• Tidak ada hasil yang ditemukan

Susukan Tahun 2010 ) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Susukan Tahun 2010 ) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i

LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH

( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan

Susukan Tahun 2010 )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Ahmad Miftakhuzzahid

21113005

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)

iii

LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH

( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan

Susukan Tahun 2010 )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Ahmad Miftakhuzzahid

21113005

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(4)

iv Heni Satar N, S. H., M. Si.

NIP. 19701127199903

PENGESAHAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

KepadaYth.

Dekan Fakultas Syari‘ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh

Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Ahmad Miftakhuzzahid NIM : 211-13-005

Judul :

LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA

IDDAH

( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Tahun 2010 )

Dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam siding munaqosyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 05 September 2018 Pembimbing,

(5)

v

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH

( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan

Susukan Tahun 2010 )

Oleh:

Ahmad Miftakhuzzahid NIM 211-13-005

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 21 September 2018 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).

Dewan Sidang Munaqosyah:

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS SYRI’AH

Jl. NakulaSadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423Salatiga5022

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ahmad Miftakhuzzahid NIM : 211-13-005

Jurusan : Hukum Keluarga Islam Fakultas : Syariah

Judul : LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga,05 Juni 2018 Yang menyatakan,

(7)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“setiap kesuksesan berawal dari suatu

perjuangan

bukan dengan cara instan

Persembahan

“”

Untuk Kedua Orang Tua & Keluargaku

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, tuhan semesta

alam yang berkuasa atas segala sesuatu. Berkat tuntutan, hidayah serta karunia-Nyalah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda nabi Muhamad SAW. Nabi akhirzaman yang akan selalu menjadi suri tauladan bagi umat islam sampai yaumulqiyamah.Amin.

Manusia tidakada yang sempurna.Begitupun dengan penulis, penulis hanyalah makhluk yang tiada mungkin tidak ada kekurangan. Penulis hanyalah manusia biasa yang semangatnya terkadang hidup dan padam , sehingga merupakan anugerah yang luar biasa dengan bekal niat dan dukungan dari banyak pihak yang pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul:‖legalisasi pernikahan dalam masa iddah”

Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menghaturkan terimakaasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Ahmad Hariyadi,M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dr. SitiZumrotunM.Ag, Selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga. 3. Bapak Sukron Ma‘mun, M.Si,selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam. 4. Ibu Heni Satar N. S. H., M. Si.,selaku Pembimbing Skripsi

5. Bapak Drs. Badwan, M. Ag.selaku dosen Pembimbing Akademik.

(9)

ix

7. Orang tua tercinta Bapak Muh Bahrudin Dan Ibu Islamiyah, bimbingan, arahan dan juga kesabarannya.

8. Bapak Yusuf Humaini yang member motifasi semangat untuk segera menyelesaikan jenjang pendidikan.

9. Kaka saya mas Anas yang selalu ngancani dari awal kuliah sampai sekarang. 10. Teman teman saya nidya Nur Aufa, Muntaha, dan teman-teman

seperjuanganku

11. Kepada teman motivasi saya Anggraini Sulistyowati yang selalu menjadi penyemmangat .

Penulis tidak mampu membalas dukungan, bimbingan serta motivasi yang telah diberikan selama ini, semoga semua itu menjadi amal shalih dan semoga Allah membalas amal shalih tersebut dengan balasan yang lebih baik. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelalaian, oleh karenanya penulis berlapang dada untuk menerima kritikdan saran yang membangun demi perbaikan.

Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat. Trimakasih.

Salatiga, 5 September 2018

(10)

x ABSTRAK

Ahmad Miftakhuzzahid. 2018. “Legalisai Pernikahan Dalam Masa Iddah”(Studi

kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Tahun 2010 ).Skripsi.Fakultas Syari‘ah. Jurusan hukum Keluarga Islam.Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.Pembimbing Heni Satar N. S. H., M. Si.

Kata kunci: Masalah, Metodologi, Hasil

Terjadinya praktek pernikahan dalam masa iddah yang terjadi di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan yang dilakukan oleh empat pasangan yang didasari faktor kebutuhan ekonomi dan sosial. Dikalangan masyarakat setempat faktor tersebut sangat lah terasa di era yang serba canggih ini. Serta peran dari KUA setempat yang belum melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam melayani pernikahan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi sosiologis yuridis yaitu penulis secara intensif mempelajari tentang latar belakang keadaan sekarang, interaksi sosial, individu, kelompok, keluarga dan masyarakat.

Hasil dari peniltian yang ada pada skripsi ini adalah penulis mengetahui apakah yang mendasari terjadinya pernikahan dalam masa iddah dikalangan masyarakat di Dusun Ngebuk Desa Tawang. Dari hasil penelitian penulis praktek pernikahan pada masa iddah ini terjadi akibat faktor ekonomi dan sosial dan peran dari pihak KUA setempat terhadap pernikahan pada masa iddah di Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Dari hasil keterangan KUA meraka mengatakan kurang telitinya mereka dalam menyeleksi berkas yang sudah diajukan oleh pihak yang akan melaksanakan pernikahan kedua.

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian... 5

E. Penegasan Istilah ... 6

F. Tinjauan Pustaka ... 7

G. Metode Penelitian... 9

(12)

xii BAB II LANDASAN TEORI

A. MASA IDDAH ... 13

1. Pengertian Masa Iddah ... 13

2. Landasan Hukum Masa Iddah ... 14

B. MASA IDDAH MENURUT UU NO.1 Tahun 1974 dan KHI ... 15

C. PERHITUNGAN MASA IDDAH ... 17

D. HIKMAH IDDAH ... 22

E. HAK DAN KEWAJIBAN WANITA BER-IDDAH ... 23

F. LARANGAN DALAM MASA IDDAH ... 26

G. TUGAS DAN KEWENANGAN KUA ... 27

BAB III LAPORAN PENELITIAN ... 37

A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ... 37

1. Kondisi Geografis KUA Kecamatan Susukan ... 37

2. Struktur Organisasi KUA Kecamatan Susukan ... 38

3. Kondisi Sosial-Ekonomi dan Budaya ... 41

4. Luas dan Batas Desa Tawang ... 42

5. Jumlah Penduduk Desa Tawang Berdasarkan Usia ... 43

6. Jumlah Pendudduk Berdasarkan Pendiddikan ... 43

7. Struktur Mata Pencaharian Desa Tawang ... 44

8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 44

(13)

xiii

B. PROFIL PASANGAN ... 45

C. HASIL WAWANCARA ... 49

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH ... 54

A. PRAKTEK PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH DI DUSUN NGEBUK DESA TAWANG KECAMATAN SUSUKAN ... 54

B. FAKTOR YANG MENDORONG ADANYA PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH DI DUSUN NGEBUK DESA TAWANG KECAMATAN SUSUKAN ... 60

C. PERAN PEGAWAI KANTOR PENCATATAN PERNIKAHAN DALAM PERNIKAHAN PADA MASA IDDAH DI KUA KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN SEMARANG ... 62

BAB V KESIMPULAN PENUTUP ... 64

A. KESIMPULAN ... 64

B. SARAN ... 64

C. PENUTUP ... 65

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, Karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi Juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu menghubungkan kaidah-kaidah perkawinan dengan kaidah-kaidah agama. Semua agama umumnya mempunyai hukum perkawinan yang berbeda-beda.

Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat ternyata tidak dapat terlepas dari adanya saling ketergantungan antara manusia dengan yang lainnya. Hal itu dikarenakan sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk sosial yang suka berkelompok atau berteman dengan manusia lainnya. Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani.

(15)

2

ini yang lazimnya disebut sebagai sebuah perkawinan. Perkawinan pada hakekatnya adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang kekal dan bahagia.

Dalam suatu pernikahan ada juga yang berakhir dalam sebuah perceraian karena tidak semua pernikahan itu bisa selalu bahagia. Banyak hal yang menjadikan alasan pasangan suami istri bisa memutuskan untuk bercerai dari pada melanjutkan hubungan pernikahan mereka.

(16)

3

Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 113 KHI, yang mengatur bahwa putusnya perkawinan dapat dikarenakan 3 (tiga) alasan sebagai berikut:

1. Kematian; 2. Perceraian;

3. Putusan Pengadilan.

Menurut Pasal 114 KHI menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak oleh suami atau gugatan perceraian oleh isteri. Selanjutnya menurut Pasal 115 KHI menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Dalam terjadinya perceraian itu sendiri mengakibatkan adanya iddah atau masa tunggu bagi seorang istri yang diceraikan oleh suaminya.

Iddah menurut bahasa berasal dari kata ― al-„udd ‖ dan ― al-Ihsha‟

yang berarti bilangan atau hitungan, misalnya bilangan harta atau hari jika dihitung satu per satu dan jumlah keseluruhanya. Firman Allah dalam Al-qur‘an :

َدْنِع ِروُهُّشلا َةَّدِع َّنإ

اًرْهَش َرَشَع اَنْ ثا ِوَّللا

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas

bulan”. (QS. At-Taubah (9): 36)

(17)

4

Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Iddah ialah masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna atau untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak (Rasjid, 2011:414), serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.

Ada yang berbeda dengan apa yang sudah dijelaskan pada uraian diatas di dusun ngebuk ,desa tawang masih terjadi pernikahan yang sah secara hukum dan negara pada waktu masa iddah.sebagian masyarakatnya tidak mengindahkan yang namanya masa iddah yang sudah dijelaskan dalam alqur‘an dan undang-undang negara.

Dan dalam peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 masalah ini telah dijelaskan dalam BAB VII Pasal 39 sementara dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan Pasal 153, 154, 155. Pasal 153 ayat (1) kompilasi menyatakan : bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah

kecuali belum digauli dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami. (lihat pasal 39 PP Nomor 9 Tahun 1975).

Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan diatas bahwa iddah itu adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan sedemikian rupa karena itu adalah suatu hal yang wajib dalam syariat Islam. Atas dasar inilah penulis menjadikan hal ini sebagai masalah yang akan dikaji dan diteliti dengan judul “LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH STUDI KASUS DI DUSUN NGEBUK DESA TAWANG KECAMATAN

(18)

5 B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana praktek pernikahan dalam masa iddah di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.

2. Apakah faktor yang mendorong adanya pernikahan dalam masa iddah di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. 3. Bagaimana peran pegawai kantor pencatatan pernikahan dalam pernikahan

pada masa iddah di KUA Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui praktek pernikahan dalam masa iddah yang terjadi di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. 2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi pendorong akan adanya pernikahan

dalam masa iddah di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.

3. Untuk mengetahui peran pegawai kantor pencatatan pernikahan dalam pernikahan pada masa iddah yang terjadi di KUA Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

(19)

6

ini juga diharapkan sebagai bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri Salatiga Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga Islam (IAIN Salatiga).

2. Manfaat Praktis

Selain memberikan manfaat teoritis penelitian ini juga mempunyai manfaat praktis dan akademis.Sebagai sumbangan referensi kepada para pihak yang terkait yaitu tokoh masyarakat setempat, tokoh agama dalam menanggapi pernikahan dalam masa iddah.

E. PENEGASAN ISTILAH

Adapun penegasan istilah dalam penulisan ini yaitu: 1. Legalisasi

Legalisasi/ pengesahan ( menurut undang-undang atau hukum ): tidak menolong usaha pelembagaan perkawinan di masyarakat.Melegalisasi membuat menjadi legal; mengesahkan surat dan sebagainya. (KBBI)

2. Iddah

Iddah (Arab: ةدع; "waktu menunggu") di dalam agama Islam adalah sebuah masa di mana seorang perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya, baik diceraikan karena suaminya mati atau karena dicerai ketika suaminya hidup, untuk menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki lain. ( Ibnu Mas'ud dan Zainal Abiding 2007: 375 )

3. Kasus

(20)

7

kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal; soal; perkara;.

F. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, tentang masa iddah sudah dituangkan dalam beberapa penelitian, diantara penelitian – penelitian tersebut yang mirip dengan penelitian yang penyusun tulis antara lain :

Pada tahun 2012, dalam skripsi yang berjudul ―Pelaksanaan Pernikahan Dalam Masa Iddah Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi kasus di Tnajung Samak Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Maranti). Karya Siti Anisah memfokuskan pemahasannya pada faktor yang menjadi pendorong masyarakat melakukan pernikahan dalam masa iddah. Dari hasil penelitian diatas adalah kebanyakan masyarakat di desa tersebut kurang memahami tentang batasan dan larangan dalam masa iddah sehingga tidak ada yang menghiraukan tentang masa iddah. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan dibuat adalah peran pegawai pencatat perninakan dan faktor yang utama mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.

(21)

8

pencatat pernikahan dan faktor yang utama mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.

Pada tahun 2017, karya Tendy Utama Halim dalam skripsi yang berjudul ―Akibat Hukum Dilanggarnya Masa Iddah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Pernikahan Dan Kompilasi Hukum Islam ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Tasikmalaya Nomor:2085/Pdt.G/2004/Pa.Ts). Skripsi ini memfokuskan pada akibat hukum dari dilanggarnya masa iddah dalam undang-undang pernikahan. Hasil dari penelitian ini adalah para wanita yang melanggar masa iddah menerima hukuman menurut undang-undang pernikahan. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan dibuat adalah peran pegawai pencatat perninakan dan faktor yang utama mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.

(22)

9

Pada tahun 2017, karya Siti Muthohharoh dalam skripsi yang berjudul ― Tinjauan hukum islam terhadap pernikahan dalam masa iddah pada masyarakat Dayak Bakumpai Desa Muara Bumban Kecamatan Murung kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah. Skripsi ini memfokuskan pada tinjauan dan solusi hukum pada masyarakat setempat. Hasilnya adalah masyarakat menjadi tau tentang hukum pernikahan dalam masa iddah. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan dibuat adalah peran pegawai pencatat perninakan dan faktor yang utama mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.

G. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan tindakan yang dapat membantu terlaksananya penelitian dengan hasil yang sangat baik.

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis pendekatan ini adalah penelitian lapangan ( Field Researd ) yang secara umum bersifat sosiologis-yuridis. Penelitian lapangan yaitu mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan

interaksi suatu sosial, individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat. ( Husaini Usman 2005: 5 ) Jadi, penelitian dengan hukum empiris harus dilakukan dilapangan dengan menggunakan metode dan teknik penelitian lapangan.

2. Sumber Data

(23)

10

dalam masa iddah, tokoh masyarakat, Ulama‘, dan orangorang yang

mengetahui masalah tersebut.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain,tidak secara langsung diterima oleh penulis dari subyek penelitiannya dalam format dokumentasi (Azwar,2007:91).Metode dokumentasi dilakukan dengan cara menelusuri pelaku nikah dalam masa iddah in yang menjadi obyek utama.

3. Metode Pengumpulan Data

Adapun cara penulis dalam melakukan pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Wawancara

Metode wawancara yaitu metode yang dipergunakan dalam penelitian dengan cara dialog yang dilakukan pleh pelaku sebagai pewawancara untuk memperoleh infomasi dari terwawancara ( Arikunto, 1998:145 ). Adapun metode wawancara yang dilakukan dengan cara tanya jawab secara lisan mengenai masalah yang ada dengan berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai rujukan yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam metode ini penulis melakukan wawan cara kepada pelaku pernikahan dalam masa iddah, kepada pejabat kua setempat dan tokoh masyarakat di desa setempat sebagai informan guna mendapatkan informasi.

b. Dokumentasi

(24)

11

peristiwa yang berlaku.Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang. Sedangkan menurut Arikunto (1998:236) dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti notulen-notulen, lengger, agenda, dan sebagainya. 4. Metode Analisis Data

Sesudah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisa agar memperoleh data yang matang dan akurat. Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu, analisa untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk uraian. ( Moeloeng 2011:288 )

Pada metode ini penulis akan mengolah data yang diperoleh dari hasil wawancara dan mengamati dari sumber-sumber lain agar lebih mengetahui lebih dalam tentang terjadinya pernikahan dalam masa iddah. H. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan dalam penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut :

Bab Pertama, Berisi tentang Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

(25)

12

Bab Ketiga, Berisi tentang Hasil penelitian yang berisi tentang gambaran lokasi penelitian.

Bab keempat, Berisi tentang Pembahasan yang berisikan pemaparan tentang skripsi yang dibuat.

(26)

13 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Masa Iddah

1. Pengertian Masa Iddah

Menurut bahasa iddah berasal dari kata al-‗adad yang berarti menghitung. Kata al-‗adad memiliki arti ukuran dari sesuatu yang dihitung dan jumlahnya. Secara etimologi iddah berarti:menghitung atau hitungan.Kata ini digunakan untuk maksud Iddah karena wanita yang beriddah menunggu waktu berlakunya.( Syarifuddin, 2006, h.303)

Pengertian iddah secara istilah ,para ulama banyak memberikan pengertian yang beragam, seperti Muhammmad al-Jaziri memberikan pengertian bahwa iddah merupakan masa tunggu seorang perempuan yang tidak hanya didasarkan pada masa haid atau sucinya tetapi kadang-kadang juga didasarkan pada bilangan bulan atau dengan melahirkan dan selama masa tersebut seorang perempuan dilarang untuk menikah dengan laki-laki.( Al-Jaziri,1969,jilid 4: 513 )

Pengertian yang tidak terlalu beda, juga diungkapkan oleh Sayyid Sibiq bahwa ‗iddah merupakan sebuah nama bagi masa lamanya

(27)

14

Selain kedua pendapat diatas juga ada sebuah pendapat mengenai Iddah dari Abu Yahya Zakariya al-Ansari yaitu ‗iddah sebagai masa tunggu seorang perempuan untuk mengetahui kesucian rahim untuk ta‘abbud (beribadah) atau untuk tafajju‘ (bela sungkawa) terhadap

suaminya.(Al-Ansari,1998:103)

Dari definifi diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa pada masa tunggu yang ditetapkan bagi perempuan setelah kematian suami atau putusnya perkawinan baik berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan atau dengan melahirkan untuk mengetahui kesucian rahim, beribadah atau ta‘abbud maupun bela sungkawa atau tafajju‘ atas suaminya.selama masa

tersebut seorang perempuan (istri) dilarang untuk menikah dengan laki-laki lain.

2. Landasan Hukum Masa Iddah Hukum iddah wajib,dasarnya:

a. Al Quran firman allah.

ٍءوُرُ ق َةَث َلََث َّنِهِسُفْ نَأِب َنْصَّبَرَ تَ ي ُتاَقَّلَطُمْلاَو

ۚ

“ Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diti (menuggu) tiga kali quru”.(QS. Al-Baqarah (2): 228).

(28)

15

patuh terhadap perintah menunggu kemudian Allah memberitakan apa adanya. Perumpamaan perkataan mereka:‖semoga Allah

merahmatimu‖kalimat ini dikeluarkan dalam bentuk berita karena percaya terkabulnya,seolah telah ad rahmat kemudian diberitakan. Dalam alquran allah telah memberitakan tentang masa iddah.

b. Sunnah sebagaimana dijelaskan dalam shahih muslim dari fathimah binti qais bahwa Rasulullah bersabda kepadanya:

موتكم ما نب ا كمع نبا تيب ئف يدتعا

“hendaklah enkau di rumah pamanmu ibnu umi maktum”.(muslim : 1\94)

Dan sabda nabi kepada wanita yang khulu‘: dan hendaklah engkau

ber-iddah sekali haid.sebagai mana dalam bab khulu‘ dan hadis lain. c. Ijma‘ umat islam sepakat wajibnya iddah sejak masa Rasulullah

sampai sekarang.

B. Masa Iddah MenurutUndang-Undang No.1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam

1) Menurut UU No.1 Tahun 1974 Pasal 11

a. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu. b. Tenggang waktu jangka waktu tersebut dalam ayat (1) akan di atur

(29)

16

a. Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah, kecuali qobla al dukhul dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami.

b. Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:

1) Apabila putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 hari;

2) Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haid 3(tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkannya 90 hari;

3) Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu sampai melahirkan;

4) Apabila perkawinan putus karena kematian, janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu sampai melahirkan.

c. Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla al dukhul. d. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu

dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap,sedangkan perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami. e. Waktu tunggu bagi isteri yang pernah haid sedang waktu menjalani

(30)

17

f. Dalam hal keadaan pada ayat (5) bukan karena menyusui, maka iddahnya selama 1 tahun, akan tetapi bila dalam waktu setahun tersebut ia haid kembali, maka iddah nya menjadi 3 kali suci.

Pasal 154 apabila isteri bertalak raj‘i kemudian dalam waktu

iddah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, ayat (5) dan ayat (6) pasal 153, ditinggal mati oleh suaminya, maka iddahnya berubah menjadi 4 bulan 10 hari terhitung saat matinya bekas suaminya.

C. Perhitungan Masa Iddah

Secara umum pembagian iddah sebagai berikut:

1. Iddah seorang isteri yang sudah tidak haid ( menopause ) yaitu tiga bulan: 2. Iddah seorang isteri yang ditinggal mati oleh suaminya adalah empat bulan

sepuluh hari jika ia tidak dalam keadaan hamil.

3. Iddah seorang isteri yang hamil yaitu sampai melahirkan, Dari keempat bagian itu jika diperincikan terbagi menjadi:

a. Iddah berdasarkan haid

Apabila terjadi putus perkawinan disebabkan karena talaq, baik raj‘i maupun ba‘in, baik ba‘in sughra maupun kubra atau karena fasakh

seperti murtadnya suami atau khiyar bulug dari perempuan sedangkan isteri masih mengalami haid maka ‗Iddahnya dengan tiga kali haid.

(31)

18

dalam keadaan hamil dalam dua keadaan. Pertama, apabila ia dicampuri secara syubhat dan sebelum putus perkawinannya suaminya meninggal maka ia wajib beriddah berdasarkan haid. Kedua, apabila akadnya fasid dan suaminya meninggal maka ia ber‘iddah dengan

berdasarkan haid tidak dengan empat bulan sepuluh hari yang merupakan ‗Iddah atas kematian suami karena hikmah ‗Iddah di sini adalah untuk mengetahui kebersihan rahim dan tidak untuk berduka terhadap suami karena dalam hal mencampuri secara syubhat tidak ada suami dan dalam akad yang fasid tidak ada suami secara syar‘i maka

tidak wajib berduka atas suami. b. Iddah berdasarkan bilangan bulan

Apabila perempuan (istri) merdeka dalam keadaan tidak hamil dan telah dicampuri baik secara hakiki atau hukmi dalam bentuk perkawinan sahih dan dia tidak mengalami haid karena sebab apapun baik karena dia masih belum dewasa atau sudah dewasa tetapi telah menopause yaitu sekitar umur 55 tahun atau telah mencapai umur 15 tahun dan belum haid kemudian putus perkawinan antara dia dengan suaminya karena talak, atau fasakh atau berdasarkan sebab-sebab yang lain maka ‗Iddahnya adalah tiga bulan penuh berdasarkan firman Allah dalam Surat at-Talaq (65): 4.

(32)

19

“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam

urusannya”. (Q.S. At-thalak: 4).

Dalam hal ini bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya dan ia tidak dalam keadaan hamil dan masih mengalami haid iddahnya empat bulan sepuluh hari berdasarkan firman allah Surat al- Baqarah (2) : 234. meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah

mengetahui apa yang kamu perbuat”. (Q.S.Al-Baqarah: 234)

c. Iddah berdasarkan meninggalnya suami

Dalam poin ini, terbagi menjadi dua bagian , diantaranya:

Pertama, istri yang tidak dalam keadaan hamil ‗Iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari berdasarkan surat al-Baqarah (2) :234.

(33)

20

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat‖. (Q.S.Al-Baqarah: 234)

Dalam hal ini tidak aada perbedaan baik istri masih kecil atau sudah dewasa , muslim atau kitabiyah begitu pula apakah sudah melakukan hubungan atau belum karena ‗iddahnya dalam kondisi

seperti ini adalah untuk menunjukkan kesedihan dan rasa belas kasih atas kematian suami sehingga diisyaratkan bahwa akadnya sahih , jika akadnya fasid maka ‗iddahnya dengan haid karena untuk mengetahui

kebersihan rahim.Semua ketentuan ini adalah bagi istri yang merdeka sementara jika istri aadalah hamba sahaya dan hamil maka ‗iddahnya

sama dengan istri yang merdeka yaitu sampai melahirkan dan jika tidak hamil dan masih mengalami haid ‗iddahnya adalah dua kali suci.

Kedua , apabila istri dalam keadaan hamil ‗iddahnya sampai

melahirkan.

d. Iddah bagi perempuan yang belum di dukhul

(34)

21

mewajibkan untuk ber‘iddah sebaliknya jika berdasarkan akad fasid

maka tidak wajib ber‘iddah kecuali telah terjadi dukhul hakiki ( hubungan suami istri ).Dan tidak ada kewajiban ‗iddah bagi istri yang

dicerai sebelum dicampuri ( qabla ad-dukhul ) berdasrkan firman allah dalam surat al-Ahzab (33):49. perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yangkamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaikbaiknya”.(Q.S al-Ahzab (33) : 49)

e. Iddah wanita istihadah adalah sama dengan kebiasaan haidnya.

Namun apabila tergolong wanita yang menopause maka iddah-nya akan berakhir setelah melewati masa tiga bulan.

(35)

22

Penulis memahami bahwa dalam Hukum Pernikahan di Indonesia, memiliki ikhtiyati yang tinggi terhadap iddah Diketahui bahwa masa „iddah bagi wanita ba‟da dukhul adalah tiga kali quru‟.

Sedangkan siklus haid dan kesucian wanita itu bersifat subjektif, sehingga tercapainya kesempurnaan iddah juga berbeda, ada yang kurang dari tiga bulan dan ada yang lebih. Maka Hukum Perkawinan di Indonesia yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mencoba untuk berhati-hati dalam memberikan ketentuan masa iddah. Dan sejalan dengan hukum administratif di Indonesia tentang pernikahan dan talak,bahwa wanita janda (talak raj‟i) boleh menikah kembali saat

mencukupi masa „iddah tiga kali quru‟ yaitu 90 hari.

D. Hikmah Iddah

Mayoritas fuqoha‘berpendapat bahwa semua iddah tidak lepas dari

maslahat yang dicapai,yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui tentang kebebasan rahim dari percampuran nasab. (Ash-Shabuni,2008:261)

2. Memberikan kesempatan bagi suami agar dapat intropeksi diri dan kembali kepada istri yang dicerai.

(36)

23

4. Mengagungkan urusan nikah,karena ia tidak sempurna kecuali dengan terkumpulnya kaum laki-laki dan tidak melepas kecuali dengan penantian yang lama.

Ibnu Al- Qoyyim (Al-Mahally:2010:257) berpendapat bahwa iddah adalah diantara perkara yang bersifat ibadah (ta‘abbudi) yang tidak tidak

menemukan hikmahnya selain allah karena kita berhajat mengetahui kebebasan rahim wanita yang mandul ketika dicerai dan tidak ada kesempatan rujuk dalam talak ba‘in.

Pendapat yang shahih seperti apa yang dikemukakan mayoritas fuqoha‘diatas dari beberapa hikmah iddah. Sesungguhnya iddah hukumnya wajib sehingga wanita yang mandul pun,dalam keadan talak ba‘in dan

fasakh akad sebab apapun agar dapat melintasi seluruh bab dalam satu bentuk.

E. Hak Dan Kewajiban Wanita Ber-Iddah

Wanita ber-iddah talak raj‘i (setelah talak tidak boleh rujuk kembali), para fuqoha‘tidak berbeda pendapat bahwa suami berkewajiban memberikan

(37)

24

“Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah

mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka

rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik” . ( QS.Ath-Thalaq (65): 1 )

Para mufassir menjelaskan bahwa yang diharapkan firman Allah adalah agar mau kembali sebelum masa iddah habis. Tinggalnya wanita dalam rumah suami hak Allah, suami tidak bisa mengusirnya.

1. Wanita ber-iddah talak ba‘in

Fuqaha‘ berpendapat tentang nafkah dan tempat tinggalnya. ( Al-Mughni:8/104 )

a. Ulama Hanabilah, Zhahiriyah, Ishaq, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa istri tidak berhak nafkah dan tempat tinggal sekalipun hamil. Alasan mereka, nafkah dan tempat tinggal diwajibkan sebagai imbalan hak rujuk bagi suami, sedangkan dalam talak ba‘in suami tidak punyahak rujuk, oleh karenanya tidak ada nafkah dan tidak ada tempat tiggal. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari fatimah binti qais yang telah ditalak oleh suaminyayang ketiga kalinya, bahwa Rasulullah tidak menjadikan nafkah dan tempat tinggal baginya. Bagi wanita yang terputus haid, hendak ber-iddah sekehendaknya.

(38)

25

mertua seperti suami dan saudara-saudaranya, istri hanya berhak tempat tinggal dan tidak berhak atas nafkah. Alasan mereka adalah

“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat

tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada

mereka nafkahnya hingga mereka bersalin” . (QS.Ath-Thalaq (65): 6)

c. Ulama Malikiyah, Syafi‘iyah dan Jumhur ulama Salaf berpendapat bahwa istri berhak tempat tinggal, baik hamil maupun tidak dan berhak nafkah jika hamil. Dalilnya sebagai berikut:

1) Ayat di atas “ berikan tempat tinggal mereka ...” (QS.Ath -Thalaq(65): 6 ); Allah mewajibkan memberi tempat tinggal kepaada mereka tanpa ada kelebihan dan menggantungkan kewajiban nafkah pada istri yang hamil. Nafkah wajib karena hamil dan tidak wajib kalau tidak hamil.

2) Talak ada hubungan antara nafkah dan tempat tinggal baik tidak adanya seperti pendapat ulama Hanabillah maupuan adanya seperti pendapat ulama Hanafiyyah. Tempat tinggal wajib bagi istri yang tercerai agar dapat menunggu yang dituntut, dengan demikian tempat tinggal wajib bagi wanita ber-iddah. Sedangkan nafkah wajib baginya karena dua sebab:

(39)

26 2. Wanita ber-iddah karena wafat suami

Fuqoha‘ berbeda pendapat tentang nafkah dan tempat tinggal wanita

ber-iddah seperti pebedaan mereka terhadap wanita terputus. Ulama Hanafiyah berpendapat tidak ada nafkah dan tidak ada tempat tinggal baginya. Tidak ada alasan kewajiban tersebut pada suami karena pernikahan telah selesai sebab kematian dan tidak ada kewajiban atas waris karena iddah merupakan bagian dari pengaruh akad, mereka tidak masuk bagian ini.

Ulama malikiyah berpendapat tidak ada nafkah baginya,tetapi wanita berhak mendapat tempat tinggal secara mutlak. Ulama syafi‘iyah

meriwayatkan dari mereka tiga pendapat, yaitu tidak ada nafkah dan tidak ada tempat tinggal, tidak ada nafkah tetapi mendapat tempat tinggal, dan mendapat nafkah dan mendapat tempat tinggal. Ulama Hanabilah juga demikian, mempunyai tiga pendapat, yaitu tidak ada nafkah dan tiddak ada tempat tinggal, tidak ada nafkah tapi mendapat tempat tinggal, dan tidak ada nafkah tetapi mendapat tempat tinggal secara mutlak.

F. Larangan Dalam Masa Iddah

(40)

27

mereka berdua, sedang istrinya tidak berada di rumah dimana mereka berdua menjalani kehidupan rumah tangga, maka si istri wajib kembali kepada

suaminya untuk sekedar suaminya mengetahuinya dimana ia berada. ( Muthalib, 2007: 513.)

Ulama fiqh mengemukakan bahwa ada beberapa larangan bagi perempuan yang sedang menjalani masa iddahnya antara lain:

1. Tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain baik secara terang-terangan maupun melalui sindiran, akan tetapi untuk wanita yang menjalani „iddah kematian suami pinangan dapat dilakukan secara sindiran.

2. Dilarang keluar rumah. Jumhur ulama fiqh selain Mazhab Hanbali sepakat menyatakan bahwa perempuan yang menjalani „iddah dilarang keluar

rumah apabila tidak ada keperluan mendesak, akan tetapi Ulama‟ Mazhab Hanbali berpendapat bahwa wanita yang dicerai baik cerai hidup maupun cerai mati boleh keluar rumah.(Sabiq,2007:234.)

3. Al-Ahdad artinya membatasi diri. Yang dimaksud dengan membatasi diri disini ialah larangan memakai perhiasan yang bermewah-mewah dan wangi-wangian. ( Ibnu Mas‟ud, Zainal Abidin S, Buku 2, 2007: 378 ) G. Tugas Dan Kewenangan KUA

1. Tugas dan Wewenang KUA Secara Umum

(41)

28

bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat dituntut memiliki standar pelayanan yang memadai.

Terkait dengan salah satu fungsi KUA, yaitu bidang pelayanan terhadap masyarakat yang hendak melangsungkan pernikahan Kementerian Agama sedang menyusun SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk seluruh pelayanan perkawinan. Kenapa hal ini dianggap penting, lanjut Masyhuri, agar pelaksanaan pelayanan perkawinan dapat dilaksanakan tepat waktu dan alasan efektivitas.

Sementara itu, ke depan, jabatan kepala KUA (Kantor Urusan Agama) merupakan tugas tambahan bagi seorang penghulu. Hal ini, dikarenakan tidak diperbolehkannya rangkap jabatan, juga terkait dengan tunjangan. ―Pada prinsipnya, kepala KUA itu harus yang terbaik dan jabatan kepala

KUA akan setingkat IV.b‖.

Diakui bahwa mekanisme pengangkatan kepala KUA akan diatur dan sedang dalam pembahasan, termasuk adanya wacana diadakannya uji kompetensi bagi calon kepala KUA.

Terkait posisi kepala KUA, pemerintah sedang membenahi Revisi KMA No. 517 tahun 2001, tentang penataan organisasi yang salah satu tujuannya adalah mengatur hal di atas.

(42)

29

Zakat, Ibadah Sosial, Kepenyuluhan dan lain-lain, membina Badan / Lembaga Semi Resmi seperti MUI, BAZ, BP4, LPTQ dan tugas Lintas Sektoral di wilayah Kecamatan .

Kantor Urusan Agama Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi Kantor Kementerian Agama di wilayah Kecamatan berdasarkan kebijakan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Semarang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun tugas-tugasnya meliputi:

Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten di bidang urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan.

a. Membantu Pelaksanaan tugas Pemerintah di tingkat Kecamatan dalam bidang keagamaan.

b. Bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama Kecamatan.

c. Melaksanakan tugas koordinasi Penilik Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dan koordinasi/kerjasama dengan Instansi lain yang erat hubungannya dengan pelaksanaan tugas KUA Kecamatan.

d. Selaku PPAIW (Pegawai Pencatat Akta Ikrar Wakaf). Melalui KMA Nomor 18 tahun 1975 juncto KMA Nomor 517 tahun 2001 dan PP Nomor 6 tahun 1988 tentang penataan organisasi KUA Kecamatan secara tegas dan lugas telah mencantumkan tugas KUA, yaitu:

(43)

30

2) Kabupaten/Kota di bidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan. Dalam hal ini KUA menyelenggarakan kegiatan dokumentasi dan statistik (doktik), surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga;

3) Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan dan melaksanakan kegiatan sektoral maupun lintas sektoral di wilayah kecamatan.

Untuk itu, KUA mempunyai fungsi melaksanakan pencatatan pernikahan, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah.

Adapun implementasi pelaksanaan tugas tersebut diantaranya: a) Penataan Internal Organisasi.

b) Bidang Dokumentasi dan Statistik (Doktik). c) Pembinaan Kemasjidan, Zakat dan Wakaf.

d) Bimbingan Keluarga Sakinah dan Pelayanan Pernikahan. e) Pelayanan Hewan Kurban.

f) Pelayanan Hisab dan Rukyat.

g) Pelayanan Sosial, Pendidikan, Dakwah dan Ibadah Haji.

(44)

31

(1) Memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan semua unsur dilingkungan KUA Kecamatan dan memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas masing-masing staf (pegawai) KUA Kecamatan sesuai dengan job masing-masing.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala KUA Kecamatan wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk serta peraturan yang berlaku. (3) Setiap unsur di lingkungan KUA Kecamatan, wajib mengikuti dan mematuhi bimbingan serta petunjuk kepala KUA Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala KUA Kecamatan.

(4) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala KUA Kecamatan bertanggung jawab kepada Kepala Kementerian Agama Kabupaten/Kota Madya. ( Depag,Pedoman Pegawai Pencatat Nikah dan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf, 1997/1998 )

2. Tugas dan Wewenang KUA dalam Pelayanan Pernikahan

(45)

32

Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ( UU No.22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954 ) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.

Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan sebagai berikut :

a. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21 tahun .

b. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. ( Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan ).

(46)

33

d. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.

1) Pemberitahuan Kehendak Nikah

Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah ( di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid gedung dan lain-lain ). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan.

2) Pemeriksaan Pernikahan

(47)

34

Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal di luar wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa, maka pemeriksaannya dilakukan oleh PPN yang mewilayahi tempat tinggalnya. Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka PPN berhak menolak pelaksanaan pernikahan dengan cara memberikan surat penolakan beserta alasannya. Setelah pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka calon suami, calon istri dan wali nikahnya menandatangani Daftar Pemeriksaan Nikah. Setelah itu yang bersangkutan membayar biaya administrasi pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3) Pengumuman Kehendak Menikah

Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak nikah ( model NC ) pada papan pengumuman di KUA Kecamatan tempat pernikahan akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat tinggal masing-masing calon mempelai.

(48)

35

bersangkutan memohon dispensasi kepada Camat selanjutnya Camat atas nama Walikota/Bupati memberikan dispensasi.

4) Pelaksanaan Akad Nikah

a) Pelaksanaan Upacara Akad Nikah : 1. Di Balai Nikah atau Kantor KUA

2. Di Luar Balai Nikah : rumah calon mempelai, masjid atau gedung danlain-lain.

b) Pemeriksaan Ulang

Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN /Penghulu terlebih dahulu memeriksa/mengadakan pengecekan ulang persyaratan nikah dan administrasinya kepada kedua calon pengantin dan walinya untuk melengkapi kolom yang belum terisi pada waktu pemeriksaan awal di kantor atau apabila ada perubahan data dari hasil pemeriksaan awal. Setelah itu PPN/ Penghulu menetapkan dua orang saksi yang memenuhi syarat. c) Pemberian izin

(49)

36

d) Sebelum pelaksanaan ijab qabul sebagaimana lazimnya upacara akad nikah bisa didahului dengan pembacaan khutbah nikah, pembacaan istighfar dan dua kalimat syahadat.

e) Akad Nikah atau Ijab Qobul.

f) Pelaksanaan ijab qabul dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya terhadap calon mempelai pria namun apabila karena sesuatu hal wali nikah/calon mempelai pria dapat diwakilkan oleh orang lain yang sudah ditunjuk olehnya.

g) Penandatanganan Akta Nikah oleh kedua mempelai, wali nikah, dua orang saksi dan PPN yang menghadiri acara Akad Nikah. h) Pembacaan Ta‘lik Talak.

i) Penandatanganan Ikrar Ta‘lik Talak. j) Penyerahan Maskawin atau Mahar. k) Penyerahan Buku Nikah atau Akta Nikah l) Nasihat Perkawinan.

m) Do‘a Penutup

(50)

37 BAB III

LAPORAN PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis KUA Kecanatan Susukan

Letak geografis KUA Kecamatan Susukan terletak pada posisi yang sudah berbatasan dengan wilayah Boyolali yang mempunyai luas wilayah 4904.0752 Ha dengan jumlah penduduk 52.448 jiwa yang terdiri dari 25.819 laki-laki dan 26.629 perempuan, sehungga memiliki kepadatan penduduk sebesar 970 jiwa/km2, sedangkan jumlah rumah tangga sebanyak 15.630 rumah tangga.

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Susukan terletak di Jl. Sruwen – Karanggede KM. 07, Susukan , Semarang , Jawa Tengah 50777, Indonesia.KUA Kecamatan Susukan berbatasan dengan wilayah Kecamatan lainnya:

(51)

38

2. Struktur Orgonisasi KUA Kecamatan Susukan

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 73 Tahun 1996 tentang Nama dan Uraian Jabatan pada KUA Kecamatan, pembagian kerja di KUA kec. Susukan sebagai berikut :

1) Kepala KUA

a. Memimpin pelaksanaan tugas lingkungan Kantor Urusan Agama Kecamatan.

b. Menyusun visi misi, program dan rencana kerja Kantor Urusan Agama Kecamatan .

c. Membagi tugas dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan . d. Memmantau, Menggerakkan, membimbing dan mengarahkan

(52)

39

e. Memberikan bimbingan dan pelayanan dibidang kepenghuluan / NR .

f. Melaksanakan bimbingan dan pelayanan dibidang pengembangan keluarga sakinah .

g. Melaksanakan bimbingan dan pelayanan dibidang kemasjidan, zakat, wakaf, ibadah sosial, pangan halal dan kemitraan umat . h. Melaksanakan dan mengembangkan kerjasama lintas sektoral

dengan instansi terkait dan lembaga-lembaga keagamaan dibidang pelaksanaan tugas KUA Kecamatan .

i. Menanggapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dibidang pelaksanaan tugas KUA Kecamatan .

j. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh atasan .

k. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Semarang .

2) Tata Usaha

a. Memimpin pelaksanaan tugas ketata usahaan pada KUA Kecamatan .

b. Menyusun sasaran program dan kegiatan ketata usahaan.

c. Membagi tugas dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan ketata usahaan .

(53)

40

e. Melakukan pelayanan dan bimbingan pelaksanaan tugas dibidang nikah rujuk, BP4, keluarga sakinah, kemasjidan, haji, zakat, wakaf, pangan halal dan kemitraan umat .

f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

g. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan . 3) Administrasi

a. Menerima dan mencatat pemberitahuan kehendak . b. Meneliti, memeriksa kelengkapan persyaratan . c. Mengagendakan jadwal pelaksanaan .

d. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

e. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan . f. Menerima dan mencatat berkas .

4) Anggaran

a. Menyiapkan dan mencatat rencana anggaran pembiayaan NR . b. Membukukan dan menyusun konsep laporan dan pertanggung

jawaban keuangan NR

c. Mengadministrasikan bantuan NR kepada BKM, P2A dan BP4 . d. Mengajukan rencana penggunaan dana Dipa KUA kepada

bendahara Kemenag .

e. Membukukan dan menyusun laporan pertanggung jawaban penggunaan dana Dipa KUA .

f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

(54)

41 5) Penyusun dan Pelaporan

a. Menerima, mencatat meneruskan dan mengarsipkan surat dan Laporan KUA.

b. Mencatat dan menjadwalkan kegiatan KUA . c. Mengetik Surat-surat / naskah .

d. Melakukan pelayanan administrasi kepegawaian, perlengkapan dan rumah tangga KUA .

e. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

f. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan . 6) Pengelola Agama

a. Melakukan bimbingan dan penyuluhan terhadap pengajian instansi pemerintah dan swasta .

b. Mendata perkembangan tempat ibadah, TPQ, TPSA, MDA, Madrasah dan Ponpes .

c. Meneliti surat rekomendasi pendirian tempat ibadah dan permohonan bantuan untuk tempat ibadah .

d. Membantu pelaksanaan tugas dibidang MTQ Kecamatan . e. Menggerakkan , memotivasi program BAZ kecamatan . f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

g. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan . 3. Kondisi Sosial – Ekonomi dan Budaya

(55)

42

masyarakat Kecamatan Susukan terbagi menjadi tiga kelompok strata yaitu,kelompok menengah keatas yang berada hampir ada disetiap desa baik sedikit maupun banyak lalu kelompok menengah yang merupakan sebagian besar dari masyarakat dan yang terakhir kelompok masyarakat ekonomi bawah juga ada dan tersebar di semua wilayah desa.

Dari dua gambaran kondisi sosial-ekonomi dan agama tersebut apabila dijadikan sebagai analisi untuk mengetahui gambaran umum kehidupan masyarakat sudah bisa disimpulkan keadaan masyarakat di Kecamatan Susukan berada pada posisi yang cukup.

4. Luas dan Batas Desa Tawang

Desa Tawang merupakan bagian dari Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Letak geografis wilayah Kab. Semarang yang bagian tenggara berbatasan dengan Kab. Boyolali. Dilihat dari topografi, ketinggian wilayah Desa Tawang berada pada 620 m dari permukaan air laut dengan curah hujan rata- rata 176- 250 mm/tahun, serta suhu rata- rata per tahun adalah 19- 32 drajat C.

Luas wilayahnya adalah 688,139 Ha. Adapun secara geografis, desa Tawang berbatasan dengan beberapa desa atau kelurahan disekitanya. Hal ini bersumber pada Buku Data Dasar Profil Dsn. Ngebuk , Ds. Tawang, Kec. Sususkan, Kab. Semarang Tahun 2015 yaitu:

No. Letak Desa/Kelurahan Kecamatan

1 Sebelah Utara Bakalrejo Susukan

(56)

43

3 Sebelah Barat Rogomulyo Kaliwungu

4 Sebelah Selatan Timpik Susukan

5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Tawang

No. Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah

L P

1 0-14 787 758 1545

2 15-29 757 774 1531

3 30-49 677 698 1375

4 50 Keatas 576 511 1087

Jumlah 2797 2741 5538

6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Tawang

No. Jenjang Pendidikan Jumlah

1 Perguruan Tinggi 94

2 SMA 1270

3 SMP 1332

4 SD 1075

5 Belum Tamat SD 878

6 Tidak Tamat SD 43

(57)

44

Jumlah 5538

7. Struktur Mata Pencaharian/ Pekerjaan di Desa Tawang No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 1077

2 Pengusaha -

3 Nelayan -

4 Buruh Tani 565

5 Buruh Industri 149

6 Buruh Bangunan 370

7 Pedagang 355

8 PNS/TNI 29

9 Pengangguran 30

10 Pensiunan 20

11 Lain-Lain 1655

Jumlah 4248

8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Desa Tawang

No. Agama Jumlah

1 Islam 5533

2 Kristen Katolik 4

(58)

45

4 Hindu -

5 Budha -

Jumlah 5538

9. Sarana Peribadahan di Desa Tawang

No. Tempat Ibadah Jumlah

1 Masjid atau Musholla 34

2 Vihara -

3 Gereja -

4 Pura -

B. Profil Pasangan

1. Pasangan Ibu R Dan Bapak Y

Pasangan Ibu R dan Bapak Y menikah di tahun 2010 dari wawancara dengan keluarga ibu R dan bapak Y pada tanggal 3 maret 2018 sekitar pukul 20.00 wib , sehingga dapat diketahui mengapa pasangan ini menikah pada masa iddah.

(59)

46

Sebelum masa iddah ibu R selesai dalam kesehariannya sebagai ibu rumah tangga dengan seorang anak dia bertemu beberapa kali dengan bapak Y dari pertemuan singkat yang terjadi antara keduanya mereka merasa ada kecocokan sehingga mereka memutuskan menikah. Bapak Y adalah seorang kuli bangunan yang juga seorang duda yang sudah bercerai dengan istrinya yang pertama. Dalam pertemuan dengan keluarga dari pihak keluarga membolehkan pernikahan itu terjadi walaupun masih dalam masa iddah ibu R. Menurut pendapat keluarga daripada hubungan antara keduanya bisa menimbulkan perkataan yang tidak baik dari tetangga sebaiknya mereka segera menikah karena demi kebaikan mereka juga. 2. Pasangan Ibu M Dan Bapak L

Pasangan ini menikah pada bulan Juli 2010, akan tetapi ibu M masih dalam masa iddah akibat pernikahan sebelumnya dengan bapak H yang meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya. Bapak H dan ibu M dulu menikah tahun 2001 dari pernikahan ini lahir seorang anak perempuan yang bernama RT dan sudah sekolah kelas 4 sekolah dasar.

(60)

47

Menurut keluarga keduanya yang sudah saling mengenal daripada berlama-lama berhubungan sebaiknya mereka menikah karena keluarga mengetahui antara keduanya sudah saling mencintai dan menyayangi satu sama lain.

3. Pasangan Ibu D Dan Bapak N

Pasangan antara ibu D dan bapak N ini resmi dalam ikatan pernikahan ditahun 2010 akhir , pernikahan ini terjadi setelah ibu D menjadi janda karena sang suami pertama meninggal dunia karena kecelakaant yang dialaminya. Genap satu bulan setelah meninggalnya suami pertama ibuk D sudah menikah kembali dengan bapak N tersebut. Bapak N yang merupakan seorang perjaka tapi masih seumuran dengan ibu N ini, mereka adalah teman waktu masih sekolah dulu. Ibu D dari pernikahan pertamanya mempunyai anak bernama WD yang baru berumur 5 tahun, dan sudah masuk sekolah TK.

Wawancara penulis dengan Ibu D pada tanggal 14 Mei 2017 di jelaskan alasan kenapa menikah dalam masa iddah. Ibu D yang sejatinya hanya merupakan seorang ibu rumah tangga biasa dengan ditinggal mati oleh suaminya tersebut dengan tiba-tiba membuat dirinya harus mencari uang untuk anaknya dan kebutuhannya sehari-hari.

(61)

48

memutuskan untuk menikah, pada pembicaraan dengan keluarga besar mereka berdua tercapailah kata sepakat untuk mereka segera menikah. Menurut keluarga dengan sama-sama sendiri antara keduanya mereka disarankan untuk segera menikah meskipun ibu D masih berada dalam masa iddah karena pernikahannya terdahulu.

4. Pasangan Ibu S Dan Bapak Z

Ibuk S adalah janda yang ditinggal mati oleh suaminya akibat jatuh waktu bekerja , dalam pernikahan mereka dikaruniai 3 orang anak yang sudah mulai tumbuh dewasa. Anak pertamanya sudah tamat SMA bernama B dan sudah bekerja anak yang kedua bernama A sudah kelas 2 SMA dan anak yang ketiga bernama Q kelas 3 SMP. Bapak Z adalah duda yang telah 2 tahun bercerai dengan 1 orang anak tapi ikut dengan ibunya karena masih berumur 10 tahun dan bernama KD.

Wawancara penulis yang dilakukan dengan keduanya pada tanggal 8 November 2017 didapatkan penjelasan kenapa mereka menikah dengan masa iddah yang belum selesai dari sang ibu S. Mereka ternyata dulu adalah sahabat diwaktu masih duduk di sekolah menengah pertama,karena saling mengenal baik antara keduanya dan juga sama-sama sendiri mereka sepakat untuk menikah dan juga karena ibu S kedapatan sudah hamil.

(62)

49

nafkah untuk anak-anaknya membuat keluarga mempersilahkan mereka untuk menikah.

C. Hasil Wawancara Dengan KUA

Dalam wawancara dengan Bapak Muslih, S.Ag. selaku kepala kantor urusan agama yang ada di kecamatan susukan pada tanggal 10 Januari 2018. Penulis mengetahui bahwa dari pihak KAU mengetahui aturan-aturan yang ada pada Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974.

Kemudian beliau juga menjeleskan tentang aturan pernikahan ketika seorang calon wanita yang mau menikah masih dalam masa iddah. Beliau juga mengatakan bahwa beliau mengetahui tentang larangan menikah dalam masa iddah. Beliau menjelaskan dengan menunjukkan Firman Allah dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 234 .

اًرْشَعَو ٍرُهْشَأ َةَعَ بْرَأ َّنِهِسُفْ نَأِب َنْصَّبَرَ تَ ي اًجاَوْزَأ َنوُرَذَيَو ْمُكْنِم َنْوَّ فَوَ تُ ي َنيِذَّلاَو

meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap

diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.

(Q.S.Al-Baqarah: 234)

(63)

50

duda yang ditinggal mati adalah surat keterangan kematian suami atau istri yang bisa diperoleh dari kepala desa atau lurah setempat.

Namun faktanya di wilayah Kecamatan Susukan bisa terjadi pernikahan dalam masa iddah yang dilaksanakan oleh pihak KUA setempat. Dengan alasan yang mereka katakan bahwa kenapa mereka mau menikahkan pasangan calon dimana seorang wanita jelas masih dalam masa iddah, mereka memberikan alasan pertama yang mereka katakan adalah mereka tidak mengetahui bahwa wanita tersebut dalam masa iddah atau ada permainan yang dilakukan calon pasangan supaya pernikahan bisa terjadi kemudian alasan kedua kurang telitinya pihak KUA dalam menyeleksi berkas pernikahan yang masuk yang merupakan syarat yang wajib dikumpulkan kedua orang mempelai yang akan melaksanakan pernikahan.

Dalam praktenya pernikahan dalam masa iddah yang terjadi di daerah kecamatan susukan adalah sebagai berikut.

1. Pasangan Ibu R dan Bapak Y

Pasangan ini adalah pasangan yang melangsungkan pernikahan dalam masa iddah, di antara keduanya mereka tidak mengetahui tentang waktu tunggu atau masa iddah yang harusnya dijalani oleh ibu R akibat ditinggal mati oleh suaminya yang pertama. Namun karena kebutuhan ekonomi sehingga mereka melangsungkan pernikahan dalam masa iddah.

(64)

51

wanita masih dalam masa iddah akibat ditinggal mati oleh suami yang pertama.

Bapak Naib yang menikahkan kedua pasangan calon ini seharusnya melarang pernikahan ini tetapi karena kurangnya ketelitian dari pikak KUA setempat sehingga pernikahan ini bisa terlaksana di kantor KUA.

2. Pasangan Ibu M dan Bapak L

Merupakan pasangan yang juga melakukan pernikan dalam masa iddahnya akibat kematian yang terjadi terhadap suami pertamanya. Di antara keduanya yang calon laki-laki mengetahui tentang masa iddah walaupun hanya sedikit atau kurang memahaminya. Faktor ekonomi dan kebutuhan biologis yang menjadi alasan oleh Ibu M kenapa dia melakukan pernikahan tersebut.

Pada pernikahan yang kedua atau pernikahan seorang janda harus mengumpulkan berkas yaitu surat kematian suami pertamanya yang dapat diperoleh di kantor kelurahan setempat. Surat kematian ini menjadi bukti bisa atau tidaknya wanita tersebut melaksanakan pernikahan kembali.

Kesalahan dari pihak KUA sendiri adalah berkas yang mereka terima tidak mereka pelajari dengan teliti sehingga pasangan yang masih dalam masa iddah ini bisa melangsungkan pernikahan di rumah sang wanita.

3. Pasangan Ibu D dan Bapak N

(65)

52

sama sekali tidak mengetahui tentang masa iddah. Faktor ekonomi memang menjadi hal yang dijadikan alasan oleh pasangan ini untuk melaksanakan pernikahan yang masih berada dalam masa iddahnya.

Pasangan ini sebelum melaksanakan pernikahan yang kedua bagi janda atau duda harus memenuhi syarat yaitu surat kematian yang bisa mereka peroleh dari kelurahan setempat.

Pernikahan pasangan ini dilangsungkan di rumah mempelai wanita yang seharusnya masih dalam masa iddah akibat pernikahannya terdahulu. Pernikahan ini bisa terlaksana akibat pihak KUA setempat melakukan kesalahan mengenai pengecekan syarat-syarat pernikahan yang kedua bagi pasangan ini.

4. Pasangan Ibu S dan Bapak Z

Pasangan ini juga sama dengan pasangan yang yaitu lain sama-sama melaksanakan pernikahn dalam masa iddah, sudah saling mengenal antara satu sama lain membutnya keduanya tidak membutuhkan waktu lama untuk melangsungkan pernikahan pada masa iddah sang wanita karena menggilnya suami pertamanya. Sudah mengetahui tentang aturan masa iddah tetapi pasangan ini masih melaksanakan pernikahan dalam masa iddah.

(66)

53

Sebelum melangsungkan pernikahan yang kedua sang mempelai wanita harus menyerahkan syarat yaitu surat kematian suami pertamanya yang bisa di dapatkan dari kelurahan setempat. Pernikahan ini terjadi akibat pihak KUA setempat teledor akan berkas yang dikumpulkan atau kurangnya ketelitian.

(67)

54 BAB IV

PEMBAHASAN MASALAH

A. Praktek Pernikahan dalam Masa Iddah di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang .

Perkawinan merupakan hal yang sangat berharga bagi manusia,

berharap akan terjadi sekali dalam seumur hidup, Perkawinan dalam Islam

ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan

perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak

dengan suka rela dan kerelaan kedua belah pihak yang merupakan suatu

kebahagiaan hidup berkeluarga yang di liputi rasa kasih saying dan

ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi Allah SWT . Islam memandang

dan menjadikan perkawinan itu sebagai basis suatu masyarakat yang baik dan

teratur, sebab perkawinan tidak hanya di pertalikan oleh ikatan lahir saja akan

tetapi di ikat juga dengan ikatan batin. ( DEPAG RI 1993:7 ) Oleh karena itu

hukum positif yang berlaku di Indonesia menjelaskan bahwa Perkawinan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kehidupan suami istri dalam rumah tangga adakalanya tenteram dan

damai, apabila keduanya saling kasih sayang dan masing-masing pihak saling

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 27 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 menyatakan bahwa Rancangan Renja PD disusun dengan mengacu rancangan awal RKPD. Oleh sebab itu sebelum

• PKMT merupakan kreativitas yang inovatif dalam menciptakan suatu karya teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah dan dibutuhkan oleh suatu kelompok masyarakat

Konsentrasi RNA yang diperoleh dengan penambahan sodium asetat dan etanol absolut serta disimpan pada suhu -20 0 C adalah 402 ng/µl untuk RNA bunga kakao, 1.200 ng/µl untuk RNA

UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Data-data yang telah didapat tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai hidrodinamik koefisien yang terdiri atas drag coefficient dan lift coefficient .Dari hasil

Sebagai seorang religius sejati Ibn Miskawaih meyakini bahwa manusia itu pada dasarnya diciptakan Tuhan dalam dua unsur yaitu unsur jasad dan jiwa jasad manusia akan hancur

Disisi lain, bagaimana hasil kajian risiko bencana dapat masuk ke dalam setiap jenjang perencanaan sehingga penerapannya dapat lebih operasional belum sepenuhnya

Pada penelitian ini telah dilakukan uji coba aplikasi Sistem Pakar untuk mendeteksi Penyakit Kulit Menular kepada 20 orang user , hasil yang diperoleh dari