• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Kata kunci: evaluasi kemampuan lahan, Citra Landsat 8 OLI, penggunaan lahan, perencanaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Kata kunci: evaluasi kemampuan lahan, Citra Landsat 8 OLI, penggunaan lahan, perencanaan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

159

Penginderaan Jauh untuk Evaluasi Pemanfaatan Lahan

di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah

Evaluating Land Utilization in Wonogiri Regency, Central Java

using Remote Sensing Data

A.I. Pitaloka*), A.M.Syarif, M.Z. Afwani, D.S. Wibowo, A. Fajar, A. Nastiti Departemen Sains Informasi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

*)E-mail: ade.intan.pitaloka@gmail.com

ABSTRAK - Evaluasi kemampuan lahan merupakan salah satu cara untuk memanfaatkan lahan atau sumberdaya lahan sesuai dengan potensinya. Analisis dan evaluasi kemampuan lahan dapat mendukung proses penyusunan rencana penggunaan lahan di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah untuk memberikan rekomendasi yang tepat dan cepat dalam mengatasi benturan ataupun mencegah adanya benturan pemanfaatan penggunaan lahan. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji kesesuaian antara kemampuan lahan dengan penggunaan lahan aktual dan alokasi Pola Ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Penggunaan lahan aktual diperoleh dari hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 8 OLI tahun 2016 dan citra ASTER GDEM. Hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan lahan di wilayah penelitian berkisar dari kemampuan lahan kelas III sampai kelas VIII. Wilayah yang memungkinkan untuk pengusahaan budidaya ditunjukkan pada kelas III dan IV mencakup 67,8% dari wilayah kajian, sedangkan wilayah yang tidak memungkinkan untuk budidaya ditunjukkan pada kelas V-VIII mencakup 33,2% wilayah kajian. Terdapat beberapa faktor hambatan yang dapat mempengaruhi nilai kemampuan lahan dari suatu wilayah, seperti kerawanan bencana, drainase, kenampakan erosi dan kondisi tanah. Saat ini, sekitar 44,3% wilayah di Kabupaten Wonogiri memiliki penggunaan lahan sesuai dengan kemampuan lahannya sedangkan sekitar 55,7% sisanya melebihi kemampuan lahannya. Hasil analisis yang dalam penelitian ini dapat digunakan untuk melakukan evaluasi dan rekomendasi dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri agar luas area penggunaan lahan yang dialokasikan sudah sesuai dengan kemampuan lahannya.

Kata kunci: evaluasi kemampuan lahan, Citra Landsat 8 OLI , penggunaan lahan, perencanaan

ABSTRACT - Evaluation of land ability is a way to utilize land or land resources in accordance with its potential. Land use analysis and evaluation can support the process of land use planning in Wonogiri District, Central Java to provide timely and prompt recommendations for resolving conflicts or preventing land use conflicts. The evaluation was conducted by assessing the suitability of land capacity with actual land use and the allocation of Spatial Pattern in Spatial Plans of Wonogiri Regency, Central Java. Actual land use was obtained from the interpretation and analysis of Landsat 8 OLI image in 2016 as well as ASTER GDEM image. The result showed that the ability of land in the research area varied from land class III to class VIII in terms of land ability. Possible areas for cultivation are shown in classes III and IV covering 67.8% of the study area, whereas areas not possible for cultivation are shown in class V-VIII covering 33.2% of the study area. There are several obstacles that may affect the value of land capability of a region, such as disaster vulnerability, drainage, erosion and soil conditions. Currently, around 44.3% of the area in Wonogiri Regency has land use in accordance with its land capacity, while the remaining 55.7% exceeds its land capacity. The results in this study can be used to conduct evaluation and recommendation in the preparation of Spatial Planning Wonogiri regency. Keywords: land capability evaluation, Landsat 8 OLI image, land utilization, planning

1.

PENDAHULUAN

Lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi hidrologi serta benda yang ada di atasnya sepanjang pengaruhnya sekarang (Arsyad, 1989). Pelestarian fungsi lingkungan dapat terjamin dengan adanya kegiatan pemanfaatan ruang yang memperhatikan daya dukung suatu lahan, karena suatu lahan memiliki daya dukung tersendiri terhadap berbagai penggunaannya.

Pentingnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dibuat untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan, peningkatan produktivitas dan menciptakan keharmonisan antar lingkungan alam (Wirosoedarmo dkk, 2014). Terkadang RTRW ini diimplementasikan untuk pemetaan skala besar saja, sedangkan pada skala kecil RTRW ini kurang diperhatikan. RTRW untuk pemetaan skala kecil ini perlu dievaluasi karena mencakup wilayah yang luas, yang terkadang pemanfaatan ruang di lapangan tidak sesuai dengan RTRW yang sudah di rencanakan dengan menimbang berbagai aspek.

(2)

160

Permasalah tersebut dapat ditemui di Kabupaten Wonogiri, secara umum Kabupaten Wonogiri berada pada perbukitan karst yang mana terdapat kawasan Geopark Gunung Sewu. Sehingga Rencana Tata Ruang wilayah perlu dievaluasi berdasar kemampuan lahan. Brinkman dan Smyth (1973) mendefenisikan evaluasi lahan sebagai proses penelaahan dan interpretasi dasar tanah, vegetasi, iklim dan komponen lahan lainnya agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan pertama antara berbagai alternatif penggunaan lahan dalam term sosio-ekonomi yang sederhana. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek dari kualitas fisik, biologi, dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonominya.

1.1

Penginderaan Jauh

Sutanto (2013) mendefinisikan penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni perolehan informasi objek di permukaan bumi melalui hasil rekaman. Penginderaan jauh mampu menghasilkan informasi mengenai permukaan bumi secara keruangan. Citra penginderaan jauh berperan dalam penyedia data spasial yang detail karena mampu menyajikan gambaran permukaan bumi dengan resolusi spasial yang tinggi sampai kecil. Kelebihan yang diperoleh dari teknologi penginderaan jauh adalah dasarnya dapat memberikan pandangan ringkas namun menyeluruh (synoptic overview) sehingga efektif dari segi waktu dan biaya dalam memperoleh dan mengolah data (Sagita, 2016).

1.2

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat lunak, perangkat keras, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbarui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Budiyanto, 2002). Overlay merupakan proses inti yang digunakan dalam menggabungkan beberapa parameter fisik untuk mendapatkan informasi baru.

Overlay suatu data grafis adalah untuk menggabungkan antara dua atau lebih data grafis untuk memperoleh data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan gabungan dari beberapa data grafis tersebut (Fedra, 1996).

Tujuan penelitian adalah untuk menyusun peta perencanaan penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan serta mengevaluasi RTRW tahun 2011-2031 di Kabupaten Wonogiri. Sehingga hasil yang diharapkan yaitu evaluasi pola ruang yang memberikan arahan area mana saja yang mengalami kesesuaian pemanfaatan dan yang tidak sesuai.

2.

METODE

2.1

Alat dan Bahan

a. Peta RBI Skala 1 : 25.000 Wilayah Kajian b. Citra Landsat-8 OLI Tahun 2015

c. Citra ALOS PALSAR

d. Peta Geologi “Lembar Surakarta-Giritontr, Jawa” dan “Lembar Pacitan, Jawa” Skala 1 : 100.000 e. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri tahun 2011 – 2031

f. Seperangkat Komputer g. Microsoft Office 2013 h. ArcGIS versi 10.3

2.2

Lokasi Penelitian

Kabupaten Wonogiri terletak pada koordinat 7 ° 32' – 8 ° 15' Lintang Selatan dan 110 ° 41' - 111 ° 18' Bujur Timur memiliki luas daerah sebesar 182.236,02 Ha yang dibagi menjadi 25 kecamatan. Berdasarkan topografinya, sebagian besar Kabupaten Wonogiri merupakan dataran rendah (100 – 300 m) dan dataran tinggi (≥ 500 m) sehingga menyebabkan penggunaan lahan dan sumber daya alam menjadi bervariasi. Kabupaten Wonogiri termasuk pada iklim tropis yang terdiri dari musim penghujan dan kemarau. Curah hujan rata-rata di Kabupaten Wonogiri berkisar antara 1.557 – 2.476 mm/tahun. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Wonogiri berupa tanah aluvial, litosol, regosol, andesol, grumosol, mediteran dan latosal. Penggunaan lahan yang terdapat di wilayah tersebut berupa sawah seluas 32.701 Ha (17,94%), tegalan seluas 65.381 Ha (35,88%), bangunan/ pekarangan seluas 38.199 Ha (20,96 %), hutan negara seluas 13.942 Ha (7,65%), hutan rakyat 9.278 Ha (5,09%) dan lain-lain seluas 22.735 Ha (12,48 %). Sedangkan berdasarkan fisiografinya, sebagian besar wilayah di Kabupaten Wonogiri merupakan perbukitan bergelombang dan dataran dengan bentuk lahan pegunungan dan perbukitan karst. Hal yang menjadi tantangan pembangunan di Kabupaten Wonogiri adalah

(3)

161 kondisi bentuklahan yang menyebabkan sebagian besar kondisi tanah tidak terlalu subur untuk pertanian dan jarak antar desa dan antar kecamatan yang jauh menyebabkan sulitnya interaksi antar wilayah. Di Kabupaten Wonogiri terdapat kesenjangan jumlah penduduk yang persebaran jumlahnya tidak merata sehingga berpengaruh terhadap PDRB di masing-masing kecamatan, semakin banyak jumlah penduduk akan meningkatkan daya guna pertumbuhan ekonomi.

2.3

Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

2.3.1

Invetarisasi Data

Tahapan pengumpulan data-data baik data primer ataupun data sekunder. Data-data tersebut diantaranya adalah Citra Landsat-8, Peta RTRW Kabupaten Wonogiri tahun 2011-2031, Peta RBI skala 1:25.000 wilayah kajian, dan Peta Geologi wilayah kajian.

2.3.2

Interpretasi Visual Penggunaan Lahan

Citra yang digunakan dalam interpretasi visual adalah Citra Landsat-8 dimana dalam interpretasi visual tersebut dilakukan dengan menggunakan unsur kunci interpretasi. Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan adalah klasifikasi berdasarkan peta RTRW Kabupaten Wonogiri tahun 2011-2031.

(4)

162

2.3.3

Interpretasi Visual Satuan Medan

Interpretasi visual penyusun satuan medan dilakukan dengan menggunakan kunci-kunci interpretasi dimana juga dihubungkan dengan pendekatan-pendekatan tertentu. Data yang digunakan dalam interpretasi satuan medan adalah Citra Landsat-8 dan hillshade yang dihasilkan dari pemodelan DEM berdasarkan Citra ALOS PALSAR. Penyusunan satuan medan yang dilakukan diantaranya adalah :

a. Informasi lereng

Informasi lereng diperoleh dari peta lereng dimana dalam pembuatannya, peta lereng dibuat menggunakan proses pada software ArcGIS dengan klasifikasi yang sesuai dengan parameter lereng kemampuan lahan. Penurunan informasi lereng diperoleh dari data kontur yang didapatkan dari peta RBI skala 1 : 25.000 dengan ci (countur index) sebesar 12,5 m.

b. Interpretasi bentuklahan

Interpretasi bentuklahan dilakukan secara visual dengan menggunakan bantuan kunci interpretasi. Kunci interpretasi yang digunakan diantaranya adalah rona atau warna, pola, bentuk, bayangan, tekstur, dan ukuran. Selain kunci interpretasi, interpretasi penggunaan lahan juga dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti kenampakan relief dan pola aliran.

Relief merupakan perbedaan tinggi rendahnya permukaan bumi. Relief dapat digunakan untuk membantu identifikasi bentuklahan karena perbedaan relief dapat menjadi ciri bahwa proses yang terjadi pada wilayah tersebut juga berbeda. Sebagai contoh, proses vulkanisme pada bentuklahan vulkan akan menghasilkan relief yang bergunung. Sementara relief landai merupakan ciri dari bentuklahan fluvial karena pada bentuklahan fluvial terjadi proses sedimentasi atau pengendapan material-material dari proses aliran sungai dimana proses aliran sungai sering ditemui di bentuklahan fluvial.

Pendekatan pola aliran digunakan untuk mengidentifikasi bentuklahan pada wilayah kajian dikarenakan pola aliran terbentuk dari kondisi fisik medan pada suatu wilayah. Daerah vulkanik memiliki pola aliran radial dimana pada umumnya merupakan jenis pola aliran radial centrifugal (menyebar dari titik pusat ke luar). Pola aliran radial centrifugal ini biasanya terdapat pada daerah kerucut atau kubah gunung api. Contoh lain adalah pola aliran rectangular yang terdapat pada bentuklahan struktural. Pola aliran rectangular ini terbentuk karena adanya proses patahan pada bentuklahan struktural.

2.4

Interpretasi visual parameter kemampuan lahan

Interpretasi dilakukan dengan menggunakan kunci interpretasi dan pendekatan-pendekatan fisik lahan. Pendekatan-pendekatan fisik lahan diantaranya adalah bentuklahan, relief, pola aliran, dan penggunaan lahan. Beberapa pendekatan tersebut dipadukan dengan sifat-sifat dari parameter kemampuan lahan serta karakteristiknya. Parameter-parameter yang diinterpretasi diantaranya adalah relief, lereng, litologi, kedalaman, tekstur tanah, dan faktor hidrologi (meliputi air permukaan dan air tanah).

2.4.1

Pembuatan Peta Potensi Lahan

Peta potensi lahan dibuat dengan menggunakan penilaian kuantitatif yaitu pemberian harkat untuk setiap parameter penyusun peta penggunaan lahan. Metode ini dilakukan dengan menghitung indeks potensi lahan yang digunakan untuk membuat peta potensi lahan. Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks potensi lahan adalah sebagai berikut :

IPL = (R + L + T + H) * B

dimana IPL adalah Indeks Potensi Lahan, R adalah harkat faktor relief atau topografi, L adalah harkat faktor litologi, T adalah harkat faktor tanah, H adalah harkat faktor hidrologi, B adalah harkat kerawanan bencana atau pembatas .

Perhitungan IPL menggunakan beberapa parameter yang telah diharkatkan. Beberapa parameter tersebut adalah sebagai berikut :

(5)

163 a. Kemiringan Lereng

Tabel 1. Kriteria Kemiringan Lereng Kemiringan Harkat 0-5 % 5 5-15% 4 15-25% 3 25-45% 2 >45% 1

Kemiringan lereng berasal dari peta RBI yang diproses dengan SIG sehingga dapat diperoleh kontur atau kemiringan disertai pengukuran menggunakan abney level yang menghasilkan kriteria seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

b. Kedalaman tanah

Faktor ini diperoleh melalui teknik interpretasi citra kemudian menggunakan alat ukur bor tanah diukur kedalaman tanah saat di lapangam. Kriteria kedalaman tanah ditunjukkan oleh Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Kedalaman Tanah

Kelas Jenis Tanah Harkat

Sangat dalam (>100 cm) Aluvial, Latosal, Mediteran, Podsolik,

Grumosol 5

Dalam (75-100 cm) Andosol, Podsol 4

Sedang (50-75 cm) Rensina, Planosol 3

Dangkal 30 – 50 cm) Gley Humus. Hidromorf 2 Sangat Dangkal (<30 cm) Regosol. Litosol 1 c. Tekstur tanah

Tekstur tanah diperoleh dari interpretasi citra yang kemudian diukur secara kualitatif pada lapisan atas tanah (0-30 cm) dan lapisan bawah (30-60 cm). Hasil klasifikasi tekstur tanah ditunjukkan oleh Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Tekstur Tanah Kelas Tekstur Jenis tanah

Kasar Regosol, Litosol, Organosol Agak kasar Podsolik, Andosol

Sedang Aluvial Cokelat, Andosol, Mediteran Agak halus Gley humus, Rensina, Podsol Halus Hrummosol, Latosol, Aluvial kelabu d. Faktor litologi

Faktor litologi batuan adalah salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai potensi lahan. Faktor batuan ini berpengaruh karena jenis-jenis batuan akan memperngaruhi bentuk lahan seperti ditunjukkan oleh Tabel 4.

(6)

164

Tabel 4. Nilai Harkat untuk Jenis Batuan

Jenis Batuan Harkat

Batuan beku masif 5

Bahan Piroklastik 8

Sediment klastik berbutir kasar 5 Sediment klastik berbutir halus 2 Sediment gampingan & metamorf 3

Batu gamping 5

Alluvium / coluvium 10

e. Faktor relief

Faktor relief diperoleh berdasarkan dari kemiringan lereng yang dapat digunakan untuk mengestimasi bahaya erosi dan pengupasan permukaan, dimana keduanya akan saling berpengaruh dalam hal mudah atau tidaknya suatu penggunaan lahan. Faktor relief ditunjukkan oleh Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Harkat untuk Faktor Rekief

Relief Harkat Datar-landai 5 Berombak-bergelombang 4 Berbukit rendah 3 Berbukit 2 Bergunung 1 f. Faktor hidrologi

Faktor ini berpengaruh terhadap indeks potensi lahan, karena kandungan air dalam penilaian sebuah kemampuan lahan. Produksi air tanah yang baik akan berpengaruh terhadap kualitas lahan, misalnya pertanian karena sebagai penunjang kehidupan tanaman yang ada di atas tanah tersebut. Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan nilai harkat untuk air permukaan dana air tanah.

Tabel 6. Nilai Harkat Untuk Air Permukaan

Air permukaan Harkat

Potensi dan kemungkinan irigasi sangat besar 5 Potensi dan kemungkinan irigasi besar 4 Potensi sedang kemungkinan irigasi lokal 3

Potensi kecil/lokal 2

Langkah air permukaan 0

Tabel 7. Nilai Harkat untuk Air Tanah

Air Tanah Harkat

Produktivitas tinggi penyebar luas 5 Produktivitas sedang – penyebaran luas 4 Produktivitas sedang-tinggi setempat (lokal) 3 Produktivitas kecil – sedang 2

(7)

165 g. Faktor kerawanan bencana

Tabel 8. Nilai harkat untuk beberapa parameter berbagai bencana

Banjir Erosi Gerak Massa Berbatu-Batu harkat

Sangat sering

tergenang Sangat berat Sangat berat Sangat banyak 0.5

Sering tergenang Sedang Berat Banyak 0,6

Kadang-kadang tergenang

Sedang Sedang Sedang 0.7

Jarang tergenang Ringan Ringan Sedikit 0.8

Tanpa Tanpa tanpa Tanpa 1.0

Parameter ini didasarkan berbagai macam bencana yang didalamnya dipengaruhi oleh faktor tekstur tanah, kemiringan tanah, kemiringan lereng, jenis tanah dan penggunaan lahan seperti ditunjukkan pada Tabel 8.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peta potensi lahan dibuat dengan menggunakan penilaian kuantitatif yaitu dengan menghitung Indeks Potensi Lahan (IPL). Perhitungan IPL menggunakan beberapa parameter yang telah diharkatkan. Nilai harkat berbanding lurus dengan potensi suatu lahan. Semakin tinggi nilai harkat pada suatu parameter maka semakin besar juga potensi suatu lahan yang ada pada suatu wilayah. Beberapa parameter yang digunakan dalam pembuatan peta potensi lahan adalah relief, kemiringan lereng, tekstur tanah, hidrologi (yang meliputi air permukaan dan air tanah), serta faktor faktor khusus seperti kerawanan bencana. Salah satu contoh parameter adalah relief dimana relief merupakan variasi bentuk permukaan bumi sebagai akibat dari perbedaan ketinggian permukaan bumi. Relief dengan harkat tertinggi adalah relief datar/landai karena relief datar memiliki potensi penggunaan lahan yang lebih besar dan juga dapat lebih fleksibel penggunaan lahannya. Sementara relief yang memiliki harkat terendah adalah relief bergunung karena relief bergunung cukup sulit dalam pemanfaatan lahannya dan hanya dapat digunakan untuk lahan tertentu saja.

Parameter lain yang digunakan dalam pembuatan peta potensi lahan adalah tekstur tanah. Tekstur tanah yang memiliki nilai harkat tinggi adalah tanah bertekstur sedang, sehingga suatu wilayah dengan tekstur tanah sedang memiliki potensi atau kemampuan lahan yang tinggi dan memiliki sifat yang lebih fleksibel dalam penggunaan lahannya. Sementara tanah dengan tekstur kasar cenderung memiliki potensi penggunaan lahan yang rendah karena memiliki nilai harkat yang paling rendah dibanding tanah dengan tekstur yang lainnya. Sementara parameter hidrologi khususnya air tanah mempengaruhi potensi lahan dalam hal ketersediaan air tanah. Suatu wilayah akan memiliki produktifitas yang tinggi dan potensi penggunaan lahan yang tinggi jika ketersediaan air tanah pada wilayah tersebut juga tinggi dan memiliki penyebaran yang luas. Tetapi jika ketersediaan air tanah pada suatu wilayah langka maka potensi suatu lahan untuk digunakan akan kecil atau memiliki fungsi penggunaan lahannya akan terbatas.

(8)

166

Berdasarkan analisis hasil IPL Kabupaten Wonogiri, dapat diketahui bahwa terdapat lima kelas potensi lahan di wilayah tersebut yaitu berupa kemampuan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Dimana kelas potensi lahan sangat tinggi di Kabupaten Wonogiri berada pada medan dataran aluvial dengan parameter medan yang mendukung eksplorasi pemanfaatan lahan di daerah tersebut seperti contohnya relief datar sehingga memiliki kedalaman tanah yang dalam, tingkat kesuburan tanah yang tinggi, kondisi air tanah yang melimpah yang baik serta tingkat kerawanan bencana rendah yang mendukung proses pembangunan. Kelas potensi lahan sedang berada pada medan kaki gunungapi, lereng kaki gunungapi dan lereng kaki koluvial yang di dukung dengan tingkat kesuburan tanah yang cukup tinggi dan kondisi hidrologi yang cukup baik.

Potensi lahan rendah di Kabupaten Wonogiri terdapat pada medan lereng tengah gunungapi dan pada bentuk lahan karst. Salah satu faktor yang menyebabkan potensi lahan rendah pada lereng tengah gunungapi adalah kondisi relief yang kurang mendukung untuk ekplorasi lahan karena memiliki kemiringan lereng yang terjal serta kedalaman tanah yang tipis. Sedangkan salah satu faktor yang menyebabkan potensi lahan rendah pada bentuk lahan karst adalah kondisi hirologi yang minim disebabkan karena minimnya air permukaan yang terdapat pada daerah tersebut disebabkan karena air mengalir pada sungai bawah tanah, sehingga menyebabkan kondisi lahan pada daerah tersebut lebih kering dibandingkan dengan lahan lainnya. Sedangkan potensi lahan sangat rendah terdapat pada medan lereng atas gunungapi dan puncak perbukitan, hal tersebut disebabkan oleh faktpr kondisi tanah yang tipis, air permukaan yang minim, material permukaan yang kasar serta tingkat kerawanan erupsi yang tinggi. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin banyak parameter yang digunakan/dipertimbangkan maka hasil analisis spasial potensi lahan yang dihasilkan akan semakin akurat terhadap kondisi sebenarnya.

Arahan penggunaan lahan dibuat dari hasil analisis data spasial potensi lahan. Selain menggunakan data spasial potensi lahan, pembuatan analisis arahan lahan juga menggunakan data penggunaan lahan pada wilayah kajian. Data potensi lahan dan data penggunaan lahan ditumpangsusunkan untuk mendapatkan data arahan penggunaan lahan dimana divisualisasikan kedalam bentuk peta. Berdasarkan data arahan penggunaan lahan maka dapat diputuskan jenis penggunaan lahan apa yang terlaksana saat ini serta kesesuaian kondisi medan terhadap penggunaan lahan yang ada di wilayah kajian. Tidak ada ketentuan yang pakem dalam penentuan arahan pemanfaatan lahan di wilayah Kabupaten Wonogiri dan sekitarnya seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3, pengetahuan analisis dan kedalaman analisis menjadi penentu kualitas data spasial arahan pemanfaatan lahan yang nantinya akan dihasilkan.

Gambar 3. Peta Arahan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Wonogiri

Analisis arahan pemanfaatan lahan yang dihasilkan atas upaya menyesuaikan potensi lahan dengan tingkat dinamika kehidupan di suatu pemanfaatan lahan yang ada, dapat dikatakan dinamika kehidupan yang tinggi akan sangat sesuai apabila diletakkan di area dengan potensi lahan yang tinggi pula dan sebaliknya. Pemanfaatan lahan yang melibatkan kegiatan manusia tentu sangat perlu diperhatikan distribusi spasialnya. Upaya pemanfaatan lahan yang melibatkan aktivitas manusia tersebut harus berada pada area dengan potensi lahan yang tinggi, contoh pemanfaatan lahan yang dimaksud diantaranya adalah permukiman, industri, sawah, dan perkebunan. Di sisi lain pemanfaatan lahan yang tidak didominasi oleh aktivitas manusia adalah hutan

(9)

167 lindung, hutan konservasi, hutan produksi, dan ruang terbuka hijau. Anomali dasar analisis penetapan area terjadi pada peruntukan ruang terbuka hijau yang perlu diadakan pada kawasan pusat-pusat permukiman yang notabene permukiman terdapat di lahan dengan potensi kelas tinggi.

Kemampuan lahan dibagi menjadi 5 kelas dimana lahan yang terklasifikasi pada kelas kemampuan lahan 1 dapat digunakan untuk pemanfaatan lahan yang intensif dan memiliki kemampuan pemanfaatan lahan yang lebih luas. Sementara untuk lahan yang terklasifikasi ke dalam kelas kemampuan lahan 5 memiliki keterbatasn dalam pemanfaatannya. Lahan yang terklasifikasi pada kelas kemampuan lahan 1, 2, dan 3 dianggap memungkinkan untuk mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Penggunaan lahan yang terklasifikasi ke dalam kelas 1, 2, dan 3 diantaranya adalah permukiman, pertanian, perkebunan, dan hutan. Lahan permukiman diarahkan pada lahan dengan potensi lahan kelas 1 dan sebagian kelas 2 yang memiliki karakteristik medan yang telah dijelaskan sebelumnya masih dianggap mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Area sawah sebagian besar berada di wilayah Wonogiri bagian tengah dan bagian utara karena wilayah tersebut merupakan dataran alluvial. Selain itu pertimbangan asosiasi juga digunakan untuk penentuan arahan penggunaa lahan sepert contohnya lahan pertanian diarahkan di wilayah Wonogiri bagian tengah dan utara karena berada di dekat sumber pengarian yaitu berupa waduk (Gajahmungkur). Permukiman yang terdapat di area-area yang tidak berkesesuaian dengan potensi lahannya tetap dibiarkan saja tetapi kebijakan khusus perlu diadakan untuk tidak memprioritaskan area tersebut untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai area permukiman.

Area-area lahan dengan potensi lahan kelas 3 lebih diperuntukkan untuk kawasan perkebunan. Area spesifiknya berada di wilayah Wonogiri bagian tengah dan utara dimana pada wilyah tersebut merupakan wilyah yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Tanah dengan tingkat kesuburan yang tinggi banyak ditumbuhi pohon-pohon berkayu maupun sawah-sawah. Kawasan-kawasan RTH sendiri pada dasarnya diperlukan untuk penyeimbang lingkungan di kawasan permukiman. Didapati bukit sisa yang dimanfaatkan sebagai perkebunan saat ini dikelilingi oleh area yang berpotensi munculnya pusat-pusat permukiman di masa mendatang. Pengupayaan RTH di bukit tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas permukiman di sekitar bukit tersebut nantinya.

Area dengan potensi lahan rendah dan sangat rendah yang termasuk dalam kelas kemampuan 4 dan 5 meliputi wilayah pegunungan dan perbukitan berlereng terjal dengan material kasar di permukaan. Penggunaan lahan dominan yang terklasifikasi pada kelas kemapuan lahan 4 dan 5 adalah hutan. Kawasan hutan perlu dikembangkan untuk melindungi area-area di bawahnya. Spesifikasi dari kawasan hutan itu sendiri adalah jika pegunungan yang merupakan bekas gunungapi aktif atau saat ini dalam keadaan pasif maka hutan tersebut berupa hutan konservasi yang dapat dimanfaatkan sebagai area wisata minat khusus, untuk pegunungan struktural dan pegunungan terdenudasi maka lebih baik diupayakan sebagai area hutan lindung karena kondisinya yang rawan erosi dan guguran material. Hutan produksi itu sendiri lebih ditempatkan di bukit-bukit tertentu yang ada di area kajian.

(10)

168

Evaluasi pola ruang Kabupeten Wonogiri diperoleh dengan menggunakan metode tumpang tindih antara Peta Arahan Pemanfaatan Lahan dengan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah. Evaluasi dari analisis arahan pemanfaatan lahan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan kebijakan selanjutnya terkait dengan pemanfaatan lahan yang memiliki kesesuian secara spasial di Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan hasil analisis evaluasi pola ruang Kabupaten Wonogiri seperti ditunjukkan oleh Gambar 4, dapat diketahui bahwa hampir 60% dari keseluruhan luas area dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang disusun oleh pemerintah Kabupaten Wonogiri. Dimana arahan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah adalah lahan permukiman yang terdapat pada medan lereng tengah gunung api, lereng kaki gunung api, kaki gunung api, puncak perbukitan dan lereng kaki koluvial. Dimana penggunaan lahan yang sesuai dengan potensi lahan berdasarkan pertimbangan karakertistik medan secara geografis yang terdapat pada medan tersebut adalah baik digunakan untuk lahan hutan, perkebunan dan pertanian. Area yang telah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Wonogiri berdasarkan Evaluasi pola ruang adalah lahan perkebunan dan pertanian.

4.

KESIMPULAN

a) Luas arahan PL dan pola ruang yang berkesesuaian mencapai 88.628,233 hektar, sedangkan yang tidak berkesesuaian mencapai 102.880,733 hektar.

b) Arahan pemanfaatan lahan terluas yang berkesesuaian dengan pola ruang adalah PL lahan pertanian dengan luas 30.274,369 hektar, sedangkan arahan pemanfaatan lahan terluas yang tidak berkesesuaian dengan pola ruang adalah arahan pemanfaatan lahan hutan yang justru lahan pertanian dalam pola ruang dengan luasan 23.216,436 hektar

c) Arahan penggunaan lahan Kabupaten Wonogiri banyak yang tidak sesuai dengan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri tahun 2011-2031 dikrenakan pemerintah Kabupaten Wonogiri lebih terfokus kepada lahan hutan, perkebunan dan pertanian dibandingkan lahan permukiman.

5.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. (1989). Konservasi Tanah dan Air Edisi Pertama. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Brinkman, A.R. dan Smyth, A. J. (1973). Land Evaluation for Rural Purposes. Wageningen: ILRI Publ. No. 17. Budiyanto, E., (2002). Sistem Informasi Geografis Menggunakan ArcView GIS. Yogyakarta: Andi.

Fedra, K. (1996). Distributed Models and Embedded GIS: Integration Strategies and Case Studies. In Goodchild, M.F., Steyaert, L.T., Parks, B.O., Johnston, C., Maidment, D., Crane, M., Glendinning, S. (Ed). GIS and Environmetal Modeling: Progress and Research Issues (pp. 413-417). Edwards Brothers, Inc., USA.

Sutanto, (2013). Metode Penelitian Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG). Sagita, P. T., (2016). Integrasi Citra Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan

Kemampuan Lahan Sebagai Dasar Perencanaan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. (Skripsi). Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wirosoedarmo, R., Jhohanes, B.R.W., Yoni, W., (2014). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Berdasarkan Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampuan Lahan. AGRITECH, 34 (4), 463-472.

Gambar

Diagram alir penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.
Tabel 3. Klasifikasi Tekstur Tanah
Tabel 4. Nilai Harkat untuk Jenis Batuan
Gambar 2. Peta Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Wonogiri
+3

Referensi

Dokumen terkait

Melihat dari penelitian yang dilakukan secara keseluruhan penggunaan anggaran keuangan tahun 2010 s.d 2012 pada kantor Camat Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai

pernyataan, adapun hasil perhitungan mengenai jumlah jawaban dan prosentase adalah pada pertanyaan item 1 dapat dijelaskan bahwa dari pertanyaan setiap hari membaca

Pengaruh dosis iradiasi tehadap tegangan putus arah potong sejajar dan tegak lurus setelah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8. Pada

Dengan kedudukan dan kelembagaan yang lebih kuat berdasarkan Undang-Undang, maka kewenangan Pengadilan TIPIKOR tidak lagi terbatas pada perkara-perkara melibatkan

Sebagai sebuah tahap pra-intervensi psiko- logi, asesmen psikologi perlu menghasilkan data berupa data psikologis individu atau sekelompok individu. Pengolahan data

Pada negara maju, usia siswa yang lebih rendah dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta produktivitas belajar untuk menciptakan siswa menjadi pekerja terampil,

Dengan kebiasaan hidup dan tingkah laku dari ikan Guppy (Poecilia reticulata) dan memiliki corak warna yang menarik untuk menjadi salah satu diversifikasi

Selajutnya pengertian kelas sendiri, menurut Nawawi ( 1989:116) kelas dapat dipandang dari dua sudut yaitu:.. a) Kelas dalam arti sempit, yakni ruangan yang dibatasi oleh