Kriminalitas berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan.
Berikut pengertian kejahatan dipandang dalam berbagai segi:
* Secara yuridis, kejahatan berarti segala tingkah laku manusia yang dapat dipidana,yang diatur dalam hokum pidana.
* Dari segi kriminologi,setiap tindakan Dari segi kriminologi setiap tindakan atau perbuatan tertentu yang tindakan disetujui oleh masyarakat diartikan sebagai kejahatan. Ini berarti setiap kejahatan tidak harus dirumuskan terlebih dahulu dalam suatu peraturan hokum pidana. Jadi setiap perbuatan yang anti
social,merugikansertab menjengkelkan masyarakat,secara kriminologi dapat dikatakan sebagai kejahatan
* Arti kejahatan dilihat dengan kaca mata hokum, mungkin adalah yang paling mudah dirumuskan secara tegas dan konvensional. Menurut hokum kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hokum; tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hokum,dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapakan dalam kaidah hokum yang berlaku dalam
masyarakat bersangkutan bertempat tinggal.(Soedjono. D,S.H.,ilmu Jiwa Kejahatan,Amalan, Ilmu Jiwa Dalam Studi Kejahatan,Karya Nusantara,Bandung,1977,hal 15).
Dari segi apa pun dibicarakan suatu kejahatan,perlu diketahui bahwa kejahatan bersifat relative. Dalam kaitan dengan sifat relatifnya kejahatan, G. Peter Hoefnagels menulis sebagai
We have seen that the concept of crime is highly relative in commen parlance. The use of term “crime” in respect of the same behavior differs from moment to moment(time), from group to group (place) and from context to (situation).
Relatifnya kejahatan bergantung pada ruang,waktu,dan siapa yang menamakan sesuatu itu kejahatan. “Misdad is benoming”, kata Hoefnagels; yang berarti tingkah laku didefenisikan sebagai jahat oleh manusia-manusia yang tidak mengkualifikasikan diri sebagai penjahat. (J.E. Sahetapy, Kapita Selekta
Kriminologi,Alumni, Bandung, 1979,hlm.67.)
Dalam konteks itu dapat dilakukan bahwa kejahatan adalah suatu konsepsi yang bersifat abstrak. Abstrak dalam arti ia tidak dapat diraba dan tidak dapat dilihat,kecuali akibatnya saja.
http://pendidikantech.blogspot.com/2010/05/pengertian-kriminalitas.html
A.
Definisi Kejahatan
ketentuan-ketentuan KUHP. Ringkasnya, secara yuridis formal, kejahatan
adalah bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang
pidana. Selanjutnya semua tingkah laku yang dilarang oleh
undang-undang, harus disingkiri. Barang siapa melanggarnya,
dikenai pidana. Maka larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban
tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara itu tercantum
pada undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah, baik
yang dipusat maupun pemerintah daerah.
Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan,
perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan
social psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar
norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik
yang telah tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum
tercantum dalam undang-undang pidana).
Selanjutnya, penjelmaan atau bentuk dan jenis kejahatan itu dapat
dibagi-bagikan kedalam beberapa kelompok, yaitu:
a)
Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan
operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasi-orgnisasi legal.
bentuk judi dan peranrata-perantara “kepercayaan,” pemerasan
(blackmailing), ancaman untuk mempublisir skandal dan perbuatan
manipulative.
c)
Pencurian dan pelanggaran; perbuatan kekerasan, pembegalan,
penjambretan/pencopetan, perampokan; pelanggaran lalu lintas,
ekonomi, pajak, bea cukai, dan lain-lain.
Menurut cara kejahatan dilakukan, bisa dikelompokkan dalam:
a)
Menggunkan alat-alat bantu: senjata, senapan, bahan-bahan
kimia dan racun, instrument kedokteran, alat pemukul, alat jerat,
dan lain-lain.
b)
Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik
belaka, bujuk rayu dan tipu daya.
c)
Residivis, yaitu penjahat-penjahat yang berulang-ulang ke luar
masuk penjara. Selalu mengulangi perbuatan jahat, baik yang
serupa ataupun yang berbeda bentuk kejahatannya.
d)
Penjahat-penjahat berdarah dingin, yang melakukan tindak
e)
Penjahat kesempatan atau situasional, yang melakukan
kejahatan dengan menggunakan kesempatan-kesempatan
kebetulan.
f)
Penjahat dengan dorongan impuls-impuls yang timbul
seketika. Misalnya berupa “perbuatan kortsluiting,” yang lepas dari
pertimbangan akal, dan lolos dari tapisan hati nurani.
g)
Penjahat kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak disengaja,
lalai, ceroboh, acuh tak acuh, sembrono, dan lain-lain.
Sarjana
Capelli
membagi type penjahat sebagai berikut:
1)
Penjahat yang melakukan kejahatan didorong oleh factor
psikopatologis, dengan pelaku-pelakunya:
a.
Orang yang sakit jiwa.
b.
Berjiwa abnormal, namun tidak sakit jiwa.
2)
Penjahat yang melakukan tindak pidana oleh cacat
badani-rohani, dan kemunduran jiwa-raganya.
a.
Orang-orang dengan gangguan jasmani-rohani sejak lahir dan
pada usia muda, sehingga sukar dididik, dan tidak mampu
menyesuaikan diri terhadap pola hidup masyarakat umum.
(dementia senilitas), cacat/invalid oleh suatu kecelakaan, dan
lain-lain.
3)
Penjahat karena faktor-faktor social, yaitu:
a.
Penjahat kebiasaan.
b.
Penjahat kesempatan oleh kesulitan ekonomi atau kesulitan
fisik.
c.
Penjahat kebetulan, yang pertama kali melakukan kejahatan
kecil secara kebetulan; Kemudian berkembang lebih sering lagi,
lalu melakukan kejahatan-kejahatan besar.
d.
Penjahat-penjahat berkelompok seperti melakukan penebangan
kayu dan pencurian kayu di hutan-hutan pencurian massal di
pabrik-pabrik pembantaian secara bersama, penggarongan,
perampokan dan sebagainya.
Seelig membagi type penjahat atas dasar struktur kepribadian
pelaku, atau atas dasar konstitusi jiwani/psikis pelakunya, yaitu:
1)
Penjahat yang didorong oleh sentiment-sentimen yang sangat
ideology dan keyakinan kuat; baik yang fanatic kanan (golongan
agama), maupun yang fanatic kiri (golongan sosialis dan komunis),
Misalnya gerakan “jihad,” membunuh pemimpin-pemimpin dan
kepala Negara, membantai lawan-lawan politik, menculik dan
menteror lingkungan dengan sengaja, dan lain-lain.
Menurut obyek hukum yang diserangnya, kejahatan dapat dibagi
dalam:
1)
Kejahatan ekonomi: fraude, penggelapan, penyeludupn,
perdagangan, barang-barang terlarang (bahan narkotik, buku-buku
dan bacaan pornografis, minuman keras, dan lain-lain),
penyogokan dan penyuapan untuk mendapatkan
monopoli-monopoli tertentu, dan lain-lain.
2)
Kejahatan politik dan pertahanan-keamanan, pelanggaran
ketertiban umum, penghianatan, dan penjualan rahasia-rahasia
Negara pada agen-agen asing, berfungsi sebagai agen-agen
subversi, pengacauan, kejahatan terhadap keamanan Negara dan
kekuasaan Negara, penghinaan terhadap martabat
pemimpin-pemimpin Negara, kolaborasi dengan musuh, dan lain-lain.
4)
Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda.
Jika yang dipakai sebagai criteria adalah motif atau
alasan-alasannya, maka kejahatan bisa berlandaskan pada motif-motif:
ekonomis, politis, dan etis atau kesusilaan.
Pembagian kejahatan menurut type penjahat, yang dilakukan oleh
Cecaro Lombroso, ialah sebagai berikut:
1)
Penjahat sejak lahir dengan sifat-sifat heredriter (born
criminals) dengan kelainan-kelainan bentuk jasmani,
bagian-bagian badan yang abnormal, stik mata atau roda fisik,
anomaly/cacat dan kekurangan jasmaniah. Misalnya bentuk
tengkorak yang luar biasa, dengan keanehan-keanehan susunan
otak mirip dengan binatang.
2)
Penjahat dengan kelainan jiwa, misalya: gila, setengah gila,
idiot, debil, imbesil, dihinggapi hysteria, melankolis, epilepsy atau
ayan, dementia yaitu lemah pikiran, dementia peraicok atau lemah
fikiran yang sangat dini, dan lain-lain.
3)
Penjahat dirangsang oleh dorongan libido seksualis atau
nafsu-nafsu seks.
kejahatan karena keadaan yang luar biasa, dalm bentuk
pelanggaran-pelanggran kecil. Dia membaginya dalam:
pseudo-kriminal (pura-pura) dan pseudo-kriminaloids.
5)
Penjahat dengan organ-organ jasmani yang normal, namun
mempunyai pola kebiasaan buruk, asosiasi social yang abnormanl
atau menyimpang dari pola kelakuan umum, sehingga sering
melanggar undang-undang dan norma susila, lalu banyak
melakukan kejahatan.
Aschaffenburg membagi type penjahat sebagai berikut:
1)
Penjahat professional: kejahatan sebagai “penggaotan” atau
pekerjaan sehari-hari, karena sikap hidup yang keliru.
2)
Penjahat oleh kebiasaan, disebabkan oleh mental yang lemah,
sikap yang pasif, pikiran yang tumpul, dan apatisme.
3)
Penjahat tanpa/kurang memiliki disiplin kemasyarakatan.
Misalnya para pengemudi mobil dan sepeda motor yang tidak
bertanggung jawab, tidak menghiraukan etik lalu lintas dan
peraturan-peraturan keamanan lalu lintas.
4)
Prnjahat-penjahat yang memiliki krisis jiwa, misalnya
sendiri karena ingin mendapatkan uang asuransi; membunuh pacar
sendiri karena sudah dihamilli,atau karena cintanya tidak terbalas.
Ibu muda yang membunuh bayinya karena tidak kawin;
membunuh orang lain atau melakukan bunuh diri, karena tidak
mampu krisis jiwanya, dan lain-lain.
5)
Penjahat yang melakukan kejahatan oleh dorongan-dorongan
seks yang abnormal. Misalnya homo seks, sadisme,
sadomasokhisme,
[2]
pedofilia,
[3]
lesbianism, perkosaan, dan
lain-lain.
6)
Penjahat yang sangat agresif dan memiliki mental yang sangat
labil, yang sering melakukan penyerangan, penganiayaan dan
B.
Beberapa Teori Mengenai Kejahatan
1.
Teori theologis
Teori ini menyatakan kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang
jahat sifatnya. Setiap orang normal bisa melakukan kejahatan
sebab didorong oleh roh-roh jahat dan godaan “syetan/iblis” atau
nafsu-nafsu durjana angkara, dan melanggar kehendak Tuhan.
Dalam keadaan setengah atau tidak sadar terbujuk oleh godaan
iblis, orang baik-baik bisa menyalahi perintah-perintah Tuhan dan
melakukan kejahatan. Maka, barang siapa melanggar perintah
Tuhan, dia harus mendapat hukuman sebagai penebus
dosa-dosanya.
2.
Teori filsafat tentang manusia (antropologi transcendental)
3.
Teori kemauan bebas (free will)
Teori ini menyatakan, bahwa manusia itu bisa bebas berbuat
menurut kemauannya. Dengan kemauan bebas dia dia berhak
menentukan pilihan dan sikapnnya. Untuk menjamin agar supaya
setiap perbuatan berdasarkan kemauan bebas itu cocok dengan
keinginan masyarakat, maka manusia harus diatur dan ditekan,
yaitu dengan: hukum, norma-norma social dan pendidikan.
Teori kemauan bebas tidk menyebutkan roh-roh jahat sebagai
sebab kurang musabab kejahatan. Akan tetapi sebab kejahatan
adalah kemauan manusia itu sendiri. Jika dia dengan sadar benar
berkeinginan melakukan perbuatan durjana, maka tidak ada
seorangpun, tidak satu dewapun, bahkan tidak bisa Tuhan dan
sebuah kitab sucipun yang bisa melarang perbuatan kriminalnya.
Orang-orang jahat yang sering melakukan tindak durjana, bikin
onar dan kesengsaraan pada orang lain itu perlu ditindak, dihukum
dan dididik kembali oleh masyarakat.
4.
Teori penyakit jiwa
defekt moral.
Psikopat adalah bentuk kekalutan mental yang ditandai dengan
tidak adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi,
orangnya tidak pernah bisa bertanggung jawab secara moral, dan
selalu berkonflik dengan norma-norma social serta hukum, dan
biasanya juga bersifat immoral.
Defect moral (defisiensi moral)[5]
dicirikan dengan:
individu-individu yang hidupnya delinquent/jahat, selalu melakukan
kejahatan kedurjanaan, dan bertingkah laku a-sosial atau anti
social, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan atau
gangguan intelektual (tapi ada disfungsi atau tidak berfungsinya
intelegensi).
5.
Teori fa’al tubuh (fisiologis)
Sebenarnya, pelopor-pelopor dari terminology modren: Cecare
Lombroso, Enrico Ferri (1856-1928) dan Refaelle Garofalo, yang
secara bersama-sama membangun “sekolah
italia” (mashab
italia).Lombroso berkeyakinan, bahwa orang-orang kriminil itu
mempuyai konstitusi psikofisik dan type kepribadian yang
abnormal, yang jelas bisa dibedakan dari orang-orang normal.
Mereka itu memiliki stigmata (ciri-ciri, tanda selar) karakteristik,
yang sifatnya bisa:
a)
Fisiologos-anatomis: dengan ciri-ciri khas pada tubuh dan
anggota serta anomaly/kelainan jasmaniah.
b)
Psikologis: dengan ciri-ciri psikopatik, neurotic, atau
gangguan system syaraf, psikotik atau gila, dan defect moral.
c)
Social: bersifat a-sosial, anti-sosial, dan mengalami
disorientasi social.
melakukan pemerkosaan seksuil tidak wajar, pada umumnya
adalah defect moralnya.
criminals ini mempunyai stigmata jasmaniah yang menyolok.
Enrico ferri dengan pandangan sosiologisnya menyebutkan tiga
factor penyebab kejahatan, yaitu:
1)
Individual
(antropologis) yang meliputi: usia, seks atau jenis
kelamin, status sipil, profesi atau pekerjaan, tempat
tinggal/domisili, tingkat social, pendidikan, konstitusi organis dan
psikis.
2)
Fisik (natural, alam): ras, suku, iklim, fertilitas, disporsisi
bumi, keadaan alam diwaktu malam hari dan siang hari, musim,
kondisi meteoric atau keruang angkasaan, kelembaban udara dan
suhu.
3)
Sosial: antara lain: kepadatan penduduk, susunan masyarakat,
adat istiadat, agama, orde pemerintah. Kondisi ekonomi dan
indutri, pendidikan, jaminan social, lembaga legislative dan
lembaga hukum, dan lain-lain.
6.
Teori yang menitik beratkan pengaruh anthropologis
yaitu: orang-orang criminal itu mempunyai ciri-ciri psikis yang
sama dengan orang-orang primitive, dalam hal: kemalasan,
impulsifitas, cepat naik darah dan kegelisahan psiko- fisik. Semua
sifat karakteristik ini menghambat mereka untuk mengadakan
penyesuain diri terhadap peraturan-peraturan peradaban dan
uniformitas kesusilaan.
7.
Teori yang menitik beratkan factor social dari sekolah sosioligi
perancis
Mashab ini dengan tegas menyatakan, bahwa pengaruh paling
menentukan yang mengakibatkan kejahatan ialah: faktor-faktor
eksternal atau lingkungan social dan kekuatan-kekuatan social.
Gabriel Tarde dan Emile Durkheim menyatakan: kejahatan itu
merupakan insiden alamiah. Merupakan gejala social yang tidak
bisa dihindari dalam refolusi social, dimana secara mutlak terdapat
satu minimum kebebasan individual untuk berkembang, juga
tedapat tingkah laku masyarakat yang tidak bisa diduga-duga untuk
mencuri keuntungan dalam setiap kesempatan. Dengan demikian
ada fleksibilitas atau kecenderungan untuk melakukan kejahatan.
Ringkasannya, pada saat sekarang ini, pendapat-pendapat yang
menyatakan “ factor tunggal sebagai penyebab timbulnya
kejahatan,” sudah banyak ditingalkan. Orang lebih banyak
bertumpu pada prinsip “factor jamak sebagai penyebab kejahatan.”
9.
Teori susunan ketatanegaraan
Beberapa filsuf dan negarawan, yaitu Plato (427-347 S.M),
Aristoteles ( 384-322 S.M.) dan Thomas More dari Inggris (
1478-1535) Beranggapan, bahwa struktur ketatanegaraaan dan falsafah
Negara itu turut menentukan ada dan tidaknya kejahatan. Jika
susunan Negara baik dan pemerintahannya bersih, serta mampu
melaksanakan tugas memerintah rakyat dengan adil, maka banyak
orang memenuhi kebutuhan vitalnya dengan cara masing-masing
yang inkonvensional dan jahat atau kriminil.
10.
Mashab spiritualis dengan teori non-religiusitas
membukakan hati manusia kepada pengertian-pengertian absolute
dan altruistis (cinta pada sesama manusia), dan melarang
orang-orang melakukan kejahatan. Agama memperkenalkan nilai-nilai
absolute dan nilai kemanusiaan yang luhur, yang besar sekali
artinya bagi pengendalian diri dan penghindaran diri dari perbuatan
angkara serta durjana.
Maka, adanya kejahatan tersebut merupakan tantangan berat bagi
para anggota-anggota masyarakat. Sebabnya ialah:
a)
Kejahatan yang bertubi-tubi itu memberikan efek yang
mendemoralisir/merusak terhadap orde social.
b)
Menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan
kepanikan ditengah masyarakat.
c)
Banyak materi dan energy terbuang dengan sia-sia oleh
gangguan-gangguan kriminalitas.
d)
Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada
sebagian besar masyarakatnya.
1)
Menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok-kelompok yng
tengah diteror oleh para penjahat.
2)
Muncullah kemudian tanda-tanda baru, dengan norma-norma
susila yang lebih baik, yang diharapkan mampu mengatur
masyarakat dengan cara yang lebih baik dimasa-masa mendatang.
3)
Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, dan
menambah kekuatan fisik lainnya untuk memberantas kejahatan.
http://rumahasty.blogspot.com/2011/06/contoh-makalah-tentang-kriminalitas.html
Secara harfiah kriminologi berasal dari kata "crimen" yang berarti
Secara harfiah kriminologi berasal dari kata "crimen" yang berarti
kejahatan atau penjahat serta "logos" yang berarti ilmu
kejahatan atau penjahat serta "logos" yang berarti ilmu
pengetahuan, jadi kriminologi adalah ilmu yang mempelajari
pengetahuan, jadi kriminologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang kejahatan atau suatu pengetahuan tentang kejahatan,
tentang kejahatan atau suatu pengetahuan tentang kejahatan,
namun hal tersebut dapat memberikan kita suatu persepsi yang
namun hal tersebut dapat memberikan kita suatu persepsi yang
sempit terhadap kriminologi itu sendiri bahkan suatu pengertian
sempit terhadap kriminologi itu sendiri bahkan suatu pengertian
yang salah. Pengertian kriminologi sebagai suatu ilmu tentang
yang salah. Pengertian kriminologi sebagai suatu ilmu tentang
kejahatan akan menimbulkan suatu persepsi bahwa pembahasan
kejahatan akan menimbulkan suatu persepsi bahwa pembahasan
yang akan dibahas di dalam kriminologi hanya kejahatan
yang akan dibahas di dalam kriminologi hanya kejahatan
semata.
semata.
Berikut beberapa definisi tentang kejahatan menurut para tokoh :
Berikut beberapa definisi tentang kejahatan menurut para tokoh : Paul W Tappan
Paul W Tappan menyatakan bahwa kejahatan adalah The Criminalmenyatakan bahwa kejahatan adalah The Criminal Law (statutory or case law), commited without defense or excuse,
Law (statutory or case law), commited without defense or excuse,
and penalized by the state as a felony and misdemeanor.
Huge D Barlow
Huge D Barlow juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatana juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatana adalah a human act that violates the criminal law.
adalah a human act that violates the criminal law.
Sutherland
Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatab
perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatab
yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara
yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara
bereaksi dengan hukuman sebagai pamungkas.
bereaksi dengan hukuman sebagai pamungkas.
Bonger
Bonger menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari
perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari
negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai
negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai
reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definitions)
reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definitions)
mengenai kejahatan.
mengenai kejahatan.
R. Soesilo
R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara juridis membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi
dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi
juridis, pengertian
juridis, pengertian
kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang
kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang
bertentangan dengan undangundang.
bertentangan dengan undangundang.
Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan
Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan
kejahatan adalah
kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selainperbuatan atau tingkah laku yang selain
merugikan si penderita, juga sangat
merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitumerugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan
berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.ketertiban.
J.M. Bemmelem
J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan memandang kejahatan sebagai suatu tindakan
anti sosial
yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat,
yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat,
sehingga dalam
sehingga dalam
masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan
masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan
masyarakat, negara
masyarakat, negara
harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.
harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.
M.A. Elliot
M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam
dalam
masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar
masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar
hukum dapat
hukum dapat
dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda
dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda
dan seterusnya.
dan seterusnya.
Menurut Paul Moedikdo Moeliono
Menurut Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalahkejahatan adalah perbuatan pelanggaran
perbuatan pelanggaran
norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat
norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat
sebagai perbuatan
sebagai perbuatan
yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan
yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan
(negara bertindak).
(negara bertindak).
J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro
J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya dalam bukunya Paradoks Dalam
Paradoks Dalam
Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi
Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi
tertentu,
tertentu,
merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif,
merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif,
mengandung variabilitas
mengandung variabilitas
dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku
dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku
(baik aktif maupun
pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas
pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas
masyarakat sebagai suatu
masyarakat sebagai suatu
perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial
perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial
dan atau perasaan
dan atau perasaan
hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan
hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan
waktu.
waktu.
http://wahyoeartikel.blogspot.com/2011/12/manusia-adalah-makhluk-sosial-yang.html
Teori kriminologi sendiri kejahatan terbagi ke dalam tiga perspektif yaitu: a. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Biologis dan
Psikologis
b. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Sosiologis c. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif lain
Namun dalam pembahasan kali ini kami hanya akan menganalisis teradap teori kejahatan yang menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologis, dihubungkan dengan perkembangan kejahatan yang terjadi dewasa ini.
B. Kejahatan dari Perspektif Sosiologis
Pada teori kejahatan dari perspektif sosiologis berusaha mencari alasan alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu : strain, cultural deviance (penyimpangan budaya), dan social control.
Perspektif strain dan penyimpangan budaya memusatkan perhatianya pada kekuatankekuatan sosial (social forces) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal. Sebaliknya pada teori kontrol sosial
mempuyai pendekatan berbeda. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa motivasi untuk melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Sebagai konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba
keduanya berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilainilai budaya yaitu nilainilai budaya dari kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi, karena orangorang kelas bawah tidak mempunyai saranasarana yang sah untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya menyatakan bahwa orangorang dari kelas bawah memiliki satu set nilai nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilainilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya manakala orangorang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar normanorma konvensional.
Sudah umum diterima bahwa objek kriminologi adalah normanorma kelakuan (tingkah laku) yang tidak disukai oleh kelompokkelompok masyarakat, tetapi kejahatan (crime) sebagai salah satu dari padanya masih merupakan bagian yang terpenting. Dari sudut pandang sosiologi maka dapatlah dikatakan bahwa kejahatan adalah salah satu persoalan yang paling serius dalam hal timbulnya Disorganisasi sosial,karena penjahatpenjahat itu sebenarnya melakukan perbuatanperbuatan yang mengancam dasardasar dari pemerintahan, hukum, ketertiban dan kesejahteraan umum. Beberapa kejahatan menunjukkan sifatsifat egoistis,ketamakan dari pelaku kejahatan, sama sekali tidak
mempedulikan keselamatan, kesejahteraan ataupun barang milik orang lain. Pelaku kejahatan yang lebih besar lagi dan lebih berkuasa umumnya bersatu dan bergabung dengan pegawaipegawai pemerintah yang korup dan dengan demikian mencoba untuk mencapai tujuantujuan mereka dengan melalui saluran pemerintahan.
Sosiologi modern sangat menekankan pada mempelajari struktur dan jalanya masyarakat sekarang ini. Bila dilihat dari sosiologi maka kejahatan adalah salah satu masalah yang paling gawat dari disorganisasi sosial. Karena pelaku kejahatan bergerak dalam aktivitasaktivitas yang
bahwa setiap kelompok memiliki conduct mormnya sediri dan dari conduct norms dari satu kelompok mungkin bertentangan dengan conduct norms kelompok lain. Seorang individu yang mengikuti norma kelompoknya mugkin saja dipandang telah melakukan suatu kejahatan apabila norma norma kelokpoknya itu bertentangan dengan normanorma dari
masyarakat dominan. Menurut penjelasan ini perbedaan utama antara seorang kriminal dengan seorang non kriminal adalah bahwa masig masing menganut conduct norms yang berbeda. Sebaliknya dalam teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknikteknik dan strategistrategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada
penyesuaian atau ketaatan kepada aturanaturan masyarakat.
http://click-gtg.blogspot.com/2008/08/teori-kejahatan-dari-aspek-sosiologis.html
Teori-Teori Dalam Kriminologi
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P.
Tonipard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis,
secara harfiah berasal dari kata “
crimen
” yang berarti
kejahatan atau penjahat dan “
logos
” yang berarti ilmu
pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang
kejahatan atau penjahat. (Toto Santoso, Achyani Zulfa,
2002: 9).
Ada beberapa penggolongan teori dalam kriminologi antara
lain(Soedjono Dirdjosisworo, 1994: 108-143) :
dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka
yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma
hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik
kejahatan sesungguhnya, namun juga motif, dorongan,
sikap dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi
dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial.
Theori asosiasi differensial Sutherland mengenai kejahatan
menegaskan bahwa :
a.
Perilaku kriminal seperti halnya perilaku lainnya,
dipelajari.
b.
Perilaku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi
dengan orang lain melalui suatu proses komunikasi.
c.
Bagian penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi
dalam pergaulan intim dengan mereka yang melakukan
kejahatan, yang berarti dalam relasi langsung di tengah
pergaulan.
d.
Mempelajari perilaku kriminal, termasuk didalamnya
teknik melakukan kejahatan dan motivasi/ dorongan atau
alasan pembenar.
e.
Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas
peraturan perundang-undangan; menyukai atau tidak
menyukai.
f.
Seseorang menjadi
deliquent
karena penghayatannya
terhadap peraturan perundangan lebih suka melanggar
daripada mentaatinya.
g.
Asosiasi diferensial ini bervariasi tergantung dari
frekuensi, durasi, prioritas dan intensitas.
mekanisme yang berlaku dalam setiap proses belajar.
i.
Sekalipun perilaku kriminal merupakan pencerminan dari
kebutuhan umum dan nilai-nilai, akan tetapi tingkah laku
kriminal tersebut tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan
umum dan nilai-nilai tadi, oleh karena perilaku non kriminal
pun merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan
nilai-nilai yang sama.
2.
Teori Tegang (
Strain Theory
)
Teori ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya
makhluk yang selalu memperkosa hukum atau melanggar
hukum, norma-norma dan peraturan-peraturan setelah
terputusnya antara tujuan dan cara mencapainya menjadi
demikian besar sehingga baginya satu-satunya cara untuk
mencapai tujuan ini adalah melalui saluran yang tidak legal.
Akibatnya, teori “tegas” memandang manusia dengan sinar
atau cahanya optimis. Dengan kata lain, manusia itu pada
dasarnya baik, karena kondisi sosiallah yang menciptakan
tekanan atau stress, ketegangan dan akhirnya kejahatan.
3.
Teori Kontrol Sosial (
Social Control Theory
)
Terdapat empat unsur kunci dalam teori kontrol sosial
mengenai perilaku kriminal menurut Hirschi (1969), yang
meliputi :
a.
Kasih Sayang
Kasih sayang ini meliputi kekuatan suatu ikatan yang ada antara individu dan saluran primer sosialisasi, seperti orang tua, guru dan para pemimpin masyarakat. Akibatnya, itu merupakan ukuran tingkat terhadap mana orang-orang yang patuh pada hukum bertindak sebagai sumber kekuatan positif bagi individu.
b. Komitmen
Sehubungan dengan komitmen ini, kita melihat investasi
dalam suasana konvensional dan pertimbangan bagi
tujuan-tujuan untuk hari depan yang bertentangan dengan gaya
hidup delinkuensi.
c. Keterlibatan
Keterlibatan, yang merupakan ukuran kecenderungan
seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
konvensional mengarahkan individu kepada keberhasilan
yang dihargai masyarakat.
a.
Kepercayaan
Akhirnya kepercayaan memerlukan diterimanya keabsahan
moral norma-norma sosial serta mencerminkan kekuatan
sikap konvensional seseorang. Keempat unsur ini sangat
mempengaruhi ikatan sosial antara seorang individu dengan
lingkungan masyarakatnya.
4.
Teori Label (
Labeling Theory
)
tertentu pada masyarakatnya. (Gibbs dan Erickson, 1975;
Plummer 1979; Schur 1971).
Terdapat banyak cara dimana pemberian label itu dapat
menentukan batas bersama dengan perilaku kriminal telah
dijadikan teori, misalnya bahwa pemberian label
memberikan pengaruh melalui perkermbangan imajinasi
sendiri yang negatif. Menurut teori label ini maka cap atau
merek yang dilekatkan oleh penguasa sosial terhadap warga
masyarakat tertentu lewat aturan dan undang-undang
sebenarnya berakibat panjang yaitu yang di cap tersebut
akan berperilaku seperti cap yang melekat itu. jadi sikap
mencap orang dengan predikat jahat adalah kriminogen.
5. Teori Psikoanalitik (
Psyco Analytic Theory
)
Menurut Sigmund Freud, penemu psikonanalisa, hanya
sedikit berbicara tentang orang-orang kriminal. Ini
dikarenakan perhatian Freud hanya tertuju pada neurosis
dan faktor-faktor di luar kesadaran yang tergolong kedalam
struktur yang lebih umum mengenai tipe-tipe ketidakberesan
atau penyakit seperti ini. Seperti yang dinyatakan oleh
Alexander dan Staub (1931), kriminalitas merupakan bagian
sifat manusia. Dengan demikian, dari segi pandangan
psikoanalitik, perbedaan primer antara kriminal dan bukan
kriminal adalah bahwa non kriminal ini telah belajar
mengontrol dan menghaluskan dorongan-dorongan dan
perasaan anti-sosialnya.
1.
Teori Rancangan Pathologis (
Pathological Simulation
Seeking
)
kejahatan yang nampak memberikan seseorang perasaan
gempar dan getaran hati atau sensasi. Kriminalitas
merupakan manifestasi “banyak sekali kebutuhan bagi
peningkatan atau perubahan-perubahan dalam pola
stimulasi si pelaku”. Abnormalitas primer oleh karenanya
dianggap sebagai sesuatu yang terletak dalam respon
psikologis seseorang pada masukan indera. Berarti perilaku
kriminal merupakan salah satu respon psikologis sebagai
salah satu alternatif perbuatan yang harus ditempuh. Lebih
spesifik lagi telah dihipotesakan bahwa para kriminal
memiliki sistem urat syarat yang hiporeaktif terhadap
rangsangan.
Beberapa bahasan dari teori rangsangan pathologis yang
perlu mendapat perhatian :
a.
Kriminal dilakukan dengan sistem urat syarat yang
diporeaktif dan otak yang kurang memberi respon, keadaan
demkian tidak terjadi dalam vakum, melainkan berinteraksi
dengan tujuan tempat tinggal tertentu dimana individu hidup
dalam pergaulan.
b.
Anak-anak pradelinkuen cenderung membiasakan diri
terhadap hukuman yang diterimanya dan rangsangan ini
dengan mudah menambah frustasi dikalangan orang tua.
Pola ini kemudian bergerak dalam lingkungan interaksi
negatif “orang tua dan anak” yang pada gilirannya
membentuk remaja dan orang dewasa yang bersifat
bermusuhan, memendam rasa benci dan anti sosial.
Kecenderungan mencuri rangsangan pathologis ini
merupakan bagian dari gambaran kriminal.
1)
Bahwa respon parental yang negatif dan tidak konsisten
terhadap perilaku mencari rangsangan atau stimuli sang
anak, merupakan daya etiologis dalam perkembangan
kecenderungan-kecenderungan kriminalitas selanjutnya.
2)
Bahwa abnormalitas psikologis sang anak akan
menyulitkan baginya mangantisapasi konsekuensi yang
menyakitkan atas perbuatannya.
Kedua faktor di atas merupakan faktor yang memberi
kontribusi kepada siklus yang merugikan dalam interkasi
orang tua anak yang bersifat negatif yang pada gilirannya
berkulminasi pada pola kriminalitas berat. Christopher
Mehew dalam penelitiannya mengenai kriminal dan
prikologis menemukan adanya pengaruh kejiwaan terhadap
perilaku jahat yang disimpulkan sebagai tingkat kedewasaan
yang terhambat (
emotional-immaturity
) dan ternyata kondisi
ini dipengaruhi oleh masalah-masalah keluarga yaitu
disharmonie home
dan
broken home
.
2.
Teori Pilihan Rasional (
Rational Choice Theory
)
apabila perbuatannya yang kriminal diketahui dan dirinya
diprotes dalam peradilan pidana. Apabila demikian
seolah-olah semua perilaku kriminal adalah keputusan rasional.
A.
Teori-Teori Sebab Terjadinya Perilaku Jahat
Perilaku jahat anak merupakan gejala penyimpangan dan
patologis secara sosial itu juga dapat dikelompokkan dlam
satu kelas defektif secara sosial, dan mempunyai
sebab-musabab yang majemuk, jadi sifatnya multi-kausal.
Ada beberapa penggolongan teori mengenai sebab
terjadinya perilaku jahat meliputi : (Kartini Kartono, 1985:
25-35).
1.
Teori biologis
2.
Teori psikogenesis (psikologis dan psikiatris)
3.
Teori sosiogenesis
4.
Teori subkultural
Ad.1.1. Teori Biologis
Tingkah laku sosiopatik atau delikuen pada anak-anak dan
remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan
struktur jasmaniah seseorang, juga dapat oleh cacat jasmani
yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung :
a.
Melalui gen atau plasma pembawa sifat dan keturunan,
atau melalui kombinasi gen, dapat juga disebabkan oleh
tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bisa
memunculkan penyimpangan tingkah laku, dan anak-anak
menjadi delikuen secara potensial.
delikuen.
c.
Melalui pewarisan kelemahan konstitusi anal jasmaniah
tertentu yang menimbulkan tingkah laku delikuen atau
sosiopatik. Misalnya cacat bawaan
brachy-dactylisme
(berjari-jari pendek) dan
diabetes insipidus
(sejenis penyakit
gula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta
penyakit mental.
Ad.1.2. Teori Psikogenesis
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delikuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversal, kecenderungan psikopatologis, dll. Kurang lebih 90 % dari jumlah anak-anak berperilaku jahat berasal dari kalangan keluarga berantakan (broken home). Kondisi keluarga yang tidak bahagian dan tidak beruntung, jelas membuahkan masalah psikologis personal dan adjusment (penyesuaian diri) yang terganggu pada diri anak, sehingga mereka mencari kompensasi di luar lingkungan keluarga guna
memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk perilaku jahat. Ringkasnya, perilaku jahat anak-anak merupakan reaksi terhadap masalah psikis anak-anak itu sendiri.
Ad.1.3. Teori Sosiogenesis
Ad.1.4. Teori Subkultural Delikuensi
Menurut teori subkultural ini, perilaku jahat ialah sifat-sifat suatu struktur sosial dengan pola budaya (subkultural) yang khas dari lingkungan familial, tetangga dan masyarakat yang dialami oleh para anak yang berperilaku jahat tersebut.
Sifat-sifat masyarakat tersebut antara lain ialah : a. Punya populasi yang padat
b. Status sosial-ekonomis penghuninya rendah c. Kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk
d. Banyak disorganisasi familial dan sosial bertingkat tinggi
Karena itu sumber utama kemunculan perilaku jahat anak adalah
subkultural-subkultural perilaku jahat dalam konteks yang lebih luas dari kehidupan masyarakat. Ringkasnya, ditengah masyarakat modern sekarang, saat tidak semua kelompok sosial mendapatkan kesempatan yang sama untuk menapak jalan masuk menuju kekuasaan-kekayaan dan berbagai previlage, anak-anak dari kelas ekonomi terbelakang dan lemah mudah menyerap etik yang kontradiktif dan kriminal, lalu menolak
konvensi umum yang berlaku, mereka menggunakan respon kriminal. Maka tingkah laku jahat anak-anak itu merupakan reaksi terhadap kondisi sosial yang ada.
http://bahtiarstihcokro.blogspot.com/2011/03/teori-teori-dalam-kriminologi.html
2.1. Pengertian Kejahatan
Pengertian kejahatan dapat dilihat dari beberapa segi pandang yaitu: 1.Dipandang dari segi sosiologis
Dipandang dari segi sosiologis, kejahatan adalah salah satu jenis gejala sosial, yaitu suatu kelakuan yang asosial dan amoral yang tidak dikehendaki oleh kelompok pergaulan dan secara sadar ditentang oleh pemerintah (Bonger, 1981).
2.Dipandang dari segi hukum
Dipandang dari segi hukum, kejahatan adalah perbuatan yang dilarang oleh
dengan undang–undang tersebut, maka ia akan dihukum. Jadi, tegasnya kejahatan disini adalah setiap perbuatan yang telah ditetapkan atau dirumuskan dalam suatu peraturan misalnya:”penipuan”, menurut pasal 378 K.U.H.P, yaitu:
“ Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan penjara paling lama 4 tahun. 3.Dipandang dari segi kejiwaan
Dipandang dari segi kejiwaan ( psikologi) setiap perbuatan manusia adalah dicerminkan oleh kejiwaan dari manusia bersangkutan, yang dalam tindakannya sampai mana manusia tersebut dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakatnya. Jadi dapat dikatakan bahwa perbuatan jahat (kejahatan) adalah satu tindakan atau perbuatan yang tidak sesuai kesadaran hokum masyarakat tertentu tersebut yang oleh karena itu pula perbuatan itu dapat dikatakan adalah tidak normal (abnormal).
2.2 Akibat-Akibat Kejahatan
Sudah jelas akibat dari kejahatan adalah negatif, sesuatu yang tidak dikehendaki masyarakat, akibat dapat tertuju kepada:
1.Manusia
Perorangan (individu) sebagai korban yang dapat berupa kejiwaan, korban nama baik, dan korban harta (vermogeen) yang menjadi milik manusia sebagai subjek hokum (pendukung hak dan kewajiban).
2.Masyarakat
Diketahui bahwa masyarakat adalah kumpulan dari individu-individu, sehingga seseorang atau beberapa orang yang menjadi korban tindak kejahatan bukan tidak mungkin masyarakat sekitarnya ikut-ikutan menjadi korban, paling sedikit
timbulnya keresahan.
3. Diri Si Pelaku Tindak Kejahatan
Si pelaku tindak kejahatan sendiri dapat menjadi korban dari perbuatannya sendiri, yang jelas ia akan disingkirkan oleh masyarakat dan mungkin sekali dihukum pidana untuk diambil nyawanya atas dirampas kemerdekaannya.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14013/1/09E00413
% A. Pengertian Kriminalitas/Kejahatan
Lalu krimonologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, Kartono (1999: 122).
Definisi kejahatan secara yuridis adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya dan melanggar hokum serta undang-undang pidana. Di dalam KUHP jelas tercantum bahwa “kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan
ketentuan-ketentuan KUHP”. Missal pembunuhan pasal memenuhi 338 KUHP, mencuri memenuhi pasal 362 KUHP, penganiayaan memenuhi pasal 351 KUHP.
Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang tercantum maupun yang belum tercantum pada undang-undang pidana).
1. B. Teori mengenai Kejahatan
Teori mengenai kejahatan adalah sebagai berikut, Kartono (1999: 136-150):
1. Teori Teologis, menurut teori ini kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya, setiap orang dapat melakukan kejahatan kerena didorong oleh roh-roh jahat, godaan setan/iblis, nafsu, sehingga ia melanggar kehendak Tuhan.
2. Teori filsafat tentang Manusia (Antropologi Transedental).
Teori ini menyebutkan adanya dialektika antara jasmani dan rohani. Rohani atau jiwa mendorong masnusia kepada perbuatan-perbuatan baik dan susila, mengarahkan manusia pada usaha transedensi dan konstruksi diri. Selanjutnya jiwa diwujudkan dalam perbuatan jasmani. Jasmani manusia merupakan prinsip ketidakselesaian atau perubahan, sifatnya tidak sempurna. Prinsip ini mengarahkan manusia kepada destruksi, kerusakan, kejahatan, dll.
Jadi karena sifat-sifat jasmaninya, seseorang mempunyai
tidak dapat dikendalikan oleh jiwa. Kecenderungan mengarah kepada kejahatan berlangsung dengan mudah/otomatis, sedangkan
kecenderungan usaha transedensi atau konstruksi diri adalah usaha yang sulit.
1. Teori kemauan bebas (free will), menyatakan bahwa manusia itu bebas berbuat menurut kemauannya, berhak menentukan pilihan dan sikapnya. Teori ini menyebutkan sebab kejahatan adalah kemauan manusia itu sendiri.
2. Teori penyakit jiwa, teori ini menyebutkan adanya kelainan-kelainan jiwa yang bersifat psikis sehingga individu sering melakukan kejahatan. Penyakit jiwa ini berupa psikopat dan defect moral. Psikopat adalah bentuk kekalutan mental, yang ditandai dengan tidak adanya pengorganisasia dan pengintegrasian pribadi, ridak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu berkonflik dengan norma sosial serta hokum, dan biasanya juga bersifat immoral. Defect moral dicirikan dengan individu yang hidupnya jahat, selalu melakukan kejahatan, bertingkah laku anti sosial, ada disfungsi intelegensi.
1. Teori fa’al tubuh (fisiologis), teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah: cirri-ciri jasmaniah dan bentuk jasmaniahnya. Pada
bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang, telinga, leher, lengan, tangan, jari, kaki, dan anggota badan lainnya. Pendukung teori ini yang terkenal adalah Cecare Lambroso, Enrico Ferri, dan Garofalo yang secara bersama-sama
membangun mahzab Italia.
Lombroso berkeyakinan bahwa para criminal mempunyai konstitusi psikofisik dan tipe kepribadian yang abnormal, yang jelas bisa
dibedakan dengan orang-orang normal. Karakteristik tersebut sifatnya bisa:
1. Fisiologis-anatomis: dengan cirri khas pada tubuh, dan anggota, serta kelainan jasmaniah.
2. Psikologis: dengan cirri psikopatik, gangguan system syaraf, gila dan defect moral.
Pengikut Lombroso menjelaskan tipe-tipe criminal dengan prinsip-prinsip atavisme, yang menyatakan adanya proses kemunduran kepada pola-pola primitive dan speciesnya yaitu tiba-tiba muncul cirri nenek moyang kini timbul kembali. Cirri tingkah laku orang criminal mirip sekali denga tingkah laku orang primitive yang liar-kejam dan bengis.
1. Teori yang menitikberatkan pengaruh antropologis (dekat sekali degan teori fisiologis). Teori ini menyatakan adanya cirri-ciri individual yang karakteristik, dan cirri anatomis yang
menyimpang. Dalam kelompok ini dimasukkan teori atavisme. Sarjana Ferrero berpendapat bahwa teori atavisme itu memang mempunyai segi kebenaran, yitu orang-orang criminal
mempunyai cirri psikis yang sama dengan orang primitive, dalam hal: kemalasan, impulsivitas, cepat marah dan kegelisahan
psikofisik. Semua karakteristik itu menghambat mereka dalam menyesuaikan diri dengan peraturan peradaban dan kesusilaan. 2. Teori yang menitikberatkan factor sosial, Mahzab Perancis. Teori ini
menyatakan bahwa yang paling menentukan kejahatan adalah factor eksternal/lingkungan sosial.gabriel tarde dan Emile Durkheim menyatakan bahwa kejahatan merupakan insiden alamiah. Merupakan gejala sosial yang tidak bisa dihindari dalam revolusi sosial, di mana secara mutlak terdapat satu minimum kebebasan individual untuk berkembang, juga terdapat tingkah laku masyarakat yang tidak bisa diduga-duga untuk mencuri keuntungan dalam setiap kesempatan, dengan demikian ada kecenderungan untuk melakukan kejahatan. Pada intinya kesmiskinan dan kesesngasaraan menjadi sumber utama kejahatan. Kemiskinan tanpa jalan keluar menyebabkan orang putus asa, sehingga kejahatan merupakan satu-satunya jalan menolong kehidupan.
sebagai penyebab kejahatan sudah sangat jarang. Lebih banyak yang bertumpu pada factor jamak.
4. Teori susunan ketatanegaraan. Plato, Aristoteles, dan Thomas More beranggapan bahwa struktur ketatanegaraan dan falsafah negara turut menentukan ada dan tidaknya kejahatan. Jika
susunan negara baik dan pemerintahannya bersih, serta mampu melaksanakan tugas memerintah rakyat dengan adil maka
kejahatan tidak akan bisa berkembang. Sebaliknya jika
pemerintahan korup, tidak adil, maka banyak orang memenuhi kebutuhannya dengan dengan cara kejahatan.
5. Mahzab Spiritualis dengan teori Non-Religiusitas (tidak beragamnya individu). Agama memperkenalkan nilai-nilai luhur yang besar sekali artinya bagi oengendalian diri dari perbuatan kejahatan, mengeluarkan manusia dari rasa egois. Orang yang tidak
beragama dan tidak percaya kepada nilai-nilai agama umumnya egois, sombong, dan harga diri berlebihan. Sifatnya menjadi ganas, bengis terhadap sesame makhluk. Ketiadakpercayaan kepada Tuhan juga menyebabkan ketakutan, kecemasan, dan kebingungan, sehingga sering timbul agresivitas dan sifat a-sosial, yang mudah menjerumuskan manusia kepada kejahatan. 6. C. Faktor Penyebab Kriminalitas
7. Biologik
1. Genothype dan Phenotype
Stephen Hurwitz (1986:36) menyatakan perbedaan antara kedua tipe tersebut bahwa Genotype ialah warisan sesungguhnya, Phenotype ialah pembawaan yang berkembang. Perbedaan antara genotype dan phenotype bukanlah hanya disebabkan karena hukum biologi
mengenai keturunan saja.
Apa yang diteruskan seseorang sebagai pewarisan kepada genrasi yang berikutnya semata-mata tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar olehnya, adalah phenotype yaitu hasil dari
pembawaan yang diwaris dari orang tuanya dengan pengaruh-pengaruh dari luar.
1. Pembawaan dan Kepribadian
Berdasarkan peristilahan teori keturunan, pembawaan berarti potensi yang diwariskan saja, dan kepribadian berarti propensity/bakat-bakat yang dikembangkan.
Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:36) menyatakan: Individuality – factor I – bukan fenomena/gejala endogenuous yang datang dari dalam semata-mata, tapi hasil dari pembawaan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dan membentuk pembawaan sepanjang masa.
1. Pembawaan dan Lingkungan
Menurut istilah, pembawaan dan lingkungan merujuk kepaa
pembawaan yang dikembangkan. Mahzab lingkungan pada mulanya hanya memperhatikan komponen-komponen di bidang ekonomi, akan tetapi konsepsi itu meliputi seluruh komponen baik yang materiil maupun yang spiritual.
Lingkungan merupakan factor yang potensial yaitu mengandung suatu kemungkinan untuk memberi pengaruh dan terujudnya kemungkinan tindak criminal tergantung dari susunan (kombinasi) pembawaan dan lingkungan baik lingkungan stationnair (tetap) maupun lingkungan temporair (sementara).
Faktor-faktor pembawaan dan lingkungan selalu saling mempengaruhi timbal balik, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Lingkungan yang terdahulu, karena pengaruhnya yang terus menerus terhadap pembawaan, mengakibatkanterwujudnya sesuatu kepribadian dan sebaliknya factor lingkungan tergantung dari factor-faktor pembawaan. Oleh karena:
oleh pikirannya sendiri.
2) Orangnya dapat banyak mempengaruhi dan mengubah factor-faktor lingkungan ini.
Menurut Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:38) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan yang dahulu sedikit banyak ada dalam kepribadian seseorang sekarang. Dalam batas-batas tertentu
kebalikannya juga benar, yaitu lingkungan yang telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh pribadinya. Faktor-faktor dinamik yang bekerja dan saling
mempengaruhi adalah baik factor pembawaan maupun lingkungan.
Sedangkan Exner (dalam Stephen Hurwitz, 1986:39) menyebutkan 2 doktrin, antara lain:
1) Bagaimana perkembangan pembawaan dalam batas-batas tertentu tergantung dari lingkungan.
2) Lingkungan seseoprang dan pengaruh lingkungan ini terhadapnya dalam sesuatu batas tertentu, tergantung dari pembawaannya.
1. Pembawaan criminal
Stephen Hurwitz (1986:39) menyatakan bahwa tidaklah masuk akal untuk menghubungkan pembawaan yang ditentukan secara biologic dengan suatu konsepsi yuridik yang berdeda menurut waktu dan tempat.
Setiap orang yang melakukan kejahatan mempunyai sifat jahat pembawaan, karena selalu ada interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Akan tetapi hendaknya jangan memberi cap sifat jahat pembawaan itu, kecuali bila tampak sebagai kemampuan untuk melakukan susuatu kejahatan tanpa adanya kondisi-kondisi luar yang istimewa dan luar biasa. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara pembawaan dan kejahatan.
Ada hubungan timbal-balik antara factor-faktor umum social politik-ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun besar. Stephen Hurwitz (1986:86-102) menyatakan tinjauan yang lebih mendalam tentang interaksi ini, antara lain yaitu:
1. Faktor-faktor ekonomi 1) Sistem ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara
penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2) Harga-harga, Perubahan Harga Pasar, Krisis (Prices, market fluctuations, crisis)
Ada anggapan umum, bahwa ada suatu hubungan langsung antara keadaan-keadaan ekonomi dan kriminalitas, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik dan pencurian (larceny). Dalam
penelitian tentang harga-harga (prices) maka hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan harga rata-rata diikuti dengan kenaikan pencurian yang seimbang.
Suatu interaksi yang khas antara harga-harga barang (contoh:
gandum, dan sebagainya) dari kriminalitas ternyata dan terbukti dari fakta-fakta, yaitu bahwa jumlah kebakaran yang ditimbulkan yang bersifat menipu mengenai hak milik tanah menjadi tinggi, bila harga tanah turun dan penjualannya sukar. Alasannya ialah karena keadaan-keadaan ekonomi menimbulkan suatu kepentingan khusus untuk memperoleh jumlah asuransi kebakaran untuk rumah dan pekarangan serta tanaman, (premises = rumah dan pekarangan).
3) Gaji atau Upah.
gangguan ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan.
Banyak buku telah menulis tentang artinya goncangan harga-harga dan upah. Juga banyak penelitian telah diadakan berdasarkan indeks-indeks kombinasi, termasuk pengangguran dan lain-lain, sehingga masalah beralih dari pengaruh turun naiknya harga, kepada
goncangan harga pasar yang sangat kuat, sehubungan dengan kejahatan. Dari penelitian yang belakangan dan paling menarik perhatian ialah mengenai pengaruh dari waktu-waktu makmur (prosperity) diselingi dengan waktu-waktu kekurangan (depression) dengan kegoncangan harga-harga pasar, krisis dan lain-lain terhadap kejahatan.
4) Pengangguran
Di antara factor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis,
pengangguran dianggap paling penting. 18 macam factor ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari statistic-statistik tersebut, bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa dan kekhawatiran dalam hal itu,
berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain,
perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah factor yang paling penting.
1. Faktor-faktor mental 1) Agama
adanya factor-faktor negative demikian, memang merupakan fakta bahwa norma-norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan kriminil.
2) Bacaan, Harian-harian, Film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan factor krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografik, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita-cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.
Pengaruh crimogenis yang lebih langsung rari bacaan demikian ialah gambaran sesuatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca.
Harian-harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat dikatakan tentang koran-koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan
pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir-akhir ini. Dan film ini oleh kebanyakan orang dianggap yang paling berbahaya. Memang disebabkan kesan-kesan yang mendalam dari apa yang dilhat dan didengar dan cara penyajiannya yang negative.
Kita harus hati-hati dalam memberikan penilaian yang mungkin berat sebelah mengenai hubungan antara bacaan, harian, film dengan kejahatan. Tentu saja ada keuntungan dan kerugian yang dapat dilihat disamping kegunaan pokok bacaan, harian, dan film tersebut.
1. Faktor-faktor Pisik: Keadaan Iklim dan lain-lain
Pada permulaan peneliti mengadakan statistic tentang keadaan iklim, hawa panas/dingin, keadaan terang atau gelap, sinar bumi dan
dan khususnya dari kriminalitas. Para peneliti belakangan pada
umumnya mengakui kekeliruan dari anggapan tersebut, karena hanya semacam korelasi jauh dapat diketemukan antara kriminalitas sebagai suatu fenomena umum dan factor-faktor pisik.
1. Faktor-faktor Pribadi 1) Umur
Meskipun umur penting sebagai factor penyebab kejahatan, baik secara juridik maupun criminal dan sampai sesuatu batas tertentu berhubungan dengan factor-faktor seks/kelamin dan bangsa, tapi seperti factor-faktor tersebut akhir merupakan pengertian-pengertian netral bagi kriminologi. Artinya: hanya dalam kerjasamanya dengan factor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi
kriminologi.
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.
2) Ras dan Nasionalitas
Konsepsi ras adalah samar-samar dan kesamaran pengertian itu, merupakan rintangan untuk mengadakan penelitian yang jitu. Pembatasan ras berdasarkan sifat-sifat keturunan yang umum dari bangsa-bangsa atau golongan-golongan orang yang memiliki kebudayaan tertentu dan bukan berdasarkan sifat-sifat biologis, membuka kesempatan untuk berbagai keraguan.
3) Alkohol
Dianggap factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan,
tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
4) Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan lain-lain rvolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api menambahbahaya akan terjadinya perbuatan-perbuatan criminal.
1. D. Jenis Kriminalitas
Jenis-jenis kriminalitas adalah sebagai berikut, Kartono (1999: 130-136):
1. Jenis-jenis kejahatan secara umum:
1. Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasi-organisasi illegal.
2. Penipuan-penipuan: permainan-permainan penipuan dalam bentuk judi dan perantara-perantara “kepercayaan”, pemerasan (blackmailing), ancaman untuk memplubisir skandal dan perbuatan manipulative.
3. Pencurian dan pelanggaran: perbuatan kekerasan, perkosasan, pembegalan, penjambreta/pencopetan, perampokan,
pelanggaran lelu lintas, ekonomi, pajak, bea cukai, dan lain-lain.
1. F. Penanggulangan terhadap Kriminalitas
Tahap-tahap penanganan kriminalitas, Soetomo (2008: 33-63):
kriminalitas terjadi untuk membantu menentukan tindakan sebagai upaya pemecahan masalah.
3. Tahap treatment, adalah upaya pemecahan masalah yang ideal pada suatu kondis tertentu, terdiri dari:
1. Usaha rehabilitative, focus utamanya pada kondisi pelaku kejahatan, terutama upaya untuk melakukan perubahan atau perbaikan perilakunya agar sesuai dengan standar atau norma sosial yang ada.
2. Usaha preventif, focus pada pencegahan agar tindak kejahatan tidak terjadi. Dapat dilakuakan pada level individu,
kelompok, maupun masyarakat, seperti
1) Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai budaya bangsa sendiri.
2) Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat.
3) Mengontrol atau memberikan arah pada proses pada proses sosialsisasi termasuk lingkungan interakasi sosial.
4) Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak.
5) Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam
masyarakat dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural, seperti sekolah, pengajian dan organisasi masyarakat.
6) Untuk pengawasan kejahatan secara efektif kita memerlukan hukum yang berwibawa. Dipandang dari sudut perlindungan terhadap masyarakat, hukum yang bersifat ideal mengenai hukuman yang tidak ditentukan yang dapat diteruskan kepada semua pelanggar-pelanggar, misalkan setahun sampai seumur hidup dan yang diatur oleh komite yang tergolong ahli dalam system kepenjaraan (tahanan) akan
ditetapkan dengan maksimum.
Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha
pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya, menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai mengunci rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain. Usaha pencegahan juga tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokratis yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang menimbulkan penyalahgunaan
kekuasaan/wewenang, N. Widiyanti dan Y. Waskita (1987:154-155).
1. Usaha developmental, dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan atau kapasitas sesorang atau sekelompok orang agar dapat memenuhi kehidupan yang lebih baik dan tercipta iklim kondusif bagi masyarakat. Usaha ini mendukung langkah preventif dan rehabilitative. Usaha ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan rasa saling percaya,asas timbale balik,
solidaritas, penghargaan harkat martabat manusia, dan
pemenuhan hak dasar manusia, sehingga mewujudkan kearifan local yang tumbuh dan berkembang dalam dinamika kehidupan masyarakatnya.
http://ittemputih.wordpress.com/2012/04/27/kriminalitas/
Teori Differential Association /
Asosiasi Diferensial
Terminologi atau istilah kriminologi pertama kali
dipergunakan antropolog Prancis,
Paul Topiward
dari
kata
crimen
(kejahatan/penjahat) dan
logos
(ilmu
pengetahuan). Kemudian
Edwin H. Sutherland
dan
DonaldR. Cressey
menyebutkan kriminologi sebagai :
“.... the body of knowledge regarding delinquency and
crime as social phenomenon. It includes within its scope
the process of making law,the breaking of laws, and
reacting to word the breaking of laws ...” (".... tubuh
pengetahuan tentang kenakalan dan kejahatan sebagai
fenomena sosial. Ini termasuk dalam ruang lingkup
proses pembuatan hukum, melanggar hukum, dan
bereaksi terhadap kata melanggar hukum ... ")
Melalui optik tersebut maka kriminologi berorientasi
pada:
%
Pertama
, pembuatan hukum yang dapat meliputi
telaah konsep kejahatan, siapa pembuat hukum
dengan faktor-faktor yang harusdiperhatikan dalam
pembuatan hukum.
%
Kedua
, pelanggaran hukum yangdapat meliputi siapa
pelakunya, mengapa sampai terjadi pelanggaran
hukum tersebut serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
%
Ketiga
, reaksi terhadap pelanggaran hukum melalui
proses peradilan pidana dan reaksimasyarakat.
Shane
teori itu diklasifikasikan menjadi 3 (tiga)
kelompok yaitu :
%
golongan teori abstrak atau teori-teori makro
(macrotheories).
Pada asasnya, teori-teori dalam
klasifikasi inimendeskripsikan korelasi antara
kejahatan dengan struktur masyarakat. Termasuk
ke dalam macrotheories ini adalah
teori Anomie
dan
Teori Konflik
.
%
teori-teori mikro (microtheories)
yang bersifat
lebih konkret. Teori ini ingin menjawab mengapa
seorang/kelompok orang dalam masyarakat