakan secara “Cover Blanket System

artinya ada atau tidak ada hama tanaman, racun berbahaya ini terus disemprotkan ke tanaman, teknik penyemprotan yang kadang melawan arah angin menyebabkan petani memiliki kedudukan ganda yang di kenal sebagai pelaku dan penderita keracunan pestisida. Sebagai pelaku karena sistem penggunaan yang tidak tepat sasaran, sehingga dapat menimbulkan bahaya terhadap orang lain. Sebagai penderita, peyemprot akan mengalami ancaman keracunan akibat pekerjaannya.

Pada tahun 2003, WHO memperkirakan ada 317 kasus karacunan pestisida. Ada sekitar 600.000 kasus dan 60.000 kematian terjadi di India dan yang paling rentan adalah anak-anak, perempuan, pekerja di sektor informal dan petani miskin. Andhra Pradesh, India, yang paling tinggi kejadian keracunannya melaporkan bahwa ada 1000 kasus keracunan pestsida setiap tahun dan ada ratusan yang meninggal. Pestisida monocrotophos dan endosulfan merupakan penyebab utama kematian karena pestisida.

(21)

petani mengalami dampak akut keracunan pestisida. Di China, antara 53.000 dan 123.000 orang keracunan pestisida setiap tahun (Purwati, 2010).

Menurut penelitian Oesterlund, 40-90 % petani di Afrika memakai pestisida. Dari 371 orang sampel, terdapat 88 orang mengalami iritasi kulit dan 69 orang mengalami sakit kepala. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ming Ye (2013), paparan pestisida beresiko menyebabkan gejala gangguan pernafasan, asma, penurunan fungsi paru dan bronkitis kronis. Di Indonesia, banyak terjadi kejadian keracunan seperti dalam penelitian Arihta (2005), pekerja penyemprot yang mengalami keluhan kesehatan selama menggunakan pestisida yaitu 94,05 % dengan jenis keluhan yang dirasakan terbanyak yaitu mual sebesar 83,33% di Desa Gurukinayan Kabupaten Karo. Di Kebun Dolok Ilir PTPN IV tahun 2010 terdapat 21 orang (70%) penyemprot dari 30 pekerja penyemprot mengalami gejala keracunan berupa kulit gatal (Bernido, 2010). Keracunan pestisida 1 tahun terakhir sebesar 36,7% pada petani penyemprot jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka (Rapael, 2010). Dalam penelitian Sularti dan Abi Muhlisin, (2012), dari 45 pekerja penyemprot, sebanyak 30 pekerja penyemprot mengalami gejala keracunan sebesar 67 % pada kelompok tani di Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar.

(22)

1970 tentang Keselamatan Kerja memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi dalam rangka pembinaan norma-norma keselamatan kerja. (Suma’mur P.K, 2008)

Berdasarkan survei awal pada bulan Maret yang dilakukan terlihat pada proses kerja mulai dari persiapan pestisida dan mencampurkan pestisida dilakukan di dekat wilayah kebun yang akan disemprot. Pestisida, alat semprot, dan tempat pencampur pestisida dibawa ke lokasi tempat penyemprotan. Air sebagai bahan campuran pestisida diambil dari sumber air terdekat dengan lokasi penyemprotan, setelah itu pestisida dicampur langsung ke dalam tempat pencampuran yaitu tempat penampungan air dengan dosis pestisida 80 cc ditambah 15 liter air per tangki semprot, dimana 1 liter pestisida digunakan untuk 2,5 hektar perkebunan kelapa sawit. Seharusnya persiapan pestisida dan pencampuran dilakukan ditempat yang telah disediakan dan memakai alat pelindung diri yang dianjurkan. Pestisida yang dicampur juga tidak diaduk sehingga memungkinkan berkurangnya keefektifan pestisida dalam membunuh hama. Pada saat mengisi pestisida yang telah dicampur ke dalam alat penyemprot gendong, campuran pestisida tersebut berbusa dan salah satu pekerja langsung membersihkan busa tersebut dengan tangan tanpa sarung tangan pelindung sehingga dapat dipastikan bahwa pekerja telah terpapar pestisida melalui kulit.

(23)

menghambat enzim pembentuk asam amino pada tumbuhan sehingga tumbuhan yang disemprot akan mati. Paparan glifosat akan menyebabkan beberapa gejala, seperti iritasi mata, penglihatan menjadi kabur, kulit terbakar atau gatal, mual, sakit tenggorokan, asma, kesulitan bernapas, sakit kepala, mimisan, dan pusing (Winder and Stacey, 2004).

Pada saat survei, dilihat bahwa pekerja menyemprot dengan cara mengangkat alat semprot ke punggung kemudian memompa alat tekan yang berada disebelah kiri punggung penyemprot. Menurut Moekasan dan Laksminiwati, tekanan optimum untuk alat semprot punggung yaitu 3 bar (atmosfer). Langkah berikutnya penyemprot berjalan secara melingkar dan tidak beraturan arahnya karena pada saat itu yang disemprot adalah hama tumbuhan seperti rumput lalang di sekitar piringan kelapa sawit. Dengan cara menyemprot melingkar dan tidak beraturan maka kemungkinan pekerja dapat terpapar pestisida, seharusnya menyemprot dilakukan searah dengan angin. Waktu dalam melakukan penyemprotan sudah baik yaitu dilakukan pada jam 08.00 WIB sampai jam 11.00 WIB dengan jam istirahat pada jam 09.00 WIB sampai 09.30 WIB (Djojosumarto, 2008).

(24)

mereka, mual dan pusing setelah atau saat menyemprot. Pemberian APD (Alat Pelindung Diri) seperti masker, baju tangan panjang, sarung tangan, kacamata merupakan suatu bagian yang diberikan oleh pihak perusahaan merupakan suatu bentuk pelayanan kepada karyawan agar karyawan tidak mengalami gangguan kesehatan dalam mengerjakan tugasnya sebagai penyemprot pestisida. Pihak perusahaan juga wajib mengingatkan karyawan untuk menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) melalui mandor yang mengawasi pekerja, tetapi masih ada pekerja yang tidak menggunakannya secara lengkap dengan alasan ketidaknyamanan di dalam melakukan pekerjaannya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan pemakaian APD dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Perkebunan Kelapa Sawit Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan yaitu bagaimana hubungan pemakaian APD dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Perkebunan Kelapa Sawit Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

(25)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pemakaian alat pelindung diri yang dipakai pekerja saat menyemprot.

2. Untuk mengetahui gejala keracunan pada penyemprot pestisida. 1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yaitu ada hubungan antara pemakaian alat pelindung diri dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Perkebunan Kelapa Sawit Tanjung Garbus Pagar Merbau PTPN II terkait dalam hal perilaku penyemprot pestisida.

2. Sebagai masukan kepada pekerja penyemprot pestisida tentang dampak penggunaan pestisida dengan kesehatan pekerja itu sendiri.

3. Untuk menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang perilaku penggunaan APD dan gejala keracunan.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

2.1.1 Pengertian Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. USEPA dalam Soemirat menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme pengganggu. Pestisida adalah racun yang sengaja dibuat oleh manusia untuk membunuh organisme pengganggu tanaman dan insekta penyebar penyakit (Soemirat, 2003).

Berdasarkan SK Menteri Nomor 434.1/Kpts/TP.207/7/2001, tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

a. memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

b. memberantas rerumputan;

c. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

(27)

e. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak;

f. memberantas atau mencegah hama-hama air;

g. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan/atau

h. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Pengertian pestisida sangat luas dan mencakup produk-produk yang digunakan di bidang pengelolaan tanaman (pertanian, perkebunan, kehutanan); peternakan; kesehatan hewan; perikanan; penyimpanan hasil pertanian; pengawetan hasil hutan; kesehatan masyarakat (termasuk pengendalian vektor penyakit); bangunan (khusus pengendalian rayap); pestisida rumah tangga; fumigasi; serta pestisida industri. Secara khusus, pestisida yang digunakan di bidang pengelolaan tanaman disebut produk perlindungan tanaman (crop protection products, crop protection agents) atau pestisida pertanian. Penyebutan

ini dimaksudkan untuk membedakan jenis pestisida tersebut dengan pestisida yang digunakan pada bidang lain (Djojosumarto, 2008).

2.1.2 Klasifikasi Pestisida

(28)

a. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Serangga menyerang tanaman untuk memperoleh makanan dengan berbagai cara, sesuai tipe mulutnya, seperti :

1. Menggigit dan mengunyah, misalnya jengkerik, ulat, dan belalang. Dengan tipe mulut seperti ini, serangga dapat menggigit dan mengunyah baggian luar tanaman, menggugurkan daun tanaman, dan memakan buah.

2. Menusuk dan menghisap cairan tanaman, misalnya aphis, wereng, kutu perisai, kutu daun, kupu-kupu penusuk buah, dan thrips.

3. Menghisap, misalnya kupu-kupu dan ngengat. Binatang ini tidak merugikan jika hanya sebatas menghisap nektar atau madu dari bunga. Akan tetapi, kebanyakan pada tingkat dewasa dapat menjadi hama yang serius.

4. Mengunyah dan menjilat. Serangga ini umumnya tidak merugikan manusia, justru memberi keuntungan, misalnya lebah.

5. Memarut dan menghisap, misalnya thrips atau tungau, Jaringan tanaman diparutnya dengan paruh sehingga keluar cairan unuk dihisapnya. Jaringan yang terserang oleh hama ini cenderung bewarna putih kemudian mengarat.

Menurut Djojosumarto (2008), insektisida dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan “cara kerja” atau gerakannya pada tanaman setelah diaplikasikan,

yaitu :

1. Insektisida sistemik

(29)

cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya, baik ke atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh. Contoh insektisida sistemik adalah furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran, dan monokrotofos.

2. Insektisida nonsistemik

Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan) pada tanaman sasaran tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel di bagian luar tanaman. Bagian terbesar insektisida yang dijual di pasaran Indonesia dewasa ini adalah insektisida nonsistemik. Contohnya, dioksikarb, diazinon, diklorvos, profenofos, dan quinalvos.

3. Insektisida sistemik lokal

Insektisida sistemik lokal adalah kelompok insektisida yang dapat diserap oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida yang berdaya kerja translaminar atau insektisida yang mempunyai daya penetrasi ke dalam

jaringan tanaman. Beberapa contoh diantaranya adalah dimetan, furatiokarb, pyrolan, dan profenovos.

Cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida sebagai berikut :

1. Racun lambung (Stomach poison)

(30)

insektisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan (misalnya ke susunan syaraf serangga). Oleh karena itu, serangga harus terlebih dahulu memakan tanaman yang sudah disemprot dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya.

2. Racun kontak

Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila bersinggungan (kontak langsung) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak berperan sebagai racun perut. Beberapa insektisida yang kuat sifat racun kontaknya antara lain diklorfos dan pirimifos metil.

3. Racun pernapasan

Racun pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat saluran pernapasan. Serangga hama akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud asalnya padat atau cair, yang segera berubah atau menghasilkan gas dan diaplikasikan sebagai fumigansian misalnya metil bromida.

Menurut Wudianto (2007), insektisida dapat dibagi berdasarkan cara kerja untuk membunuh hama serangga, yaitu :

1. Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi yaitu keluarnya cairan tubuh dari dalam tubuh serangga.

2. Insektisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh serangga.

(31)

b. Fungisida

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. Cendawan ini merusak tanaman dengan berbagai cara. Misalnya sporanya masuk ke dalam bagian tanaman lalu mengadakan pembelahan dengan cara pembesaran sel yang tidak teratur sehingga menimbulkan bisul-bisul. Pertumbuhan yang tidak teratur ini mengakibatkan sistem kerja pengangkut air menjadi terganggu. (Wudianto, 2007)

Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam tubuh tanaman sasaran yang diaplikasikan, yakni fungisida non sistemik, sistemik, sistemik lokal. Pada fungisida, terutama fungisida sistemik dan non sistemik, pembagian ini erat hubungannya dengan sifat dasn aktivitas fungisida terhadap sasarannya.

1. Fungisida non sistemik (fungisida kontak, fungisida residual protektif)

Fungisida non sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman. Fungisida non sistemik hanya membentuk lapisan penghalang dipermukaan tanaman (umumnya daun) tempat fungisida disemprotkan. Fungisida ini mencegah infeksi cendawan dengan menghambat perkecambahan spora atau miselia jamur yang menempel dipermukaan (daun) tanaman. Karena itu,

(32)

Contoh fungisida kontak adalah kaptan, maneb, zineb, ziram, kaptafol, dan probineb.

2. Fungisida Sistemik

Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya lewat aliran cairan tanaman. Kebanyakan fungisida sistemik didistribusikan ke atas, yakni dari akar ke daun (akropetal). Beberapa fungisida sistemik juga dapat bergerak ke bawah, yakni dari daun ke akar (basipetal). Contoh fungisida sistemik adalah benomil, difenokonazol, karbendazim, metalaksil, propikonazol, dan triadimefon.

3. Fungisida sistemik lokal

Fungisida sistemik lokal diabsorbsi oleh jaringan tanaman, tetapi tidak ditransformasikan ke bagian tanaman yang lain, contohnya simoksamil. Fungisida mengendalikan atau mematikan cendawan dengan beberapa cara antara lain dengan merusak dinding sel, mengganggu pembelahan sel, mempengaruhi permeabilitas, membran sel, dan menghambat kerja enzim tertentu yang menghambat proses metabolisme cendawan.

c. Herbisida

(33)

1. Gulma dari kelompok rumput (grasses, grass weeds ), yaknik semua gulma yang termaksud dalam familiar Gramineae (poaceae). Contoh gulma kelompok rumput adalah alang-alang (imperata cylindrica), rumput jajagoan/tuton (Echinochloa crusgalli, E. Colona), rumput paitan (paspalum conjugatum), dan rumput gerinting ( Digitaria.sp )

2. Gulma dari kelompok teki (sedges), yakni semua gulma yang masuk kedalam familia teki-tekian (Cyperaceacae), misalnya teki (Cyperus rotundus), dan udelan (Cyperus Kyllingia).

3. Gulma berdaun lebar, yakni semua gulma yang tidak termasuk ke dalam kelompok rumput ataupun teki. Contoh gulma berdaun lebar adalah Ageratum sp. , Boeraria sp., Mikania sp., Monochoria sp., dan Eupatorium sp.

4. Gulma pakisan (fern) ialah gulma yang berasal dari keluarga pakisan. Misalnya pakis kadal (Dryopteris arius) dan pakis kinca (Neprolepsis biserata).

Pergerakan herbisida masuk ke dalam tubuh tanaman dengan dua cara kerja, yaitu :

1. Herbisida selektif, walaupun diaplikasikan pada tumbuhan tetapi hanya mematikan gulma dan relatif tidak mengganggu tanaman yang dibudidayakan. Contohnya herbisida yang aktif untuk mengendalikan gulma dari kelompok rumput, misalnya alaklor, butaklor, dan ametrin. Herbisida yang aktif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, misalnya parakuat , 2,4 D MCPA.

(34)

Herbisida juga dikelompokkan menurut bidang sasarannya, kemana herbisida tersebut diaplikasikan, yakni sebagai berikut:

1. Herbisida tanah (soil acting herbicides), yakni herbisida yang aktif di tanah dan bekerja dengan menghambat perkecambahan gulma. Contoh herbisida tanah adalah herbisida kelompok urea (diuron, linuron, metabromuron), triazin (atrazin, ametrin), karbamat (asulam, tibenkarb), dan urasil.

2. Herbisida yang aktif pada gulma yang tumbuh. Herbisida jenis ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Herbisida kontak, yakni herbisida yang membunuh jaringan gulma yang terkena langsung oleh herbisida tersebut. Herbisida ini tidak ditranslokasikan di dalam jaringan gulma ke bagian lainnya. Oleh karena itu, herbisida ini umumnya hanya mengendalikan bagian gulma yang berada di atas tanah. Contoh herbisida kontak ini adalah propanil paraquat, dan diquat.

b. Herbisida yang ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma (sistemik) yang disebut pula translocated herbicides. Karena sifatnya yang sistemik, herbisida ini mampu membunuh jaringan gulma yang berada dibawah tanah (rimpang, umbi). Contoh herbisida ini adalah metil metsulfuron, 2,4 D, dan glifosat. d. Bakterisida

(35)

menyederhanakan senyawa nitrogen yang komplek umtuk memperoleh tenaga agar bertahan hidup. Bakteri ini juga menghasilkan zat racun dan zat lain yang merugikan tanaman, bahkan menghasilkan zat yang bisa merangsang sel-sel inang membelah secara tidak normal. Di dalam tanaman, bakteri ini akan bereaksi menimbulkan penyakit sesuai tipenya. Bakteri bisa menyebar melalui biji, buah, umbi, serangga, burung, siput, ulat, manusia, dan pupuk kandang.

Bakterisida biasanya bekerja dengan cara sistemik karena bakteri melakukan perusakan dalam tubuh inang. Perendaman bibit dalam larutan bakterisida merupakan salah satu cara aplikasi untuk mengendalikan Pseudomonas solanacearum yang bisa mengakibatkan layu pada tanaman famili

Solanaceae. Contoh bakterisida yaitu Agrymicin dan Agrept.

e. Nematisida

Nematoda yang bentuknya seperti cacing kecil panjangnya lebih dari 1 cm walaupun pada umumnya panjangnya kurang dari 200 sampai 1000 milimikron. Hidup pada lapisan tanah bagian atas. Nematoda yang berperan sebagai hama dibedakan menjadi :

1. Nematoda semi-endoparasit yang memasukkan kepalanya dalam akar tanaman tetapi bagian badannya di luar akar.

2. Nematoda ektoparasit yang hidup di luar akar tanaman namun dengan stiletnya mampu menghisap cairan akar tanaman.

(36)

Adanya serangan nematoda pada akar bisa ditandai dengan adanya gejala yang tampak pada akar ataupun bagian tanaman diatas permukaan tanah. Akar yang terisi nematoda endoparasit atau semi-endoparasit akan bereaksi dengan membentuk tumor atau bisul yang cukup besar seperti bonggol. Luka bekas serangan nematoda dapat terjangkiti cendawan atau bakteri sehingga menimbulkan penyakit sekunder. Dengan akar yang tidak sehat, distribusi unsur hara menjadi tersendat mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil, klorosis dan sering kali diikuti layu daun gugur, atau ujung tanaman mati. Akibat lainnya titik tumbuh mengalami kelainan sehingga daun kerinting, membengkok, berbelit, atau batang bertumor.

Racun yang dapat mengendalikan nematoda ini disebut nematisida. Umumnya nematisida berbentuk butiran yang penggunaannya bisa dengan cara ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah. Walaupun demikian, ada pula yang berbentuk larutan dalam air yang penggunaannya dengan cara disiramkan.

f. Akarisida

(37)

g. Rodentisida

Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat misalnya tikus. Tikus sering menyerang tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan dalam waktu yang singkat dengan tingkat kerugian yang cukup besar. Rodentisida yang efektif biasanya dalam bentuk umpan beracun. Contohnya Diphacin 110, Kleret RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak dan Gisorin.

2.1.3 Toksisitas Pestisida

Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan kimia untuk merusak suatu jaringan, organ, atau sistem tubuh. Dalam kondisi tertentu setiap zat kimia dapat menjadi toksik terhadap makhluk hidup. Misalnya, zat kimia yang sangat toksik dengan dosis yang sangat kecilpun akan menimbulkan kerusakan jaringan pada makhluk hidup, sebaliknya, zat kimia yang kurang toksik tidak akan menimbulkan gangguan walaupun makhluk hidup terpajan dengan dosis yang besar. (Harianto, 2009).

(38)

(umumnya tikus) yang dihitung dalam mg/kg. LD50 merupakan indikator daya

racun yang utama, di samping indikator lain. Dibedakan antara LD50 oral (lewat

mulut) dan LD50 dermal (lewat kulit). LD50 oral adalah potensi kematian yang

terjadi pada hewan uji jika senyawa kimia tersebut termakan, sedangkn LD50

dermal adalah potensi kematian jika hewan uji kontak langsung lewat kulit dengan racun tersebut.

Jika dinyatakan bahwa angka LD50 oral dari fenvalerat (suatu insektisida)

adalah 451 mg/kg berat badan, hal tersebut menunjukkan bahwa dari sekelompok tikus yang masing-masing diberi makan 451 miligram fenvalerat untuk setiap kg berat badan tikus, maka 50 % dari tikus-tikus tersebut akan mati. Sementara angka LD50 oral kaptan (suatu fungisida) adalah 9.000 mg/kg berat badan menunjukkan

hewan uji mati jika masing-masing diberi 9.000 mg kaptan per kg berat badan. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa fenvarelat lebih beracun dibandingkan kaptan. Jadi, semakin kecil angka LD50 maka pestisida akan

semakin toksik atau beracun.

(39)

Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO

Kelas Bahaya

LD50 untuk tikus (mg kg berat badan)

Melalui mulut (Oral) Melalui kulit (dermal)

Padat Cair Padat Cair

Parameter lain yang juga digunakan untuk menilai daya racun pestisida adlah LC50 untuk toksisitas konsentrasi pestisida. Parameter ini berarti konsentrasi

yang mematikan adalah 50% binatang uji (misal ikan). Fumigan sering dinilai dari konsentrasi gas yang mematikan di setiap meter kubik udara.

Daya racun atau toksisitas pestisida terhadap tubuh dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti toksisitas terhadap susunan saraf. Insektisida organoklorin merangsang sistem saraf dan menyebabkan parestesia, peka terhadap perangsangan, dan kejang-kejang. Insektisida organofosfat dan karbamat dapat menghambat asetilkolinesterase sehingga menyebabkan tremor,

inkordinasi, dan kejang-kejang (Nugroho,1995). 2.1.4 Risiko Penggunaan Pestisida

(40)

artinya pestisida dengan satu atau beberapa cara mempengaruhi kehidupan, misalnya menghentikan pertumbuhan, membunuh hama/penyakit, menekan hama/ penyakit, membunuh/menekan gulma, mengusir hama, mempengaruhi/mengatur pertumbuhan tanaman, mengeringkan/ merontokkan daun dan sebagainya (Djojosumarto, 2000).

Meskipun sebelum diproduksi secara komersial telah menjalani pengujian yang sangat ketat perihal syarat-syarat keselamatannya, namun karena bersifat bioaktif, maka pestisida tetap merupakan racun. Setiap racun selalu mengandung risiko dalam penggunaannya, baik risiko bagi manusia maupun bagi lingkungan. Keseluruhan risiko penggunaan pestisida di bidang pertanian dapat diringkas sebagai berikut :

a. Risiko bagi keselamatan pengguna

Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah dan sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat menimbulkan kebutaan.

(41)

Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan pestisida, meskipun tidak mudah dibuktikan dengan pasti dan meyakinkan adalah kanker, gangguan syaraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan pernapasan, keguguran, cacat pada bayi dan sebagainya.

b. Risiko bagi konsumen

Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang terdapat dalam produk pertanian. Risiko bagi konsumen dapat berupa keracunan langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat rantai makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan akut, tetapi risiko bagi konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak segera terasa, dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan kesehatan.

c. Risiko bagi lingkungan

Risiko penggunaan pestisida terhadap lingkungan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok sebagai berikut:

(42)

2.1.5 Gejala Keracunan Pestisida

Menurut Prijanto dalam Raflo (2010), mekanisme keracunan pestisida yaitu racun pestisida masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh. Gejala keracunan akan berkembang selama pemaparan atau 12 jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami perubahan secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain. Hasil dari perubahan/pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan keluar melalui urin.

Adapun gejala keracunan pestisida, yaitu : a. Gejala awal

Gejala awal akan timbul adalah mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas, sakit kepala dan gangguan penglihatan.

b. Gejala Lanjutan

Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan, pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung), kejang usus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan, kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.

c. Gejala Sentral

Gelaja sentral yang ditimbulkan adalah sukar bicara, kebingungan, hilangnya reflek, kejang dan koma. Apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian dikarenakan kelumpuhan otot pernafasan.

(43)

lemah, sempoyongan, pupil atau celah iris mata menyempit, pandangan kabur, tremor, terkadang kejang pada otot, gelisah dan menurunnya kesadaran, mual, muntah, kejang pada perut, mencret, mengeluakan keringat yang berlebihan, sesak dan rasa penuh di dada, pilek, batuk yang disertai dahak, mengeluarkan air liur berlebihan. Sebab baru biasanya terjadi 12 jam setelah keracunan, denyut jantung menjadi lambat dan ketidakmampuan mengendalikan buang air kecil maupun besar.

Menurut Schulze dan Gallo dalam Raini (2007), berikut gejala dan tanda keracunan berdasarkan bahan aktif pestisida :

a. Insektisida 1. Organoklorin

Cara kerja bahan aktif racun ini dengan mempengaruhi syaraf pusat. Gejala keracunan muncul 20 menit- 12 jam dengan gejala dan tanda keracunan yaitu mual, muntah, gelisah, pusing, lemah, rasa geli atau menusuk pada kulit, kejang otot, hilang kordinasi, dan tidak sadar.

2. Organoposfat dan Karbamat

Menurut Suma’mur (2009), pestisida yang mengandung bahan aktif

(44)

Gejala keracunan yang ditimbulkan oleh organoposfat dan karbamat berupa lelah, sakit kepala, pusing, hilang selera makan, mual, kejang perut, diare, penglihatan kabur, keluar air mata, keringat, air liur berlebih, tremor, pupil, mengecil, denyut jantung lambat, kejang otot (kedutan), tidak sanggup berjalan, rasa tidak nyaman dan sesak, buang air besar dan kecil tidak terkontrol, inkontinensi, tidak sadar dan kejang-kejang. Gejala keracunan karbamat cepat muncul namun cepat hilang jika dibandingkan dengan organoposfat.

Tabel 2.2 Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan keracunan Dan Prognosisnya Aktivitas

Kolinesterase (%)

Tingkatan

Keracunan Gejala Klinis Prognosis

50-75 Ringan

Lelah mendadak, penglihatan, berliur banyak , berkeringat, muntah diare, sukar bernafas, hipertonia, tremor pada tangan dan kepala, miosis, nyeri dada, sianosis pada membran mucosa

Sadar dalam digerakkan, intensif sianosis, pembengkakan paru, koma.

(45)

4. Piretroid derivat tanaman : piretrum dan piretrin

Pada umumnya efek muncul 1-2 jam setelah paparan dan hilang dalam 24 jam. Gejala keracunan berupa alergi, iritasi kulit dan asma. Piretrin lebih ringan daripada piretrum tetapi bersifat iritasi pada orang yang peka.

5. Insektisida anorganik asam borat dan borat

Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah iritasi kulit : kulit kemerahan, pengelupasan, gatal-gatal, iritasi saluran pernafasan dan sesak nafas.

6. Insektisida mikroba

Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah radang saluran pencernaan. 7. DEET repellent

Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu iritasi kulit : kulit kemerahan, melepuh hingga nyeri, iritasi mata, pusing dan perubahan emosi.

b. Herbisida

1. Herbisida dipridil (parakuat diklorida)

Gejala keracunan yang ditimbulkan berupa batuk, sakit kepala, hidung berdarah, kulit kemerahan, kerusakan kuku, mual, muntah, dan penglihatan kabur. Gejala keracunan akan tampak saat penyemprotan berlangsung hingga 24 jam setelah penyemprotan selesai.

2. Dikuat

(46)

3. Asam fosfonik asiklat atau organofosfat

Glifosat merupakan salah satu bahan aktif golongan organofosfat. Paparan

glifosat dapat terjadi melalui inhalasi atau terhirup, kontak dengan kulit, kontak dengan mata, dan tertelan. Gejala yang ditimbulkan yaitu iritasi mata, iritasi kulit, batuk, diare, mual, sakit tenggorokan, muntah, sakit kepala, dan sesak nafas, dan gejala seperti flu.

4. Klorfenoksi herbisida

Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah iritasi tingkat sedang pada kulit dan membran mukosa, rasa terbakar pada hidung, sinus dan dada, batuk, pusing, iritasi perut, muntah, perut dan dada sakit, diare, bingung, dan tidak sadar. Kontak dalam jangka lama akan menghilangkan pigmen kulit.

5. Herbisida arsenik : ansar dan motar

Pertumbuhan berlebih pada epidermis, pengelupasan kulit, produksi cairan berlebih pada muka, kelopak mata dan pergelangan kaki, garis putih pada kuku, rambut rontok, bercak merah pada membran mukosa. Kerusakan saluran pencernaan yaitu radang mulut dan kerongkongan, perut terasa nyeri terbakar, haus, muntah, dan diare berdarah. Kerusakan sistem saraf pusat yaitu pusing, sakit kepala, lemah, kejang otot, suhu tubuh turun, lamban, mengigau, koma, dan kejang-kejang. Gejala mulai muncul 1-3 jam sejak paparan.

6. Herbisida sulfonilurea

(47)

c. Fungisida

1. Pengawet kayu Kreosot (coal tar)

Gejala keracunan yang ditimbulkan berupa iritasi kulit hingga dermatitis, iritasi mata dan saluran pernafasan, sakit kepala, pusing, mual, muntah, timbul bercak biru-kehijauan pada kulit.

2. Pentaklorofenol

Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu iritasi kulit, mata dan saluran pernafasan, menimbulkan rasa kaku pada hidung, tenggorokan gatal, keluar air mata, berjerawat, demam, sakit kepala, mual, berkeringat banyak, hilangnya koordinasi, kejang-kejang, sulit bernafas, gelisah, eksitasi dan bingung, haus hebat dan kolaps.

3. Arsenik

Berdampak pada sistem saraf pusat, jantung dan hati. Gejala muncul 1 sampai beberapa jam setelah paparan. Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu mual, sakit kepala, diare nyeri perut, pusing, kejang otot, dan mengigau.

d.Rodentisida 1. Kumarin

(48)

2. Indadion

Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu kerusakan saraf, jantung, dan sistem sirkulasi, hemoragi.

3. Seng sulfat

Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu diare, nyeri perut, mual, muntah, sesak, tereksitasi, rasa dingin, hilang kesadaran, edema paru, iritasi hebat, kerusakan paru-paru, hati, ginjal, dan sistem saraf pusat.

4. Stirkhin

Gejala keracunan yang ditimbulkan yaitu kerusakan sistem saraf dalam 20-30 menit : kejang-kejang hebat dan kesulitan bernafas.

e. Fumigan 1. Sulfur florida

Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah depresi, sempoyongan, gagap, mual, muntah, nyeri lambung, gelisah, mati rasa, kedutan, kejang-kejang, nyeri dan rasa dingin di kulit, kelumpuhan pernafasan.

2. Fosfin

(49)

3. Halokarbon

Gejala keracunan yang ditimbulkan adalah kulit kemarahan, melepuh dan pecah-pecah menimbulkan kulit kasar dan luka, nyeri perut, lemah, gagap, bingung, tremor, dan kejang-kejang seperti epilepsi.

Menurut Djojosumarto (2008), Keracunan pestisida dapat menimbulkan salah satu atau beberapa gejala sekaligus. Misalnya, lesu dan lekas lelah, sakit kepala, pusing, pandangan kabur, perut mual, muntah-muntah, otot terasa pegal, badan terasa gemetar, kejang-kejang, mengeluarkan air liur berlebihan, dan pingsan.

Gejala-gejala diatas bukan gejala khas keracunan pestisida. Banyak penyakit atau kelainan tubuh lainnya yang dapat menimbulkan salah satu atau beberapa gejala tersebut di atas. Akan tetapi, apabila seseorang yang semula sehat melakukan penyemprotan (atau aplikasi lainnya), kemudian merasakan gejala tersebut, maka patut diduga bahwa gejala tersebut disebabkan oleh keracunan. 2.1.6 Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh Manusia

Menurut Djojosumarto (2000), pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni: kontaminasi memalui kulit (dermal contamination), terhisap masuk kedalam saluran pernapasan (inhalation) dan

masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral). a. Kontaminasi melalui kulit (dermal contamination)

(50)

berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus keracunan diseluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Tingkat kontaminasi bahaya lewat kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Toksitas dermal (dermal LD 50) pestisida yang bersangkutan maka makin rendah angka LD 50 makin berbahaya.

2. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, yaitu semakin pekat pestisida maka semakin besar bahayanya.

3. Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau formulasi cair lebih mudah diserap kulit dari pada formulasi butiran.

4. Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida dari pada kulit telapak tangan.

5. Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar risikonya.

6. Lamanya kulit terpapar pestisida yaitu makin lama kulit terpapar makin besar risikonya

7. Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik seseorang, maka semakin tinggi risiko keracunannya.

Dalam penggunaanya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit adalah:

(51)

2. Pencampuran pestisida 3. Mencuci alat-alat pestisida.

b. Terhisap masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation)

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (misalnya, kabut asap dari fogging) dapat masuk kedalam paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida.

Pestisida berbentuk gas yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:

1. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara 2. Lamanya paparan

3. Kondisi fisik seseorang (pengguna)

Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernapasan adalah

(52)

2. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya fumigasi), aerosol serta fogging, terutama aplikasi di dalam ruangan; aplikasi pestisida berbentuk tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai risiko tinggi.

3. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernapasan) c. Masuk kedalam saluran pencernaan makanan melalui mulut (oral)

Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Karacunan lewat mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:

1. Kasus bunuh diri.

2. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

3. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

4. Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

5. Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan mulut, pembersihan nozzle dilakukan dengan bantuan pipa kecil.

6. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.

(53)

2.1.7 Metode Aplikasi Pestisida

Pestisida diaplikasikan dengan berbagai cara. Cara-cara mengaplikasikan pestisida diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Penyemprotan (Spraying)

Penyemprotan (spraying) adalah penyemprotan pestisida yang paling banyak dipakai oleh para petani. Diperkirakan, 75% penggunaan pestisida dilakukan dengan cara disemprotkan, baik penyemprotan di darat (ground spraying) maupun penyemprotan diudara (aerial spraying). Dalam penyemprotan,

larutan pestisida (pestisida ditambah air) dipecah oleh noozle (cerat, sprayer) atau atomizer yang terdapat dalam bentuk penyemprot (sprayer) menjadi butiran semprot atau droplet. Bentuk sediaan (formulasi) pestisida yang diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Sedangkan untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah (ultra low volume) digunakan formulasi ULV. Teknik penyemprotan ini termasuk pula pengkabutan (mist blowing).

(54)

fumigan dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas penggerek batang.

Alat penyemprot yang biasa digunakan yaitu alat semprot gendong (Knapsack Solo), pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure Power Sprayer), dan

jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot ini disesuaikan dengan kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanian sehingga pemakaian pestisida menjadi efektif.

Sewaktu mempersiapkan pestisida yang akan disemprotkan, pilihlah tempat yang sirkulasi udaranya lancar. Di tempat tertutup, pestisida yang berdaya racun tinggi terlebih yang mudah menguap, dapat mengakibatkan keracunan melalui pernapasan. Langkah-langkah dalam mempersiapkan pestisida adalah sebagai berikut :

1. Buka kemasan dengan hati-hati agar pestisida tidak berhamburan atau memercik mengenai bagian tubuh.

2. Tuang pestisida ke dalam gelas ukur, timbangan, atau alat ukur lainnya.

3. Masukkan dalam ember khusus tempat pencampuran pestisida yang sudah di isi air terlebih dahulu. Jumlah air disesuaikan dengan konsentrasi formulasi yang dianjurkan. Usahakan jangan mencampur pestisida di dalam tangki penyemprot, karena tidak dapat dipastikan apakah pestisida dan air telah tercampur sempurna atau belum. Campuran yang tidak sempurna akan mengurangi keefektifannya.

(55)

5. Masukkan cairan ke dalam tangki penyemprot.

Waktu yang baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadinya aliran udara naik (thermik) yaitu pada pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pada pukul 15.00-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore akan mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan. Selain itu, penyemprotan yang terlalu pagi biasanya daun masih berembun sehingga pestisida yang disemprotkan tidak bisa merata ke seluruh permukaan daun. Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat matahari terik akan mengakibatkan pestisida mudah menguap dan mengurai oleh sinar matahari (Djojosumarto, 2008).

b. Pengasapan (Fogging)

Pengasapan (fogging) adalah penyemprotan pestisida dengan volume ultra rendah dengan menggunakan ukuran droplet yang sangat halus. Perbedaan dengan cara penyemprotan biasa adalah pada fogging (thermal fogging, hot fog) campuran pestisida dan solvent (umumnya minyak) dipanaskan sehingga menjadi semacam kabut asap (fog) yang sangat halus. Fogging banyak dilakukan untuk mengendalikan hama gudang, hama tanaman perkebunan dan pengendalian vector penyakit di lingkungan.

c. Penghembusan (Dusting)

(56)

d. Penaburan Pestisida Butiran (Granule Distibution, Broadcasting)

Penaburan pestisida butiran (granule distribution, broadcasting) adalah penaburan pestisida butiran yang merupakan khas untuk mengaplikasikan pestisida berbentuk butiran. Penaburan dapat dilakukan dengan tangan atau mesin penabur (granule broadcaster).

e. Fumingasi (Fumigation)

Fumigasi (Fumigation) adalah aplikasi pestisida fumigant, baik berbentuk padat, cair, maupun gas dalam ruangan tertutup. Fumigasi umumnya digunakan untuk melindungi hasil panen (misalnya biji-bijian) dari kerusakan karena hama atau penyakit di tempat penyiraman. Fumigant dimasukkan kedalam ruangan gudang yang selanjutnya akan membentuk gas (bagi fumigant cair atau padat) beracun untuk membunuh OPT sasaran dalam ruangan tersebut.

f. Injeksi (Injection)

Injeksi (injection) adalah penggunaan pestisida dengan cara dimasukkan kedalam batang tanaman, baik dengan alat khusus maupun dengan member batang tanaman tersebut. pestisida yang diinjeksikan diharapkan akan tersebar ke seluruh bagian tanaman melalui aliran cairan tanaman, sehingga OPT sasaran akan terkendali. Teknik injeksi juga digunakan untuk sterilisai tanah.

g. Penyiraman (Drenching, Pouring On)

(57)

2.1.8 Upaya Preventive Terhadap Pestisida

Upaya pencegahan keracunan oleh pestisida yang dapat dilakukan yaitu : a. Penyimpanan pestisida

1. Pestisida harus disimpan dalam wadah yang diberi tanda, sebaiknya tertutup dan dalam lemari yang terkunci. Tempat penyimpanan pestisida harus memiliki ventilasi yang cukup, terhindar dari sinar matahari langsung agar tidak merusak pestisida dan jauh dari makanan, minuman, dan sumber api. 2. Tempat bekas penyimpanan pestisida yang telah tidak dipakai lagi harus

dibakar, agar sisa racun musnah sama sekali.

3. Penyimpanan di dalam wadah untuk makanan atau minuman seperti botol sangat besar bahayanya.

b. Sebelum melakukan penyemprotan

1. Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida bila merasa tidak sehat.

2. Catat nama pestisida yang digunakan dan jika dapat juga nama bahan aktifnya. Catatan ini penting untuk informasi bagi dokter bila terjadi sesuatu.

3. Pakaian dan peralatan pelindung sudah harus dipakai sejak persiapan menyemprot, misalnya ketika menakar dan mencampur pestisida.

(58)

5. Periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan gunakan alat semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi kebocoran.

6. Siapkan air bersih dan sabun dekat tempat kerja untuk mencucui tangan atau keperluan lainnya.

7. Siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik tertutup dan bawa ke tempat kerja.

8. Jangan mencampur pestisida di dalam tangki penyemprot. Siapkan air secukupnya terlebih dahulu, kemudian tuangkan pestisida sesuai dengan takaran yang dikehendaki dan aduk hingga merata. Kemudian, larutan tersebut dimasukkan ke dalam tangki.

c. Ketika melakukan penyemprotan

1. Perhatikan arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang menentang atau berlawanan dengan arah angin karena drift pestisida dapat mengenai atau terhirup oleh pekerja.

2. Jangan membawa makan, minuman, atau rokok dalam kantung pakaian kerja.

3. Jangan makan, minum, atau merokok selama menyemprot.

4. Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, atau lengan baju yang terkontaminasi pestisidauntuk menghindari pestisida masuk ke mata atau ke mulut. Untuk keperluan itu, gunakan handuk bersih untuk menyeka keringat atau kotoran di wajah.

(59)

d. Sesudah aplikasi

1. Cuci tangan hingga bersih segera sesudah pekerjaan selesai.

2. Segera mandi setelah sampai rumah dan ganti pakaian kerja dengan pakaian sehari-hari.

3. Jika tempat kerja jauh dari rumah, mandilah di kamar mandi yang telah diseiakan di tempat kerja. Sedaiakan pakaian bersih di dalam kantung plastik. Sesudah ganti pakaian, bawalah pakaian kerja dengan kantung plastik tersendiri.

4. Cuci pakaian kerja terpisah dari pakaian lainnya. 2.2 Alat Pelindung Diri (APD)

2.2.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) dapat didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan melindungi seseorang dalam pekerjaannya, yang fungsinya mengisolasi pekerja dari bahaya di tempat kerja. Alat pelindungi diri meliputi penggunaan respirator, pkaian khusus, kacamata pelindung, topi pengaman, atau perangkat sejenis yang bila dipakai dengan benar akan mengurangi risiko cedera atau sakit diakibatkan oleh bahaya. Alat pelindung diri adalah metoda terakhir yang digunakan setelah upaya melakukan metoda yang lainnya (Rijanto, 2011).

Karakteristik alat pelindung diri yaitu :

(60)

b. Apabila alat pelindung diri tidak berfungsi dan kelemahannya tidak diketahui, maka risiko bahaya yang timbul dapat menjadi lebih besar.

c. Saat digunakan, alat pelindung diri harus sudah dipilih dengan tepat dan harus selalu dimonitor.

d. Pekerja yang menggunakannya harus sudah terlatih.

Menurut Suma’mur (2009), alat pelindung diri adalah alternatif terakhir

yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan. APD harus memenuhi persyaratan :

a. Enak (nyaman dipakai) ;

b. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan ; dan

c. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi. Menurut Riddle (2006), PPE (Personal Protective Equipment) atau alat pelindung diri yang efektif harus :

a. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi

b. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut c. Cocok bagi orang yang akan menggunakannya

d. Tidak menganggu kerja operator yang sedang bertugas e. Memiliki konstruksi yang sangat kuat

f. Tidak mengganggu PPE yang lain yang sedang dipakai secara bersamaan g. Tidak meningkatkan resiko terhadap pemakainya.

PPE harus :

(61)

b. Diberikan satu per orang atau jika tidak diberikana, maka harus dibersihkan setelah digunakan.

c. Hanya digunakan sesuai peruntukannya. d. Dijaga dalam dalam kondisi baik.

e. Diperbaiki atau diganti jika mengalami kerusakan. f. Disimpan ditempat yang sesuai ketika tidak digunakan. 2.2.2 Alat Pelindung Diri Pada Penyemprot Pestisida

Menurut Cahyono (2004), alat pelindung diri adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan personil apabila berada si suatu tempat kerja yang berbahaya. Alat pelindung diri yang standar untuk bahan kimia berbahaya adalah pelindung kepala, pelindung mata, pelindung wajah, pelindung tangan, dan kaki.

Alat pelindung diri yang tepat bagi penyemprot pestisida, yaitu :

a. Pakaian pelindung (protective clothing) yaitu celana panjang dan baju lengan panjang yang terbuat dari bahan yang cukup tebal dengan tenunan rapat. Pakaian sebaiknya tidak berkantung karena dengan adanya kantung cenderung digunakan untuk menyimpan benda-benda seperti rokok. Jas hujan (rain coat) dapat dijadikan sebagai alat pelindung karena terbuat dari plastik yang mudah untuk dibersihkan.

b. Semacam celemek (apron) yang dibuat dari plastik atau kulit. Apron terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi

(62)

kedap cairan (liquid proof) dan tidak terbuat dari kain atau kulit. Helm khusus untuk menyemprot tanaman tinggi terbuat dari bahan yang keras untuk melindungi kepala dari benda-benda yang jatuh seperti pelepah dan buah kelapa sawit.

d. Alat pelindung pernapasan (Respiration protective devices) seperti :

1. Chemical catridge respirator, yaitu respirator/masker yang pada bagian saringan (filter) dipasang dalam silinder dapat menyerap bahan-banan/zat-zat kimia berbentuk gas, uap dan partikel-partikel halus. Respirator ini dipergunakan bila bekerja dengan pestisida yang berselang seling konsentrasinya dari satu pestisida.

2. Chemical conister respirator, respirator jenis ini mempunyai kontak/romol (conister) dan saringan penyerap (filter) yang dapat bekerja lebih lama dari pada jenis catrdige respirator. Pada umumnya respirator ini dipergunakan bila bekerja dengan racun secara terus menerus dalam konsentrasi tetap dari pestisida kuat. 3. Supplied air respirator, jenis respirator ini dapat dipergunakan saat mencampur atau mempergunakan pestisida dalam keadaan konsentrasi oksigen dalam udara rendah dan bekerja di ruang tertutup, sedangkan dosis pestisida yang dipergunakan sangat tinggi.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO
Tabel 2.2 Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan keracunan Dan Prognosisnya
Gambar 2.1 Alat pelindung diri penyemprot pestisida
Tabel 3.1 Aspek pengukuran variable penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

The result of the study showed that various size containers significanly affect the long plants, number of leaves and wet weigh but teh effect was not significanly affected number

Hasil estimasi inner weight pada tabel 5 untuk pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja dimoderasi keterlibatan kerja menunjukkan nilai path

C. Rasional Kegiatan : Usaha SMARTPLUG yang akan kami dirikan adalah jenis usaha yang bisa di bilang baru dan belum ada dipasaran luas. Dimana usaha kami ini mengacu pada beberapa

Pengawasan penguasaan dan penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil dan penerapan hukum pidana terhadap pihak yang menguasai dan menggunakan senjata api (Studi

1) Menyiapkan perangkat seleksi pemilihan guru SMP berprestasi yang mengacu pada Pedoman Pemilihan Guru SMP Berprestasi 2018. 2) Panitia menerima, mengagendakan, dan

Tes Tertulis, Wawancara, Observasi/Unjuk Kerja, atau Portofolio Instrumen PKG, Naskah Tes Tertulis, Pedoman Wawancara, Pedoman Observasi, atau Format Penilaian Portofolio

Nilai t hitung untuk variabel Inovasi Produk adalah sebesar 4,640 didukung dengan nilai signifikan sebesar 0,00 yang lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka Ho ditolak

Responden yang sebagian besar mendapat dukungan sedang dari keluarganya selama menjalani perawatan,tidak akan terbebani dengan penyakit yang dideritanya.Dan dari hasil penelitian