A.Latar Belakang
Kegiatan praktikum merupakan salah satu kegiatan pembelajaran pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains, termasuk di dalamnya
Biologi. Sains merupakan interaksi antara ide-ide dan observasi. Peran penting
dari praktikum adalah untuk membantu siswa membangun hubungan antara
observasi dan ide-ide (Abrahams dan Millar, 2008). Ide yang dimaksud adalah
sasaran utama dari sisi pengetahuan yang akan dicapai oleh siswa, sedangkan
observasi adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan siswa. Praktikum pada intinya
dilakukan untuk memberikan siswa pengetahuan baru melalui serangkaian
kegiatan yang melibatkan keterampilan dan pengetahuan siswa.
Para filsuf seperti Brown (1979), Gowin (1970, 1981), dan Toulmin (1972)
menganggap bahwa pengetahuan dibentuk berdasarkan eksperimen dengan
menggunakan konsep sebagai batu loncatannya (dalam Alvarez & Rizko, 2007).
Artinya pengetahuan lama akan diproses lagi menjadi pengetahuan baru tanpa
mengubah pengetahuan lama tersebut. Hal ini didukung dengan pernyataan
Ausubel (tanpa tahun, dalam Safdar 2010) bahwa pembelajaran yang bermakna
adalah ketika pengetahuan baru dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
oleh siswa sebelumnya. Pada hakikatnya ini merupakan aplikasi dari teori belajar
konstruktivisme.
Pandangan konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, yang
beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil konstruksi atau bentukan
kognitif melalui kegiatan seseorang (Rusyanti, 2013). Bagi konstruktivis, belajar
adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan suatu proses
mekanik untuk mengumpulkan fakta (Sukiman, 2008). Oleh karena itu, tujuan
dari praktikum yang dapat dikatakan paling utama adalah terbentuknya
pengetahuan baru berdasarkan prior knowledge (pengetahuan sebelumnya) dan
eksperimen yang dimiliki dan dilakukan oleh siswa.
Ada keyakinan yang meluas bahwa praktikum adalah bagian penting dan
kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maupun
kurikulum 2013, dua kurikulum yang saat ini masih digunakan di sekolah-sekolah
di Indonesia, standar proses pembelajaran memiliki inti yang sama. Meskipun
pada kurikulum 2006 standar proses ditekankan pada proses eksplorasi, elaborasi,
dan konfirmasi sedangkan pada kurikulum 2013 standar proses ditekankan pada
pendekatan ilmiah (scientific approach) namun sebenarnya keduanya sama-sama
merujuk pada kegiatan praktikum, meskipun pada prakteknya praktikum bukanlah
suatu kegiatan mutlak pada pembelajaran.
Praktikum sendiri memiliki bentuk yang bermacam-macam. Di dalam buku
yang berjudul Strategi Belajar Mengajar yang ditulis oleh Rustaman,
Dirdjosoemarto, Yudianto, Kusumastuti, Rochintaniawati, dan Achmad (2005),
kegiatan praktikum dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk. Salah satu bentuk
yang umum dilakukan pada pembelajaran di sekolah adalah praktikum yang
bersifat pengalaman. Kegiatan praktikum bersifat pengalaman biasanya meliputi
kegiatan verifikasi sebagai penemuan fakta-fakta yang akan menjadi bukti dari
kebenaran konsep ataupun kegiatan discovery sebagai penguat landasan
pembentukan konsep. Keduanya sama-sama mengarahkan siswa pada
pembentukan pengetahuan baru yang menjadi inti dari kegiatan praktikum.
Terlepas dari tujuan praktikum sebagai proses pembentukan pengetahuan bagi
siswa dan tuntutannya dalam kurikulum, ternyata kegiatan praktikum yang
dilakukan di sekolah belum sepenuhnya mencapai idealisme tersebut. Hodson
(1991; dalam Abrahams dan Millar, 2008) menyebutkan bahwa bagi beberapa
siswa, praktikum dirasa kurang memberikan kontribusi dalam mempermudah
pembelajaran sains. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Muscat (2012)
bahwa seringkali terjadi siswa yang telah selesai melaksanakan praktikum tidak
mengerti apa yang mereka kerjakan. Artinya pencapaian yang diinginkan melalui
kegiatan praktikum untuk membuat siswa memperoleh pengetahuan baru yang
utuh telah gagal dilaksanakan.
Kegagalan dari tercapainya tujuan praktikum oleh siswa, sebenarnya tidak
lepas dari apa yang dilakukan pada praktikum itu sendiri. Praktikum memiliki
karakteristik yang khas di mana strukturnya harus dapat membantu siswa
dalam praktikum ini akan berjalan dengan baik apabila terjadi dengan
langkah-langkah yang terstruktur. Langkah-langkah-langkah terstruktur inilah yang idealnya harus
dimiliki oleh setiap kegiatan praktikum yang dilakukan oleh siswa.
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan salah satu bentuk Desain Kegiatan
Laboratorium (DKL) yang menuntun siswa untuk melaksanakan kegiatan praktek
sains (Supriatno, 2013). Desain Kegiatan Laboratorium merupakan salah satu
faktor penentu dalam kegiatan praktikum yang baik. Struktur dari DKL
sebenarnya masih seringkali diperdebatkan, namun pada dasarnya struktur yang
baik pada sebuah DKL ditandai dengan adanya langkah-langkah yang terstruktur
dalam proses pembentukan pengetahuan.
Widyatiningtyas (2009, dalam Parmin, 2012) menyatakan bahwa pembentukan
pengetahuan bagi seseorang yang sedang belajar IPA dapat dilakukan dengan
mengembangkan rasa ingin tahu melalui sesuatu kegiatan yang bermakna.
Praktikum sebagai salah satu kegiatan pembelajaran tentu termasuk ke dalam
kegiatan yang bermakna. Proses pembentukan pengetahuan ini bermula dari fakta
atau fenomena yang muncul pada kegiatan praktikum. Fakta yang ada kemudian
ditransformasikan menjadi data yang dapat diinterpretasikan dengan bantuan
teori, konsep, ataupun prinsip yang berkaitan dengan tujuan dari penelitian
tersebut. Interpretasi dari data tersebut kemudian akan membentuk pengetahuan
baru. Inilah yang disebut dengan pembentukan pengetahuan.
Pembentukan pengetahuan seperti yang telah dijelaskan di atas terjadi secara
bertahap. Tahapan ini merupakan suatu proses yang akan membantu siswa dalam
meniti dalam membentuk pengetahuan sehingga akan terjadi proses yang utuh
tanpa meloncat-loncat. Novak dan Gowin (1984) telah menciptakan sebuah alat
heuristik yang dapat dijadikan patokan dalam menyusun dan mengevaluasi
tahapan-tahapan pembentukan pengetahuan dalam suatu kegiatan penelitian
praktikum. Alat heuristik tersebut kini dikenal dengan nama Diagram Vee (Novak
dan Gowin, 1984).
Diagram Vee merupakan alat yang memperlihatkan kerangka berpikir suatu
penelitian atau kegiatan ilmiah, atau dalam hal ini kegiatan praktek sains atau
praktikum. Diagram ini memiliki dua sisi yang berbeda, yakni sisi konseptual dan
praktikum, yakni klaim pengetahuan yang akan menjawab pertanyaan fokus dan
menjadi penanda dari terbentuknya pengetahuan baru. Diagram ini dapat
membantu guru sebagai pembuat maupun pengguna DKL dalam merancang dan
mengevaluasi DKL yang digunakan untuk melihat kesesuaian antara satu
komponen dan komponen lain di dalamnya sebagai langkah-langkah
pembentukan pengetahuan. Diagram Vee adalah salah satu alat efektif yang
memberikan pembelajaran bermakna dan mengembangkan kemampuan
metakognitif (Novak, 1990; Novak & Gowin, 1984; Passmore, 1998 dalam Evren,
Bati & Yilmaz, 2012). Oleh karenanya, Diagram Vee juga dapat membantu dalam
proses pembentukan pengetahuan di dalam kegiatan praktikum.
Diagram Vee sebenarnya bukan merupakan diagram asli, namun hanya berupa
alur untuk memperlihatkan tahapan-tahapan dalam proses pembentukan
pengetahuan yang terbagi menjadi lima komponen, yakni komponen pertanyaan
fokus; objek/ peristiwa; teori, konsep, dan prinsip; catatan/ transformasi; serta
klaim pengetahuan. Komponen-komponen ini pada dasarnya adalah
langkah-langkah yang akan mengarahkan siswa pada pembentukan pengetahuan. Secara
umum, Diagram Vee dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam pembuatan
struktur DKL yang baik karena telah valid dan memiliki kriteria-kriteria
komponen yang jelas sehingga akan memudahkan guru atau pembuat DKL dalam
menyusun DKL dengan struktur tertentu. DKL yang memiliki serta mengikuti
struktur Diagram Vee memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam menuntun
proses pembentukan pengetahuan yang tepat.
Selain sebagai kegiatan pembentukan pengetahuan, kegiatan praktikum juga
tentu saja harus dirancang dengan mengacu pada kompetensi dasar yang ada pada
kurikulum. Hal ini disebabkan karena kegiatan praktikum merupakan salah satu
kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam mencapai
kompetensi yang diharapkan oleh kurikulum. Kompetensi-kompetensi yang
diharapkan tersebut merupakan jenjang kognitif yang menjadi capaian kompetensi
dasar pada diri siswa. Jenjang kognitif ini tertuang dalam bentuk kata kerja
operasional yang mengacu kepada domain kognitif yang disusun oleh Bloom
Di dalam Taksonomi Bloom revisi terdapat empat dimensi pengetahuan yang
masing-masing memiliki enam proses kognitif. Empat dimensi pengetahuan
tersebut adalah dimensi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif. Sedangkan enam tingkatan berpikir tersebut merupakan dimensi
proses kognitif yang biasa disebutkan sebagai C1 (mengingat), C2 (menjelaskan),
C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta).
Pengaplikasian jenjang kognitif di dalam DKL praktikum yang digunakan oleh
siswa biasanya tertuang secara operatif di dalam kata kerja yang terdapat di tujuan
praktikum, langkah kerja, maupun pertanyaan pengarah. Seperti yang telah
disebutkan, jenjang kognitif yang ada pada DKL juga seharusnya mengacu pada
kompetensi pada kurikulum yang digunakan karena bertujuan untuk menunjang
siswa dalam pencapaian kompetensi. Maka DKL yang baik dari tentu yang
mengarahkan siswa pada pencapaian kompetensi tersebut.
Kegiatan praktikum di sekolah-sekolah di kota Bandung, khususnya Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, kerap kali
dipandu dengan menggunakan DKL yang dibuat maupun diambil dari berbagai
sumber, seperti buatan guru, buatan penerbit, maupun dari buku paket yang
menjadi buku panduan pembelajaran. Materi praktikum uji makanan yang cukup
abstrak juga seringkali menjadi salah satu materi yang ditunjang oleh kegiatan
praktikum. Oleh karena itu, hampir setiap sekolah baik pada jenjang SMP dan
SMA melakukan praktikum uji makanan pada pembelajaran sistem pencernaan.
Pada penelitian yang dilakukan Solihat (2011), sebanyak 67% DKL SMA pada
materi alat indera belum menerapkan metakognitif. Penerapan metakognitif
sebenarnya merupakan implikasi dari pembentukan pengetahuan. Pembentukan
pengetahuan sendiri dapat dilihat berdasarkan struktur DKL yang dinilai dengan
menggunakan rubrik Diagram Vee. Hal ini signifikan dengan struktur DKL
berdasarkan Diagram Vee sehingga timbul pertanyaan apakah DKL pada materi
uji makanan yang tengah digunakan di SMP dan di SMA telah memiliki struktur
yang mengarahkan pada proses pembentukan pengetahuan serta telah
mengaplikasikan jenjang kognitif sesuai dengan tuntutan kompetensi yang
Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu penelitian mengenai analisis struktur
DKL berdasarkan Diagram Vee dan kemungkinan kemunculan jenjang kognitif
pada DKL yang digunakan di SMP dan SMA di kota Bandung pada materi uji
makanan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
bagaimana struktur dan kemungkinan kemunculan jenjang kognitif pada DKL
materi uji makanan di SMP dan SMA di kota Bandung.
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dibentuk dari penelitian ini adalah, “Bagaimana struktur dan kemungkinan kemunculan jenjang kognitif pada Desain Kegiatan
Laboratorium (DKL) materi uji makanan di SMP dan SMA?”.
Adapun pertanyaan penelitian yang dapat dikembangkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil uji coba keterlaksanaan DKL materi uji makanan di SMP dan
SMA?
2. Bagaimana struktur DKL materi uji makanan di SMP dan SMA berdasarkan
Diagram Vee?
3. Bagaimana kualitas komponen DKL materi uji makanan di SMP dan SMA
berdasarkan Diagram Vee?
4. Bagaimana kemungkinan kemunculan jenjang kognitif pada DKL materi uji
makanan di SMP dan SMA?
C.Batasan Masalah
Analisis struktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah analisis
keberadaan dan kualitas komponen-komponen Diagram Vee (Novak dan Gowin,
1984) sebagai acuan dalam pembuatan Desain Kegiatan Laboratorium (DKL).
Sedangkan kemungkinan kemunculan jenjang kognitif yang dimaksud pada
penelitian ini adalah kemungkinan jenjang kognitif yang muncul jika dilihat
berdasarkan kata kerja operasional di dalam DKL. Desain kegiatan laboratorium
yang menjadi objek penelitian merupakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
diambil dari buku paket, buatan guru, maupun buatan penerbit yang sedang
Analisis struktur pada DKL akan dilakukan dengan melihat keterlaksanaan
DKL di laboratorium, keberadaan dan kualitas dari kelima komponen Diagram
Vee dengan menggunakan kriteria penilaian komponen Diagram Vee.
Kemungkinan kemunculan jenjang kognitif pada DKL akan dianalisis
berdasarkan kata kerja operasional pada tujuan praktikum, langkah kerja, dan
pertanyan pengarah pada DKL. Kata kerja operasional yang teridentifikasi
kemudian dikategorikan berdasarkan dimensi proses kognitif dan dimensi
pengetahuan yang merujuk pada Taksonomi Bloom revisi.
D.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan uji coba keterlaksanaan DKL materi uji makanan yang sedang
digunakan di SMP dan SMA Negeri Kota Bandung,
2. Menganalisis DKL materi uji makanan yang sedang digunakan di SMP dan
SMA Negeri Kota Bandung sehingga mendapatkan gambaran mengenai
struktur DKL tersebut,
3. Menganalisis DKL materi uji makanan yang sedang digunakan di SMP dan
SMA Negeri Kota Bandung mendapatkan gambaran mengenai kemungkinan
kemunculan jenjang kognitif pada DKL tersebut.
E.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi kepada semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran
Biologi mengenai kondisi Desain Kegiatan Laboratorium (DKL) di lapangan
sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menggunakan DKL pada
pembelajaran Biologi.
2. Menjadi referensi bagi guru Biologi dalam mengembangkan DKL.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Makanan”. Laporan hasil penelitian ditulis dalam bentuk skripsi yang
diorganisasikan sebagai berikut.
1. Bab I Pendahuluan, berisi tentang:
a. Latar belakang penelitian;
b. Rumusan masalah penelitian;
c. Batasan masalah penelitian;
d. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian; dan
e. Manfaat penelitian untuk perkembangan pendidikan sains.
2. Bab II Tinjauan Pustaka, berisi tentang hasil tinjauan pustaka mengenai setiap
variabel yang terlibat dalam penelitian ini, diantaranya:
a.Struktur Desain Kegiatan Laboratorium (DKL) berdasarkan DiagramVee;
b.Jenjang kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom revisi (2001);
c.Analisis materi praktikum uji makanan.
3. Bab III - Metode Penelitian, berisi tentang:
a.Definisi Operasional yang menjelaskan mengenai definisi dari setiap
variabel pada penelitian ini;
b.Desain penelitian yang menjelaskan mengenai metode penelitian dan desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian;
c.Populasi dan sampel yang menjelaskan mengenai populasi dan sampel serta
teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini;
d.Instrumen penelitian yang digunakan,
e.Prosedur penelitian yang menjelaskan mengenai tahapan dari penelitian ini;
dan
f. Analisis data yang menjelaskan tentang cara untuk menganalisis data yang
didapatkan dari setian instrumen yang digunakan dalam penelitian.
4. Bab IV Temuan dan Pembahasan, berisi tentang pemaparan temuan yang
didapatkan dari penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel, dan grafik, serta
pemaparan mengenai pembahasan dari temuan penelitian yang didapatkan.
Pembahasan tersebut dikaitkan dengan teori atau penelitian yang telah ada.
5. Bab V Penutup, berisi tentang simpulan yang diperoleh dari penelitian,