• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum

Simpang adalah suatu area yang kritis pada suatu jalan raya yang merupakan tempat titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro, 1973). Karena merupakan tempat terjadinya konflik dan kemacetan maka hampir semua simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Untuk itu maka perlu dilakukan pengaturan pada daerah simpang ini, guna menghindari dan meminimalisir terjadinya konflik dan beberapa permasalahan yang mungkin timbul di daerah persimpangan ini.

1. Istilah dan Definisi Simpang Tak Bersinyal

Simpang tak bersinyal ada beberapa istilah yang digunakan yaitu : 1. Kondisi Geometrik.

2. Kondisi Lingkungan. 3. Kondisi Lalu Lintas

Tabel 2.1 Notasi, Istilah dan Definisi pada simnpang tak bersinyal Kondisi Geometrik

Notasi Istilah Definisi

Lengan Bagian simpang jalan dengan pendekatan masuk atau keluar.

Jalan Utama Jalan yang paling penting pada simpang jalan, misalnya alam hal klasifikasi jalan. Pada simpang 3 jalan yang terus menerus selalu ditentukan sebagai jalan utama.

A,B,C,D Pendekat Tempat masuknya kendaraan dalam suatu lengan simpang jalan. Pendekat jalan utama notasi B dan D dan jalan simpang A dan C dalam penulisan notasi sesuai dengan perputaran arah jarum jam.

(2)

Wx Lebar Masuk Pendekat X (m)

Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur dibagian tersempit, yang digunakan oleh lalu lintas yang bergerak. X adalah nama pendekat. Wi Lebar Pendekat

Simpang Rata-Rata

Lebar efektif rata-rata dari seluruh pendekat pada simpang.

WAC Lebar Pendekat Jalan Rata-Rata

Lebar rata-rata pendekat ke simpang dari Jalan.

WBC (m)

Jumlah Lajur Jumlah Lajur ditentukan dari lenbar masuk jalan dari j alan tersebut.

Kondisi Lingkungan

Notasi Istilah Definisi

CS Ukuran Kota Jumlah penduduk dalam suatu perkotaan.

FS Hambatan Samping Dampak terhadap kinerja lalu lintas akibat kegiatan sisi jalan.

Kondisi Lalu Lintas

Notasi Istilah Definisi

PLT Rasio Belok Kiri Rasio kendaraan belok kiri PLT= QLT/Q

QTOT Arus Total Arus kendraan bermotor total di simpang dengan menggunakan satuan veh, pcu, dan AADT.

PUM Rasio Kendaraan Tak Bermotor

Rasio antara kendaraan tak bermotor dan kendaraan bermotor simpang.

QMI Arus Total Jalan Simpang/minor

Jumlah arus total yang masuk dari jalan simpang/minor (veh/h atau pcu/h).

QMA Arus Total Jalan Utama/major

Jumlah arus total yang masuk dari jalan utama/major (veh/h atau pcu/h).

(3)

B. Landasan Teori Simpang Tak Bersinyal 1. Persimpangan

Persimpangan jalan adalah daerah atau tempat dimana dua atau lebih jalan raya yang berpencar, bergabung, bersilangan dan berpotongan, termasuk fasilitas jalan dan sisi jalan untuk pergerakan lalu lintas pada daerah itu. Fungsi operasional utama dari persimpangan adalah untuk menyediakan perpindahan atau perubahan arah perjalanan.

Persimpangan merupakan bagian penting dari jalan raya karena sebagian besar dari efisiensi, keamanan, kecepatan, biaya operasional dan kapasitas lalu lintas tergantung pada perencanaan persimpangan. Masalah masalah yang terkait pada persimpangan adalah:

1. Volume dan kapasitas (secara langsung mempengaruhi hambatan) 2. Desain geometrik dan kebebasan pandangan.

3. Perilaku lalu lintas dan panjang antrian. 4. Kecepatan.

5. Pengaturan lampu jalan. 6. Kecelakaan dan keselamatan 7. Parkir.

Persimpangan dapat dibagi atas 2 (dua) jenis yaitu (Morlok, 1991): 1. Persimpangan sebidang (At G rade In te rse c tio n )

Yaitu pertemuan dua atau lebih jalan raya dalam satu bidang yang mempunyai elevasi yang sama. Desain persimpangan ini berbentuk huruf T, huruf Y, persimpangan empat kaki, serta persimpangan berkaki banyak. 2. Persimpangan tak sebidang (G ra de S e p a ra te d In te rse c tio n )

Yaitu suatu persimpangan dimana jalan yang satu dengan jalan yang lainnya tidak saling bertemu dalam satu bidang dan mempunyai beda tinggi antara keduanya.

(4)

Tabel 2.2 Definisi Tipe Simpang Tiga Lengan

Kode Tipe Pendekata Jalan Utama Pendekat Jalan Minor

Jumlah Lajur Median Jumlah Lajur

322 1 T 1 324 2 T 1 324M 2 Y 1 344 2 T 2 344M 2 Y 2 Sumber : MKJI, (1997 : 3-15)

2. Volume dan Arus Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalahjumlah kendaraan yang didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang lewat pada suatu titik ruas jalan atau pada suatu lajur selama interval waktu tertentu. Satuan dari volume secara sederhana adalah kendaraan. Walaupun dapat dinyatakan dengan cara lain yaitu satuan mobil penumpang (smp) tiap satu satuan waktu dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp).

Komposisi pergerakan lalu-lintas yang melewati persimpangan dibagi 4 bagian yaitu:

1. L ig h t Vehicle (LV), yaitu kendaraan ringan yang beroda empat dengan dua as berjarak 2-3 meter (termasuk kendaraan penumpang, mikro bis, pick up, dan truck kecil) .

2. H e a v y Vahicle (HV), yaitu kendaraan berat beroda lebih dari empat roda dengan jarak as 3-4 meter, termasuk bis, truk 2 as, truck 3 as dan sejenisnya.

3. M o to r C ycle (MC), yaitu kendaraan bermotor beroda dua atau tiga seperti becak motor dan sepeda motor.

4. U n m o to rize d (UM), yaitu kendaraan tidak bermotor beroda dua atau tiga seperti becak, sepeda, kereta dorong dan pejalan kaki.

(5)

Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT, lurus QST dan belok-kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan, seperti terlihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 2.3 Nilai Emp Simpang Tak bersinyal

Tipe Kendaraan Emp

Kendaraan Ringan (LV) 1,0

Kendaraan Berat (HV) 1,3

Sepeda Motor (MC) 0,5

Sumber : MKJI, (1997 : 3-46)

Berdasarkan (MKJI, 1997 : 3-2), untuk megetahui nilai arus lalu lintas dapat digunakan persamaan 1 berikut:

Q = (QLV x empLV) + (QHV x empHV) + (QMC x empMC)...(2.1)

3. Nilai Normal

Sehubung dengan anggapan dan nilai normal untuk digunakan dalam permasalahan guna keperluan perencanaan dan perancangan.

Tabel 2.4 Nilai Norma Faktor -K

Lingkugan Jalan Faktor -K - Ukuran Kota > 1juta <1juta Jalan pada daerah komersial dan jalan

ateri

0.07 - 0.08 0.08 - 0.10 Jalan pada daerah permukiman 0.08 - 0.09 0.09 - 0.12

(6)

Tabel 2.5 Nilai Normal Lalu Lintas Umum

Faktor Normal

Faktor - AADT 0.07 - 0.12

Rasio arus jalan simpang PMI 0.25

Rasio belok - kiri PLT 0.15

Rasio belok - kanan PRT 0.15

Faktor - pcu, Fpcu 0.85

Sumber : MKJI, 1997

Tabel 2.5 Nilai Normal Komposisi Lalu LintasHV Ukuran Kota

Juta Penduduk

Komposisi Lalu Lintas Kendaraan Bermotor %

Kendaraan Ringan Kendaraan Berat Sepeda Motor Rasio Kendaraan Tak Bermotor LV HV MC UM/MV >3 M 60 4.5 35.5 0.01 1 - 3 M 55.5 3.5 41 0.05 0,5 - 1 M 40 3.0 57 0.14 0,1 - 0,5 M 63 2.5 34.5 0.05 <0,1 M 63 2.5 34.5 0.05 Sumber : MKJI, 1997 4. Kapasitas (C)

MKJI (1997) mendefinisikan bahwa, Kapasitas adalah arus lalu-lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi tertentu (geometrik, arus lalu- lintas dan lingkungan), kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (Co) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor penyesuaian (F) dengan memperhitungkan kondisi lapangan terhadap kapasitas. Untuk megetahui nilai kapasitas dapat digunakan persamaan (2) berikut :

(7)

4.1. Kapasitas Dasar (Co)

Menurut Anonim (1997: 3-7), kapasitas dasar merupakan kapasitas persimpangan jalan total untuk suatu kondisi tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (kondisi dasar), kapasitas dasar (smp/jam) ditentukan oleh tipe simpang. Besarnya kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 2.6 Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang

Tipe Simpang IT Kapasitas dasar (smp/jam)

322 2700 342 2900 324 atau 344 3200 422 2900 424 atau 444 3400 Sumber : MKJI, (1997 : 3-33) 4.2 Faktor Penyesuaian

a. Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (Fw)

Menurut MKJI (1997: 3-7), faktor penyesuaian lebar Pendekat (Fw) ini merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas sehubungan dengan lebar masuk persimpangan jalan, faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw) masuk ini didasarkan pada lebar sebuah pendekat suatu simpang atau W-1, Faktor ini berbeda untuk setiap tipe simpang. Untuk lebih jelasnya faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw) dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat Tipe Simpang Faktor penyesuaian

Lebar Pendekat 422 0,70 + 0,0866 W1 424 atau 444 0,61 + 0,0740 W1 322 0,73 + 0,0760 W1 324 atau 344 0,62 + 0,0646 W1 342 0,67 + 0,0698 W1 Sumber : MKJI (1997 : 3-7)

(8)

b. Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM)

Menurut MKJI (1997: 3-7), faktor penyesuaian median jalan utama (FM) ini merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar sehubungan dengan tipe median jalan utama. Tipe median jalan utama merupakan klasifikasi median jalan utama berdasarkan ketersediaan dan lebar jalan utama, faktor ini hanya digunakan pada jalan utama dengan jumlah lajur empat. Faktor penyesuaian median jalan utama dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama

Uraian Median Faktor Penyesuaian

Median Tidak ada median jalan utama Tidak ada 1,00 Ada median jalan utama < 3 m Sempit 1,05 Ada median jalan utama, lebar > 3m Lebar 1,20 Sumber : MKJI (1997 : 3-34)

(9)

c. Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS)

Menurut MKJI (1997: 3-7), faktor penyesuaian ukuran kota C ity size (CS) ini hanya dipengaruhi oleh variabel jumlah penduduk suatu kota dalam

satuan juta. Seperti tercantum dalam Tabel berikut ini.

Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

Ukuran Kota Penduduk Juta Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

Sangat Kecil < 0,1 0,82 Kecil 0,1 - 0,5 0,88 Sedang 0,5 - 1,0 0,94 Besar 1,0 - 3,0 1,00 Sangat Besar > 3,0 1,05 Sumber : MKJI (1997 : 3-34)

d. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan Bermotor (FRSU)

Diperoleh dengan menggunakan tabel 2.10, variable masukan adalah tipe lingkungan jalan RE, kelas hambatan samping SF dan tasio kendaraan tak bermotor.

Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan tak Bermotor

K elas tipe lin g­ kungan jalan RE

K elas hambatan sam-p ing SF

R asio kendaraan tak berm otor ^IJV) 0 ,0 0 0 ,0 5 0 ,1 0 0 ,1 5 0 ,2 0 i 0 , 2 5 K om etsial tinggi 0 ,9 3 0 ,8 8 0 ,8 4 0 ,7 9 0 ,7 4 0 ,7 0 sedan g 0 ,9 4 0 ,89 0 ,8 5 0 ,8 0 0 ,7 5 0 ,7 0 rendah 0 ,9 5 0 ,9 0 0 ,8 6 0 ,8 1 0 ,7 6 0 ,7 1 Pennukim an tinggi 0 ,9 6 0,91 0 ,8 6 0 ,8 2 0 ,7 7 0 ,7 2 sed a n g 0 ,9 7 0 ,9 2 0 ,8 7 0 ,8 2 0 ,7 7 0 ,7 3 rendah 0 ,9 8 0 ,93 0 ,8 8 0 ,8 3 0 ,7 8 0 ,7 4 A k se s terbatas tinsgi/sedang/rendah 1,0 0 0 ,95 0 ,9 0 0 ,8 5 0 ,8 0 0 ,7 5 Sumber : MKJI (1997 : 3-35)

(10)

Tabel berdasarkan anggapan bahwa pengaruh keadaan tak bermotor terhadap kapasitas adalah sama seperti kendaraan ringan, yaitu pcuUM = 1,0, yang mungkin merupakan kejadian apabila kendaraan tak bermotor itu adalah sepeda.

Fr s u (Pu m sesungguhnya) = Fr s u(Pu m = 0) x (1 - Pu m x UMp c u)... (2.3)

e. Faktor Penyesuaian Belok-kiri (Fl t)

Ditentukan dari gambar 2.2 , variabel masukan adalah belok kiri, PLT batas nilai yang diberikan untuk PLT adalah batas nilai dasar empiris dan manual.

f. Faktor Penyesuaian Belok-kanan (Frt)

Ditentukan dari gambar 2.3 dibawah untuk simpang 3 lengan. Variabel masukan adalah belok kanan, PRT. Batas nilai yang diberikan untuk PRT pada gambar adalah rentang dasar empiris dari manual.

(11)

g. Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor (FMi)

Variabel masukan adalah rasio arus jalan PMI dan tipe simpang IT, yang ditentukan dari gambar 2.4

(12)

Tabel 2.11 Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor (FMi) IT Pmi 422 1,19xPm5 - 1,19xPmi + 1,19 0,1 - 0,9 4 2 4 16,6xPm/ - 33,3xPm1} + 2 5 ,3xPmi: - 8, 6xPmi + 1,95 0,1 - 0,3 4 4 4 1 , 1 1 X p M] - 1 , 1 1 X pp^y “f 1 , 1 1 0,3 - 0,9 3 2 2 1,19xPmij - 1,19xPmi + 1,19 0,1 -0 ,5 -0,595xPmi' + 0.595XPM,* + 0,74 0,5 - 0,9 342 1,19xPm,j - 1,19xPmi+ 1,19 0,1 - 0,5 2,38xPmi2 - 2,38xPm, + 1,49 0,5 - 0,9

324 16,6xPmi4 - 33,3xPmij+ 25,3xPmi* - 8.6xPmi+ 1,95 0,1 - 0,3

344 l , l l x p M| - 1,1 lx p MJ + 1,11 0,3 - 0,5

-0,555xPm]: + 0,555x pM, + 0,69 0,5 - 0,9

Sumber : MKJI, (1997 : 3- 38)

4.3. Derajat Kejenuhan (DS)

Menurut MKJI (1997: 5-19), derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas untuk suatu pendekat. Nilai derajat kejenuhan untuk simpang tak bersinyal adalah <0,85 yang menunjukan apakah simpang tersebut mempunyai masalah atau tidak. Berdasarkan MKJI (1997: 3­ 11), nilai kejenuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini .

DS = Qsmp / C ... (2.4) Dimana :

DS = Derajat kejenuhan Qsmp = Arus lalu lintas C = Kapasitas

(13)

C. Landasan Teori Simpang Bersinyal 1 Arus lalu-lintas

Perhitungan dilakukan per satuan jam satu arah atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalulintas rencaana jampuncak pagi, siang dan sore.

Arus lalulintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT. Lurus QST dan belok kanan QRT) konversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp/jam) dengan menggunakan equivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan.

Tabel 2.12. equivalen mobil penumpang 2

Jenis kendaraan

Emp untuk tipe pendekat

Terlindung Terlawan

Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0

Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3

Kendaraan Motor (MC) 0,2 0,4

2. Kapasitas Simpang ( C )

Kapasitas simpang adalah kemampuan simpang untuk menampung arus lalulintas maksimum persatuan waktu dinyatakan dalam smp/jam.

C= S x £ ( 2.5 )

c

Dimana ;

C : Kapasitas (smp/jam)

S : Arus jenuh, Yaitu arus yang berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau=smp per-jam hijau)

g : Waktu Hijau (det)

c : Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap ( yaitu antara awal hijau yang berurutan pada fase yang sama).

(14)

Oleh harena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyaldari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran prilaku lalulintas lainnya.

Pada rumus diatas arus jenuh dianggap tetap sama pada waktu hijau. Namun demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan pencapai waktu puncaknya setelah 10-15 detik dan nilai ini akan menurun sampai titik akhir waktu hijau, lihat gambar dibawah ini. Arus juga berlangsung selama waktu kuning dan merah semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5-10 detik setelah awal sinyal merah.

Gambar 2.5 Arus jenuh yang diamati berselang waktu enam detik

Sum b er: M K J I 1997

Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai “Kehilangan Awal” dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir hijau menyebabkan suatu “Tambahan Akhir” dari hijau efektif lihat gambar 2.6 jadi besarnya waktu hijauefektif, yaitu lamanya waktu hijau dimana arus berangkat terjadi besaran dimana besaran tetap sebesar S, dapat dihitung kemudian sebagai Waktu hijau efektif = Tampilan waktuhijau - kehilangan awal + tambahan akhir.

(15)

Gambar 2.6 model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989)

Melalui data semua simpang yang telah disurvei telah ditarik kesimpulan bahwa rata-rata besarnya kehilangan awal dan tambahan akhir keduanya mempunyai nilai akhir sekitar 4.8 detik. Sesuai dengan rumus (2) diatas untuk kasus standart, besarnya waktu hijau efektif menjadi sama dengan waktu hijau yang ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan waktu hijau dan besar arus jenuh puncak yang diamati dilapangan untuk masing- masing lokasi, dapat digunakan pada rumus (2) diatas untuk menghitung kapasitas pendekat tanpa penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan akhir.

Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil dari perkalian arus jenuh dasar (So) yaitu arus jenuh pada keadaan standart, dengan faktor penyesuaian (f) untuk penyimpangan pada kondisi sebenarnya, pada suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.

(16)

Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat ( We )

So = 600 X We (2.7)

Penyesuaian kemudian dilakukan pada kondisi dibawah ini : ❖ Ukuran kota CS, jutaan penduduk

❖ Hambatan Samping SF, Kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan kendaraan tak bermotor.

❖ Kelandaian G, % naik (+) atau turun (-)

❖ Parkir P, jarak garis henti sampai kendaraan parkir pertama.

❖ Gerakan membelok RT, % belok - kanan LT, % belok - kiri

Untuk pendekatan terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh kenyataan bahwa sopir-sopir di indonesia tida menghormati (Aturan hak jalan) dari sebelah kiri yaitu kendaraan -kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalu-lintas lurus yang berlawanan. Model-model dari negara barat tentang keberangkatan ini, yang didasarkan pada teori “Penerimaan celah” (gap-acceptance), tidak dapat diterapkan. Suatu model penjelasan yang didasarkan pada pengamatan prilaku pengemudi telah dikembangkan dan diterapkan dalam manual ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model barat yang sesuai. Nilai- nilai smp yang berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan seperti diuraikan diatas. Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif (We) dan arus lalulintas belok kanan pada pendekat yang berlawanan, karena pengaruh dari faktor-faktor tersebut tidak linear, kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan ukuran kota, hambatan samping. Kelandaian dan parkir sebagaimana terdapat dalam rumus 3 diatas.

(17)

3. Penentuan Waktu Sinyal

Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metode webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. Pertama - tama ditentukan waktu siklus ( c ), selanjutnya waktu hijau (gi) pada masing masing fase (i).

Waktu Siklus

C = (1,5 x LTI + 5) / (1 - ZFRerit) (2.8)

Dimana :

C = Waktu siklus sinyal

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik) FR = Arus dibagi dengan arus jenuh

FRerit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase

(FRerit) = Rasio arus samping = jumlah FRerit dari semua fasepada siklus tersebut.

Jika waktu siklus lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang panjang akan mengakibatkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai (FR^t) mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh danrumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.

WAKTU HIJAU

gi = (c - LTI) x FRerit / I(FRerit) (2.9)

Dimana gi

Gi = Tampil fase hijau pada waktu i (fase)

(18)

panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dari rumus 3 dan 4 diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.

4. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus volume (Q) terhadap kapasitas (C), digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Persamaan dasar untuk menentukan DS adalah :

DS = ^ (2.10)

Keterangan : Q = Rasio Volume C = Kapasitas

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas dinyatakan dalam smp/jam. DS digunakan untuk analisa perilaku lalu-lintas pada suatu ruas jalan karena nilai DS dapat menunjukan bahwa kapasitas suatu ruas jalan masih mampu menampung volme lalu lintas yang ada atau tidak.

Gambar

Tabel 2.1  Notasi, Istilah dan Definisi pada simnpang tak bersinyal Kondisi Geometrik
Tabel 2.2 Definisi Tipe  Simpang Tiga Lengan
Tabel 2.3 Nilai Emp  Simpang Tak bersinyal
Tabel 2.5 Nilai Normal Lalu Lintas Umum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Test tertulis yang dilakukan untuk mengukur literasi sains siswa berbentuk soal pilihan ganda dan uraian.. Pada soal pilihan ganda jika jawaban benar maka diberi

Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa mengenal praktek manajemen informatika secara nyata dalam suatu organisasi serta dapat menyajikan dalam bentuk laporan tertulis dan

b. Kegiatan upacara, rapat, dan acara yang dilaksanakan di lingkungan TNIselama ini belum ada petunjuk yang mengatur secara khusus untuk menata tata tempat dan

penyiapan bahan dan penyusunan kebijakan teknis, penyusunan rencana strategis · bisnis, rencana bisnis dan anggaran tahunan, rencana kerja dan anggaran satuan

smash dengan mengayunkan raket, perkenaannyan tegak lurus antara daun raket dengan datangnya shuttle cock, sehingga pukulan ini dilakukan secara penuh. Pada umumnya

WCDMA adalah salah satu dari teknologi komunikasi bergerak generasi ketiga yang digunakan oleh wideband radio akses untuk mendukung servis multimedia yang cepat

54 رَﺪْْﺼَﻤﻟا Ma s dar Kata terbitan Kata nama terbitan yang menunjukkan kepada proses perbuatan tanpa diiringi oleh aspek masa seperti : ﺎﻤﻠﻋ - ﻢﻠﻋ

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik dan musik tradisional Bali terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada