• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Penampilan Proses dan Teknik Sampling pada Industri Sumpit Makan (Chopsticks)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Penampilan Proses dan Teknik Sampling pada Industri Sumpit Makan (Chopsticks)"

Copied!
252
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KUSBADI, F25.0205. STUD1 PEBANPILAA PROSES D M TEKLJIK SAWPLIBG PADA IBDUSTRI SUMPIT I P A m (CHOPSTICKS). Di ]saw& b w i n g a n mCHFUD.

Industri sumpit makan berkembang pesat pada kurun

1986-1990. Tetapi pada akhir tahun 1991, terjadi penuru-

nan yang drastis. Angka ekspor yang pada tahun 1990

mencapai 49 ton, tahun 1991 menciut menjadi 28 ton (BPS,

1992).

Penurunan angka ekspor ini ternyata karena banyaknya

pabrik surnpit yang menutup usahanya karena tidak kuat

bersaing di pasaran ekspor.

Biaya produksi yang tinggi merupakan penyebab mahal-

nya produk sumpit dari Indonesia. Menurut kalangan pengu-

saha, biaya produksi tinggi karena bahan baku yang mahal.

Hambatan ini sudah mulai diatasi bekerja sama dengan

pengusaha HTI (Hutan Tanaman Industri).

Biaya produksi yang tinggi, bisa juga disebabkan oleh

tingginya jumlah produk yang tidak mernenuhi standar,

sehingga produk yang dapat memberikan keuntungan juga

rendah. Untuk itu perlu adanya suatu sistem jaminan

kualitas yang efektif sehingga dapat meningkatkan produk-

tifitas selanjutnya menurunkan biaya secara keseluruhan.

Bagan pengendalian sebagai alat yang digunakan untuk

pengendalian proses dimaksudkan untuk membuat produk

dengan benar sejak awal.

Proses pembuatan sumpit melalui tahap-tahap: pemoton-

gan, pemasakan, veening, pembentukan, pengeringan, sortasi

(3)

Berdasarkan hasil pengamatan di perusahaan sumpit CV

TERUS LANCAR, bagan pengendalian menunjukkan kondisi tidak terkendali secara keseluruhan. Penyebab utama adalah

faktor peralatan produksi yang tidak dapat menghasilkan

produk sesuai standar, suasana kerja yang tidak nyaman dan

f aktor peker ja.

Untuk menerapkan bagan pengendalian selanjutnya, perlu

dilakukan observasi lanjutan dan penyesuaian beberapa

(4)

STUD1 PENAMPILAN PROSES DAN TEKNIK SAMPLING PADA

INDUSTRI SUMPIT MAKAN (CHOPSTICKS)

Oleh

KUSNADI

F 25.0205

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

1993

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

STUD1 PENAMPILAN PROSES DAN TEKNIK SAMPLING

PADA INDUSTRI SUMPIT MAKAN (CHOPSTICKS)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Fakultas Teknologi Pertanian

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Oleh

KUSNADI

F 2 5 0 2 0 5

Dilahirkan pada tanggal 21 Oktober 1969

Di Sumedang (Jawa Barat)

Tanggal lulus : 12 Mei 1993

setu jui,

b t e m b e r 1

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sebab

hanya dengan ridlo-Nya tulisan ini dapat terselesaikan.

Tulisan ini berjudui : "STUD1 PENAMPILAN PROSES DAN

TEKNIK SAMPLING PADA INDUSTRI SUMPIT MAKAN (CHOPSTICKS)".

Penelitian ini mengambil lokasi di CV TERUS LANCAR Kabupa-

ten Sumedang, Jawa Barat.

Penulis menyadari, dalam karya kecil ini masih terdapat

banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu saran dan kritik

sangat penulis harapkan guna peningkatan di masa yang akan

datang. Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi

siapa saja yang memerlukannya.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada :

1. Bapak Ir. Machfud M S , sebagai dosen pembimbing yang

telah banyak membantu terselesaikannya tulisan ini.

2 . Bapak Hendra, sebagai direktur utama CV Terus Lancar

Sumedang yang telah memberikan ijin penggunaan tempat

penelitian.

3. Drs. Edi Kusnadi, sebagai pendamping selama melakukan

penelitian di lapangan.

4. Seluruh staf dan karyawan CV Terus Lancar Sumedang

Akhirnya penulis minta maaf bila dalam karya kecil ini

terdapat kekurangan atau kekeliruan.

(7)

Halaman

. . .

KATA PENGANTAR (i)

DAFTAR IS1

. . .

(ii)

DAFTAR TABEL

. . .

(V) DAFTAR GAMBAR

. . .

(vi)

DAFTAR LAMPIRAN

. . .

(vii)

. . .

I

.

PENDAHULUAN 1

. . .

A

.

LATAR BELAKANG 1 B

.

RUANG LINGKUP PENNELITIAN

. . .

4

. . .

.

C TUJUAN 4

. . .

I1

.

TINJAUAN PUSTAKA 5 A

.

PROSES PEMBUATAN SUMPIT

. . .

5

B

.

PENGENDALIAN KUALITAS

. . .

7

. . .

1

.

Pengertian Pengendalian Kualitas 7 2

.

Proses Perencanaan Pengendalian Kualitas 10 3

.

Tujuan Pengendalian Kualitas

. . .

12

4

.

Variasi Dalam Proses P oduksi

. . .

15

5

.

Metoda Pengendalian Kualitas

. . .

18

6

.

Grafik Pengendali

. . .

22

7

.

Pemilihan Antara Grafik Pengendali Sifat dan Variabel

. . .

24
(8)

9

.

Keadaan Tak Terkendali Pada

Grafik X dan R

. . .

31

10

.

Grafik Pengendali P

. . .

33

11

.

Pengertian Sampling Penerimaan

. . .

40

12

.

Resiko Produsen dan Resiko Konsumen

. . .

46

13

.

Sampling Tunggal, Ganda dan Darab

. . .

48

. . .

14

.

Standar Militer 105-D 50 C

.

PENELITIAN TERDAHULU

. . .

52

111

.

METODOLOGI PEELITIAN

. . .

55

A

.

KERANGKA PEMIKIRAN

. . .

55

B

.

PENDEKATAN

. . .

56

. . .

C

.

TATA LAKSANA 56 1

.

Cara Memperoleh Data

. . .

56

2 Tahap-tahap Rencana Kerja Penelitian

. . . .

57

3

.

Pengumpulan Data

. . .

57

. . .

IV

.

HASIL DAN PEMBAHASAN 61

. . .

A

.

HASIL PENELITIAN 61 1

.

Tinjauan Umum Terhadap Proses Produksi

. . . .

61

. . .

2

.

Penampilan pada Tiap T hap Proses 66 3

.

Rencana Sampling Penerimaan

. . .

80

. . .

B

.

PEMBAHASAN 81 1

.

Bahan Baku

. . .

81
(9)

.

5 Tahap Grading

. . .

90

.

. . .

6 Rencana Sampling Penerimaan 94

V

.

KESIMPULAN DAN SARAN

. . .

96

A

.

KESIMPULAN

. . .

96

.

B SARAN

. . .

97

DAFTAR PUSTAKA

. . .

98
(10)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Interpretasi grafik X dan R...

. . .

3 1
(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Gambar

Gambar

Halaman Proses pembuatan sumpit makan

. . .

8

Siklus kualitas

. . .

11

Implementasi perencanaan dan pengendalian kualitas.

. . .

13

Gambar

Gambar

Masukan dan hasil proses produksi

. . .

19

Diagram fase penggunaan metode pengenda- lian kualitas

. . .

21

Gambar Kurva karaketeristik operasi sampling

penerimaan ukuran 10 % dari jumlah lot... 45

Gambar Tahap-tahap dalam pendekatan yang diguna-

kan

. . .

58

Gambar Bagan pengendalian X dan R pada tahap pe-

motongan untuk panjang

. . .

68

Bagan pengendalian X dan R pada tahap

veening untuk tebal

. . .

70 Gambar

Gambar Bagan pengendalian p pada tahap

sortasi dasar

. . .

72

Gambar

Gambar

Bagan pengendalian p pada tahap

grading untuk grade ... 74

Bagan pengendalian

p

pada tahap

grading untuk grade ... 75

Gambar Bagan pengendalian p pada tahap

grading untuk grade ... 77

Gambar Bagan pengendalian p pada tahap

grading untuk grade D.

. . .

79

Gambar

Gambar

Mata kayu tertanam..

. . .

82
(12)

DAFTAR LAMPIFSiN halaman Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran L mpiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran

Data pengamatan pada tahap pemotongan 100

Data pengamatan pada tahap veening

. . . .

101

Data pengamatan pada tahap sortasi da-

sax... 102

Data pengamatan pada tahap Grading

untuk grade A..

. . .

103

Data pengamatan pada tahap Grading

untuk grade ... 104

Data pengamatan pada tahap Grading

untuk grade C.

. . .

105

Data pengamatan pada tahap Grading

untuk grade D...

. . .

106

Pola-pola grafik yang tidak acak

. . .

107

Faktor guna membentuk mutu

. . .

11 0
(13)

I.

BEND

AN

Sumpit makan (chopsticks) adalah alat makan khas

untuk beberapa negara di Asia Timur, yang berfungsi

menggantikan sendok dan garpu. Alat makan ini berupa

sepasang stick yang digunakan untuk mengambil makanan

dengan cara mencapitnya.

Permintaan pasar luar negeri dan semakin menja-

murnya rumah-rumah makan Jepang, Korea dan rumah makan

China di Indonesia, merangsang para investor untuk

mendirikan industri sumpit makan. Berdasarkan laporan

Biro Pusat Statistik tahun 1992, sejak tahun 1986

industri sumpit makan di Indonesia berkembang pesat.

Pada kurun waktu 1986-1990, tercatat pertumbuhan yang

cepat dalam industri ini. Dari hanya di bawah 10

buah, melesat sampai tidak kurang dari 60 pabrik pada

1990. Bila pada tahun 1986, Indonesia hanya membuat

700 juta batang, maka pada tahun 1990 jumiah produksi

sudah hampir mencapai 10 miiyar batang.

Industri yang kelihatannya menjanjikan masa depan

ini, ternyata kemudian tersendat. Berdasarkan laporan

Biro Pusat Statistik bulan April 1992, akhir-akhir

ini, angka eksport sumpit Indonesia anjlok. Ekspor

yang pada tahun 1990 mencapai 10 milyar batang atau 49

(14)

Penurunan nilai ekspor ini, dapat disebabkan oleh

berbagai faktor. Bila dihubungkan dengan menjamurnya

rumah-rumah makan yang menggunakan sumpit, ada asumsi

produksi sumpit terserap pasar dalam negeri. Menurut

BPS (1992), kenaikan konsumsi dalam negeri pada tahun

1990 adalah sebesar 186 persen. Bisa juga penurunan

ekspor ini karena produksi industri sumpit memang

rendah.

Hal yang terakhir inilah rupanya yang menjadi

penyebab. Menurunnya produksi sumpit Indonesia karena

banyak pabrik sumpit makanan lokal yang tidak kuat

bersaing di pasaran internasional. Di pasar ekspor,

Indonesia kalah bersaing oleh Thailand dan China, yang

bisa menav~arkan harga lebih kompetitif. Kedua negara

itu mampu xnenjual dengan harga di bawah US $ 17 per.

boks (5 ribu pasang sumpit). Sedangkan Indonesia

tidak bisa kurang dari itu.

Penetapan harga produk erat kaitannya dengan

biaya produksi. Menurut Doll & Orazen (1984), biaya

adalah semua pengeluaran di dalam organisasi dan yang

dikeluarkan untuk proses produksi. Pengeluaran terma-

suk di dalamnya dana-dana untuk input yang diperlukan

dan biaya-biaya penunjang pada proses produksi. Dalam

jangka pendek, keseluruhan biaya meliputi biaya tetap

(15)

adalah biaya variabel sebab semua input adalah varia-

bel.

Biaya variabel, dalam ha1 ini bahan baku, merupa-

kan penyebab tingginya biaya produksi. Sehingga harga

jual juga tinggi. Misalnya tahun 1990 kenaikan harga

bahan baku kayu pinus sebesar 20 - 30 persen, lalu

tahun 1991 naik lagi 10 persen (Mingguan Bina, 1991).

Alternatif yang telah dicoba ditempuh kalangan

industri sumpit saat ini adalah berusaha memperoleh

bahan baku, kayu pinus, yang lebih murah. Industri

sumpit berusaha untuk memperkuat struktur usahanya

dengan membuka perkebunan bahan baku sendiri, dalam

bentuk Hutan Tanaman Industri (HTI).

Tingginya biaya produksi, dapat pula disebabkan

oleh tingginya jumlah produk yang tidak memenuhi

standar, sehingga produk yang dapat memberikan keun-

tungan juga rendah.

Bila dilakukan penanganan jaminan mutu y a n g

efektif, akan dapat meningkatkan produktifitas dan

selanjutnya menurunkan biaya produksi secara keseluru-

han (Montgomery, 1990).

Untuk memperoleh produk dengan mutu yang stabil,

produk itu harus dibuat dengan benar sejak awal.

Pengendalian proses statistik pada jalur adalah alat

utama yang digunakan dalam membuat produk dengan benar

(16)

pengendalian proses statistik pada jalur yang sederha-

na

.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Pihak perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam

penyempurnaan sistem jaminan mutu di perusa-

haan;

2. Para pemilik modal (investor) sebagai bahan dalam

penyusunan perencanaan pendirian industri sejenis.

Pada penelitian ini dilakukan pengkajian terhadap

proses produksi secara umum dan tinjauan terhadap

p e n g e n d a l i a n m u t u y a n g d i l a k u k a n s a a t i n i d i

perusahaan.

Masalah yang dikaji dibatasi pada aspek pengenda-.

lian mutu yang meliputi identifikasi karakteristik

mutu dan bagan-bagan pengendaliannya yang sesuai,

serta rencana sampling penerimaan pada produk akhir.

C. TUJUAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Menganalisa penampilan proses setiap tahapan pro-

duksi pada jalur produksi;

2. Menentukan model sampling penerimaan yang efektif

(17)

A. PROSES PEMBUATAN SUMPIT M

Sumpit makan (chopsticks), biasanya dibuat dari

bambu atau kayu. Menurut Matsuda (1983), bahan

sumpit harus lurus, berbuku panjang dan tidak terlalu

keras

.

Secara umum, dalam pembuatan sumpit dari bahan

bambu, bahan dipotong dengan panjang tertentu. Selan-

jutnya bagian-bagian yang tidak perlu dibuang.

Hanya bagian daging dari bahan yang digunakan. Bahan

dipotong-potong dengan ketebalan tertentu. Potongan-

potongan ini dibentuk pada kedua permukaannya, menggu-

nakan mesin pembuat sumpit, dan dibuat menjadi sumpit

sebagai hasil akhir pengolahan (Takahashiz, 1983).

Sumpit y a n g telah dibuat, dilanjutkan dengan

pencucian dan pengeringan. Akhirnya dilakukan sortasi

untuk memisahkan sumpit cacat dari yang baik, sebelum

dilakukan pengemasan (Matsuda, 1983).

Menurut Wahyudin (1990), sumpit makan (chop-

sticks) yang menggunakan bahan baku kayu pinus (Pinus

merkusii), dalam industri pembuatannya menggunakan

mesin-mesin : circular saw, conveyor, boiler, barking

machine, feeling machine, chopping machine, kiln

(18)

Secara ringkas pembuatan sumpit makan adalah

sebagai berikut :

- Pemotongan kayu dengan cross cut machine.

Panjang potongan 20 cm;

- Potongan kayu direbus dalam boiler selama 7

jam dengan suhu 100'~;

- Pengerjaan selanjutnya kayu dikuliti d a n

dibuat veener melalui rolling machine dengan

ketebalan 0.5 cm;

- Dibentuk melalui chopping machine, lalu diker-

ingkan di tempat pengeringan selama 7 jam

dengan suhu 50'~ - 60'~;

- Proses selanjutnya adalah melalui arranging

dan trimming machine, yaitu sumpit dihaluskan

dan dibentuk menjadi sumpit jenis genkoru dan

koban;

- Penyortiran sumpit, adz lima tingkat mutu

chopstick yaitu :

- Grade A : bentuk sempurna, putih;

- Grade B : bentuk sempurna, putih keku-

ningan;

- Grade C : bentuk sempurna, coklat keku-

ningan;

- Grade D dan E : terdapat cacat, warna

(19)

Bahan

k f

/

Pengulitan

1

I

C

Pembentukaan (Chopping)

(

~ r r a n ~ i n g & Trimming I

I

4

/

Pengemasan

/

(20)

Pembuatan sumpit memerlukan beberapa macam kekhu-

Susan, seperti peralatan yang digunakan dan kebutuhan

tenaga kerja yang banyak. Efisiensi yang rendah

membuat harga sumpit menjadi mahal dan pengembangan

produksi terbatasi (Takahashiz, 1983).

Sebelum melakukan penyusunan sistem pengendalian

mutu suatu produk, terlebih dahulu dilakukan pengkaji-

an tentang sistem pengendalian mutu secara mendasar.

Hal ini penting untuk menghindari terjadinya keti-

daksesuaian antara kasus yang dipelajari dengan metode

yang digunakan.

Dalam bagian ini akan dibahas secara singkat

mengenai konsep-konsep y a n g berkaitan erat d e n g a n .

masalah pengendalian mutu, management pengendalian

mutu dan metode-metode yang digunakan dalam pelaksa-

naan pengendalian mutu produk. Bahasan terutama

dipusatkan pada metode yang dipilih dalam pemecahan

masalah.

1 . P e n g e r t i a n P e n g e n d a l i a n Mutu

Menurut Montgomery ( 1 9 9 0 ) , ada dua segi

umum tentang mutu: mutu rancangan dan mutu keco-

cokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam

(21)

ini memang disengaja, sehingga istilah yang sesuai

untuk ha1 ini adalah mutu rancangan. Misalnya

produk-produk jamur merang, ditujukan untuk dapat

dinikmati oleh semua lapisan konsumen. Produk-

produk tersebut d i s a j i k a n dalam kemasan y a n g

berbeda-beda dan berat yang beragam pula. Perbe-

daan-perbedaan ini adalah hasil rancangan produsen

yang disengaja. Perbedaan ini dapat meliputi

bahan kemasan, ketahanan produk (daya awet), rasa

dan sebagainya.

Mutu kecocokan adalah seberapa baik produk

sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang

disyaratkan oleh suatu rancangan. Mutu kecocokan

banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti

pemilihan teknik proses produksi, tingkat kemam-.

puan karyawan, sistem pengendalian mutu y a n g

digunakan, efektifitas penggunaan prosedur jaminan

mutu dan lain-lain.

P e n g e n d a l i a n m u t u , m e n u r u t M o n t g o m e r y

(1990) adalah aktifitas keteknikan dan manajemen,

yang dengan aktifitas itu kita ukur ciri-ciri mutu

produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau

persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan

yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampi-

(22)

dimaksud ciri-ciri mutu adalah sejumlah unsur yang

bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunaannya.

2. Proses Perencanaan dan pengendalian mutu

Proses perencanaan dan pengendalian mutu

produk memerlukan interaksi secara terus-menerus

antara konsumen, proses produksi dan bagian-bagian

lain dari perusahaan. Pada Gambar 2 dapat dilihat

siklus mutu. Konsumen menetapkan keinginannya,

yang dapat diketahui melalui penelitian pasar.

Kemudian keinginan tersebut diterjemahkan oleh

bagian rekayasa dan mendesain produk yang diingin-

kan. Selain produk d a p a t memenuhi keinginan

konsumen, juga harus dapat dibuat oleh perusahaan

tersebut.

Bila konsep desain dan spesifikasi telah

lengkap, selanjutnya bagian rekayasa harus mampu

memprosesnya menjadi produk jadi. Proses produksi

harus dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan

sesuai dengan mutu y a n g telah ditetapkan dan

diinginkan oleh konsumen. Caranya yaitu dengan

melakukan latihan, pengawasan, perawatan alat dan

inspeksi

.

Akhirnya setelah produk selesai dibuat dan

siap untuk dikirim k e pasaran, yang selanjutnya

(23)

keinginan pemakai

7

menafsirkan keinginan pema- kai PEMAKAI -menetapkan mutu yang diiginkan -merevisinya di- sesuaikan kemam- puan produksi

interpretasi keinginan- keinginan pemakai F REKAYASA

-membuat konsep spesifikasi desain

-menyiapkan spesi- f ikasi

produk

'

7

PRODUKSI -memproduksi -mengendalikan mutu

Gambar 2. Siklus kualitas (Sidabutar, 1990)

sesuai dengan keinginan konsumen. Dengan demikian

siklus itu berulang kembali.

Menurut Sidabutar ( 1 9 9 0 ) , untuk menerapkan

perencanaan dan pengendalian mutu melalui siklus

mutu tersebut dilakukan beberapa tahapan sebagai

berikut :

1. Mendefinisikan atribut mutu;

2. Memutuskan cara pengukuran setiap

atribut mutu;

(24)

4. Membuat program inspeksi mutu;

5. Mencari dan memperbaiki penyebab

terjadinya mutu produk kurang

baik

.

Langkah-langkah implementasi perencanaan dan

p e n g e n d a l i a n m u t u i n i d a p a t d i l i h a t p a d a

Gambar 3.

3 . Tujuan Pengendalian mutu

A k h i r - a k h i r i n i , m u t u t e l a h m u n c u l

sebagai strategi bisnis baru yang utama. Menurut

Montgomery (1990), ha1 ini terjadi karena beberapa

alasan, meliputi :

1) Meningkatnya kesadaran konsumen akan mutu

dan orientasi konsumen y a n g kuat akan

penampilan mutu;

2) Kemampuan produk (pruduct avaibility);

3) Peningkatan tekanan biaya pada tenaga

kerja, energi dan bahan baku;

4) Persaingan yang semakin intensif;

5) Kemajuan yang luar biasa dalam produktifi-

tas melalui program keteknikan mutu yang

ef ektif

.

Pengendalian mutu sebagai teknik untuk pen-

capaian mutu yang ditetapkan, bertujuan untuk :

(25)

PROSES PROD.

keinginan pemakai

Gambar 3. Implementasi Perencanaan dan Pengendalian kualitas (Sidabutar, 1990)

(26)

2) Penurunan ongkos mutu secara keseluruhan.

Tujuan pengendalian mutu yang disebutkan di

atas cenderung sebagai tujuan jangka pendek dan

dapat terukur secara nyata.

Pengendalian mutu meliputi banyak aspek dalam

perusahaan. Adanya usaha peningkatan mutu pada

salah satu bagian, akan memberikan tarikan pada

bagian-bagian lain dalam perusahaan untuk memper-

baiki dukungan terhadap pengendalian mutu yang

dilakukan.

Selain pengendalian mutu produk, pengendalian

juga dimaksudkan untuk mengendalikan proses pro-

duksi yang sedang berlangsung, sehingga bila telah

terjadi perubahan dalam proses, tindakan-tindakan

yang diperlukan dapat dilakukan (Sidabutar, 1990)..

4. R a g a m Dalam Proses Produksi

Menurut Hines dan Montgomery (1990), seluruh

proses industri pengolahan, selalu ditandai oleh

sejumlah ragam acak tertentu yang tidak dapat

dihilangkan secara sempurna. Dalam proses terse-

but tidak dapat dihasilkan produk-produk y a n g

benar-benar sama. Akan selalu terjadi r a g a m

karakteristik mutu antara satu produk dengan

produk yang lain. Jika ragam antar produk yang

(27)

dapat dikatakan mempunyai karakteristik yang sama.

Ada tiga katagori ragam produk yang dikenal,

yaitu: (Goenther, 1972)

1 . Ragam dalam produk itu sendiri; ragam

ini terjadi apabila suatu karakteristik

mutu tertentu dalam suatu produk tidak

homogen. Misalnya, panjang suatu produk

yang berbeda-beda.

2. ragam antar produk. ragam ini terjadi

apabila suatu karakteristik mutu tertentu

pada suatu produk tidak sama dengan

produk lainnya dalam waktu produksi yang

sama

.

3 . ragam antar waktu. ragam ini terjadi

antara produk-produk y a n g diproduksi

dalam periode waktu yang berbeda, misal-

nya produk dari shift I dengan produk

dari shift 11.

Ada empat faktor yang dikenal yang dapat

mengakibatkan terjadinya ragam produk, yaitu :

- proses;

- bahan;

- operator;

- lingkungan.

(28)

dapat berupa getaran perangkat, getaran mesin,

penempatan alat-alat masin, dan fluktuasi tegan-

gan listrik. Sedangkan bahan yang menyebabkan

ragam produk dapat berupa komposisi bahan baku

utama, bahan baku pembantu, dan ketebalan produk

setengah jadi. Operator sebagai penyebab ketiga

terjadinya ragam produk dapat berupa metode

pelaksanaan operasi oleh operator. Lingkungan

sebagai penyebab keempat terjadinya ragam produk

dapat berupa temperatur ruangan, penerangan,

radiasi dan kelembaban.

Secara statistik, dalam produksi dikenal dua

macam ragam, yaitu: (Goenther, 1972)

1. Ragam probabilitas, dalam kasus ini ragam.

terjadi secara kebetulan dan tidak dapat

dihindarkan (chance cause);

2. Ragam eratik, dalam kasus ini ragam yang

t e r j a d i t i d a k menentu k a r e n a adanya

penyebab-penyebab yang tidak wajar dalam

proses (Assignable cause).

Dari kedua kemungkinan di atas, ragam yang

diperkenankan terjadi hanya ragam akibat probabi-

listik saja. Jadi jika semua ragam yang didapat-

kan berupa ragam probabilistik, maka proses

(29)

keadaan t e r k e n d a l i secara statistik. Dalam

keadaan demikian proses dapat dibiarkan terus

berlangsung.

Jika yang terjadi adalah ragam eratik, maka

proses dikatakan tidak terkendali. Kejadian ini

harus cepat diatasi dengan mencari penyebabnya

dengan mengadakan perbaikan untuk menghilangkan

penyebab tersebut.

5. Metode Pengendalian Mutu

Terdapat sejumlah alat-alat statistik yang

berguna dalam penganalisaan masalah mutu dan

peningkatan penampilan proses produksi. Peranan

beberapa alat ini dilukiskan pada Gambar 4 (Mont-

gomery, 1990), yang menyajikan proses produksi.

sebagai suatu sistem dengan sekumpulan masukan dan

satu hasil. Masukan X 1 , X 2 , X 3 ,

. . .

Xp adalah

faktor-faktor yang terkendali, seperti temperatur,

tekanan, tingkat masukan dan variabel proses yang

lain. Masukan Z1, Z 2 , Z3,

...

Z adalah masukan tak

9

terkendali, seperti faktor-faktor lingkungan dan

mutu bahan baku. Proses produksi mengubah masu-

kan-masukan ini menjadi suatu produk akhir yang

mempunyai beberapa parameter yang menggambarkan

kualitasnya. Variabel hasil Y adalah ukuran mutu

(30)

Rancangan percobaan sangat membantu dalam

m e n e m u k a n v a r i a b e l k u n c i y a n g m e m p e n g a r u h i .

Percobaan yang dirancang adalah suatu pendekatan-

pengubahan sistematik faktor masukan terkendali

dan pengamatan pengaruh faktor-faktor ini pada

parameter produk hasilnya. Percobaan yang diran-

cang secara statistik sangat berguna dalam mengu-

rangi variabilitas ciri-ciri mutu, dan menentukan

Masukan terkendali Pengukuran Evaluasi Pengendalian

. . .

Masukan bahan

baku, komponen V ? ?

v

dan bagian- Produk Hasil

bagian pokok

PROSES

Y=ciri

z1 z2

zg

Masukan tak terkendali

Gambar 4. Masukan dan hasil proses produksi

(Montgomery, 1990)

tingkat variabel terkontrol yang mengoptimalkan

(31)

experiment) adalah alat pengendalian mutu di luar

jalur yang utama, sebab percobaannnya kerap kali

digunakan sewaktu aktivitas pengembangan dan

tingkat-tingkat a w a l produksi, bukan sebagai

prosedur pengendalian biasa pada jalur atau dalam

proses. Rancangan percobaan juga dapat digunakan

jika proses selalu diluar kendali atau ragam yang

terjadi di luar syarat yang dibolehkan.

Apabila variabel-variabel yang penting telah

diidentifikasi, dan sifat hubungan antara variabel

yang penting dan hasil proses dimodelkan, maka

teknik pengendalian proses statistik pada jalur

untuk pemantauan dan pengawasan proses itu dapat

digunakan dengan efektifitas yang cukup besar.

Teknik seperti grafik pengendali dapat digunakan.

untuk memantau hasil proses dan menentukan kapan

perubahan-perubahan di dalam masukan diperlukan

untuk mengembalikan proses itu ke keadaan terkon-

trol. Oleh karena itu model yang menghubungkan

masukan yang berpengaruh dengan hasil proses yang

membantu menentukan sifat dan besar penyesuaian

diperlukan. Grafik pengendali juga memberikan

umpan balik yang bermanfaat dalam mengurangi

variabilitas proses.

Gambar 5 menunjukkan evaluasi yang khas dalam

(32)

organisasi produksi (Montgomery, 1990). P a d a

tahap awal penerapan penngendalian mutu, manajemen

belum sadar akan masalah mutu. Seringkali akan

ada aplikasi sederhana metode sampling penerimaan,

biasanya dalam pemeriksaan penerimaan. Aktifitas

pertama sewaktu kesadaran akan pentingnya pengen-

dalian mutu meningkat adalah mengintensifkan

penggunaan pemeriksaan sampling. Metode pemerik-

saan sampling akan meningkat penggunaannya sampai

disadari bahwa metode ini tidak lagi efektif dan

memberikan hasil yang kurang memuaskan. Pada saat

itulah kita beralih ke pengendalian proses statis-

tik dalam usaha untuk menghasilkan mutu y a n g

terkendali. Perubahan i n i biasanya m e n a n d a i

dimulainya peningkatan mutu dan produktifitas d i

dalam organisasi. Akhirnya, sewaktu proses pro-

duksi stabil, jika manajemen melakukan percobaan,

maka percobaan tersebut dirancang untuk meningkat-

kan dan mengoptimalkan produk dan proses produksi-

nya. P a d a tingkat kesadaran akan pentingnya

pengendalian mutu yang tinggi, organisasi produksi

menggunakan rancangan percobaan dan pengendalian

proses statistik secara lebih luas, dan relatif

(33)

Pengenda- lian Proses

Gambar 5. Diagram fase penggunaan metode pengenda- lian mutu (Montgomery, 1990).

6. Grafik Pengendali

Grafik pengendali adalah alat yang sangat

penting dalam pengendalian mutu secara statistik.

Grafik pengendali adalah alat untuk menggambarkafl

dengan cara yang tepat untuk pengendalian mutu.

Pada grafik pengendali akan digambarkan secara

grafis suatu batas kontrol yang membatasi jang-

kauan dari sebaran data yang masih dapat diterima

atau diharapkan, yang biasanya disebut Batas

Pengendali Atas (BPA) dan Batas Pengendali Bawah

(BPB). Batas-batas pengendali ini dipilih sede-

mikian rupa sehingga apabila proses terkendali,

maka hampir semua titik-titik sampel akan jatuh

di antara kedua garis tersebut (Montgomery,

(34)

Menurut Montgomery (1990), grafik pengendali

telah mempunyai sejarah penggunaan yang panjang

dalam banyak industri Amerika di negara lain

(offshire industry). Paling sedikit ada lima

alasan untuk itu, yaitu :

1. Grafik pengendali adalah teknik yang telah

terbukti guna meningkatkan produktifitas;

2. Grafik pengendali efektif dalam pencegahan

cacat ;

3. Grafik pengendali mencegah penyesuaian proses

yang tidak perlu;

4. Grafik pengendali memberikan informasi diag-

nostik;

5. Grafik pengendali memberikan informasi ten-

tang proses.

Grafik pengendali dapat dikelompokkan menurut

karakteristik yang dikendalikannya. Karakteris-

tik produk dapat berupa karakteristik yang dapat

diukur dan dinamakan karakteristik yang bersifat

variabel. Ada pula karakteristik yang dapat

diukur tetapi dinyatakan sebagai baik dan buruk

(memenuhi syarat atau cacat), yang disebut karak-

teristik atribut atau sifat.

Macam-macam grafik pengendali yang dapat

(35)

teristik mutu produk adalah sebagai berikut:

1. Grafik x dan R untuk karakteristik variabel;

2. Grafik p dan np untuk karakteristik atribut;

3. Grafik c dan U untuk karakteristik atribut.

Sebagai contoh penggunaan misalnya, untuk

mengendalikan karakteritik kadar air teh kering

dipakai grafik X dan grafik R. Untuk karakteris-

tik atribut, misalnya rasa teh dikendalikan

dengan memakai peta p.

7 . Pemilihan Antara G r a f i k Pengendali S i f a t dan V a r i a b e l

Dalam penerapan grafik pengendali, harus

dipilih antara menggunakan grafik pengendali

variabel, seperti grafik X dan R , dan grafik

pengendali sifat, seperti grafik p.

Grafik pengendali sifat mempunyai kelebihan

bahwa beberapa karakteristik mutu dapat dipandang

bersama-sama sebagai satu kesatuan dan diklasifi-

kasikan sebagai tidak sesuai apabila gaga1 meme-

nuhi spesifikasi pada salah satu karaktersitik.

Sebaliknya, jika beberapa karakteristik mutu

diperlukan sebagai variabel, masing-masing harus

diukur, dan grafik X dan R digunakan terpisah

pada masing-masing variabel, atau menggunakan

(36)

pengendali sifat relatif bersifat lebih sederhana

dibandingkan grafik X dan R; serta lebih cepat

dan biaya pengukuran yang lebih murah (Montgom-

ery, 1990).

Sebaliknya, grafik pengendali variabel mem-

berikan jauh lebih banyak informasi yang berman-

faat tentang penampilan proses daripada grafik

pengendali sifat. Informasi tertentu mengenai

mean dan variabilitas proses diperoleh secara

langsung. Demikian juga, apabila titik-titik

jatuh d i luar batas-batas pengendalian pada

grafik pengendali variabel, biasanya terdapat

jauh lebih banyak informasi yang bisa diperoleh

berkaitan dengan penyebab keadaan tidak terkenda-

li.

Untuk suatu studi kemampuan proses, grafik

pengendali variabel hampir selalu lebih disenangi

daripada grafik pengendali sifat. Kekecualian

terhadap ha1 ini adalah studi tentang ketidakse-

suaian yang dihasilkan mesin atau operator, yang

sumber ketidaksesuaiannya sangat terbatas. Atau

studi yang langsung mempelajari hasil atau keru-

sakan hasil proses.

Kelebihan yang paling penting dari grafik

x

dan R adalah bahwa grafik ini sering kali mem-

(37)

datang yang memungkinkan personil operasi mengam-

bil tindakan koreksi sebelum sesuatu hasil yang

cacat benar-benar diproduksi. Grafik x dan R

merupakan petunjuk utama akan kerusakan, sedang-

kan grafik p tidak akan bereaksi sampai proses

menghasilkan lebih banyak produk tak sesuai.

Untuk tingkat perlindungan tertentu terhadap

pergeseran proses, biasanya grafik pengendali

variabel memerlukan ukuran sampel yang jauh lebih

sedikit daripada grafik pengendali sifat. Jadi,

meskipun biasanya pemeriksaan jenis variabel

lebih mahal dan memakan waktu tiap unitnya dari-

pada pemeriksaan sifat, tetapi unit yang harus

diperiksa lebih sedikit. Hal ini sangat penting

untuk diperhatikan, khususnya pada proses pemer-'

iksaan yang dapat merusak contoh yang diperiksa

(Montgomery, 1990).

8. Grafik Pengendali X dan R

Grafik X adalah suatu grafik yang menggambar-

kan nilai-nilai

x

atau rata-rata suatu kelompok

data relatif terhadap batas pengendali atas dan

bawahnya (Juran, 1980).

Salah satu fungsi grafik pengendali

x

adalah

untuk mengetahui apakah proses produksi dalam

(38)

R adalah suatu grafik yang menggambarkan letak

nilai-nilai range (jangkauan) anggota kelompok

data (sampel) relatif terhadap batas-batas

kontrolnya (Juran, 1980).

Dalam grafik x dan R terdapat batas maksimum

dan batas minimum dimana nilai x dan R seharusnya

berada diantara kedua batas tersebut. Batas-

batas tersebut dinamakan Batas Pengandalian Atas

(BPA) dan Batas Pengendalian Bawah (BPB). Garis

yang membagi dua daerah antara BPA dan BPB dise-

but Garis Tengah (GT). Secara rinci langkah

pembuatan grafik pengendali x dan R adalah seba-

gai berikut: (Montgomery, 1990)

1. Pengumpulan data;

Dalam praktek, biasanya tidak diketahui p

dan o . Oleh sebab itu, nilai-nilai itu

harus ditaksir dari sampei-sarnpel pendahuluan

yang diarnbil ketika proses diduga terkendali.

Biasanya taksiran ini harus didasarkan pada

paling sedikit 20 sampai 25 sampel. Misalkan

tersedia m sampel, masing-masing memuat n

o b s e r v a s i p a d a k a r a k t e r i s t i k mutu itu.

Biasanya, n berukuran 4, 5 atau 6 .

2. Mencatat data dalam lembar data;

Lembar data dirancang sehingga mudah untuk

(39)

kelompok data.

3. Menghitung nilai rata-rata (X);

Nilai rata-rata dihitung dengan ketelitian

satu desimal lebih banyak dari nilai datanya.

n = ukuran kelompok data.

4. Memghitung jangkauan (R).

Rumus yang digunakan untuk setiap kelompok

data yaitu :

= '(terbesar ) - '(terkecil)

. . .

(2.2)

5. Menghitung rata-rata dan jangkauan keselu-

ruhan.

- R l + R 2 + . . . + R n C R i

R = - - -

. . .

( 2 . 4 )

N N

6. Membuat batas pengendali

Untuk membuat batas pengendalian X ,

perlu penduga untuk rata-rata dan simpangan

baku. Jika X digunakan untuk penduga rata-

rata

( v )

dan R/d2 sebagai penduga untuk

simpangan baku ( o ) , maka parameter batas

k e n d a l i graf ik X a d a l a h X i 3 (R/d2).

(40)

BPA = X

+

A2R

. . .

(2.5)

BPB = X - A2R

GT = X

dimana A2 = 3/(d2fn)

Rentang sampel berhubungan dengan sim-

pangan baku. Oleh karena itu, variabilitas

proses dapat dipantau dengan menggambarkan

nilai-nilai R dari sampel-sampel berturutan

pada grafik p e n g e n d a l i , y a n g dinamakan

graf ik R. Untuk menentukan batas kendali-

nya, perlu penduga untuk nilai simpangan

baku. Jika simpangan baku untuk R adalah

Jika dimisalkan

d"

maka,

BPA = RD4

. . .

(2.6)

GT = R

BPB = RD3

Konstanta A2, D3 dan D4 ditabelkan pada

(41)

Batas kendali 3-sigma banyak dipakai

dalam aplikasi industri. Dari pengalaman

menunjukkan bahwa penggunaan batas kendali

3-sigma adalah yang terbaik. Hal ini dise-

b a b b n batas 3-sigma akan memberikan kesem-

patan agar ragam yang disebabkan oleh faktor

kebetulan (change causes) tidak keluar dari

batas kendali dan hanya faktor-faktor eratik

(assignable causes) saja yang mengakibatkan

ragam mutu dari batas kendali.

Dasar penggunaan batas kendali 3-sigma

didasarkan atas teorema limit pusat yang

menyatakan bahwa unt,~k setiap populasi yang

berdistribusi apapun, apabila dilakukan

pengambilan sampel, maka distribusi dari

rata-rata sampelnya (Xi) akan berdistribusi

normal. Jika luas daerah distribusi terse-

but dibatasi oleh dua buah garis yang mas-

ing-masing berjarak 3-sigma dihitung dari

garis tengah, maka akan memberikan luas

sebesar 0.9973. Luas tersebut merupakan

peluang jatuhnya nilai dari rata-rata sampel

Xi diluar batas kendali 3-sigma hanya sebe-

sar (1-0.9973)= 0.0027 (0.27 persen), dengan

syarat proses tidak berubah. Sehingga

(42)

keluar dari batas-batas kendali, maka ada

sebab-sebab eratik yang mempengaruhi proses.

Kemudahan untuk melakukan perhitungan dan

penggunaan tabel koefisien A3, D3 dan D4

yang telah tersedian, juga merupakan alasan

mengapa batas pengendali 3-sigma dipilih

untuk digunakan. Dalam maksud-maksud ter-

tentu, misalnya untuk melakukan pengendalian

proses yang lebih ketat, maka pemakaian

batas kendali 2-sigma dapat diterapkan.

7. Menggambar graf ik pengendali;

Menyiapkan kertas grafik atau kertas peta

kontrol, garis batas kendali digambarkan

serta dilengkapi dengan nilainya. Garis

tengah dibuat tebal dan garis batas lainnyd

dibuat putus-putus.

8. Memplot titik-titik dari nilai X dan R untuk

setiap kelompok data dalam suatu garis

vertikal yang sama. Untuk titik-titik X

digunakan tanda dot ( . ) sedangkan titik-

(43)

9. Keadaan Tak Terkendali Pada Grafik X dan R

Setelah grafik kendali dimplementasikan dalam

produksi, dari grafik tersebut akan diperoleh in-

formasi perubahan yang terjadi selama proses

berlangsung. Proses yang tidak terkendali ditun-

jukkan oleh titik-titik yang jatuh di luar batas

kendali. Kadang-kadang untuk proses yang sudah

baik (terkendali), tidak harus diambil tindakan

apa-apa bila ada satu titik yang keluar dari

batas kontrol. Oleh karena itu untuk tujuan

praktis ada aturan yang menerangkan hubungan

antara jumlah titik-titik yang keluar batas kon-

trol dengan keterkendalian proses.

Untuk analisa tentang keterkendalian proses

yang ditunjukkan oleh grafik X dan R , menurut

Sidabutar (1990) adalah

Tabel 1. Interpretasi grafik X dan R

Tipe grafik Perubahan p Perubahan o

Grafik X Menun jukkan Menunjukkan

tak terkendali tak terkendali

Grafik R - Menunjukkan

(44)

Menurut Montgomery (1990), grafik pengendali

dapat menunjukkan apakah satu atau beberapa titik

jatuh d i luar batas pengendali, atau apakah

titik-titik dalam grafik menunjukkan pola tingkah

laku yang tidak random. Beberapa pola yang tidak

random dapat berupa deret, trend (kecenderungan),

perulangan, terjepit dalam garis kontrol atau

pelompatan. Bentuk-bentuk pola di atas dapat

dilihat pada Lampiran 8. Buku pedoman Western

Electric (1956) mengusulkan sekumpulan aturan

pengambilan keputusan untuk penyidikan pola tak

random pada grafik pengendali. Secara khusus,

buku t e r s e b u t mengusulkan penyimpulan bahwa

proses tak terkendali apabila salah satu dari

kondisi berikut ini :

1. Satu titik jatuh di luar batas pengendali 30;

2. Dua dari tiga titik yang berurutan jatuh di

luar batas peringatan 2 0 ;

3. Empat dari lima titik yang berturutan jatuh

pada jarak 1-0 atau lebih jauh dari garis

tengah;

4. Delapan titik yang berturutan jatuh pada satu

sisi dari garis tengah.

Aturan di atas berlaku untuk salah satu sisi dari

(45)

10. Grafik Pengendali p

Grafik p merupakan grafik pengendali fraksi

tolak bagi suatu karakterstik mutu (satu atau lebih)

yang tidak memenuhi batas spesifikasi. Grafik pengen-

dali p diterapkan pada karakteristik-karakteristik

mutu yang bersifat atau dianggap bersifat atribut,

seperti misalnya suatu ukuran diperiksa baik atau

tidak, meskipun dapat diukur sebagai variabel.

Fraksi-fraksi (p) didefinisikan sebagai perban-

dingan antara jumlah produk yang tidak memenuhi

spesifikasi mutu pada suatu pemeriksaan atau urutan

pemeriksaan dengan total jumlah produk aktual yang

diperiksa.

Persentasi tolak (100p) adalah jumlah contoki

yang ditolak tiap 100 contoh yang diambil. Untuk

kebutuhan perhitungan batas-batas kendali, sering

digunakan bagian ditolak. Namun keperluan pembuatan

grafik pengendali dan keperluan praktis lainnya,

umumnya digunakan persentase tolak. Persentase tolak

dapat berupa persentase rusak atau cacat. Penggunaan

grafik p dapat diterapkan berdasarkan pemeriksaan

secara 100 persen dan secara sampel lot per lot.

Pemakaian grafik pengendali p didasarkan atas konsep

yang menyatakan bahwa distribusi nilai p akan mengik-

(46)

Jumlah produksi harian atau satuan waktu lainnya

dari suatu proses produksi dapat dianggap sebagai

sampel dari suatu populasi yang memiliki fraksi tolak

universal yang tidak diketahui secara pasti. Fraksi

tolak yang tidak diketahui secara pasti ini tergan-

tung pada kompleks atau tidaknya faktor-faktor yang

mempengaruhi proses produksi dan pemeriksaan. Oleh

karena diperolehnya fraksi tolak bersifat probabilis-

tik, maka nilainya akan bervariasi dari sampel ke

sampel. Namun selama proses tidak berubah, probabi-

litas relatif diperolehnya nilai fraksi tolak terse-

but dari sampel yang akan diambil mengikuti hukum

Binomial.

Oleh karena nilai p (bagian ditolak) yang dipe-

roleh dari setiap sampel yang diambil bersifat varia-

be1 acak, maka distribusi nilai p akan mendekati

distribusi normal. Dengan demikian, peluang jatuhnya

nilai rata-rata p di luar batas 3 0 adalah sebesar

0.0027, dengan syarat proses tidak berubah. Sehubun-

gan dengan batas-batas kendali yang akan dipilih

untuk peta p, maka batas 3 0 dapat digunakan sebagai

batas-batas kendalinya.

Menurut Grant (1980), meskipun batas kendali 3 0

relatif lebih baik, namun untuk kasus-kasus tertentu

bisa saja digunakan batas kendali lainnya yang lebih

(47)

kecil umumnya dilakukan untuk pengendalian mutu

yang lebih ketat.

Kegunaan grafik pengendali p adalah sebagai

berikut (Grant, 1 9 8 0 ) :

1. Untuk menentukan rata-rata proporsi produk

rusak atau cacat berdasarkan pemeriksaan

pada suatu periode tertentu;

2. Memberikan informasi kepada pihak managemen

tentang perubahan-perubahan dalam tingkat

mutu proses maupun lot;

3. Memberikan indikasi gambaran keadaan proses,

sehingga d a p a t dijadikan sebagai dasar

pengambilan tindakan untuk mengidentifikasi

dan memperbaiki sebab-sebab terjadinya

penurunan mutu;

4. Memberikan gambaran mengenai tempat-tempat

digunakannya peta X dan R guna mendiagnosis

masalah-masalah mutu.

Dalam membuat grafik pengendali p umumnya dilaku-

kan sebagai berikut (Grant, 1 9 8 0 ) :

1. Menentukan pemilihan kelompok data

Pada proses produksi yang bersifat kontinu,

pemilihan kelompok data umumnya didasarkan

atas pengelompokkan produk-produk sesuai

dengan urutan produksi. Dengan demikian

(48)

pengelompokkan data. Untuk proses produksi

y a n g bersifat tidak k o n t i n u , pembentukan

kelompok data dapat didasarkan atas urutan

jadwal produksi. Cara lain untuk membentuk

kelompok d a t a juga dapat didasarkan pada

pengambilan sampel dari lot per lot. Jika

pembentukan lot-lot didasarkan atas produk-

produk y a n g k e l u a r d a r i proses y a n g sama

secara berurutan, dan pengambilan sampel juga

didasarkan atas lot-lot yang terbentuk secara

berurut, maka pembentukan grafik p akan mem-

b e r i k a n g a m b a r a n t e n t a n g m u t u p r o s e s

produksi dari waktu k e waktu dimana produk

dalam lot tersebut diproduksi.

2. Menggunakan dan mencatat data.

Data-data yang diambil harus diusahakan beras-

a1 dari proses yang sama. Penggunaan formulir

yang dirancang dengan baik akan mempermudah

proses pengumpulan data dan perhitungan data.

Pencatatan data dilakukan untuk setiap kelom-

pok data yang dinyatakan sebagai jumlah yang

diperiksa dan sekaligus jumlah yang ditolak

dalam kelompok data tersebut.

3. Menghitung harga fraksi tolak (p) kelompok

data. Rumus yang digunakan untuk menghitung

(49)

sebagai berikut :

x

= jumlah produk yang ditolak dalam kelompok

data

n = ukuran kelompok data.

4. Menghitung rata-rata fraksi tolak (p)

5. Menentukan batas-batas pengendali kelompok

data individual.

Dalam menentukan batas-batas kendali kelompok

data individual pada peta p , digunakan batas

kendali 3 0 , namun untuk kasus-kasus tertentu

digunakan batas kendali 20 atau lainnya.

dengan demikian batas-batas kendali untuk peta

p adalah sebagai berikut :

P(l

-

P)

. . .

B K A p = p + 3 (2.9)

n

G T p = p

~ ( 1 - P )

B K A p = p - 3

(50)

6 . Memplot titik-titik p pada batas-batas kendali

Harga-harga p yang diperoleh dari perhitungan,

diplot. Antara titik-titik yang berurutan

diberikan garis penghubung agar memudahkan

dalam menginterpretasikan kecenderungan-

kecenderungan yang terjadi.

7. Memilih standar fraksi tolak (po).

Harga po perlu ditentukan untuk keperluan

praktis, yaitu untuk memberikan batas kendali

setiap kelompok data. Interpretasi terhadap

peta p perlu diperhatikan benar-benar, guna

menetapkan dan memperbaiki harga po. Sekali-

pun kualitasnya standar, tetapi selalu ada

kemungkinan bahwa harga-harga p dari kelompok

data keluar dari batas kendali, ha1 ini dise-

babkan oleh :

a. Adanya variasi yang disebabkan oleh

sebab-sebab eratik;

b. Terdapat perbedaan yang tidak nyata

antara tingkat proses dengan asumsi harga

Po.

8. Analisis keterkendalian proses.

Perubahan yang bersifat eratik dalam tingkat

mutu t e t a p m a s i h m u n g k i n t e r j a d i p a d a

suatu kelompok data tertentu, meskipun telah

(51)

bersifat eratik ini ditunjukkan oleh adanya

titik-titik yang keluar dari batas kendali,

ha1 ini menunjukkan adanya assignable causes

pada variasi.

Dalam selang waktu tertentu, ada kemungkinan pada

grafik terjadi pergeseran harga rata-rata fraksi

tolak k e tingkat yang lebih baik maupun k e tingkat

yang lebih buruk dibandingkan dengan nilai-nilai

standarnya. Pergeseran ini harus secepatnya dikorek-

si sehingga proses dapat dikembalikan dalam'keadaan

terkendali.

11. Pengertian Sampling Penerimaan

Dalam jaminan mutu, pemeriksaan bahan baku,

produk setengah jadi atau produk jadi adalah bagian

yang penting. Menurut Montgomery ( 1 9 9 0 ) , apabila

pemeriksaan bertujuan untuk penerimaan atau penolakan

suatu p r o d u k , berdasarkan kesesuaiannya dengan

standar, jenis prosedur pemeriksaan yang digunakan

dinamakan sampling penerimaan.

Menurut Sidabutar ( 1 9 9 0 ) , sampling penerimaan

hanyalah suatu prosedur pemeriksaan untuk penerimaan

atau penolakan suatu lot yang diajukan untuk diperik-

sa. Apabila contoh yang diambil dari lot ternyata

(52)

Sebaliknya bila sampai tidak memenuhi syarat yang

ditetapkan, maka lot tersebut ditolak.

Dalam suatu kegiatan pemeriksaan, kalangan

industri modern tidak melakukan pemeriksaan 100

persen, tapi dengan contoh karena (Feigenbaum,

1987):

(1) Pembiayaan rendah;

( 2 ) Lebih sedikit penanganan terhadap produk;

(3) Dapat diterapkan untuk pengujian merusak;

(4) Lebih sedikit personil yang terlibat;

(5) Sering kali sangat mengurangi kesalahan pemerik-

saan;

(6) Penolakan seluruh kotak dibandingkan dengan

pengembalian beberapa produk yang rusak sering

memberikan motivasi yang lebih kuat untuk me-

naikkan mutu.

Tiga segi sampling penerimaan yang penting

adalah (Montgomery, 1990) :

(1) Menjadi tujuan sampling penerimaan untuk menen-

tukan diterima atau tidaknya lot, bukan untuk

menaksir mutu lot. Kebanyakan rencana sampling

penerimaan tidak dirancang guna maksud penaksi-

ran.

(2) Rencana sampling penerimaan tidak memberikan

s u a t u b e n t u k p e n g e n d a l i a n m u t u l a n g s u n g .

(53)

lot. Walaupun misalnya semua lot berkualitas

sama, sampling akan menerima beberapa lot dan

menolak yang lain, lot yang diterima belum tentu

lebih baik dari lot yang ditolak. Pengendalian

proses digunakan untuk mengendalikan dan secara

s i s t e m a t i s m e n i n g k a t k a n m u t u , t e t a p i s a m -

pling penerimaan tidak.

( 3 ) Penggunaan sampling penerimaan yang paling

efektif t i d a k memeriksa mutu k e d a l a m pro-

duk, tetapi lebih sebagai alat pemeriksa guna

menjamin hasil suatu proses memenuhi persyara-

tan.

Sampling penerimaan dikenal ada dua jenis,

yaitu sampling penerimaan lot per lot dan sampling

penerimaan kontinu. Pada jenis pertama, produk-

produk disusun pada suatu lot kemudian suatu contoh

diambil dari lot tersebut, berdasarkan mutu contoh

ini ditentukan apakah lot tersebut diterima atau

ditolak. Dalam sampling penerimaan kontinu, hasil

pemeriksaan yang sedang berlangsung digunakan untuk

menentukan apakah pemeriksaan dilanjutkan atau dihen-

tikan.

Berdasarkan jenis karakteristik yang diperiksa,

sampling penerimaan dibagi menjadi dua bagian. Yaitu

bila karakteristik mutu diukur dan dinyatakan dalam

(54)

Kurva OC memperlihatkan peluang diterimanya

suatu l o t t e r h a d a p m u t u lot y a n g b e r v a r i a s i .

Garis vertikal menyatakan peluang diterimanya lot

(pa) dan garis horizontal menunjukkan persentase

cacat yang dinyatakan dengan p. Semakin besar persen

ditolak suatu lot, semakin kecil kemungkinannya untuk

diterima dan sebaliknya, semakin kecil persentase

ditolak suatu lot maka semakin besar kemungkinan lot

tersebut diterima (Sidabutar, 1990).

b . Ukuran c o n t o h berdasarkan p e r s e n yang t e t a p terhadap ukuran waktu

Sebelum sampling penerimaan yang modern banyak

digunakan dalam industri, sering digunakan sampling

p e n e r i m a a n d e n g a n u k u r a n c o n t o h b e r d a s a r k a n

prosentase yang tetap terhadap ukuran lot, misalnya 5

persen, 10 persen, atau 20 persen dari ukuran lot

(Grant, 1980).

Penggunaan ukuran contoh tersebut didasarkan

atas anggapan bahwa perbandingan ukuran contoh yang

tetap terhadap lot, akan memberikan proteksi yang

sama. Untuk menganalisa anggapan ini akan digunakan

kurva karakteristik operasi untuk beberapa sampling

penerimaan.

Pada Gambar 6 diperlihatkan karakteristik opera-

(55)

Gambar 6. Kurva karakteristik operasi untuk sampling penerimaan dengan ukuran

(56)

seluruhnya mempunyai ukuran contoh 10 persen dari

jumlah lot, dengan angka penerimaan Ac = 0. Dari

kurva operasi yang digambarkan ini dapat dilihat

bahwa kemampuan dari keempat rencana sampling peneri-

maan tersebut berbeda. Sebagai contoh, misalnya

suatu lot dengan mutu p = 4 persen dengan menggunakan

ukuran contoh 10 persen dari N = 50, peluang diteri-

manya lot adalah Pa = 81 persen. Jika ukuran contoh

10 persen dari N = 100, maka peluang diterimanya lot

Pa = 65 persen, dengan ukuran contoh 10 persen dari N

= 200 peluang diterimanya lot Pa = 42 persen, dengan

ukuran contoh 10 persen dari N = 200 peluang diteri-

manya lot Pa = 42 persen, dengan ukuran contoh 10

persen dari N = 1000 peluang diterimanya lot Pa= 1.35

persen. Dengan melihat perbandingan perbandingan

peluang diterimanya lot dari keempat rencana sampling

tersebut, maka jika seorang produsen dihadapkan pada

suatu masalah pemilihan sampling penerimaan dengan

mutu lot p = 4 persen, maka produsen tersebut akan

cenderung memilih rencana sampling menmggunakan 10

persen dari N = 50.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

s a m p l i n g p e n e r i m a a n d e n g a n u k u r a n contoh y a n g

mempunyai perbandingan konstan terhadap ukuran lot,

tidak memberikan perlindungan yang sama terhadap

(57)

12. Resiko Produsen dan Resiko Konsumen

Menurut Sidabutar (1990), Secara sederhana

pengertian dari resiko produsen dan resiko konsumen

dapat dijelaskan sebaai berikut : Sebuah lot dita-

warkan oleh produsen kepada konsumen. Misalkan

persentase ditolak pada lot tersebut masih dalam

daerah penerimaan konsumen, tapi dari contoh yang

diambil berdasarkan sampling penerimaan tertentu,

konsumen diharapkan menolak lot tersebut, maka kepu-

tusan yang demikian adalah salah karena lot yang

sehasusnya diterima oleh konsumen ternyata ditolak.

Resiko kesalahan ini disebut resiko produsen, atau

resiko yang ditimbulkan oleh terjadinya kesalahan

jenis I yang dinyatakan dengan a (alpha). Sebaliknya

andaikan lot mengandung fraksi tolak yang besar,

sehingga lot tersebut selayaknya ditolak, tetapi

karena metode sampling penerimaan yang digunakan

memungkinkan konsumen menerima lot, maka keputusan

yang demikian salah, karena lot yang seharusnya

ditolak ternyata diterima. Resiko kesalahan seperti

ini disebut resiko konsumen, yaitu resiko yang ditim-

bulkan oleh kesalahan jenis I1 yang dinyatakan dalam

B (beta).

Dalam hubunganya dengan pengambilan sampling

(58)

dilihat pada kurva karakteristik operasi yang dije-

laskan sebagai berikut :

1. AQL = Acceptance Quality Level, adalah menyatakan

tingkat mutu suatu barang yang diharapkan untuk

diterima dengan kemungkinan yang besar.

2. a = resiko produsen, adalah kemungkinan tidak

diterimanya suatu lot dengan tingkat mutu AQL

tertentu.

3. LTPD = Lot Tolerance Percent Defective, adalah

mutu lot dimana pada tingkat mutu ini dinyatakan

lot mempunyai mutu jelek, dan diharapkan untuk

dapat diterima dengan kemungkinan yang sangat

kecil.

4. B = resiko konsumen, adalah kemungkinan lot

dengan tingkat mutu LTPD akan dapat diterima.

13. Sampling Tunggal, Ganda dan Darab

Menurut Feigenbaum ( 1 9 8 7 ) , sampling tunggal

adalah dasar penerimaan atau penolakan suatu lot

hanya dengan satu kali pengambilan contoh. Pada

sampling penerimaan ganda, memilih suatu contoh dari

lot dan, dengan kondisi yang sama, dipilih contoh

kedua sebelum penerimaan atau penolakan lot diputus-

kan. Sampling darab, mendasarkan penerimaan/peno-

lakan dari suatu lot setelah pengambilan beberapa

(59)

U n t u k m e m i l i h s a m p l i n g p e n e r i m a a n p e r l u

dipertimbangkan beberpa ha1 sebagai berikut :

(1) Rata-rata jumlah contoh.

Rata-rata jumlah contoh ini ada kaitannya dengan

o n g k o s p e n g a m b i l a n d a n p e n e r i m a a n c o n t o h .

Apalagi bila pemeriksaannya bersifat merusak dan

harga produknya mahal.

( 2 ) Ongkos administrasi.

Pengambilan contoh memerlukan administrasi yang

baik. Administrasi yang baik akan memerlukan

ongkos yang lebih besar.

(3) Keuntungan psikologis.

Keputusan penerimaan atau penolakn lot setelah

memeriksa contoh dari beberapa kali penarikan

contoh akan kelihatan lebih meyakinkan.

(4) Kemampuan personil dan sarana

Sampling majemuk mempunyai prosedur yang lebih

rumit. Untuk itu perlu didukung oleh kemampuan

personil dan sarana yang memadai. Pada awal

pemakaian sampling penerim,aan harus melatih

personil. Hal ini selain memerlukan ongkos juga

waktu dan tenaga.

Faktor ongkos pemeriksaan dan ongkos administra-

si merupaka faktor yang dominan dalam mempertimbang-

kan jenis pemeriksaan yang akan dipakai. Hal ini

(60)

terjadi selama jenis pemeriksaan tertentu tetap

terpakai. Sedangkan faktor kesiapan sarana dan

personil akan dominan bila sama sekali belum pernah

menerapkan sampling penerimaan. Untuk keuntungan

psikologis hanya berpengaruh untuk meyakinkan orang

yang awam sekali terhadap sampling penerimaan.

14. Standar Militer 105-D (MIL-STD-105-D)

MIL-STD-105-D adalah sistem sampling penerimaan

sifat (atribut) yang saat ini paling banyak banyak di

gunakan d i dunia industri. MIL-STD-105-D adalah

himpunan pola sampling dan merupakan sistem sampling

penerimaan.

Standar ini mnyediakan tiga jenis sampling :

tunggal, ganda dan darab. Bagi tiap jenis perenca'-

naan sampling, dibuat ketentuan apakah pemeriksaan

normal, ketat atau lemah. Pemeriksaan normal diguna-

kan pada awal aktivitas pemeriksaan. Pemeriksan

ketat dilakukan bila sejarah mutu penjual baru-

baru ini memburuk. Persyaratan penerimaan lot dengan

pemeriksaan ketat lebih kuat daripada pemeriksaan

normal. Pemeriksaan lemah diadakan bila sejarah

mutu i n i b a i k l u a r b i a s a . Ukuran contoh y a n g

digunakan biasanya lebih kecil (Montgomery, 1990).

Menurut Grant (1980), titik penting dari MIL-STD

(61)

didaftar menurut urutan AQL. Jika standar digunakan

untuk perencanaan persen cacat, AQL merentang dari

0.10 persen sampai 10 persen. Sedangkan untuk peren-

Canaan cacat per unit AQL yang dipergunkan berkisar

dari 10 - 1000.

Dalam mempergunakan tabel ini perlu ditentukan

tingkat pemeriksaan yang dipergunakan (Inspection

level). Tingkat pemeriksaan ini menentukan hubungan

antara ukuran contoh dan ukuran lot yang diperguna-

kan. Dalam tabel terdapat 3 tingkat pemeriksaan yang

umum dipergunakan. Pemeriksaan tingkat I1 digunakan

untuk pemeriksaan normal, tingkat I untuk pemeriksaan

dengan daya pisah kecil dan pemeriksaan tingkat I11

untuk pemeriksaan dengan daya pisah besar.

Adapun prosedur menggunakan MIL-STD-105-D adalah

(Montgomery, 1990) :

(1) Pilih AQL;

(2) Pilih tingkat pemeriksaan;

(3) Tentukan ukuran lot;

(4) Cari huruf kode ukuran contoh yang sesuai dari

tabel;

(5) Tentukan jenis perencanaan sampling yang sesuai

untuk dipergunakan (tunggal, ganda atau arab);

( 6 ) Masukkan ke tabel yang sesuai untuk mendapatkan

jenis perencanaan yang akan digunakan;

(62)

lemah yang sesuai untuk digunakan bila diperlu-

kan

.

Penelitian y a n g pernah dilakukan d i Jurusan

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dengan topik

Pengendalian mutu ada tiga yaitu penelitian y a n g

dilakukan oleh Wigneswara (1987), Yandra (1989) dan

Riyanto (1991).

Wignesv~ara ( 1987 )

,

meneliti tentang penerapan

teknik-teknik s t a t i s t i k pengendalian mutu untuk

meningkaatkan m u t u susu segar. Penelitian y a n g

dilakukan menggunakan metode pendekatan berencana,

karena yang diteliti merupakan upaya untuk mengopti'-

malkan pemeriksaan terhadap lot-lot susu segar sehing-

ga mutu terkendali dengan biaya yang tidak terlalu

besar. Teknik-teknik yang digunakan adalah teknik

pengambilan contoh dengan rancangan pengambilan contoh

lot, karena contoh yang ada dalam bentuk lot-lot yang

berasal dari para peternak sapi perah. Kelebihan dari

model yang dibuat adalah sesuai dengan sifat contoh

yaitu l o t , s e d a n g k a n k e l e m a h a n n y a a d a l a h t i d a k

diperhitungkannya faktor-faktor lainnya seperti biaya,

(63)

konsumen serta model ini tidak dapat digunakan untuk

contoh yang bersifat kontinu.

Yandra (1989), meneliti penggunaan teknologi

informasi CAQ (Computed Aided Quality) pada industri

minuman ringan. Penelitian ini menghasilkan perangkat

lunak yang dapat memberikan informasi dalam usaha

untuk mengambil keputusan dalam pengendalian mutu.

Teknik-teknik statistik pengendalian mutu yang diguna-

kan kebanyakan adalah rancangan pengambilan contoh

kontinu, yaitu teori peluang hypergeometrik, pendeka-

tan distribusi poisson terhadap peluang hypergeometrik

dan nilai AOQ. Kekurangan dalam penelitian ini adalah

tidak digunakannya teknik pengambilan contoh untuk

contoh yang bersifat lot. Contoh yang bersifat lot

pada industri minuman ringan sebenarnya dapat dilaku-

kan untuk bahan baku seperti air serta bahan penunjang

lainnya.

Riyanto (1991), melakukan penelitian pengendalian

mutu bahan baku d a n produk Industri Minuman Teh

Kernasan, dengan menesapkan sistem penunjang keputusan.

Model yang disusun menghasilkan suatu rancangan pen-

gambilan contoh dan biaya yang diperlukan untuk pemer-

iksaan mutu tersebut. Pemeriksaan dilakukan terhadap

contoh yang bersifat lot. Tahap proses yang diteliti

adalah dalam penanganan bahan baku dan produk akhir,

(64)

ini adalah, tidak dilakukannya penerapan teknik-teknik

statistik pengendalian mutu mulai dari awal proses,

(65)

Industri sumpit merupakan industri yang baru

berkembang sejak tahun 1986. Pasaran ekspor dan

pertumbuhan konsumsi sumpit dalam negeri yang terus

meningkat, memberikan peluang pasar yang baik.

Perkembangan industri sumpit y a n g tersendat

akhir-akhir i n i , di tengah permintaan pasar yang

tinggi, memerlukan penanganan yang serius. Harga

sumpit Indonesia yang kurang kompetitif di pasaran

ekspor menjadi hambatan utama berkembangnya usaha ini.

Faktor kualitas produk dan biaya produksi yang

terkendali, diharapkan dapat meningkatkan daya saing

produk sumpit Indonesia.

Untuk dapat menghasilkan produk sumpit dengan

kualitas yang sesuai standar, maka produk harus dibuat

dengan benar dari awal proses sampai akhir proses.

Pengawasan keterkendalian proses pada setiap tahap

produksi, akan merupakan sistem peringatan dini yang

efektif. Penanganan terhadap proses yang menyimpang

dapat dilakukan lebih awal.

Bagan kendali digunakan untuk menggambarkan

secara statistik keterkendalian proses produksi.

Dalam kegiatan ini tidak bisa dilepaskan kegiatan

sampling sebagai salah satu tahap dalam penyusunan

(66)

Model sampling penerimaan yang optimal disusun

terutama dalam penanganan produk akhir.

B.

PENDEKATAN

Pendekatan pemecahan masalah dilakukan secara

terencana. Tahapan dalam pendekatan berencana dimulai

dengan pengamatan terhadap gejala-gejala dari suatu

permasalahn, sehingga permasalahan yang sebenarnya

dapat didefinisikan. Metode penyelesaian yang diguna-

kan merupakan teknik-teknik baku sesuai dengan peubah-

peubah, batasan-batasan dan asumsi-asumsi dari alter-

natif solusi permasalahan yang dikembangkan. Secara

lengkap pendekatan yang dilakukan dapat dilihat pada

gambar 7.

C.

TATA

LNKSANA

1. CA

Gambar

Gambar  1.  Proses pembuatan  sumpit makan  (Wahyudin, 1990)
Gambar  2.  Siklus kualitas  (Sidabutar, 1990)
Gambar  3.  Implementasi Perencanaan dan  Pengendalian  kualitas  (Sidabutar,  1990) DISAIN PRODUK i  - v VEN- DOR  standar standar v ketentuan -proses -prosedur -standar <
Gambar  4.  Masukan dan hasil proses produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan

Ketika dalam  perjalanan ke Mesir, Santiago ternyata kehilangan uang karena tertipu oleh seseorang yang bisa berbahasa sama dengannya dan akhirnya ia

Adapun faktor yang paling berpengaruh signifikan berdasarkan hasil ANOVA untuk nilai rata-rata dan SNR didapatkan setting level optimal dari faktor-faktor

Fenomena masyarakat konsumen, yang hidupnya diatur oleh logika kapitalisme global di mana makna hidup dan identitas diri mereka ditemukan dalam perbedaan kegiatan konsumsi

Mohon maaf apabila selama kerja, saya melakukan banyak kesalahan, baik disengaja atau tidak. Kalimas Kretek Group

1) Reputasi merupakan hal terpenting bagi penyelenggara pendidikan. Reputasi baik berimplikasi terhadap lulusan yang baik pula. Reputasi UNG mengandung arti bahwa tujuan

PESERTA NAMA ALAMAT SEKOLAH MATA PELAJARAN NAMA KELAS TANGGAL PLPG LOKASI PLPG 681 Kota Tasikmalaya 13026802010239 TRIANA DESANTY TK.. Kaliurang Km 6, Sambisari, Condongcatur,