• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT SWB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT SWB"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENERAPAN PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI PADA PT SWB

Melissa Nathalia

Universitas Bina Nusantara

Apt. Mediterania Garden 1 Tower C – Jakarta Barat 11470 +628195551189

mnathalia@outlook.com

ABSTRACT

A change in the Law of Value Added Tax which continues to be refined into concentration for taxpayers in the application, therefore it is necessary to evaluate the implementation of the Value Added Tax. Research methods used in conducting this study is the use of field research methods and conduct library research. Methods of field research conducted by reviewing the direct object of research, conduct interviews and make observations on the calculation, record keeping, reporting and remittance of research performed by the object. While the method of literature research was done by studying the literature related to the research. Results of this study was to find the application procedure for Value Added Tax is accurate and there are some circumstances that do not fit as the law of Value Added Tax.(Mn)

Keywords:

Value Added Tax, Tax Invoice

ABSTRAK

Adanya perubahan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang terus disempurnakan menjadi konsentrasi bagi para wajib pajak dalam penerapannya, maka dari itu diperlukan adanya evaluasi atas penerapan Pajak Pertambahan Nilai tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian lapangan dan melakukan penelitian kepustakaan. Metode penelitian lapangan dilakukan dengan meninjau secara langsung objek penelitian, melakukan wawancara dan melakukan observasi atas perhitungan, pencatatan, pelaporan serta penyetoran yang dilakukan oleh objek penelitian. Sedangkan metode penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari literatur yang berhubungan dengan penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah menemukan penerapan prosedur atas Pajak Pertambahan Nilai yang sesuai dan terdapat beberapa keadaan yang tidak sesuai seperti tidak menerbitkan faktur pajak kepada non Pengusaha Kena Pajak dan keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sehingga diperlukannya perbaikan atas penerapan tersebut. (Mn)

Kata Kunci :

(2)

PENDAHULUAN

Dalam kondisi perlambatan ekonomi global, penerimaan pajak di Indonesia tetap mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhan Indonesia di bidang ekonomi semakin baik karena adanya perkembangan-perkembangan dari berbagai usaha yang ada di Indonesia. Perpajakan merupakan salah satu aspek penting yang turut berkontribusi atas perkembangan yang terjadi di negara Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang yang sampai saat ini masih banyak melakukan pembangunan nasional. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara akan dipergunakan untuk keperluan pembangunan nasional, maka dari itu penerimaan pajak terhadap penerimaan negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Pajak berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional karena sekitar 70% penerimaan negara Indonesia berasal dari pajak. Salah satu penyebab meningkatnya penerimaan pajak di Indonesia adalah karena pemerintah sejak tahun 1984 memberlakukan reformasi perpajakan dengan menerapkan sistem self assesment dalam pemungutan pajak.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif atau eksploratoria dan memiliki batasan waktu riset dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Pengumpulan data yang digunakan dalam riset ini adalah metode langsung dengan wawancara dan metode tidak langsung dengan observasi data arsip, dengan menggunakan lingkungan riset riil. Observasi data berupa Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Faktur Pajak dan laporan keuangan perusahaan yang menjadi objek dari penelitian ini.

HASIL DAN BAHASAN

PT SWB merupakan perusahaan manufaktur lokal yang memproduksi makanan ringan. Selain melakukan produksi dan menjual hasil produksinya, PT SWB juga melayani jasa maklon makanan ringan. Kewajiban PT SWB sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan yang dilakukannya, membuat Faktur Pajak pada setiap transaksi penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak, wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, melakukan pencatatan akuntansi atas perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak dan melakukann pengarsipan atas dokumen-dokumen tersebut dengan rapih agar mempermudah perusahaan mendapatkan data-data yang diperlukan. Dokumen-dokumen disimpan selama dokumen tersebut dibutuhkan sampai pada kaduwarsa masa pajak. PT SWB berhak untuk mengreditkan pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan menerima restitusi atau kompensasi atas Pajak Pertambahan Nilai yang lebih dibayar. Jika Pajak Keluaran lebih besar nilainya daripada Pajak Masukan maka perusahaan berkewajiban membayar atas kurang bayar tersebut kepada kas negara.

Berdasarkan penelitian penulis, saat terutang Pajak Pertambahan Nilai PT SWB adalah pada saat adanya transaksi penjualan hasil produksi dan penyerahan jasa maklon yang kena pajak sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 tahun 2000 dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 tahun 2009 yang berlaku sejak 1 April 2010. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2011 yang berlaku sejak tanggal 28 Februari 2011, Jasa Maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan bahan baku dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. Namun dalam Peraturan Menteri Keuangan sebelumnya yang disusun dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 Pasal 1 ayat 3 mendefinisikan Jasa Maklon sebagai jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petu juk dari pemesan.

(3)

PT SWB menerapkan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 tahun 2000 untuk masa pajak Januari 2010 hingga Maret 2010 sedangkan mulai 1 April 2010 PT SWB mengikuti Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang terbaru yaitu No. 42 tahun 2009. Dalam perubahan Undang-Undang tersebut yang berpengaruh pada kewajiban PT SWB dalam melaksanakan kewajiban Pajak Pertambahan Nilainya adalah adanya perubahan tanggal setor dan lapor, perubahan form Surat Pemberitahuan Masa dan dihapuskannya Faktur Pajak sederhana. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang dilaksanakan oleh PT SWB adalah sesuai ketentuan Undang-Undang sebesar 10% dari dasar pengenaan pajakPT SWB melakukan pengkreditan terhadap Pajak Masukan dengan melakukan pengecekan kembali terhadap Faktur Pajak Masukan tersebut sebab pengreditan Pajak Masukan hanya boleh dilakukan dengan batas maksimum tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sejak tanggal Faktur Pajak Masukan dikeluarkan. Pengecekan data dan Faktur Pajak secara berulang dilakukan untuk menghindari adanya Faktur Pajak cacat.

Analisis Penjualan PT SWB (Pajak Keluaran)

Pada mulanya staff bagian akuntansi menerima pesanan dan melakukan transaksi penjualan terhadap lawan transaksi. Pada saat terjadinya pembayaran atas pesanan tersebut, karena PT SWB merupakan Pengusaha Kena Pajak maka wajib untuk mengeluarkan Faktur Pajak yang berguna untuk memungut Pajak Keluaran, maka staff akuntansi membuat Faktur Pajak Penjualan atas transaksi tersebut. Lalu pada saat barang hendak dikirim staff akuntansi tersebut membuat surat jalan dan diberikan kepada kurir bersama dengan Faktur Pajak Penjualan tersebut, namun karena banyaknya lawan transaksi dan kebijakan dari lawan transaksi yang berdeda-beda, maka Faktur Pajak tidak selalu disertakan bersama Surat Jalan namun akan dikumpulkan dan diserahkan kepada lawan transaksi pada saat tertentu.

Menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (25) Pajak Keluaran memiliki arti Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak. Pajak Keluaran diperoleh PT SWB dari hasil pennyerahan Jasa Kena Pajak maupun Barang Kena Pajak. Nilai Pajak Pertambahan Nilai tersebut adalah 10% dari Dasar Pengenaan Pajak yang tertera dalam Faktur Pajak. Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis, penjualan yang dilakukan oleh PT SWB dibayar oleh pelanggan dengan lunas tanpa adanya uang muka maupun termin. Berdasarkan penjualan yang dilakukan oleh kantor pusat adalah sebesar Rp 32.452.845.313 dan penjualan yang dilakukan oleh kantor cabang adalah sebesar Rp 12.519.290.410 maka total penjualan PT SWB selama tahun 2010 yang harus di terima dari pelanggan adalah sebesar Rp 44.972.135.723 termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 4.088.375.995 yang terdiri dari Pajak Keluaran kantor pusat sebesar Rp 2.950.258.685 dan Rp 1.138.117.310 pada kantor cabang.

Berdasarkan laporan laba rugi perusahaan yang dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan PT SWB tahun 2010, adanya rincian penjualan sebagai berikut:

Penjualan atas Produksi Rp 22.932.244.345 Penjualan atas Jasa Kerja Rp 17.951.515.383 Total Penjualan Rp 40.883.759.728

Dari hasil pencatatan laporan laba rugi tersebut tidak terdapat perbedaan dengan penjualan yang terlampir pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai PT SWB tahun 2010. Untuk tahun 2011 penjualan yang dilakukan kantor pusat ialah sebesar Rp 14.672.326.606 dan penjualan yang dilakukan oleh kantor cabang adalah sebesar Rp 8.39.177.184 maka total penjualan PT SWB selama tahun 2011 adalah sebesar Rp 22.981.503.790 termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 2.089.227.660 yang terdiri dari Pajak Keluaran kantor pusat sebesar Rp 1.333.847.916 dan Rp 755.379.744 pada kantor cabang. Namun jumlah penjualan tersebut tidak seluruhnya merupakan hasil produksi PT SWB tetapi terdapat penjualan aktiva perusahaan berupa mesin. Dalam pencatatan atas penjualan yang dilakukan oleh PT SWB dalam laporan laba rugi tahun 2011 mencatat sebagai berikut :

(4)

Penjualan atas Jasa Kerja Rp 14.981.035.690 Total Penjualan Rp 20.413.976.130

Sedangkan dalam pencatatan penjualan yang dilakukan PT SWB dalan dilaporkan dalam SPT Masa tahun 2011 adalah sebagai berikut:

Total penjualan kantor pusat Rp 13.338.478.690 Total penjualan kantor cabang Rp 7.553.797.440 Total Penjualan dalam SPT Masa Rp 20.892.276.130 Maka perhitungan selisih nya sebagai berikut:

Total Penjualan dalam SPT Masa Rp 20.892.276.130 Total Penjualan dalam Laba Rugi Rp 20.413.976.130 Selisih Rp 478.300.000

Adanya selisih sebesar Rp 478.300.000 tersebut karena adanya penjualan aktiva yang dilakukan PT SWB pada bulan desember 2011, aktiva tersebut berupa mesin bekas. Namun dalam pencatatan pada laporan laba rugi, penjualan atas aktiva tersebut tidak dimasukkan dalam penjualan melainkan dalam akun pendapatan lain-lain maka terdapat perbedaan angka yang mengakibatkan jumlah penjualan yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Masa tahun 2011 tidak sama dengan jumlah penjualan yang terdapat pada laporan laba rugi tahun 2011. Pencatatan jurnal atas penjualan mesin tersebut adalah :

Kas Rp525.130.000

Akumulasi Penyusutan Rp429.918.125

Mesin Rp491.335.000

PPN Rp47.830.000

Keuntungan atas penjualan Rp416.883.125

Selama tahun 2012 total penjualan yang dilakukan oleh PT SWB ialah sebesar Rp 24.248.173.465 termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Yang mana penjualan yang terjadi di kantor pusat sebesar Rp 18.304.617.660 dan Rp 5.943.555.805 yang dilakukan oleh kantor cabang. Total pemungutan Pajak Pertambahan Nilai tersebut sebesar Rp 2.204.379.456 yang terdiri dari Rp 1.664.056.201 untuk kantor pusat dan Rp 540.323.255 pada kantor cabang. Penulis membandingkan laporan laba rugi PT SWB yang terlampir di Surat Pemberitahuan Tahunan Badan Pajak Penghasilan tahun 2012 dengan jumlah nilai dasar pengenaan pajak adalah:

Penjualan atas Produksi Rp 5.295.066.328 Penjualan atas Jasa Kerja Rp 16.748.727.681 Total Penjualan Rp 22.043.794.009

Angka yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Masa selama tahun 2012 dengan laporan laba rugi tidak terdapat perbedaan. Maka dari analisis diatas, perhitungan yang dilakukan oleh PT SWB selama tahun 2010 hingga 2012 sudah sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku.

Analisis Pembelian Pada PT SWB (Pajak Masukan)

Keberlangsungan proses produksi yang dijalankan oleh PT SWB tak lepas dari adanya transaksi pembelian. Pembelian yang dilakukan oleh PT SWB selama tahun 2010 sampai 2012 merupakan

(5)

pembelian berupa bahan baku, kemasan, botol, kaleng, karton hingga ke bahan pembantu lainnya dan peralatan untuk para pekerja seperti masker, sarung tangan dan lainnya. Maka transaksi atas pembelian tersebut sangat mempengaruhi kinerja dan hasil produksi bagi PT SWB.

Atas adanya transaksi pembelian untuk keperluan produksi tersebut maka bagi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diperoleh oleh perusahaan maka perusahaan dikenakan PPN sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak terhadap pembelian tersebut. Atas pembayaran yang telah dilakukan oleh PT SWB, maka Pajak Pertambahan Nilai tersebut dapat dikreditkan. Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian dinamakan Pajak Masukan. Menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (24) Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/ataubimpor Barang Kena Pajak.

Pajak Masukan dapat dikreditkan paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sebelum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Dalam penelitian yang dilakukan penulis terhadap Pajak Masukan pada PT SWB, peneliti dapat menyimpulkan bahwa PT SWB sudah melakukan dokumentasi dengan baik dan benar sehingga Pajak Masukan yang dikreditkan sesuai dengan tanggal yang tertera pada Faktur Pajak dan tidak melebihi ketetapan Undang-Undang yaitu 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. Pajak Masukan selama tahun 2010 dari kantor Pusat adalah Rp 1.033.730.620 dan pada kantor cabang senilai Rp 45.647.637 maka jumlah Pajak Masukan pada tahun 2010 adalah Rp 1.079.378.257. penulis melakukan rekap atas Pajak Masukan tahun 2011 pada PT SWB, Pajak Masukan atas pembelian yang dilakukan oleh kantor pusat sebesar Rp 258.283.406 sedangkan pada kantor cabang senilai Rp 12.815.692 maka diketahui total Pajak Masukan adalah Rp 271.099.098 dengan demikian terjadi penurunan atas pembelian yang dilakukan oleh PT SWB sekitar 74,883% dari tahun 2010. jumlah Pajak Masukan pada PT SWB dari tahun 2011 ke 2012 mengalami penurunan. Dari adanya Pajak Masukan yang menurun maka dapat diketahun bahwa pembelian yang dilakukan PT SWB juga menurun. Penurunan yang terjadi atas pembelian tersebut 36,301% dari tahun sebelumnya. Penurunan pembelian yang terus terjadi dari tahun 2011 hingga tahun 2012 dikarenakan pada tahun 2010 PT SWB lebih banyak melakukan kegiatan prduksi untuk label produk yang dimilikinya sendiri maka pembelian atas bahan baku dan keperluan lainnya sangat banyak sedangkan pada tahun 2011 PT SWB lebih banyak melakukan perjanjian dengan pelanggannya atas jasa maklon. Terlebih pada kantor cabang yang telah dikontrak oleh salah satu pelanggan untuk memproduksi berdasarkan permintaan jasa maklon sehingga pembelian bahan baku jarang sekali dilakukan karena dalam mekanisme jasa maklon pelanggan telah menyediakan bahan baku hingga kemasan yang diperlukan maka pembelian pada kantor cabang jarang sekali dilakukan. Peningkatan pembelian terjadi pada seasonal tertentu untuk keperluan bahan baku yang digunakan dalam produksi demi memenuhi kebutuhan pasar menjelang bulan puasa, hari raya idul fitri ataupun hari raya natal.

Analisis Pajak Pertambahan Nilai Lebih dan Kurang Bayar Pada PT SWB

Adanya selisih antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan yang telah dibayar menimbulkan Kurang Bayar atau Lebih Bayar. Lebih Bayar terjadi apabila Pajak Masukan memiliki nilai lebih besar daripada Pajak Keluaran, sebaliknya jika Pajak Keluaran lebih besar nilainya daripada Pajak Masukan maka dinamakan Kurang Bayar. Kelebihan membayar Pajak Pertambahan Nilai dapat dikompensasikan kepada masa pajak berikutnya atau Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas Lebih Bayar tersebut pada akhir tahun pajak. Namun untuk Pajak Kurang Bayar yang terjadi maka Pengusaha Kena Pajak wajib membayarkan kekurangan pembayaran tersebut kepada negara sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Wajib Pajak dapat membayarkan kekurangan pembayaran PPN tersebut ke bank-bank yang telah ditunjuk oleh Dirtektorat Jenderal Pajak. Analisis yang telah dilakukan penulis berdasarkan data Pajak Keluaran dan Pajak Masukan selama tahun 2010 meunjukkan Kurang Bayar pada masa Januari hingga Desember. Pajak Kurang Bayar yang telah dibayar PT SWB selama tahun 2010 adalah sebesar Rp 3.008.997.738. Terjadinya Pajak Kurang Bayar karena Pajak Keluaran lebih besar jumlahnya daripada Pajak Masukan. Hal tersebut dapat terjadi karena pembelian pada PT SWB lebih kecil daripada penjualan yang dilakukannya. PT SWB kembali mengalami Kurang Bayar pada setiap masa pajak di tahun 2011. Jumlah Kurang Bayar yang telah disetor oleh PT SWB adalah sebesar Rp 1.818.128.562, keadaan atas terjadinya Kurang Bayar tersebut juga dikarenakan

(6)

oleh pembelian yang dilakukan oleh PT SWB sedikit mengingatadanya produksi atas jasa maklon yang dikerjakan oleh PT SWB. PT SWB mengalami Kurang Bayar pada masa pajak Januari sampai dengan Desember tahun 2012. Jumlah Kurang Bayar yang telah disetorkan oleh PT SWB selama tahun 2012 adalah Rp 2.031.694.179.

Maka dari tahun 2010, 2011 hingga 2012 PT SWB selalu mengalami Kurang Bayar. Berikut jumlah kurang Bayar yang terjadi selama tahun 2010, 2011 dan 2012:

Kurang Bayar tahun 2010 Rp 3.008.997.738 Kurang Bayar tahun 2011 Rp 1.818.128.562 Kurang Bayar tahun 2012 Rp 2.031.694.179 Total Kurang Bayar Rp6.858.820.479

Analisis Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT SWB

Selain menghitung dan melakukan pencatatan atas pajak perusahaan sendiri, sebagai Pengusaha Kena Pajak PT SWB berkewajiban untuk melaporkan seluruh kegiatan usahanya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dalam melaporkan pajaknya selama tahun 2010, 2011 dan 2012 PT SWB menggunakan dua jenis formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk melaporkan Pajak Pertambahan Nilai nya, PT SWB mengikuti peraturan yang berlaku untuk tahun pajak yang bersangkutan. Pada tahun 2010 PT SWB menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1107. Hal tersebut berdasarkan peraturan yang berlaku saat itu yaitu diatur dalam peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ./2006 yang menyatakan bahwa SPT Masa PPN bentuk formulir 1107 wajib digunakan bagi semua Pengusaha Kena Pajak dan mulai berlaku sejak Masa Pajak Januari 2007.

Namun adanya perubahan peraturan mengenai bentuk formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan dikeluarkannya peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 pada tanggal 6 Oktober 2010 dan Surat Edaran Nomor SE-98/PJ/2010 yang mengatur bahwa mulai pada 1 Januari 2011 Pengusaha Kena Pajak diwajibkan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1111. Dengan adanya perubahan peraturan maka PT SWB melaksanakan pelaporan Pajak Pertambahan Nilainya dengan formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1111 sejak masa pajak Januari 2011. Karena selama tahun 2010 hingga tahun 2012 Pajak Pertambahan Nilai PT SWB selalu mengalami Kurang Bayar maka PT SWB wajib terlebih dahulu melakukan penyetoran atas adanya Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar tersebut sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak. Penyetoran tersebut dapat dilakukan di Kantor Pos dan Giro atau bank persepsi. Penyetoran atas Kurang Bayar yang telah dihitung sendiri tersebut harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak, hal ini berlaku sejak Masa Pajak April 2010 sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 15A. Sedangkan dalam melakukan penyetoran di masa Januari, Pebruari dan Maret 2010, PT SWB wajib menyetorkan PPN Kurang Bayar tersebut dengan batas waktu paling lama 15 hari setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.

Dalam melakukan pelaporan masa Januari, Pebruari dan Maret 2010 PT SWB juga masih mengikuti peraturan Undang-Undang lama yaitu dengan batas waktu paling lama 20 hari dari berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. Dan sejak 1 April 2010 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN Nomor 42 tahun 2009 Pasal 15A ayat 2, penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Kurang Bayar yang terjadi pada Masa Pajak Januari hingga Maret 2010 megacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 yaitu penyetoran Pajak Pertambahan Nilai mempunyai tanggal jatuh tempo yaitu pada tanggal 15 masa pajak berikutnya. Sedangkan dalam hal pelaporan Pajak Pertambahan Nilai untuk tahun 2010 masa pajak Januari, Pebruari dan Maret PT SWB mengkuti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 yang menyatakan Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak tersendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh atau Pemungut PPN wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Untuk Masa Pajak mulai April 2010 hingga seterusnya

(7)

PT SWB melakukan penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang mengacu pada Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 15A yang menyatakan bahwa penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPN paling lama dilaksanakan pada akhir bulan masa pajak berikutnya. Namun berdasarkan data pada tabel 4.16 dapat dilihat bahwa penulis tidak menemukan dokumen yang menujukan tanggal pelaporan yang dilakukan oleh PT SWB pada masa pajak Desember tahun 2011. Hal ini dikarenakan penyimanan dokumen yang kurang lengkap. PT SWB telah melakukan penyetoran dan pelaporan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun pada tabel 4.18 di kantor cabang PT SWB melakukan telat lapor pada Masa Pajak Maret. Atas terjadinya telat lapor tersebut maka PT SWB dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp500.000,- sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 7.

Analisis Faktur Pajak Keluaran dan Faktur Pajak Masukan Pada PT SWB

Sebagai pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, PT SWB wajib membuat Faktur Pajak dalam setiap penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh PT SWB. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat (1) huruf a yang menyatakan “Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/ atau Pasal 16D”. Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagaian tahap pekerjaan, atau saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan peraturan tersebut PT SWB menjalankan kewajibannya sebagai Pengusaha Kena Pajak pada saat adanya penyerahan barang dengan menerbitkan Faktur Pajak Keluaran. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ./2010 dalam pasal 9 menyatakan bahwa penerbitan Faktur Pajak dimulai dari nomor urut 00000001 pada setiap awal tahun kalender mulai bulan Januari, kecuali bagi PKP yang baru dikukuhkan, nomor urut tersebut dimulai sejak Masa Pajak PKP tersebut dikukuhkan dan PKP harus menerbitkan Faktur Pajak dengan nomor urut dimulai dari 00000001 pada awal tahun kalender berikutnya. Namun berdasarkan evaluasi penulis, terdapat beberapa Faktur Pajak yang tidak ditemukan oleh penulis. Faktur Pajak yang tidak ditemukan oleh penulis pada saat melakukan pengecekan Faktur Pajak pada PT SWB selama tahun 2010, 2011 dan 2012. Berdasarkan informasi yang didapat penulis dari perusahaan tersebut, nomor-nomor Faktur Pajak diatas dimaksudkan oleh perusahaan disediakan untuk Faktur Pajak atas penjualan kepada non PKP, namun sampai pada saat tulisan ini dibuat perusahaan tidak membuat Faktur Pajak tersebut. Akan tetapi perusahaan tetap memungut PPN dari non PKP yang kemudian disetorkan kepada negara. Tidak dibuatnya Faktur Pajak atas penjualan kepada non PKP tersebut dikarenakan menurut perusahaan Faktur Pajak kepada non PKP tersebut tidak dilaporkan dalam lampiran Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Perusahaan seharusnya tidak menyiapkan nomor urut Faktur Pajak tersebut jika faktanya perusahaan tidak menerbitkannya. Sebabnya nomor Faktur Pajak yang ada dapat menjadi tidak urut sehingga tidak mengikuti ketentuan perpajakan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ./2010. Berdasarkan pengecekan atas Faktur Pajak tersebut peneliti juga menemukan beberapa Faktur Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan dikarenakan keterlambatan penerimaan Faktur Pajak masukan tersebut. Berikut Faktur Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tersebut:

1. Tanggal : 13 Juli 2010 DPP : Rp1.957.00,- PPN : Rp195.700,- 2. Tanggal : 14 Oktober 2010 DPP : Rp7.500.000,- PPN : Rp750.000,-

Tanggal keterlambatan penerimaan atas Faktur Pajak Masukan tersebut tidak dicatat oleh PT SWB, namun penerimaan atas Faktur Pajak Masukan tersebut sudah melewati 3 (tiga) bulan dari tanggal penerbitan Faktur Pajak. Total kerugian yang dialami PT SWB atas tidak dapat melakukan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebesar Rp945.700,- hal ini terjadi pada kantor cabang PT SWB. Keterlambatan penerimaan Faktur Pajak Masukan tersebut hanya terjadi pada tahun 2010, PT SWB telah melakukan perbaikan untuk masa pajak berikutnya.

(8)

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis secara langsung atas penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT SWB, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagai Pengusaha Kena Pajak, PT SWB telah melakukan kewajibannya dalam menghitung dan melakukan pencatatan atas penjualannya dan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan tersebut, PT SWB telah melakukan pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai Masukan dengan benar sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku, Menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan benar sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku, PT SWB telah melaksanakan kewajibannya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menerbitkan Faktur Pajak kepada lawan transaksi yang merupakan Pengusaha Kena Pajak tepat waktu sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku, PT SWB telah memungut Pajak Pertambahan Nilai pada setiap transaksi yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai, PT SWB menjalankan kewajibannya dalam menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tepat pada waktunya begaiamana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun walaupun secara garis besar PT SWB menjalankan kewajiban perpajakan Pajak Pertambahan Nilainya dengan baik, masih terdapat beberapa kekurangan dalam penerapannya, diantaranya Pada Masa Pajak Desember 2011 penulis tidak menemukan dokumen Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk kantor cabang perusahaan, Ditemukannya selisih antara penjualan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Desember tahun 2011 dengan penjualan yang terdapat dalam laporan laba rugi perusahaan tahun 2011. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan pengakuan atas penjualan mesin. Dalam laporan laba rugi, PT SWB hanya mencatat angka keuntungan atas penjualan mesin sedangkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang dilaporkan mencatat uang yang diterima oleh perusahaan atas penjualan mesin tersebut, Adanya keterlambatan pelaporan yang dilakukan oleh PT SWB pada Masa Pajak Maret tahun 2012 yang mengakibatkan perusahaan dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp500.000,- atas keterlambatan pelaporan tersebut, PT SWB menyiapkan nomor urut Faktur Pajak yang ditujukan untuk Faktur Pajak atas penjualan kepada non PKP, namun pada kenyataanya perusahaan tidak membuat Faktur Pajak tersebut. Hal ini dapat beresiko pada nomor urut Faktur Pajak yang lain menjadi tidak urut, Ditemukannya beberapa Faktur Pajak Masukan yang tidak dikreditkan oleh perusahaan sebesar Rp945.700,- atas pemberlian di bulan Juli 2010 dan Oktober 2010 karena keterlambatan penerimaan atas Faktur Pajak tersebut. Oleh karena itu faktur pajak atas pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan karena sudah melewati masa pengkreditan seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis terhadap penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT SWB, maka saran yang dapat penulis berikan kepada perusahaan anatara lain PT SWB seharusnya dapat menyimpan dokumen perpajakan seperti Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai secara lengkap. Sesuai dengan peraturan dalam penyimpanan dokumen perpajakan yang harus disimpan selama sepuluh tahun, PT SWB harus lebih teliti dalam pelaporan Pajak Pertambahan Nilai sehingga tidak terulang kembali keterlambatan yang terjadi pada Masa Pajak Maret 2012 sehingga perusahaan dapat menghindari sanksi administrasi akibat keterlambatan tersebut, PT SWB seharusnya tidak menyisihkan nomor urut Faktur Pajak yang dimaksudkan untuk penjualan kepada non Pengusaha Kena Pajak jika pada kenyataannya Faktur Pajak tersebut tidak diterbitkan. Hal ini menganggu penomoran faktur pajak yang lainnya sehingga menyebabkan tidak urut. Selain itu perusahaan harus menerbitkan faktur pajak tersebut sesuai dengan peraturan undang-undang bahwa setiap pengusaha kena pajak harus menerbitkan faktur pajak dalam setiap penjualannya,jika tidak akan dikenakan sanksi sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak, PT SWB seharusnya lebih memperhatikan Faktur Pajak atas pembelian yang sudah diterima atau belum diterima, sehingga penerimaan atas Faktur Pajak Masukan tersebut tidak melebihi 3 (tiga) bulan sehingga dapat dikreditkan.

REFERENSI

Mardiasmo. (2011) Perpajakan. Edisi Revisi 2011. Yogyakarta : Andi Offset

Priantara, D. (2011). Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penyidikan Pajak. Jakarta : Indeks Resmi, S. (2011). Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 6. Jakarta : Salemba Empat

(9)

Suandy, E. (2011). Perencanaan Pajak. Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat

Sukardji,U. (2012). Pokok-Pokok PPN Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. Edisi Revisi 2012. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada

Waluyo. (2010). Perpajakan Indonesia: Edisi 9. Jakarta : Salemba Empat Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia: Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat

Pajak Online (no date). Pajak Pertambahan Nilai. http://www.pajakonline.com. Diakses tanggal 2 Februari 2013.

Ortax (no date). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 75/PMK.03/2010 Tentang

Nilao Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. http://www.ortax.org. Diakses tanggal 20 Maret 2013.

Ortax (no date). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 75/PMK.03/2010 Tentang

Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. http://www.ortax.org. Diakses tanggal 20 Maret 2013.

Dirjen Pajak (no date). Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan. http://www.pajak.go.id. Diakses tanggal 2 Januari 2013.

Dirjen Pajak (no date). Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Dan

Atau Penjualan Atas Barang Mewah. http://www.pajak.go.id. Diakses tanggal 21 Pebruari 2013.

Dirjen Pajak (no date). Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Dan

Atau Penjualan Atas Barang Mewah. http://www.pajak.go.id. Diakses tanggal 21 Pebruari 2013.

Ortax (no date). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 Tentang

Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak Dan Tata Cara Pembayaran,Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak. http://www.ortax.org. Diakses tanggal 1 Maret 2013.

Ortax (no date). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 44/PJ./2010 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata

Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). http://www.ortax.org. Diakses tanggal 1 Maret 2013.

Ortax (no date). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 45/PJ./2010 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata

Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan. http://www.ortax.org. Diakses tanggal 1 Maret 2013.

Ortax (no date). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 146/PJ./2006 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata

Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). http://www.ortax.org. Diakses tanggal 14 Maret 2013.

Ortax (no date). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 29/PJ./2008 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata

Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Dalam Bentuk Formulir Kertas (Hard Copy) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Dikukuhkan Di Kantor Pelayanan Pajak, Dalam Rangka Pengolahan Data Dan Dokumen Di Pusat Pengolahan Data Dan Dokumen Perpajakan. http://www.ortax.org. Diakses tanggal 14 Maret 2013.

Ortax (no date). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ./2010 Tentang Bentuk, Ukuran,

Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. http://www.ortax.org. Diakses

tanggal 14 Maret 2013

Dirjen Pajak (no date). Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-98/PJ/2010 Tentang

Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 Tentang Bentuk, Isi,Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). http://www.pajak.go.id. Diakses tanggal 14 Maret 2013.

(10)

RIWAYAT PENULIS

Melissa Nathalia lahir di kota Balikpapan pada 11 Desember 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dimana atas suatu sengketa pajak sangat mungkin memiliki titik taut dengan bidang hukum lain yang notabene juga

perasaan dan pemikiran siswa dikarenakan siswanya juga yang masih tertutup. Hasil observasi pelaksanaan pertemuan kedua siklus I peneliti mendapatkan total skor 39 dengan

Kondisi ini dapat disebabkan zpt endogen pada biji buah naga telah mencukupi kebutuhan untuk pertumbuhan kecambah tersebut sehingga dengan penambahan sitokinin,

Secara keseluruhan dari hasil sintesis abu layang menjadi material mirip zeolit telah berhasil dilakukan, hal ini terlihat dengan adanya peningkatan sifat fisikokimiawi mineral

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam melakukan pengolahan limbah cair organic pada industri pembuatan tempe dengan teknologi biofilm menggunakan media

Mikroorganisme yang tumbuh melekat pada media akan mendegradasi polutan organik seperti zat organik, fosfat dan polutan organik lainya dengan kondisi cukup oksigen terlarut

Pada kondisi ini aktivitas mikroorganisme sudah dapat dikatakan ada karena mikroorganisme mulai mengolah kadar organik yang terdapat dalam limbah, meski masih pada

Pada penelitian dengan menggunakan biofilter media terlekat secara anaerob ini, efisiensi penyisihan parameter uji yang didapat lebih baik dari proses secara