• Tidak ada hasil yang ditemukan

sosiologi kriminalitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "sosiologi kriminalitas"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

Kriminalitas berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan.

Berikut pengertian kejahatan dipandang dalam berbagai segi:

* Secara yuridis, kejahatan berarti segala tingkah laku manusia yang dapat dipidana,yang diatur dalam hokum pidana.

* Dari segi kriminologi,setiap tindakan Dari segi kriminologi setiap tindakan atau perbuatan tertentu yang tindakan disetujui oleh masyarakat diartikan sebagai kejahatan. Ini berarti setiap kejahatan tidak harus dirumuskan terlebih dahulu dalam suatu peraturan hokum pidana. Jadi setiap perbuatan yang anti

social,merugikansertab menjengkelkan masyarakat,secara kriminologi dapat dikatakan sebagai kejahatan

* Arti kejahatan dilihat dengan kaca mata hokum, mungkin adalah yang paling mudah dirumuskan secara tegas dan konvensional. Menurut hokum kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hokum; tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hokum,dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapakan dalam kaidah hokum yang berlaku dalam

masyarakat bersangkutan bertempat tinggal.(Soedjono. D,S.H.,ilmu Jiwa Kejahatan,Amalan, Ilmu Jiwa Dalam Studi Kejahatan,Karya Nusantara,Bandung,1977,hal 15).

Dari segi apa pun dibicarakan suatu kejahatan,perlu diketahui bahwa kejahatan bersifat relative. Dalam kaitan dengan sifat relatifnya kejahatan, G. Peter Hoefnagels menulis sebagai

(2)

We have seen that the concept of crime is highly relative in commen parlance. The use of term “crime” in respect of the same behavior differs from moment to moment(time), from group to group (place) and from context to (situation).

Relatifnya kejahatan bergantung pada ruang,waktu,dan siapa yang menamakan sesuatu itu kejahatan. “Misdad is benoming”, kata Hoefnagels; yang berarti tingkah laku didefenisikan sebagai jahat oleh manusia-manusia yang tidak mengkualifikasikan diri sebagai penjahat. (J.E. Sahetapy, Kapita Selekta

Kriminologi,Alumni, Bandung, 1979,hlm.67.)

Dalam konteks itu dapat dilakukan bahwa kejahatan adalah suatu konsepsi yang bersifat abstrak. Abstrak dalam arti ia tidak dapat diraba dan tidak dapat dilihat,kecuali akibatnya saja.

http://pendidikantech.blogspot.com/2010/05/pengertian-kriminalitas.html

A.

Definisi Kejahatan

(3)

ketentuan-ketentuan KUHP. Ringkasnya, secara yuridis formal, kejahatan

adalah bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang

pidana. Selanjutnya semua tingkah laku yang dilarang oleh

undang-undang, harus disingkiri. Barang siapa melanggarnya,

dikenai pidana. Maka larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban

tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara itu tercantum

pada undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah, baik

yang dipusat maupun pemerintah daerah.

Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan,

perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan

social psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar

norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik

yang telah tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum

tercantum dalam undang-undang pidana).

Selanjutnya, penjelmaan atau bentuk dan jenis kejahatan itu dapat

dibagi-bagikan kedalam beberapa kelompok, yaitu:

a)

Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan

operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasi-orgnisasi legal.

(4)

bentuk judi dan peranrata-perantara “kepercayaan,” pemerasan

(blackmailing), ancaman untuk mempublisir skandal dan perbuatan

manipulative.

c)

Pencurian dan pelanggaran; perbuatan kekerasan, pembegalan,

penjambretan/pencopetan, perampokan; pelanggaran lalu lintas,

ekonomi, pajak, bea cukai, dan lain-lain.

Menurut cara kejahatan dilakukan, bisa dikelompokkan dalam:

a)

Menggunkan alat-alat bantu: senjata, senapan, bahan-bahan

kimia dan racun, instrument kedokteran, alat pemukul, alat jerat,

dan lain-lain.

b)

Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik

belaka, bujuk rayu dan tipu daya.

c)

Residivis, yaitu penjahat-penjahat yang berulang-ulang ke luar

masuk penjara. Selalu mengulangi perbuatan jahat, baik yang

serupa ataupun yang berbeda bentuk kejahatannya.

d)

Penjahat-penjahat berdarah dingin, yang melakukan tindak

(5)

e)

Penjahat kesempatan atau situasional, yang melakukan

kejahatan dengan menggunakan kesempatan-kesempatan

kebetulan.

f)

Penjahat dengan dorongan impuls-impuls yang timbul

seketika. Misalnya berupa “perbuatan kortsluiting,” yang lepas dari

pertimbangan akal, dan lolos dari tapisan hati nurani.

g)

Penjahat kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak disengaja,

lalai, ceroboh, acuh tak acuh, sembrono, dan lain-lain.

Sarjana

Capelli

membagi type penjahat sebagai berikut:

1)

Penjahat yang melakukan kejahatan didorong oleh factor

psikopatologis, dengan pelaku-pelakunya:

a.

Orang yang sakit jiwa.

b.

Berjiwa abnormal, namun tidak sakit jiwa.

2)

Penjahat yang melakukan tindak pidana oleh cacat

badani-rohani, dan kemunduran jiwa-raganya.

a.

Orang-orang dengan gangguan jasmani-rohani sejak lahir dan

pada usia muda, sehingga sukar dididik, dan tidak mampu

menyesuaikan diri terhadap pola hidup masyarakat umum.

(6)

(dementia senilitas), cacat/invalid oleh suatu kecelakaan, dan

lain-lain.

3)

Penjahat karena faktor-faktor social, yaitu:

a.

Penjahat kebiasaan.

b.

Penjahat kesempatan oleh kesulitan ekonomi atau kesulitan

fisik.

c.

Penjahat kebetulan, yang pertama kali melakukan kejahatan

kecil secara kebetulan; Kemudian berkembang lebih sering lagi,

lalu melakukan kejahatan-kejahatan besar.

d.

Penjahat-penjahat berkelompok seperti melakukan penebangan

kayu dan pencurian kayu di hutan-hutan pencurian massal di

pabrik-pabrik pembantaian secara bersama, penggarongan,

perampokan dan sebagainya.

Seelig membagi type penjahat atas dasar struktur kepribadian

pelaku, atau atas dasar konstitusi jiwani/psikis pelakunya, yaitu:

1)

Penjahat yang didorong oleh sentiment-sentimen yang sangat

(7)

ideology dan keyakinan kuat; baik yang fanatic kanan (golongan

agama), maupun yang fanatic kiri (golongan sosialis dan komunis),

Misalnya gerakan “jihad,” membunuh pemimpin-pemimpin dan

kepala Negara, membantai lawan-lawan politik, menculik dan

menteror lingkungan dengan sengaja, dan lain-lain.

Menurut obyek hukum yang diserangnya, kejahatan dapat dibagi

dalam:

1)

Kejahatan ekonomi: fraude, penggelapan, penyeludupn,

perdagangan, barang-barang terlarang (bahan narkotik, buku-buku

dan bacaan pornografis, minuman keras, dan lain-lain),

penyogokan dan penyuapan untuk mendapatkan

monopoli-monopoli tertentu, dan lain-lain.

2)

Kejahatan politik dan pertahanan-keamanan, pelanggaran

ketertiban umum, penghianatan, dan penjualan rahasia-rahasia

Negara pada agen-agen asing, berfungsi sebagai agen-agen

subversi, pengacauan, kejahatan terhadap keamanan Negara dan

kekuasaan Negara, penghinaan terhadap martabat

pemimpin-pemimpin Negara, kolaborasi dengan musuh, dan lain-lain.

(8)

4)

Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda.

Jika yang dipakai sebagai criteria adalah motif atau

alasan-alasannya, maka kejahatan bisa berlandaskan pada motif-motif:

ekonomis, politis, dan etis atau kesusilaan.

Pembagian kejahatan menurut type penjahat, yang dilakukan oleh

Cecaro Lombroso, ialah sebagai berikut:

1)

Penjahat sejak lahir dengan sifat-sifat heredriter (born

criminals) dengan kelainan-kelainan bentuk jasmani,

bagian-bagian badan yang abnormal, stik mata atau roda fisik,

anomaly/cacat dan kekurangan jasmaniah. Misalnya bentuk

tengkorak yang luar biasa, dengan keanehan-keanehan susunan

otak mirip dengan binatang.

2)

Penjahat dengan kelainan jiwa, misalya: gila, setengah gila,

idiot, debil, imbesil, dihinggapi hysteria, melankolis, epilepsy atau

ayan, dementia yaitu lemah pikiran, dementia peraicok atau lemah

fikiran yang sangat dini, dan lain-lain.

3)

Penjahat dirangsang oleh dorongan libido seksualis atau

nafsu-nafsu seks.

(9)

kejahatan karena keadaan yang luar biasa, dalm bentuk

pelanggaran-pelanggran kecil. Dia membaginya dalam:

pseudo-kriminal (pura-pura) dan pseudo-kriminaloids.

5)

Penjahat dengan organ-organ jasmani yang normal, namun

mempunyai pola kebiasaan buruk, asosiasi social yang abnormanl

atau menyimpang dari pola kelakuan umum, sehingga sering

melanggar undang-undang dan norma susila, lalu banyak

melakukan kejahatan.

Aschaffenburg membagi type penjahat sebagai berikut:

1)

Penjahat professional: kejahatan sebagai “penggaotan” atau

pekerjaan sehari-hari, karena sikap hidup yang keliru.

2)

Penjahat oleh kebiasaan, disebabkan oleh mental yang lemah,

sikap yang pasif, pikiran yang tumpul, dan apatisme.

3)

Penjahat tanpa/kurang memiliki disiplin kemasyarakatan.

Misalnya para pengemudi mobil dan sepeda motor yang tidak

bertanggung jawab, tidak menghiraukan etik lalu lintas dan

peraturan-peraturan keamanan lalu lintas.

4)

Prnjahat-penjahat yang memiliki krisis jiwa, misalnya

(10)

sendiri karena ingin mendapatkan uang asuransi; membunuh pacar

sendiri karena sudah dihamilli,atau karena cintanya tidak terbalas.

Ibu muda yang membunuh bayinya karena tidak kawin;

membunuh orang lain atau melakukan bunuh diri, karena tidak

mampu krisis jiwanya, dan lain-lain.

5)

Penjahat yang melakukan kejahatan oleh dorongan-dorongan

seks yang abnormal. Misalnya homo seks, sadisme,

sadomasokhisme,

[2]

pedofilia,

[3]

lesbianism, perkosaan, dan

lain-lain.

6)

Penjahat yang sangat agresif dan memiliki mental yang sangat

labil, yang sering melakukan penyerangan, penganiayaan dan

(11)

B.

Beberapa Teori Mengenai Kejahatan

1.

Teori theologis

Teori ini menyatakan kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang

jahat sifatnya. Setiap orang normal bisa melakukan kejahatan

sebab didorong oleh roh-roh jahat dan godaan “syetan/iblis” atau

nafsu-nafsu durjana angkara, dan melanggar kehendak Tuhan.

Dalam keadaan setengah atau tidak sadar terbujuk oleh godaan

iblis, orang baik-baik bisa menyalahi perintah-perintah Tuhan dan

melakukan kejahatan. Maka, barang siapa melanggar perintah

Tuhan, dia harus mendapat hukuman sebagai penebus

dosa-dosanya.

2.

Teori filsafat tentang manusia (antropologi transcendental)

(12)

3.

Teori kemauan bebas (free will)

Teori ini menyatakan, bahwa manusia itu bisa bebas berbuat

menurut kemauannya. Dengan kemauan bebas dia dia berhak

menentukan pilihan dan sikapnnya. Untuk menjamin agar supaya

setiap perbuatan berdasarkan kemauan bebas itu cocok dengan

keinginan masyarakat, maka manusia harus diatur dan ditekan,

yaitu dengan: hukum, norma-norma social dan pendidikan.

Teori kemauan bebas tidk menyebutkan roh-roh jahat sebagai

sebab kurang musabab kejahatan. Akan tetapi sebab kejahatan

adalah kemauan manusia itu sendiri. Jika dia dengan sadar benar

berkeinginan melakukan perbuatan durjana, maka tidak ada

seorangpun, tidak satu dewapun, bahkan tidak bisa Tuhan dan

sebuah kitab sucipun yang bisa melarang perbuatan kriminalnya.

Orang-orang jahat yang sering melakukan tindak durjana, bikin

onar dan kesengsaraan pada orang lain itu perlu ditindak, dihukum

dan dididik kembali oleh masyarakat.

4.

Teori penyakit jiwa

(13)

defekt moral.

Psikopat adalah bentuk kekalutan mental yang ditandai dengan

tidak adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi,

orangnya tidak pernah bisa bertanggung jawab secara moral, dan

selalu berkonflik dengan norma-norma social serta hukum, dan

biasanya juga bersifat immoral.

Defect moral (defisiensi moral)[5]

dicirikan dengan:

individu-individu yang hidupnya delinquent/jahat, selalu melakukan

kejahatan kedurjanaan, dan bertingkah laku a-sosial atau anti

social, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan atau

gangguan intelektual (tapi ada disfungsi atau tidak berfungsinya

intelegensi).

5.

Teori fa’al tubuh (fisiologis)

(14)

Sebenarnya, pelopor-pelopor dari terminology modren: Cecare

Lombroso, Enrico Ferri (1856-1928) dan Refaelle Garofalo, yang

secara bersama-sama membangun “sekolah

italia” (mashab

italia).Lombroso berkeyakinan, bahwa orang-orang kriminil itu

mempuyai konstitusi psikofisik dan type kepribadian yang

abnormal, yang jelas bisa dibedakan dari orang-orang normal.

Mereka itu memiliki stigmata (ciri-ciri, tanda selar) karakteristik,

yang sifatnya bisa:

a)

Fisiologos-anatomis: dengan ciri-ciri khas pada tubuh dan

anggota serta anomaly/kelainan jasmaniah.

b)

Psikologis: dengan ciri-ciri psikopatik, neurotic, atau

gangguan system syaraf, psikotik atau gila, dan defect moral.

c)

Social: bersifat a-sosial, anti-sosial, dan mengalami

disorientasi social.

(15)

melakukan pemerkosaan seksuil tidak wajar, pada umumnya

adalah defect moralnya.

(16)

criminals ini mempunyai stigmata jasmaniah yang menyolok.

Enrico ferri dengan pandangan sosiologisnya menyebutkan tiga

factor penyebab kejahatan, yaitu:

1)

Individual

(antropologis) yang meliputi: usia, seks atau jenis

kelamin, status sipil, profesi atau pekerjaan, tempat

tinggal/domisili, tingkat social, pendidikan, konstitusi organis dan

psikis.

2)

Fisik (natural, alam): ras, suku, iklim, fertilitas, disporsisi

bumi, keadaan alam diwaktu malam hari dan siang hari, musim,

kondisi meteoric atau keruang angkasaan, kelembaban udara dan

suhu.

3)

Sosial: antara lain: kepadatan penduduk, susunan masyarakat,

adat istiadat, agama, orde pemerintah. Kondisi ekonomi dan

indutri, pendidikan, jaminan social, lembaga legislative dan

lembaga hukum, dan lain-lain.

6.

Teori yang menitik beratkan pengaruh anthropologis

(17)

yaitu: orang-orang criminal itu mempunyai ciri-ciri psikis yang

sama dengan orang-orang primitive, dalam hal: kemalasan,

impulsifitas, cepat naik darah dan kegelisahan psiko- fisik. Semua

sifat karakteristik ini menghambat mereka untuk mengadakan

penyesuain diri terhadap peraturan-peraturan peradaban dan

uniformitas kesusilaan.

7.

Teori yang menitik beratkan factor social dari sekolah sosioligi

perancis

Mashab ini dengan tegas menyatakan, bahwa pengaruh paling

menentukan yang mengakibatkan kejahatan ialah: faktor-faktor

eksternal atau lingkungan social dan kekuatan-kekuatan social.

Gabriel Tarde dan Emile Durkheim menyatakan: kejahatan itu

merupakan insiden alamiah. Merupakan gejala social yang tidak

bisa dihindari dalam refolusi social, dimana secara mutlak terdapat

satu minimum kebebasan individual untuk berkembang, juga

tedapat tingkah laku masyarakat yang tidak bisa diduga-duga untuk

mencuri keuntungan dalam setiap kesempatan. Dengan demikian

ada fleksibilitas atau kecenderungan untuk melakukan kejahatan.

(18)

Ringkasannya, pada saat sekarang ini, pendapat-pendapat yang

menyatakan “ factor tunggal sebagai penyebab timbulnya

kejahatan,” sudah banyak ditingalkan. Orang lebih banyak

bertumpu pada prinsip “factor jamak sebagai penyebab kejahatan.”

9.

Teori susunan ketatanegaraan

Beberapa filsuf dan negarawan, yaitu Plato (427-347 S.M),

Aristoteles ( 384-322 S.M.) dan Thomas More dari Inggris (

1478-1535) Beranggapan, bahwa struktur ketatanegaraaan dan falsafah

Negara itu turut menentukan ada dan tidaknya kejahatan. Jika

susunan Negara baik dan pemerintahannya bersih, serta mampu

melaksanakan tugas memerintah rakyat dengan adil, maka banyak

orang memenuhi kebutuhan vitalnya dengan cara masing-masing

yang inkonvensional dan jahat atau kriminil.

10.

Mashab spiritualis dengan teori non-religiusitas

(19)

membukakan hati manusia kepada pengertian-pengertian absolute

dan altruistis (cinta pada sesama manusia), dan melarang

orang-orang melakukan kejahatan. Agama memperkenalkan nilai-nilai

absolute dan nilai kemanusiaan yang luhur, yang besar sekali

artinya bagi pengendalian diri dan penghindaran diri dari perbuatan

angkara serta durjana.

Maka, adanya kejahatan tersebut merupakan tantangan berat bagi

para anggota-anggota masyarakat. Sebabnya ialah:

a)

Kejahatan yang bertubi-tubi itu memberikan efek yang

mendemoralisir/merusak terhadap orde social.

b)

Menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan

kepanikan ditengah masyarakat.

c)

Banyak materi dan energy terbuang dengan sia-sia oleh

gangguan-gangguan kriminalitas.

d)

Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada

sebagian besar masyarakatnya.

(20)

1)

Menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok-kelompok yng

tengah diteror oleh para penjahat.

2)

Muncullah kemudian tanda-tanda baru, dengan norma-norma

susila yang lebih baik, yang diharapkan mampu mengatur

masyarakat dengan cara yang lebih baik dimasa-masa mendatang.

3)

Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, dan

menambah kekuatan fisik lainnya untuk memberantas kejahatan.

http://rumahasty.blogspot.com/2011/06/contoh-makalah-tentang-kriminalitas.html

Secara harfiah kriminologi berasal dari kata "crimen" yang berarti

Secara harfiah kriminologi berasal dari kata "crimen" yang berarti

kejahatan atau penjahat serta "logos" yang berarti ilmu

kejahatan atau penjahat serta "logos" yang berarti ilmu

pengetahuan, jadi kriminologi adalah ilmu yang mempelajari

pengetahuan, jadi kriminologi adalah ilmu yang mempelajari

tentang kejahatan atau suatu pengetahuan tentang kejahatan,

tentang kejahatan atau suatu pengetahuan tentang kejahatan,

namun hal tersebut dapat memberikan kita suatu persepsi yang

namun hal tersebut dapat memberikan kita suatu persepsi yang

sempit terhadap kriminologi itu sendiri bahkan suatu pengertian

sempit terhadap kriminologi itu sendiri bahkan suatu pengertian

yang salah. Pengertian kriminologi sebagai suatu ilmu tentang

yang salah. Pengertian kriminologi sebagai suatu ilmu tentang

kejahatan akan menimbulkan suatu persepsi bahwa pembahasan

kejahatan akan menimbulkan suatu persepsi bahwa pembahasan

yang akan dibahas di dalam kriminologi hanya kejahatan

yang akan dibahas di dalam kriminologi hanya kejahatan

semata.

semata.

Berikut beberapa definisi tentang kejahatan menurut para tokoh :

Berikut beberapa definisi tentang kejahatan menurut para tokoh : Paul W Tappan

Paul W Tappan menyatakan bahwa kejahatan adalah The Criminalmenyatakan bahwa kejahatan adalah The Criminal Law (statutory or case law), commited without defense or excuse,

Law (statutory or case law), commited without defense or excuse,

and penalized by the state as a felony and misdemeanor.

(21)

Huge D Barlow

Huge D Barlow juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatana juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatana adalah a human act that violates the criminal law.

adalah a human act that violates the criminal law.

Sutherland

Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatab

perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatab

yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara

yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara

bereaksi dengan hukuman sebagai pamungkas.

bereaksi dengan hukuman sebagai pamungkas.

Bonger

Bonger menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari

perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari

negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai

negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai

reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definitions)

reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definitions)

mengenai kejahatan.

mengenai kejahatan.

R. Soesilo

R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara juridis membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi

dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi

juridis, pengertian

juridis, pengertian

kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang

kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang

bertentangan dengan undangundang.

bertentangan dengan undangundang.

Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan

Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan

kejahatan adalah

kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selainperbuatan atau tingkah laku yang selain

merugikan si penderita, juga sangat

merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitumerugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan

berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.ketertiban.

J.M. Bemmelem

J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan memandang kejahatan sebagai suatu tindakan

anti sosial

(22)

yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat,

yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat,

sehingga dalam

sehingga dalam

masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan

masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan

masyarakat, negara

masyarakat, negara

harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.

harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.

M.A. Elliot

M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam

dalam

masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar

masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar

hukum dapat

hukum dapat

dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda

dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda

dan seterusnya.

dan seterusnya.

Menurut Paul Moedikdo Moeliono

Menurut Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalahkejahatan adalah perbuatan pelanggaran

perbuatan pelanggaran

norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat

norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat

sebagai perbuatan

sebagai perbuatan

yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan

yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan

(negara bertindak).

(negara bertindak).

J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro

J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya dalam bukunya Paradoks Dalam

Paradoks Dalam

Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi

Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi

tertentu,

tertentu,

merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif,

merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif,

mengandung variabilitas

mengandung variabilitas

dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku

dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku

(baik aktif maupun

(23)

pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas

pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas

masyarakat sebagai suatu

masyarakat sebagai suatu

perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial

perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial

dan atau perasaan

dan atau perasaan

hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan

hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan

waktu.

waktu.

http://wahyoeartikel.blogspot.com/2011/12/manusia-adalah-makhluk-sosial-yang.html

Teori kriminologi sendiri kejahatan terbagi ke dalam tiga perspektif yaitu: a. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Biologis dan 

Psikologis

b. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Sosiologis c. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif lain

Namun dalam pembahasan kali ini kami hanya akan menganalisis teradap  teori kejahatan yang menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologis,  dihubungkan dengan perkembangan kejahatan yang terjadi dewasa ini.

B. Kejahatan dari Perspektif Sosiologis

Pada teori kejahatan dari perspektif sosiologis berusaha mencari alasan­ alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial.  Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu : strain,  cultural deviance (penyimpangan budaya), dan social control.

Perspektif strain dan penyimpangan budaya memusatkan perhatianya  pada kekuatan­kekuatan sosial (social forces) yang menyebabkan orang  melakukan aktivitas kriminal. Sebaliknya pada teori kontrol sosial 

mempuyai pendekatan berbeda. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa  motivasi untuk melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat  manusia. Sebagai konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba 

(24)

keduanya berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal  berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para  penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat  mengikuti satu set nilai­nilai budaya yaitu nilai­nilai budaya dari kelas  menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi,  karena orang­orang kelas bawah tidak mempunyai sarana­sarana yang  sah untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih  menggunakan sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya  menyatakan bahwa orang­orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai­ nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai­nilai dari kelas  menengah. Sebagai konsekuensinya manakala orang­orang kelas bawah  mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar  norma­norma konvensional. 

Sudah umum diterima bahwa objek kriminologi adalah norma­norma  kelakuan (tingkah laku) yang tidak disukai oleh kelompok­kelompok  masyarakat, tetapi kejahatan (crime) sebagai salah satu dari padanya  masih merupakan bagian yang terpenting. Dari sudut pandang sosiologi  maka dapatlah dikatakan bahwa kejahatan adalah salah satu persoalan  yang paling serius dalam hal timbulnya Disorganisasi sosial,karena  penjahat­penjahat itu sebenarnya melakukan perbuatan­perbuatan yang  mengancam dasar­dasar dari pemerintahan, hukum, ketertiban dan  kesejahteraan umum. Beberapa kejahatan menunjukkan sifat­sifat  egoistis,ketamakan dari pelaku kejahatan, sama sekali tidak 

mempedulikan keselamatan, kesejahteraan ataupun barang milik orang  lain. Pelaku kejahatan yang lebih besar lagi dan lebih berkuasa umumnya  bersatu dan bergabung dengan pegawai­pegawai pemerintah yang korup  dan dengan demikian mencoba untuk mencapai tujuan­tujuan mereka  dengan melalui saluran pemerintahan. 

Sosiologi modern sangat menekankan pada mempelajari struktur dan  jalanya masyarakat sekarang ini. Bila dilihat dari sosiologi maka kejahatan  adalah salah satu masalah yang paling gawat dari disorganisasi sosial.  Karena pelaku kejahatan bergerak dalam aktivitas­aktivitas yang 

(25)

bahwa setiap kelompok memiliki conduct morm­nya sediri dan dari conduct norms dari satu kelompok mungkin bertentangan dengan conduct norms  kelompok lain. Seorang individu yang mengikuti norma kelompoknya  mugkin saja dipandang telah melakukan suatu kejahatan apabila norma­ norma kelokpoknya itu bertentangan dengan norma­norma dari 

masyarakat dominan. Menurut penjelasan ini perbedaan utama antara  seorang kriminal dengan seorang non kriminal adalah bahwa masig­ masing menganut conduct norms yang berbeda. Sebaliknya dalam teori  kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik­teknik dan strategi­strategi  yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada 

penyesuaian atau ketaatan kepada aturan­aturan masyarakat.

http://click-gtg.blogspot.com/2008/08/teori-kejahatan-dari-aspek-sosiologis.html

Teori-Teori Dalam Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari

tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P.

Tonipard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis,

secara harfiah berasal dari kata “

crimen

” yang berarti

kejahatan atau penjahat dan “

logos

” yang berarti ilmu

pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang

kejahatan atau penjahat. (Toto Santoso, Achyani Zulfa,

2002: 9).

Ada beberapa penggolongan teori dalam kriminologi antara

lain(Soedjono Dirdjosisworo, 1994: 108-143) :

(26)

dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka

yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma

hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik

kejahatan sesungguhnya, namun juga motif, dorongan,

sikap dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi

dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial.

Theori asosiasi differensial Sutherland mengenai kejahatan

menegaskan bahwa :

a.

Perilaku kriminal seperti halnya perilaku lainnya,

dipelajari.

b.

Perilaku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi

dengan orang lain melalui suatu proses komunikasi.

c.

Bagian penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi

dalam pergaulan intim dengan mereka yang melakukan

kejahatan, yang berarti dalam relasi langsung di tengah

pergaulan.

d.

Mempelajari perilaku kriminal, termasuk didalamnya

teknik melakukan kejahatan dan motivasi/ dorongan atau

alasan pembenar.

e.

Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas

peraturan perundang-undangan; menyukai atau tidak

menyukai.

f.

Seseorang menjadi

deliquent

karena penghayatannya

terhadap peraturan perundangan lebih suka melanggar

daripada mentaatinya.

g.

Asosiasi diferensial ini bervariasi tergantung dari

frekuensi, durasi, prioritas dan intensitas.

(27)

mekanisme yang berlaku dalam setiap proses belajar.

i.

Sekalipun perilaku kriminal merupakan pencerminan dari

kebutuhan umum dan nilai-nilai, akan tetapi tingkah laku

kriminal tersebut tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan

umum dan nilai-nilai tadi, oleh karena perilaku non kriminal

pun merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan

nilai-nilai yang sama.

2.

Teori Tegang (

Strain Theory

)

Teori ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya

makhluk yang selalu memperkosa hukum atau melanggar

hukum, norma-norma dan peraturan-peraturan setelah

terputusnya antara tujuan dan cara mencapainya menjadi

demikian besar sehingga baginya satu-satunya cara untuk

mencapai tujuan ini adalah melalui saluran yang tidak legal.

Akibatnya, teori “tegas” memandang manusia dengan sinar

atau cahanya optimis. Dengan kata lain, manusia itu pada

dasarnya baik, karena kondisi sosiallah yang menciptakan

tekanan atau stress, ketegangan dan akhirnya kejahatan.

3.

Teori Kontrol Sosial (

Social Control Theory

)

(28)

Terdapat empat unsur kunci dalam teori kontrol sosial

mengenai perilaku kriminal menurut Hirschi (1969), yang

meliputi :

a.

Kasih Sayang

Kasih sayang ini meliputi kekuatan suatu ikatan yang ada antara individu dan saluran primer sosialisasi, seperti orang tua, guru dan para pemimpin masyarakat. Akibatnya, itu merupakan ukuran tingkat terhadap mana orang-orang yang patuh pada hukum bertindak sebagai sumber kekuatan positif bagi individu.

b. Komitmen

Sehubungan dengan komitmen ini, kita melihat investasi

dalam suasana konvensional dan pertimbangan bagi

tujuan-tujuan untuk hari depan yang bertentangan dengan gaya

hidup delinkuensi.

c. Keterlibatan

Keterlibatan, yang merupakan ukuran kecenderungan

seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

konvensional mengarahkan individu kepada keberhasilan

yang dihargai masyarakat.

a.

Kepercayaan

Akhirnya kepercayaan memerlukan diterimanya keabsahan

moral norma-norma sosial serta mencerminkan kekuatan

sikap konvensional seseorang. Keempat unsur ini sangat

mempengaruhi ikatan sosial antara seorang individu dengan

lingkungan masyarakatnya.

4.

Teori Label (

Labeling Theory

)

(29)

tertentu pada masyarakatnya. (Gibbs dan Erickson, 1975;

Plummer 1979; Schur 1971).

Terdapat banyak cara dimana pemberian label itu dapat

menentukan batas bersama dengan perilaku kriminal telah

dijadikan teori, misalnya bahwa pemberian label

memberikan pengaruh melalui perkermbangan imajinasi

sendiri yang negatif. Menurut teori label ini maka cap atau

merek yang dilekatkan oleh penguasa sosial terhadap warga

masyarakat tertentu lewat aturan dan undang-undang

sebenarnya berakibat panjang yaitu yang di cap tersebut

akan berperilaku seperti cap yang melekat itu. jadi sikap

mencap orang dengan predikat jahat adalah kriminogen.

5. Teori Psikoanalitik (

Psyco Analytic Theory

)

Menurut Sigmund Freud, penemu psikonanalisa, hanya

sedikit berbicara tentang orang-orang kriminal. Ini

dikarenakan perhatian Freud hanya tertuju pada neurosis

dan faktor-faktor di luar kesadaran yang tergolong kedalam

struktur yang lebih umum mengenai tipe-tipe ketidakberesan

atau penyakit seperti ini. Seperti yang dinyatakan oleh

Alexander dan Staub (1931), kriminalitas merupakan bagian

sifat manusia. Dengan demikian, dari segi pandangan

psikoanalitik, perbedaan primer antara kriminal dan bukan

kriminal adalah bahwa non kriminal ini telah belajar

mengontrol dan menghaluskan dorongan-dorongan dan

perasaan anti-sosialnya.

1.

Teori Rancangan Pathologis (

Pathological Simulation

Seeking

)

(30)

kejahatan yang nampak memberikan seseorang perasaan

gempar dan getaran hati atau sensasi. Kriminalitas

merupakan manifestasi “banyak sekali kebutuhan bagi

peningkatan atau perubahan-perubahan dalam pola

stimulasi si pelaku”. Abnormalitas primer oleh karenanya

dianggap sebagai sesuatu yang terletak dalam respon

psikologis seseorang pada masukan indera. Berarti perilaku

kriminal merupakan salah satu respon psikologis sebagai

salah satu alternatif perbuatan yang harus ditempuh. Lebih

spesifik lagi telah dihipotesakan bahwa para kriminal

memiliki sistem urat syarat yang hiporeaktif terhadap

rangsangan.

Beberapa bahasan dari teori rangsangan pathologis yang

perlu mendapat perhatian :

a.

Kriminal dilakukan dengan sistem urat syarat yang

diporeaktif dan otak yang kurang memberi respon, keadaan

demkian tidak terjadi dalam vakum, melainkan berinteraksi

dengan tujuan tempat tinggal tertentu dimana individu hidup

dalam pergaulan.

b.

Anak-anak pradelinkuen cenderung membiasakan diri

terhadap hukuman yang diterimanya dan rangsangan ini

dengan mudah menambah frustasi dikalangan orang tua.

Pola ini kemudian bergerak dalam lingkungan interaksi

negatif “orang tua dan anak” yang pada gilirannya

membentuk remaja dan orang dewasa yang bersifat

bermusuhan, memendam rasa benci dan anti sosial.

Kecenderungan mencuri rangsangan pathologis ini

merupakan bagian dari gambaran kriminal.

(31)

1)

Bahwa respon parental yang negatif dan tidak konsisten

terhadap perilaku mencari rangsangan atau stimuli sang

anak, merupakan daya etiologis dalam perkembangan

kecenderungan-kecenderungan kriminalitas selanjutnya.

2)

Bahwa abnormalitas psikologis sang anak akan

menyulitkan baginya mangantisapasi konsekuensi yang

menyakitkan atas perbuatannya.

Kedua faktor di atas merupakan faktor yang memberi

kontribusi kepada siklus yang merugikan dalam interkasi

orang tua anak yang bersifat negatif yang pada gilirannya

berkulminasi pada pola kriminalitas berat. Christopher

Mehew dalam penelitiannya mengenai kriminal dan

prikologis menemukan adanya pengaruh kejiwaan terhadap

perilaku jahat yang disimpulkan sebagai tingkat kedewasaan

yang terhambat (

emotional-immaturity

) dan ternyata kondisi

ini dipengaruhi oleh masalah-masalah keluarga yaitu

disharmonie home

dan

broken home

.

2.

Teori Pilihan Rasional (

Rational Choice Theory

)

(32)

apabila perbuatannya yang kriminal diketahui dan dirinya

diprotes dalam peradilan pidana. Apabila demikian

seolah-olah semua perilaku kriminal adalah keputusan rasional.

A.

Teori-Teori Sebab Terjadinya Perilaku Jahat

Perilaku jahat anak merupakan gejala penyimpangan dan

patologis secara sosial itu juga dapat dikelompokkan dlam

satu kelas defektif secara sosial, dan mempunyai

sebab-musabab yang majemuk, jadi sifatnya multi-kausal.

Ada beberapa penggolongan teori mengenai sebab

terjadinya perilaku jahat meliputi : (Kartini Kartono, 1985:

25-35).

1.

Teori biologis

2.

Teori psikogenesis (psikologis dan psikiatris)

3.

Teori sosiogenesis

4.

Teori subkultural

Ad.1.1. Teori Biologis

Tingkah laku sosiopatik atau delikuen pada anak-anak dan

remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan

struktur jasmaniah seseorang, juga dapat oleh cacat jasmani

yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung :

a.

Melalui gen atau plasma pembawa sifat dan keturunan,

atau melalui kombinasi gen, dapat juga disebabkan oleh

tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bisa

memunculkan penyimpangan tingkah laku, dan anak-anak

menjadi delikuen secara potensial.

(33)

delikuen.

c.

Melalui pewarisan kelemahan konstitusi anal jasmaniah

tertentu yang menimbulkan tingkah laku delikuen atau

sosiopatik. Misalnya cacat bawaan

brachy-dactylisme

(berjari-jari pendek) dan

diabetes insipidus

(sejenis penyakit

gula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta

penyakit mental.

Ad.1.2. Teori Psikogenesis

Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delikuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversal, kecenderungan psikopatologis, dll. Kurang lebih 90 % dari jumlah anak-anak berperilaku jahat berasal dari kalangan keluarga berantakan (broken home). Kondisi keluarga yang tidak bahagian dan tidak beruntung, jelas membuahkan masalah psikologis personal dan adjusment (penyesuaian diri) yang terganggu pada diri anak, sehingga mereka mencari kompensasi di luar lingkungan keluarga guna

memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk perilaku jahat. Ringkasnya, perilaku jahat anak-anak merupakan reaksi terhadap masalah psikis anak-anak itu sendiri.

Ad.1.3. Teori Sosiogenesis

(34)

Ad.1.4. Teori Subkultural Delikuensi

Menurut teori subkultural ini, perilaku jahat ialah sifat-sifat suatu struktur sosial dengan pola budaya (subkultural) yang khas dari lingkungan familial, tetangga dan masyarakat yang dialami oleh para anak yang berperilaku jahat tersebut.

Sifat-sifat masyarakat tersebut antara lain ialah : a. Punya populasi yang padat

b. Status sosial-ekonomis penghuninya rendah c. Kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk

d. Banyak disorganisasi familial dan sosial bertingkat tinggi

Karena itu sumber utama kemunculan perilaku jahat anak adalah

subkultural-subkultural perilaku jahat dalam konteks yang lebih luas dari kehidupan masyarakat. Ringkasnya, ditengah masyarakat modern sekarang, saat tidak semua kelompok sosial mendapatkan kesempatan yang sama untuk menapak jalan masuk menuju kekuasaan-kekayaan dan berbagai previlage, anak-anak dari kelas ekonomi terbelakang dan lemah mudah menyerap etik yang kontradiktif dan kriminal, lalu menolak

konvensi umum yang berlaku, mereka menggunakan respon kriminal. Maka tingkah laku jahat anak-anak itu merupakan reaksi terhadap kondisi sosial yang ada.

http://bahtiarstihcokro.blogspot.com/2011/03/teori-teori-dalam-kriminologi.html

2.1. Pengertian Kejahatan

Pengertian kejahatan dapat dilihat dari beberapa segi pandang yaitu: 1.Dipandang dari segi sosiologis

Dipandang dari segi sosiologis, kejahatan adalah salah satu jenis gejala sosial, yaitu suatu kelakuan yang asosial dan amoral yang tidak dikehendaki oleh kelompok pergaulan dan secara sadar ditentang oleh pemerintah (Bonger, 1981).

2.Dipandang dari segi hukum

Dipandang dari segi hukum, kejahatan adalah perbuatan yang dilarang oleh

(35)

dengan undang–undang tersebut, maka ia akan dihukum. Jadi, tegasnya kejahatan disini adalah setiap perbuatan yang telah ditetapkan atau dirumuskan dalam suatu peraturan misalnya:”penipuan”, menurut pasal 378 K.U.H.P, yaitu:

“ Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun

menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan penjara paling lama 4 tahun. 3.Dipandang dari segi kejiwaan

Dipandang dari segi kejiwaan ( psikologi) setiap perbuatan manusia adalah dicerminkan oleh kejiwaan dari manusia bersangkutan, yang dalam tindakannya sampai mana manusia tersebut dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakatnya. Jadi dapat dikatakan bahwa perbuatan jahat (kejahatan) adalah satu tindakan atau perbuatan yang tidak sesuai kesadaran hokum masyarakat tertentu tersebut yang oleh karena itu pula perbuatan itu dapat dikatakan adalah tidak normal (abnormal).

2.2 Akibat-Akibat Kejahatan

Sudah jelas akibat dari kejahatan adalah negatif, sesuatu yang tidak dikehendaki masyarakat, akibat dapat tertuju kepada:

1.Manusia

Perorangan (individu) sebagai korban yang dapat berupa kejiwaan, korban nama baik, dan korban harta (vermogeen) yang menjadi milik manusia sebagai subjek hokum (pendukung hak dan kewajiban).

2.Masyarakat

Diketahui bahwa masyarakat adalah kumpulan dari individu-individu, sehingga seseorang atau beberapa orang yang menjadi korban tindak kejahatan bukan tidak mungkin masyarakat sekitarnya ikut-ikutan menjadi korban, paling sedikit

timbulnya keresahan.

3. Diri Si Pelaku Tindak Kejahatan

Si pelaku tindak kejahatan sendiri dapat menjadi korban dari perbuatannya sendiri, yang jelas ia akan disingkirkan oleh masyarakat dan mungkin sekali dihukum pidana untuk diambil nyawanya atas dirampas kemerdekaannya.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14013/1/09E00413

.pdf

% A. Pengertian Kriminalitas/Kejahatan

(36)

Lalu krimonologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, Kartono (1999: 122).

Definisi kejahatan secara yuridis adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya dan melanggar hokum serta undang-undang pidana. Di dalam KUHP jelas tercantum bahwa “kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan

ketentuan-ketentuan KUHP”. Missal pembunuhan pasal memenuhi 338 KUHP, mencuri memenuhi pasal 362 KUHP, penganiayaan memenuhi pasal 351 KUHP.

Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang tercantum maupun yang belum tercantum pada undang-undang pidana).

1. B. Teori mengenai Kejahatan

Teori mengenai kejahatan adalah sebagai berikut, Kartono (1999: 136-150):

1. Teori Teologis, menurut teori ini kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya, setiap orang dapat melakukan kejahatan kerena didorong oleh roh-roh jahat, godaan setan/iblis, nafsu, sehingga ia melanggar kehendak Tuhan.

2. Teori filsafat tentang Manusia (Antropologi Transedental).

Teori ini menyebutkan adanya dialektika antara jasmani dan rohani. Rohani atau jiwa mendorong masnusia kepada perbuatan-perbuatan baik dan susila, mengarahkan manusia pada usaha transedensi dan konstruksi diri. Selanjutnya jiwa diwujudkan dalam perbuatan jasmani. Jasmani manusia merupakan prinsip ketidakselesaian atau perubahan, sifatnya tidak sempurna. Prinsip ini mengarahkan manusia kepada destruksi, kerusakan, kejahatan, dll.

Jadi karena sifat-sifat jasmaninya, seseorang mempunyai

(37)

tidak dapat dikendalikan oleh jiwa. Kecenderungan mengarah kepada kejahatan berlangsung dengan mudah/otomatis, sedangkan

kecenderungan usaha transedensi atau konstruksi diri adalah usaha yang sulit.

1. Teori kemauan bebas (free will), menyatakan bahwa manusia itu bebas berbuat menurut kemauannya, berhak menentukan pilihan dan sikapnya. Teori ini menyebutkan sebab kejahatan adalah kemauan manusia itu sendiri.

2. Teori penyakit jiwa, teori ini menyebutkan adanya kelainan-kelainan jiwa yang bersifat psikis sehingga individu sering melakukan kejahatan. Penyakit jiwa ini berupa psikopat dan defect moral. Psikopat adalah bentuk kekalutan mental, yang ditandai dengan tidak adanya pengorganisasia dan pengintegrasian pribadi, ridak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu berkonflik dengan norma sosial serta hokum, dan biasanya juga bersifat immoral. Defect moral dicirikan dengan individu yang hidupnya jahat, selalu melakukan kejahatan, bertingkah laku anti sosial, ada disfungsi intelegensi.

1. Teori fa’al tubuh (fisiologis), teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah: cirri-ciri jasmaniah dan bentuk jasmaniahnya. Pada

bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang, telinga, leher, lengan, tangan, jari, kaki, dan anggota badan lainnya. Pendukung teori ini yang terkenal adalah Cecare Lambroso, Enrico Ferri, dan Garofalo yang secara bersama-sama

membangun mahzab Italia.

Lombroso berkeyakinan bahwa para criminal mempunyai konstitusi psikofisik dan tipe kepribadian yang abnormal, yang jelas bisa

dibedakan dengan orang-orang normal. Karakteristik tersebut sifatnya bisa:

1. Fisiologis-anatomis: dengan cirri khas pada tubuh, dan anggota, serta kelainan jasmaniah.

2. Psikologis: dengan cirri psikopatik, gangguan system syaraf, gila dan defect moral.

(38)

Pengikut Lombroso menjelaskan tipe-tipe criminal dengan prinsip-prinsip atavisme, yang menyatakan adanya proses kemunduran kepada pola-pola primitive dan speciesnya yaitu tiba-tiba muncul cirri nenek moyang kini timbul kembali. Cirri tingkah laku orang criminal mirip sekali denga tingkah laku orang primitive yang liar-kejam dan bengis.

1. Teori yang menitikberatkan pengaruh antropologis (dekat sekali degan teori fisiologis). Teori ini menyatakan adanya cirri-ciri individual yang karakteristik, dan cirri anatomis yang

menyimpang. Dalam kelompok ini dimasukkan teori atavisme. Sarjana Ferrero berpendapat bahwa teori atavisme itu memang mempunyai segi kebenaran, yitu orang-orang criminal

mempunyai cirri psikis yang sama dengan orang primitive, dalam hal: kemalasan, impulsivitas, cepat marah dan kegelisahan

psikofisik. Semua karakteristik itu menghambat mereka dalam menyesuaikan diri dengan peraturan peradaban dan kesusilaan. 2. Teori yang menitikberatkan factor sosial, Mahzab Perancis. Teori ini

menyatakan bahwa yang paling menentukan kejahatan adalah factor eksternal/lingkungan sosial.gabriel tarde dan Emile Durkheim menyatakan bahwa kejahatan merupakan insiden alamiah. Merupakan gejala sosial yang tidak bisa dihindari dalam revolusi sosial, di mana secara mutlak terdapat satu minimum kebebasan individual untuk berkembang, juga terdapat tingkah laku masyarakat yang tidak bisa diduga-duga untuk mencuri keuntungan dalam setiap kesempatan, dengan demikian ada kecenderungan untuk melakukan kejahatan. Pada intinya kesmiskinan dan kesesngasaraan menjadi sumber utama kejahatan. Kemiskinan tanpa jalan keluar menyebabkan orang putus asa, sehingga kejahatan merupakan satu-satunya jalan menolong kehidupan.

(39)

sebagai penyebab kejahatan sudah sangat jarang. Lebih banyak yang bertumpu pada factor jamak.

4. Teori susunan ketatanegaraan. Plato, Aristoteles, dan Thomas More beranggapan bahwa struktur ketatanegaraan dan falsafah negara turut menentukan ada dan tidaknya kejahatan. Jika

susunan negara baik dan pemerintahannya bersih, serta mampu melaksanakan tugas memerintah rakyat dengan adil maka

kejahatan tidak akan bisa berkembang. Sebaliknya jika

pemerintahan korup, tidak adil, maka banyak orang memenuhi kebutuhannya dengan dengan cara kejahatan.

5. Mahzab Spiritualis dengan teori Non-Religiusitas (tidak beragamnya individu). Agama memperkenalkan nilai-nilai luhur yang besar sekali artinya bagi oengendalian diri dari perbuatan kejahatan, mengeluarkan manusia dari rasa egois. Orang yang tidak

beragama dan tidak percaya kepada nilai-nilai agama umumnya egois, sombong, dan harga diri berlebihan. Sifatnya menjadi ganas, bengis terhadap sesame makhluk. Ketiadakpercayaan kepada Tuhan juga menyebabkan ketakutan, kecemasan, dan kebingungan, sehingga sering timbul agresivitas dan sifat a-sosial, yang mudah menjerumuskan manusia kepada kejahatan. 6. C. Faktor Penyebab Kriminalitas

7. Biologik

1. Genothype dan Phenotype

Stephen Hurwitz (1986:36) menyatakan perbedaan antara kedua tipe tersebut bahwa Genotype ialah warisan sesungguhnya, Phenotype ialah pembawaan yang berkembang. Perbedaan antara genotype dan phenotype bukanlah hanya disebabkan karena hukum biologi

mengenai keturunan saja.

(40)

Apa yang diteruskan seseorang sebagai pewarisan kepada genrasi yang berikutnya semata-mata tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar olehnya, adalah phenotype yaitu hasil dari

pembawaan yang diwaris dari orang tuanya dengan pengaruh-pengaruh dari luar.

1. Pembawaan dan Kepribadian

Berdasarkan peristilahan teori keturunan, pembawaan berarti potensi yang diwariskan saja, dan kepribadian berarti propensity/bakat-bakat yang dikembangkan.

Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:36) menyatakan: Individuality – factor I – bukan fenomena/gejala endogenuous yang datang dari dalam semata-mata, tapi hasil dari pembawaan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dan membentuk pembawaan sepanjang masa.

1. Pembawaan dan Lingkungan

Menurut istilah, pembawaan dan lingkungan merujuk kepaa

pembawaan yang dikembangkan. Mahzab lingkungan pada mulanya hanya memperhatikan komponen-komponen di bidang ekonomi, akan tetapi konsepsi itu meliputi seluruh komponen baik yang materiil maupun yang spiritual.

Lingkungan merupakan factor yang potensial yaitu mengandung suatu kemungkinan untuk memberi pengaruh dan terujudnya kemungkinan tindak criminal tergantung dari susunan (kombinasi) pembawaan dan lingkungan baik lingkungan stationnair (tetap) maupun lingkungan temporair (sementara).

Faktor-faktor pembawaan dan lingkungan selalu saling mempengaruhi timbal balik, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Lingkungan yang terdahulu, karena pengaruhnya yang terus menerus terhadap pembawaan, mengakibatkanterwujudnya sesuatu kepribadian dan sebaliknya factor lingkungan tergantung dari factor-faktor pembawaan. Oleh karena:

(41)

oleh pikirannya sendiri.

2) Orangnya dapat banyak mempengaruhi dan mengubah factor-faktor lingkungan ini.

Menurut Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:38) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan yang dahulu sedikit banyak ada dalam kepribadian seseorang sekarang. Dalam batas-batas tertentu

kebalikannya juga benar, yaitu lingkungan yang telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh pribadinya. Faktor-faktor dinamik yang bekerja dan saling

mempengaruhi adalah baik factor pembawaan maupun lingkungan.

Sedangkan Exner (dalam Stephen Hurwitz, 1986:39) menyebutkan 2 doktrin, antara lain:

1) Bagaimana perkembangan pembawaan dalam batas-batas tertentu tergantung dari lingkungan.

2) Lingkungan seseoprang dan pengaruh lingkungan ini terhadapnya dalam sesuatu batas tertentu, tergantung dari pembawaannya.

1. Pembawaan criminal

Stephen Hurwitz (1986:39) menyatakan bahwa tidaklah masuk akal untuk menghubungkan pembawaan yang ditentukan secara biologic dengan suatu konsepsi yuridik yang berdeda menurut waktu dan tempat.

Setiap orang yang melakukan kejahatan mempunyai sifat jahat pembawaan, karena selalu ada interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Akan tetapi hendaknya jangan memberi cap sifat jahat pembawaan itu, kecuali bila tampak sebagai kemampuan untuk melakukan susuatu kejahatan tanpa adanya kondisi-kondisi luar yang istimewa dan luar biasa. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara pembawaan dan kejahatan.

(42)

Ada hubungan timbal-balik antara factor-faktor umum social politik-ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun besar. Stephen Hurwitz (1986:86-102) menyatakan tinjauan yang lebih mendalam tentang interaksi ini, antara lain yaitu:

1. Faktor-faktor ekonomi 1) Sistem ekonomi

Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara

penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.

2) Harga-harga, Perubahan Harga Pasar, Krisis (Prices, market fluctuations, crisis)

Ada anggapan umum, bahwa ada suatu hubungan langsung antara keadaan-keadaan ekonomi dan kriminalitas, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik dan pencurian (larceny). Dalam

penelitian tentang harga-harga (prices) maka hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan harga rata-rata diikuti dengan kenaikan pencurian yang seimbang.

Suatu interaksi yang khas antara harga-harga barang (contoh:

gandum, dan sebagainya) dari kriminalitas ternyata dan terbukti dari fakta-fakta, yaitu bahwa jumlah kebakaran yang ditimbulkan yang bersifat menipu mengenai hak milik tanah menjadi tinggi, bila harga tanah turun dan penjualannya sukar. Alasannya ialah karena keadaan-keadaan ekonomi menimbulkan suatu kepentingan khusus untuk memperoleh jumlah asuransi kebakaran untuk rumah dan pekarangan serta tanaman, (premises = rumah dan pekarangan).

3) Gaji atau Upah.

(43)

gangguan ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan.

Banyak buku telah menulis tentang artinya goncangan harga-harga dan upah. Juga banyak penelitian telah diadakan berdasarkan indeks-indeks kombinasi, termasuk pengangguran dan lain-lain, sehingga masalah beralih dari pengaruh turun naiknya harga, kepada

goncangan harga pasar yang sangat kuat, sehubungan dengan kejahatan. Dari penelitian yang belakangan dan paling menarik perhatian ialah mengenai pengaruh dari waktu-waktu makmur (prosperity) diselingi dengan waktu-waktu kekurangan (depression) dengan kegoncangan harga-harga pasar, krisis dan lain-lain terhadap kejahatan.

4) Pengangguran

Di antara factor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis,

pengangguran dianggap paling penting. 18 macam factor ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari statistic-statistik tersebut, bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa dan kekhawatiran dalam hal itu,

berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain,

perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah factor yang paling penting.

1. Faktor-faktor mental 1) Agama

(44)

adanya factor-faktor negative demikian, memang merupakan fakta bahwa norma-norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan kriminil.

2) Bacaan, Harian-harian, Film

Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan factor krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografik, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita-cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.

Pengaruh crimogenis yang lebih langsung rari bacaan demikian ialah gambaran sesuatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca.

Harian-harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat dikatakan tentang koran-koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan

pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir-akhir ini. Dan film ini oleh kebanyakan orang dianggap yang paling berbahaya. Memang disebabkan kesan-kesan yang mendalam dari apa yang dilhat dan didengar dan cara penyajiannya yang negative.

Kita harus hati-hati dalam memberikan penilaian yang mungkin berat sebelah mengenai hubungan antara bacaan, harian, film dengan kejahatan. Tentu saja ada keuntungan dan kerugian yang dapat dilihat disamping kegunaan pokok bacaan, harian, dan film tersebut.

1. Faktor-faktor Pisik: Keadaan Iklim dan lain-lain

Pada permulaan peneliti mengadakan statistic tentang keadaan iklim, hawa panas/dingin, keadaan terang atau gelap, sinar bumi dan

(45)

dan khususnya dari kriminalitas. Para peneliti belakangan pada

umumnya mengakui kekeliruan dari anggapan tersebut, karena hanya semacam korelasi jauh dapat diketemukan antara kriminalitas sebagai suatu fenomena umum dan factor-faktor pisik.

1. Faktor-faktor Pribadi 1) Umur

Meskipun umur penting sebagai factor penyebab kejahatan, baik secara juridik maupun criminal dan sampai sesuatu batas tertentu berhubungan dengan factor-faktor seks/kelamin dan bangsa, tapi seperti factor-faktor tersebut akhir merupakan pengertian-pengertian netral bagi kriminologi. Artinya: hanya dalam kerjasamanya dengan factor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi

kriminologi.

Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.

2) Ras dan Nasionalitas

Konsepsi ras adalah samar-samar dan kesamaran pengertian itu, merupakan rintangan untuk mengadakan penelitian yang jitu. Pembatasan ras berdasarkan sifat-sifat keturunan yang umum dari bangsa-bangsa atau golongan-golongan orang yang memiliki kebudayaan tertentu dan bukan berdasarkan sifat-sifat biologis, membuka kesempatan untuk berbagai keraguan.

3) Alkohol

Dianggap factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan,

(46)

tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.

4) Perang

Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan lain-lain rvolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api menambahbahaya akan terjadinya perbuatan-perbuatan criminal.

1. D. Jenis Kriminalitas

Jenis-jenis kriminalitas adalah sebagai berikut, Kartono (1999: 130-136):

1. Jenis-jenis kejahatan secara umum:

1. Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasi-organisasi illegal.

2. Penipuan-penipuan: permainan-permainan penipuan dalam bentuk judi dan perantara-perantara “kepercayaan”, pemerasan (blackmailing), ancaman untuk memplubisir skandal dan perbuatan manipulative.

3. Pencurian dan pelanggaran: perbuatan kekerasan, perkosasan, pembegalan, penjambreta/pencopetan, perampokan,

pelanggaran lelu lintas, ekonomi, pajak, bea cukai, dan lain-lain.

1. F. Penanggulangan terhadap Kriminalitas

Tahap-tahap penanganan kriminalitas, Soetomo (2008: 33-63):

(47)

kriminalitas terjadi untuk membantu menentukan tindakan sebagai upaya pemecahan masalah.

3. Tahap treatment, adalah upaya pemecahan masalah yang ideal pada suatu kondis tertentu, terdiri dari:

1. Usaha rehabilitative, focus utamanya pada kondisi pelaku kejahatan, terutama upaya untuk melakukan perubahan atau perbaikan perilakunya agar sesuai dengan standar atau norma sosial yang ada.

2. Usaha preventif, focus pada pencegahan agar tindak kejahatan tidak terjadi. Dapat dilakuakan pada level individu,

kelompok, maupun masyarakat, seperti

1) Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai budaya bangsa sendiri.

2) Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat.

3) Mengontrol atau memberikan arah pada proses pada proses sosialsisasi termasuk lingkungan interakasi sosial.

4) Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak.

5) Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam

masyarakat dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural, seperti sekolah, pengajian dan organisasi masyarakat.

6) Untuk pengawasan kejahatan secara efektif kita memerlukan hukum yang berwibawa. Dipandang dari sudut perlindungan terhadap masyarakat, hukum yang bersifat ideal mengenai hukuman yang tidak ditentukan yang dapat diteruskan kepada semua pelanggar-pelanggar, misalkan setahun sampai seumur hidup dan yang diatur oleh komite yang tergolong ahli dalam system kepenjaraan (tahanan) akan

(48)

ditetapkan dengan maksimum.

Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha

pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya, menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai mengunci rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain. Usaha pencegahan juga tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokratis yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang menimbulkan penyalahgunaan

kekuasaan/wewenang, N. Widiyanti dan Y. Waskita (1987:154-155).

1. Usaha developmental, dimaksudkan untuk meningkatkan

kemampuan atau kapasitas sesorang atau sekelompok orang agar dapat memenuhi kehidupan yang lebih baik dan tercipta iklim kondusif bagi masyarakat. Usaha ini mendukung langkah preventif dan rehabilitative. Usaha ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan rasa saling percaya,asas timbale balik,

solidaritas, penghargaan harkat martabat manusia, dan

pemenuhan hak dasar manusia, sehingga mewujudkan kearifan local yang tumbuh dan berkembang dalam dinamika kehidupan masyarakatnya.

http://ittemputih.wordpress.com/2012/04/27/kriminalitas/

Teori Differential Association /

Asosiasi Diferensial

(49)

Terminologi atau istilah kriminologi pertama kali

dipergunakan antropolog Prancis,

Paul Topiward

dari

kata

crimen

(kejahatan/penjahat) dan

logos

(ilmu

pengetahuan). Kemudian

Edwin H. Sutherland

dan

DonaldR. Cressey

menyebutkan kriminologi sebagai :

“.... the body of knowledge regarding delinquency and

crime as social phenomenon. It includes within its scope

the process of making law,the breaking of laws, and

reacting to word the breaking of laws ...” (".... tubuh

pengetahuan tentang kenakalan dan kejahatan sebagai

fenomena sosial. Ini termasuk dalam ruang lingkup

proses pembuatan hukum, melanggar hukum, dan

bereaksi terhadap kata melanggar hukum ... ")

Melalui optik tersebut maka kriminologi berorientasi

pada:

%

Pertama

, pembuatan hukum yang dapat meliputi

telaah konsep kejahatan, siapa pembuat hukum

dengan faktor-faktor yang harusdiperhatikan dalam

pembuatan hukum.

%

Kedua

, pelanggaran hukum yangdapat meliputi siapa

pelakunya, mengapa sampai terjadi pelanggaran

hukum tersebut serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

%

Ketiga

, reaksi terhadap pelanggaran hukum melalui

proses peradilan pidana dan reaksimasyarakat.

(50)

Shane

teori itu diklasifikasikan menjadi 3 (tiga)

kelompok yaitu :

%

golongan teori abstrak atau teori-teori makro

(macrotheories).

Pada asasnya, teori-teori dalam

klasifikasi inimendeskripsikan korelasi antara

kejahatan dengan struktur masyarakat. Termasuk

ke dalam macrotheories ini adalah

teori Anomie

dan

Teori Konflik

.

%

teori-teori mikro (microtheories)

yang bersifat

lebih konkret. Teori ini ingin menjawab mengapa

seorang/kelompok orang dalam masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Antusiasnya vendor memproduksi smartphone android dikarenakan android adalah os mobile yang open platform karena android sendiri adalah sistem operasi untuk

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Tidak adanya hubungan secara simultan kedua variabel independen terhadap variabel dependen telah menggugurkan pendapat yang menyatakan bahwa kepuasan kerja

Alokasi sampel usaha industri mikro menurut KBLI pada setiap blok sensus terpilih dilakukan dengan memperhatikan jumlah usaha IMK

Yang dimana tujuan bawaslu kota Bandar Lampung memelihara hak pilih masyarakat di kota Bandar Lampung untuk memilih calon kepala daerah yang sesuai hati nurani

Bila anoda lebih positip dari katoda, junction J 1 dan J 3 dalam keadaan forward bias, sedangkan junction J 2 dalam keadaan reverse bias, sehingga pada saat tersebut hanya

Persoalan pokok dalam skrispi ini adalah bagaimana memberikan pendampingan bagi keluarga muda Katolik yang sesuai dengan kebutuhan dan selaras dengan ajaran Gereja di Paroki