TUGAS AKHIR
STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE WAVELENGTH
DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM (COARSE
WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING)
PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK
O L E H
050402027
PUTRA ANDICA SIAGIAN
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION
MULTIPLEXING) DAN CWDM (COARSE WAVELENGTH DIVISION
MULTIPLEXING) PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK
Oleh :
050402027
PUTRA ANDICA SIAGIAN
Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro
Disetujui oleh:
Pembimbing,
NIP. 19640125.199103.1.001 IR. M. ZULFIN, MT
Diketahui oleh:
Pelaksana Harian
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU
NIP. 19461022.197302.1.001 PROF. DR. IR. USMAN BAAFAI
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Wavelength Division Multiplexing (WDM) menjadi suatu solusi untuk
dapat memultipleks sinyal ke dalam saluran serat optik tunggal dan dapat
mengurangi jumlah amplifier dalam saluran transmisi sistem komunikasi serat
optik. Dengan adanya teknologi WDM ini, data dalam bentuk audio maupun
video bisa ditransmisikan dalam jumlah yang banyak dan dengan kecepatan
transfer data yang sangat cepat tanpa harus merubah sinyal cahaya ke sinyal
elektrik.
Diawali dengan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing
(DWDM), kemudian Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM). Oleh
karena itu, perlu dibandingkan antara DWDM dan CWDM pada sistem
komunikasi serat optik agar didapatkan hasil yang lebih baik yang dapat
digunakan dalam area tertentu dan fungsi tertentu dengan kualitas yang baik,
peralatan yang sederhana, dapat ditingkatkan kapasitas transmisinya dan dengan
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,
hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas
Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di
Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Tugas Akhir ini yang berjudul “STUDI PERBANDINGAN DWDM
(DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM
(COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) PADA SISTEM
KOMUNIKASI SERAT OPTIK” penulis persembahkan kepada yang
teristimewa Ayahanda Almarhum AIPTU. Oskar Siagian dan Ibunda
Almarhumah Yurhaini SPd, yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan
kasih sayang yang tidak akan pernah habis kepada penulis sampai akhir hayat
mereka. Juga kepada adik-adik penulis yang tersayang, Johan Ardhana Siagian
dan Ridho Mauliddin Siagian yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada
penulis. Khairina Achmad yang selalu memberikan dukungan dan nasehat kepada
penulis dengan doa dan kasih sayang yang tulus.
Selama penulisan Tugas Akhir ini hingga menyelesaikannya, penulis
banyak mendapat bantuan dan dukungan serta masukan dari banyak pihak. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ir. Usman Baafai dan Rahmad Fauzi ST, MT, selaku
Pelaksana Harian Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro,
2. Bapak Ir. M. Zulfin, MT selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah
banyak membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Ir. Masykur Sjani sebagai Dosen Wali penulis yang telah
memberikan dukungan moril kepada penulis.
4. Seluruh Staf Pengajar Departemen Teknik Elektro, khususnya pada
Konsentrasi Teknik Telekomunikasi yaitu Bapak Ir. Arman Sani MT,
Bapak Maksum Pinem ST, MT dan Bapak Ali Hanafiah ST, MT. yang
telah memberikan banyak inspirasi, pelajaran moral dan spiritual serta
masukan dan motivasi bagi penulis untuk selalu menjadi lebih baik.
5. Seluruh Karyawan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan untuk mencapai tujuan bersama menjadi
Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara khususnya stambuk 2005 yaitu Dedi (Uda’),
Harry, Sujek, Megi, Dedi M, Muti, Rizky, Lutfi, Ricky, Prindi, Rudi,
Gifari, Harpen, Putra, Khairil, Azwar, Iqri, Umar, Diana, Ami, Tachi,
Dewi, Yona, Zainul, Nisa, Chici, Aprik, Daniel, Eternal, Mika, Samuel,
Lemuel, Erisa, Once, Kristina dan teman-teman yang belum disebut
namanya yang selama ini menjadi teman diskusi di kampus.
7. Seluruh Keluarga Besar Siagian, Bapak Tua dan Mak Tua, Bapak Uda
dan Inang Uda, Amangboru dan Namboru. Juga kepada Uak Yahmin BA,
dan Uak Dra. Eva Yunismeini MPd. juga Bang Ari, Puspa, Novi, dan
Ihsan yang telah banyak memberikan nasehat dan dukungan moril
8. Seluruh teman-teman Alumni SMA N. 1 Kota Tanjungbalai dan
tokoh-tokoh agama yang selalu bertukar pikiran dengan penulis demi
kesempurnaan Tugas Akhir ini.
9. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Berbagai usaha telah penulis lakukan demi terselesaikannya Tugas
Akhir ini dengan baik, tetapi penulis menyadari akan kekurangan dan
keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang
Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan penulis.
Medan, 26 Juni 2010
Penulis,
NIM. 050402027
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penulisan ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Metodologi Penulisan ... 4
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Pendahuluan ... 6
2.2 Gelombang Elektromagnetik ... 6
2.2.1 Prinsip Gelombang Elektromagnetik ... 9
2.2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik ... 9
2.2.3 Spektrum Elektromagnetik ... 12
2.2.4 Panjang Gelombang ... 14
2.3 Cahaya Optik ... 15
2.3.1 Refraksi (pembiasan) Cahaya ... 16
2.3.3 Dispersi Cahaya ... 20
2.4 Multipkexing ... 21
2.4.1 Time Division Multiplexing (TDM) ... 22
2.4.2 Frequency Division Multiplexing (FDM) ... 25
2.4.3 Wavelength Division Multiplexing (WDM) ... 27
2.4.4 Sistem Simplex dan Duplex ... 27
2.5 Single Mode Fiber ... 29
2.6 Arrayed Wave Gratings (AWG) ... 31
2.7 Splicing (Penyambungan) ... 33
2.7.1 Fusion Splices (Penyambungan Lebur) ... 33
2.7.2 Mechanical Splices (Penyambungan Mekanis) ... 34
2.8 Connector ... 34
BAB III SISTEM WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) 3.1 Pendahuluan ... 37
3.2 Perutean Panjang Gelombang ... 39
3.3 Teknologi WDM ... 39
3.3.1 Add – Drop Multiplekser ... 40
3.3.2 Interference Filter pada WDM ... 40
3.4 Sistem DWDM ... 43
3.4.1 Prinsip Kerja DWDM ... 45
3.4.2 Komponen penting pada DWDM ... 45
3.4.3 Pemantulan dan Pentransmisian FBG ... 50
3.5 Channel Spacing ... 51
3.6.1 Prinsip Kerja CWDM ... 53
3.6.2 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM ... 53
3.6.3 Daya terima yang terdapat pada Sistem DWDM dan CWDM……… ... 60
BAB IV STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM (COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 4.1 Umum ... 62
4.2 Channel Spacing (Spasi Kanal)... 63
4.3 Band Frekuensi ... 66
4.4 Tipe Fiber ... 66
4.5 Area Implementasi ... 67
4.6 Perangkat Laser ... 67
4.7 Filter... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 70
5.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA... 72
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik………. 10
2. Gambar 2.2 Spektrum Gelombang………. 13
3. Gambar 2.3 Panjang Gelombang……… 14
4. Gambar 2.4 Refraksi Cahaya……….. 19
5. Gambar 2.5. Refraksi Mendekati dan Menjauhi Garis Normal………… 19
6. Gambar 2.6 Difraksi Cahaya………... 20
7. Gambar 2.7 Dispersi Cahaya……….. 21
8. Gambar 2.8 Multiplexing……… 22
9. Gambar 2.9 Time Division Multiplexing (TDM)……… 24
10. Gambar 2.10 Cara kerja transmisi Simplex, half duplex, dan full duplex.. 28
11. Gambar 2.11 Single Mode Fiber………. 30
12. Gambar 2.12 Modul AWG (Arrayed Waveguide Gratings)……….. 31
13. Gambar 2.13 Penyambungan Lebur………... 33
14. Gambar 2.14 Penyambungan Mekanis………... 34
15. Gambar 2.15 Connector……….. 36
16. Gambar 3.1 Sistem Wavelength Division Multiplexing……….. 38
17. Gambar 3.2 Interference Filter pada WDM………41
18. Gambar 3.3 Demultiplekser 40 Kanal dengan Pemisahan ke Dalam Blok – Blok Kanal……….. 42
19. Gambar 3.4 Star coupler………. 44
20. Gambar 3.5 Karakteristik Tipe Fiber berdasarkan standar ITU…………. 47
22. Gambar 3.7 Optical circulator dan FBG………... 49
23. Gambar 3.8 Proses Pemantulan dan Pentransmisian gelombang Cahaya Pada FBG... 50
24. Gambar 3.9 Channel Spacing DWDM Fiber Bragg Grating………. 52
25. Gambar 3.10 Jarak Antar Kanal Pada DWDM... 55
26. Gambar 3.11 Jarak Antar Kanal pada CWDM... 55
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Spektrum dan Panjang Gelombang……….. 14
2. Tabel 2.2 Indeks Bias beberapa Medium yang berbeda………... 17
3. Tabel 3.1 Perbedaan antara DWDM dan CWDM……… 54
4. Tabel 3.2 Perbandingan Spasi Lamda dan Spasi Frekuensi…………... 59
ABSTRAK
Wavelength Division Multiplexing (WDM) menjadi suatu solusi untuk
dapat memultipleks sinyal ke dalam saluran serat optik tunggal dan dapat
mengurangi jumlah amplifier dalam saluran transmisi sistem komunikasi serat
optik. Dengan adanya teknologi WDM ini, data dalam bentuk audio maupun
video bisa ditransmisikan dalam jumlah yang banyak dan dengan kecepatan
transfer data yang sangat cepat tanpa harus merubah sinyal cahaya ke sinyal
elektrik.
Diawali dengan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing
(DWDM), kemudian Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM). Oleh
karena itu, perlu dibandingkan antara DWDM dan CWDM pada sistem
komunikasi serat optik agar didapatkan hasil yang lebih baik yang dapat
digunakan dalam area tertentu dan fungsi tertentu dengan kualitas yang baik,
peralatan yang sederhana, dapat ditingkatkan kapasitas transmisinya dan dengan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan teknologi telekomunikasi sekarang ini mengalami
kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan
kebutuhan akan informasi, yang terus memacu para pengembang memberikan
suatu sistem yang handal dan efisien, baik dari segi kualitas maupun kuantitas
dalam arti bahwa sistem tersebut dapat menyalurkan informasi ke manapun juga
tanpa membutuhkan waktu yang lama.
Semakin beragamnya layanan informasi, tuntutan kehandalan jaringan
yang memadai, dan persaingan antar pemberi layanan telekomunikasi yang
semakin ketat berakibat pada meningkatnya tuntutan sistem transmisi yang
memiliki kapasitas bandwidth besar dan kualitas tinggi.
Antisipasi kebutuhan bandwidth yang besar ini telah diupayakan dengan
meningkatkan kualitas media transmisi yang digunakan, di antaranya dengan
menggunakan serat optik. Serat optik digunakan sebagai media transmisi pilihan,
karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain : memiliki bandwidth yang
besar, redaman transmisi kecil, ukuran kecil, dan tidak terpengaruh oleh
gelombang elektromagnetik.
Saat ini muncul teknologi untuk memanfaatkan bandwidth serat optik
yang besar ini dengan metode penjamakan. Pada komunikasi serat optik terdapat
beberapa metode penjamakan, yaitu TDM (Time Division Multiplexing) dan
menjadi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) dan CWDM (Coarse
Wavelength Division Multiplexing). Dalam sistem DWDM dan CWDM dikenal
sebuah aplikasi sistem pembagian spektrum panjang gelombang pada
pentransmisiannya. Sistem ini dikenal dengan nama Arrayed Waveguide Gratings
(AWG). AWG ini dapat melakukan multipleksing dan demultipleksing dengan
jumlah kanal yang sangat besar dengan rugi yang relatif kecil. Aplikasi sistem
AWG ini sangat krusial dalam pentransmisian sinyal melalui serat optik. Dengan
pemanfaatan sistem AWG ini, maka perbaikan dalam pentransmisian sinyal
menggunakan serat optik akan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, maka perlu
dibandingkan prinsip kerja antara DWDM dan CWDM pada sistem sistem
komunikasi serat optik.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan pada Tugas Akhir ini, yaitu :
1. Bagaimana prinsip kerja DWDM.
2. Bagaimana prinsip kerja CWDM.
3. Bagaimana standar yang ditetapkan dalam DWDM dan CWDM.
4. Apa saja perbedaan DWDM dengan CWDM.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagi berikut :
1. Melakukan studi pembahasan konsep DWDM dan CWDM.
1.4 Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas pada Tugas Akhir ini,
maka penulis perlu membuat batasan cakupan masalah yang akan dibahas. Hal
ini diperbuat agar isi dan pembahasan dari Tugas Akhir ini menjadi lebih terarah
dan mencapai hasil yang diharapkan. Adapun batasan masalah pada penulisan
Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Tidak membahas sistem komunikasi serat optik secara keseluruhan.
2. Tidak membahas jenis-jenis material yang membangun DWDM dan
CWDM
3. Tidak membahas rangkaian elektronik dan optik yang membangun sistem
komunikasi serat optuk khususnya pada DWDM dan CWDM.
4. Hanya membahas untuk transmisi single mode fiber.
5. Hanya membahas prinsip kerja DWDM dan CWDM.
6. Hanya membandingkan sistem Spasi Kanal, Band Frekuensi, Tipe Fiber,
Area Implementasi Optimal, Konsumsi Daya pada perangkat, dan Filter
pada DWDM dan CWDM.
1.5 Metode Penulisan
Metodologi penulisan yang digunakan oleh penulis pada penulisan
Tugas Akhir ini adalah :
1. Studi Literatur, yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan
topik Tugas Akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh
penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet,
2. Studi Perhitungan, yaitu dengan melakukan perhitungan terhadap sistem
yang dibahas dalam Tugas Akhir ini dan membuat perbandingan.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran mengenai Tugas Akhir ini secara singkat,
maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar
belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK
Bab ini menjelaskan tentang prinsip komunikasi serat optik
modulasi dan multipleksing pada sistem komunikasi serat optik.
BAB III : SISTEM WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING
(WDM)
Bab ini menjelaskan tentang penjelasan dan paparan serta prinsip
kerja dari sistem WDM yang terdiri dari DWDM dan CWDM.
BAB IV : STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE
WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM
(COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING)
PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK
Bab ini menjelaskan tentang penganalisaan studi perbandingan
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang didapat dari
BAB II
SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK
2.1 Pendahuluan
Sekitar satu dekade yang lalu, keseluruhan dari sistem komunikasi
elektronik menggunakan kabel tembaga, seperti kabel berpilin, kabel koaksial,
dan penyearah gelombang yang berjenis tembaga. Komunikasi dapat terlaksana
dengan mengirim sinyal elektronik yang dibawa dengan kabel tembaga atau
penyearah gelombang. Saat ini, media komunikasi terbaru telah diperkenalkan,
yaitu serat optik. Pada komunikasi serat optik, sinyal elektrik dirubah menjadi
sinyal cahaya. Walaupun ada terdapat perbedaan antara sinyal cahaya dengan
sinyal komunikasi elektrik, keduanya terletak pada karakteristik gelombang
elektromagnetik[1].
2.2 Gelombang Elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari
perubahan medan magnet den medan listrik secara berurutan, dimana arah getar
vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Terjadinya gelombang
elektromagnetik yaitu pertama, arus listrik dapat menghasilkan (menginduksi)
medan magnet. Ini dikenal sebagai gejala induksi magnet. Peletak dasar konsep
ini adalah Oersted yang telah menemukan gejala ini secara eksperimen dan
dirumuskan secara lengkap oleh Ampere. Gejala induksi magnet dikenal sebagai
Kedua, medan magnet yang berubah-ubah terhadap waktu dapat
menghasilkan (menginduksi) medan listrik dalam bentuk arus listrik. Gejala ini
dikenal sebagai gejala induksi elektromagnet. Konsep induksi elektromagnet
ditemukan secara eksperimen oleh Michael Faraday dan dirumuskan secara
lengkap oleh Joseph Henry. Hukum induksi elektromagnet sendiri kemudian
dikenal sebagai Hukum Faraday-Henry[2].
Dari kedua prinsip dasar listrik magnet di atas dan dengan
mempertimbangkan konsep simetri yang berlaku dalam hukum alam, James
Clerk Maxwell mengajukan suatu usulan. Usulan yang dikemukakan Maxwell,
yaitu bahwa jika medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat
menghasilkan medan listrik maka hal sebaliknya boleh jadi dapat terjadi. Dengan
demikian Maxwell mengusulkan bahwa medan listrik yang berubah terhadap
waktu dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Usulan Maxwell ini
kemudian menjadi hukum ketiga yang menghubungkan antara kelistrikan dan
kemagnetan. Jadi, prinsip ketiga adalah medan listrik yang berubah-ubah
terhadap waktu dapat menghasilkan medan magnet. Prinsip ketiga ini yang
dikemukakan oleh Maxwell pada dasarnya merupakan pengembangan dari
rumusan hukum Ampere. Oleh karena itu, prinsip ini dikenal dengan nama
Hukum Ampere-Maxwell[2].
Dari ketiga prinsip dasar kelistrikan dan kemagnetan di atas, Maxwell
melihat adanya suatu pola dasar. Medan magnet yang berubah terhadap waktu
dapat membangkitkan medan listrik yang juga berubah-ubah terhadap waktu, dan
medan listrik yang berubah terhadap waktu juga dapat menghasilkan medan
magnet dan medan listrik secara kontinu. Jika medan magnet dan medan listrik
ini secara serempak merambat (menyebar) di dalam ruang ke segala arah maka
ini merupakan gejala gelombang. Gelombang semacam ini disebut gelombang
elektromagnetik karena terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang
merambat dalam ruang[2].
Setiap muatan listrik yang memiliki percepatan memancarkan radiasi
elektromagnetik. Waktu kawat (atau panghantar seperti antena) menghantarkan
arus bolak-balik, radiasi elektromagnetik dirambatkan pada frekuensi yang sama
dengan arus listrik. Bergantung pada situasi, gelombang elektromagnetik dapat
bersifat seperti gelombang atau seperti partikel. Sebagai gelombang, dicirikan
oleh kecepatan (kecepatan cahaya, panjang gelombang, dan frekuensi. Kalau
dipertimbangkan sebagai partikel, mereka diketahui sebagai foton, dan
masing-masing mempunyai energi berhubungan dengan frekuensi gelombang ditunjukan
oleh hubungan :
Ep = H x f[1]……….. (2.1)
di mana :
Ep adalah energi foton;
H ialah konstanta Planck = 6.626 × 10 −34 J·s ; dan
f adalah frekuensi gelombang.
Propagasi gelombang elektromagnetik biasanya terdiri dari frekuensi,
2.2.1 Prinsip Gelombang Elektromagnetik
Hertz mencoba membuat rangkaian pemancar sederhana dengan bantuan
trafo untuk memperkuat tegangan dan kapasitor sebagai penampung muatannya.
Karena ada arus pergeseran pada gap pemancar, diharapkan ada radiasi
gelombang elektromagnetik yang akan dipancarkan. Karena secara teori, dari
percikan yang muncul akan dihasilkan gelombang elektromagnetik. Alhasil, pada
rangkaian loop penerima yang hanya berupa kawat berbentuk lingkaran yang
tanpa diberikan sumber tegangan apapun, ternyata muncul percikan listrik pada
gap-nya. Ini membuktikan ada listrik yang mengalir melalui radiasi suatu
benda.yang akhirnya terhantarkan ke loop. Karena merasa belum puas, Hertz
mencoba untuk menghitung frekuensi pada loop[3].
Ternyata frekuensi yang dihasilkan sama dengan frekuensi pemancar. Ini
artinya listrik pada loop berasal dari pemancar itu sendiri. Dengan ini terbuktilah
adanya radiasi gelombang elektromagnetik Maxwell. Percobaan Hertz ini juga
memicu penemuan telegram tanpa kabel dan radio oleh Marconi. Rangkaian ini
ada dalam kaca quartz untuk menghindari sinar UV[3].
2.2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik
Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang
gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik. Gambar 2.1
spektrum elektromagnetik disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur
dalam satuan meter) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan
ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi
tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray[4].
Gambar 2.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik
Contoh spektrum gelombang elektromagnetik adalah [2] :
1.Gelombang Radio
Gelombang radio dikelompokkan menurut panjang gelombang atau
frekuensinya. Jika panjang gelombang tinggi, maka pasti frekuensinya rendah
atau sebaliknya. Frekuensi gelombang radio mulai dari 30 kHz ke atas dan
dikelompokkan berdasarkan lebar frekuensinya. Gelombang radio dihasilkan oleh
muatan-muatan listrik yang dipercepat melalui kawat-kawat penghantar.
Muatan-muatan ini dibangkitkan oleh rangkaian elektronika yang disebut osilator.
Gelombang radio ini dipancarkan dari antena dan diterima oleh antena pula.
Kamu tidak dapat mendengar radio secara langsung, tetapi penerima radio akan
mengubah terlebih dahulu energi gelombang menjadi energi bunyi.
2.Gelombang mikro
Gelombang mikro (microwaves) adalah gelombang radio dengan
frekuensi paling tinggi yaitu diatas 3 GHz. Jika gelombang mikro diserap oleh
sebuah benda, maka akan muncul efek pemanasan pada benda itu. Jika makanan
menyerap radiasi gelombang mikro, maka makanan menjadi panas dalam selang
waktu yang sangat singkat. Proses inilah yang dimanfaatkan dalam microwave
juga dimanfaatkan pada pesawat RADAR (Radio Detection and Ranging)
RADAR berarti mencari dan menentukan jejak sebuah benda dengan
menggunakan gelombang mikro. Pesawat radar memanfaatkan sifat pemantulan
gelombang mikro. Karena cepat rambat gelombang elektromagnetik c = 3 x 108 m/s, maka dengan mengamati selang waktu antara pemancaran dengan
penerimaan.
3.Sinar Inframerah
Sinar inframerah meliputi daerah frekuensi 1011Hz sampai 1014 Hz atau
daerah panjang gelombang 10-4 sampai 10-1 m. jika kamu memeriksa spektrum yang dihasilkan oleh sebuah lampu pijar dengan detektor yang dihubungkan pada
miliampermeter, maka jarum amperemeter sedikit diatas ujung spektrum merah.
Sinar yang tidak dilihat tetapi dapat dideteksi di atas spektrum merah itu disebut
radiasi inframerah. Sinar infamerah dihasilkan oleh elektron dalam
molekul-molekul yang bergetar karena benda diipanaskan. Jadi setiap benda panas pasti
memancarkan sinar inframerah. Jumlah sinar inframerah yang dipancarkan
bergantung pada suhu dan warna benda.
4.Cahaya tampak
Cahaya tampak sebagai radiasi elektromagnetik yang paling dikenal oleh
kita dapat didefinisikan sebagai bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik
yang dapat dideteksi oleh mata manusia. Panjang gelombang tampak nervariasi
tergantung warnanya mulai dari panjang gelombang kira-kira 4x10-7m untuk cahaya violet (ungu) sampai 7x10-7m untuk cahaya merah. Kegunaan cahaya salah satunya adalah penggunaan laser dalam serat optik pada bidang
5.Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet mempunyai frekuensi dalam daerah 1015 Hz sampai
1016 Hz atau dalam daerah panjang gelombang 10-8m-10-7m gelombang ini dihasilkan oleh atom dan molekul dalam nyala listrik. Matahari adalah sumber
utama yang memancarkan sinar ultraviolet dipermukaan bumi,lapisan ozon yang
ada dalam lapisan atas atmosferlah yang berfungsi menyerap sinar ultraviolet dan
meneruskan sinar ultraviolet yang tidak membahayakan kehidupan makluk hidup
di bumi.
6.Sinar X
Sinar X mempunyai frekuensi antara 10 Hz sampai 10 Hz, panjang
gelombangnya sangat pendek yaitu 10 cm sampai 10 cm. meskipun seperti itu
tapi sinar X mempunyai daya tembus kuat, dapat menembus buku tebal, kayu
tebal beberapa sentimeter dan pelat aluminium setebal 1 cm.
7.Sinar Gamma
Sinar gamma mempunyai frekuensi antara 10 Hz sampai 10 Hz atau
panjang gelombang antara 10 cm sampai 10 cm. Daya tembus paling besar, yang
menyebabkan efek yang serius jika diserap oleh jaringan tubuh.
2.2.3 Spektrum Elektromagnetik
Spektrum optik (cahaya atau spektrum terlihat atau spektrum tampak)
adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang tampak oleh mata manusia.
Radiasi elektromagnetik dalam rentang panjang gelombang ini disebut sebagai
cahaya tampak atau cahaya saja. Tidak ada batasan yang tepat dari spektrum
sampai 700 nm, meskipun beberapa orang dapat menerima panjang gelombang
dari 380 sampai 780 nm (atau dalam frekuensi 790-400 terahertz). Mata yang
telah beradaptasi dengan cahaya biasanya memiliki sensitivitas maksimum di
sekitar 555 nm, di wilayah hijau dari spektrum optik. Warna pencampuran seperti
pink atau ungu seperti pada Gambar 2.2 tidak terdapat dalam spektrum ini karena
warna-warna tersebut hanya akan didapatkan dengan mencampurkan beberapa
panjang gelombang[4].
Gambar 2.2 Spektrum Elektromagnetik
Meskipun spektrum optik adalah spektrum yang kontinu sehingga tidak
ada batas yang jelas antara satu warna dengan warna lainnya, Tabel 2.1
Tabel 2.1 Spektrum dan Panjang Gelombang
No. Warna Panjang Gelombang 1. ungu 380-450 nm 2. biru 450-495 nm 3. hijau 495-570 nm 4. kuning 570-590 nm 5. jingga 590-620 nm 6. merah 620-750 nm
2.2.4 Panjang Gelombang
Panjang gelombang adalah sebuah jarak antara satuan berulang dari
sebuah pola gelombang. Biasanya memiliki denotasi huruf Yunani lambda (λ).
Dalam sebuah gelombang sinus, panjang gelombang adalah jarak antara puncak
ke puncak seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3[5].
Gambar 2.3 Panjang Gelombang
Axis x mewakilkan panjang, dan I mewakilkan kuantitas yang bervariasi
(misalnya tekanan udara untuk sebuah gelombang suara atau kekuatan listrik atau
medan magnet untuk cahaya), pada suatu titik dalam fungsi waktu x. panjang
gelombang λ memiliki hubungan inverse terhadap frekuensi f, jumlah puncak
Panjang gelombang sama dengan kecepatan jenis gelombang dibagi oleh
frekuensi gelombang. Ketika berhadapan dengan radiasi elektromagnetik dalam
ruang hampa, kecepatan ini adalah kecepatan cahaya c, untuk sinyal (gelombang)
di udara, ini merupakan kecepatan suara di udara. Hubungannya adalah:
[5]...(2.2
)
dimana :
λ = panjang gelombang dari sebuah gelombang suara atau gelombang
elektromagnetik.
c = kecepatan cahaya dalam vakum = 299,792.458 km/s ~ 300,000 km/s =
300,000,000 m/s
f = frekuensi gelombang
2.3 Cahaya Optik
Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang
elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan
3 x 108 m/s. Sifat-sifat cahaya adalah sebagai berikut[1]: a) Dapat mengalami pemantulan (refleksi)
b) Dapat mengalami pembiasan (refraksi)
c) Dapat mengalami pelenturan (difraksi)
d) Dapat dijumlahkan (interferensi)
f) Dapat diserap arah getarnya (polarisasi)
g) Bersifat sebagai gelombang dan partikel
2.3.1 Refraksi (pembiasan) Cahaya
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan
cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah
pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu[6]:
a. Mendekati garis normal
Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari
medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya
merambat dari udara ke dalam air.
b. Menjauhi garis normal
Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari
medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat, contohnya cahaya
merambat dari dalam air ke udara. Syarat-syarat terjadinya pembiasan adalah
sebagai berikut :
1) cahaya harus melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya;
2) cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas (sudut datang lebih kecil
dari 90o).
Pembiasan cahaya dapat terjadi dikarenakan perbedaan laju cahaya pada
kedua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan
dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat. Menurut Christian Huygens
(1629-1695) : “Perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju
Secara matematis dapat dirumuskan :
Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 dan nilainya untuk beberapa zat
ditampilkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Indeks Bias Beberapa Medium yang berbeda
Medium n = c / v
Udara Hampa 1,0000
Udara (pada STP) 1,0003
Kaca Kuarsa Lebur 1.46
Kaca Korona 1,52
Api cahaya/kaca flinta 1,58 Lucite atau plexiglass 1,51 Garam dapur (Natrium Klorida) 1,53
Berlian 2,42
Sebuah benda yang berada dalam air terlihat dari udara sepertinya berada
pada kedalaman yang lebih dangkal dari kedalaman benda yang sebenarnya.
Radiasi sinar tampak, atau cahaya, dari matahari sangat penting terhadap sistem
kehidupan di lautan. Cahaya ini menyediakan energi yang dibutuhkan oleh arus
laut dan angin untuk bersirkulasi. Konversi energi cahaya tersebut menjadi energi
global, yang mendukung sebagian besar kehidupan laut. Lebih signifikan lagi,
transmisi cahaya di air laut sangatlah penting untuk produktivitas di lautan[6].
Sejumlah cahaya yang masuk ke atmosfer, akan direfleksikan ketika
menyentuh permukaan laut. Hal ini tergantung dari kondisi air itu sendiri. Jika air
laut tenang dan tidak banyak gelombang atau riak, maka akan lebih sedikit
cahaya yang direfleksikan. Jika kondisi air bergolak dengan banyak gelombang,
maka akan lebih banyak cahaya yang direfleksikan[6].
Cahaya yang berpenetrasi di permukaan akan direfraksikan karena
perbedaan kecepatan akibat perbedaan kerapatan media antara udara dengan air.
Cahaya merambat lebih cepat di media air dibandingkan dengan media udara.
Refraksi ini dijelaskan oleh Hukum Snellius yang menyebutkan bahwa hubungan
antara sudut datang θ1 dan θ2 dijelaskan oleh persamaan 2.4[6].
[6]………(2.
Dimana v1 dan v2 adalah kecepatan gelombang pada media tertentu,
sedangkan n1 dan n2 merupakan indeks refraksi.
Refraksi muncul ketika gelombang cahaya melewati media yang
memberikan indeks refraksi yang berbeda-beda. Pada batas di antara media, fase
kecepatan gelombang cahaya berubah, sehingga menyebabkan perubahan arah.
Panjang gelombangnya dapat meningkat maupun berkurang, tetapi frekuensinya
cenderung tetap. Sebagai contoh, sebuah berkas cahaya akan direfraksi ketika
perubahan dalam indeks refraksi. Indeks refraksi udara adalah 1,003, sedangkan
indeks refraksi air adalah 1,33[6].
Ketika sebuah objek diletakkan dalam gelas dengan posisi setengah
terendam, maka objek tersebut akan terlihat membengkok di permukaan air. Ini
disebabkan oleh pembengkokan cahaya ketika berkas cahaya tersebut
meninggalkan air ke udara dan ditangkap oleh mata kita sebagai garis pandang
yang lurus. Garis pandang mata yang posisinya lebih tinggi memperlihatkan
posisi objek yang lebih tinggi daripada posisi yang sebenarnya. Ini
memperlihatkan objek berada pada kedalaman yang lebih dangkal dibandingkan
yang sebenarnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4[6].
Gambar 2.4 Refraksi Cahaya
Secara skematik, refraksi cahaya biasanya diwakili oleh gambar arah
cahaya yang mendekati ataupun menjauhi normal. Cahaya akan dibelokkan
mendekati normal ketika cahaya memasuki medium yang lebih rapat
Gambar 2.5 Refraksi Mendekati dan Menjauhi Garis Normal
Sementara cahaya akan dibelokkan menjauhi garis normal, ketika cahaya
tersebut memasuki medium yang lebih renggang dibandingkan medium
datangnya[6]..
2.3.2 Difraksi Cahaya
Jika muka gelombang bidang tiba pada suatu celah sempit (lebarnya lebih
kecil dari panjang gelombang), maka gelombang ini akan mengalami lenturan
sehingga terjadi gelombang-gelombang setengah lingkaran yang melebar di
belakang celah tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan difraksi. Pada Gambar 2.6
terlihat bahwa difraksi merupakan pembelokan cahaya di sekitar suatu
Gambar 2.6 Difraksi Cahaya pada Celah Tunggal
2.3.3 Dispersi Cahaya
Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromarik (putih) menjadi
cahaya-cahaya monokromatik (me, ji, ku, hi, bi, ni, u) pada prisma lewat
pembiasan atau pembelokan. Hal ini membuktikan bahwa cahaya putih terdiri
dari harmonisasi berbagai cahaya warna dengan berbeda-beda panjang
gelombang[9].
Gambar 2.7 Dispersi Cahaya
Deretan warna yang tampak pada layar disebut spektrum warna. Dispersi
cahaya terjadi karena setiap warna cahaya mempunyai indeks bias yang
berbeda-beda. Cahaya merah mempunyai indeks bias terkecil sedangkan cahaya ungu
mempunyai indeks bias terbesar sehingga cahaya merah mengalami deviasi
2.4 Multiplexing
Multiplexing adalah teknik menggabungkan beberapa sinyal secara
bersamaan pada suatu saluran transmisi. Di sisi penerima, pemisahan gabungan
sinyal tersebut sesuai dengan tujuan masing-masing disebut Demultiplexing.
Dalam multiplexing, perangkat yang digunakan disebut Multiplexer atau disebut
juga dengan istilah Transceiver/Mux. Receiver atau perangkat yang melakukan
Demultiplexing disebut dengan Demultiplexer atau disebut juga dengan istilah
Demux seperti terlihat pada Gambar 2.8[10].
Gambar 2.8 Multiplexing
Gambar 2.8 menyatakan fungsi multiplexing secara umum. Multiplexer
mengkombinasikan (me-multiplex) data dari n input dan mentransmisi melalui
kapasitas data link yang tinggi. Demultiplexer menerima aliran data yang
di-multiplex (pemisahan / dedi-multiplex dari data tersebut tergantung pada saluran)
dan mengirimnya ke line output yang diminta. Multiplexing terdiri dari beberapa
jenis, antara lain sebagai berikut[10]:
1. Time Division Multiplexing (TDM)
2. Frequency Division Multiplexing (FDM)
3. Wavelength Division Multiplexing (WDM)
Time Division Multiplexing seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9
merupakan sebuah proses pentransmisian beberapa sinyal informasi yang hanya
melalui satu kanal transmisi dengan masing-masing sinyal di transmisikan pada
periode waktu tertentu[11].
Akan ada beberapa sinyal informasi yang akan masuk ke dalam
Multiplexer dari TDM, sinyal-sinyal tersebut memiliki bit rate yang rendah
dengan sumber sinyal yang berbeda-beda. Ketika sinyal tersebut memasuki
Multiplexer, maka sinyal akan melalui sebuah switch rotary yang menyebabkan
sinyal informasi yang sebelumnya telah disampling itu akan dibuat berubah-ubah
tiap detiknya. Hasil Output dari switch ini adalah merupakan gelombang PAM
(Pulse Amplitude Modulation) yang mengandung sample-sample dari sinyal
informasi yang periodik terhadap waktu[11].
Setelah melalui multiplex, sinyal kemudian ditransmisi dengan
membagi-bagi sample infomasi berdasar (Hold Time/Jumlah Kanal). Kanal transmisi ini
merupakan sebuah kanal dengan rangkaian yang disinkronisasikan. Kanal sinkron
ini dibutuhkan untuk membangun tiap kelompok dari sample dan membagi
sample-samle tepat ke dalam frame nya. Ketika sinyal transmisi memasuki
demultiplexer, gabungan sinyal yang ber-bit-rate tinggi (sinyal transmisi)
dibagi-bagi kembali menjadi sinyal informasi seperti sinyal informasi awal yang
ber-bit-rate rendah. Kemudian akan ada rotary switch pula disana yang akan
mengarahkan sinyal-sinyal ke tujuan masing-masing dari sinyal itu. Pada
multiplexer terdapat filter yang berfungsi melewatkan sinyal dengan frekuensi
mendapatkan sinyal keluaran yang akan sama dengan sinyal informasi
inputnya[11].
Gambar 2.9 Time Division Multiplexing (TDM)
Contoh sistem untuk wireline telephone network dijelaskan pada bagian
berikut. Di Amerika bagian utara terdapat suatu sistem wireline untuk telephone
system yang menggunakan proses TDM, yakni T1. Gelombang suara dari
percakapan telepon di-sample sekali setiap 125 msec, dan tiap sample di-convert
64000 bits/sec dibutuhkan untuk mentransmisikan suara tersebut. T1 line
sebenarnya merupakan sebuah channel yang mampu mentransmisikan pada
kecepatan 1,544 Mbit/sec. Kecepatan transmisi ini lebih besar dibanding kabel
telepon pada umumnya, sehingga TDM digunakan untuk mengijinkan sebuah T1
line untuk membawa 24 sinyal suara yang berbeda. Dengan satu frame terdiri dari
193 bit, maka kecepatan tiap framenya[11]:
s
Tiap frame tersebut kemudian dibagi menjadi 24 slot sinyal suara dengan
8 bit digital code.
TDM digunakan karena alasan biaya; semakin sedikit kabel yang
digunakan dan semakin simple receiver yang dapat dipakai untuk
mentransmisikan data dari banyak sumber utnuk banyak tujuan membuat TDM
lebih murah dibanding yang lain. TDM juga menggunakan bandwith yang lebih
sedikit daripada Frequency Division Multiplexing (FDM). Dengan lebar bandwith
yang kecil, membuat bitrate semakin cepat, namun daya yang digunakan semakin
besar[11].
2.4.2 Frequency Division Multiplexing (FDM)
Frequency Division Multiplexing (FDM) adalah teknik menggabungkan
banyak saluran input menjadi sebuah saluran output berdasarkan frekuensi. Jadi
total bandwith dari keseluruhan saluran dibagi menjadi sub-sub saluran oleh
frekuensi carriernya, dinyatakan sebagai suatu saluran (channel). Sinyal input
baik analog maupun digital akan ditransmisikan melalui medium dengan sinyal
analog[10].
Pada sistem FDM, umumnya terdiri dari 2 peralatan terminal dan penguat
ulang saluran transmisi (repeater transmission line)[10]:
1. Peralatan Terminal (Terminal Equipment).
Peralatan terminal terdiri dari bagian yang mengirimkan sinyal frekuensi
ke repeater dan bagian penerima yang menerima sinyal tersebut dan
mengubahnya kembali menjadi frekuensi semula.
2. Peralatan Penguat Ulang (Repeater Equipment).
Repeater equipment terdiri dari penguat (amplifier) dan equalizer yang
fungsinya masing-masing untuk mengkompensir redaman dan kecacatan redaman
(attenuation distortion), sewaktu transmisi melewati saluran melewati saluran
antara kedua repeater masing-masing.
Contoh Penggunaan FDM adalah pada penyiaran radio yang
menggunakan gelombang FM, frekuensi mulai dari 88 MHz s/d 108 MHz
digunakan untuk penyiaran radio FM komersil. Frekuensi 88-108 MHz dibagi ke
sub-band 200 KHz. Bandwidth dengan frekuensi 200 KHz sudah mencukupi
untuk penyiaran radio FM dengan kualitas yang tinggi. Stasiun radio dapat
dikenali dengan frekuensi pusat dari saluran masing-masing (ex: 91.5 MHz,
100 stasiun radio yang berlainan. Contoh lain dari penggunaan FDM: pada
jaringan telepon analog dan jaringan satelit analog. Selain itu ide dasar FDM
digunakan dalam teknologi saluran pelanggan digital yang dikenal dengan
modem ADSL (Asymetric Digital Subcriber Loop )[10].
2.4.3 Wavelength Division Multiplexing (WDM)
Dalam komunikasi serat optik, Wavelength Division Multiplexing (WDM)
adalah teknologi yang multiplexing multiple carrier optik sinyal pada satu serat
optik dengan menggunakan berbagai panjang gelombang (warna) dari sinar laser
untuk membawa sinyal yang berbeda. Hal ini memungkinkan untuk
memultiplexing, di samping memungkinkan komunikasi directional lebih dari
satu saluran. Ini biasanya disebut Wavelength Division Multiplexing (WDM)[12].
Wavelength division multiplexing adalah istilah umum yang diterapkan
pada sebuah carrier optik yaitu panjang gelombang, sedangkan frekuensi division
multiplexing biasanya diterapkan ke operator radio. Dalam hal ini panjang
gelombang dan frekuensi berbanding terbalik, serta radio dan cahaya adalah
kedua bentuk radiasi elektromagnetik[12].
2.4.4 Sistem Simplex dan Duplex
Simplex adalah salah satu bentuk komunikasi antara dua belah pihak, di
mana sinyal-sinyal dikirim secara satu arah. Metode transmisi ini berbeda dengan
metode full-duplex yang mampu mengirim sinyal dan menerima secara sekaligus
sinyal meski tidak dalam satu waktu. Transmisi secara simplex terjadi di dalam
beberapa teknologi komunikasi, seperti siaran televisi atau siaran radio[13].
Transmisi simplex tidak digunakan dalam komunikasi jaringan karena
node to node dalam jaringan umumnya membutuhkan komunikasi secara dua
arah. Memang, beberapa komunikasi dalam jaringan, seperti video streaming,
terlihat seperti simplex, tapi sebenarnya lalu lintas komunikasi terjadi secara dua
arah, apalagi jika protokol TCP yang digunakan sebagai protokol lapisan
transportnya[13].
Duplex adalah sebuah istilah dalam bidang telekomunikasi yang merujuk
kepada komunikasi dua arah. Komunikasi Simplex, half duplex, dan Full Duplex
dapat dilihat pada Gambar 2.10[13].
Gambar 2.10 Cara kerja transmisi Simplex, half duplex, dan full duplex
Pada Gambar 2.10 terdapat dua metode duplexing, yakni[13]:
• Half—duplex
Half-duplex merupakan sebuah mode komunikasi di mana data dapat
ditransmisikan atau diterima secara dua arah tapi tidak dapat secara
harus menekan sebuah tombol untuk berbicara dan melepaskan tombol tersebut
untuk mendengar. Ketika dua orang menggunakan walkie-talkie untuk
berkomunikasi pada satu waktu tertentu, hanya salah satu di antara mereka yang
dapat berbicara sementara pihak lainnya mendengar. Jika kedua-duanya mencoba
untuk berbicara secara serentak, kondisi "collision" (tabrakan) pun terjadi dan
kedua pengguna walkie-talkie tersebut tidak dapat saling mendengarkan apa yang
keduanya kirimkan.
• Full-duplex
Dalam komunikasi full-duplex, dua pihak yang saling berkomunikasi akan
mengirimkan informasi dan menerima informasi dalam waktu yang sama, dan
umumnya membutuhkan dua jalur komunikasi.
Komunikasi full-duplex juga dapat diraih dengan menggunakan teknik
multiplexing, di mana sinyal yang berjalan dengan arah yang berbeda akan
diletakkan pada slot waktu (time slot) yang berbeda. Kelemahan teknik ini adalah
bahwa teknik ini memotong kecepatan transmisi yang mungkin menjadi
setengahnya[13].
2.5 Single Mode Fiber
Single Mode Fiber adalah fiber yang berdiri tunggal yang kebanyakan
aplikasi menggunakan 2 serat terdiri dari serat kaca dengan diameter 8,3-10µm
yang memiliki satu cara transmisi melalui fiber. Single Mode dengan diameter
yang relatif sempit dan sangat kecil, yang hanya melalui pada satu modus akan
bandwidth yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat multimode, tetapi
membutuhkan sumber cahaya dengan lebar spektrum sempit. Sinonim-mode serat
optik mono, single-mode fiber, single-mode optical waveguide, uni-mode
fiber[14].
Single mode fiber digunakan dalam berbagai aplikasi dimana data dikirim
pada multi frekuensi seperti pada WDM (Wave Division Multiplexing), jadi
hanya satu kabel diperlukan yaitu single mode dalam satu serat tunggal[14].
Single mode fiber dapat memberikan tingkat transmisi yang lebih tinggi
dan hingga 50 kali lebih jauh dari multimode, tetapi juga biaya yang lebih mahal.
Single mode fiber memiliki inti yang jauh lebih kecil dari multimode. Inti kecil
dan cahaya gelombang tunggal hampir menghilangkan distorsi yang dapat
dihasilkan dari tumpang tindih pulsa cahaya, memberikan sedikit redaman sinyal
dan kecepatan transmisi tertinggi dari semua jenis kabel serat[14].
Single mode optical fiber merupakan suatu serat optik yang hanya di
urutan terendah modus terikat bisa menyebar pada panjang gelombang bunga
biasanya 1300 hingga 1320nm seperti terlihat pada Gambar 2.11[14].
2.6 Arrayed Waveguide Gartings (AWG)
Pengenalan tentang sistem AWG sudah menjadi revolusi dari sistem
telekomunikasi. AWG membuat blok - blok untuk penanganan sistem yang rumit
seperti ; optical attenuator ( VOA ), thermo-optic switch, DWDM channel
monitor, dynamic gain equalizer, dan lain - lain. Biasanya modul AWG
ditunjukkan seperti pada Gambar 2.12[15].
Fibre Chip-Coupling
Module pre-test
Gambar 2.12 Modul AWG ( Arrayed Waveguide Gratings )
Sistem DWDM mampu untuk melakukan multiplexing dan demultiplexing
yang terangkum dalam sistem AWG. Multiplekser AWG dikenal dengan nama
wavelength division multiplexer ( WDM ) dan demultiplekser AWG dikenal
dengan sebutan wavelength division demultiplexer ( WDDM ). Sinyal optik
dibangkitkan oleh dioda laser ( LDS ) menjadi panjang gelombang
monokromatik yang serial λ2, λ2, …λN, ( tanpa sebuah standar rentang panjang gelombang ) dan keluar sebanyak N serat ke dalam sebuah WDM. Sinyal input
dalam WDM dikombinasikan menjadi sebuah sinyal output polikromatik, proses
ini dikenal dengan nama multiplexing. Fiber optik dapat melakukan multiplexing Housing
Connectors Fan-out boxes
Strains relieves Electric Wiring
dengan bandwidth yang sangat besar. Pada saat multiplexing sinyal polikromatik
dijadikan sebuah sinyal tunggal pada transmisi melalui fiber optik. Pada WDM
sinyal polikromatik tersebut dipisahkan menjadi panjang gelombang tunggal
yang bersesuaian, dan diidentifikasi sebagai serial pada kanal, proses ini dikenal
dengan nama demultiplexing. Panjang gelombang tersebut distandarisasikan oleh
International Telecommunications Union ( ITU ) untuk jaringan DWDM.
Komponen WDM yang penting lainnya seperti ; optical add/drop multiplexers
(OADM), optical cross connect switches ( OXC ) , dan optical amplifier seperti
erbium doped fiber amplifier ( EDFAs )[15].
Sistem WDM harus dirancang sesuai dengan panjang gelombang dari
kanal yang bersesuian dengan standar kanal ITU. Contohnya, 40 kanal AWG
dengan band 100 GHz digunakan untuk aplikasi DWDM yang telah memiliki
center wavelength sebesar 1553 nm. Operasi WDM dirancang pada ITU grid
frequencies sama baiknya dengan melakukan multipleksing pada frekuensi ( 200
GHz, 500 GHz,....). Pada jaringan jarak jauh ( yaitu lebih dari ratusan kilometer ),
penguatan optik menjadi sebuah keperluan. Ini dikarenakan penambahan rugi -
rugi karena penambahan jarak transmisi. Bagaimanapun juga, penambahan
penguatan optik dapat meningkatkan biaya jaringan secara signifikan, rancangan
yang rumit , dan pada waktu yang sama dapat mengurangi kanal. Pada transmisi
jarak jauh selain rumit, faktor biaya juga harus diperhitungkan. Dalam jaringan
optik metro ( tipe di atas 100 km ), ini seperti sebuah kanal trafik yang akan
mentransmisikan banyak add/drop lokasi sebelum sampai ke tujuan. Oleh karena
itu, penguatan peralatan relatif menjadi sebuah faktor kritis dalam jaringan
2.7 Splicing (Penyambungan)
Dua metode splicing serat optik yang tersedia untuk bergabung permanen
dua serat optik. Kedua metode memberikan insertion loss yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan konektor serat[16].
• Kabel fiber optik fusion splicing - Insersi rugi <0.1dB • Fiber splicing mekanik - Insersi rugi <0.5dB
2.7.1 Fusion Splices (Penyambungan Lebur)
Splicing kabel fiber optik fusion menyediakan sambungan terendah rugi.
Peralatan khusus yang disebut fusion splicer digunakan untuk melakukan fusion
splicing pada serat optik. The splicer melakukan fusion splicing serat optik dalam
dua langkah, yaitu[16]:
1. Harus menyelaraskan dua serat
2. Membuat sudut kecil untuk melelehkan serat dan menyatukan kedua serat
tersebut.
Gambar 2.13 Penyambungan Lebur
Penyambungan sambungan teknik lebur (fusion) seperti pada Gambar
2.13 bersifat permanen, artinya tidak dapat dibongkar pasang. Redaman yang
2.7.2 Mechanical Splices (Penyambungan Mekanis)
Penyambungan mekanis ini dilakukan dengan cara menggunakan alat
bantu yang bersifat mekanis untuk menyambung kabel serat optik. Seperti pada
Gambar 2.14, penyambungan dilakukan dengan cara meletakkan 2 ujung kabel
serat optik yang akan disambung ke dalam suatu material yang elastis, kemudian
kedua ujung serat optik didekatkan sampai benar-benar kelihatan bersatu.
Biasanya penyambungan mekanis ini selalu menggunakan pipa sebagai alat
penyambungnya[16].
Gambar 2.14 Penyambungan Mekanis
2.8 Connector
Sebuah konektor fiber optik, dapat memungkinkan koneksi cepat dari
pada splicing. Konektor mekanis pasangan dengan menyelaraskan core serat
sehingga cahaya bisa lewat. Sebagian konektor serat optik adalah semi-load:
endfaces yaitu serat yang dari dua konektor ditekan bersama-sama, sehingga
dalam kaca langsung ke kaca dan plastik dihubungkan dengan plastik. Kaca
untuk menghindari udara dan plastik untuk interface udara yang akan
Berbagai konektor serat optik yang tersedia dengan perbedaan utama
antara jenis konektor dimensi dan metode kopling mekanis. Secara umum,
standarisasi pada satu jenis konektor adalah tergantung pada apa yang biasanya
digunakan atau jenis serat (ada untuk multimode dan ada untuk singlemode )[17].
Penyambunagn serat optik menggunakan konektor bersifat tidak
permanen, artinya dapat dibongkar pasang. Konektor biasanya digunakan untuk
kontak dengan terminal perangkat aktif. Syarat-syarat konektor yang baik
adalah[17]:
• Kehilangan daya cukup rendah. Konektor yang dibentuk harus menjamin dari kesalahan penyambungan dan dapat meminimumkan kesalahan secara
langsung.
• Kemampuan pengulangan. Efisiensi kopling tidak berubah jika tidak ada penyesuaian ulang.
• Dapat diprediksi, artinya konektor memiliki efisiensi yang sama jika beberapa konektor sejenis dikombinasi.
• Umurnya panjang. Tidak ada penurunan efisiensi dalam waktu yang lama. • Kuat. Bahan konektor kuat terhadap tekanan.
• Kompatibel dengan lingkungan. Penyambungan dapat dilakukan pada variasi temperatur, tekanan tinggi, getaran, kelembaban dan kotoran.
• Mudah mendapatkannya. Umum digunakan.
• Mudah menggunakannya. Pemasangan dan penyesuaiannya mudah.
Dalam aplikasi telekomunikasi saat ini seperti ditunjukkan pada Gambar
2.13 konektor bentuk kecil (misalnya LC) dan multi-serat konektor (seperti MTP)
yang menggantikan konektor tradisional (yaitu SC), terutama untuk konektor
lebih pada cover yang rapat, dan dengan demikian mengurangi penggunaan
tempat dari sistem[17].
BAB III
SISTEM WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM)
3.1 Pendahuluan
Teknologi WDM ( Wavelength Division Multiplexing ) yang merupakan
cikal bakal lahirnya DWDM ( Dense Wavelength Division Multiplexing )
berkembang dari keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana
pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang
tinggi, sehingga kapasitas jaringan tersebut terpenuhi dengan cepat. Hal ini
menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan
membangun jaringan baru.
Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transportasi untuk
menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan,
dengan menggunakan panjang gelombang (λ) yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada
jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak
dekat)[18].
Pada Gambar 3.1 ditunjukkan sebuah contoh sistem WDM. Delapan
sinyal optik dengan panjang gelombang yang berbeda – beda yang berasal dari
kanal-kanal transmisi langsung dimultipleksing. Sinyal – sinyal tersebut dibawa
keluar dari multiplekser pada sebuah fiber tunggal. Di tengah pentransmisian
terjadi sebuah add-drop multiplekser yang meruting 1 panjang gelombang λ4 ke
titik tujuan dan ditranmisikan kembali oleh transmitter lain pada panjang
Gambar 3.1 Sistem Wavelength Division Multiplexing
Pada sisi kanan terdapat 8 sinyal yang dipisahkan dalam sebuah
demultiplekser dan dirutekan ke setiap penerima masing – masing. Receiver
bersifat color-blind dalam merespon secara sama untuk semua panjang
gelombang. Receiver dapat mendeteksi semua panjang gelombang yang masuk.
Ini artinya, bahwa sinyal – sinyal tersebut harus benar – benar terpisah pada
bagian multiplekser, karena jika terjadi perbedaan panjang gelombang antar 2
atau lebih yang masuk, maka pada keluaran receiver akan dianggap sebagai
sebuah noise. Sebagai contoh, jika λ5 masuk pada receiver 6, maka receiver secara bersamaan akan memasukkan λ5 pada kanal 6 sebagai λ6. Ini menyebabkan terjadinya interferensi dengan sinyal λ6 yang asli[19].
Add - drop multiplekser ialah sebuah multiplekser yang berfungsi untuk
optik. Add – drop multiplekser dapat melakukan drop ke suatu lokasi tujuan. Ia
juga dapat melakukan add sinyal tersebut, sehingga dapat ditransmisikan kembali
pada mid point station. Pada Gambar 3.1 dapat dilihat penambahan sinyal λ4
setelah sinyal tersebut di-drop terlebih dahulu[19].
3.2 Perutean Panjang Gelombang
Fungsi lain dari sebuah demultiplekser ialah sebagai pengorganisir
gelombang cahaya. Demultiplekser optik melakukan perutean gelombang cahaya
dari panjang gelombang yang berbeda – beda ke dalam setiap receiver tujuan
masing – masing[19].
Perutean gelombang cahaya ini dapat kita lihat pada Gambar 3.1, yaitu
terdapat 1 – 8 gelombang cahaya menuju 1 – 8 kanal receiver masing – masing.
Receiver tersebut dapat berupa titik optic connection maupun cable
connection[19].
3.3 Teknologi WDM
Interference filter dan teknologi lainnya dapat digunakan untuk
memisahkan dan menggabungkan panjang gelombang dalam sistem WDM.
Beberapa pendekatan sedang dilakukan untuk aplikasi WDM saat ini. Beberapa
teknologi WDM muncul dengan keuntungan tersendiri, namun masih belum
dipublikasikan. Walaupun teknologi tersebut bekerja dengan cara yang berbeda,
3.3.1 Add – Drop Multiplekser
Sebuah demultiplekser secara penuh melakukan pemisahan terhadap
panjang gelombang ke dalam kanal fiber keluaran, tetapi perkembangan
selanjutnya tentu ingin dibagi hanya 1 atau 2 gelombang cahaya dari gabungan
transmisi gelombang[19].
Cahaya yang ditransmisikan akan diteruskan menuju lokasi tujuan yang
diinginkan. Tugas inilah yang dilakukan oleh sebuah add – drop multiplekser,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1[19].
3.3.2 Interference Filter pada WDM
Penggunaan interference filter pada WDM membutuhkan cahaya input
yang kemudian akan diteruskan ke dalam filter. Sebuah lensa memfokuskan
cahaya yang berasal dari input dan kemudian meneruskan ke satu atau banyak
filter. Beberapa interference filter dapat membagi sebanyak 6 gelombang seri
Gambar 3.2 Interference Filter pada WDM[19]
Filter pertama mentransmisikan gelombang λ1 dan memantulkan
gelombang lainnya. Sisa gelombang tersebut dilewatkan pada filter kedua,
dimana gelombang λ2 ditransmisikan dan memantulkan 4 gelombang lainnya. Pada paparan ini dapat dilihat bahwa, dibutuhkan sebanyak n – 1 filter untuk
menangani n kanal optik[19].
Konsep interference filter ialah simple and straight forward, namun filter
ini tidak sempurna. Meskipun memantulkan gelombang, secara virtual terjadi
tabrakan cahaya antar gelombang. Beberapa gelombang dapat hilang. Jika
bekerja pada jumlah kanal 16, maka akan menghasilkan rugi – rugi yang lebih
besar dibandingkan untuk 8 kanal transmisi[19].
Untuk mengurangi rugi – rugi tersebut, maka sinyal optik ini dibagi ke
2.3 menunjukkan sebuah pembangunan sistem dengan menggunakan high pass
filter dan low pass filter. Pada Gambar 3.3 tersebut pertama – tama cahaya
masukan dilewatkan ke sebuah high pass filter dan memantulkan gelombang
cahaya lain yang lebih rendah dari λ7. Gelombang yang terpendek tadi akan diteruskan ke sebuah low pass filter dan memantulkan cahaya yang lebih panjang
dari λ9. λ1- λ8 akan diteruskan ke sebuah demultiplekser 8 kanal[19].
Gambar 3.3 Demultiplekser 40 Kanal dengan Pemisahan ke Dalam Blok – Blok
Kanal
Panjang gelombang λ17- λ40 diteruskan ke low pass filter dan memantulkan gelombang cahaya yang lebih besar dari λ24. Kanal λ17-
24
Sistem WDM dibagi menjadi 2 segmen : DWDM ( Dense Wavelength
Division Multiplexing ) dan CWDM ( Coarse Wavelength Division
Multiplexing). Teknologi CWDM dan DWDM didasarkan pada konsep yang
sama yaitu menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada sebuah serat
optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda pada jarak antar pajang gelombang,
jumlah kanal, dan kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium optik[18].
3.4 Sistem DWDM
DWDM merupakan suatu teknik transmisi yang memanfaatkan cahaya
dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi,
sehingga setelah dilakukan proses memultipleksing seluruh panjang gelombang
tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik[18].
Teknologi DWDM adalah teknologi dengan memanfaatkan sistem SDH
(Synchoronous Digital Hierarchy) yang sudah ada dengan memultiplekskan
sumber-sumber sinyal yang ada. Menurut definisinya, teknologi DWDM
dinyatakan sebagai suatu teknologi jaringan transportasi yang memiliki
kemampuan untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32, dan
seterusnya) dalam satu fiber tunggal. Artinya, apabila dalam satu fiber itu dipakai
empat gelombang, maka kecepatan transmisinya menjadi 4x10 Gbs (kecepatan
awal dengan menggunakan teknologi SDH)[18].
Jenis filter yang umum dipergunakan di dalam sistem DWDM ini antara
lain Fiber Bragg Gratings (FBG) dan Array Waveguide Filters (AWG).
Komponen berikutnya adalah serat optik dengan dispersi yang rendah, dimana
berkaitan dengan kapasitas transmisi suatu sistem. Sementara penguat optik yang
banyak dipergunakan untuk aplikasi tersebut adalah EDFA. Berikut ini adalah
Gambar 3.4 tentang konsep star coupler[20].
Gambar 3.4 Star coupler
Peralatan WDM ada yang bersifat pasif dan ada yang bersifat aktif.
Peralatan aktif yaitu filter, penguat dan sumber cahaya. Diantaranya peralatan
WDM juga dapat berfungsi sebagai pembagi (splitting) dan penggabung
(combining ) sinar optik. Pada dasarnya, sebagian besar peralatan WDM pasif
seperti coupler, star coupler, dan lainnya adalah merupakan konsep star coupler
yang dapat melakukan penggabungan dan pembagian cahaya[20].
Gambar 3.4 menunjukkan star coupler secara umum. Dalam aplikasi yang
lebih luas star coupler dapat menggabungkan pancaran cahaya dari dua atau lebih
masukan serat dan membaginya ke dalam bermacam – macam keluaran serat.
Pada umumnya pembagian dikerjakan secara sama pada semua panjang
gelombang, maka tiap – tiap N keluaran akan menerima 1/N daya masukan.
Daya optik dari satu N port masukkan dibagi secara sama ke dalam N port
3.4.1 Prinsip Kerja DWDM
Pada dasarnya, teknologi WDM (awal adanya teknologi DWDM)
memiliki prinsip kerja yang sama dengan media transmisi yang lain dalam
mengirimkan informasi dari suatu tempat ke tempat yang lain. Namun dalam
teknologi ini pada suatu kabel atau serat optik dapat dilakukan pengiriman
banyak informasi secara bersamaan melalui kanal yang berbeda. Setiap kanal ini
dibedakan dengan menggunakan prinsip perbedaan panjang gelombang
(wavelength) yang dikirimkan oleh sumber informasi. Sinyal informasi yang
dikirimkan awalnya diubah menjadi panjang gelombang yang sesuai dengan
panjang gelombang yang tersedia pada kabel serat optik kemudian
dimultipleksikan pada satu fiber. Dengan teknologi DWDM ini, pada satu serat
optik dapat tersedia beberapa panjang gelombang yang berbeda sebagai media
transmisi yang biasa disebut dengan kanal[18].
3.4.2 Komponen penting pada DWDM
Pada teknologi DWDM terdapat beberapa komponen utama yang harus
ada untuk mengoperasikan DWDM dan agar sesuai dengan standar kanal ITU,
sehingga teknologi ini dapat diaplikasikan pada beberapa jaringan optik seperti
SONET dan yang lainnya. Komponen-komponennya adalah sebagai berikut[18]:
1. Transmitter yaitu komponen yang mengirimkan sinyal informasi dengan
dimultipleksikan pada sistem DWDM. Sinyal dari transmitter ini akan
2. Receiver yaitu komponen yang menerima sinyal informasi dari demultiplekser
untuk dapat dipisah berdasarkan informasi originalnya.
3. DWDM terminal multiplekser. Terminal Mux sebenarnya terdiri dari
transponder converting wavelength untuk setiap sinyal panjang gelombang
tertentu yang akan dibawa. Transponder converting wavelength menerima sinyal
input optik (sebagai contoh dari sistem SONET atau yang lainnya), mengubah
sinyal tersebut menjadi sinyal optik dan mengirimkan kembali sinyal tersebut
menggunakan pita laser 1550 nm. Terminal Mux juga terdiri dari multiplekser
optic yang mengubah sinyal 1550 nm dan menempatkannya pada suatu fiber
SMF( Single Mode Fibre) -28. Ada dua tipe serat optik yang umum digunakan
pada sistem DWDM, yaitu[21]:
a. Non Dispersion Shifted Fiber (NDSF)
Serat optik NDSF juga dikenal sebagai Standard Single Mode Fiber
(SSMF) dan dibuat berdasarkan rekomendasi ITU-T G.652. NDSF
memiliki nilai koefisien dispersi kromatik (D) mendekati nol di daerah
panjang gelombang 1310 nm. Sedangkan pada daerah 1550 nm, koefisien
dispersi maksimumnya adalah 18 ps/nm.km[21].
b. Non Zero Dispersion Shifted Fiber (NZDSF)
Dibandingkan NDSF/SSMF, serat optik NZDSF (G.655) memiliki
koefisien dispersi kromatik yang lebih rendah pada daerah panjang
Gambar 3.5 karakteristik yang membedakan keduanya adalah nilai
koefisien dispersi kromatik dan redaman serat, dimana pada daerah kerja
DWDM, serat optik NZDSF memiliki koefisien dispersi dan redaman yang lebih
rendah[21].
Gambar 3.5 Karakteristik Tipe Fiber berdasarkan standar ITU
4. Intermediate optical terminal (amplifier). Komponen ini merupakan perangkat
penguat jarak jauh yang menguatkan sinyal dengan banyak panjang gelombang
yang dikirim sampai sejauh 140 km atau lebih. Diagnostic optical dan telemetry
dimasukkan di sekitar daerah amplifier ini untuk mendeteksi adanya kerusakan
dan pelemahan pada serat. Pada proses pengiriman sinyal informasi pasti terdapat
atenuasi dan dispersi pada sinyal informasi yang dapat melemahkan sinyal. Oleh
karena itu harus dikuatkan.
Sistem yang biasa dipakai pada fiber amplifier ini adalah sistem EDFA
(Erbium Doped Fiber Amplifier ), namun karena bandwidth dari EDFA ini sangat
kecil yaitu 30 nm (1530 nm-1560 nm) dan minimum atenuasi terletak pada 1500
nm sampai 1600 nm. Kemudian digunakan DBFA (Dual Band Fiber Amplifier)