PAJAK REKLAME
(Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Marcella Woro Werdhini
NIM : 082114052
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
ANALISIS EFISIENSI, EFEKTIVITAS, DAN POTENSI PAJAK REKLAME
(Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta)
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Marcella Woro Werdhini
NIM : 082114052
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Katakan pada hati anda bahwa ketakutan untuk menderita itu lebih buruk ketimbang
menderita dan tidak ada hati yang pernah menderita ketika sedang mengejar mimpi”
( Paulo Coelhmo )
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu
memberkati dan memberi rahmat serta cinta kasih dalam
hidupku
Papiku Alfonsus Hardono,S.Pd beserta Alm.Mamiku
Veronica Sriwiyati
Mas Wisnu dan Mas Nanang
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat
dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Efisiensi, Efektivitas, dan Potensi Pajak Reklame.”
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan, perhatian, ide, gagasan dan
dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. P. Wiryono P., S.J. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang
telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian
kepada penulis.
2. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Akt., selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberi masukan, saran, semangat dan bimbingan kepada penulis selama
study dan khususnya selama proses penyusunan skripsi.
3. Santosa, SE, selaku Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan Bidang Pajak
yang telah memberikan ijin penelitian di Pemerintah Kota Yogyakarta.
4. Tugiyarta, SIP, MSi, selaku Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan yang
telah membantu dan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam skripsi ini.
5. Supriyadi, SIP dan Bapak Suroto yang telah berkenan membantu dan
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... ix
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
x
2. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi ... 25
3. Pendekatan Matrik Boston Consulting Group (BCG) ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
A. Sejarah Singkat Berdirinya Pemerintah Kota Yogyakarta ... 50
B. Keadaan Geografis ... 54
I. Mekanisme Permohonan Izin Pemasangan Reklame ... 64
J. Pajak Reklame Kota Yogyakarta ... 66
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 73
A. Deskripsi Data ... 73
B. Analisis Data ... 74
1. Perkembangan Efisiensi Penerimaan Pajak Reklame ... 74
2. Perkembangan Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame... 82
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Contoh Tabel Perhitungan Efisiensi Pajak Reklame ... 32
Tabel 3.2. Contoh Tabel Perhitungan Trend Efisiensi Penerimaan Pajak Relame ... 34
Tabel 3.3. Contoh Tabel Perhitungan Efektivitas Pajak Reklame ... 38
Tabel 3.4. Contoh Tabel Perhitungan Trend Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame ... 40
Tabel 3.5. Contoh Tabel Kontribusi Tiap Jenis Pajak Reklame Terhadap Pajak Reklame Than 2007-2011 ... 44
Tabel 3.6. Contoh Tabel Rasio Kontribusi Tiap Jenis Pajak Reklame Terhadap Pajak Reklame Tahun 2007-2011 ... 45
Tabel 3.7. Contoh Tabel Laju Pertumbuhan Penerimaan Tiap Jenis Pajak Reklame ... 46
Tabel 3.8. Contoh Tabel Rasio Pertumbuhan Penerimaan Tiap Jenis Pajak Reklame ... 47
Tabel 3.9. Contoh Tabel Rasio Kontribusi dan Rasio Pertumbuhan Tiap Jenis Pajak Reklame Tahun 2007-2011 ... 48
Tabel 5.1. Anggaran Pajak Reklame Tahun Anggaran 2007 Sampai Dengan Tahun 2011 ... 74
Tabel 5.2. Realisasi Pajak Reklame Tahun Anggaran 2007 Sampai Dengan Tahun 2011 ... 74
Tabel 5.3. Biaya Pemungutan Pajak Reklame Tahun Anggaran 2007 Sampai Dengan Tahun 2011 ... 74
Tabel 5.4. Perhitungan Rasio Efisiensi Penerimaan Pajak Reklame ... 75
Tabel 5.5. Perhitungan Persamaan Trend Garis Lurus Pajak Reklame ... 77
Tabel 5.6. Perhitungan Y´(Trend) Pajak Reklame ... 78
Tabel 5.7. Perhitungan Uji “t” ... 80
Tabel 5.8. Perhitungan Rasio Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame ... 82
Tabel 5.9. Perhitungan Persamaan Trend Garis Lurus Pajak Reklame ... 84
Tabel5.10. Perhitungan Y´(Trend) Pajak Reklame ... 86
Tabel5.11. Perhitungan Uji “t” ... 87
Tabel5.12. Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Di Kota Yogyakarta Tahun 2007-2011... 90
Tabel5.13. Realisasi Penerimaan Tiap Jenis Pajak Reklame Di Kota Yogyakarta Tahun 2007-2011 ... 90
Tabel5.14. Besar Kontribusi Tiap Jenis Pajak Reklame Terhadap Pajak Reklame Tahun 2007-2011 ... 91
Tabel5.15. Rasio Kontribusi Tiap Jenis Pajak Reklame Terhadap Pajak Reklame Tahun 2007-2011 ... 92
Tabel5.16. Besar Pertumbuhan Penerimaan Tiap Jenis Pajak Reklame .... 93
Tabel5.17. Rasio Pertumbuhan Penerimaan Tiap Jenis Pajak Reklame Tahun 2007-2011... 94
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Contoh Grafik Trend Efisiensi Penerimaan Pajak Reklame ... 35
Gambar 3.2. Contoh Grafik Trend Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame . 41 Gambar 3.3. Matrik Klasifikasi Potensi Tiap Pajak Reklame ... 49
Gambar 4.1. Mekanisme permohonan izin pemasangan reklame ... 64
Gambar 4.2. Mekanisme permohonan izin pemasangan reklame ... 65
Gambar 5.1. Grafik Trend Efisiensi Penerimaan Pajak Reklame ... 79
Gambar 5.2. Grafik Trend Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame ... 86
Gambar 5.3. Matrik Klasifikasi Potensi Tiap Jenis Pajak Reklame Kota Yogyakarta Tahun 2007-2011 ... 99
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
ABSTRAK
ANALISIS EFISIENSI, EFEKTIVITAS, DAN POTENSI PAJAK REKLAME
Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta
Marcella Woro Werdhini NIM : 082114052 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2012
Tujuan penelitian ini untuk (1) mengetahui apakah ada perkembangan efisiensi dari penerimaan Pajak Reklame tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, (2) mengetahui apakah ada perkembangan efektivitas dari penerimaan Pajak Reklame tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dan (3) menjelaskan posisi potensi tiap jenis Pajak Reklame tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus di Kota Yogyakarta. Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini untuk permasalahan pertama dan kedua menggunakan secular trend/trend yaitu bentuk persamaan trend garis lurus dengan metode jumlah kuadrat terkecil (The Least Square’s Method) dan dilakukan uji hipotesis dengan
menggunakan uji statistik “t”, untuk permasalahan ketiga menggunakan metode matrik yaitu dengan cara membandingkan antara rasio kontribusi dengan rasio pertumbuhan pajak reklame. Metode Matrik ini digunakan untuk menjelaskan potensi tiap jenis Pajak Reklame.
xv
ABSTRACT
AN ANALYSIS OF EFFICIENCY, EFFECTIVENESS, AND POTENTIAL OF ADVERTISING TAX
A Case Study at the Government of Yogyakarta Municipality
Marcella Woro Werdhini NIM : 082114052 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2012
The purposes of this research were (1) to find out if there was development of efficiency of advertising tax revenue in 2007 up to 2011 (2) find out if there was development effectiveness of advertising tax revenue in 2007 up to 2011 and (3) to describe the position of the potential of each type of advertising tax in 2007 up to 2011.
The type of this research was case study in Yogyakarta Municipality. The data were obtained by conducting interviews and documentation. The techniques of data analysis in this research for the first and the second problems were using the secular trend that was equation trend of straight line by the Least Square method and conducting hypothesis test using statistical "t" test, the third problem was answered using the matrix method which was comparing the ratio of contribution to growth ratio of advertising tax. The matrix method was used to describe the potential of each type of advertising tax.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional merupakan tujuan negara dalam usaha
menciptakan kesejahteraan dan kemandirian bagi masyarakat. Untuk dapat
mewujudkan tujuan tersebut diperlukan sumber-sumber penerimaan yang
besar, salah satunya dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
menurut Riady (2010: 2). Peran PAD sangat penting sebagai sumber
pembiayaan pemerintah daerah karena merupakan tolak ukur dalam
pelaksanaan otonomi daerah menurut Whitaningsih (2009: 1). Sumber-sumber
PAD diharapkan dapat menjadi solusi bagi pendanaan daerah. Hal ini
disebabkan semakin banyak kebutuhan daerah yang dapat dibiayai dengan
PAD, maka akan semakin tinggi kualitas otonomi daerah tersebut.
Salah satu komponen PAD yang mempunyai kontribusi dan potensi
terbesar di Kota Yogyakarta adalah pajak daerah. Pajak daerah terbagi menjadi
dua yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten atau kota menurut Riady (2010:
4). Terdapat beberapa macam pajak yang dipungut oleh pemerintah Kota
Yogyakarta salah satunya yaitu pajak reklame.
Pajak reklame adalah pungutan yang dikenakan terhadap
penyelenggaraan reklame dan dipergunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan atau memujikan suatu barang/jasa ditempat umum, kecuali yang
mempunyai andil yang cukup besar bagi pemerintah daerah, karena dituntut
kemajuan jaman dan teknologi masyarakat yang semakin maju untuk
menyampaikan informasi. Dengan pajak reklame ini pemerintah daerah
memperoleh keuntungan dari penarikan pajak reklame berupa jasa pemasangan
reklame, secara tidak langsung akan berpengaruh juga pada keuangan
pemerintah daerah.
Seiring pelaksanaan otonomi daerah, potensi pajak reklame memiliki
hubungan yang erat dengan usaha-usaha pengembangan daerah yang dilakukan
oleh pemerintah daerah, misalnya pengembangan dunia usaha baik dibidang
pariwisata, kerajinan tangan serta pertanian yang terdapat di Kota Yogyakarta
yang membutuhkan pemasaran produk melalui reklame.
Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini telah mengalami kemajuan
pembangunan yang cukup pesat. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyak
tempat pendidikan, perusahaan-perusahaan baru dan juga tempat-tempat
hiburan seperti mall, café, dan pusat perbelanjaan. Bagi suatu perusahaan
ataupun instansi, reklame memegang peranan yang cukup penting. Banyak
perusahaan atau instansi yang memasang reklame untuk memperkenalkan
produk atau jasa yang dihasilkan dan juga sebagai sarana promosi.
Dari reklame-reklame yang terdapat di Yogyakarta ini, pemerintah
daerah seharusnya bisa memungut pajak reklame yang cukup banyak. Tetapi,
apa yang diharapkan bertolak belakang dari kenyataan yang terjadi. Hal ini
dilihat semakin banyak pemberitaan media tentang perpajakan di Indonesia.
menyatakan bahwa “Pemerintah Kota Yogyakarta mencatat beberapa
perusahaan jasa iklan yang tidak memiliki ijin dalam pemasangan iklan.
Pemkot Yogyakarta akan menindak tegas bagi perusahaan jasa periklanan di
Kota Yogyakarta yang memasang iklan operator seluler tanpa ijin kepada
jajaran Pemkot setempat di rumah-rumah penduduk. Oleh karena itu,
Pemerintah memberi sanksi kepada instansi atau perusahaan yang memasang
reklame tanpa ijin kepada Pemerintah Kota”.
Selain itu Irianto juga menyatakan dalam Harian Seputar Indonesia
(Senin, 21 November 2011) bahwa “Realisasi perolehan pajak reklame Kota Yogyakarta 2011 diperkirakan mengalami penurunan cukup signifikan. Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) setempat menghitung hanya mampu meraup pendapatan 80% dari target. Tidak tercapainya perolehan pajak reklame karena kesalahan perhitungan dalam perencanaan yang dilakukan DPDPK”.
Melihat dari pemberitaan di atas menunjukan bahwa efisiensi, efektivitas, dan potensi dari pajak reklame perlu dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kemampuan daerah untuk membiayai kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut tanpa harus bergantung kepada
sumber pendapatan lain yang berasal dari sumber dana eksternal (pemerintah
pusat). Hal ini disebabkan apabila konsep efektivitas dikaitkan dengan
pemungutan pajak reklame, maka dapat disimpulkan sebagai kemampuan
direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi
riil daerah.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada perkembangan efisiensi dari penerimaan Pajak Reklame
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011?
2. Apakah ada perkembangan efektivitas dari penerimaan Pajak Reklame
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011?
3. Bagaimana posisi potensi tiap jenis Pajak Reklame tahun 2007 sampai
dengan tahun 2011?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, penelitian ini
mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada perkembangan efisiensi dari penerimaan
Pajak Reklame tahun 2007 sampai dengan tahun 2011,
2. Untuk mengetahui apakah ada perkembangan efektivitas dari
penerimaan Pajak Reklame tahun 2007 sampai dengan tahun 2011,
3. Untuk menjelaskan posisi potensi tiap jenis Pajak Reklame tahun 2007
D.Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah Kota
Yogyakarta dalam upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari
penerimaan Pajak Reklame.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan
bahan referensi di bidang perpajakan yang dapat digunakan untuk
menambah pengetahuan bagi mahasiswa.
3. Bagi Penulis
Dalam penelitian ini penulis memperoleh tambahan wawasan,
pengalaman dan pengetahuan dalam mempraktikan ilmu dan teori,
khususnya yang berkaitan dengan Pajak Reklame.
4. Bagi Pembaca
Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi para peneliti yang
berkeinginan untuk meneliti dengan topik yang sama. Adapun bagi
pembaca dari kalangan non akademis, dapat sedikit mengetahui
E.Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II Landasan Teori
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang dipakai dalam
melakukan penelitian. Dalam bab ini mencakup definisi pajak,
pajak daerah, pajak reklame, konsep efisiensi dan efektivitas, laju
pertumbuhan dan tingkat kontribusi yang digunakan untuk melihat
posisi potensi tiap jenis pajak reklame dengan pendekatan metode
matriks.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang jenis penelitian, lokasi dan waktu
penelitian, subjek dan objek penelitian, data yang dibutuhkan dan
teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.
Bab IV Gambaran Umum
Bab ini menguraikan tentang situasi dan kondisi Kota Yogyakarta,
sejarah singkat tentang berdirinya Kota Yogyakarta, kondisi
geografis, pemerintahan, kependudukan, sosial, industri,
perekonomian, keuangan dan harga-harga, mekanisme permohonan
izin pemasangan reklame di Kota Yogyakarta dan Pajak Reklame
Bab V Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian yang terdiri dari
deskripsi data, analisis data dan pembahasan untuk setiap
permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.
Bab VI Penutup
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari hasil analisis
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Pajak
1. Definisi pajak
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yang dikutip
oleh Mardiasmo (2008: 1): “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Sedangkan definisi pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani dalam
Brotodiharjo (1998: 2) adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terhutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,
dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
a) Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa
uang (bukan barang).
b) Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah
iuran dari rakyat kepada negara yang dapat dipaksakan dan tidak
mendapat jasa timbal balik dan hasilnya digunakan oleh pemerintah
untuk membiayai pengeluaran negara.
2. Fungsi Pajak
Peraturan pajak dibuat didasarkan pada tujuan meningkatkan
kesejahteraan umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan umum aturan
pajak tidak semata-mata dibuat untuk memasok uang sebanyak-banyaknya
ke dalam kas negara, akan tetapi harus memiliki sifat yang mengatur guna
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Penerimaan atas uang untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat harus ditingkatkan serta
pemungutannya harus berdasarkan aturan-aturan yang berlaku menurut
Riady (2010: 42).
Menurut Mardiasmo (2008: 1-2) fungsi pajak dibedakan menjadi dua
a) Fungsi penerimaan (budgetary)
Fungsi penerimaan (budgetary) yaitu pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
berupa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Misalnya:
pajak dimasukkan dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
b) Fungsi mengatur (regulerend)
Fungsi mengatur (regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi. Misalnya: pajak yang tinggi dikenakan terhadap
barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
3. Pengelompokan Pajak
Menurut Mardiasmo (2008: 5-6) pajak dikelompokkan menjadi tiga
yaitu:
a. Menurut golongannya
Menurut golongannya pajak dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dibedakan atau dilimpahkan kepada
orang lain. Misalnya: pajak penghasilan.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Misalnya:
b. Menurut sifatnya
Menurut sifatnya pajak dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib
pajak. Misalnya: pajak penghasilan.
2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,
tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Misalnya: pajak
pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
c. Menurut lembaga pemungutannya
Menurut lembaga pemungutannya pajak dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Misalnya: pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan
penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan
bea materai
2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintahan
Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
a) Pajak propinsi, misalnya: pajak kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan
b) Pajak kabupaten/kota, misalnya: pajak hotel, pajak
restoran, pajak hiburan, pajak reklame, dan pajak
penerangan jalan.
4. Asas-asas Pemungutan Pajak
Ada empat asas pemungutan pajak menurut Nugroho (2007: 8-9), yaitu:
a) Equality
Pajak yang dipungut harus bersifat adil dan merata, maksudnya
pajak yang dikenakan pada orang pribadi harus sebanding dengan
kemampuan membayar dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
b) Certainly
Penetapan pajak itu tidak sewenang-wenang, oleh karena itu wajib
pajak harus mengetahui dengan jelas dan pasti pajak yang terhutang
kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
c) Convenience
Mengenai cara pembayaran pajak wajib pajak membayar pajak
pada saat yang tidak menyulitkan wajib pajak, sebagai contoh pada
saat wajib pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini
disebut sebagai pay as you earn.
d) Economy
Biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi
wajib pajak secara ekonomi diharapkan seminimum mungkin,
5. Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2008: 2) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan
hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a) Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,
Undang-Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata serta disesuaikan dengan kemampuanya masing-masing,
sedangkan adil dalam pelaksanaanya berarti memberikan hak bagi
wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dan mengajukan
banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
b) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
Di negara kita, pajak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal
23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan baik bagi negara maupun warganya.
c) Tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
d) Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat
e) Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
mendukung masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
6. Tata Cara Pemungutan Pajak
Tata cara pemungutan pajak terdiri dari menurut Yuwanto (2011: 17-19):
1) Stelsel Pajak
a) Stelsel nyata (riil), pengenaan pajak didasarkan pada objek yang
sesungguhnya terjadi (untuk pajak penghasilan maka objeknya
adalah penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan pajaknya baru
dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua
penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak
diketahui. Kelebihannya adalah penghitungan pajak didasarkan
pada penghasilan yang sesungguhnya sehingga lebih akurat dan
realistis. Kelemahannya adalah semua wajib pajak akan
membayar pajak pada akhir tahun sehingga jumlah uang beredar
secara makro akan terpengaruh.
b) Stelsel anggapan (fiktif), pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh undang-undang. Kelebihannya adalah
pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus
menunggu sampai akhir suatu tahun. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak yang dibayar tidak berdasar pada keadaan yang
c) Stelsel campuran, pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi
antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal suatu tahun,
besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian
pada akhir tahun besarnya pajak dihitung berdasar keadaan yang
sesungguhnya. Jika besarnya pajak berdasar keadaan
sesungguhnya lebih besar daripada besarnya pajak menurut
anggapan, Wajib Pajak harus membayar kekurangan tersebut.
Sebaliknya, jika besarnya pajak lebih kecil daripada besarnya
pajak menurut anggapan, atas kelebihan tersebut dapat diminta
kembali (restitusi) ataupun dikompensasikan pada tahun-tahun
berikutnya setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.
2) Sistem Pemungutan Pajak
a) Official assesment system, suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan
sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku
(peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).
b) Self assesment system, suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku (peranan
c) With holding system, suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang
berlaku.
3) Asas pemungutan lainnya
Ada tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak:
a) Asas domisili (asas tempat tinggal), negara berhak mengenakan
pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat
tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
negeri maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri.
b) Asas sumber, negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan
yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat
tinggal Wajib Pajak.
c) Asas kebangsaan, pengenaan pajak dihubungkan dengan
7. Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak
Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak terhadap rakyatnya menurut
Yuwanto (2011: 15-16) adalah sebagai berikut:
a) Teori Asuransi
Termasuk dalam tugas negara untuk melindungi rakyat dan segala
kepentingannya: keselamatan dan keamanan jiwa dan juga harta
bendanya.
b) Teori Kepentingan
Teori ini semula hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang
harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus
didasarkan atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas
pemerintah, termasuk perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta
harta bendanya.
c) Teori Gaya Pikul
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang
diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa
dan harta bendanya. Untuk itu, diperlukan biaya-biaya yang harus
dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu, yaitu
dalam bentuk pajak.
d)Teori Kewajiban Badan Mutlak atau Teori Bakti
Mendasarkan pada paham Organische Staatsleer, yaitu karena sifat
suatu negara maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak. Oleh
asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara dalam bentuk
pembayaran pajak.
e) Teori Asas Gaya Beli
Fungsi pemungutan pajak disamakan dengan pompa, yaitu mengambil
gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga
negara dan kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan
maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya
ke arah tertentu.
B.Pajak Daerah
1. Definisi Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 34
tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
“ Pajak daerah adalah iuran wajib yang dialihkan oleh orang pribadi dan
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah
C.Pajak Reklame
1. Objek Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah
dan retribusi daerah;
1) Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame
2) Objek Pajak Reklame, meliputi :
a. Reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya;
b. Reklame kain;
c. Reklame melekat stiker;
d. Reklame selebaran
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame udara;
g. Reklame apung;
h. Reklame suara;
i. Reklame film/slide; dan
j. Reklame peragaan
3) Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah:
a. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta
harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya;
b. Label/merek produk yang melekat pada barang yang
diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari
c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada
bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai
dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau
profesi tersebut;
d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.
e. Penyelenggara Reklame lainnya yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
2. Subjek Pajak Reklame dan Wajib Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah
dan retribusi daerah;
1) Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menggunakan reklame
2) Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan reklame
3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh
orang pribadi atau Badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang
pribadi atau Badan tersebut
4) Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak
3. Dasar Pengenaan dan Cara Penghitungan Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah
dan retribusi daerah;
1) Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame
2) Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa
Reklame ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame
3) Apabila reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame
dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang
digunakan, lokasi penempatan, jangka waktu penyelenggaraan,
jumlah dan ukuran media reklame
4) Dalam hal Nilai Sewa Reklame tidak diketahui dan atau dianggap
tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan
faktor-faktor
5) Cara perhitungan Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan Peraturan
Daerah
6) Hasil perhitungan Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Daerah
4. Tarif Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah
dan retribusi daerah;
1) Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua
puluh lima persen)
3) Besaran pokok Pajak Reklame yang terhutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak
4) Pajak Reklame terhutang dipungut di wilayah daerah tempat
Reklame tersebut diselenggarakan.
D.Efisiensi Pajak Reklame
Efisiensi merupakan pencapaian output yang maksimum dengan input
tertentu atau dengan penggunaan input terendah untuk pencapaian output
tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan input dengan output yang dikaitkan
dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan menurut Mardiasmo
(2002: 4).
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara
input yang digunakan dan output yang dihasilkan. Input yang dimaksud adalah
sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program atau
aktivitas. Input dapat dinyatakan dengan nilai uang, misalnya biaya operasional
objek pajak reklame dan biaya pengkajian reklame. Sedangkan output
merupakan hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas atau kebijakan.
Output dapat dinyatakan dengan nilai realisasi penerimaan pajak reklame.
Efisiensi digunakan untuk melihat semua biaya yang dikeluarkan
pemerintah daerah untuk merealisasikan penerimaan pajak reklame sehingga
ukuran ini dapat digunakan sebagai evaluasi bagi proses pengupayaan
penerimaan pajak reklame. Untuk menghitung tingkat efisiensi digunakan
Menurut Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996, apabila rumus diatas
nilainya < 60% masuk dalam kategori sangat efisien, 60-80% masuk kategori
efisien, 80-90% masuk kategori cukup efisien, 90-100% masuk kategori
kurang efisien dan > 100% dinyatakan tidak efisien.
E.Efektivitas Pajak Reklame
Efektivitas merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome
dengan output menurut Mardiasmo (2002: 4). Outcome adalah dampak yang
ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu, outcome seringkali dikaitkan dengan
tujuan (objetivitas) atau target yang hendak dicapai. Apabila suatu organisasi
telah berhasil mencapai tujuan, dalam hal ini target yang telah ditentukan,
maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Efektivitas
tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk
mencapai tujuan tersebut. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau
kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan menurut Mardiasmo
(2002: 134).
Apabila konsep efektivitas ini dikaitkan dengan pemungutan pajak reklame
maka efektivitas mengukur hubungan antara hasil penerimaan pajak reklame
sejauh mana realisasi penerimaan pajak reklame telah berhasil mencapai
anggaran yang telah ditetapkan pada suatu periode tertentu.
Untuk menghitung tingkat efektivitas digunakan rumus sebagai berikut:
Menurut Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996, apabila rumus diatas
nilainya > 100% masuk kategori sangat efektif, 90-100% masuk kategori
efektif, 80-90% masuk kategori cukup efektif, 60-80% masuk kategori kurang
efektif dan < 60% masuk kategori tidak efektif.
F. Pengukuran Potensi Pajak Reklame
Potensi biasa diartikan sebagai kekuatan atau sumber daya yang dimiliki
untuk menghasilkan suatu output tertentu. Dalam hal ini, output yang dimaksud
yaitu penerimaan. Untuk melakukan pengukuran potensi dapat dilakukan
secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran secara kuantitatif mengukur
jumlah penerimaan yang sanggup dihasilkan. Pengukuran secara kuantitatif
melihat potensi dari indikator-indikator yang membentuknya menurut
Anugroho (2006: 22)
1. Analisis Potensi
Potensi secara umum dapat diartikan sebagai kekuatan sumber daya
yang dimiliki yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu.
sumber daya yang terdapat pada tiap jenis pajak reklame dalam
menghasilkan sejumlah penerimaan.
Menurut Hamrolie Harun dalam Anugroho (2006: 23) analisis
perhitungan potensi diperlukan dalam menetapkan target rasional. Dari
pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis potensi perlu
dilakukan untuk mengetahui bagaimana potensi tiap jenis pajak reklame.
Menurut Supramono dalam Wijayanti (2005: 26) potensi untuk tiap
jenis pajak dapat diketahui dengan cara membandingkan laju
pertumbuhan dan kontribusinya. Dengan posisi potensi yang telah
diketahui maka dapat diperkirakan rencana tindakan apa yang akan kita
lakukan untuk menggali potensi tersebut untuk menentukan besarnya
rencana penerimaan yang akan datang.
2. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi
Pertumbuhan merupakan suatu kondisi yang menunjukan adanya
peningkatan pada suatu masa tertentu dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Laju pertumbuhan merupakan perbandingan pertambahan
suatu variabel terhadap variabel awalnya. Dari pengertian tersebut, maka
laju pertumbuhan pajak reklame adalah perbandingan pertambahan
penerimaan pajak reklame pada tahun tertentu terhadap penerimaan pajak
reklame tahun sebelumnya menurut Anugroho (2006: 23)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontribusi didefinisikan
sebagai “uang iuran (kepada perkumpulan dan sebagainya); sumbangan”.
reklame yaitu sumbangan tiap jenis pajak reklame terhadap pajak
reklame keseluruhan.
3. Pendekatan Matrik Boston Consulting Group (BCG)
Matrik BCG adalah matrik pangsa pertumbuhan yang pertama
dikembangkan oleh Boston Consulting Group pada akhir tahun 1960-an.
Matrik ini merupakan satu model portofolio yang pertama dan paling
dikenal. Matrik ini menganalisis dampak dari sumber daya yang
diinvestasikan dalam unit bisnis yang berbeda pada pendapatan dan arus
kas masa depan korporasi menurut Anugroho (2006: 24). Setiap unit
bisnis diposisikan dalam matrik dimana sumbu vertikal menunjukan
tingkat pertumbuhan industri dan sumbu horizontal memperlihatkan
pangsa pasar relatif unit.
Matrik pangsa pertumbuhan mengasumsikan bahwa perusahaan harus
menghasilkan kas dari bisnis dengan posisi kompetitif yang kuat di
dalam pasar. Tingkat pertumbuhan pasar adalah ukuran terdekat untuk
kejenuhan dan daya tarik industri sedangkan pangsa pasar refatif bisnis
adalah perkiraan untuk kekuatan kompetitifnya di dalam industri.
Penggolongan tiap unit bisnis dilakukan sebagai berikut:
1) Tanda Tanya :Bisnis di dalam industri yang tinggi
pertumbuhannya dengan pangsa pasar
relatif rendah.
2) Bintang :Bintang adalah pemimpin pasar dalam
3) Sapi Kas :Bisnis dengan pangsa relatif tinggi dari
pasar yang rendah pertumbuhannya.
Disebut sapi kas karena mereka terutama
menjadi generator laba dan kas di dalam
korporasi.
4) Anjing :Bisnis dengan pangsa pasar yang rendah
pertumbuhannya. Disebut anjing karena
meskipun bisa melahirkan kas, anjing
biasanya menghasilkan laba yang rendah
atau rugi.
Dengan mengadopsi model BCG tersebut untuk melakukan
pengukuran terhadap potensi pajak, maka bisnis yang dimaksud adalah
komponen pajak reklame. Pangsa pasar relatif bisnis merupakan
kontribusi tiap jenis pajak reklame terhadap pajak reklame keseluruhan.
Tingkat pertumbuhan pasar yang dimaksud adalah tingkat pertumbuhan
penerimaan tiap jenis pajak reklame. Maka dari itu, sebagaimana
penggolongan dalam matrik BCG, tiap jenis pajak reklame juga akan
digolongkan dalam empat kriteria potensi yaitu:
a) Prima :Jenis penerimaan yang memiliki
pertumbuhan dan kontribusi yang besar.
b) Gemuk :Jenis penerimaan yang memiliki kontribusi
diatas rata-rata, tetapi pertumbuhannya
c) Berkembang :Jenis penerimaan yang memiliki kontribusi
yang kecil, namun mengalami pertumbuhan
yang besar.
d) Terbelakang :Jenis penerimaan yang memiliki kontribusi
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus di Kota Yogyakarta,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Studi kasus merupakan penelitian yang
dilakukan terhadap suatu objek tertentu secara menyeluruh dan mendalam
sehingga hasil dari penelitian ini hanya berlaku untuk objek yang diteliti saja.
B.Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan
Kota Yogyakarta di jalan kenari no.56 Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012.
C.Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan
Keuangan Kota Yogyakarta.
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah data-data mengenai target dan realisasi
D.Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :
1) Data langsung :
a. Data target penerimaan pajak reklame tahun anggaran 2007 sampai
dengan tahun 2011.
b. Data realisasi penerimaan pajak reklame tahun anggaran 2007
sampai dengan tahun 2011.
c. Data biaya pemungutan pajak reklame tahun anggaran 2007 sampai
dengan tahun 2011.
2)Data tidak langsung :
a. Gambaran umum Kota Yogyakarta.
2. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1) Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data untuk memperoleh
informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada subjek
penelitian. Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai
data-data yang dibutuhkan, seperti sistem pemungutan pajak reklame dan
2) Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data atau catatan tertulis yang relevan dan akurat. Teknik
ini digunakan untuk memperoleh data-data atau laporan realisasi
mengenai penerimaan pajak reklame.
E.Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan penulis untuk mengetahui efisiensi, efektivitas, dan
potensi pajak reklame sebagai berikut:
1. Permasalahan Pertama
Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu apakah ada
perkembangan efisiensi dari penerimaan Pajak Reklame di Kota
Yogyakarta tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Langkah-langkah
yang akan dilakukan sebagai berikut:
a. Menghitung rasio efisiensi penerimaan Pajak Reklame dengan
langkah sebagai berikut :
1) Mengumpulkan data biaya pemungutan pajak reklame Kota
Yogyakarta tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
2) Mengumpulkan data realisasi penerimaan pajak reklame
Kota Yogyakarta tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
3) Melakukan perhitungan rasio efisiensi penerimaan pajak
reklame dengan menggunakan metode Cost of Collection
menghitung rasio efisiensi pajak reklame sebagai berikut
Menurut Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996
mengatakan bahwa penilaian terhadap efisiensi penerimaan
pajak reklame terdiri dari beberapa kategori yaitu apabila
nilainya < 60% masuk kategori sangat efisien, 60-80% masuk
kategori efisien, 80-90% masuk kategori cukup efisien,
90-100% masuk kategori kurang efisien dan > 90-100% dinyatakan
tidak efisien.
b. Mengetahui apakah ada perkembangan efisiensi dari
penerimaan Pajak Reklame di Kota Yogyakarta tahun 2007
menggunakan Metode Secular Trend/Trend. Trend dapat
digunakan untuk mengetahui pola data masa lampau, apakah
polanya naik terus, tetap atau turun. Untuk menjawab
permasalahan tersebut digunakan bentuk persamaan trend garis
lurus dengan metode Jumlah Kuadrat Terkecil (The Least
Square’s Method), dengan rumus sebagai berikut menurut
Subagyo (2003: 97-115):
Keterangan :
Dengan syarat ∑ X = 0
Y = Nilai variabel dependen, dalam hal ini adalah besarnya
efisiensi penerimaan Pajak Reklame Kota Yogyakarta tiap
tahun.
X = Nilai variabel independen dalam analisis trend adalah
Untuk mempermudah penyelesaian rumus-rumus tersebut maka digunakan
tabel dibawah ini:
Tabel 3.2 Contoh Tabel Perhitungan Trend Efisiensi Penerimaan Pajak Reklame
Tahun Y X XY X² Y´ (Trend)
2007 -2 4
2008 -1 1
2009 0 0
2010 1 1
2011 2 4
Jumlah 0 10
a = Intercept Y, yakni nilai Y apabila X = 0
b = Lereng garis trend
n = Jumlah tahun, yaitu dari tahun 2007 sampai dengan tahun
Setelah perhitungan trend efisiensi penerimaan pajak reklame
diketahui melalui perhitungan diatas, selanjutnya dapat
digambarkan penerapan garis trend dalam contoh grafik sebagai
berikut:
Gambar 3.1: Contoh Grafik Trend Efisiensi Penerimaan Pajak Reklame
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji
statistik “t” untuk koefisien trend (b). Uji statistik “t” dilakukan untuk mengetahui apakah nilai “b” signifikan atau tidak langkah -langkahnya sebagai berikut:
1) Menentukan H dan H
H : b = 0, tidak ada perkembangan efisiensi dari
penerimaan pajak reklame yang signifikan
H : b ≠ 0, ada perkembangan efisiensi dari penerimaan pajak reklame yang signifikan.
2) Menentukan taraf nyata 5% dengan 2 sisi pengujian, maka
t-tabel yang digunakan dengan derajad kebebasan(df)
3) Menghitung harga statistik penguji dengan rumus:
Keterangan:
b = Perubahan variabel (Y) pertahun secara berkala
= Standart error koefisien
= Standart error of estimate
n = Banyaknya sampel yaitu jumlah data dari tahun 2007
sampai dengan tahun 2011
4) H Diterima jika harga terletak di daerah penerimaan H
yaitu:
H Ditolak jika harga berada di daerah penolakan H
yaitu:
>2,776 atau < - 2,776
Daerah Penerimaan DaerahPenolakan
- 2,776 2,776
2. Permasalahan Kedua
Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu apakah ada
perkembangan efektivitas dari penerimaan Pajak Reklame di Kota
Yogyakarta tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Langkah-langkah
yang akan dilakukan sebagai berikut:
a. Menghitung rasio efektivitas penerimaan Pajak Reklame
dengan langkah sebagai berikut :
1) Mengumpulkan data realisasi penerimaan pajak reklame
Kota Yogyakarta tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
2) Mengumpulkan data target penerimaan pajak reklame Kota
Yogyakarta tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
3) Melakukan perhitungan rasio efektivitas penerimaan pajak
reklame dengan menggunakan metode Charge
menghitung rasio efisiensi pajak reklame sebagai berikut
Menurut Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996
mengatakan bahwa penilaian terhadap efektivitas penerimaan
pajak reklame terdiri dari beberapa kategori yaitu apabila
nilainya > 100% masuk kategori sangat efektif, 90-100%
masuk kategori efektif, 80-90% masuk kategori cukup efektif,
60-80% masuk kategori kurang efektif dan < 60% masuk
kategori tidak efektif.
b. Mengetahui apakah ada perkembangan efektivitas dari
penerimaan Pajak Reklame di Kota Yogyakarta tahun 2007
menggunakan Metode Secular Trend/Trend. Trend dapat
digunakan untuk mengetahui pola data masa lampau, apakah
polanya naik terus, tetap atau turun. Untuk menjawab
permasalahan tersebut digunakan bentuk persamaan trend garis
lurus dengan metode Jumlah Kuadrat Terkecil (The Least
Square’s Method), dengan rumus sebagai berikut menurut
Subagyo (2003: 97-115):
Keterangan:
Dengan syarat ∑ X = 0
Y = Nilai variabel dependen, dalam hal ini adalah besarnya
efektivitas penerimaan Pajak Reklame Kota Yogyakarta tiap
X = Nilai variabel independen dalam analisis trend adalah waktu
a = Intercept Y, yakni nilai Y apabila X = 0
b = Lereng garis trend
n = Jumlah tahun, yaitu dari tahun 2007 sampai dengan tahun
2011
Untuk mempermudah penyelesaian rumus-rumus tersebut maka digunakan
tabel dibawah ini:
Tabel 3.4 Contoh Tabel Perhitungan Trend Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame
Tahun Y X XY X² Y´ (Trend)
2007 -2 4
2008 -1 1
2009 0 0
2010 1 1
2011 2 4
Setelah perhitungan trend efektivitas penerimaan pajak reklame
diketahui melalui perhitungan diatas, selanjutnya dapat
digambarkan penerapan garis trend dalam contoh grafik sebagai
berikut:
Gambar 3.2: Contoh Grafik Trend Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji
statistik “t” untuk koefisien trend (b). Uji statistik “t” dilakukan
untuk mengetahui apakah nilai “b” signifikan atau tidak langkah -langkahnya sebagai berikut:
1) Menentukan H dan H
H : b = 0, tidak ada perkembangan efektivitas dari
penerimaan pajak reklame yang signifikan
2) Menentukan taraf nyata 5% dengan 2 sisi pengujian, maka
t-tabel yang digunakan dengan derajad kebebasan(df) n-1
= 5 – 1 = 4 diperoleh harga t-tabel ± 2,776
3) Menghitung harga statistik penguji dengan rumus:
Keterangan:
b = Perubahan variabel (Y) pertahun secara berkala
= Standart error koefisien
= Standart error of estimate
n = Banyaknya sampel yaitu jumlah data dari tahun 2007
4) H Diterima jika harga terletak di daerah penerimaan H
yaitu:
< 2,776 atau > - 2,776
H Ditolak jika harga berada di daerah penolakan H yaitu:
>2,776 atau < - 2,776
Daerah Penerimaan DaerahPenolakan
- 2,776 2,776
3. Permasalahan Ketiga
Untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga yaitu posisi potensi tiap
Pajak Reklame di Kota Yogyakarta tahun 2007 sampai dengan tahun
2011, dapat ditempuh dengan langkah sebagai berikut (Haning dan
Radianto, 2005):
a. Menghitung kontribusi tiap jenis pajak reklame
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar peranan atau
Data yang akan diambil :
1) Data realisasi penerimaan tiap jenis pajak reklame per tahun
2) Data realisasi penerimaan pajak reklame secara keseluruhan.
Tabel 3.5 Contoh Tabel Kontribusi Tiap Jenis Pajak Reklame Terhadap Pajak Reklame Tahun 2007-2011
Besar kontribusi tiap jenis pajak reklame terhadap pajak reklame tahun 2007-2011
Jenis pajak reklame
2007 2008 2009 2010 2011
Papan
Kain
Melekat
Selebaran
Berjalan
Udara
Baliho
Cahaya
Sekaten
Tabel 3.6 Contoh Tabel Rasio Kontribusi Tiap Jenis Pajak Reklame Terhadap Pajak Reklame Tahun 2007-2011
Jenis pajak reklame Rata-rata kontribusi tahun 2007-2011
Rasio kontribusi
Papan
Kain
Melekat
Selebaran
Berjalan
Udara
Baliho
Cahaya
Sekaten
Rata-rata kontribusi Pajak Reklame
Perhitungan :
Rumus rata-rata kontribusi tahun 2007-2011 :
Jumlah kontribusi tiap jenis pajak reklame
Jumlah periode tahun anggaran
b. Menghitung laju pertumbuhan tiap jenis pajak reklame dengan
langkah sebagai berikut:
1) Mengumpulkan data realisasi penerimaan pajak reklame Kota
2) Melakukan perhitungan laju pertumbuhan dari penerimaan
pajak reklame. Rumus yang akan digunakan sebagai berikut:
Keterangan :
Yx = Penerimaan tiap jenis pajak reklame tahun tertentu.
Yx-1 = Penerimaan tiap jenis pajak reklame tahun sebelumnya.
Tabel 3.7 Contoh Tabel Laju Pertumbuhan Penerimaan Tiap Jenis Pajak Reklame
Jenis pajak reklame
2008 2009 2010 2011
Papan
Kain
Melekat
Selebaran
Berjalan
Udara
Baliho
Cahaya
Sekaten
Jumlah rata-rata
Tabel 3.8 Contoh Tabel Rasio Pertumbuhan Penerimaan Tiap Jenis Pajak Reklame
Jenis pajak reklame Rata-rata
pertumbuhan tahun 2007-2011
Rasio pertumbuhan
Papan
Kain
Melekat
Selebaran
Berjalan
Udara
Baliho
Cahaya
Sekaten
Rata-rata
c. Pendekatan Metode Matrik Boston Consulting Group (BCG)
Untuk mengetahui potensi tiap jenis pajak reklame dapat dilakukan
dengan cara membandingkan antara rasio kontribusi dengan rasio
pertumbuhan pajak reklame (Haning dan Radianto, 2005):
Tabel 3.9 Contoh Tabel Rasio Kontribusi dan Rasio Pertumbuhan Tiap Jenis Pajak Reklame Tahun 2007-2011
Jenis pajak reklame Rasio Kontribusi Rasio pertumbuhan
Papan
Kain
Melekat
Selebaran
Berjalan
Udara
Baliho
Cahaya
Sekaten
Matrik digunakan untuk memetakan potensi tiap jenis pajak reklame
menjadi empat kategori potensi yaitu Prima, Gemuk, Berkembang,
Terbelakang berdasarkan tingkat rasio kontribusi dan laju
pertumbuhannya, yaitu:
a Prima Jenis penerimaan yang memiliki
pertumbuhan dan kontribusi yang
besar.
b Gemuk Jenis penerimaan yang memiliki
kontribusi diatas rata-rata, tetapi
pertumbuhannya kecil.
c Berkembang Jenis penerimaan yang memiliki
kontribusi yang kecil, namun
mengalami pertumbuhan yang besar.
d Terbelakang Jenis penerimaan yang memiliki
kontribusi dan pertumbuhan yang
kecil.
PERTUMBUHAN
≥ 1 ≤ 1
KONTRIBUSI ≥ 1 PRIMA GEMUK
50
BAB IV
GAMBARAN UMUM
A.Sejarah Singkat Berdirinya Pemerintah Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta didirikan pada tahun 1755, bersamaan dengan
dibangunnya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono I di Bekas Hutan Bering, suatu kawasan diantara Sungai Winongo dan
Sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategis menurut segi pertahanan
keamanan pada waktu itu.
Pemerintah Kotamadya Yogyakarta baru dibentuk sejak tanggal 7 Juni 1947
dimana saat berdirinya disebut sebagai Kota Praja. Berbeda dengan kota
lainnya, di jaman penjajahan Belanda kota Yogyakarta memang belum pernah
menjadi kota otonom. Jadi kota Yogyakarta belum pernah memiliki
pemerintahan tersendiri. Kota Praja Yogyakarta yang lahir dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947 yang membentuk kota
Yogyakarta sebagai Haminte Kota atau Kota Otonom. Undang-Undang
tersebut merupakan produk perundang-undangan di jaman kemerdekaan
tertanggal 7 Juni 1947. Kotamadya Yogyakarta yang dikenal sebagai kota
perjuangan itu, bukan dilahirkan oleh penjajahan, melainkan dilahirkan pada
masa kemerdekaan, bahkan lahir pada saat perjuangan nasional, ketika bangsa
Indonesia sedang menegakan kedaulatan negara setelah Proklamasi 17 Agustus
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 Sri Sultan
Hamengku Buwono IX maupun Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam
pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari
Presiden Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 September 1945, beliau
mengeluarkan amanatnya yang pertama yang menyatakan, bahwa daerah
Kasultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa dan menjadi
bagian dari Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 30 Oktober 1945
beliau mengeluarkan amanatnya yang kedua yang menyatakan, bahwa
pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan
oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII
bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia.
Kota Yogyakarta, baik yang menjadi bagian dari Kasultanan maupun
menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat dibentuk satu DPR Kota dan
Dewan pemerintahan kota yang dipimpin oleh Kedua Bupati Kota Kasultanan
dan Pakualaman, akan tetapi kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau
Kota Otonom, sebab kekuasaan otonom yang meliputi bidang pemerintahan
masih tetap di Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Otonomi baru diserahkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17
Tahun 1947 dimana pasal 1 menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta
yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari
Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan
Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Haminte didefinisikan sebagai
pemerintahan Kota Praja pada masa pendudukan Belanda.
Secara Yuridis formal Kota Yogyakarta pada tanggal 7 Juni 1947 telah sah
menjadi Kota Otonom yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Perangkat Pemerintahan sudah ada seperti: DPRD, Walikota, wewenangnya
telah jelas dan APBD pertamanya juga telah dilampirkan pada Undang-Undang
pembentukan tersebut. Hanya penyerahan wewenang dari Daerah Istimewa
Yogyakarta kepada Kota Praja Yogyakarta yang menjadi haknya Menurut
Undang-Undang belum dilaksanakan.
Jika kita melihat keluarnya Undang-Undang Pembentukan Haminte Kota
Yogyakarta pada tanggal 7 Juni 1947, maka Kota Yogyakarta dibentuk sebagai
Kota Praja sebelum clash I. Akan tetapi jika kita melihat penyerahan
wewenang itu secara riil dari Daerah Istimewa Yogyakarta kepada Kota Praja
Yogyakarta baru terjadi dalam tahun 1951, maka untuk melaksanakan
penyerahan wewenang otonomi tersebut disebabkan terjadinya clash I dan
clash II setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, selain itu
juga disebabkan oleh berbagai hal diantaranya;
1) Membentuk Kota Yogyakarta sebagai kota otonomi harus melalui
Undang-Undang
2) Dengan terbentuknya Kota Yogyakarta, maka akan merupakan bagian
yang terpisah dari daerah Kasultanan dan Pakualaman serta memiliki
Nampaknya dalam pembentukan Haminte kota Yogyakarta kurang
memperhatikan hal tersebut, sebab pada tanggal 7 Juni 1947 itu status Daerah
Istimewa Yogyakarta belum diatur dengan Undang-Undang oleh pemerintahan
pusat sesuai dengan pasal 18 UUD 1945, padahal kota Yogyakarta lebih dahulu
dibentuk oleh Pemerintah Pusat sebagai Haminte Kota dengan
Undang-Undang. Ini akan berakibat bahwa pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta
akan kehilangan kekuasaan dan pengawasan terhadap pemerintah Haminte
Kota Yogyakarta. Sehubungan dengan hal itu Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta belum bersedia menyerahkan sebagian wewenangnya, sebelum
status Daerah Istimewa Yogyakarta ditentukan, maka Haminte Kota
Yogyakarta tetap menjadi bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan tetap
mempunyai wewenang untuk mengawasi jalannya Pemerintahan Haminte Kota
Yogyakarta.
Masalah itu bisa diatasi setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1948 yang mengatur tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah di
seluruh wilayah dan berdasarkan Undang-Undang pokok Pemerintahan Daerah
tersebut dikeluarkan Undang-Undang Pembentukan Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor: 3 jo.19 tanggal 15 Agustus 1950 dan bersamaan dengan
itu dikeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 yang merubah
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dengan demikian Daerah Istimewa
Yogyakarta maupun Kota Pradja Yogyakarta sama-sama ditetapkan sebagai
Daerah Otonom berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 22
Praja Yogyakarta sebagai Daerah Tingkat II sekaligus menjadi bagian dari
Daerah Istimewa Yogyakarta.
B.Keadaan Geografis
1. Keadaan Alam
Kota Yogyakarta terletak antara 110°24'19''-110°28'53'' Bujur Timur
dan antara 07°49'26''-07°15'24'' Lintang Selatan, dengan luas sekitar 32,5
Km² atau 1,02% dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jarak terjauh dari Utara ke Selatan kurang lebih 7,5 Km dan dari Barat ke
Timur kurang lebih 5,6 Km.
Kota Yogyakarta yang terletak di daerah lereng aliran gunung Merapi
memiliki kemiringan lahan yang relatif (antara 0-2%) dan berada pada
ketinggian rata-rata 114 meter dari permukaan air laut (dpa). Sebagian
wilayah dengan luas 1.657 hektar terletak pada ketinggian kurang dari 100
meter dan sisanya (1.593 hektar) berada pada ketinggian antara 100-199
meter dpa. Sebagian besar jenis tanahnya adalah regosol.
Terdapat 3 sungai yang mengalir dari arah Utara ke Selatan yaitu:
Sungai Gajahwong yang mengalir di bagian timur kota, Sungai Code di
bagian tengah dan Sungai Winongo di bagian barat kota.
Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45
kelurahan dengan batas wilayah:
Sebelah Utara : Kabupaten Sleman
Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul
Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman
2. Iklim
Secara umum, rata-rata curah hujan tetinggi selama tahun 2010 terjadi
pada bulan Desember, yaitu sebanyak 511,8 mm dan terendah terjadi pada
bulan Juli (57,9 mm). Rata-rata hari hujan per bulan adalah 14,21 hari.
Kelembaban udara rata-rata cukup tinggi, tertinggi terjadi pada bulan
Februari sebesar 84,5 persen dan terendah pada bulan September sebesar
78 persen. Tekanan udara rata-rata 1.009,8 mb dan suhu udara rata-rata
27,3°C.
C.Pemerintahan
1. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah
lainnya sebagai Badan Eksekutif Daerah. Pemerintah Kota Yogyakarta
dipimpin oleh seorang Walikota sebagai kepala eksekutif yang dibantu
oleh seorang Wakil Walikota.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) adalah Badan Legislatif Daerah.
DPRD Kota Yogyakarta masa bhakti 2009-2014 terdiri dari 40 orang