BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Usaha kecil merupakan sebuah bagian integral dari dunia usaha nasional
yang mempunyai potensi, kedudukan, dan peranan yang sangat strategis dalam
mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Usaha kecil dengan segala
peranannya dalam pembangunan, harus terus dikembangkan dengan semangat
kekeluargaan, saling isi mengisi, saling memperkuat antara usaha yang kecil dan
besar dalam rangka pemerataan serta mewujudkan kemakmuran yang
sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama. Masyarakat sebagai pelaku
utama pembangunan, sedangkan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan,
membimbing, melindungi serta menumbuhkan iklim usaha.
Dalam suasana persaingan yang semakin kompetitif, keberadaan usaha
kecil menengah ataupun industri kecil dituntut untuk tetap dapat bersaing dengan
pelaku usaha lainnya, karena lembaga ini dianggap cukup representatif dalam
memberdayakan ekonomi masyarakat. Perkembangan industri kecil dan usaha
mikro sebagai salah satu strategi dankebijaksanaan nasional, amatlah berperan
penting untuk mendorong pertumbuhanekonomi secara nyata dan menyeluruh.
Dalam perjalanannya, industri kecil telahmampu memainkan perannya dalam
perekonomian nasional. Sumbangannya dalamberbagai sektor pembangunan
nasional adalah wujud nyata yang tidak perludisangsikan lagi, seperti banyak
menyerap tenaga kerja, memperluas lapangankerja dan kontribusinya terhadap
pendapatan daerah.
Salah satu kota yang menjadi kota yang menglahirkan industri kecil yang
cukup pesat adalah kota Bandung. Kota Bandung ditunjuk sebagai pilot project
kota kreatif se-Asia Timur dan Asia Tenggara berdasarkan pertemuan Yokohama
Ekonomi Kreatif Indonesia. Perkembangan industri kreatif di Kota Bandung pun
berlangsung semakin pesat, terutama dalam sektor fesyen, desain, dan musik.
Perkembangan industri kreatif tersebut berdampak terhadap produktivitas
ekonomi daerah yang juga mengindikasikan peningkatan intensitas sistem
kegiatan. (sumberr: www.detik.com )
Berdasarkan Surat Keputusan Menperin No 19 M/SK/1986, Industri
terbagi terdalam 4 klasifikasi, yakni Industri Kimia dasar, Industri Mesin dan
Logam Dasar, Aneka Industri ( industri pangan, tekstil, pengolahan dan bahan
bangunan) serta Kelompok Industri kecil atau Industri Pengolahan yang masih
bersifat industri rumah tangga. ( sumber : www.jabarprov.go.id )
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk Provinsi Jawa Barat
yang bekerja dalam bidang Industri Pengolahan mendapat peringkat ke-2 setelah
industri perdagangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1
Jumlah Tenaga Kerja dalam bidang Industri Pengolahan Skala Kecil Provinsi Jawa Barat, Tahun 2009-2012
Lapangan Usaha Utama
Jumlah Tenaga Kerja
2009 2010 2011 2012
Industri Pengolahan 159.857 176.118 (10,172%)
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat kita lihat bahwa jumlah tenaga kerjaProvinsi
Jawa Barat dalam bidang Industri Pengolahan mengalami kenaikan secara
kontinyu dari tahun 2009 yakni sebanyak 159.857 hingga pada tahun 2012
menyentuh angka 201.889 tenaga kerja.
Begitu pula dengan Kota Bandung, menurut Badan Pusat Statistik, tenaga
kerja Kota Bandung dalam bidang Industri Pengolahan skala kecil menempati
peringkat ke 2 setelah bidang perdagangan, dan selalu mengalami perkembangan
Tabel 1.2
Jumlah Tenaga Kerja dalam bidang Industri Pengolahan Skala Kecil Kota Bandung Tahun 2009-2012
Lapangan Usaha Utama
Jumlah Tenaga Kerja
2009 2010 2011 2012
Industri Pengolahan 72.886 86.432
(18,585%)
102.327 (18,39%)
119.674 (16,952%) (sumber : Bandung dalam angka tahun 2012 )
Seperti yang telah tertera dalam SK Menperin No 19 M/SK/1986, industri
pengolahan termasuk dalam klasifikasi aneka industri. Selain itu, dalam penelitian
ini difokuskan terhadap para industri pengolahan berskala kecil. Industri kecil
yang marak pada saat ini adalah berjenis home industry, begitu pula juga dengan
kota Bandung. Pengertian usaha kecil secara jelas tercantum dalam UU No. 9
tahun 1995 yang menyebutkan usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih
paling banyak Rp. 200 juta ( tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha )
dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000. Kriteria lainnya
dalam UU No. 9 tahun 1995 adalah milik Warga Negara Indonesia(WNI), berdiri
sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau
besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun
tidak. Seperti halnya para pengusaha home industry dalam sektor industri
pengolahan sub sektor pengadaan produk kerajinan umum, yang saat ini mereka
sering dijadikan rekanan bisnis oleh para pengusaha yang lebih besar, atau sering
disebut mitra kerja.
Dalam konteks ini, langkah kerjasama dalam bentuk kemitraan usaha
merupakan suatu strategi untuk dapat mengembangkan industri kecil dan secara
moril kerjasama ini sangat diperlukan adanya dukungan yang maksimal dari pihak
pengusaha besar melalui paket pembinaan, serta pola kemitraan yang tentunya
kerugian yang terjadi secara adil. Kerjasama ini tidaklah terwujud dengan
sendirinya saja, akan tetapiharus dibangun dengan sadar dan terencana, baik di
tingkat nasional, maupun di tingkat lokal yang lebih rendah. Begitu pula dengan
adanya Gerakan Kemitraan Usaha Nasional ( GKUN )yakni wahana utama untuk
meningkatkan kemampuan wirausaha nasional,karena ujung tombak dalam
menghadapi era ekonomi terbuka dan perdagangan bebas adalah wirausaha
nasional. Kemitraan adalah suatu sikapmenjalankan bisnis yang diberi ciri dengan
hubungan jangka panjang, suatukerjasama bertingkat tinggi, saling percaya,
dimana pemasok dan pelangganberniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan
bisnis bersama.( Saparuddin M, Basri Bodo, 2011)
Selama ini istilah kemitraan telah dikenal dengan sejumlah
nama,diantaranya strategi kerjasama dengan pelanggan (strategic
customeralliance), strategi kerjasama dengan pemasok (strategic supplier
alliance)dan pemanfaatan sumber daya kemitraan (partnership sourcing).
Banyakprogram pemerintah yang dibuat demi majunya usaha kecil. Hal
inibertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan pengusaha kecil tangguh
danmodern, pengusaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar
padamasyarakat, pengusaha kecil yang mampu memperkokoh struktur
perekonomian nasional yang lebih efisien. Kemitraan pada dasarnya
menggabungkan aktivitas beberapa badanusaha bisnis, oleh karena itu sangat
dibutuhkan suatu organisasi yangmemadai. ( Lan Linton, 2001 : 53 ).
Jalinan kemitraan antara Industri Kecil ataupun Industri Menengah dengan
pihak seperti pemerintah, usaha besar, serta pelaku usaha lain diantaranya sebagai
jalan pengembangan usaha yakni peningkatan jaringan pemasaran, adopsi
teknologi, dan efisiensi produksi. Terkait dengan upaya untuk menjaga hubungan
kemitraan yang saling membutuhkan dan menguntungkan, pemerintah harus dapat
merumuskan strategi dan kebijakan yang tepat bagi terciptanya hubungan
Tabel 1.3
Presentase Industri Kecil dan Menengah Bermitra Menurut Skala Usaha Berdasarkan Survei Khusus 2012 di Jawa Barat
Skala Utama Presentase Bermitra
Industri Menengah 27%
Industri Kecil 36%
Industri Mikro 36%
(Sumber : Peranan UMKM Jabar, 2012)
Berdasarkan hasil Survei Khusus UMKM 2012 diketahui bahwa 15,27 %
pelaku usaha ( terdiri dari 36% usaha mikro, 36% usaha kecil, 27% usaha
menengah, dan 1% lainnya ) melakukan kemitraan, sisanya sebanyak 84,73%
tidak melakukan kemitraan usaha. Semakin kecil usaha maka kemitraan semakin
dibutuhkan, terlihat bahwa skala kecil dan mikro memiliki porsi terbesar
dibanding usaha skala menengah.
Tabel 1.4
Presentase Alasan Tidak Melakukan Kemitraan Menurut Skala Hasil Survei Khusus UMKM 2012
Skala Utama Tidak
Menguntungkan
Tidak Ada Informasi
Lainnya
Besar 1.73 0.97 2.03
Menengah 13.29 11.33 17.63
Kecil 34.10 33.01 51.86
Mikro 50.87 54.69 51.86
(Sumber : Peranan UMKM Jabar, 2012)
Berdasarkan hasil Survei Khusus UMKM 2012 diketahui bahwa sebanyak
50,87% usaha mikro beranggapan bahwa menjalin kemitraan dengan pihak lain
tidak menguntungkan, begitu pula dengan usaha kecil sebanyak 34,10%. Menurut
pemasaran, sistem pembayaranyang banyak merugikan industri kecil dan
menengah.
Fenomena Kota Bandung sebagai kota industri kecil yang kreatif memang
pada saat ini sedang marak diperbincangkan. Lalu, bagaimana mekanisme para
industri kecil tersebut dalam menjalin kemitraan dengan perusahaan besar
menjadi salah satu topik utama. Mekanisme kemitraan dalam hal ini terfokus
pada model kemitraan dimana para pengusaha kerajinan umum tersebut
menyerahkan produk mereka, seperti dompet kulit, dompet pvc, dompet pita,
matras, sarung tangan kulit dan varietas produk sejenis terhadap perusahaan besar,
untuk di distribusikan secara luas. Sehingga mereka para pengusaha kecil
menerima pesanan produk dari pengusaha yang lebih besar. Tetapi mereka bukan
hanya dapat menerima pesanan, atau menyerahkan produk mereka kepada 1
perusahaan besar saja. Para pengusaha dapat juga mencari celah lain untuk dapat
mengembangkan usaha nya dengan cara memberikan contoh produk mereka
kepada perusahaan besar lainnya, untuk didistribusikan lebih luas. Tetapi, seluruh
barang yang mereka tawarkan kepada perusahaan besar tersebut menjadi hak
mutlak perusahaan besar, dan telah menjadi hak paten produk berlabel perusahaan
besar tersebut.
Sebuah kemitraan dikatakan sebagai kerjasama usaha kecil dengan usaha
menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh
usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, ini merupakan suatu
landasan pengembangan usaha. Kerjasama ini tidaklah terwujud dengan
sendirinya saja, akan tetapi harus dibangun dengan sadar dan terencana, baik
ditingkat nasional, maupun ditingkat lokal yang lebih rendah.
Menjadihome industry atau pengusaha kecil yang menjalin hubungan kerja
dengan perusahaan besar memiliki beberapa keuntungan dan juga beberapa
kerugian. Keuntungan yang paling utama dimana pesanan secara kontinyu terus
datang dari mitra kerja pengusaha besar, dalam penelitian ini terfokus pada 3
Exsport, dan PT Eksonitu sendiri. Pesanan datang terhitung per artikel, atau
pesanan dari sebuaha perusahaan induk, yang kuantitas serta kualitas diminta dan
ditetapkan oleh perusahaan induk tersebut. Dalam konsep kerjasama usaha
melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau
menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau
mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini
berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau
menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan
hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak
ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa
saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Tetapi,
konsep kemitraan tersebut seringkali berbeda dengan fenomena sebenarnya.
Kemitraan ini sendiri merupakan suatu strategi pengembangan usaha kecil,
kemitraan telah terbukti berhasil diterapkan di banyak sektor, terutama sektor
ekonomi. Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong
atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.
Dibawah ini merupakan daftar tabel para pengusaha kecil mitra kerja PT.
Eiger Indo, PT. Exsport dan PT. Ekson yang berjumlah pengusaha dengan
varietas produk.
Tabel 1.5
Daftar pengusaha mitra kerja PT. Eiger Indo, PT. Export, dan PT. Ekson
tentunya usaha ini memberikan manfaat terhadap para pengusaha kecil,
mendapatkan laba yang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan tentu
mendpatkan profit yang secara langsung dapat menjamin kelangsungan dari
perusahaan kecil tersebut.
Namun, krisis ekonomi yang terjadi dalam era globalisasi ini membuat
persaingan bisnis menjadi semakin tajam baik di pasar domestik (Nasional)
maupun di pasar internasional (Global). Begitu pula yang terjadi pada para
pengusaha mitra kerja perusahaan, yang memiliki banyak permasalahan dalam
menjalankan usahanya. Permasalahan yang teranyar yakni pendapatan para
pengusaha industri kecil menurun yang disebabkan kenaikan bahan baku yang
tidak diiringi dengan harga jual produk terhadap para pengusaha besar
(perusahaan induk mereka). Hal ini dikarenakan para pengusaha besar tidak
menaikan harga beli sesuai dengan presentase kenaikan harga bahan baku,
sehingga kerugian yang dialami pengusaha industri kecil lebih tinggi. Lalu,
dimanakah peran kemitraan yang, sehingga kerugian yang dialami pengusaha
industri kecil lebih tinggi. Dimanakah peran kemitraan yang terjalin ? Yang pada
konsep awalnya merupakan sebuah hubungan yang terjalin antara pengusaha
besar dan pengusaha kecil, yang tentunya berbagi secara adil keuntungan dan
segala resiko kerugian.
Setelah diamati, serta dilakukannya prapenelitian, baik secara angket,
ataupun wawancara, diketahui bahwa banyak sekali para pengusaha yang
mengalami penurunan pendapatan, hal ini dikarenakan ketidaksesuaian model
atau pola kemitraan antara konsep dengan fenomena sebenarnya. Konsep
kemitraan yang mereka jalin dengan perusahaan tidak bersifat adil dalam
pembagian resiko ataupun kerugian. Sehingga, model kemitraan seperti apa yang
cocok dan sesuai dengan keadaan ekonomi masa kini ? Serta model kemitraan
seperti apa yang dapat menguntungkan pihak-pihak yang terkait, baik perusahaan
induk, perusahaan kecil dan kontribusinya terhadap perekonmian daerah dan
nasional. Selain itu, yang menjadi fokus dalam penelitian adalah bagaimana
industri kecil. Dari sekian banyak model serta pola kemitraan yang digunakan,
dan dipagari oleh peraturan peraturan pemerintah mengenai kemitraan,
bagaimanakah mekanisme pola kemitraan dalam meningkatkan pengembangan
industri kecil di Kota Bandung khususnya. Terlebih lagi, banyaknya konflik yang
terjadi di organisasi, atau perusahaan yang menganut program kemitraan tentunya
menghambat pengembangan industri kecil itu sendiri. Dari fakta dan argument
diatas, maka penerapan model kemitraan yang seringkali diterapkan pada
hubungan kausalitas antara pengusaha besar dan kecil dianggap sangatlah penting
untuk kelangsungan perekonomian, terutama perekonomian Indonesia yang
disokong oleh industri kecil. Sehingga, penulis tertarik untuk meneliti mengenai
model kemitraan pengembangan industri kecil.
Judul yang diangkat adalah “MODEL KEMITRAAN
PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DI KOTA BANDUNG (Studi
deskriptif pada pengusaha kecil mitra kerja PT. Eiger Indo, PT. Exsport dan PT. Ekson)”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran umum mengenai model kemitraan pada industri
kecil Kota Bandung ?
2. Bagaimana efektivitas alur kerja kemitraan antara industri kecil dengan
industri yang lebih besar di Kota Bandung ?
3. Bagaimana efektivitas penyediaan bahan baku industri kecil kota
Bandung dalam sebuah model kemitraan ?
4. Bagaimana resiko returning product industri kecil Kota Bandung dalam
sebuah model kemitraan ?
5. Bagaimana efektivitas pemasaran produk industri kecil Kota Bandung
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan beberapa permasalahan tadi, maka ada hal yang menjadi
tujuan dibuatnya penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran umum mengenai model
kemitraan pada industri kecil kota Bandung.
2. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas alur kerja kemitraan antara
industri kecil dengan industri yang lebih besar di kota Bandung.
3. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas penyediaan bahan baku industri
kecil kota Bandung dalam sebuah model kemitraan.
4. Untuk mengetahui bagaimana resiko returning product industri kecil kota
Bandung dalam sebuah model kemitraan.
5. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas pemasaran produk industri kecil
kota Bandung dalam sebuah model kemitraan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1Manfaat Teoritis
a. Dari segi ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang model kemitraan
pengembangan usaha industri kecil di Kota Bandung.
b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan
ilmu pendidikan.
c. Dapat digunakan sebagai bahan acuan di bidang penelitian
sejenis.
1.3.2.2Manfaat Praktis
a. Bagi pengusaha kecil ( home industry ), penelitian ini bermanfaat
untuk mengetahui model kemitraan pengembangan usaha industri
b. Bagi pemerintah, dapat pula sebagai pertimbangan untuk lebih
mendorong usaha kecil rakyat.
c. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan khususnya mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan.
d. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat menambah dan
mengembangkan wawasan pembaca terkait masalah
pendapatandan faktor apa saja yang mempengaruhinya. Selain itu
sebagai referensi bagi pembaca yang tertarik dan ingin mengkaji