ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN
IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID) IBU HAMIL
DI KOTA JAMBI
TAHUN 2007
SKRIPSI
Oleh :
JENNY SARINTAN HOTMARIA S. SUMBAYAK
NIM. 061000284
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN
IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID) IBU HAMIL
DI KOTA JAMBI
TAHUN 2007
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
JENNY SARINTAN HOTMARIA S.SUMBAYAK
NIM. 061000284
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN
IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID) IBU HAMIL
DI KOTA JAMBI TAHUN 2007
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
JENNY SARINTAN HOTMARIA S.SUMBAYAK
NIM. 061000284
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 29 Agustus 2008 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji :
Ketua Penguji Penguji I
(dr. Yusniwarti Yusad, MSi) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)
NIP. 131698717 NIP. 131124053
Penguji II Penguji III
(Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes) (Asfriyati, SKM, MKes)
NIP. 131964121 NIP. 132102006
Medan, September 2008 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Analisis faktor merupakan salah satu tehnik analisis multivariat yang digunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel dan menamakannya sebagai faktor. Faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil banyak, maka perlu dilakukan uji analisis faktor untuk meringkas variabel tersebut sehingga menjadi sedikit yang merupakan tujuan penelitian.
Penelitian ini adalah deskriptif dengan metode survei yang dilakukan dengan penerapan analisis faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi tahun 2007.
Terdapat 17 variabel yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil (pendidikan petugas, pengetahuan petugas, lama kerja, jumlah petugas pelaksana imunisasi, pelatihan, waktu pelayanan, stok vaksin, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), penyuluhan, pengetahuan ibu hamil, dan kendaraan operasional setelah dianalisis hanya 12 variabel yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil (pengetahuan petugas, jumlah petugas pelaksana, pelatihan, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), pengetahuan ibu hamil dan kendaraan operasional). Dari 12 variabel yang terpilih, terbentuk 3 faktor. Faktor 1 terdiri dari pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS) dan kendaraan operasional dinamakan faktor manajemen. Faktor 2 terdiri dari pengetahuan petugas dan jumlah petugas pelaksana dinamakan faktor petugas. Faktor 3 terdiri dari pelatihan petugas dan pengetahuan ibu hamil dinamakan faktor pendukung. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ketiga faktor yang terbentuk sudah tepat, karena mempunyai korelasi yang tinggi.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi dalam menentukan prioritas untuk pencapaian cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : JENNY SARINTAN HOTMARIA.S.SUMBAYAK
Tempat/tanggal lahir : Jambi/20 Januari 1972
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Sudah kawin
Jumlah anggota keluarga : 5 (lima) orang
Alamat Rumah : Jl. Jawa Rt. 06 No. 12 B Kel. Talang Bakung Jambi.
Alamat Kantor : Jl. P. Diponegoro no.58 Sei Asam Jambi
Riwayat Pendidikan : 1. SDN 11/IV Jambi Tahun 1978-1984
2. SMP XAVERIUS 1 Jambi Tahun 1984-1987
3. SMA XAVERIUS 1 Jambi Tahun 1987-1990
4. AKPER DEPKES Jambi Tahun 1990-1993
5. FKM USU Tahun 2006-2008
Riwayat Pekerjaan : 1. Tahun 1994 TKS di Puskesmas Koni
2. Maret 1995 – sekarang PNS di Puskesmas IV Koni
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :
“ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN IMUNISASI TT
(TETANUS TOXOID) IBU HAMIL DI KOTA JAMBI TAHUN 2007”
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Untuk itu pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing II
yang telah banyak meluangkan waktu serta dengan penuh kesabaran
memberikan bimbingan dan masukan serta saran kepada penulis.
2. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, MSi, selaku Dosen Pembimbing I dan selaku Ketua
Departemen Biostatistik , yang telah banyak meluangkan waktu serta dengan
penuh kesabaran memberikan bimbingan dan masukan serta saran kepada
penulis.
3. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes, selaku Dosen Penguji II dan
selaku Pudek I FKM USU, atas saran dan masukan untuk kesempurnaan
skripsi ini.
4. Ibu Asfriyati, SKM, MKes, selaku Dosen Penguji III, atas saran dan masukan
5. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, MKes, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Para dosen dan staf di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
7. Bapak dr. Hengki Indradjaja, MKes, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota
Jambi yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian.
8. Suamiku R. Manullang, SH yang tercinta dan anak-anakku yang tersayang :
Kevin, Billy dan Bitho yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa
selama penulis mengikuti pendidikan. Terima kasih atas kesabaran kalian
semua. Tuhan Jesus Memberkati.
9. Ayahanda (J.B.S.Sumbayak) dan Ibunda (S.Sinaga) yang tercinta serta
saudaraku semuanya (K’Ita, Bg dan Eda Doharma), keponakanku (Resda,
Roy, Popo, Doharma, Leo, Vany dan Julius) yang tersayang dan ibu
mertuaku atas doa, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis
selama mengikuti pendidikan.
10. Sahabat-sahabatku Tetty, Irma, Imelda, Tince, Suster Deliana dll yang telah
banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
11. Ito dan eda Sonya, Marlen dan Defi, yang selama ini telah memberikan
perhatian dan bantuan saat penulis melaksanakan pendidikan.
12. Rekan-rekan mahasisa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara dan semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan
dorongan dalam penulisan skripsi ini dan selama penulis mengikuti
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, maka
saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaannya.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar
Universitas Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota Jambi.
Medan, 29 Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan... i
2.6 Perencanaan Program Imunisasi ... 19
2.8 Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan Koordinasi ... 23
2.8.1 Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) ... 23
2.8.2 Koordinasi ... 23
2.9 Pencatatan dan Pelaporan ... 23
2.10 Analisis Faktor ... 24
2.10.1 Definisi ... 24
2.10.2 Model Analisis Faktor dan Statistik yang Relevan ... 25
2.10.3 Melakukan Analisis Faktor ... 26
2.11 Proses Analisis Faktor ... 33
4.1.2 Gambaran Dinas Kesehatan Kota Jambi ... 41
4.2 Uji Kelayakan Faktor ... 43
BAB V PEMBAHASAN ... 56
5.1 Analisis Uji Kelayakan ... 56
5.2 Analisis Faktor ... 59
5.3 Menamakan Faktor ... 66
5.4 Interpretasi ... 68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
6.1 Kesimpulan ... 73
6.2 Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN :
1. Kuesioner Penelitian
2. Surat Keterangan melaksanakan penelitian dari FKM USU
3. Surat Keterangan telah selesai melaksanakan penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Jambi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Nilai Anti Images Matrices I ………... 45
Tabel 4.2. Nilai Anti Images Matrices II ……… 46
Tabel 4.3. Nilai Anti Images Matrices III ………... 47
Tabel 4.4. Nilai Anti Images Matrices IV ………... 48
Tabel 4.5. Nilai Anti Images Matrices V ……….. 49
Tabel 4.6. Nilai Anti Images Matrices VI ………. 50
Tabel 4.7. Communalities ………. 51
Tabel 4.8. Total Variance Explained ……… 52
Tabel 4.9. Component Matrix ……….. 54
Tabel 4.10.Rotated Component Matrix ……… 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ABSTRAK
Analisis faktor merupakan salah satu tehnik analisis multivariat yang digunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel dan menamakannya sebagai faktor. Faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil banyak, maka perlu dilakukan uji analisis faktor untuk meringkas variabel tersebut sehingga menjadi sedikit yang merupakan tujuan penelitian.
Penelitian ini adalah deskriptif dengan metode survei yang dilakukan dengan penerapan analisis faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi tahun 2007.
Terdapat 17 variabel yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil (pendidikan petugas, pengetahuan petugas, lama kerja, jumlah petugas pelaksana imunisasi, pelatihan, waktu pelayanan, stok vaksin, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), penyuluhan, pengetahuan ibu hamil, dan kendaraan operasional setelah dianalisis hanya 12 variabel yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil (pengetahuan petugas, jumlah petugas pelaksana, pelatihan, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), pengetahuan ibu hamil dan kendaraan operasional). Dari 12 variabel yang terpilih, terbentuk 3 faktor. Faktor 1 terdiri dari pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS) dan kendaraan operasional dinamakan faktor manajemen. Faktor 2 terdiri dari pengetahuan petugas dan jumlah petugas pelaksana dinamakan faktor petugas. Faktor 3 terdiri dari pelatihan petugas dan pengetahuan ibu hamil dinamakan faktor pendukung. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ketiga faktor yang terbentuk sudah tepat, karena mempunyai korelasi yang tinggi.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi dalam menentukan prioritas untuk pencapaian cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945
melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan. (Depkes RI, 2005).
Keberhasilan Pembangunan Kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya
sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli serta disusun dalam satu program
kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi
epidemiologi yang valid. (Depkes RI, 2005).
Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada program-program penurunan
Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai salah satu indikator penting dalam kesehatan
masyarakat. AKB telah menurun dari 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1997
menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2005, dan diproyeksikan terus
menurun menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. AKB ini sangat
penting, karena tingginya AKB menunjukkan rendahnya kualitas perawatan selama
masa kehamilan, saat persalinan, masa nifas, status gizi dan penyakit infeksi. (Depkes
RI, 2006).
Berdasarkan laporan Analisa Uji Coba di Indonesia pada tahun 2005-2006
yang disusun oleh WHO yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI,
tetanus masih merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan maternal dan
dibanding negara maju. Di Indonesia sekitar 9,8 % (18032 bayi) dari 184 ribu
kelahiran bayi menghadapi kematian: imunisasi tetanus tetap rendah. (Depkes RI-
WHO, 2006).
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, Tetanus
Neonatorum (TN) merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi yang
menempati urutan ke 5 dengan proporsi 5,5 %. (SubDit Imun.Epim-Kesma, 2003).
Kematian bayi karena Tetanus Neonatorum (TN) disebabkan oleh infeksi
basil tetani (Clostridium Tetani) dalam bentuk spora tahan bertahun-tahun di tanah
dan saluran cerna, oleh karena itu penyakit TN tidak dapat dibasmi melainkan hanya
ditekan angka kejadian TN hingga di bawah 1/10.000 kelahiran hidup. (Panitia PIN,
1996).
Salah satu faktor risiko TN adalah tidak adanya kekebalan terhadap infeksi
tetanus. Rendahnya cakupan imunisasi TT terhadap ibu hamil di Indonesia
menyebabkan kontribusi kematian karena TN terhadap kematian neonatal masih
cukup tinggi yaitu 22 %. (Panitia PIN,1996).
Angka kematian bayi di kota Jambi tahun 2006 sebesar 12 per 1000 kelahiran
hidup, dan untuk tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 19 per 1000 kelahiran
hidup. Angka tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan angka kematian bayi
nasional yaitu sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. (Dinkes Kota Jambi, 2007).
Sementara itu Kasus tetanus neonatorum di Propinsi Jambi pada tahun 2006 terjadi
sebanyak 1 kasus dan meninggal. (Dinkes Jambi, 2006).
Menurut Menkes Dr.dr.Siti Fadilah Supari,Sp.JP (K) pada acara Nasional
Indonesia diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2005-2009 mempunyai visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat,
dimana salah satu targetnya adalah menurunkan angka kematian bayi. Hal ini sejalan
dengan kesepakatan dunia dalam Millenium Development Goals (MDG’s), dimana
untuk mencapai penurunan angka kematian bayi tersebut ditandai dengan
peningkatan cakupan imunisasi.
Imunisasi yang berkaitan dengan upaya penurunan kematian bayi diantaranya
adalah pemberian imunisasi TT (Tetanus Toxoid) kepada calon pengantin wanita dan
ibu hamil. Pada ibu hamil imunisasi TT ini diberikan selama masa kehamilannya
dengan frekuensi dua kali dan interval waktu minimal empat minggu. Tujuan
imunisasi ini adalah memberikan kekebalan terhadap penyakit tetanus neonatorum
kepada bayi yang akan dilahirkan dengan tingkat perlindungan vaksin sebesar 90-95
%. Oleh karena itu cakupan imunisasi TT ibu hamil perlu ditingkatkan secara
sungguh-sungguh dan menyeluruh. (Azrul.A, 2002).
Pemberian imunisasi TT tersebut dapat dilakukan di tempat pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, posyandu, rumah sakit dan pelayanan kesehatan
lainnya. Oleh karenanya kunjungan ibu hamil untuk memeriksakan diri pada
tempat-tempat pelayanan kesehatan tentunya akan memberikan dampak positif terhadap
peningkatan cakupan pelayanan imunisasi TT ibu hamil. Dalam rangka peningkatan
frekuensi kunjungan ibu hamil ke bagian Kesehatan ibu dan Anak (KIA) di
puskesmas diperlukan upaya Pemantauan wilayah Setempat (PWS) mengenai
Dengan pencapaian cakupan TT ibu hamil, Tetanus Neonatorum (TN) dapat
dieliminasi. Jika dilihat dari hasil pencapaian TT ibu hamil maka dari tahun ke tahun
pencapaiannya masih belum mencapai target yang diharapkan dan keadaan ini akan
memungkinkan terjadinya kasus tetanus neonatorum di mana saja, terutama pada
daerah-daerah yang cakupan TT ibu hamilnya masih rendah.
Pada tahun 2002, cakupan imunisasi TT ibu hamil secara nasional telah
mencapai 78,5 % untuk pemberian TT1, sedangkan untuk TT2 mencapai 71,6 %.
Tetapi, pada tahun 2003 cakupan imunisasi TT ibu hamil secara nasional menjadi
turun, untuk TT1 cakupannya 71,71 % sedangkan untuk TT2 hanya mencapai 66,1
%. Dari data diatas dapat dilihat bahwa upaya pencegahan tetanus neonatorum
dengan pemberian imunisasi TT pada ibu hamil melalui kegiatan rutin belum
menunjukkan hasil yang efektif, disebabkan cakupan imunisasi tersebut mengalami
penurunan dan belum mencapai 100 %. (Depkes RI,2003).
Di Propinsi Jambi, pencapaian imunisasi TT pada ibu hamil masih rendah
dan cenderung menurun..Pada tahun 2006 cakupan TT1 mencapai 72,61 % dan untuk
TT2 mencapai 66,76 %. Pada tahun 2007 cakupan TT1 dan TT2 ibu hamil menurun
menjadi 69,27 % untuk TT1 dan 62,88 % untuk TT2, sedangkan TT Ulang hanya
15,24 %. (Dinkes Prop.Jambi, 2007)
Data tersebut di atas sangat berlawanan jika dibandingkan dengan data
kunjungan K1 dan K4 ibu hamil di propinsi Jambi yang cakupannya dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, kunjungan K1 mencapai 84,87 %
peningkatan, untuk K1 mencapai 91,97 % dan untuk K4 mencapai 83,30 %. (Dinkes
Prop. Jambi, 2006).
Selisih data cakupan yang cukup signifikan antara imunisasi TT pada ibu
hamil dengan data kunjungan ibu hamil terjadi juga di Kota Jambi. Tahun 2006,
cakupan TT lengkap ibu hamil mencapai 78,88 %, sedangkan kunjungan K1 ibu
hamil 98 % dan kunjungan K4 ibu hamil 91,6 %.Untuk tahun 2007, cakupan TT
lengkap mencapai 70,36 %, sedangkan kunjungan K1 ibu hamil mencapai 95,85 %
dan kunjungan K4 mencapai 88,15 %. (Dinkes Kota Jambi, 2007)
Cakupan TT lengkap ibu hamil pada tiap puskesmas juga belum merata
dimana dari 20 puskesmas hanya 8 puskesmas yang cakupan TT lengkap ibu hamil
mencapai UCI dan ada 12 puskesmas yang cakupannya belum mencapai UCI dimana
cakupan indikator UCI minimal 80 %.
Banyak faktor yang berhubungan dengan pencapaian cakupan imunisasi TT
ibu hamil diantaranya adalah waktu pelayanan imunisasi, stok vaksin, pengelolaan
rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik imunisasi, pelatihan petugas
imunisasi, kerja sama lintas program, kerja sama lintas sektoral, pencatatan dan
pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), penyuluhan. ( Depkes RI, 2005).
Selain itu, pada pelaksanaan di lapangan ada faktor lain yang dapat mempengaruhi
pencapaian cakupan imunisasi diantaranya adalah pendidikan petugas imunisasi,
pengetahuan petugas, jumlah petugas pelaksana imunisasi, pengetahuan ibu hamil
tentang imunisasi TT dan tersedianya kendaraan operasional.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis faktor yang
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah banyaknya faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT
ibu hamil maka perlu diringkas faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu
hamil di Kota Jambi tahun 2007 dengan cara menggunakan analisis faktor.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk meringkas beberapa variabel menjadi beberapa faktor yang
mempengaruhi cakupan imunisasi TT (Tetanus Toxoid) ibu hamil di Kota Jambi
tahun 2007.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk memilih variabel pada cakupan imunisasi TT ibu hamil yang layak
dimasukkan dalam analisis faktor.
2. Untuk mengelompokkan variabel cakupan imunisasi TT ibu hamil tersebut
hingga menjadi satu atau beberapa faktor.
3. Untuk memperjelas apakah faktor cakupan imunisasi TT ibu hamil yang
terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lainnya.
4. Untuk menamakan faktor cakupan imunisasi TT ibu hamil yang ada.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi Dinas
Kesehatan Kota Jambi dalam upaya menentukan prioritas dari faktor yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Imunisasi
2.1.1. Pengertian
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit.
(Depkes-Kessos RI, 2000).
2.1.2. Perkembangan Imunisasi di Indonesia
Kegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar
pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit
cacar. Pada tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO, yang
selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi
pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus
Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada
tahun 1975 vaksinasi TT sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. (Depkes RI,
2.2. Program Imunisasi TT Ibu Hamil
Program Imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan
dan kematian dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Untuk mencapai hal tersebut, maka program imunisasi harus dapat mencapai tingkat
cakupan yang tinggi dan merata di semua wilayah dengan kualitas pelayanan yang
memadai. (Dinkes Jambi, 2003).
Pelaksanaan kegiatan imunisasi TT ibu hamil terdiri dari kegiatan imunisasi
rutin dan kegiatan tambahan. Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi
yang secara rutin dan terus-menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang
telah ditetapkan, yang pelaksanaannya dilakukan di dalam gedung (komponen statis)
seperti puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan di luar
gedung seperti posyandu atau melalui kunjungan rumah. Kegiatan imunisasi
tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya
masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. (Depkes RI, 2005).
2.2.1. Jadwal Imunisasi TT ibu hamil
1. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) sudah mendapat TT
sebanyak 2 kali, maka kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali,
dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilan berikutnya cukup mendapat
TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.
2. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) atau hamil sebelumnya
baru mendapat TT 1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali selama kehamilan
3. Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan
sebelumnya, cukup mendapat TT 1 kali dan dicatat sebagai TT ulang.
2.2.2. Cara pemberian dan dosis
1. Sebelum digunakan, vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
2. Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang
disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis
pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis
ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan
terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5
dosis. Dosis ke empat dan ke lima diberikan dengan interval minimal 1
tahun setelah pemberian dosis ke tiga dan ke empat. Imunisasi TT dapat
diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada periode
trimester pertama.
3. Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan :
• Vaksin belum kadaluarsa
• Vaksin disimpan dalam suhu +2º - +8ºC
• Tidak pernah terendam air.
• Sterilitasnya terjaga
• VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B.
4. Di posyandu, vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk
2.2.3. Efek Samping
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan, gejalanya seperti lemas dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-kadang gejala
demam. (Depkes RI, 2005).
2.2.4. Tenaga Pelaksana Imunisasi
Standar tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi dan
pelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau bidan yang telah
mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan pelayanan imunisasi dan
penyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga yang berpendidikan minimal SMA
atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain, yang tugasnya mengelola
vaksin dan merawat lemari es, mencatat suhu lemari es, mencatat pemasukan dan
pengeluaran vaksin serta mengambil vaksin di kabupaten/kota sesuai kebutuhan per
bulan. Pengelola program imunisasi adalah petugas imunisasi, pelaksana cold chain
atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan untuk pengelola program imunisasi,
yang tugasnya membuat perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal
pelayanan imunisasi, mengecek catatan pelayanan imunisasi, membuat dan mengirim
laporan ke kabupaten/kota, membuat dan menganalisis PWS bulanan, dan
merencanakan tindak lanjut. (Depkes, 2005).
Untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan petugas imunisasi
perlu dilakukan pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas imunisasi.Pelatihan
teknis diberikan kepada petugas imunisasi di puskesmas, rumah sakit dan tempat
pelayanan lain, petugas cold chain di semua tingkat. Pelatihan manajerial diberikan
2.3. Vaksin TT (Tetanus Toxoid)
2.3.1. Deskripsi
Vaksin jerap TT ( Tetanus Toxoid ) adalah vaksin yang mengandung toxoid
tetanus yang telah dimurnikan dan terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat.
Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin
mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada
bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi Wanita Usia Subur (WUS) atau ibu
hamil, juga untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi. (Depkes RI, 2005).
2.3.2. Kemasan Vaksin
Kemasan vaksin dalam vial. 1 vial vaksin TT berisi 10 dosis dan setiap 1 box
vaksin terdiri dari 10 vial. Vaksin TT adalah vaksin yang berbentuk cairan. (Depkes
RI, 2005).
2.3.3. Kontraindikasi Vaksin TT
Ibu hamil atau WUS yang mempunyai gejala-gejala berat (pingsan) karena
dosis pertama TT. (Depkes RI, 2005).
2.3.4. Sifat Vaksin
Vaksin TT termasuk vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze
Sensitive=FS) yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar/terkena dengan
suhu dingin atau suhu pembekuan. (Depkes RI, 2005).
2.3.5. Kerusakan Vaksin
Keterpaparan suhu yang tidak tepat pada vaksin TT menyebabkan umur
vaksin menjadi berkurang dan vaksin akan rusak bila terpapar /terkena sinar matahari
Tabel 2.1. Keadaan suhu terhadap umur vaksin TT
VAKSIN PADA SUHU DAPAT BERTAHAN SELAMA
TT -0,5ºC Maximal ½ jam
-5º C − -10º C Maximal 1,5 − 2 jam
Beberapa ºC diatas suhu udara luar (ambient temperature <34º C)
30 hari
Sumber : Depkes RI, 2005
2.4. Tetanus Neonatorum
2.4.1. Pengertian
Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
Clostridium Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat yang kurang
terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari, kriteria kasus TN
berupa sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan, dapat terjadi sejak umur
3-28 hari tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat S, 1995).
2.4.2. Penularan TN
Penularan TN sebagai akibat memotong tali pusat dengan peralatan tidak
steril dan terkontaminasi dengan ekskreta hewan atau tanah yang mengandung spora
tetanus sebagai balutan atau tali akar untuk mengikat tali pusat. TetanusNeonatorum
penularannya secara langsung atau tak langsung melalui luka yang ada pada bayi,
biasanya terjadi akibat infeksi pada luka di pusar bekas pemotongan tali pusat dengan
menggunakan alat yang terkontaminasi. Disamping itu infeksi dapat pula terjadi jika
2.4.3. Masa Inkubasi TN
Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung pada tempat
terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman. (Sudarjat S, 1995).
2.4.4. Tanda Klinis TN
Tanda-tandanya terdapat pada bayi baru lahir (neonatus) sampai umur kurang
dari 28 hari, biasanya beberapa hari sesudah lahir dengan gejala-gejala bayi
mula-mula masih bisa menetek/minum, lama kelamaaan karena otot rahang kejang, maka
sulit membuka mulut sehingga bentuk mulut bayi mencucu seperti mulut ikan, lama
kelamaan otot pernafasan kejang, tidak lama kemudian bayi kelihatan biru,
kejang-kejang sampai meninggal dunia. (SubDit Imunisasi,Ditjen PPM &PLP,1992).
2.4.5. Pencegahan TN
Untuk mencegah tetanus pada bayi baru lahir dilakukan imunisasi aktif
dengan toksoid tetanus pada ibu hamil menjelang kelahiran bayi dan seandainya
kelahiran seorang bayi ditolong oleh dukun, bayi secepatnya dibawa ke
dokter/puskesmas untuk mendapat imunisasi pasif dengan serum anti tetanus.
(Markum A.H, 1987). Vaksin TT memiliki efektifitas yang sangat tinggi dan
pemberiannya mudah, sehingga tujuan untuk melindungi bayi terhadap TN dapat
dicapai dalam waktu yang relatif singkat. (Panitia PIN, 1996).
Untuk mendapatkan perlindungan seumur hidup terhadap TN maka
diperlukan pemberian imunissi TT 5 dosis dengan interval waktu sesuai ketentuan.
Untuk merekam pemberian imunisasi TT tersebut diperlukan alat pantau yang dapat
Pada tabel di bawah ini akan diperlihatkan hubungan antara dosis vaksin yang
diterima dengan interval pemberian dan lama perlindungan.
Tabel 2.2. Jadwal Pemberian Imunisasi TT 5 Dosis
Pemberian Imunisasi ( Status TT )
Interval waktu pemberian
minimal
Masa Perlindungan Dosis
TT 1 - - 0,5 cc
25 tahun/seumur hidup
0,5 cc
Sumber : Panitia PIN Pusat Jakarta Tahun 1996
2.5. Rantai Vaksin atau Cold Chain
Rantai Vaksin atau Cold Chain adalah Pengelolaan vaksin sesuai dengan
prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah
ditetapkan.
2.5.1. Peralatan Rantai Vaksin
Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam
pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang
telah ditetapkan.
Sarana rantai vaksin atau cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga
potensi vaksin dan setiap jenis sarana cold chain mempunyai kelebihan dan
2.5.1.1. Lemari Es
Setiap puskesmas harus mempunyai 1 lemari es sesuai standar program (buka
atas) Pustu potensial secara bertahap juga dilengkapi dengan lemari es.
2.5.1.2. Mini Freezer
Sebagai sarana untuk membekukan cold pack di setiap puskesmas diperlukan
1 buah freezer.
2.5.1.3. Vaccine Carrier
Vaccine carrier biasanya di tingkat puskesmas digunakan untuk pengambilan
vaksin ke kabupaten/kota. Untuk daerah yang sulit vaccine carrier sangat cocok
digunakan ke lapangan, mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan, sehingga
diperlukan vaccine carrier yang dapat mempertahankan suhu relatif lebih lama.
2.5.1.4. Thermos
Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan/posyandu. Setiap
thermos dilengkapi dengan cool pack minimal 4 buah @ 0,1 liter. Mengingat daya
tahan untuk mempertahankan suhu hanya kurang lebih 10 jam, maka thermos sangat
cocok digunakan untuk daerah yang transportasinya mudah dijangkau.
2.5.1.5. Cold Box
Cold Box di tingkat puskesmas digunakan apabila dalam keadaan darurat
seperti listrik padam untuk waktu cukup lama, atau lemari es sedang mengalami
kerusakan yang bila diperbaiki memakan waktu lama.
2.5.1.6. Freeze Tag/Freeze Watch
Freeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke puskesmas pada waktu
membawa vaksin, serta dari puskesmas sampai lapangan/posyandu dalam upaya
2.5.1.7. Kotak dingin cair (Cool Pack)
Kotak dingin cair (Cool Pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat,
besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu
+2ºC dalam lemari es selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam
kantong plastik bening.
2.5.1.8. Kotak dingin beku (Cold Pack)
Kotak dingin beku (Cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat,
besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian pada suhu -5ºC − 15ºC
dalam freezer selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong
plastik bening.
2.5.2. Pengelolaan Vaksin
1. Penerimaan /pengambilan vaksin (transportasi)
• Pengambilan vaksin dari Puskesmas ke kabupaten/kota dengan
menggunakan peralatan rantai vaksin yang sudah ditentukan. Misalnya
cold box atau vaccine carrier.
• Jenis peralatan pembawa vaksin disesuaikan dengan jumlah vaksin
yang akan diambil.
• Sebelum memasukkan vaksin ke dalam alat pembawa, periksa
indikator vaksin (VVM). Vaksin yang boleh digunakan hanya bila
indikator VVM tingkat A atau B. Sedangkan bila VVM pada tingkat C
• Masukkan kotak cair dingin (cool pack) ke dalam alat pembawa dan di
bagian tengah diletakkan thermometer Muller, untuk jarak jauh bila
freeze tag/watch tersedia dapat dimasukkan ke dalam alat pembawa.
• Alat pembawa vaksin yang sudah berisi vaksin, selama perjalanan dari
kabupaten/kota ke puskesmas tidak boleh kena sinar matahari
langsung.
• Catat dalam buku stok vaksin : tanggal menerima vaksin, jumlah,
nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2. Penyimpanan Vaksin
• Vaksin disimpan pada suhu +2ºC − +8ºC.
• Bagian bawah lemari es diletakkan kotak dingin cair (cool pack)
sebagai penahan dingin dan kestabilan suhu
• Vaksin TT diletakkan lebih jauh dari evaporator.
• Beri jarak antara kotak vaksin minimal 1-2 cm atau satu jari tangan
agar terjadi sirkulasi udara yang baik.
• Letakkan 1 buah thermometer Muller di bagian tengah lemari es.
Penyimpanan vaksin harus dicatat 2 kali sehari pada grafik suhu yaitu saat
datang pagi hari dan menjelang pulang siang/sore hari.
3. Pemantauan Suhu
Tujuan pemantauan adalah untuk mengetahui suhu vaksin selama
panas yang berlebih atau suhu yang terlalu dingin (beku). Sehingga petugas
mengetahui kondisi vaksin yang digunakan dalam keadaan baik atau tidak.
Adapun alat pemantau suhu vaksin antara lain :
• VVM (Vaccine Vial Monitor )
• Setiap lemari es dipantau dengan 1 buah thermometer Dial/Muller
• Sebuah freeze tag atau freeze watch
• Sebuah buku grafik pencatatan suhu.
2.5.3. Pemeriksaan Vaksin dengan Uji Kocok
Bila vaksin tersangka beku maka untuk meyakinkan apakah vaksin masih
layak atau tidak untuk digunakan maka dilakukan pemeriksaan dengan Uji Kocok
(Shake Test).
Langkah-langkah shake test sebagai berikut :
• Periksa freeze watch, freeze tag, catatan/grafik suhu lemari es untuk melihat
tanda-tanda bahwa suhu lemari es tersebut pernah turun di bawah titik beku.
• Freeze watch : Apakah kertas absorban berubah menjadi biru.
• Bila menggunakan freeze tag : Apakah tanda √ telah berubah jadi tanda X.
• Termometer : Apakah suhu turun hingga di bawah titik beku ?
• Bila salah satu atau ketiga jawabannya YA.
LAKUKANUJI KOCOK (SHAKE TEST)
1. Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku,
dingin. Beri label “Tersangka beku”. Bandingkan dengan vaksin dari tipe
dan batch yang sama yang sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya
dan beri label “Dibekukan “.
2. Biarkan contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” sampai mencair
seluruhnya.
3. Kocok contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” secara
bersamaan.
4. Amati contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” bersebelahan
untuk membandingkan waktu pengendapan. (Umumnya 5-30 menit).
5. Bila terjadi :
• Pengendapan vaksin “Tersangka beku” lebih lambat dari contoh
“Dibekukan”, vaksin dapat digunakan.
• Pengendapan vaksin “Tersangka beku” sama atau lebih cepat daripada
contoh “Dibekukan” jangan digunakan, vaksin sudah rusak.
2.6. Perencanaan Program Imunisasi
2.6.1. Menentukan Jumlah Sasaran Imunisasi
Pada program imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu unsur
yang paling penting. Menghitung jumlah sasaran ibu hamil didasarkan 10 % lebih
besar dari jumlah bayi. Perhitungan ini dipakai untuk tingkat pusat, propinsi,
kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
2.6.2. Menentukan Target Cakupan
Menentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan
imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui
kebutuhan vaksin yang sebenarnya. Penetapan target cakupan berdasarkan tingkat
pencapaian di masing-masing wilayah kerja maksimal 100 %.
Target Cakupan Imunisasi Ibu Hamil yang akan dicapai :
TT 1 Ibu hamil = 90% TT2 + (Plus TT3+TT4+TT5)=80%
2.6.3. Menghitung Indeks Pemakaian Vaksin (IP)
Menghitung indeks pemakaian vaksin berdasarkan jumlah cakupan imunisasi
yang dicapai secara absolut dan berapa banyak vaksin yang digunakan.Dari
pencatatan stok vaksin setiap bulan diperoleh jumlah ampul/vial vaksin yang
digunakan. Untuk mengetahui berapa rata-rata jumlah dosis diberikan untuk setiap
ampul/vial, yang disebut Indeks Pemakaian Vaksin (IP) dapat dihitung :
Jumlah suntikan (cakupan) yang dicapai tahun lalu IP Vaksin = ---
Jumlah vaksin yang terpakai tahun lalu
2.6.4. Menghitung Kebutuhan Vaksin
1. Setelah menghitung jumlah sasaran imunisasi, menentukan target cakupan dan
menghitung besarnya indeks pemakaian vaksin, maka data-data tersebut
digunakan unuk menghitung kebutuhan vaksin.
2. Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke kabupaten/kota.
Sebelum menghitung jumlah vaksin yang kita perlukan, terlebih dahulu
dihitung jumlah kontak tiap jenis Rumusnya :
Jumlah Kontak = Jumlah sasaran x Target cakupan
Untuk menghindari penumpukan vaksin, jumlah kebutuhan vaksin satu tahun
harus dikurangi sisa vaksin tahun lalu. Rumus Kebutuhan Vaksin ;
Jumlah kontak
Kebutuhan Vaksin =--- =……….ampul/vial IP
2.6.5. Peralatan Suntik
Dalam program imunisasi, jenis alat suntik imunisasi TT yang dipakai di
puskesmas adalah :
a. Semprit Auto Disable (AD)
Semprit AD adalah semprit yang setelah dipakai mengunci sendiri dan hanya
dapat dipakai sekali. Semprit ini merupakan alat yang dipilih untuk semua jenis
pelayanan imunisasi. Semua semprit AD mempunyai penutup plastik untuk
menjaga agar jarum tetap steril.
b. Alat suntik Prefilled Auto-Disable (AD)
Alat suntik prefilled AD adalah jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali
yang telah berisi vaksin dosis tunggal dengan jarum yang telah dipasang oleh
pabriknya. Alat suntik prefilled AD untuk tetanus toksoid digunakan untuk
memberikan vaksin TT kepada para wanita usia subur di rumah mereka selama
paket kertas logam oleh pabrik, vaksin dimasukkan dalam reservoir tertutup
seperti gelembung yang mencegah vaksin berhubungan dengan jarum sampai
vaksin itu diberikan.
c. Semprit dan jarum sekali buang (disposable single- use)
Semprit dan jarum yang hanya bisa dipakai sekali dan dibuang (disposable
single-use) tidak direkomendasikan untuk suntikan dalam imunisasi karena risiko
penggunaan kembali semprit dan jarum disposable menyebabkan risiko infeksi
yang tinggi.
2.7. Pelayanan Antenatal Care (ANC)
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan selama masa kehamilan
seorang ibu yang diberikan sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang telah
ditentukan oleh Depkes. Adapun tujuan umum dari pelayanan antenatal adalah untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan ibu selama hamil sesuai dengan kebutuhan
sehingga dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang
sehat. (Depkes RI,1994).
Pelayanan antenatal dapat dibedakan kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas
pelayanan antenatal dapat dilihat dari jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri
dengan frekuensi kunjungan pemeriksaan hamil selama kehamilan. Tentang kualitas
pelayanan antenatal, Depkes saat ini telah menyusun standar pelayanan antenatal
yang berkualitas yaitu, merupakan perpaduan jumlah kunjungan keseluruhan yang
tinggi fundus uteri, tinggi badan, pengukuran tekanan darah, pemberian imunisasi
tetanus toksoid dan pemberian zat besi. (Depkes RI,1994).
2.8. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan Koordinasi
2.8.1. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
PWS adalah alat manajemen sederhana yang dipergunakan untuk memantau
program imunisasi secara rutin. Prinsip PWS adalah memanfaatkan data yang ada
dari cakupan/laporan cakupan imunisasi, dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan
setempat. PWS disajikan dalam bentuk grafik per kelurahan/wilayah kerja. Indikator
PWS yang dibuat :
a. Grafik TT1 + TT Ulang, menunjukkan tingkat penggerakan ibu hamil.
b. Grafik TT2 + TT Ulang, menunjukkan tingkat perlindungan/ kelengkapan
imunisasi TT ibu hamil.
c. Grafik DO TT1 – TT2, menunjukkan tingkat manajemen program (efisiensi
program). (Dinkes Kota Jambi, 2003).
2.8.2. Koordinasi
Pelaksanaan program dituntut secara efektif dan efisien. Koordinasi yang
dilakukan adalah lintas program dan lintas sektoral. Lintas program dilakukan dengan
adanya keterpaduan KIA dan imunisasi, keterpaduan imunisasi dan surveilans. Pada
lintas sektoral dilaksanakan dengan Depdagri, Dep. Agama, dan organisasi-organisasi
2.9. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang
peranan penting dan sangat menentukan selain menunjang pelayanan imunisasi juga
menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi. Perihal penting yang
harus dicatat adalah hasil cakupan imunisasi, stok vaksin serta logistik. (Dinkes
Kota Jambi, 2003).
Pelaporan dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan imunisasi
mulai dari puskesmas pembantu, puskesmas, rumah sakit umum, balai imunisasi
swasta, rumah sakit swasta, rumah bersalin swasta kepada pengelola program di
tingkat administrasi yang sesuai. Adapun yang dilaporkan adalah cakupan imunisasi,
stok dan pemakaian vaksin.
2.10. Analisis Faktor
2.10.1. Definisi
Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas
prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel
yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama
diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat
sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variable).
(Supranto J, 2004).
Analisis faktor merupakan salah satu tehnik analisis statistik multivariat,
dengan titik berat yang diminati adalah hubungan secara bersama pada semua
sebagai metode antar ketergantungan (interdependence methods). Proses analisis
faktor mencoba menemukan hubungan antar variabel yang saling independen
tersebut, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih
sedikit dari jumlah variabel awal sehingga memudahkan analisis statistik selanjutnya.
(Wibowo A, 2006).
Tujuan yang penting dari analisis faktor adalah menyederhanakan hubungan
yang beragam dan kompleks pada beberapa variabel yang diamati dengan
menyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan pada suatu struktur data
yang baru yang mempunyai beberapa faktor yang lebih kecil. (Wibisono, 2003).
Analisis faktor dipergunakan di dalam situasi sebagai berikut :
1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (Underlying
dimensions) atau faktor, yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel.
2. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi
(independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set
variabel asli yang saling berkorelasi di dalam analisis multivariat selanjutnya.
3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set
variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis
multivariat selanjutnya.
2.10.2. Model Analisis Faktor dan Statistik yang Relevan
Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi liner berganda,
yaitu bahwa setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari faktor
yang mendasari (Underlying dimensions). Jumlah varian yang disumbangkan oleh
suatu variabel dengan variabel lainnya yang tercakup dalam analisis disebut
common factors yang sedikit jumlahnya ditambah dengan faktor yang unik untuk
setiap variabel.
Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga
tidak berkorelasi dengan common faktor. Common faktor sendiri bisa dinyatakan
sebagai kombinasi linear dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the
observed variables) hasil penelitian lapangan.
Statistik kunci yang relevan dengan analisis faktor adalah sebagai berikut :
Bartlett’s test of sphericity yaitu suatu uji statistik yang dipergunakan untuk menguji
hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi (uncorrelated) dalam populasi.
2.10.3. Melakukan Analisis Faktor
Langkah-langkah yang diperlukan di dalam analisis faktor bisa dilihat pada
gambar dibawah ini :
Merumuskan Masalah
Bentuk Matriks Korelasi
Tentukan Metode Analisis Faktor
Lakukan Rotasi
Interpretasikan Faktor
Hitung Skor Faktor Pilih Variabel Surrogate
1. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah meliputi beberapa hal :
a. Tujuan analisis faktor harus diidentifikasi.
b. Variabel yang akan dipergunakan di dalam analisis faktor harus dispesifikasi
berdasarkan berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan dari
peneliti.
c. Pengukuran variabel berdasarkan skala interval atau rasio
d. Banyaknya elemen sample (n) harus cukup/memadai, sebagai petunjuk kasar,
kalau k banyaknya jenis variabel maka n = 4 atau 5 kali k. Artinya kalau variabel
5, banyaknya responden minimal 20 atau 25 orang sebagai sampel acak.
(Supranto J, 2004).
2. Bentuk Matriks Korelasi
Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi agar variabel
pendalaman yang berguna bisa diperoleh dari penelitian matriks ini. Agar analisis
faktor bisa tepat dipergunakan, variabel-variabel yang akan dianalisis harus
berkorelasi. Apabila koefisien korelasi antar variabel terlalu kecil, hubungannya
lemah, analisis faktor menjadi tidak tepat.
Prinsip utama Analisis Faktor adalah korelasi maka asumsi-asumsi terkait
dengan korelasi yaitu :
1. Besar korelasi atau korelasi antar independen variabel harus cukup kuat, misalnya
2. Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap variabel
lain adalah tetap (konstan) harus kecil. Pada SPSS deteksi korelasi parsial
diberikan pada Anti Image Correlation.
Statistik formal tersedia untuk menguji ketepatan model faktor yaitu Bartlett’s
Test of Sphericity bisa digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak
berkorelasi di dalam populasi. Nilai yang besar untuk uji statistik, berarti hipotesis
nol harus ditolak (berarti adanya korelasi yang signifikan diantara beberapa variabel).
Kalau hipotesis nol diterima, ketepatan analisis faktor harus dipertanyakan.
Statistik lainnya yang berguna adalah KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) mengukur
kecukupan sampling (sampling adequacy). Indeks ini membandingkan besarnya
koefisien korelasi terobservasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Nilai
KMO yang kecil menunjukkan korelasi antar pasangan variabel tidak bisa
diterangkan oleh variabel lain dan analisis faktor mungkin tidak tepat.
Measure of Sampling Adequacy (MSA) ukuran dihitung untuk seluruh matriks
korelasi dan setiap variabel yang layak untuk diaplikasikan pada analisis faktor.
(Wibowo A,2006). Nilai MSA yang rendah merupakan pertimbangan untuk
membuang variabel tersebut pada tahap analisis selanjutnya. (Wibisono, 2003).
Angka MSA berkisar 0-1 menunjukkan apakah sampel bisa dianalisis lebih lanjut.
• MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel
lain.
• MSA < 0,5 variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih
lanjut. (Wibowo A, 2006 ).
3. Menentukan Metode Analisis Faktor
Ada dua cara atau metode yang bisa dipergunakan dalam analisis faktor,
khususnya untuk menghitung timbangan atau koefisien skor faktor, yaitu principal
components analysis dan common factor analysis.
Di dalam principal components analysis, jumlah varian dalam data
dipertimbangkan. Principal components analysis direkomendasikan kalau hal yang
pokok ialah menentukan bahwa banyaknya faktor harus minimum dengan
memperhitungkan varian maksimum dalam data untuk dipergunakan di dalam
analisis multivariat lebih lanjut. Faktor-faktor tersebut dinamakan principal
components.
Di dalam common factor analysis, faktor diestimasi hanya didasarkan pada
common variance, communalities dimasukkan di dalam matriks korelasi. Metode ini
dianggap tidak tepat kalau tujuan utamanya ialah mengenali/mengidentifikasi
dimensi yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian. Metode ini
juga dikenal sebagai principal axis factoring. (Supranto J, 2004).
Communalities ialah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel
dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau
bagian varian yang dijelaskan common factors, atau besarnya sumbangan suatu faktor
terhadap varian seluruh variabel. Semakin besar Communalities sebuah variabel,
Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor.
Eigenvalue akan menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam
menghitung varian yang dianalisis. Susunan eigenvalues selalu diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil dengan kriteria bahwa angka eigenvalue di bawah 1
tidak digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. (Eigenvalue yang
ditentukan di atas 1 adalah alasan peneliti). (Wibowo A, 2006).
4. Rotasi Faktor-Faktor
Suatu hasil atau output yang penting dari analisis faktor ialah apa yang
disebut matriks faktor pola (faktor pattern matrix). Matriks faktor berisi koefien yang
dipergunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam
faktor. Koefien-koefisien ini yang disebut muatan faktor atau the faktor loading,
mewakili korelasi antar-faktor dan variabel. Suatu koefisien dengan nilai
absolut/mutlak yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat
kuat. Koefisien dari matriks faktor bisa dipergunakan untuk menginterpretasikan
faktor.
Meskipun matriks faktor awal yang belum dirotasi menunjukkan hubungan
antar-faktor masing-masing variabel, jarang menghasilkan faktor yang bisa
diinterpretasikan (diambil kesimpulannya), oleh karena faktor-faktor tersebut
berkorelasi atau terkait dengan banyak variabel (lebih dari satu).
Di dalam melakukan rotasi faktor, kita menginginkan agar setiap faktor
mempunyai muatan atau koefisien yang tidak nol atau yang signifikan untuk beberapa
variabel saja. Demikian halnya kita juga menginginkan agar setiap variabel
mungkin hanya dengan satu faktor saja. Kalau terjadi bahwa beberapa faktor
mempunyai muatan tinggi dengan variabel yang sama, sangat sulit untuk membuat
interpretasi tentang faktor tersebut. Akan tetapi, persentase varian sebagai sumbangan
setiap faktor terhadap seluruh varian (dari seluruh variabel asli) mengalami
perubahan.
5. Interpretasi Faktor
Interpretasi dipermudah dengan mengidentifikasi variabel yang muatannya
besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan,
dinyatakan dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi padanya. Manfaat lainnya
di dalam membantu untuk membuat interpretasi ialah menge-plot variabel, dengan
menggunakan faktor loading sebagai sumbu koordinat (sumbu F dan F2).
Variabel pada ujung atau akhir suatu sumbu ialah variabel yang mempunyai
high loading hanya pada faktor tertentu (faktor F atau F2) oleh karena itu bisa
menyimpulkan bahwa faktor tersebut terdiri dari variabel-variabel tersebut.
Sedangkan variabel yang dekat dengan titik asal (perpotongan sumbu F dan F2)
mempunyai muatan rendah (low loading) pada kedua faktor.
Variabel yang tidak dekat dengan sumbu salah satu faktor berarti berkorelasi
dengan kedua faktor tersebut. Kalau suatu faktor tidak bisa dengan jelas didefinisikan
dinyatakan dalam variabel aslinya, seharusnya diberi label sebagai faktor tidak
terdefinisikan atau faktor umum. Variabel-variabel yang berkorelasi kuat (nilai faktor
loading yang besar) dengan faktor tertentu akan memberikan inspirasi nama faktor
6. Menghitung Skor atau Nilai Faktor
Sebenarnya analisis faktor tidak harus dilanjutkan dengan menghitung skor
atau nilai faktor, sebab tanpa menghitung pun hasil analisis faktor sudah bermanfaat
yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dari
variabel aslinya.
Namun kalau tujuan analisis faktor untuk mencari variabel baru yang bebas
satu sama lain, yang disebut faktor untuk dipergunakan dalam analisis multivariat
lainnya seperti analisis regresi linier berganda, maka perlu dihitung skor/nilai faktor
bagi setiap responden.
7. Memilih Surrogate Variables
Surrogate Variables adalah suatu bagian dari variabel asli yang dipilih untuk
digunakan di dalam analisis selanjutnya. Pemilihan Surrogate Variables meliputi
sebagian dari beberapa variabel asli untuk dipergunakan di dalam analisis
selanjutnya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan
menginterpretasikan hasilnya dinyatakan dalam variabel asli bukan dalam skor
faktor. Dengan meneliti matriks faktor, kita bisa memilih untuk setiap faktor variabel
dengan muatan tinggi pada faktor yang bersangkutan.
Variabel tersebut kemudian bisa dipergunakan sebagai variabel pengganti
atau surrogate variables untuk faktor yang bersangkutan. Proses untuk mencari
variabel pengganti akan berjalan lancar kalau muatan faktor (faktor loading) untuk
suatu variabel jelas-jelas lebih tinggi daripada muatan faktor lainnya. Akan tetapi
pilihan menjadi susah, kalau ada dua variabel atau lebih mempunyai muatan yang
didasarkan pada pertimbangan teori dan pengukuran sebagai contoh, mungkin teori
menyarankan bahwa suatu variabel dengan muatan sedikit lebih kecil mungkin lebih
penting daripada dengan sedikit lebih tinggi.
Demikian juga halnya, kalau suatu variabel mempunyai muatan sedikit lebih
rendah akan tetapi telah diukur lebih teliti/akurat, seharusnya dipilih sebagai
surrogate variable.
2.11. Proses Analisis Faktor
Secara garis besar tahapan pada analisis faktor eksploratori adalah sebagai
berikut :
1. Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh karena
analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka seharusnya
ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan terjadi
pengelompokkan. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan
variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor.
Alat seperti MSA atau Bartlett’s Test dapat digunakan untuk keperluan ini.
2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ‘ekstraksi’ variabel tersebut
hingga menjadi satu atau beberapa faktor.
3. Faktor yang terbentuk, pada banyak kasus kurang menggambarkan perbedaan
diantara faktor-faktor yang ada. Misalnya, faktor 1 dengan faktor 2 ternyata
masih mempunyai kesamaan atau sebenarnya masih sulit dikatakan apakah isi
(variabel) pada faktor 1 benar-benar layak masuk faktor 1, ataukah mungkin
dapat masuk faktor 2. Hal tersebut akan mengganggu analisis, karena justru
4. Jika isi faktor diragukan, dapat dilakukan proses rotasi untuk memperjelas
apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor
yang lain.
5. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan
menamakan faktor yang ada. Kemudian mengartikan hasil penemuan (artinya
faktor-faktor tersebut mewakili variabel yang mana saja).
2.12. Kerangka Konsep
Faktor yang mempengaruhi Cakupan Imunisasi TT Ibu hamil :
1. Pendidikan petugas
2. Pengetahuan petugas
3. Lama kerja
4. Jumlah petugas pelaksana imunisasi
5. Pelatihan petugas
6. Waktu pelayanan imunisasi
7. Stok Vaksin
8. Pengelolaan Rantai Vaksin 9. Peralatan Rantai Vaksin 10. Peralatan Suntik Imunisasi 11. Kerjasama Lintas Program 12. Kerjasama Lintas Sektoral 13. Pencatatan dan Pelaporan
14. Pemantauan Wilayah Setempat
(PWS)
15. Penyuluhan oleh petugas 16. Pengetahuan Ibu Hamil 17. Kendaraan Operasional
Analisis faktor cakupan imunisasi TT ibu hamil
Hasil :
- faktor 1
- faktor 2
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode survei yang melakukan
penerapan metode analisis faktor eksploratori yang mempengaruhi cakupan imunisasi
TT ibu hamil.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di puskesmas dan puskesmas pembantu yang ada di
Kota Jambi dan waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petugas pelaksana imunisasi di
puskesmas dan puskesmas pembantu yang ada di Kota Jambi selama bulan Mei-Juli
2008, yang berjumlah 78 orang. Pada analisis faktor, besar sampel (n) harus cukup
memadai, sebagai petunjuk kasar, kalau k banyaknya jenis variabel, maka n = 4 kali
k. Dengan rumus, jumlah sampelnya 4 x 17 = 68 sebagai acak sampel. Namun pada
penelitian ini, melihat selisih populasi dengan perhitungan sampel tidak terlalu
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner
kepada petugas pelaksana imunisasi puskesmas dan puskesmas pembantu di Kota
Jambi.
3.4.2. Data Sekunder
Data diperoleh dari bagian P2M seksi imunisasi di Dinas Kesehatan Kota
Jambi yaitu cakupan imunisasi TT ibu hamil pada masing-masing puskesmas.
3.5. Definisi Operasional
1) Pendidikan petugas adalah pendidikan formal kejuruan terakhir
(Akper/Akbid) petugas imunisasi yang dinyatakan dengan kelulusan.
2) Pengetahuan petugas adalah pengetahuan petugas imunisasi puskesmas dan
puskesmas pembantu tentang imunisasi TT.
3) Lama kerja adalah rentang waktu individu menjadi petugas imunisasi
puskesmas/pustu yang dinyatakan dalam tahun.
4) Jumlah tenaga pelaksana imunisasi adalah jumlah tenaga kesehatan yang
melakukan imunisasi dan bertanggung jawab di bagian imunisasi pada
masing-masing puskesmas / pustu termasuk tenaga cold chain.
5) Pelatihan petugas adalah seringnya petugas imunisasi puskesmas/pustu ikut
serta dalam pelatihan imunisasi TT.
6) Waktu pelayanan imunisasi adalah jumlah hari pelayanan imunisasi TT ibu
7) Stok vaksin adalah banyaknya vaksin TT yang disesuaikan dengan target
cakupan ibu hamil.
8) Pengelolaan rantai vaksin adalah Segala cara dan pedoman yang dilakukan
petugas dalam mengelola vaksin untuk menjaga vaksin pada suhu dan
kondisi yang telah ditetapkan.
9) Peralatan rantai vaksin adalah tersedianya seluruh peralatan yang digunakan
dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin
pada suhu yang telah ditetapkan.
10) Peralatan suntik imunisasi adalah tersedianya seluruh peralatan imunisasi
yang ada dan berfungsi di puskesmas sesuai dengan standar yaitu
auto-disable (AD), prefilled auto-disable (AD).
11) Kerjasama lintas program adalah adanya keterpaduan antara pengelola
program imunisasi dengan program KIA, Surveilans.
12) Kerjasama lintas sektoral adalah adanya kerjasama antara kegiatan
imunisasi dengan Departemen Dalam Negeri (kecamatan, kelurahan), PKK.
13) Pencatatan dan Pelaporan adalah adanya hasil pencatatan pelayanan
imunisasi TT ibu hamil di puskesmas maupun di lapangan misalnya buku
register imunisasi. Dan adanya laporan dan arsipnya mengenai hasil
cakupan imunisasi TT ibu hamil ke tingkat kota.
14) PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) adalah Alat memantau cakupan
imunisasi dalam bentuk grafik ( TT 1 + TTU dan TT2 + TTU) yang dibuat
15) Penyuluhan oleh petugas adalah Penyampaian materi tentang imunisasi TT
ibu hamil oleh petugas pada saat posyandu dan pertemuan PKK.
16) Pengetahuan ibu hamil adalah pengetahuan ibu hamil yang datang ke tempat
pelayanan (puskesmas/pustu) mengenai imunisasi TT dan manfaatnya.
17) Kendaraan operasional adalah motor dinas yang dimiliki petugas imunisasi
dalam mencapai keterjangkauan wilayah pelayanan.
18) Cakupan imunisasi TT ibu hamil adalah hasil imunisasi TT ibu hamil yang
dicapai dalam waktu 1 tahun.
19) Analisis faktor adalah analisis yang digunakan untuk meringkas sejumlah
variabel menjadi lebih sedikit.
3.6. Aspek Pengukuran
Pada penelitian yang menggunakan analisis faktor, skala pengukuran dari
masing-masing variabel haruslah berupa skala interval atau rasio. Untuk itu, setiap
variabel (atribut) yang ditanya diberi nilai 0 (sangat tidak setuju) sampai 10 (sangat
setuju) agar variabelnya dapat diukur dan diuji. Skala yang digunakan adalah skala
penilaian grafik (graphic rating scale)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Variabel Skala Pengukuran
1. Pendidikan petugas Interval
2. Pengetahuan petugas Interval
3. Lama kerja Interval
4. Jumlah petugas pelaksana imunisasi Interval
5. Pelatihan petugas Interval
6. Waktu pelayanan imunisasi Interval
7. Stok vaksin Interval
8. Pengelolaan rantai vaksin Interval
9. Peralatan rantai vaksin Interval
10. Peralatan suntik imunisasi Interval
11. Kerjasama lintas program Interval
12. Kerjasama lintas sektoral Interval
13. Pencatatan dan Pelaporan Interval
14. PWS Interval
15. Penyuluhan oleh petugas Interval
16. Pengetahuan Ibu Hamil Interval
3.7. Tehnik dan Analisa Data
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan analisis faktor.
Adapun langkah dalam analisis faktor yaitu :
a. Memilih variabel yang layak dalam analisis faktor. Analisis faktor berupaya
mengelompokkan sejumlah variabel, maka ada korelasi yang cukup kuat
diantara variabel, sehingga akan tidak terjadi pengelompokkan. Jika sebuah
variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan variabel lainnya, maka variabel
tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor. Alat seperti MSA atau Barlett’s
Test dapat digunakan untuk keperluan ini.
b. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ‘ekstraksi’ variabel
tersebut hingga menjadi satu atau beberapa faktor. Metode pencarian faktor
yang digunakan adalah principal componentanalysis.
c. Faktor yang terbentuk pada banyak kasus kurang menggambarkan perbedaan
diantara faktor-faktor yang ada. Untuk itu, jika isi faktor masih diragukan,
dapat dilakukan proses rotasi untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk
sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain.
d. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan
menamakan faktor yang ada.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Gambaran Kota Jambi
Kota Jambi merupakan ibukota Propinsi Jambi dengan luas wilayah sebesar
205,38 km² terdiri dari 8 kecamatan dan 62 kelurahan. Kota Jambi dengan ketinggian
rata-rata dari permukaan laut 8 kaki 10 meter dan beriklim tropis.
Berdasarkan fisiologi Kota Jambi terdiri dari :
a. Dataran rendah 185.99 Km² atau 90,56 %.
b. Danau atau sungai 10.82 Km² atau 5,27 5.
c. Rawa-rawa 8.56 Km² atau 4,17 %.
Jumlah penduduk Kota Jambi pada tahun 2007 tercatat sebesar 470.902 jiwa,
dengan kepadatan penduduk (per km²) 2.293 jiwa.
4.1.2. Gambaran Dinas Kesehatan Kota Jambi
Dinas Kesehatan Kota Jambi merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota
Jambi di bidang kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Walikota Jambi.
Struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Jambi terdiri dari : Kepala Dinas,
1 Kepala Bagian, 5 Kepala Sub Dinas, 3 Kepala Sub Bagian, 20 Kepala Seksi dan
Kepala UPTD ( Gudang Farmasi, 20 Kepala Puskesmas dan 38 Puskesmas