• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara dukungan sosial dengan motivasi untuk sembuh pada pengguna napza di rehabilitas mandani mental Health Care

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara dukungan sosial dengan motivasi untuk sembuh pada pengguna napza di rehabilitas mandani mental Health Care"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

MOTIVASI UNTUK SEMBUH PADA PENGGUNA NAPZA

DI REHABILITASI MADANI MENTAL HEALTH CARE

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

DISUSUN OLEH:

Bayu Sukoco Putra

205070000484

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(2)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN MOTIVASI

UNTUK SEMBUH PADA PENGGUNA NAPZA DI REHABILITAS

MADANI MENTAL HEALTH CARE

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Bayu Sukoco Putra NIM : 205070000484

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rachmat Mulyono, M.Si.Psi. M. Avicenna, M.HSc.Psy NIP: 19650220 199903 1 003 NIP: 19770906 200112 2 004

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN MOTIVASI UNTUK SEMBUH PADA PENGGUNA NAPZA DI REHABILITAS MADANI MENTAL HEALTH CARE telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Agustus 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 4 Agustus 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Ketua Pembantu Dekan/ Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D a. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota :

Yunita Faela Nisa, M.Psi., Psi Prof. Hamdan Yasun, M.Si NIP. 19770608 200501 2003 NIP. 130351146

(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Bayu Sukoco Putra NIM : 205070000484

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan antara Dukungan Sosial antara Motivasi untuk sembuh pada Pengguna Napza di

Rehabilitasi Madani Mental Health Care” adalah benar merupakan karya saya

sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 4 Agustus2011

(5)

Motto

Di Kehidupan Ini Hal-Hal Yang Sulit dan Tidak

Mungkin Sering Kali Hanya Karena Kita Tidak Mau

Sungguh-Sungguh dalam Melakukan dan

Memperjuangkannya

(6)

Karya ini kupersembahkan kepada

Kedua orang tuaku,

Adikku,

Serta sahabat-sahabat

(7)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(B) Agustus 2011

(C) Bayu Sukoco Putra

(D) 95 halaman + Lampiran

(E) Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Motivasi untuk sembuh pada Pengguna Napza di Rehabilitasi Madani Mental Health Care.

(F) Seluruh aktivitas sehari-hari yang dilakukan manusia selalu didasari oleh dorongan-dorongan dan mempunyai tujuan tertentu. Salah satu dorongan yang dapat dilihat dari pengguna napza adalah dorongan untuk sembuh. Maka diperlukan motivasi untuk sembuh agar membantu ia untuk terlepas dari ketergantungan napza. Motivasi adalah suatu kondisi dan dorongan yang disebabkan oleh adanya motif atau alasan atau sebab yang muncul dalam diri dan luar diri seseorang yang mendorong ia untuk melakukan usaha-usaha berupa pekerjaan, berperilaku, sikap tertentu dan membuat dirinya menjadi aktif untuk terus berusaha mencapai tujuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan Motivasi untuk sembuh pada pengguna napza di Rehabilitasi Madani Mental Health Care. Dukungan sosial adalah merupakan suatu proses hubungan yang terbentuk dari individu dengan persepsi bahwa seseorang dicintai dan dihargai, disayangi, untuk memberikan bantuan kepada individu yang mengalami tekanan-tekanan dalam kehidupannya. Motivasi untuk sembuh adalah suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar bergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan studi korelasi dan multiple regression ini melibatkan 60 responden dari laki-laki 45 orang dan perempuan 15 orang. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan menggunakansimple random sampling. Alat ukur dukungan sosial dalam penelitian ini menggunakan“Social Previsions Scale” modifikasi dari Cutrona & Russell (1987), dengan nilai alpha cronbach sebesar 0,9180 dan alat ukur motivasi untuk sembuh dalam penelitian ini menggunakan “TCU

Treatment Motivation Scales”modifikasi dari Knight, Holcom, dan Simpson

(8)

2.71%, aspek Social integration 4.21%, aspek Reassurance of worth 3.21%, aspek Realible alliance 2.94%, aspek Guidance 2.32%, dan aspek Opportunity for nurturance sebesar 3.35%.

Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji korelasi

Pearson didapatkan r hitung 0.435 dengan signifikansi 0,001 < 0,01, maka keputusannya adalah menerima hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan motivasi untuk sembuh pada pengguna napza di Rehabilitasi Madani mental Health Care. Berdasarkan data yang diperoleh dalam uji regresi diketahui koefisien determinasi R Square (R2) sebesar 0.275. Hal ini berarti seluruh aspek dukungan sosial memberikan sumbangsih sebesar 27.5% terhadap motivasi untuk sembuh. Dengan demikian 72.5% sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain selain dukungan sosial. Sedangkan hasil regresi aspek demografi pada dukungan sosial yaitu jenis kelamin dan lama tinggal di rehabilitasi, hanya memberikan kontribusi 5% bagi perubahan variabel motivasi untuk sembuh.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dan untuk pengembangan penelitian selanjutnya disarankan untuk mengkaji variabel lain diluar penelitian ini, yang mungkin menjadi faktor berpengaruh terhadap motivasi untuk sembuh pada pengguna napza.

(9)

KATA PENGANTAR

Segenap puji dan segala rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas segala rahmat dan karunia yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul ” Hubungan antara Dukungan

Sosial antara Motivasi untuk sembuh pada Pengguna Napza di Rehabilitasi

Madani Mental Health Care”.

Penulisan laporan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis agar dapat menuntut ilmu dengan baik.

2. Ibu Zahrotun Nihayah, M.Si, Pembimbing Akademik penulis. Terima kasih atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Rachmat Mulyono, M.Si.,Psi, Pembimbing pertama penulis. Terima kasih atas bimbingan, nasehat, semangat dan masukan yang diberikan bapak agar penulis dapat menulis skripsi ini dengan baik.

(10)

5. Kedua orang tua Jaka Sukoco, S,Pd. dan Karminah yang banyak memberikan dukungan baik moril maupun materiil, serta doa-doa yang dipanjatkan agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 6. Seluruh dosen, karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi.

7. Kepala Yayasan Madani Mental Health Care Jakarta yang mengizinkan dan memfasilitasi penelitian penulis, para staf, karyawan dan responden penelitian santri Madani mental health care Jakarta.

8. Pakde, Bukde, Om, Tante, dan Kakak, Adik sepupu atas kesabaran, bantuan dan dukungannya yang selalu menyemangati penulis serta menemani dalam suka maupun duka.

9. Adik-adik penulis Nisa, Wicak, dan Chandra yang selalu menyemangati penulis dalam penulisan skripsi ini. Sahabat-sahabat The Laskar, Fandi (Ucok tebo), Taufik (Kubu), Dimas (Pekho), Bang Wahyu, Rinto (Jenggot), Bang Yugo, Dontel, dan teman-teman Wiesang Geni, yang selalu memberika hari-hari yang berwarna. Niar, Nida, Rini, Bunga, Retno yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

10. Teman-teman angkatan 2005 yang selalu kompak dan selalu memberikan semangat.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Jakarta, 4 Agustus 2011

(11)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing ... i

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... ii

Lembar Orisinalitas... iii

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi... ix

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan perumusan masalah ... 10

1.2.1 Pembatasan masalah... 10

1.2.2 Perumusan masalah... 11

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian ... 12

13.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.3.2 Manfaat Praktis ... 13

1.4 Sistematika Penulisan ... 14

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi ... 15

2.1.1 Definisi Motivasi... 15

2.1.2 Kesembuhan... 19

2.1.3 Fungsi-fungsi motivasi ... 20

(12)

2.2 Dukungan Sosial ... 24

2.2.1 Definisi Dukungan sosial ... 24

2.2.2 Bentuk-bentuk dukungan sosial ... 26

2.2.3 Efek dukungan sosial ... 29

2.2.4 Faktor-faktor mempengaruhi perolehan dukungan sosial 30 2.3 Napza... 31

2.3.1 Definisi napza... 31

2.3.2 Pengguna napza... 34

2.4 Panti Rehabilitasi ... 35

2.4.1 Pengertian Rehabilitasi ... 35

2.5 Kerangka berpikir... 36

2.6 Hipotesis ... 39

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan penelitian... 42

3.2 Definisi Variabel ... 43

3.3.1 Definisi konseptual variabel... 43

3.3.1.1 Definisi konseptual variabel Dukungan sosial... 43

3.3.1.2 Definisi konseptual variabel Motivasi untuk sembuh ... 43

3.3.2.Definisi Operasional Variabel... 44

3.3.2.1 Definisi oprasional variable Dukungan sosial ... 44

3.3.2.2 Definisi operasional variabel Motivasi untuk sembuh ... 44

3.3 Populasi dan Sampel ... 44

3.3.1 Populasi ... 44

3.3.2 Sampel... 45

3.3.3 Teknik pengambilan sampel ... 45

3.4 Pengumpulan data ... 45

(13)

3.5 Uji Instrumen Penelitian ... 49

3.5.1 Uji Validitas ... 49

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 50

3.6 Teknik Analisa Data ... 53

3.7 Prosedur Penelitian... 54

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 56

4.2 Hasil Uji hipotesis ... 58

4.3 Hasil Uji Statistik ... 69

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Diskusi ... 75

5.3 Saran... 76

5.3.1 Saran Teoritis ... 76

5.3.2 Saran Praktis ... 77

DAFTAR PUSTAKA... 78

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Distribusi skor ... 46

Tabel 3.2 Blue Print Skala Try Out Dukungan Sosial ... 47

Tabel 3.3 Blue Print Skala Try Out Motivasi untuk sembuh... 48

Tabel 3.4 Tabel Norma Reabilitas... 50

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan lama tinggal di Rehabilitasi... 57

Tabel 4.3 Uji Korelasi Antara Dukungan Sosial dengan Motivasi untuk sembuh ... 58

Tabel 4.4 Model Summary... 59

Tabel 4.5 ANOVAb... 60

Tabel 4.6 Coefficientsa... 61

Tabel 4.7 Proporsi Varians pada Asepk-aspek Variabel Dukungan Sosial . 61 Table 4.8 Tabel Regresi Aspek Attachment... 62

Tabel 4.9 Tabel Regresi Aspek Social Integaration... 63

Tabel 4.10 Tabel Regresi Aspek Reassurance of worth... 63

Tabel 4.11 Tabel Regresi Aspek Realible alliance ... 64

Tabel 4.12 Tabel Regresi Aspek Guidance... 64

Tabel 4.13 Tabel Regresi Aspek Opportunity for nurturance... 65

Tabel 4.14 Tabel Regresi Aspek Demografi Jenis kelamin ... 66

Tabel 4.15 Tabel Regresi Aspek Demografi Lama tinggal di rehabilitasi... 67

Tabel 4.16 Tabel Proporsi Varians Aspek-aspek Demografi... 67

Tabel 4.17 Tabel Model summary Jenis kelamin ... 68

Tabel 4.18 Tabel Model summary Lama tinggal di rehabilitasi ... 68

Tabel 4.19 Tabel Uji Beda Kelompok ... 69

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Melakukan Penelitian

Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 3 Angket Penelitian

Lampiran 4 Skoring Dukungan Sosial Try Out

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang masalah mengapa perlu dilakukan penelitian,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta

sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Berbagai macam masalah muncul dan semakin banyak dijumpai pada zaman

globalisasi saat ini. Memasuki era globalisasi ini, Indonesia menghadapi persoalan

yang berarti sebagai konsekwensi hebatnya pengaruh globalisasi di segala bidang,

bukan saja dalam masalah politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup serta

masalah keamanan yang akan menghadapi tantangan yang berat, akan tetapi juga

dalam masalah khusus, seperti misalnya masalah-masalah penggunaan napza.

Peredaran pasar narkoba di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke

tahun. Dalam kasus tindak pidana berdasarkan tingkat pendidikan terdapat

angka-angka yang semakin mengkhawatirkan. Diantaranya pelaku tindak pidana narkoba

dari tahun 2001 dan dibandingkan dengan data pada tahun 2006. Terdapat

perbedaan angka yang sangat signifikan. Pelaku tindak pidana narkoba oleh siswa

SD sebanyak 246 kasus pada tahun 2001, kemudian meningkat tajam menjadi

3.247 kasus di tahun 2006. Di tingkat SLTP, dari 1.832 pada tahun 2001 menjadi

(17)

menjadi 20.977 kasus di tahun 2006. Sedangkan pada tingkat pendidikan

perguruan tinggi dari 229 kasus pada tahun 2001 menjadi 779 kasus di tahun 2006

(Waluyo, 2008).

Sedangkan menurut Kepala Pusat Pengawasan Badan Narkotika Nasional

mengatakan DKI Jakarta merupakan kota dengan kasus penyalahgunaan narkoba

terbesar di Indonesia. Tingkat prevalensi penyalahgunaan narkoba di DKI Jakarta

mencapai 4,1%. Sesuai data Badan Narkotika Nasional, tahun 2008 terdapat

6.980.700 narkoba yang disalahgunakan di DKI Jakarta. Setelah Jakarta, ada juga

kota Yogjakarta yang tercatat memiliki penyalahgunaan narkoba tertinggi dengan

jumlah 2.537.000 disusul kota Maluku 968.900. Secara nasional, tahun 2008

terdapat 135.452 orang yang terlibat penyalahgunaan narkoba. Dan narkoba

terbanyak yang disalahgunakan adalah jenis narkotika, sebanyak 43.148

(Ningtyas, 2009).

Data yang dihimpun oleh Badan Narkotika Nasional memperkirakan

kerugian ekonomi akibat penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang

mencapai 57 triliun di tahun 2013. Jumlah tersebut naik drastis 75,93 % dari

angka Rp 32,4 triliun pada 2008. Sebab Indonesia tidak hanya menjadi negara

peredaran narkoba, melainkan sudah menjadi negara produksi narkoba. Di tahun

2008, kerugian 32,4 triliun terdiri dari kerugian biaya individual sebesar 26,5

(18)

Sedangkan 66% biaya sosial digunakan untuk kerugian biaya kematian dini akibat

narkoba (Manggiasih, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth pada bulan Mei dan

Oktober 2003 (Ratih, 2004), bahwa rata-rata pecandu narkoba berasal dari

kalangan ekonomi menengah ke bawah. Hampir 60 % adalah keluarga yang

berpenghasilan di bawah 500 ribu. Dan Elizabeth mengatakan berdasarkan hasil

penelitiannya banyak masyarakat kalangan bawah yang terjebak narkoba. Bahkan

untuk meningkatkan taraf hidupnya mereka kemudian menjadi bandar narkoba.

Kondisi semacam ini sering menjadi sasaran bagi bandar narkoba untuk

masuk keperangkap mereka sampai pada akhirnya tercipta sebuah ketergantungan

yang sangat sulit untuk dilepaskan. Dukungan dari keluarga tetap diperlukan agar

para pecandu narkoba, tidak semakin terjerumus lebih parah sehingga proses

penyembuhan menjadi lebih mudah.

Permasalahan penyalahgunaan Napza mempunyai dimensi yang luas dan

kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik (kedokteran jiwa), kesehatan jiwa,

maupun psikososial (ekonomi, politik, sosial-budaya, kriminalitas, kerusuhan

massal dan lain sebagainya). Dari sekian banyak permasalahan yang ditimbulkan

sebagai dampak penyalahgunaan Napza adalah antara lain, merusak hubungan

kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara

drastis, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk (Hawari,

(19)

United Nations Office on Drugs and Crime (dalam Amrie, 2008)

menjelaskan bahwa menetapkan, keberhasilan penanganan terhadap kasus

penyalahgunaan narkoba ditentukan oleh tiga pencapaian. Pertama, berhenti atau

berkurangnya penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol. Kedua, meningkatnya

kesehatan dan keberfungsian individu. Ketiga, menurunnya ancaman terhadap

kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk dari ancaman mewabahnya

penyakit-penyakit yang juga disebabkan oleh gaya hidup manusia yang identik

dengan penyalahgunaan narkoba.

Mengingat bahwa masalahnya sangat kompleks maka upaya

penanggulangannya harus bersifat menyeluruh, multi disipliner mengikuti

sertakan masyarakat secara aktif, dilaksanakan semua pihak secara

berkesinambungan dan konsisten (BNN, 2004).

Upaya untuk memberantas atau menanggulangi Napza, banyak pihak

terkait mengalami kesukaran padahal sesungguhnya mudah apabila diketahui pola

penyebarannya. Untuk memahaminya pola pemberantasan dapat dijadikan sebagai

analogi atau model untuk pemberantasan Napza (Hawari, 2008).

Penerapan hukuman yang berat sesuai dengan undang-undang, masih

dirasakan perlu untuk menerapkan efek jera maupun rasa takut bagi para bandar

(20)

tidak ada jalan lain bagi kita semua untuk menyatakan perang terhadap narkoba

dengan melihat narkoba sebagai musuh bersama.

Mereka yang mengkonsumsi Napza akan mengalami gangguan mental dan

perilaku, sebagai akibat terganggunya sistemneuron transmitter (zat kimia di otak

yang menghubungkan informasi antar sel saraf), maka dapat mengakibatkan

terganggunya fungsi kognitif (alam fikiran), afektif (perasaan) dan perilaku

(Hawari, 2009).

Penyalahgunaan napza menimbulkan dampak jangka panjang terhadap

kesehatan jasmani dan rohani, gangguan fungsi sampai kerusakan organ vital

seperti otak, jantung, hati, paru-paru, dan ginjal serta dampak sosial termasuk

putus kuliah, putus kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga, serta penderitaan

dan kesengsaraan berkepanjangan (BNN, 2004).

Dengan begitu salah satu upaya yang umumnya dilakukan ketika

seseorang melakukan penggunaan napza adalah memasukkan individu tersebut

ke rehabilitasi. Ketika masuk ke rehabilitasi individu dihadapkan dengan berbagai

macam program untuk membantu individu sembuh dari ketergantungannya.

Rehabilitasi adalah bukan sekadar memulihkan kesehatan semula si pemakai,

melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh

(21)

United Nations Office on Drugs and Crime (dalam Amrie, 2008) juga

merumuskan, rehabilitasi memiliki empat tujuan. Pertama, mempertahankan

kemajuan fisiologis dan psikologis sebagai tindak lanjut tahap detoksifikasi.

Kedua, mempertajam dan meneruskan berhentinya perilaku adiktif. Ketiga,

mendidik serta mendorong individu pengguna agar dapat memodifikasi perilaku

gaya hidup yang lebih konstruktif sebagai daya tangkal terhadap godaan narkoba.

Keempat, mendidik dan mendukung perilaku yang mengarah pada terbentuknya

kesehatan pribadi, keberfungsian sosial, serta menekan resiko mewabahnya

penyakit yang mengancam kesehatan dan keselamatan publik.

Banyak sikap atau perlakuan dari orang sekitar akan sangat berpengaruh

terhadap kesembuhannya. Pengaruhnya sangat besar terhadap keberhasilan

individu untuk sembuh. Di satu sisi individu ingin diterima dan didukung

usahanya untuk sembuh dari ketergantungan terhadap napza. Di sisi yang lain

orang sekitar masih memberikan penilaian negatif terhadap mereka, tetap

mencurigai, terjadinya penolakan terhadap mereka dan tidak menghargai usaha

yang dilakukannya (Somar, 2001).

Suandana (2009) mengemukakan bahwa paradigma yang dianut oleh

Indonesia selama ini harus diakui sebagai faktor utama dari terjadinya

dehumanisasi (penghilangan harkat manusia) terhadap para pengguna napza di

(22)

ini secara tidak langsung memberikan pengaruh negatif pada pengguna napza

dalam menumbuhkan motivasi dalam proses penyembuhannya di panti

rehabilitasi.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Papalia & Olds (1995) yang

menyatakan bahwa pemberian dukungan sosial dari orang yang berarti di seputar

kehidupan individu memberi kontribusi yang terbesar dalam meningkatkan harga

diri seseorang dan dengan harga diri yang tinggi dapat mempercepat proses

penyembuhan individu yang mengalami ketergantungan narkoba.

Kurangnya dukungan sosial untuk proses kesembuhannya atau lingkungan

yang justru merendahkan atau tidak menghargai usaha-usaha untuk sembuh yang

dilakukan mereka akan bertambah stres dan sulit untuk mengendalikan perasaan

sehingga membuat individu rentan untuk menggunakan napza kembali.

Thombs (dalam Amita, 2001) menyatakan bahwa seorang pecandu atau

pengguna narkoba sering merasa tidak mampu melewati stres dan tekanan atas

simptom disfungsi otak seperti penurunan daya ingat, penurunan daya

konsentrasi, serta sugesti yang dialaminya. Sebagian dari mereka juga sering

merasa kesulitan memaksimalkan perawatan yang mereka jalani dan merasa tidak

yakin bahwa mereka dapat mencapai kesembuhan dan terlepas dari

(23)

Individu yang sedang menjalani proses penyembuhan dari suatu penyakit

juga memerlukan dukungan sosial yang seringkali sulit mereka dapatkan. Individu

yang mengalami pengguna napza juga merupakan salah satu kelompok yang

memerlukan dukungan khusus. Mereka membutuhkan dukungan khusus karena

adanya penolakan terhadap diri mereka, rasa malu, proses penyembuhan yang

relatif lama atau rasa frustasi menurut Wortman (dalam Orford, 1992).

Menurut Orford (1992) dukungan sosial bekerja dengan tujuan untuk

memperkecil tekanan-tekanan atau stres yang dialami individu. Dengan kata lain

jika tidak ada tekanan atau stres maka dukungan sosial tidak berpengaruh.

Selanjutnya Orford menyatakan bahwa bentuk dukungan sosial yang diperlukan

oleh individu dengan penerimaan diri yang rendah, membutuhkan dukungan

sosial yang bersifat emosional dan kelompok sosial. Mengingat hal tersebut, maka

dukungan sosial sangat berperan dalam kehidupan individu yang mengalami

ketergantungan napza.

Menurut Cutrona (1987) dukungan sosial merupakan suatu proses

hubungan yang terbentuk dari individu dengan persepsi bahwa seseorang dicintai

dan dihargai, disayangi, untuk memberikan bantuan kepada individu yang

mengalami tekanan-tekanan dalam kehidupannya. Selanjutnya Weis (dalam

Cutrona, 1987) menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki beberapa aspek,

(24)

Berbagai penelitian telah mengidentifikasi dukungan sosial sebagai faktor

pelindung dalam berbagai kesulitan, termasuk kemiskinan, perang,

penyalahgunaan obat-obatan, kekerasan terhadap anak-anak, ADHD, perceraian,

pertentangan dalam keluarga, dan kehilangan orang tua pada usia dini (Wolkow &

Ferguson, 2001).

Berbagai peristiwa di atas sangat memprihatinkan kita semua. Kehidupan

seorang yang terjebak dalam belenggu napza sekeras apapun pengguna napza

berusaha sepenuhnya untuk sembuh, dalam penyembuhannya mereka berusaha

melawan keinginannya untuk menggunakan napza kembali, badan keringat,

menggigil, sendi terasa sakit, rasa bosan di panti rehabilitasi, selain itu pengguna

napza selalu mendapat stigma negatif dan di cap sebagai sampah masyarakat

selalu melekat dalam diri pengguna napza. Stigma negatif itu yang akhirnya

kembali membuat seorang mantan pengguna napza kembali terpuruk. Perasaan

kesendirian, tak punya kawan, membuat mereka kembali terbenam dalam

gemilang napza. Hanya segelintir mantan pengguna yang berhasil menata kembali

hidupnya walau harus lewat perjuangan keras dan berliku. Oleh sebab itu

pengguna napza diperlukan memiliki motivasi untuk sembuh yang tinggi dan

dukungan dari lingkungan masyarakat, keluarga, dan kerabat.

Dari berbagai fenomena yang sudah dijelaskan di atas, menjadikan peneliti

tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan dukungan sosial dengan

(25)

ini pula penulis melakukan penelitian mengenai,“ Hubungan Dukungan Sosial

dengan Motivasi untuk Sembuh pada Pengguna Napza di Panti Rehabilitasi

Madani Mental Health Care”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam permasalahan ini tidak meluas, maka diperlukan

pembatasan masalah mengenai dukungan sosial dengan motivasi untuk sembuh

pada pengguna napza :

1. Motivasi untuk sembuh yang dimaksud peneliti adalah suatu kondisi dan

dorongan yang disebabkan oleh adanya motif atau alasan atau sebab yang

muncul dalam diri dan luar diri seseorang yang mendorong ia untuk

melakukan usaha-usaha berupa pekerjaan, berperilaku, sikap tertentu dan

membuat dirinya menjadi aktif untuk terus berusaha mencapai tujuan.

2. Dukungan sosial yang dimaksud peneliti disini adalah merupakan suatu

proses hubungan yang terbentuk dari individu dengan persepsi bahwa

seseorang dicintai dan dihargai, disayangi, untuk memberikan bantuan

kepada individu yang mengalami tekanan-tekanan dalam kehidupannya.

3. Penggunaan napza adalah penggunaan zat di luar indikasi medis tanpa

petunjuk atau resep dokter, dimana pemakaiannya sendiri dilakukan secara

relative teratur atau berkali-kali, sekurang-kurangnya selama satu bulan

(BNN, 2003). Panti rehabilitasi yang ingin diteliti adalah Panti Rehabilitasi

(26)

1.2.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah ditentukan, maka permasalahan yang

akan diungkap sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara “Aspek Attachment dari

variabel Dukungan Sosial dengan variabel Motivasi untuk sembuh pada

pengguna napza di panti Rehabilitasi Madani Mental Health Care?

2. Apakah ada hubungan yang signifikanantara “AspekSocial intergration dari

variabel Dukungan Sosial dengan variabel Motivasi untuk sembuh pada

pengguna napza di panti Rehabilitasi Madani Mental Health Care?

3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara “Aspek Reassurance of worth

dari variabel Dukungan Sosial dengan variabel Motivasi untuk sembuh pada

pengguna napza di panti Rehabilitasi Madani Mental Health Care?

4. Apakah ada hubungan yang signifikan antara “Aspek Realible alliance dari

variabel Dukungan Sosial dengan variabel Motivasi untuk sembuh pada

pengguna napza di panti Rehabilitasi Madani Mental Health Care?

5. Apakah ada hubungan yang signifikan antara “Aspek Guidance dari variabel

Dukungan Sosial dengan variabel Motivasi untuk sembuh pada pengguna

napza di panti Rehabilitasi Madani Mental Health Care?

6. Apakah ada hubungan yang signifikan antara “Aspek Opportunity for

nurturance dari variabel Dukungan Sosial dengan variabel Motivasi untuk

sembuh pada pengguna napza di panti Rehabilitasi Madani Mental Health

(27)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek Attachment, social intergration, reassurance of worth, realible alliance, guidance, opportunity for nurturance,

dari variabel dukungan sosial dengan variabel motivasi untuk sembuh pada

pengguna napza di panti rehabilitasi madani mental health care.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat teoritis

Diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan kalangan akademis

khususnya ilmu psikologi terutama psikologi sosial dan psikologi kesehatan untuk

mengungkap kompleksitas permasalahan tentang dukungan sosial dengan

motivasi untuk sembuh pada pengguna napza di panti rehabilitasi.

1.3.2.2 Manfaat praktis

Memberikan informasi tentang bahaya narkoba terhadap kesehatan. Dan

penelitian ini dapat menjadi masukan yang berharga bagi masyarakat umum

terutama para orang tua agar lebih memperhatikan bahaya yang ditimbulkan dari

penyalahgunaan narkoba. Dan peneliti menginginkan dari penelitian ini dapat

dijadikan acuan bagi keluarga agar lebih memperhatikan lagi dan memberikan

dukungan bagi anggota keluarganya yang telah terjerumus napza untuk selalu

(28)

1.4. Sistematika Penulisan

Agar dalam penyusunan penelitian lebih terarah dan sistematis, maka penulis

membuat sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian

serta sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan membahas definisi motivasi untuk sembuh,

aspek-aspek motivasi, fungsi-fungsi motivasi, jenis-jenis motivasi,

peranan motivasi, pengertian dukungan sosial, jenis-jenis dukungan

sosial, efek dukungan sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi

perolehan dukungan sosial, pengertian napza, kerangka berpikir.

BAB III : METODELOGI PENELITIAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan jenis penelitian, meliputi

pendekatan dan metode penelitian, variabel penelitian dan definisi

operasional variabel, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel,

instrumen penelitian data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan hasil dan analisis data.

BAB V : PENUTUP

(29)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dipaparkan tentang definisi motivasi, definisi kesembuhan,

fungsi-fungsi motivasi, jenis-jenis motivasi, teori-teori motivasi, definisi

dukungan sosial, bentuk-bentuk dukungan sosial, efek dukungan sosial,

faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial, definisi napza, definisi pengguna

napza, definisi rehabilitasi, serta hipotesis penelitian.

2.1. Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi

Seluruh aktivitas sehari-hari yang dilakukan manusia selalu didasari oleh

dorongan-dorongan dan mempunyai tujuan tertentu. Salah satu dorongan yang

mungkin dapat dilihat dari pengguna adalah dorongan untuk sembuh.

Dorongan-dorongan tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam

diri individu itu sendiri atau berasal dari luar diri individu.

Pendapat yang juga dikemukakan oleh Davidoff (1991), bahwa motif atau

motivasi menunjukkan suatu keadaan dalam diri seseorang yang berasal dari

akibat suatu kebutuhan, motif inilah yang mengaktifkan atau membangkitkan

(30)

Menurut Purwanto (2004), motif merupakan suatu dorongan yang timbul

dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak

melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah suatu usaha yang didasari untuk

mempengaruhi tingkah laku seseorang agar bergerak hatinya untuk bertindak

melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Menurut Gerungan (1996), motif merupakan dorongan, keinginan, hasrat,

dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dalam diri individu untuk melakukan

sesuatu. Motif itu memberikan tujuan dan arah terhadap tingkah laku individu.

Sedangkan Staton (dalam Mangkunegara, 1988), mendefinisikan bahwa,“ Motive

is a stimulated need which a goal oriented individual seeks to satisfy.” Yang

diartikan suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang dicari oleh individu

yang berorientsi pada tujuan untuk mencapai rasa puas.

Menurut Sarwono (2000), motif berarti rangsangan, dorongan atau

pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku. Sedangkan motivasi merupakan

istilah yang lebih umum, yang menunjuk pada seluruh proses penggerak,

termasuk didalamnya situasi yang mendorong timbulnya tindakan atau tingkah

laku individu. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa motif tidak sebatas

pada pelaksanaan perilaku, tetapi juga berkenaan dengan keadaan organisme yang

menerangkan mengapa tingkah laku terarah kepada suatu tujuan tertentu. Jadi,

motif merupakan latar belakang atau alasan mengapa seseorang melakukan

(31)

Wolfolk (1998), dalam bukunya Educational Psychology mengatakan

bahwa motivasi adalah kegiatan internal individu yang bersifat membangun,

langsung, dan menimbulkan tingkah laku yang terdiri dari kebutuhan (needs),

minat (interest), kesenangan (enjoyment), ganjaran (reward), dan hukuman

(punishment).

Motivasi (motivation) adalah keseluruhan dorongan, keinginan,

kebutuhan, dan daya sejenis yang mengarah pada perilaku. Motivasi juga

diartikan sebagai satu variabel penyelenggara yang digunakan untuk

menimbulkan faktor-faktor tertentu yang di dalam organisme, yang

membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku

menuju satu sasaran (Chaplin, 2006).

Adapun Munandar (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu

proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan

serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapaiannya tujuan-tujuan tertentu.

Menurut Mc Donald (dalam Hamalik, 2005) merumuskan bahwa,

Motivation is an energy change within the person characterized by affective

arousal and anticipatory goal reaction”, yang diartikan, bahwa motivasi adalah

suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya

(32)

Petri (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mengemukakan bahwa motivasi

adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu

untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi

yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada

tujuan mencapai sasaran kepuasan.

Stanfrod (dalam Mangkunegara, 1988), “Motivation as an energizing

condition of the organism that serves to direct that organism toward the goal of a

certain class.” menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi (energi) yang

menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu.

Motivasi merupakan suatu kondisi dan dorongan yang disebabkan oleh

adanya motif atau alasan atau sebab yang muncul dalam diri seseorang yang

mendorong ia untuk melakukan usaha-usaha berupa pekerjaan, berperilaku, sikap

tertentu dan membuat dirinya menjadi aktif untuk terus berusaha mencapai tujuan

Simpson (1994). Selanjutnya Knight, Holcom & Simpson (1994) melanjutkan

bahwa motivasi memiliki 3 aspek yaitu,

a. Problem recogniton (pengakuan terhadap masalah), yaitu masalah dalam

pengakuan penggunaan napza yang kemungkinan di dapat dari tekanan

intrinsik seperti keinginan untuk hidup, bebas dari narkoba.

b. Desire for help (keinginan untuk dibantu), yaitu mendapatkan bantuan dari

(33)

c. Treatment readiness (kesiapan mengikuti treatmen), yaitu ketika pengguna

napza sudah mengakui masalah yang di hadapinya dan keinginan untuk dibantu

maka selanjutnya kesiapan mengikuti treatmen dalam proses kesembuhannya.

2.1.2. Kesembuhan

Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990), dikatakan bahwa sembuh berarti

orang yang sakit atau menderita suatu penyakit menjadi pulih atau sehat kembali.

Di dalam kamus Psikologi istilah kesembuhan (recovery) dapat diartikan sebagai

kembalinya seseorang pada suatu kondisi kenormalan setelah menderita suatu

penyakit, baik penyakit mental atau penyakit fisik (Chaplin, 2006).

Jadi dari penjabaran tentang motivasi dapat di ambil suatu kesimpulan

bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah

laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk

melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu

perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema

sesuai dengan yang didasarinya. Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses

untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan suatu tindakan yang sesuai

dengan keinginannya. Dapat diketahui bahwa motivasi terjadi apabila seseorang

mempunyai keinginan dan kemauan untuk melakukan suatu tindakan tertentu.

(34)

sembuh adalah sesuatu yang mendorong dan memperkuat perilaku serta

memberikan arahan pada individu dengan tujuan agar dapat mencapai taraf

kesembuhan pada pengguna napza. Pengguna napza yang memiliki motivasi

untuk sembuh umumnya dapat dilihat dari keseluruhannya untuk melakukan

pengobatan dan informasi sebanyak mungkin agar dapat mencapai kesembuhan

yang optimal juga selalu menjaga kesehatannya dengan tidak memakai napza

kembali.

2.1.4. Fungsi-fungsi Motivasi

Menurut Rahman (2004) motivasi memiliki tiga komponen pokok meliputi:

a. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu,

membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan

dalam hal ingatan, respon-respon efektif, dan kecenderungan mendapat

kesenangan.

b. Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian

ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan

terhadap sesuatu.

c. Menopang. Artinya, motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang

tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah

(35)

Sedangkan menurut Hamalik (2005) fungsi motivasi adalah:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak

akan ada suatu perbuatan atau tindakan.

b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan

menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Dari penjabaran diatas dapat diketahui tentang fungsi-fungsi motivasi.

Tiga fungsi tersebut sangat penting peranannya bagi individu untuk mencapai apa

yang diinginkan guna mencapai suatu tujuan.

2.1.5. Jenis-jenis Motivasi

Individu dapat dikatakan mempunyai motivasi yang tinggi dapat dilihat dari

kemampuannya serta usahanya guna mencapai suatu tujuan. Dalam kaitannya hal

di atas, motivasi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Motivasi intrinsik

Beach (dalam Ghufron & Risnawita, 2010), menyatakan bahwa

motivasi intrinsik sebagai suatu hal yang terjadi selama seseorang menikmati

suatu aktivitas dan memperoleh kepuasan selama terlibat dalam aktivitas

tersebut. Elliot (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mendefinisikan motivasi

(36)

tugas. Adapun sumber motivasi intrinsik menurut Woolfolk (1993) meliputi

kebutuhan (needs), minat (interest), kesenangan (enjoyment), dan rasa ingin

tahu (curiosity).

2. Motivasi ekstrinsik

Petri (dalam ghufron & Risnawita, 2010) motivasi ekstrinsik sendiri

pada dasarnya merupakan tingkah laku yang digerakkan oleh kekuatan

eksternal individu. Sumber motivasi ekstrinsik menurut woolfork (1993)

meliputi imbalan (rewards), tekanan sosial (social pressure), dan

penghindaran diri dari hukuman (punishment).

2.1.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

Menurut Handoko (1998) dan Widayatun (1999), ada dua faktor yang

mempengaruhi motivasi yaitu faktor internal dan eksternal.

a. Faktor internal

Faktor internal adalah motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya

timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas.

Faktor internal meliputi :

1) Faktor fisik

Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi

fisik misal status kesehatan pengguna napza. Fisik yang kurang

sehat dan cacat yang tidak dapat disembuhkan berbahaya bagi

(37)

hambatan fisik karena kesehatannya buruk sebagai akibat mereka

selalu frustasi terhadap kesehatannya.

2) Faktor proses mental

Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja,

tetapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut.

Pengguna napza dengan fungsi mental yang normal akan

menyebabkan bias yang positif terhadap diri. seperti halnya adanya

kemampuan untuk mengontrol kejadian-kejadian dalam hidup yang

harus dihadapi, keadaan pemikiran dan pandangan hidup yang

positif dari diri pengguna napza dalam reaksi terhadap perawatan

akan meningkatkan penerimaan diri serta keyakinan diri sehingga

mampu mengatasi kecemasan dan selalu berpikir optimis untuk

kesembuhannya.

3) Faktor herediter

Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe

kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe

kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya.

Orang yang mudah sekali tergerak perasaannya, setiap kejadian

menimbulkan reaksi perasaan padanya. Sebaliknya ada yang hanya

bereaksi apabila menghadapi kejadian-kejadian yang memang

sungguh penting.

(38)

Misalnya keinginan untuk terlepas dari napza yang mengganggu

aktivitasnya sehari-hari, masih ingin menikmati prestasi yang

berada dipuncak karir, merasa belum sepenuhnya mengembangkan

potensi-potensi yang dimiliki.

5) Kematangan usia

Kematangan usia akan mempengaruhi pada proses berpikir dan

pengambilan keputusan dalam melakukan pengobatan yang

menunjang kesembuhan pengguna napza.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor motivasi yang berasal dari luar diri seseorang

yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Faktor eksternal ini

meliputi :

1) Faktor lingkungan

Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar pengguna napza baik fisik,

psikologis, maupun sosial (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rehabilitasi

sangat berpengaruh terhadap motivasi pengguna napza untuk sembuh.

Lingkungan rehabilitasi yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan

membuat stress bertambah. Secara fisik misalnya penataan ruangan di

rehabilitasi, konstruksi bangunan akan meningkatkan ataupun mengurangi

stress dan secara biologis lingkungan ini tidak mengganggu kenyamanan

yang dapat memicu stress, sedangkan lingkungan sosial salah satunya

adalah dukungan sosial.

(39)

Gottieb (1983) menyatakan bahwa bentuk perilaku dukungan sosial terdiri

dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau

tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena

kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku

bagi pihak penerima. Dukungan sosial sangat mempengaruhi dalam

memotivasi pengguna napza untuk sembuh, meliputi dukungan emosional,

informasi, penghargaan, instrumental, jaringan (network support).

3) Fasilitas (sarana dan prasarana)

Ketersediaan fasilitas yang menunjang kesembuhan pengguna napza

tersedia, mudah terjangkau menjadi motivasi pengguna untuk sembuh.

Termasuk dalam fasilitas adalah tersedianya sumber biaya yang mencukupi

bagi kesembuhan pengguna napza, tersedianya alat-alat medis yang

menunjang kesembuhan pengguna napza.

4) Media

Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info kesehatan

(Sugiono, 1999). Adanya media ini pengguna napza menjadi lebih tahu

tentang kesehatannya dan pada akhirnya dapat menjadi motivasi untuk

sembuh.

2.1.7 Teori-teori motivasi

Motivasi memang bidang yang lebih sering dipelajari oleh para psikolog. Sebab

(40)

banyak membantu meramalkan dan mengendalikan dampak-dampak dari suatu

keadaan. Determinan perilaku ataupun tindakan tersebut dapat berasal dari dalam

diri individu baik yang bersifat biologis maupun psikologis, ataupun dari

lingkungan. Maka teori-teori motivasi yang ada berupaya membuat perbedaan

paling penting, teori-teori tersebut yaitu (Rahman, 2004):

a. Teori Hedonisme

Hedonisme adalah bahasa yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau

kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat yang memandang

bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan

yang bersifat duniawi. Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa

semua orang cenderung menghindari hal-hal yang menyulitkan dan lebih

menyukai melakukan perbuatan yang mendatangkan kesenangan.

b. Teori Naluri

Naluri merupakan suatu kebutuhan biologis bawaan, yang mempengaruhi

anggota tubuh untuk berlaku dengan cara tertentu dalam keadaan tepat.

Sehingga semua pemikiran dan perilaku manusia merupakan hasil dari naluri

yang diwariskan dan tidak ada hubungannya dengan akal. Menurut teori

naluri, seseorang tidak memiliki tujuan dan perbuatan, akan tetapi dikuasai

oleh kekuatan-kekuatan bawaan, yang menentukan tujuan dari perbuatan yang

akan dilakukan.

c. Teori reaksi yang dipelajari

Teori ini berbeda pandangan dengan tindakan atau perilaku manusia yang

(41)

disebut juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini, apabila seorang

pemimpin atau seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak

didiknya, pemimpin atau pendidik itu hendaknya mengetahui benar-benar

latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.

d. Adanya teori pendorong (Drive Theory)

Teori ini merupakan perpaduan antara teori naluri dengan teori reaksi yang

dipelajari. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya sesuatu

dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum. Misalnya, suatu

daya pendorong pada lawan jenis. Namun, cara-cara yang digunakan

berlain-lainan bagi tiap individu, menurut latar belakang dan kebudayaan

masing-masing.

e. Teori kebutuhan

Teori beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan manusia pada hakikatnya

adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun

kebutuhan psikis. Menurut Maslow, manusia memiliki lima tingkat kebutuhan

yaitu kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar yang bersifat primer dan

vital, menyangkut fungsi-fungsi biologis, seperti kebutuhan akan pangan,

sandang, dan papan, kesehatan, kebutuhan seks. Kebutuhan rasa aman dan

perlindungan (safety and security), seperti perlindungan dari bahaya dan

ancaman, penyakit, perang, kelaparan, dan perlakuan tidak adil. Kebutuhan

sosial, yang meliputi antara lain kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan

(42)

kemampuan, status, pangkat. Kebutuhan akan aktualisasi diri, seperti antara

lain kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, mengembangkan

diri secara maksimum, kreativitas, dan ekspresi diri.

2.2. Dukungan Sosial

2.2.1. Pengertian Dukungan Sosial

Banyak ahli yang menjelaskan dukungan sosial, antaranya adalah Sarafino (1998)

menyatakan bahwa “ Social support refers to the perceived comfort, caring

esteem, or help a person receives from other people or groups”.Definisi ini dapat

diartikan adanya dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari orang atau

kelompok terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia

disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong.

Menurut Schwarzer dan Leppin (dalam Smet, 1994) dukungan sosial dapat

dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan

oleh orang lain kepada individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu

yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

Dukungan sosial menunjukkan suatu perilaku yang dianggap mendukung

karena memiliki sifat yang menghibur atau perilaku yang mengarahkan keyakinan

individu bahwa ia dicintai dan dihargai. Ada beberapa bentuk perilaku dukungan

(43)

Social support consists of verbal and non verbal information or aduice,

tangible aid, or action that is proffered by social intimates or inferred by their

presence and has beneficial emotional or behavioral effect on the recipient”.

Gottieb (1983) menyatakan bahwa bentuk perilaku dukungan sosial terdiri

dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan

yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan

mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.

Rook (dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai salah

satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari

hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres.

Menurut Cutrona (1987) dukungan sosial merupakan suatu proses

hubungan yang terbentuk dari individu dengan persepsi bahwa seseorang dicintai

dan dihargai, disayangi, untuk memberikan bantuan kepada individu yang

mengalami tekanan-tekanan dalam kehidupannya.

Sedangkan menurut Cobb (dalam Smet, 1994) menekankan orientasi

subjektif yang memperlihatkan bahwa dukungan sosial itu terdiri atas informasi

(44)

Berdasarkan definisi diatas peneliti mendefinisikan dukungan sosial

adalah penerimaan bantuan dalam berbagai bentuk seperti perhatian, kasih sayang,

dihargai, dan nasehat yang berdampak positif bagi individu.

2.2.2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial

Sarafino (2002) membagi bentuk dukungan sosial menjadi lima bentuk antara

lain:

1. Dukungan emosional (emotional support)

Dukungan emosi mengacu pada bantuan yang berbentuk empati, kepedulian

dan perhatian terhadap individu. Selain itu, dukungan emosional melibatkan

ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu, sehingga individu

tersebut merasa nyaman, terlindungi, kebersamaan, dicintai.

2. Dukungan penghargaan (esteem support)

Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan, penghargaan atau penilaian

yang positif untuk individu, dorongan maju dan semangat, dan perbandingan

positif individu dengan orang lain. Dukungan ini menitikberatkan pada adanya

ungkapan penilaian yang positif atas individu dan penerimaan individu apa

adanya. Bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa

ia berharga, mampu dan berarti.

3. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)

Dukungan instrumental adalah dukungan berbentuk bantuan nyata. Dukungan

(45)

tugas-tugas tertentu. Contohnya, pinjaman sumbangan uang dari orang lain

atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu.

4. Dukungan informasi (informational support)

Dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan dengan cara

memberikan informasi baik berupa nasehat, saran atau pengarahan ataupun

umpan balik untuk memecahkan suatu permasalahan.

5. Dukungan jaringan (network support)

Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa sebagai anggota dari

suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial

dengannya. Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman senasib.

Merupakan perasaan menjadi anggota suatu kelompok yang saling berbagi

dan memiliki keterikatan dan aktivitas sosial.

Weis (dalam Cutrona, 1987), mengembangkan social provisions scale

untuk mengukur ketersediaan dukungan sosial yang diperoleh dari hubungan

individu dengan orang lain. Terdapat enam aspek didalamnya, yaitu:

1. Attachment (kasih sayang atau kelekatan), yaitu perasaan kedekatan secara

emosional kepada orang lain yang memberikan rasa aman, biasanya

didapatkan dari pasangan, teman dekat, atau hubungan keluarga.

2. Social integration (integrasi sosial), merujuk pada adanya perasaan memiliki

(46)

3. Reassurance of worth(penghargaan atau pengakuan), yaitu adanya pengakuan

dari orang lain terhadap kompetensi, keterampilan, dan nilai yang dimiliki

seseorang.

4. Reliable alliance (ikatan atau hubungan yang dapat diandalkan), yaitu adanya

keyakinan bahwa ada orang lain yang dapat diandalkan untuk membantu

penyelesaian masalah dan kepastian atau jaminan bahwa anak dapat

mengharapkan orangtua dalam membantu semua keadaan.

5. Guidance(bimbingan), yaitu adanya seseorang yang memberikan nasehat dan

pemberian informasi oleh orangtua kepada anak.

6. Opportunity for nurturance(kemungkinan dibantu), merupakan perasaan anak

akan tanggung jawab orangtua terhadap kesejahteraan anak.

Aspek-aspek tersebut menurut Cutrona & Russell (1987) pada dasarnya

dapat disamakan dengan klasifikasi dukungan sosial berdasarkan fungsinya

seperti disebutkan diatas. Aspekattachment, social integaration,danReassurance

of worth dapat disamakan dengan dukungan emosional, Reliable alliance dapat

disamakan dengan dukungan instrumental, sedangkanGuidance dapat disamakan

dengan dukungan informasi, Opportunity for nurturance tidak dapat disamakan

dengan tipe dukungan sosial yang ada, karena aspek tersebut merupakan aspek

unik yang ada di dalam model teoritis Weiss. Weiss menambahkan aspek tersebut

karena perasaan dibutuhkan oleh orang lain merupakan suatu aspek yang penting

(47)

2.2.3. Efek Dukungan Sosial

Smet (1994) mengemukakan bahwa ada dua model peranan dukungan sosial

dalam kehidupan, yaitu model efek langsung (direct effect) dan model efek

penyangga (buffer effect). Dalam efek langsung tetap berpendapat bahwa

dukungan sosial itu bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan tidak perduli

banyaknya stres yang dialami seseorang. Menurut efek dukungan sosial yang

positif sebanding di bawah intensitas-intensitas stres tinggi dan rendah.

Contohnya, orang-orang dengan dukungan sosial tinggi dapat memiliki

penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak begitu mudah

diserang stres. Sedangkan efek penyangga, dukungan sosial mempengaruhi

kesehatan dengan melindungi orang itu terhadap efek negatif dari stres berat.

Fungsi yang bersifat melindungi ini hanya atau terutama efektif kalau orang itu

menjumpai stres yang kuat. Efek penyangga bekerja paling sedikit dengan dua

cara. Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi mungkin akan kurang menilai

situasi penuh stres (mereka tahu bahwa mungkin akan ada seorang yang dapat

membantu mereka). Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi akan mengubah

respon mereka terhadap sumber stres (contohnya seorang teman pergi ke

sahabatnya untuk membicarakan masalah itu). Kedua segi itu mempengaruhi

dampak sumber stres.

2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan Dukungan Sosial

(48)

1. Penerima Dukungan (Recipients)

Seseorang tidak akan memperoleh dukungan bila mereka tidak ramah, tidak

mau menolong orang lain dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa

mereka membutuhkan pertolongan. Ada orang yang kurang asertif untuk

meminta bantuan, atau mereka berpikir bahwa mereka seharusnya tidak

tergantung dan membebani orang lain, merasa tidak enak mempercayakan

sesuatu pada orang lain atau tidak tahu siapa yang dapat diminta bantuannya.

2. Penyedia Dukungan

Individu tidak akan memperoleh dukungan jika penyedia tidak memiliki

sumber-sumber yang dibutuhkan oleh individu, penyedia dukungan sedang

berada dalam keadaan stres dan sedang membutuhkan bantuan, atau mungkin

juga mereka tidak cukup sensitif terhadap kebutuhan orang lain.

3. Komposisi dan struktur jaringan sosial (hubungan individu dengan keluarga

dan masyarakat).

Hubungan ini bervariasi dalam hal ukuran, yaitu jumlah orang yang biasa

dihubungi; frekuensi hubungan, yaitu seberapa sering individu bertemu

dengan orang tersebut; komposisi, yaitu apakah orang tersebut adalah

keluarga, teman, rekan kerja, atau yang lainnya; dan keintiman, yaitu

kedekatan hubungan individu dan adanya keinginan untuk saling

(49)

2.3 Napza

2.3.1 Pengertian napza

Istilah napza, narkoba, narkotika dan obat terlarang merupakan istilah yang

beredar di masyarakat baik melalui media maupun pembicaraan langsung. Semua

istilah ini mengacu kepada sekelompok zat yang nampaknya mempunyai satu

resiko yang oleh masyarakat disebut bahaya yakni kecanduan atau

ketergantungan. Salah satunya adalah NAPZA (narkotika, alkohol, psikotropika

dan zat adiktif lainnya) yang merupakan bahan atau zat yang bila masuk ke dalam

tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan saraf pusat atau otak, sehingga

menyebabkan gangguan fisik, psikis dan fungsi sosial (BNN dan Departemen

Kesehatan RI, 2004).

BNN dan Departemen Kesehatan RI, (2004) menjelaskan jenis-jenis

Napza yang sering disalahgunakan:

1. Narkotika, merupakan zat yang berasal dari tanaman atau bukan tananaman

baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

2. Psikotropika, merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika yang bersifat proaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

(50)

1) Minuman beralkohol, adalah larutan yang mengandung atlialkohol, yang

berpengaruh terhadap sistem saraf pusat dan sering menjadi bagian dari

budaya tertentu.

2) Tembakau, ialah zat yang sangat luas digunakan oleh masyarakat,

mengandung nikotin dan berbagai zat berbahaya akibat proses

pembakarannya.

BNN dan Departemen Kesehatan RI, (2004) menjelaskan berdasarkan

tingkat-tingkat pemakaian Napza terbagi menjadi 5, yaitu:

1. Pemakaian Coba-coba

Yaitu pemakaian Napza yang tujuannya ingin mencoba untuk memenuhi rasa

ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain

berlanjut pada tahap yang lebih berat.

2. Pemakaian Sosial atau Rekreasi

Yaitu pemakaian Napza dengan tujuan bersenang-senang saat rekreasi atau

santai. Sebagian bertahan pada tahap ini, yang lain meningkat pada tahap yang

lebih berat.

3. Pemakaian Situasional

Yaitu pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu, seperti ketegangan,

kesedihan, kekecewaan dan sebagainya, dengan maksud menghilangkan

perasaan-perasaan tersebut.

4. Penyalahgunaan

Yaitu suatu pola penggunaan yang bersifat patologik yang ditandai oleh

(51)

berusaha berulang kali mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit

fisiknya cukup berat akibat zat tersebut. Keadaan ini menimbulkan gangguan

antara lain: perilaku agresif dan tidak wajar, hubungan dengan teman

terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum dan tak mampu

berfungsi secara efektif.

5. Ketergantungan

Yaitu telah terjadinya toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian zat

dihentikan atau dikurangi dosisnya. Agar tidak berlanjut pada tingkat yang

lebih berat (ketergantungan), maka sebaiknya tingkat-tingkat pemakaian

tersebut memerlukan perhatian dan kewaspadaan keluarga dan masyarakat.

BNN dan Departemen Kesehatan RI (2004) menjelaskan terjadinya

penyalahgunaan Napza terjadi akibat interaksi 2 faktor berikut:

1. Faktor Individu, kebanyakan penyalahgunaan napza dimulai atau terdapat

pada masa remaja, sebab masa remaja yang sedang mengalami perubahan

biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang

rentan untuk menyalahgunakan Napza.

2. Faktor Lingkungan, meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan, baik

pergaulan dilingkungan rumah, disekolah maupun di tempat-tempat umum.

Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Napza

(52)

atau ketergantungan serta memiliki efek yang negatif terhadap fungsi otak serta

organ tubuh. Dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

penyalahgunaan Napza, dapat terjadi akibat adanya tiga interaksi yang

diantaranya, faktor Napza sebagai zat yang dapat memberikan penghayatan

kenikmatan sesaat pada otak, kemudian faktor individu dimana penggunaan

Napza dijadikan sebagai suatu peralihan dari masalah yang dihadapinya atau suatu

percobaan akibat rasa ingin tahu yang lebih, dan yang terakhir adalah faktor

lingkungan yang tidak kondusif sehingga memiliki pengaruh yang besar terhadap

terjadinya penyalahgunaan Napza.

2.4 Pengguna Napza

Pengguna Napza atau penyalahguna Napza adalah individu yang menggunakan

narkotika atau psikotropika tanpa indikasi medis dan tidak dalam pengawasan

dokter (BNN, 2003). Korban penyalahguna Napza atau pengguna Napza adalah

orang yang menderita ketergantungan terhadap Napza yang disebabkan oleh

penyalahgunaan Napza, baik atas kemauan sendiri maupun paksaan dari orang

lain (BNN dan Departemen Kesehatan RI, 2003).

Seseorang yang mengkonsumsi Napza tidak lagi dapat membedakan mana

yang baik dan buruk, mana yang halal dan yang haram. Untuk menghindari Napza

maka jangan mencoba-coba, sebab sekali mencoba bagaikan ikan kena pancingan

dan sukar melepaskan diri, yang pada gilirannya jatuh dalam ketergantungan

(53)

2.5. Panti Rehabilitasi

2.5.1 Pengertian Rehabilitasi

Rehabilitasi berarti restorasi (perbaikan, pemulihan) mengarah pada normalitas,

atau pemulihan menuju status yang paling memuaskan terhadap individu yang

pernah menderita luka atau menderita satu penyakit mental (Chaplin, 2006).

Rehabilitasi adalah bukan sekadar memulihkan kesehatan semula si

pemakai, melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan

meyeluruh. Rehabilitasi pengguna napza adalah suatu proses yang berkelanjutan

dan meyeluruh. Rehabilitasi untuk pengguna napza harus meliputi usaha-usaha

untuk mendukung para pengguna, hari demi hari dalam pengembangan dan

pengisian hidup secara bermakna serta berkualitas di bidang fisik, mental,

spiritual dan sosial (Somar, 2001). Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan

mengembalikan kondisi pengguna napza dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial

dan spiritual (Hawari, 2009).

2.6. Kerangka Berpikir

Pembahasan masalah narkoba semakin terbuka dan banyak dibicarakan di

kota-kota besar hingga pelosok-pelosok tanah air. Mengingat obat-obat terlarang sudah

menjadi barang konsumsi sehari-hari bagi mereka yang sudah kecanduan.

Penyebaran dan pemakaiannya sudah semakin merata dan tidak pandang bulu.

(54)

Pengguna Napza atau penyalahguna Napza adalah individu yang

menggunakan narkotika atau psikotropika tanpa indikasi medis dan tidak dalam

pengawasan dokter (BNN, 2003). Korban penyalahguna Napza atau pengguna

Napza adalah orang yang menderita ketergantungan terhadap Napza yang

disebabkan oleh penyalahgunaan Napza, baik atas kemauan sendiri maupun

paksaan dari orang lain (BNN dan Departemen Kesehatan RI, 2003).

Lingkungan pergaulan sering mempunyai pengaruh kuat dalam perilaku

mereka. Emosi yang masih meluap-luap, keinginan untuk mencoba sesuatu yang

baru, kecenderungan hanya berpikir linier sehingga mudah terprovokasi

merupakan beberapa ciri umum yang sering mereka alami. Belum lagi masalah

sosial lingkungan dan keluarga, yang sering bermuara pada rasa keterasingan

mereka, sehingga mereka cenderung mencari alternatif pemecahannya secara

sepintas, sepihak, tanpa mempertimbangkan matang-matang kemungkinan akibat

yang dapat timbul. Kondisi semacam ini sering menjadi sasaran bagi bandar

narkoba untuk masuk keperangkap mereka sampai pada akhirnya tercipta sebuah

ketergantungan yang sangat sulit untuk dilepaskan. Berdasarkan pengalaman,

dukungan dari keluarga, sahabat, tetap diperlukan agar para pecandu Narkoba,

agar tidak semakin terjerumus lebih parah sehingga proses penyembuhan menjadi

lebih mudah.

Menurut Orford (1992) dukungan sosial bekerja dengan tujuan untuk

(55)

berpengaruh. Selanjutnya Orford menyatakan bahwa bentuk dukungan sosial yang

diperlukan oleh individu dengan penerimaan diri yang rendah, membutuhkan

dukungan sosial yang bersifat emosional dan kelompok sosial. Mengingat hal

tersebut, maka dukungan sosial sangat berperan dalam kehidupan individu yang

mengalami ketergantungan napza.

2.7. Hipotesa

1. Ha1: Ada hubungan yang signifikan antara aspek Attachment dari variabel

Dukungan Sosial dengan variabel Motivasi untuk sembuh pada

Gambar

Tabel 3.1Bobot Nilai
Tabel 3.2Blue Print Try Out Skala Dukungan Sosial
Blue PrintTabel 3.3 Try Out Skala Motivasi untuk sembuh
Tabel 3.4Interpretasi Nilai r
+7

Referensi

Dokumen terkait