i
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
OPEN SKY
ASEAN
2015 DAN REGULASINYA TERHADAP
PENERBANGAN DI INDONESIA
SKRIPSI
Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
T. SHANNY DJOVANI P NIM : 110200512
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ii
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP OPEN SKY ASEAN 2015
DAN REGULASINYA TERHADAP PENERBANGAN DI
INDONESIA
SKRIPSI
Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
T.SHANNY DJOVANI P NIM : 110200512
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Internasional
Dr. CHAIRUL BARIAH, SH.,M.HUM NIP. 195612101986012001
DosenPembimbing I DosenPembimbing II
Dr. CHAIRUL BARIAH, SH.,M.HUM Dr.SUTIARNOTO, SH.,M.HUM
iii
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2015
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
NAMA : T. SHANNY DJOVANI P
NIM : 110200512
DEPARTEMEN : HUKUM INTERNASIONAL
JUDUL SKRIPSI : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP OPEN SKY ASEAN 2015 DAN REGULASINYA TERHADAP
PENERBANGAN DI INDONESIA
Dengan ini menyatakan:
1. Bahwa isi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan
ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut ciplakan, maka segala
akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak manapun.
iv
T.SHANNY DJOVANI P
110200512 \
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, nikmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat
beriring salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah menuntun umatnya kejalan yang di ridhoi Allah SWT.
Adapun skripsi ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
OPEN SKY ASEAN 2015 DAN REGULASINYA TERHADAP
PENERBANGAN DI INDONESIA”
Penulis Menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak
v
masukkan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi
agar dapat dipergunakan oleh masyarakat dimasa yang akan datang.
Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan
dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen
pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu,
membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan
I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syarifuddin Hasibuan,
SH.MH.DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara serta Bapak Dr. Ok. Saidin, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
2. BapakProf.Dr.Ediwarman,S.H,M.Humselaku Dosen Pembimbing Akademik
3. Ibu Dr. Chairul Bariah, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH.M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Dr. Chairul Bariah, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak membantu penulis dalam memberikan masukan arahan-arahan serta
vi
6. Bapak Dr. Sutiarnoto, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak membantu penulis dalam memberikan masukan arahan-arahan serta
bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.
7. Kepada orang tua saya T. Usman Juhari Bach, SE danNining Mariam yang
telah menjadi orang tua terhebat yang selalu memberikan kasih sayang tak
terhingga juga selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada saya.
8. Kepada adik saya T. Angga Djovanka Putra, serta seluruh keluarga besar dan
terima kasih atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU.
9. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
10.Seluruh staf administrasi dan pegawai yang turut serta membantu saya dalam
proses administrasi selama saya menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
11.Keluarga Besar ILSA (International Law Student Association) Fakultas Hukum USU yang telah memberikan support, pengalaman organisasi, dan
keluarga baru.
12. Teman-teman terdekat saya Icha, Rizka, Trimay, Putri Syafura, Aida, Elfa,
Soraya, Baim, Pem, Gusti, Eki, Mustafid, Cating, Ari yang selalu memberi
semangat walaupun jauh.
13.Kepada the best college mates ever, Dita, Mei, Piki, Feby, Ceceb, Lalak, Kak
Novi, Nanda, Lia, Dendi, Adi, Wahyu, Haris, Inal, Fadel, Daniel, dan Igan
vii
14.Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2011 yang selama
menjalani perkulihan.
15.Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini
baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan
kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Medan, April 2015
Penulis,
viii
ABSTRAK
Chairul Bariah* Sutiarnoto** T.Shanny Djovani P***
Pada zaman Globalisasi ini, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perkembangannya cukup pesat mulai dari perkembangan ekonomi hingga transportasi khususnya transportasi udara. Hukum Udara sendiri pertama kali diatur pada Paris Convention 1919 yang kemudian lahirlah Konvensi baru yang mengatur lalu lintas udara sipil serta mengubah peraturan sebelumnya yaitu the Chicago Convention 1944. Kedua konvensi tersebut mengatur mengenai udara wilayah udara dan penerbangan juga salah satu yang diatur dalam kedua konvensi tersebut adalah Kedaulatan Wilayah Udara. Kedaulatan merupakan hakikat dan hak eksklusif suatu negara terhadap wilayahnya khususnya wilayah udara. Perjanjian bilateral maupun multilateral dibuat oleh negara-negara demi terwujudnya kepentingan-kepentingan wilayah udara. Salah satu perjanjian yang sedang diperbincangkan saat ini adalah ASEAN Open Sky 2015. ASEAN berencana akan menerapkan Open Sky di wilayahnya pada tahun 2015 ini.Open Sky sendiri diartikan sebagai kegiatan liberalisasi penerbangan khususnya penerbangan komersil untuk menciptakan pasar bebas dalam Industri Penerbangan. Open Sky sendiri telah diterapkan di berbagai negara seperti Amerika dan Eropa.
Di Indonesia sendiri Open Sky policy akan diterapkan di lima titik bandara yaitu Soekarno-Hatta, Kuala Namu, Ngurah Rai, Juanda dan Sultan Hassanudin. Dengan adanya liberalisasi penerbangan tersebut maka tak lepas hubungannya dengan kedaulatan negara yang mana disini dikhususkan pada kedaulatan wilayah udara di suatu negara. Sehingga dengan adanya penerapan peraturan baru tersebut maka tidak luput dari dampak negatif dan dampak positif khususnya bagi Indonesia. Sehingga Indonesia harus lebih mempersiapkan diri untuk menghadapi peraturan yang akan mulai diterapkan pada tahun 2015 ini di negara-negara anggota ASEAN.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum Normative Penelitian hukum Normatif dikonsepkan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka ataupun data sekunder.
Dari metode penelitian dan latar belakang diatas saya mengambil rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu bagaimana penerapan Open Sky terhadap negara-negara di ASEAN, Bagaimanakah pengaruh Open Sky terhadap kedaulatan wilayah udara di Indonesia dan bagaimanakah dampak dan Upaya mengahadapi Open Sky
dan regulasinya terhadap penerbangan di Indonesia.
Dalam penulisan ini yang menjadi kesimpulan adalah penerapan Open Sky di Indonesia juga kedaulatan wilayah udara di Indonesia serta dampak dan upaya Indonesia
Kata Kunci : Open Sky, ASEAN dan Wilayah Udara
9 DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK v
DAFTAR ISI……… vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….1
B. Perumusan Masalah……….6
C. Tujuan Penelitian……….6
D. Manfaat Penelitian………..7
E. Keaslian Penulisan………...7
F. Tinjauan Kepustakaan………..8
G. Metode Penelitian……….9
H. Sistematika Penulisan………..10
BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN OPEN SKY DI NEGARA ASEAN A. Association of South East Asia Nation (ASEAN)……...12
1. Sejarah ASEAN………..12
2. Pengertian ASEAN……….14
3. Bentuk Kerjasama ASEAN………18
B. Open Sky Policy………...21
1. Pengertian dan Sejarah Open Sky………...21
2. Bentuk Kerjasama Open Sky di berbagai Negara…...25
C. Prosedur Freedom of the Air...30
BAB III KEDAULATAN NEGARA ATAS RUANG UDARA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL A. Hukum Udara (Air Law)………...34
1. Hukum Udara ditinjau dari Segi Nasional...34
10
B. Kedaulatan Negara atas Ruang Udara menurut Hukum
Internasional………42
1. Paris Convention 1919 (Konvensi Paris 1919)...46
2. Chicago Convention 1944 ( Konvensi Chicago 1944)………...48
BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP OPEN SKY 2015 DAN REGULASINYA TERHADAP PENERBANGAN DI INDONESIA A. Penerapan Open Sky policy di ASEAN………...53
B. Pengaruh Open Sky terhadap Kedaulatan Wilayah Udara di Indonesia………...……….…………..57
C. Dampak dan Upaya Penerbangan di Indonesia terhadap Open Sky dan Regulasinya…...62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………..69
B. Saran……….70
DAFTAR PUSTAKA...72
viii
ABSTRAK
Chairul Bariah* Sutiarnoto** T.Shanny Djovani P***
Pada zaman Globalisasi ini, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perkembangannya cukup pesat mulai dari perkembangan ekonomi hingga transportasi khususnya transportasi udara. Hukum Udara sendiri pertama kali diatur pada Paris Convention 1919 yang kemudian lahirlah Konvensi baru yang mengatur lalu lintas udara sipil serta mengubah peraturan sebelumnya yaitu the Chicago Convention 1944. Kedua konvensi tersebut mengatur mengenai udara wilayah udara dan penerbangan juga salah satu yang diatur dalam kedua konvensi tersebut adalah Kedaulatan Wilayah Udara. Kedaulatan merupakan hakikat dan hak eksklusif suatu negara terhadap wilayahnya khususnya wilayah udara. Perjanjian bilateral maupun multilateral dibuat oleh negara-negara demi terwujudnya kepentingan-kepentingan wilayah udara. Salah satu perjanjian yang sedang diperbincangkan saat ini adalah ASEAN Open Sky 2015. ASEAN berencana akan menerapkan Open Sky di wilayahnya pada tahun 2015 ini.Open Sky sendiri diartikan sebagai kegiatan liberalisasi penerbangan khususnya penerbangan komersil untuk menciptakan pasar bebas dalam Industri Penerbangan. Open Sky sendiri telah diterapkan di berbagai negara seperti Amerika dan Eropa.
Di Indonesia sendiri Open Sky policy akan diterapkan di lima titik bandara yaitu Soekarno-Hatta, Kuala Namu, Ngurah Rai, Juanda dan Sultan Hassanudin. Dengan adanya liberalisasi penerbangan tersebut maka tak lepas hubungannya dengan kedaulatan negara yang mana disini dikhususkan pada kedaulatan wilayah udara di suatu negara. Sehingga dengan adanya penerapan peraturan baru tersebut maka tidak luput dari dampak negatif dan dampak positif khususnya bagi Indonesia. Sehingga Indonesia harus lebih mempersiapkan diri untuk menghadapi peraturan yang akan mulai diterapkan pada tahun 2015 ini di negara-negara anggota ASEAN.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum Normative Penelitian hukum Normatif dikonsepkan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka ataupun data sekunder.
Dari metode penelitian dan latar belakang diatas saya mengambil rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu bagaimana penerapan Open Sky terhadap negara-negara di ASEAN, Bagaimanakah pengaruh Open Sky terhadap kedaulatan wilayah udara di Indonesia dan bagaimanakah dampak dan Upaya mengahadapi Open Sky
dan regulasinya terhadap penerbangan di Indonesia.
Dalam penulisan ini yang menjadi kesimpulan adalah penerapan Open Sky di Indonesia juga kedaulatan wilayah udara di Indonesia serta dampak dan upaya Indonesia
Kata Kunci : Open Sky, ASEAN dan Wilayah Udara
11
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau
dan kaya akan sumber daya alamnya. Di zaman Globalisasi pada saat ini,
Indonesia yang merupakan salah satu Negara berkembang yang perkembangannya
cukup pesat, mulai dari segi ekonomi maupun dalam segi transportasi udara.
Berbeda dengan transportasi laut, yang telah lahir jauh sebelumnya, transportasi
udara baru lahir sejak abad ke-17 yang mana pada saat itu Francisco de Lana dan
Galier mencoba mengembangkan pesawat udara yang dapat terbang di atmosfer
kemudian diikuti oleh Pater de Gusman di Lisabon yang berhasil terbang di udara
dengan cara memanaskan udara itu sendiri, sedangkan Black berhasil terbang
dengan balon yang diisi dengan zat air dan gas pada tahun 1767 yang diikuti oleh
Cavallo pada tahun 1782. Percobaan penerbangan tersebut dilanjutkan oleh
Montgolfier bersaudara di Prancis dengan menggunakan balon yang berisi udara
panas dan setelah berhasil akhirnya Blanchard bersama Jaffies berhasil terbang
melintasi Selat Calais dengan menggunakan balon bebas pada 1785 yang pernah
digunakan untuk Perang Fanco-Prusia tahun 1870-1871 untuk mengungsikan para
pejabat negara1
1
.H.K.Martono dan Ahmad Sudiro, , Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik
(Public International and National Air Law), 2012 ,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hal 9-10
. Dengan seiring berkembangnya transportasi udara sampai saat
ini, dapat dilihat beberapa tahun belakangan Transportasi Udara cukup
berkembang pesat di Indonesia dan menjadi transportasi yang paling banyak
kelebihan-12
kelebihan yang dimiliki transportasi udara itu sendiri yaitu efektifitas waktu,
kenyamanan, keamanan hingga terkadang biaya yang lebih murah. Adanya
faktor-faktor tersebut membuat masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi
udara jika dibandingkan dengan transportasi lain misalnya transportasi Laut dan
Darat . Maraknya low cost carrier di Indonesia semakin mendongkrak
kepopularitasan Angkutan dan Transportasi Udara.
Pada tahun 1900, belum ada aturan mengenai Udara itu sendiri untuk
mengatur penerbangan dengan jelas, karena itulah maka pertama kalinya
Prof.Ernest Nys dari Universitas Brussel berpendapat penerbangan tersebut perlu
diatur didalam Hukum Udara yang merupakan cabang ilmu hukum2. Hukum
udara itu sendiri menurut Otto Riese dan Jean T.Lacour adalah seluruh
norma-norma hukum yang khusus mengenai penerbangan , pesawat-pesawat terbang dan
ruang udara dalam peranannya sebagai unsur yang perlu bagi penerbangan.
Hukum udara ini juga dapat ditafsirkan sebagai suatu peraturan hukum yang
mengatur suatu objek tertentu yaitu Udara3
2
Ibid, hal 10
3
Hukum Internasional, Hukum Udara, dan Hukum Angkasa, Ashtok Aripasola, sebagaimana dimuat dalam http://terusmaju-asthok.blogspot.com/2013/09/hukum-internasional-hukum-udara-dan.html , diakses pada tanggal 27 Februari 2015
. Wilayah Udara suatu negara adalah
ruang udara yang berada di atas wilayah daratan, wilayah laut pedalaman, laut
territorial dan juga wilayah laut Negara kepulauan. Kedaulatan Negara di ruang
udaranya berdasarkan adagium Romawi adalah sampai ketinggian tidak terbatas
13
digunakan lagi melihat kemajuan teknologi yang semakin berkembang pesat
seperti peluncuran dan penempatan satelit di ruang angkasa4
Di dalam dunia Internasional sendiri Hukum Udara sudah diatur dengan
diadakannya Konferensi Paris pada tahun 1910 dan lahirlah sebuah hasil dari
konferensi tersebut yaitu Konvensi Paris 1919 (Paris Convention 1919). Konvensi Paris merupakan Konvensi pertama kali yang mengatur dan membahas mengenai
Hukum Udara yang mana juga menjadi sumber atau acuan bagi Indonesia dalam
membuat peraturan-peraturan Hukum Udara Nasional. Dengan munculnya
Konvensi Paris 1919, maka lahirlah Konvensi baru yaitu Konvensi Chicago 1944
(the Chicago Convention 1944). Konvensi ini lahir didasarkan dengan tujuan untuk menyusun ketentuan yang baru mengenai lalu lintas udara sipil Nasional
dan Internasional serta mengubah perjanjian ataupun aturan yang sebelumnya .
5
4
Sefriani,S.H,M.Hum, Hukum Internasional Suatu Pengantar, 2011, Jakarta, PT Grafindo Persada, hal 224
.
Dengan demikian, maka menurut the Chicago Convention 1944 Article 1 yang mengatakan bahwa “The contracting States recognize that every State has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory” yang mana berdasarkam Article tersebut setiap Negara mempunyai kedaulatan ekslusif terhadap wilayah udara diatas teritorialnya yang artinya Indonesia mempunyai
kedaulatan atas wilayah udaranya sendiri. Pasal tersebut lahir dari Hukum
kebiasaan Internasional yang mana pada saat itu Inggris melakukan tindakan
sepihak (Unilateral action) dalam The Aerial Navigation Act of 1911 yang diikuti oleh negara-negara di Eropa lainnya yang berisikan bahwa Inggris mempunyai
5
Hukum Udara Nasional dan Internasional, Nela Febriy, sebagaimana dimuat dalam
14
kedaulatan penuh atas ruang udara yang berada di atas wilayahnya dan Inggris
mempunyai Hak secara mutlak untuk mengawasi pesawat udara sipil maupun
pesawat udara militer yang mana tidak dibantah oleh negara-negara lain akan
tetapi diikuti oleh Negara Eropa lainnya seperti Prancis, Jerman, Austria,
Hongaria, Rusia dan Belanda. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang dikuatkan oleh
Konvensi Chicago 1944 menegaskan bahwasanya tiap Negara mempunyai
kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udaranya dan Negara juga mempunyai
yuridiksi eksklusif dan kewenangan yang penuh untuk mengontrol ruang udara di
atas wilayahnya. Secara teoritis, dengan adanya kedaulatan Negara di ruang udara
di atas wilayahnya, setiap negara dapat melakukan larangan bagi negara-negara
lain untuk tebang diatas wilayanya, kecuali apabila telah diperjanjikan
sebelumnya6. Pelanggaran atas ruang udara suatu negara dalam kondisi hubungan
kedua Negara sedang tidak baik dapat menimbulkan hak-hak yang tidak
diinginkan yaitu dieksekusinya pesawat-pesawat yang telah melakukan
pelanggaran tersebut7
6
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, P.T Alumni : 2012, hal 194
7
Sefriani,Op.Cit, hal 225
. Telah banyak kasus-kasus pelanggaran di wilayah udara
yang menimpa pesawat-pesawat sipil yang kemungkinan tidak sengaja masuk ke
wilayah udara suatu negara ataupun tersesat yang mengakibatkan ditembaknya
pesawat tersebut hingga terjatuh dan tidak jarang yang memakan korban jiwa.
Sebagai Contohnya, pada 22 Oktober 2014, pesawat Cessna Beecraft milik Australia yang dipiloti oleh Jacklin Graeme Paul dan kokpit Maclean Richard
Wayne dipaksa mendarat di Bandara Sam Ratulangi, Manado. Penyergapan yang
15
Australia memperlihatkan keegoannya dengan menolak mendarat beberapa kali
karena merasa telah mendapat persetujuan/izin melintasi wilayah kita dari Filipina
menuju Darwin8
Dengan makin berkembangnya Hukum Udara maka tidak terlepas dari
kegiatan penerbangan. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Penerbangan itu sendiri diartikan sebagai satu kesatuan system yang
terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan
udara, navigasi penerbangan,keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup,serta
fasilitas penunjang dan fasilitas lainnya. Dengan adanya peraturan tersebut maka
timbulah perjanjian-perjanjian bilateral dan multilateral yang melibatkan dua
Negara atau lebih untuk mengatur masalah wilayah udara masing-masing negara.
Salah satu perjanjian yang sedang diperbincangkan adalah ASEAN Open Sky
2015. Indonesia yang mana merupakan bagian dari anggota ASEAN (Association of South East Asian Nation) yang beranggotakan 10 negara di Asia Tenggara (Brunei, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Phillippines,
Singapore, Thailand, dan Vietnam), turut ikut serta dalam perjanjian tersebut.
Open Sky sendiri merupakan suatu perjanjian lintas udara yang salah satunya bertujuan untuk meliberalisasikan jasa transportasi udara secara penuh dan
menciptakan pasar terbuka di antara dua Negara untuk kepentingan perusahaan
penerbangan. Open Sky sendiri sudah dicanangkan sejak beberapa tahun yang lalu tetapi akan diselenggarakan atau diterapkan pada Desember 2015 mendatang di
seluruh Negara yang bergabung di dalam ASEAN. Open Sky juga telah di
8
Black Flight Menggila, Ada Celah Hitam di Ruang Angkasa Kita, Abanggeutanyo,
sebagaimana dimuat dalam
16
terapkan di Amerika dan Uni-Eropa yang sudah mulai berlaku pada Maret 2008
lalu.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah hal-hal yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian Open Sky di negara ASEAN?
2. Bagaimanakah kedaulatan negara atas Ruang Udara menurut Hukum
Internasional?
3. Bagaimanakah dampak dan upaya Indonesia menghadapi Open Sky Policy dan regulasinya terhadap penerbangan Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi yang akan dikerjakan adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan dan penerapan Open Sky di Negara
ASEAN
2. Untuk mengetahui bagaimana kedaulatan negara atas Ruang Udara di
tinjau dari Hukum Internasional
3. Untuk mengetahui apa saja upaya-upaya yang dilakukan dan
17
D. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat yang didapat dari penulisan ini adalah :
1. Secara Teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan melalui
pemikiran terhadap perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan
terhadap Hukum Internasional pada khususnya yang mana lebih
spesifik mengenai Hukum Udara sehingga dapat digunakan sebagai
tambahan referensi sebagai acuan bagi penulisan maupun penelitian
yang akan dating apabila membahas bidang penulisan dan penelitian
yang sama.
2. Secara Praktis diharapkan mampu menjadi masukan bagi para
pengamat atau pun pakar-pakar Hukum Internasional,ahli hukum,
praktisi, dan penegak hukum pada khususnya.
E. Keaslian Penulisan
Judul penulisan yang akan ditulis dalam skripsi ini adalah Tinjauan
Yuridis terhadap Open Sky ASEAN 2015 dan Regulasinya terhadap Penerbangan di Indonesia dan belum pernah ditulis ataupun disusun
sebelumnya dalam bentuk yang sama, sehingga dapat dikatakan bahwa
tulisan ini asli dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat
18
F. Tinjauan Kepustakaan
Dalam tinjauan kepustakaan penulis mencoba untuk mengemukakan
beberapa ketentuan-ketentuan dan batasan batasan yang akan menjadi
sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna bagi
penulis untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di
dalam topik yang diangkat dalam permasalahan yang telah disimpulkan.
Association of South East Asia Nation (ASEAN) adalah suatu organisasi kawasan yang mewadahi kerjasama antar negara Asia Tenggara
sejak tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok yang mana beranggotakan 10
negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina,
Myanmar, Laos, Kambodia, dan Brunei yang mana mengatur masalah
ekonomi, sosial & budaya dan politik.
Open Sky adalah diartikan sebagai kegiatan liberalisasi
penerbangan khususnya penerbangan komersil untuk menciptakan pasar
bebas dalam Industri Penerbangan yang mana pada pembahasan ini akan
diterapkan di wilayah ASEAN.
Kedaulatan (Sovereignty) adalah suatu hak eksekutif yang dimiliki suatu negara terhadap wilayah udaranya yang mana pada pembahasan ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai wilayah udara dan ruang udara.
Hukum udara merupakan peraturan-peraturan yang mengatur
mengenai penggunaan ruang udara dan pemanfaatannya untuk
penerbangan baik secara umum atau publik dan juga negara-negara di
19
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Adapun penulisan yang akan dilakukan adalah penulisan normatif
yaitu penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka ataupun data
sekunder. Cara pendekatan dilakukan dengan menganalisis, buku ilmiah,
laporan penelitian, peraturan-peraturan,dan sumber-sumber mengkaji, dan
mengumpulkan fakta-fakta yang menunjang penelitian yang mana
berhubungan dengan Hukum Udara. Langkah-langkah penelitian normatif
didasarkan pada bahan hukum Primer, Sekunder, dan Tertier :
a) Bahan Hukum Primer yaitu bahan yang sifatnya mengikat
masalah-masalah yang akan diteliti, diantaranya :
1. Paris Convention 1919
2. The Chicago Convention 1944
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
b) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti halnya
hasil-hasil penelitan, laporan- laporan, hasil-hasil-hasil-hasil seminar, artikel,
atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dari penelitian ini.
c) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan yang ada
relevansinya dengan pokok permasalahan dan memberikan
informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder
20
2. Teknik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data yang dilakukan untuk menulis
penelitian adalah Studi Kepustakaan yaitu mempelajari dan menganalisis
secara sistematis dengan cara menggunakan media buku, surat kabar,
jurnal Internasional, Internet, Undang-Undang dan bahan-bahan lainnya
yang berhubungan dengan materi yang di bahas di dalam penulisan ini.
3. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang digunakan
dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif, yang mana data yang
diperoleh kemudian disusun dengan cara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif dengan tujuan untuk mencapai kejelasan
masalah yang akan dibahas dan hasil dari permasalahan tersebut
selanjutnya akan dituangkan ke dalam penulisan ini. Metode Kualitatif
digunakan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu
data-data yang dipelajar sesuatu yang utuh.
H. Sistematika Penulisan
Adapun dalam penulisan suatu penelitian ini diperlukan adanya
sistematika penulisan sehingga dapat diketahui secara jelas kerangka garis
besar dari isi penulisan yang akan dilakukan. Adapun sistematika
21
BAB I (Pendahuluan): Pada bab ini penulis akan membahas secara
sistematis mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah,
tujuan penelitian, keaslian penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan itu sendiri.
BAB II (Pelaksanaan perjanjian Open Sky di ASEAN): Pada bab ini
penulis akan menguraikan lebih lanjut pemahaman teoritis
mengenai ASEAN (Association of South East Asian Nation) dan
Open Sky itu sendiri termasuk prosedur ataupun aturan penerbangan antar negara-negara di ASEAN.
BAB III (Kedaulatan atas Ruang Udara): Pada bab ini penulis akan
membahas mengenai pengertian hukum udara dan kedaulatan
negara menurut Konvensi Internasional.
BAB IV (Tinjauan yuridis terhadap Open Sky 2015 dan regulasinya
terhadap penerbangan di Indonesia): Pada bab ini penulis akan
membahas mengenai Upaya-upaya penerbangan di Indonesia
22
BAB II
PELAKSANAAN PERJANJIAN OPEN SKY ASEAN 2015
A. Association of South East Asia Nation (ASEAN) 1) Sejarah ASEAN
Association of South East Asia Nations atau disebut sebagai ASEAN merupakan suatu organisasi internasional yang mana didirikan oleh
5 negara pendiri yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan
Thailand. Perjanjian tersebut di sahkan di Bangkok, Thailand pada tanggal 8
Agustus 1967 yang mana pada saat itu ditandatangani oleh Menteri Luar
negeri masing-masing negara yaitu :
Menteri Luar Negeri Indonesia : Adam Malik
Menteri Luar Negeri Filipina : Narsisco Ramos
Wakil Perdana Menteri Malaysia : Tun Abdul Razak
Menteri Luar Negeri Singapura : Sinatambi Rajaratnam
Menteri Luar Negeri Thailand : Thanat Koman
Negara-negara yang menandatangani Deklarasi Bangkok akan
secara resmi langsung menjadi anggota ASEAN. Adapun isi dari Deklarasi
Bangkok tersebut adalah :
1. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional di setiap negara
2. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan
kebudayaan di kawasan Asia Tenggara
3. Memelihara kerja sama yang baik diantara organisasi regional maupun
23
4. Meningkatkan kerjasama untuk memajukan pendidikan dan penelitian
di kawasan Asia Tenggara
5. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan
bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan
administrasi
Pada tanggal 7 Januari 1984, Brunei Darussalam memutuskan
untuk bergabung menjadi anggota ASEAN yang mana menjadi anggota
ASEAN pertama diluar dari negara pendiri (Indonesia, Thailand,
Singapura, Malaysia, dan Filipina). Sebelas tahun kemudian, Vietnam
memutuskan bergabung menjadi anggota ASEAN yang mana menjadi
anggota ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. Myanmar dan Laos kemudian
menyusul menjadi anggota ASEAN dua tahun kemudian pada tanggal 23
Juli 1997. Pada tanggal 16 Desember 1998, ASEAN kembali menerima
anggota baru yaitu Kamboja. Rencana Kamboja untuk bergabung dengan
ASEAN sempat ditunda karena adanya masalah politik internal yang
terjadi di negara Kamboja. Setelah kesemua negara di Asia Tenggara telah
bergabung dengan ASEAN, Timor Leste, yang tak lain merupakan
pecahan dari Indonesia memutuskan untuk bergabung di dalam ASEAN
walaupun keanggotaannya belum terpenuhi sepenuhnya9
9
24
2) Pengertian ASEAN
Dari segi geografis, negara-negara Asia Tenggara terletak di antara
2 benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia, dan terletak di antara 2
samudera, yaitu samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan letak
yang demikian itu maka negara-negra Asia Tenggara merupakan suatu
daerah regional yang mudah saling mengadakan hubungan10. Association of Southeast Asia Nations atau yang sering disebut sebagai ASEAN merupakan suatu Organisasi Internasional antar negara asia tenggara yang
mencakup masalah politik, budaya dan ekonomi yang didirikan di
Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 yang didasarkan oleh Deklarasi
Bangkok dimana mencakup Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan
Thailand. Yang setelahnya terdapat negara-negara lain yang kemudian
bergabung kedalam ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Vietnam,
Myanmar, Laos, dan Kamboja. ASEAN meliputi wilayah daratan seluas
4.46 juta km² atau setara dengan 3% total luas daratan di
memiliki populasi yang mendekati angka 600 juta orang atau setara
dengan 8.8% total populasi dunia. Luas wilayah laut ASEAN tiga kali
lipat dari luas wilayah daratan. Organisasi ini didirikan dengan maksud untuk memajukan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan
sosial, pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan
perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan
10
Sejarah berdirinya ASEAN dan tujuannya, sebagaimana dimuat di dalam
25
kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan
damai11
1. Menghormati kemerdakaan, kedaulatan, kesamaan, integritas wilayah
nasional, dan identitas nasional setiap negara .
Adapun pada dasarnya ASEAN mempunyai Prinsip-prinsip
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2) Piagam ASEAN yang mana sebagai berikut :
2. Adanya kerja sama efektif setiap negara anggot
3. Tidak mencampuri urusan internal negara sesama anggota
4. Menjunjung tinggi Piagam PBB dan Hukum Internasional termasuk
hukum Humaniter Internasional yang disetujui oleh negara sesama
anggota
5. Menolak penggunaan kekuatan yang dapat mematikanyang mana tidak
tercantum di dalam Hukum Internasional
6. Kepatuhan terhadap aturan hukum, tata pemerintahan yang baik,
prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional
7. Sentralitas ASEAN dalam hubungan politik, ekonomi, sosial dan budaya eksternal sambil tetap aktif terlibat, berwawasan ke luar, inklusif dan tidak
diskriminatif
8. Penyelesaian perbedaan ataupun perdebatan dengan cara damai antar
sesama anggota
11
26
9. Berbagi komitmen dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan
perdamaian, keamanan dan kemakmuran regional
10.Menghormati perbedaan budaya, bahasa dan agama dari masyarakat
ASEAN, sementara menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat
persatuan dalam keanekaragaman
ASEAN sebagai Organisasi Internasional mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial budaya di
kawasan Asia Tenggara
2. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional Asia Tenggara
3. Memajukan kerjasama dan saling mambantu kepentingan bersama
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
4. Memajukan kerja sama di bidang pertanian, industri, perdagangan,
pengangkutan, dan komunikasi
5. Memajukan penelitian bersama mengenai masalah-masalah di Asia
Tenggara
6. Memeliahara kerjasama yang lebih erat dengan Organisasi Internasional
dan Regional
7. Memberikan bantuan di dalam sektor pendidikan, ekonomi,pertanian,
profesi, teknik dan administrasi
Dalam perjalanan ASEAN sejak dibentuknya 8 Agustus 1967
hingga pada saat ini, negara ASEAN sudah memiliki 392 perjanjian hukum
27
sendiri telah mempunyai legal personality yang dapat diartikan sebagai
suatu kesepakatan antar negara ASEAN yang berisi :
1. Menghormati prinsip-prinsip territorial, kedaulatan integritas, non
interverensim dan identitas nasional anggota ASEAN
2. Menegakkan Hukum Internasional sehubungan dengan hak asasi
manusia, keadilan sosial dan perdagangan multilateral
3. Mendorong integrasi regional perdagangan
4. Menekankan sentralitas ASEAN dalam kerjasama di dalam ringkup
regional
5. Peningkatan jumlah KTT (Konverensi Tingkat Tinggi) ASEAN
menjadi dua kali dalam setahun dan kemampuan untuk menangani
situasi darurat
6. Pengembangan hubungan eksternal ramah dam posisi dengan PBB
(seperti Uni Eropa)
7. Penunjukan Perwakilan Sekretaris Jendral dan Tetap ASEAN
8. Pembentukan badan hak asasi manusia dan mekanisme sengketa yang
belum terselesaikan, yang mana akan diputuskan di puncak ASEAN
9. Penggunaan bendera ASEAN, lagu kebangsaan, lambang dan perayaan
hari ASEAN yang mana jatuh pada tanggal 8 Agustus
10.Menekankan sentralitas ASEAN dalam kerja sama regional12
12
28
3) Bentuk-bentuk Kerjasama ASEAN
ASEAN sendiri sebagai suatu organisasi tentunya mempunyai
bentuk-bentuk kerja sama yang harus dilakukan guna mencapai
terselenggaranya tujuan dan prinsip-prinsip dari ASEAN itu sendiri.
Bentuk-bentuk kerjasama ASEAN antar negara antara lain di dalam
bidang Ekonomi, Sosial-Budaya, dan Politik.
a. Bidang Ekonomi
Kerjasama ekonomi sebagaimana yang diamanatkan oleh Deklarasi
Bangkok adalah tulang punggung kerjasama ASEAN. Oleh sebab itu,
tidak heran bahwa kemajuan ASEAN seringkali diukur dari kemajuan
ekonominya13. ASEAN juga telah menandatangani ASEAN PTA
(Prefential Tranding Arrangement) yaitu pengaturan dagang presensial pada tanggal 24 February 1977 di Manila14
1. Mempromosikan produk-produk usaha sesama ASEAN, Investasi
usaha di beberapa negara ASEAN dan mengembangkan pariwisata
yang dibangun para anggota ASEAN
. Didalam bidang ekonomi
ini sendiri membahas mengenai usaha ASEAN untuk menciptakan
perdagangan yang saling menguntungkan antar negara anggota yang
mana direalisasikan dalam bentuk :
2. Menyediakan cadangan pangan terutama beras untuk para anggota
ASEAN
13
M.Sabir, Op.Cit, hal 90
14
29
3. Membangun proyek-proyek industri ASEAN seperti proyek Pabrik
pupuk urea ammonia di Indonesia dan Malaysia, Pabrik Industri
Tembaga di Singapura dan Superfosfor di Thailand15
b. Bidang Sosial-Budaya
Bidang non-politik dan non-ekonomi ini sering pula disebut bidang
fungsional dan dalam Deklarasi ASEAN yang mana bidang ini sama
derajatnya dengan bidang ekonomi.
Semula kerjasama Sosial-Budaya dan penerangan dikelola oleh
Panitia Tetap mengenai Kegiatan-kegiatan Sosial-Budaya yang
dibentuk di Manila pada tanggal 5 Januari 1972 dengan pokok acuan :
1. Mempertimbangkan dan menganjurkan untuk menyelenggarakan
proyek sosial kemanusiaan seperti kesejahteraan sosial,
pengawasan terhadap penyalahgunaan narkotika, dan kerjasama
menanggulangi bencana alam16
2. Pertukaran pelajar antar anggota ASEAN, Pemberantasan buta
huruf, dan mengadakan kongres pemuda ASEAN17
3. Membantu melestarikan pengembangan warisan seni-budaya
negara-negara anggota dan organisasi pelayanannya diberbagai
kegiatan dan media masa ASEAN18
15
Macam-macam bentuk kerjasama ASEAN, sebagaimana dimuat dalam http://www.anneahira.com/kerjasama-asean.htm yang mana telah diakses pada tanggal 16 Maret 2015
16
M. Sabir , Op.Cit, hal 102-103
17
Macam-macam bentuk kerjasama ASEAN, sebagaimana dimuat dalam http://www.anneahira.com/kerjasama-asean.htm yang mana telah diakses pada tanggal 16 Maret 2015
18
30
c. Bidang Politik
Seperti tercantum dalam Deklarasi Bangkok, kerjasama regional
ASEAN hanya dititikberatkan pada bidang ekonomi dan sosial budaya
saja, namun dalam kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa bidang
politik berkembang sedemikan rupa. Hal ini dengan mudah dapat
dimengerti mengingat bahwa politik mempunyai hubungan yang erat
dengan ekonomi19. Di dalam bidang politik ini para anggota ASEAN
sepakat jika terjadi suatu permasalahan di antara negara-negara
anggota , maka akan diselesaiakan melalui meja perundingan. Para
anggota ASEAN juga sepakat bahwa kawasan Asia Tenggara bebas
dari senjata nuklir20 atau disebut sebagai SEANWFZ (South East Asian Nuclear Weapon Free Zone), dan salah satu prestasi yang cukup penting dari ASEAN adalah lahirnya Deklarasi ZOPFAN (Zona Of Peace, Freedom, And Neutrality) dicanangkan tanggal 27 November 1971. ASEAN akan mengusahakan pengakuan dan penghormatan
wilayah Asia Tenggara sebagai zona bebas dan netral dari kekuasaan
luar dan memperluas kerjasama dengan penuh solidaritas21.
19
Ibid, hal 113
20
Bentuk Kerjasama ASEAN, sebagaimana dimuat dalam http://www.binasyifa.com/929/57/27/bentuk-kerjasama-asean.htm yang diakses pada tanggal 16 Maret 2015
21
31
B. Open Sky Policy
Pada kenyataannya Open Sky bukan merupakan suatu target yang baru dalam ruang lingkup ASEAN. Pada Desember 1995, para pemimpin
ASEAN bertemu di Bangkok bertepatan dengan berlangsungnya the Fifth
Summit dan memutuskan untuk memasukkan perkembangan terhadap
Open Sky dalam the Plan of Action for Transport and Communication
(1994-1996). Selama pertemuan pertama yang diselenggarakan di Bali
pada tahun yang sama, the ASEAN Transport Minister setuju untuk melakukan kerjasama dalam the Development of a Competitive Air Transport Services Policy yang mana menjadi tahap awal menuju Open Sky policy di ASEAN. Open Sky secara spesifik merupakan :
a. Perkembangan peraturan liberalisasi terhadap layanan angkutan udara
b. Penerapan liberalisasi dan pengaturan layanan udara yang lebih
fleksibel, khususnya pada sub-regional ASEAN
(Indonesia-Brunei-Malaysia-Filipina) dan East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA)
yaitu Laos, Myanmar, Kambodia, dan Vietnam22
1) Pengertian Open Sky
.
Open Sky sendiri diartikan sebagai suatu kesepakatan Langit terbuka yang mana merupakan bentuk liberalisasi atas peraturan dan
regulasi yang berkaitan dengan industri penerbangan, khususnya
penerbangan komersil dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan
22
32
pasar bebas dalam industri penerbangan23. Open Sky sendiri secara prakteknya tidak benar-benar dikatakan sebagai langit terbuka, bahkan
bagi maskapai yang bertempat di negara anggota ASEAN sekalipun
karna pada kebijakan ini tidak dicantumkan mengenai kebebasan ke
tujuh, ke delapan dan kesembilan. ASEAN Open Sky tidaklah dapat sebebas pasar penerbangan tunggal di Uni Eropa tetapi setidaknya
akan lebih bebas jika dibandingkan dengan perjanjian bilateral maupun
perjanjian lainnya yang kini tengah diterapkan dalam maskapai
penerbangan ASEAN24. Sebelumnya, Indonesia pernah menerapkan
kebijakan Open Sky pada bulan Januari 2005 dimana bertujuan untuk mempermudah pengiriman bantuan dan misi kemanusiaan pasca
bencana Tsunami di Aceh yang mana kebijakan tersebut
memungkinkan penerbangan langsung ke bandara tujuan, sebagai
contoh misalnya Singapore Airlines bisa terbang langsung pada rute
Jakarta-Bangkok, atau Garuda Indonesia Airlines bisa terbang
langsung Kuala Lumpur-Singapura25
Dalam konteks ini, Open Sky policy sendiri akan diterapkan di dalam ruang lingkup ASEAN yang mana kesepakatan ini telah
ditandatangani oleh 10 kepala negara ASEAN pada Bali Concord II
yang dideklarasikan dalam KTT (Konverensi Tingkat Tinggi) ASEAN .
23
Open Skies, sebagaimana dimuat didalam http://en.wikipedia.org/wiki/Open_skies yang diakses pada tanggal 19 Maret 2015
24
Prakarsa Infrastruktur Indonesia, Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia, hal.19
25
33
pada tahun 2003. Pokok tujuan Open Sky ASEAN adalah untuk membuka wilayah udara antar negara sesama anggota ASEAN, dan
setelah diberlakukan maka ASEAN Open Sky akan membebaskan maskapai, pengelola bandar udara, pengatur penerbangan di darat
(ground handling), hingga pengatur lalu lintas penerbangan untuk bebas berusaha dan berekspansi. Tahap-tahap menuju Open Sky ASEAN itu sendiri telah dilakukan sejak 2008, diantaranya telah dihapuskannya
hambatan penerbangan antar ibukota negara ASEAN, yang mana telah
diterapkan dalam Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT)
yang telah melakukan kerjasama liberal. Selanjutnya, liberalisasi yang
sama dijalankan tahun 2009 pada hak angkut kargo, diikuti kemudian
hak angkut penumpang tahun 2010 dengan puncaknya pada ASEAN
Single Aviation Market tahun 2015. Liberalisasi angkutan penerbangan ini tertuang dalam The ASEAN Air Transport Working Group, “The Roadmap for the Integration of ASEAN: Competitive Air Services Policy26. Open Sky akan menjadi komponen yang sangat penting terhadap integrasi ekonomi secara keseluruhan mengingat bahwa
angkutan udara sangat penting khususnya untuk komunikasi bisnis
yang mana memungkinkan kegiatan perdagangan dan investasi. Open Sky juga mengarah kepada kompetensi di bidang industri penerbangan yang mempunyai potensi yang sangat penting di bidang ekspor27
26
Indonesia menghadapi ASEAN Open Sky 2015, sebagaimana dimuat dalam
http://membunuhindonesia.net/2015/01/indonesia-menghadapi-asean-open-sky-2015/ yang diakses pada tanggal 22 Maret 2015
27
Peter Forsyth dan John King, dkk, Loc.Cit
34
memungkinkan adanya pertambahan jasa penerbangan dalam konteks
internasional dan juga menciptakan peluang bisnis terhadap
perusahaan pengangkutan udara. Di dalam perjanjian Open Sky
biasanya mengandung beberapa ketentuan yaitu :
1. Kompetisi Pasar Bebas
Yang mana biasanya di tandai dengan dibebaskannya
pembatasan-pembatasan yang berkaitan dengan rute, jumlah,
kapasitas, jenis, frekuensi atas pesawat yang akan beroperasi.
2. Harga Ditentukan oleh kebutuhan Pasar
Perjanjian Open Sky membebaskan perusahaan pengangkutan penerbangan memfleksibelkan harga sesuai dengan pasar.
3. Berkompetisi secara setara dan adil
Yang mana mencakup di dalam perjanjian bahwasanya, misalnya,
perusahaan pengangkutan diizinkan untuk membuka kantor
pemasaran di negara yang mana telah menandatangani perjanjian.
4. Kerjasama dalam bidang pemasaran
Biasanya perusahaan pengangkutan diizinkan untuk ikut serta
dalam kerjasama di bidang pemasaran dan perjanjian sewa atas
pesawat dari negara yang menjadi pihak dalam perjanjian tersebut
5. Penyelesaian atas perselisihan
Perjanjian Open Sky mengikutsertakan prosedur-prosedur pernyelesaian perselisihan maupun perbedaan yang mungkin akan
35
6. Liberal Charter Agreement
Dalam perjanjian Open Sky memuat adanya ketentuan yang membebaskan pasar bebas
7. Keselamatan dan keamanan
Dalam hal ini pemerintah atas negara yang bersangkutan sepakat
untuk lebih memperhatikan tingkat keamanan dan keselamatan
penerbangan
8. Hak pilihan terhadap Cargo
Dalam perjanjian Open Sky memuat bahwa pesawat negara anggota yang membawa muatan/kargo diperbolehkan untuk
mengoperasikan layanan muatan/kargo murni antara negara
anggota lain dan negara ketiga tanpa harus berhenti di negara asal
muatan/kargo28
2) Bentuk Kerjasama Open Sky di berbagai negara .
Open Sky yang diartikan sebagai sebuah kebijakan liberal terhadap penerbangan nyatanya telah diterapkan di beberapa
negara. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya kurang lebih dua puluh
lima tahun belakangan ini Open Sky policy telah membuat banyak perubahan terhadap peraturan penerbangan. Open Sky sendiri dapat dilakukan melalui hubungan bilateral maupun multilateral.
28
36
Beberapa negara telah menerapkan kebijakan Open Sky, yaitu: 29
1. Pesawat Cananda dan US bebas melewati cross-border services (tanpa ada pembatasan ukuran, kapasitas, frekuensi atas pesawat)
US-CANADA
Setelah mengikuti kebijakan konservatif pada tahun 1980
dan awal 1990, Canada mengadopsi kebijakan penerbangan
internasional yang baru pada tahun 1994. Kebijakan tersebut
berusaha memberikan konsumen pilihan yang lebih baik dengan
cara melakukan pendekatan “use it or lose it” kepada Canadian International Route Right dan dengan cara memfasilitasi akses perusahaan pengangkutan asing kedalam pasar Canada.
Kebijakan Open Sky diberlakukan terhadap Canada dan United States (US) pada tahun 1995 awal yang mana mempunyai
beberapa ketentuan yaitu :
2. Perjanjian 1995 menyediakan perusahaan penerbangan Canada
tempat terbatas di bandara Chicago (O’Hare) and New York
(La Guardia).
3. Proses untuk menyetujui bahwa tarif Canada-US telah
diliberalisasi
29
37
4. Pesawat Cananda dan US bebas melewati cross-border cargo services
Diikuti dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, lalu
lintas udara Canada dan US meningkat, pada tahun 1994
penumpang mencapai 13,6 juta dan di tahun 1999 penumpang
mengingkat menjadi mendekati 20 juta penumpang.
Australia dan New Zealand telah membentuk kebijakan
penerbangan regional pada tahun 1990. Hal ini di artikan bahwa
pesawat dari kedua negara dapat beroperasi tanpa hambatan
walaupun pembatasan hak masih berlaku. AUSTRALIA-NEW ZEALAND
Pergerakan yang paling cepat terhadap Open Skies telah
terlebih dahulu dicapai di Eropa. Sebelum kebijakan liberal, Eropa
telah memiliki kebijakan transportasi udara sendiri (air transport policy). Kebijakan ini dikemas dalam Bilateral Air Service Agreement antar masing-masing negara. Dalam kebijakan ini, terdapat ruang lingkup yang terbatas untuk berkompetensi dalam
beberapa rute, dan rute-rute ini didominasi oleh rute berjadwal
yang telah ditunjuk. Dalam lima tahun pertama penerbangan Eropa
38
Dalam 30 tahun belakangan ini, Amerika pada
kenyataannya telah manandatangani lebih dari 100 perjanjian Open Sky yang bertujuan untuk menghilangkan pembatasan terhadap penerbangan yang mana dilihat menguntungkan oleh Amerika
dalam bidang pariwisata karena dapat menurunkan tarif
penerbangan dan meningkatkan pelayanan AMERICAN OPEN SKIES
30
Suatu langkah besar dilakukan oleh negara Belanda yang
mana pada tahun 1992, Belanda menandatangani perjanjian Open Sky dengan Amerika secara bilateral meskipun otoritas Uni Eropa mengemukakan keberatan atas tindakan Belanda tersebut
.
Amerika sendiri telah mengikuti perjanjian Open Sky sejak tahun 1979 dan pada tahun 1982, Amerika menandatangani 23
perjanjian penerbangan bilateral khususnya dengan negara-negara
yang lebih kecil yang mana pada tahun 1990 diikuti oleh
ditandatanganinya perjanjian tersebut dengan beberapa negara
Eropa secara individu.
31
30
Airlines Against Open Skies, sebagimana dimuat dalam http:// www.nytimes.com /2015/02/17/opinion/airlines-against-open-skies.html?_r=0 yang diakses pada tanggal 24 Maret 2015
.
Dengan seiring berjalannya waktu maka pada tanggal 30 April
2007, Amerika menandatangani Open Sky Agreement dengan Uni-Eropa yang mana dilangsungkan di Washington DC, dan perjanjian
tersebut mulai berjalan efektif pada tanggal 30 Maret 2008 yang
31
Open Skies Agreement, sebagaimana dimuat dalam
39
mana perjanjian ini mengganti perjanjian lama terhadap Amerika
dengan negara-negara individu Eropa32
1. Pada tahun 2001 dalam Multilateral Agreement on Liberalization of International Air Transportation (MALIAT) dengan Selandia Baru, Singapura, Brunei, dan Chili yang mana
juga diikuti oleh Tonga, Mongolia dan Samoa.
. Amerika juga telah
menegosiasikan 2 buah perjanjian multilateral yaitu :
2. Pada tahun 2007 dalam Air Transport Agreement with European Community dan 27 negara anggotanya33
Dilihat dari keuntungan-keuntungan yang dihasilkan dari
perjanjian Open Sky diatas, hal tersebut tak luput dari sisi negatifnya. Terkadang ada beberapa negara yang tidak sanggup
untuk menjalankan peraturan tersebut dengan optimal. Salah
satunya dapat dilihat dari kasus Open Sky yang diterapkan di Canada dan US, bahwa pada kenyataannya Canada sendiri
kewalahan untuk menyaingi pesawat terbang milik US yang mana
sudah pasti lebih mempunyai kemampuan daya saing yang lebih
tinggi. Hasilnya, kebangkrutan pun melanda Canada karna
dianggap tidak dapat menyaingi US.
32
EU–US Open Skies Agreement, sebagaimana dimuat dalam http:// en.wikipedia. org/wiki/EU%E2%80%93US_Open_Skies_Agreement yang diakses pada tanggal 23 Maret 2015
33
40
C. Prosedur mengenai Freedom of the Air
Freedom of the Air atau sering disebut sebagai Hak kebebasan
berudara dapat diartikan dengan peraturan terhadap penerbangan sipil yang
mana memberikan hak istimewa terhadap perusahaan penerbangan di
suatu negara untuk mendarat dan melewati ruang udara negara lain. Hal ini
disebutkan didalam Konvensi Paris 1919 Pasal 15 paragraf 1 yang
menyebutkan :
“Every aircraft of contracting state has the right to across the airspace of another state without landing. In this case it shall follows the routes fixed by the state over which the flight takes place. However, for reason of national security, it will be obliged to land if ordered to do so by means of the signals provided in annex d34
1. 1st Freedom of the Air
”
Hak suatu penerbangan baik berjadwal maupun tidak berjadwal
untuk terbang/melintasi wilayah negara lain tanpa mendarat. Misalnya,
Toronto-Mexico City terbang dengan pesawat Canada melintasi Amerika
Serikat
34
41
2. 2nd Freedom of the Air
Hak suatu penerbangan baik berjadwal maupun tidak berjadwal
untuk melintasi wilayah negara lain ( C ) . Apabila ada keadaan tertentu
yang mendesak, maka penerbangan tersebut dapat mendarat di negara
kedua (B) tanpa mengangkut ataupun menurunkan penumpang maupun
barang. Keadaan mendesak yang dimaksud disini misalnya pesawat
kehabisan bahan bakar atau mengalami gangguan.
3. 3rd Freedom of the Air
Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang dengan
tujuan negara pertama yang mana berasal dari negara pesawat itu sendiri.
4. 4th Freedom of the Air
Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang dari negara
42
5. 5th Freedom of the Air
Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang maupun
barang dari negara pertama menuju negara ketiga dengan persetujuan
negara kedua. Misalnya, Garuda Indonesia mengangkut
barang/penumpang dari Malaysia menuju Thailand.
6. 6th Freedom of the Air
Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang ke negara
ketiga dengan menggunakan negara asalnya sebagai titik transit
penerbangan.
43
Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang maupun
barang atar dua negara di luar dari negara asalnya.
8. 8th Freedom of the Air
Hak suatu pesawat asing untuk mengangkut penumpang, surat,
dan kargo di dalam ruang lingkup domestic antar kota pada negara kedua.
Pada dasarnya, secara teoritis Freedom of the Air meliput 8 hak. Tetapi pada praktiknya hanya 5 hak saja yang sering diterapkan sehingga lebih
44
BAB III
KEDAULATAN NEGARA ATAS RUANG UDARA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL
A. Hukum Udara (Air Law)
Hukum udara maupun hukum luar angkasa merupakan hukum yang relatif
baru karena hukum ini mulai berkembang sejak permulaan abad ke 20 setelah
munculnya pesawat udara. Oleh karena itu berbeda dengan hukum laut yang pada
umumnya bersumber dari hukum kebiasaan, hukum udara didasarkan pada
ketentuan-ketentuan konvensional, sedangkan hukum kebiasaan hanya
mempunyai peranan tambahan dalam pembentukan hukum udara35. Menurut
Diedriks Veschoor, Hukum Udara adalah peraturan-peraturan yang mengatur
mengenai penggunaan ruang udara dan pemanfaatannya untuk penerbangan baik
secara umum atau publik dan juga negara-negara di dunia. Hukum udara juga
dapat diartikan sebagai mencakup kumpulan peraturan yang mengatur
penggunaan ruang udara beserta manfaatnya bagi penerbangan, masyarakat dan
negara-negara di dunia36. Istilah hukum udara ataupun hukum udara internasional itu sendiri, dalam penggunaannya saat ini,mengacu kepada bagian hukum
internasional yang mana berhubungan dengan penerbangan sipil. Hukum udara
sendiri mempunyai norma-norma hukum public internasional yang mengatur
objek udara – misalnya tentang wilayah kedaulatan di udara37.
35
Prof.Dr.Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam era dinamika Global), 2011, Bandung, PT.Alumni, hal 422
36
I.M.Ph.Diederiks Verschoor, An Introduction to Air Law, Kluwer, 1982, hlm.1
37
45
1. Hukum Udara ditinjau dari segi Nasional
Indonesia yang telah menjadi anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) sejak tanggal 27 April 1950 telah menyempurnakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 mengacu kepada
Konvensi Chicago 1944 dan meperhatikan kebutuhan pertumbuhan
transportasi udara di Indonesia. Peraturan ini juga bermaksud memberi
kesempatan kepada swasta maupun pemerintah daerah untuk ikut serta
berperan dalam pembangunan penerbangan di Indonesia38
Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai hak untuk
menentukan bentuk negara,membuat undang-undang dasar dan peraturan
pelaksanaannya, hingga mengatur wilayah darat dan udara untuk
kepentingan negara. Berkenaan dengan adanya hak dan kewenangan
negara melaksanakan penegakan hukum di udara tidak terlepas dari
muatan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 .
Sumber Hukum Udara nasional terdapat di berbagai peraturan
perundang-undangan nasional sebagai implementasi Undang-Undang
Dasar 1945. Selain itu juga juga bersumber dari perjanjian angkutan udara
internasional (Bilateral Air transport Agreement).
39
“Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai
yang
berbunyi:
38
Prof.Dr.H.K.Martono, Dr.Amad Sudiro, Op.Cit, hal 233-234
39
46
karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”.
Sehingga dengan adanya hak tersebut, Indonesia berhak
menciptakan batas-batas wilayahnya sendiri, di daratan maupun udara.
Terdapat 2 batas wilayah udara di Indonesia, yaitu 40
a) Batas Wilayah Udara Horizontal
:
Negara yang memiliki kedaulatan wilayah udara secara
horizontal adalah sama halnya dengan seluas wilayah darat negaranya,
sedangkan negara yang berpantai batas wilayahnya bertambah dengan
adanya ketentuan hukum yang diatur dalam Article 3 United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang menyebutkan bahwa negara pantai dapat menetapkan lebar wilayah
lautnya sampai maksimum 12 mil yang diukur dari garis pangkal41
Tetapi ada beberapa negara seperti Amerika Serikat dan
Kanada mengajukan secara sepihak untuk menetapkan jalur tambahan
(Contiguous Zone) di ruang udara yang dikenal dengan istilah Air Defence Identification Zone (A.D.I.Z) yaitu setiap pesawat udara yang terbang menuju negara Amerika Serikat atau Kanada dalam jarak
,
maka dari itu penyelesaian wilayah udara secara horizontal adalah
melalui perjanjian antar negara tetangga seperti halnya yang diatur
dalam hukum laut internasional.
40
Ibid, hal 257-259
41
47
200 mil harus menyebutkan jati diri pesawat udara, hal ini dilakukan untuk keamanan negara dari bahaya yang datang melalui ruang
udara42
b) Batas Wilayah Udara Vertikal
.
Belum ada sikap Indonesia secara jelas mengenai batasan
horizontal ini sehingga disimpulkan batasan ini juga mengacu kepada
Pasal 2 Konvensi Chicago 1944, yaitu di atas laut teritorial sampai
ketinggian tidak terbatas sebagaimana ditafsirkan oleh Mahkamah
Internasional (Permanent Court of International Justice) serta mengingat posisi Indonesia di Khatulistiwa.
Dalam Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang
Penerbangan tidak secara tegas dan jelas mengatur mengenai
kedaulatan di udara, namun bukan berarti tidak mengatur sama sekali.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan secara tegas mengatur mengenai wilayah udara yang
dimuat di dalam Pasal 4 yang berbunyi “Negara Republik Indonesia
berdaulat penuh dan utuh atas wilayah udara Republik Indonesia”.
Tetapi dalam undang-undang tersebut di atas, tidak ada
pembahasan secara rinci terhadap pengaturan mengenai batas wilayah
udara secara vertikal, karena itu di dalam praktiknya dilaksanakan
sesuai dengan hukum kebiasaan internasional. Kedaulatan Republik
42
48
Indonesia secara vertikal juga tergantung pada kemapuan Indonesia
untuk mempertahankan kedaulatannya di udara43
Dengan tidak diaturnya ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang mengatur tentang batas ketinggian wilayah udara
yang dapat dimiliki oleh negara bawah, maka banyak negara-negara di
dunia melakukan secara sepihak menetapkan batas ketinggian wilayah
udara nasionalnya seperti yang dilakukan oleh negara Amerika Serikat
melalui Space Command menetapkan batas vertikal udara adalah 100 kilometer. Sehingga dengan adanya peraturan yang menjadi kebiasaan
Internasional itulah, Indonesia memutuskan untuk mengatur batar
wilayah udaranya yang dimuat pada Pasal 6 ayat 1 Rancangan
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengelolaan Ruang
Udara Nasional menyebutkan sebagai berikut : “Batas vertikal
pengelolaan ruang udara nasional sampai ketinggian 110 (seratus
sepuluh) kilometer dari konfiguarsi permukaan bumi” .
44
2. Hukum Udara ditinjau dari segi Internasional
.
Hukum Udara sendiri memiliki berbagai macam pengertian. Hal
tersebut dapat diartikan sebagai peraturan yang mengatur penggunaan
wilayah udara dan pemanfaatannya untuk aktifitas penerbangan,
masyarakat umum, dan negara-negara di dunia. Hukum Udara telah
muncul pada kegiatan penerbangan internasional yaitu penerbangan
43
Prof.Dr.H.K. Martono, Dr.Amad Sudiro, Op.Cit, hal 258-260
44
49
pertama kali antara Paris dan London yang mana pada saat itu Konvensi
Paris disahkan pada tahun 1919, tahun yang sama dengan penerbangan
tersebut dilakukan45
Hukum Udara Internasional mempunyai 6 sumber hukum
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah
Internasional (PMI) .
46
Hukum kebiasaan Internasional (customary law) pada kenyataannya penerapannya semakin berkurang dengan adanya
konvensi-konvensi internasional. Hal ini didasarkan karna melihat hukum kebiasaan
tidak dapat menjamin suatu kepastian hukum. Tetapi hukum kebiasaan
telah dilaksanakan oleh beberapa negara, misalnya Amerika yang
menetapkan peraturan sepihak yaitu A.D.I.Zyang mana peraturan tersebut
menyebutkan bahwa pesawat udara diharuskan mematuhi identifikasi mengatakan bahwa sumber-sumber hukum udara
internasional adalah Perjanjian Internasional, Hukum Kebiasaan, Prinsip
Hukum Umum, dan Yurisprudensi.
Perjanjian Internasional itu sendiri meliputi semua perjanjian yang
telah ditandatangani dan diratifikasi dimana perjanjian/konvensi
multilateral merupakan sumber hukum udara yang paling mendasar.
Langkah-langkah penerapan peraturan juga ditemukan di dalam perjanjian
internasional dan konvensi. Klasifikasi lain yang relevan terhadap hukum
udara adalah instrumen bilateral, seperti Undang-undang nasional,
perjanjian kontrak antara negara dengan perusahaan penerbangan dsb.
45
Tang Ut Fong, Air Law, hal 2
46
50
khusus dan prosedur tambahan yang menyangkut dan berkenaan dengan
lalu lintas udara semata-mata untuk kepentingan dan keamanan nasional
negara yang menerapkannya. Tindakan Amerika tersebut diikuti oleh
Kanada yang mempunyai Canadian Air Defence Identification Zone
(CADIZ)47
Prinsip Hukum Umum (General Principle of Law) diatur atau dirumuskan dalam Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional
.
48
a) Prinsip Bonafide (Good faith)
yang
mencakup beberapa asas yaitu :
b) Pacta Sun servanda
c) Abus de droit
d) Nebis in Idem
e) Equality rights
f) Non lequit
Prinsip hukum umum berlaku dalam seluruh maupun sebagian
besar hukum nasional negara-negara walaupun hukumnya berbeda-beda
tetapi prinsip pokoknya tetaplah sama.
Sedangkan Yurisprudensi yang sebagaimana dikenal dengan
putusan peradilan dapat juga dijadikan sebagai sumber hukum udara
internasional.
Membahas mengenai Hukum Udara, tidak akan pernah luput
dengan aturan-aturannya. Hukum Udara Internasional itu sendiri pertama
47
Prof.Dr.H.K Martono, Dr.Amad Sudiro, Op.Cit, hal 5
48
51
kali diatur di dalam Paris Convention 1919 (Konvensi Paris 1919) yang mana menjadi tombak acuan terhadap Hukum Udara pada saat itu.
Pada tahun 1910, konverensi internasional terhadap navigasi udara
pertama kali diselenggarakan tetapi pada saat itu belom dapat
menghasilkan suatu keputusan ataupun perjanjian. Pada tahun 1913
merupakan perjanjian bilateral mengenai International Air Services
pertama kalinya antara Jerman dan Prancis. Langkah terbesar adalah
dilaksanakannya Konvensi Paris 191949
Tidak lama setelah itu, pada tahun 1944 lahirnya Konvensi baru
yang merupakan revisi dari Konvensi Paris yaitu Konvensi Chicago
(Chicago Convention 1944). Konvensi Chicago ini diselenggarakan di Chicago atas undangan oleh Amerika Serikat dan dihadiri oleh 53 negara
. Konvensi ini diselenggarakan
pada tanggal 13 Oktober 1919 yang mana ditandatangani oleh 27 negara
yang terdiri dari negara sekutu dan Amerika Latin. Konvensi ini
merupakan konvensi pertama mengenai peraturan Internasional secara
umum menyangkut penerbangan udara yang mana mulai diberlakukan
pada tanggal 11 Juli 1922. Awalnya konvensi ini bersifat tertutup, dengan
artian konvensi ini dijalankan hanya dengan negara-negara yang menang
dalam Perang Dunia I saja namun pada tahun 1929 setelah direvisi
Protokol 15 Juli 1929, maka Konvensi Paris menjadi konvensi yang
bersifat umum karena sejak berlakunya protokol tersebut pada tahun 1933,
terdapat 53 negara yang menjadi pihak.
49