• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman dan praktik pendidikan multikultural dalam pembelajaran di sekolah : studi kasus guru-guru mata pelajaran IPS SMP Negeri Kota Surakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pemahaman dan praktik pendidikan multikultural dalam pembelajaran di sekolah : studi kasus guru-guru mata pelajaran IPS SMP Negeri Kota Surakarta - USD Repository"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

i

Studi Kasus: Guru- guru Mata Pelajaran IPS SMP Negeri Kota Surakarta

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh:

Diah Ambar Susanti

NIM : 031324020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur yang dalam, kupersembahkan skripsi ini untuk yang kukasihi :

Tuhan Yesus Penyelamatku Bunda Maria Pelindungku

Orang Tuaku tercinta ( Bapak Sutarno dan Ibu Sarinem)

Kakak-kakakku tersayang

( Mbak Tanti, Mas Dani, Mbak Nining, Mas Adi dan Mas Dhanis) Kekasihku termanis

(5)

v

Uluran Tangan Kasih Tuhan Membuat Aku Bangun Dari

Ketidakberdayaanku, Senyuman Kasih Tuhan Membuat Aku

Selalu Tenang Dalam Menjalani Kehidupanku

Saat Paling Membahagiakan DalamKehidupan Adalah Berada

Dalam Aliran Kasih Sayang Diantara Sahabat-Sahabat

Kesedihan dan Kebahagiaan Adalah Permainan Bagi Jiwa

yang Sedang Bertumbuh Jadi Dewasa. Suka-Duka,

Tangisan-Senyuman, Syukur-Gagal, Hanyalah Aliran Kehidupan yang

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Februari 2008 Penulis

(7)

vii

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Diah Ambar Susanti

Nomor Mahasiswa : 031324020

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pemahaman dan Praktik Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran di Sekolah

Studi Kasus: Guru- guru Mata Pelajaran IPS SMP Negeri Kota Surakarta

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 28 Februari 2008 Yang menyatakan

(8)

ABSTRAK

Pemahaman dan Praktik Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran di Sekolah

Studi Kasus: Guru- guru Mata Pelajaran IPS SMP Negeri Kota Surakarta

Diah Ambar Susanti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2008

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pemahaman dan praktik nilai demokrasi dalam pembelajaran multikultural yang dilaksanakan oleh guru, (2) menganalisis pemahaman dan praktik nilai humanistik dalam pembelajaran multikultural yang dilaksanakan oleh guru, dan (3) menganalisis pemahaman dan oraktik nilai pluralistik dalam pembelajaran multikultural yang dilaksanakan oleh guru.

(9)

ix

A Case Study: At Teachers of Social Science in State Junior High Schools in Surakarta

Diah Ambar Susanti Sanata Dharma University

Yogyakarta 2008

This study aims (1) to analyze the understanding and the implementation of democratic value in multicultural process conducted by teachers, (2) to analyze the understanding and the implementation of humanistic value in multicultural process conducted by teachers, and (3) to analyze the understanding and the implementation of the value of pluralism in learning teaching process conducted by the teachers.

This study was conducted at Junior High Schools in Surakarta city. The samples were 14 schools collected by using Purposive Sampling. The technique of collecting the data was questionnaire. The technique of analysing the data was Product Moment correlation on the significance of 5%. The problem formulations were answered by using PAP type II.

(10)

x

Puji dan syukur kepada Tuhan atas segala berkat dan rahmat serta karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar dan baik. Skripsi berjudul “Pemahaman dan Praktik Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran di Sekolah”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual yang sangat berarti bagi penulis, maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si, selaku ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(11)

xi skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Kepala Sekolah di setiap SMP Negeri Kota Surakarta yang dijadikan sampel penelitian yang telah mengijinkan peneliti untuk mengadakan penelitian.

7. Bapak dan Ibu dosen terhormat, Bapak Rubi, Bapak Indra, Ibu Wigati, Ibu Catur dan segenap dosen, “Terimakasih atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan “Terimakasih atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan “Terimakasih atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan “Terimakasih atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan”.

kepada penulis selama perkuliahan”. kepada penulis selama perkuliahan”. kepada penulis selama perkuliahan”.

8. Bapak dan Ibu Guru di setiap SMP Negeri Kota Surakarta yang diteliti dalam penelitian ini yang telah bersedia untuk mengisi kuesioner guna membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian.

9. Bapak dan Ibu ku tercinta, yang selalu mengiringi langlah hidupku dengan kasih sayang dan doa. “Terimakasih atas semua yang bapak dan ibu berikan pada erimakasih atas semua yang bapak dan ibu berikan pada erimakasih atas semua yang bapak dan ibu berikan pada erimakasih atas semua yang bapak dan ibu berikan pada Diah dukungan baik spiritual maupun material, terimakasih atas kasih sayang dan doa Diah dukungan baik spiritual maupun material, terimakasih atas kasih sayang dan doa Diah dukungan baik spiritual maupun material, terimakasih atas kasih sayang dan doa Diah dukungan baik spiritual maupun material, terimakasih atas kasih sayang dan doa yang diberikan”

yang diberikan”yang diberikan” yang diberikan”....

10.Kakak-kakak ku tersayang, (mbak Tanti, mbak Nining, mas Dhanis, mas Dani, mas (mbak Tanti, mbak Nining, mas Dhanis, mas Dani, mas (mbak Tanti, mbak Nining, mas Dhanis, mas Dani, mas (mbak Tanti, mbak Nining, mas Dhanis, mas Dani, mas Adi)

Adi)Adi)

Adi) terimakasih banyak atas semangat dan dukungan yang diberikan yang yang tak akan terlupakan.

11.Keponakanku terkasih, (Tania, Siti, Toni, Nadya, Cesya, Bagas dan Cristian),(Tania, Siti, Toni, Nadya, Cesya, Bagas dan Cristian),(Tania, Siti, Toni, Nadya, Cesya, Bagas dan Cristian),(Tania, Siti, Toni, Nadya, Cesya, Bagas dan Cristian), bulik dan om di Solo (Pak Ranto dan bulik Utik serta om Hartanto dan bulik Yati)(Pak Ranto dan bulik Utik serta om Hartanto dan bulik Yati)(Pak Ranto dan bulik Utik serta om Hartanto dan bulik Yati)(Pak Ranto dan bulik Utik serta om Hartanto dan bulik Yati), dan

mbah Pa mbah Pambah Pa

(12)

xii

cinta, kesetiaan menemaniku, dan menjaga hatiku selama ini.

13.Teman-teman Pendidikan Ekonomi 2003 (Hendra, Koko, Okta, Lius, Istadi, (Hendra, Koko, Okta, Lius, Istadi, (Hendra, Koko, Okta, Lius, Istadi, (Hendra, Koko, Okta, Lius, Istadi, Andika, Alex, Bona, Wisnu, Anang, Yustina, Nanik, Asti, Asih, Ian, Isnani, Ratna, Andika, Alex, Bona, Wisnu, Anang, Yustina, Nanik, Asti, Asih, Ian, Isnani, Ratna, Andika, Alex, Bona, Wisnu, Anang, Yustina, Nanik, Asti, Asih, Ian, Isnani, Ratna, Andika, Alex, Bona, Wisnu, Anang, Yustina, Nanik, Asti, Asih, Ian, Isnani, Ratna, Rino, Romo Fredy, Sinta, Mbak Sandi, Pipit, Rini, Riska, Yoga, Meta, Urbanus, Yu Rino, Romo Fredy, Sinta, Mbak Sandi, Pipit, Rini, Riska, Yoga, Meta, Urbanus, YuRino, Romo Fredy, Sinta, Mbak Sandi, Pipit, Rini, Riska, Yoga, Meta, Urbanus, Yu Rino, Romo Fredy, Sinta, Mbak Sandi, Pipit, Rini, Riska, Yoga, Meta, Urbanus, Yuyun, yun, yun, yun, Katrin dan

Katrin dan Katrin dan

Katrin dan HeriHeriHeriHeri).).).). Keakraban, canda tawa kalian saat kuliah tidak akan hilang ditelan waktu dan semoga kebersamaan kita ini akan aku ingat sepanjang hidup.

14.Sahabat dan teman kost “Primadona” ((((Tasya, Mpok, Ndun, Parti, DewiTasya, Mpok, Ndun, Parti, DewiTasya, Mpok, Ndun, Parti, DewiTasya, Mpok, Ndun, Parti, Dewi))))

terimakasih banyak sahabat telah menemaniku dalam suka duka, semangat, kasih sayang dan kebaikan kalian selamanya akan menjadi bagian hidupku. 15.Sahabat-sahabatku di Solo (Tyas, Ricka, Siska, Nilam, Lia, Reni, Dely)(Tyas, Ricka, Siska, Nilam, Lia, Reni, Dely)(Tyas, Ricka, Siska, Nilam, Lia, Reni, Dely)(Tyas, Ricka, Siska, Nilam, Lia, Reni, Dely) dan seluruh

karyawan Bakso Pawiroredjo karyawan Bakso Pawiroredjokaryawan Bakso Pawiroredjo

karyawan Bakso Pawiroredjo terimakasih telah memotivasi dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsiku.

(13)

xiii

perbaikan dan kemajuan selanjutnya. Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Maret 2008

(14)

xiv

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Peneltian... 11

BAB II. LANDASAN TEORI ... 12

A. Pendidikan Multikultural ... 12

(15)

xv

4. Wacana Pendidikan Multikultural di Indoensia... 20

B. Praktik dan Pemahaman Pendidikan Multikultural di Indonesia .. 23

1. Praktik Multikultural dalam Pendidikan ... 23

2. Manfaat Pendidikan Multikultural ... 25

3. Pengembangan Pendidikan Multikultural ... 26

C. Penelitian Terdahulu ... 29

D. Kerangka Pemikiran ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

C. Subjek dan Objek ... 34

1. Subjek... 34

2. Objek ... 34

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 34

1. Populasi ... 34

2. Sampel... 34

3. Teknik Pengambilan Sampel... 35

E. Variabel Penelitian ... 36

1. Nilai Demokrasi ... 36

2. Nilai Humanisme ... 36

(16)

xvi

2. Observasi... 38

G. Jenis Data ... 39

1. Data Primer ... 39

2. Data Sekunder ... 39

H. Teknik Pengujian Instrumen ... 39

1. Validitas ... 39

2. Reliabilitas ... 40

I. Teknik Analisis Data... 41

1. Variabel Pemahaman ... 41

2. Variabel Praktik ... 42

BAB IV. GAMBARAN UMUM... 43

A. Gambaran Umum Kota Surakarta... 43

1. Letak dan Luas Wilayah... 43

2. Topografi... 44

3. Visi dan Misi Kota Surakarta... 45

4. Sejarah Kota Surakarta... 46

5. Jumlah Penduduk ... 48

B. Gambaran Umum Sekolah di Kota Surakarta... 48

1. Sekolah Menengah Pertama di Kota Surakarta... 48

(17)

xvii

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Bidang Studi ... 53

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan... 54

BAB V. ANALISIS DATA dan PEMBAHASAN... 55

A. Pengujian Instrumen ... 55

1. Pengujian Validitas ... 55

2. Pengujian Reliabilitas ... 59

B. Analisis Data ... 60

1. Pemahaman dan Praktik Pembelajaran Nilai Demokrasi dalam Pembelajaran Multikultural yang Dilaksanakan Guru .. 60

2. Pemahaman dan Praktik Pembelajaran Nilai Humanisme dalam Pembelajaran Multikultural yang Dilaksanakan Guru .. 63

3. Pemahaman dan Praktik Pembelajaran Nilai Pluralisme dalam Pembelajaran Multikultural yang Dilaksanakan Guru .. 66

C. Pembahasan... 69

1. Pemahaman dan Praktik Pembelajaran Nilai Demokrasi dalam Pembelajaran Multikultural yang Dilaksanakan Guru .. 69

2. Pemahaman dan Praktik Pembelajaran Nilai Humansime dalam Pembelajaran Multikultural yang Dilaksanakan Guru .. 73

(18)

xviii

B. Keterbatasan Penelitian... 82

C. Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA... 86

DAFTAR LAMPIRAN... xix

(19)

xix

A. Lampiran I Kuesioner ... 88

B. Lampiran II Data Primer ... 94

C. Lampiran III Pengujian Validitas dan Reliabilitas... 103

D. Lampiran IV r Tabel... 113

E. Lampiran V Data SMP Kota Surakarta... 114

(20)

xx

Pemahaman dan Praktik Pendidikan Multikultural dalam

Pembelajaran di Sekolah ... 37 Tabel III.2 Penilaian Acuan Patokan Tipe II ... 42 Tabel IV.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kota Surakarta ... 44 Tabel IV.2 Tingkat kepadatan dan jumlah penduduk menurut Kecamatan

Kota Surakarta... 48 Tabel IV.3 Perkembangan Jumlah Sekolah untuk SD, SMP, SMU,

dan SMK Negeri dan Swasta di Kota Surakarta

Tahun 2005/2006-2006/2007 ... 50 Tabel IV.4 Perkembangan Jumlah Kelas untuk SD, SMP, SMU,

dan SMK Negeri dan Swasta di Kota Surakarta

Tahun 2005/2006-2006/2007 ... 50 Tabel IV.5 Perkembangan Jumlah Siswa untuk SD, SMP, SMU,

dan SMK Negeri dan Swasta di Kota Surakarta

Tahun 2005/2006-2006/2007 ... 50 Tabel IV. 6 Kelompok Guru Menurut Statusnya ... 51 Tabel IV. 7 Kondisi Ruang Kelas Sekolah di Kota Surakarta Tahun 2006 .... 51 Tabel IV. 8 Nama SMP di Kota Surakarta Sebagai Sampel Penelitian ... 52 Tabel IV. 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53 Tabel IV.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Bidang Studi ... 53 Tabel IV.11 Karakteristik Responden Berdasarkan Latar Belakang

Pendidikan... 54 Tabel V. 1 Validitas Variabel Pemahaman Nilai Demokrasi dalam

Pembelajaran Multikultural yang Dilaksanakan Guru... 56 Tabel V.2 Validitas Variabel Pemahaman Nilai Humanisme dalam

(21)

xxi

Pembelajaran Multikultural yang Dilaksanakan Guru... 58 Tabel V.5 Validitas Variabel Praktik Nilai Humanistik dalam

PembelajaranMultikultural yang Dilaksanakan Guru... 58 Tabel V.6 Validitas Variabel Praktik Nilai Pluralistik dalam

Pembelajaran Multikultural yang Dilaksanakan Guru... 59 Tabel V.7 Reliabilitas Instrumen ... 60 Tabel V.8 Pemahaman Nilai Demokrasi dalam Pembelajaran Multikultural

yang Dilaksanakan Guru ... 61 Tabel V.9 Praktik Nilai Demokrasi dalam Pembelajaran Multikultural

yang Dilaksanakan Guru ... 63 Tabel V.10 Pemahaman Nilai Humanisme dalam Pembelajaran Multikultural

yang Dilaksanakan Guru ... 64 Tabel V.11 Praktik Nilai Humanistik dalam Pembelajaran Multikultural

yang Dilaksanakan Guru ... 66 Tabel V.12 Pemahaman Nilai Pluralisme dalam Pembelajaran

Multikultural yang Dilaksanakan Guru... 67 Tabel V.13 Praktik Nilai Pluralistik dalam Pembelajaran Multikultural

(22)

1

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku dan ras, yang mempunyai budaya, bahasa, agama atau keyakinan yang berbeda-beda. Sekarang ini jumlah pulau yang ada di wilayah Negara Republik Indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan.

(23)

prasangka, warisan generasi sebelumnya. Golongan pribumi, misalnya, hidup dengan sejumlah prasangka terhadap keturunan China, dan sebaliknya. Golongan penduduk Islam menyimpan sejumlah prasangka terhadap golongan Kristen, dan sebaliknya. Prasangka juga diarahkan kepada sebuah kelompok secara keseluruhan, atau kepada seseorang hanya karena itu anggota kelompok tertentu. Secara demikian, prasangka memiliki potensi dalam “mengambinghitamkan” orang lain melalui diskriminasi, dan penciptaan jarak sosial.

Perpecahan dan ancaman disintegrasi bangsa telah terjadi sejak zaman kerajaan Singosari, Sriwijaya, Majapahit, Goa, Mataram hingga pada era kini. Contoh yang kongkrit dan sekaligus menjadi pengalaman pahit bagi bangsa ini adalah terjadinya pembunuhan besar-besaran terhadap masa pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965, kekerasan terhadap etnis Cina di Jakarta pada Mei 1998, perang Islam Kristen di Maluku Utara pada tahun 1999-2003 yang telah menghancurkan ribuan harta benda penduduk, 400 gereja dan 30 masjid dan perang etnis antara warga Dayak dan Madura yang terjadi sejak ahun 1931 hingga tahun 2000 telah menyebabkan kurang lebih 2.000 nyawa manusia melayang sia-sia (Yaqin, 2005: 4).

(24)

membangun Negara secara kuat. Pertama, dengan menyeragamkan dan menghilangkan perbedaan yang ada baik dari segi budaya, agama, dan lain-lain. Masyarakat yang multikultural dipaksa disatukan dengan aturan ketat yaitu penyeragaman dan tidak diterima adanya perbedaan. Itulah yang dilakukan Uni Soviet dan Yugoslavia zaman dulu dan hasilnya adalah bubar, karena perbedaan tidak dapat dihilangkan. Menghilangkan perbedaan yang sudah ada sejak lahir adalah suatu pemaksaan yang melawan Hak Asasi Manusia (HAM) maka tidak dapat bertahan lama.

Model kedua, justru menerima perbedaan, mengakuinya, dan menghargainya. Sehingga dengan saling menerima, masyarakat multikultural akan dapat saling melengkapi, saling mengenal, dan bahu membahu dalam membangun sebuah Negara. Dalam model kedua ini, Hak Asasi Manusia (HAM) setiap orang diakui dan kekhasan setiap kelompok diakui, bahkan dikembangkan sehingga diperlukan semangat multikultural.

(25)

pendidikan multikultural.Melalui pendidikan multikultural, siswa yang datang dari berbagai golongan masyarakat dibimbing untuk saling mengenal cara hidup mereka, adat istiadat, kebiasaan, memahami aspirasi-aspirasi mereka, serta untuk mengakui dan menghormati bahwa setiap golongan memiliki hak untuk menyatakan diri menurut cara masing-masing. Dalam konteks masyarakat Indonesia, melalui pendidikan multikultural, para siswa dapat dibimbing untuk memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, dan untuk mengamalkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Di beberapa negara Eropa Barat dan Amerika Serikat, sampai dengan Perang Dunia II, masyarakat tersebut hanya mengenal adanya satu kebudayaan, yaitu kebudayaan kulit putih yang Kristen. Golongan-golongan lainnya yang ada dalam masyarakat tersebut dikategorikan sebagai minoritas dengan segala hak-hak mereka yang dibatasi. Di Amerika Serikat, berbagai gejolak untuk persamaan hak bagi golongan minoritas dan kulit hitam serta kulit berwarna mulai muncul di akhir tahun 1950-an. Puncaknya pada tahun 1960-an dengan dilarangnya perlakuan diskriminasi oleh orang kulit putih terhadap orang kulit hitam dan berwarna di tempat-tempat umum, perjuangan hak-hak sipil membantu mereka yang terpuruk dan minoritas untuk dapat mengejar ketinggalannya dari golongan kulit putih yang dominan di berbagai posisi dan jabatan dalam beragam bidang pekerjaan dan usaha.

(26)

terakhir kondisi sosial, politik, dan budaya bangsa khususnya sejak reformasi yang penuh dengan gejolak sosio politik dan konflik berbagai level masyarakat membuat pendidikan multikultural terasa semakin dibutukan. Pendidikan multikultural membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya yang berbeda. Untuk itu, anak didik perlu diajak melihat nilai budaya lain, sehingga mengerti secara dalam, dan akhirnya dapat menghargainya, dengan tidak menyembunyikan budaya lain atau menyeragamkan sebagai budaya nasional, sehingga budaya lokal hilang.

Supaya strategi pendidikan multikultural dapat dikembangkan maka kurikulum, model pembelajaran, suasana sekolah, kegiatan ekstrakulikuler, dan peran guru harus multikultural. Isi, pendekatan, dan evaluasi kurikulum harus menghargai perbedaan dan tidak diskriminatif, isi dan bahan ajar di sekolah perlu dipilih yang sungguh menekankan pengenalan dan penghargaan terhadap budaya lain. Menurut Tanggok (Kompas, 19 September 2007) mengatakan bahwa, “idealnya pendidikan multikultural diakomodasikan di kurikulum nasional”. Selain kurikulum, guru perlu ditatar terlebih dahulu agar memahami metodologi pendidikan multikultural sehingga dapat dikembangkan dalam kurikulum muatan lokal di daerah konflik atau bekas konflik, seperti di Kalimantan Barat, Poso, Papua, dan Ambon.

(27)

tujuan, konten, proses, dan evaluasi; 3) budaya di lingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar siswa; dan 4) kurikulum berperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional (Hasan, 2004 ).

Kurikulum di Indonesia sangat sering berganti, saat guru maupun siswa mulai beradaptasi dengan sebuah kurikulum baru, sudah ada lagi kurikulum yang lebih baru. Pengembangan kurikulum sangat diperlukan agar selalu relevan terhadap perubahan jaman dan dalam penyusunan kurikulum hendaknya menggunakan asas korelasi. Ini berarti bahwa antara bidang studi yang satu dengan bidang studi yang lain harus dikorelasikan dan dihubungkan sehingga merupakan suatu kesatuan yang bulat. Sekolah merupakan miniatur masyarakat dimana didalamnya terdapat keberagaman budaya, maka dalam penyusunan kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat terjadi perubahan dan penyempurnaan sesuai dengan karakteristik dan keperluan masyarakat.

(28)

kekhasan (karakteristik), kondisi, potensi daerah, kebutuhan dan permasalahan daerah, satuan pendidikan dan peserta didik, dengan mengacu pada tujuan pendidikan Nasional. Terkait dengan tujuan, maka implementasi dari KTSP adalah perlu dikembangkan proses belajar-mengajar yang bermitra individual-sosial-kultural agar sikap dan perilaku peserta didik sebagai makhluk individual tidak terlepas dari kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Dalam memacu kemajuan KTSP perlu ditumbuhkan kolaborasi dengan model-model kegiatan kolektif (tim, gugus tugas, regu kerja, dan sebagainya) dan membangun kultur akademik di sekolah sebagai sumber penggalangan perilaku bagi warga sekolah maka, harmonisme lingkungan pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat harus dijaga dalam menanamkan nilai-nilai tertentu dan jangan sampai terjadi konflik atau bahkan kontradiksi.

(29)

ras, berkesempatan untuk mengembangkan dirinya dan saling menghargai perbedaan itu (Suparno, 2003).

Sedangkan peran guru dalam mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman inklusif di sekolah menurut Salamah (2006), meliputi: (1) seorang guru harus mampu bersikap demokratis, baik dalam sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif, (2) guru seharusnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama. Misalnya, ketika terjadi bom Bali (2003), maka seorang guru yang berwawasan multikultural harus mampu menjelaskan keprihatinannya terhadap peristiwa tersebut. (3) guru seharusnya menjelaskan bahwa inti dari ajaran agama adalah menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, maka pemboman, invasi militer, dan segala bentuk kekerasan adalah sesuatu yang dilarang oleh agama, (4) guru mampu memberikan pemahaman tentang pentingnya dialog dan musyawarah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan keragaman budaya, etnis, dan agama.

(30)

lain agar terjadi transfer nilai-nilai positif yang diperoleh akibat perbedaan budaya sekolah.

(31)

Oleh sebab itu, pada penelitian ini peneliti mencoba untuk melihat bagaimana pemahaman dan praktik terhadap pelaksanaan pendidikan multikultural. Berdasar latar belakang inilah, maka diambil judul :

“Pemahaman dan Praktik Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran

di Sekolah”, Studi kasus guru-guru mata pelajaran IPS SMP Negeri Kota Surakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal di atas maka saya merumuskan masalah:

1. Bagaimana pemahaman dan praktik pembelajaran nilai demokrasi dalam pembelajaran multikultural yang dilaksanakan guru?

2. Bagaimana pemahaman dan praktik pembelajaran nilai humanistik dalam pembelajaran multikultural yang dilaksanakan guru?

3. Bagaimana pemahaman dan praktik pembelajaran nilai pluralistik dalam pembelajaran multikultural yang dilaksanakan guru?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pemahaman dan praktik nilai demokrasi dalam pembelajaran multikultural yang dilaksanakan oleh guru.

(32)

3. Untuk menganalisis pemahaman dan praktik nilai pluralistik dalam pembelajaran multikultural yang dilaksanakan oleh guru.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Guru

Penelitian ini dapat memberikan informasi dan memberikan semacam arah tentang pemahaman dan praktik yang diperlukan seorang guru dalam menyajikan pengajaran multikultural dalam pembelajaran di sekolah sesuai dengan prespektif identitas nasional Indonesia.

2. Penulis

Penelitian ini dapat memberikan gambaran penulis mengenai pemahaman dan praktik pendidikan multikultural dan dapat menjadi bekal dalam berkarya di masa yang akan datang.

3. Universitas

(33)

12

A. Pendidikan Multikultural

1. Konsep dan Definisi Pendidikan Multikultural

Krisis mutidimensi yang dialami negara Indonesia, diakui atau tidak merupakan bagian dari problem kultural yang salah satu penyebabnya adalah keragaman kultural yang ada dalam masyarakat Indonesia. Keragaman itu sendiri merupakan rahmat Tuhan yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia. Karena dengan begitu, masyarakat dapat saling mengenal dan bahu-membahu dalam membangun negara ini.

Namun, keragaman juga dapat menjadi salah satu sumber malapetaka yang dapat mengakibatkan adanya kecurigaan dan rasa saling tidak percaya dari satu kelompok terhadap kelompok-kelompok yang lain. Diskriminasi, ketidakadilan, dan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia yang terjadi dengan segala bentuknya seperti kriminalitas, korupsi, kekerasan terhadap perempuan dan anak, kekerasan antar pemeluk agama, dan sebagainya adalah wujud nyata dari problematika kultural.

(34)

Menurut Yaqin (2005:292) konsep pendidikan multikultural tidak hanya bertujuan agar peserta didik memahami dalam disiplin ilmu yang dipelajarinya. Akan tetapi, juga peserta didik mempunyai dan dapat mempraktikkan nilai-nilai pluralistik, demokrasi, humanistik dan keadilan terkait dangan perbedaan kultural yang ada di sekitar mereka. Dengan diterapkannya konsep ini, diharapkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan, dan ketidakadilan yang sebagian besar dilatar belakangi oleh adanya perbedaan kultural seperti perbedaan agama, ras, etnis, bahasa, kemampuan, gender, dan kelas sosial-ekonomi dapat dihindari.

Menurut Tilaar (2004:40) pendidikan multikultural adalah pendidikan untuk meningkatkan penghargaan terhadap keragaman etnik dan budaya masyarakat dimana nilai demokrasi, humanisme, dan pluralisme terkandung di dalamnya. Sedangkan menurut Yaqin (2005:23) pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan-perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, klas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah.

(35)

agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam pendidikan.

Apapun definisi yang para pakar pendidikan kemukakan, bahwa kenyataan bangsa Indonesia terdiri banyak etnik, dengan keragaman budaya, agama, ras dan bahasa. Indonesia memiliki falsafah berbeda suku, etnik, bahasa, agama dan budaya, tapi memiliki satu tujuan, yakni terwujudnya bangsa Indonesia yang kuat, kokoh, memiliki identitas yang kuat, sehingga tercapai sebagai bangsa yang maju, adil, makmur dan sejahtera. Dengan demikian, pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai sebuah proses pendidikan yang memberi peluang sama pada seluruh anak bangsa tanpa membedakan perlakuan karena perbedaan etnik, budaya, dan agama, yang memberikan penghargaan terhadap keragaman, dan yang memberikan hak-hak sama bagi etnik minoritas, dalam upaya memperkuat persatuan dan kesatuan, identitas nasional dan citra bangsa di mata internasional.

(36)

nilai-nilai demokratis, humanistik dan pluralistik di sekolah atau di luar sekolah.

Tujuan pendidikan multikultural menurut Grafura (2007), yaitu: a. untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan

siswa yang beraneka ragam;

b. untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; c. memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam

mengambil keputusan dan ketrampilan sosialnya;

d. untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberikan gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok.

Sementara menurut Mahfud (2006:170) pendidikan multikultural mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai perantara agar tujuan akhirnya dapat dicapai dengan baik.

(37)

mampu untuk menjadi transformator pendidikan multikultural yang mampu menanamkan nilai-nilai pluralistik, humanistik, dan demokrasi secara langsung di sekolah kepada para peserta didiknya. Tujuan akhir pendidikan multikultural yaitu peserta didik tidak hanya mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi diharapkan juga bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluris, dan humanis.

2. Komponen-komponen Pendidikan Multikultural

Menurut Tilaar (2004:40) rumusan materi pendidikan multikultural terdiri dari tiga tema besar yakni demokrasi, humanistik, dan pluralistik. a. Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno, yang diutarakan di

(38)

b. Humanistik merupakan sebuah filsafat yang memandang individu rasional sebagai nilai tertinggi, memandang individu sebagai sumber nilai tertinggi, dan ditujukan untuk membina perkembangan kreatif dan moral individu dengan cara yang bermakna dan rasional tanpa menunjuk konsep-konsep yang adikodrati. Humanistik adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah yang berhubungan dengan manusia. Humanistik telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisional yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.

(39)

3. Gagasan Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural merupakan fenomena yang relatif baru di dalam dunia pendidikan. Sebelum Perang Dunia II pendidikan multikultural belum dikenal. Pendidikan dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan yang memonopoli sistem pendidikan untuk kelompok tertentu. Dengan kata lain pendidikan multikultural merupakan gejala baru di dalam pergaulan umat manusia yang mendambakan persamaan hak, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama untuk semua orang, “Education for All” (Tilaar, 2004:123).

(40)

Sejarah kelam yang panjang yang dialami negara-negara Eropa dan Amerika seperti kolonialisme, perang sipil di Amerika dan perang dunia I dan II, menjadi landasan utama kenapa pendidikan multikultural ini diaplikasikan di kedua benua besar tersebut (Yaqin, 2005:24). Dalam sejarah, pada tahun 1415 hingga awal 1900-an negara-negara utama di Eropa, seperti Spanyol, Portugis, Inggris, Perancis dan Belanda, telah melakukan ekspansi dan penjajahan terhadap negara-negara lain di Afrika, Asia, dan Amerika. Kolonialisasi ini menyebabkan kerugian jiwa dan materi yang sangat besar bagi negara-negara lain di Afrika. Ribuan bahkan bahkan jutaan warga jajahan menderita dan meninggal dunia., serta milyaran Dollar hasil dari kekayaan alam negara jajahan telah dikuras oleh para penjajah.

(41)

Dunia I dan II, dan perang sipil di Amerika, telah menjadi bagian dari sejarah kelam dunia, khususnya bagi bangsa Eropa dan Amerika.

Sementara itu, Indonesia juga mempunyai pengalaman yang tidak kalah menyedihkan. Kekerasan, pemberontakan, pembumihangusan dan pembunuhan. Perpecahan dan ancaman disintegrasi bangsa telah terjadi sejak zaman kerajaan Singosari, Sriwijaya, Majapahit, Goa, Mataram hingga pada era kini. Pembunuhan besar-besaran terhadap masa pengikut Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965, kekerasan terhadap etnis Cina di Jakarta pada Mei 1998, perang Islam Kristen di Maluku Utara pada tahun 1999-2003, dan perang etnis antara warga Dayak dan Madura yang terjadi sejak tahun 1931 hingga tahun 2000 adalah bagian dari sejarah kelam bangsa ini. Berdasarkan kenyataan yang memilukan inilah, maka keberadaan pendidikan multikultural sangat diperlukan.

4. Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia

(42)

Menurut Azyurmardi Azra, (2002 dalam Mahfud, 2006:190) pada level nasional, berakhirnya sentralisme kekuasaan yang pada masa Orde Baru memaksakan “monokulturalisme” yang nyaris seragam, memunculkan reaksi balik, yang mengandung implikasi negatif bagi rekontruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural. Bersamaan dengan proses otonomisasi dan dengan sentralisasi kekuasaan pemerintahan, juga terjadi peningkatan gejala “provinsialisme” yang hampir tumpang tindih dengan “entitas”. Kecenderungan ini, jika tidak terkendali, akan dapat menimbulkan disintegrasi sosio-kultural yang amat parah bahkan mengalami disintegrasi politik.

Kondisi keragaman masyarakat dan budaya, secara positif menggambarkan kekayaan potensi sebuah masyarakat yang bertipe pluralis, namun secara negatif orang merasa tidak nyaman karena tidak saling mengenal budaya orang lain. Setiap etnik atau ras cenderung mempunyai semangat dan ideologi yang etnosentris, yang menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada kelompok etnik atau ras lain

(43)

hendaknya dijadikan strategi dalam mengelola kebudayaan dengan menawarkan strategi transformasi budaya yang ampuh yakni melalui mekanisme pendidikan yang menghargai perbedaan budaya.

Penambahan informasi tentang keragaman budaya merupakan model pendidikan multikultural yang mencakup revisi atau materi pembelajaran, termasuk revisi buku-buku teks. Revisi pembelajaran seperti yang terjadi di Amerika Serikat misalnya, merupakan strategi yang dianggap paling penting dalam reformasi pendidikan dan kurikulum. Penulisan kembali sejarah Amerika dari perspektif yang lebih beragam merupakan suatu agenda pendidikan yang diperjuangkan intelektual, aktivis, dan praktisi pendidikan (Mahfud, 2006:192).

Sementara di Indonesia masih diperlukan usaha dalam merevisi buku-buku teks agar mengakomodasi kontribusi dan partisipasi yang lebih inklusif bagi warga dari berbagai latar belakang suku, agama, budaya, dan etnis. Model lainnya, pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi pembelajaran, tetapi juga melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran itu sendiri. Affirmative Action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen tenaga pengajar di Amerika contohnya, adalah salah satu strategi rekrutmen tenaga pengajar yang menjadi salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpangan struktural terhadap kelompok minoritas.

(44)

diajar oleh guru Jawa, begitu pula etnis-etnis lain. Keadaan ini akan ikut mendorong terjadinya pendidikan multikultural yang baik. Tukar-menukar dan perpindahan guru lintas daerah akan mendorong terjadinya pendidikan multikultural secara tidak langsung. Contoh lain adalah model sekolah pembauran Iskandar Muda di Medan yang memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya dan menyusun program anak asuh lintas kelompok.

B. Praktik dan Pemahaman Pendidikan Multikultural di Indonesia

1. Praktik Multikultural dalam Pendidikan

Multikultural mengemuka, baik sebagai ide maupun gerakan politik, pada tahun 1960-an, utamanya di masa pasca-kolonialisme di Kanada, Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (Melville dan Rose, 2004:4). di negara-negara tersebut, multikultural telah diterapkan dalam bentuk kebijakan pemerintah, misalnya dalam bentuk : kewarganegaraan ganda, dukungan terhadap bahasa kelompok minoritas, agama, dan kepercayaan minoritas, perikehidupan tradisional hingga dukungan keterwakilan kelompok minoritas di bidang politik.

(45)

Salah satu tokoh pendidikan multikultural di Amerika Serikat adalah James Banks, yang dikenal dengan idenya tentang kesamaan (hak) pendidikan. Banks menegaskan bahwa untuk menjaga lingkungan sekolah yang multikultural maka semua aspek di sekolah harus dikaji dan diubah, termasuk pula dalam kebijakan, perilaku para guru, bahan belajar, metode penilaian, metode bimbingan konseling,dan bahkan gaya mengajar (Banks, 1981 dalam Sidharta, 1995:138). Sidharta (1995:139) menjelaskan bahwa penerapan pendidikan multikultural di Amerika Serikat telah dapat menghasilkan tiga hal positif, yaitu: warga kulit putih semakin peka terhadap persoalan warga minoritas, warga masyarakat semakin inklusif, dan toleransi telah menjadi satu-satunya hal yang mutlak.

(46)

2. Manfaat Pendidikan Multikultural

Grafura (2007) menjelaskan pendidikan multikultural memiliki manfaat, terutama dalam:

a. memberikan terobosan baru pendidikan yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka siswa atau mahasiswa sehingga tercipta manusia (warga negara) antar budaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan;

b. menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan proses interaksi sosial dan memiliki kandungan afeksi yang kuat;

c. model pendidikan multikultural mambantu guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi lebih efisien dan efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam membangun kolaboratif dan memiliki komitmen nilai yan tinggi dalam kehidupan masyarakat yang serba majemuk;

(47)

3. Pengembangan Pendidikan Multikultural

Menurut Suparno (2003) strategi pengembangan pendidikan multikultural didasarkan pada beberapa penekanan yang bermuatan multikultural, yaitu :

a. Pendidikan multikultural seyogyanya dimulai dari diri sendiri. Hal ini menekankan bahwa pendidikan multikultural harus dimulai dari pengenalan terhadap jati dirinya sendiri, bukan jati diri etnik lain. Keterlibatan seseorang dalam pendidikan multikultural akan terjadi apabila ia melihat ada relevansinya dengan kehidupannya sendiri. Relevansi masalah orang lain terhadap kehidupannya sendiri akan membuat seseorang berminat untuk terlibat dalam pendidikan multikultural;

b. Dalam semua bidang pelajaran, hendaknya dimasukkan nilai dan tokoh-tokoh dari budaya lain agar siswa mengerti bahwa dalam setiap budaya, ilmu dikembangkan. Contoh-contoh ilmuwan dan hasil teknologi, perlu diambil dari berbagai budaya dan latar belakang termasuk gender. Kesamaan dan perbedaan antar budaya perlu dijelaskan dan dimengerti. Siswa dibantu untuk kian mengerti nilai budaya lain, menerima, dan menghargainya. Misalnya dalam mengajarkan makanan, pakaian, cara hidup, bukan hanya dijelaskan dari budayanya sendiri, tetapi juga budaya yang lain;

(48)

Penyajian bahan, dalam memberi contoh, guru perlu memilih yang beraneka ragam nilai. Buku-buku yang ditulis dalam pelajaran perlu disusun untuk menghargai budaya lain dan penghargaan gender. Dulu banyak buku memuat contoh stereotip budaya tertentu, maka kini harus lebih menyeluruh, termasuk agar tidak terjadi bias gender. Dalam Orde Baru, sering karena ditakutkan SARA, banyak buku pelajaran tidak berani memuat simbol atau gambar yang berasal dari agama lain dengan alasan agar tidak ada ketegangan;

d. Suasana sekolah sangat penting dalam penanaman nilai multibudaya. Sekolah harus dibangun dengan suasana yang menunjang penghargaan budaya lain. Relasi guru, karyawan, siswa yang berbeda budaya diatur dengan baik, siswa yang berasal dari golongan lain harus dihargai dan tidak boleh ditolak. Bahkan yang tidak kalah penting, terlebih di tingkat SD-SMU, dekorasi sekolah perlu diatur dengan nuansa multikultur. Misalnya, meskipun sekolah tersebut berada di Pulau Jawa, hiasan dan dekorasi ruang dibuat beraneka ragam budaya suku-suku yang ada di Indonesia;

(49)

mengalami bahwa di sana terima dengan baik, mereka akan dibantu lebih menghargai budaya Sunda;

f. Proyek dan kepanitiaan di sekolah baik diatur dengan lebih variasi dan beragam. Setiap panitia terdiri dari aneka macam siswa dari berbagai suku, ras, agama, budaya, dan gender sehingga akan lebih menumbuhkan semangat kesatuan dalam perbedaan yang ada; g. Belajar bahasa dari suku lain sangat berguna, Indonesia terdiri dari

banyak pulau dan suku dengan bahasa yang berbeda. Negara Indonesia mempunyai satu bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia, dan ini baik untuk alat komunikasi antarwarga Indonesia. Namun, yang kiranya tidak boleh ditinggalkan adalah bahwa akan lebih dibantu menghargai orang dan budaya lain, bila dapat mengerti bahasa lain. Melalui bahasa, terutama dapat menggunakannya, orang akan mudah mengerti makna terdalam budaya orang lain. Maka, semakin mengenal bahasa suku lain, akan semakin mendorong untuk mengerti mereka lebih dalam dan menerima serta menghargainya. Kiranya usaha menghargai budaya lain dapat secara edukatif menekankan pentingnya belajar bahasa suku-suku lain. Bila dorongan ini sejak awal ditekankan pada siswa, maka akan membantu mereka lebih mengerti masyarakat dari suku lain.

(50)

dan global. Kontekstualisasi demikian dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa hormat menghormati sesama etnik dan warga negara Indonesia. Tidak cukup hanya memperkenalkan kepada siswa tentang jenis-jenis makanan khas etnik, rumah adat etnik, atau upacara adat etnik, karena hal ini hanya bersifat permukaan saja. Salah satu contoh kontekstualisasi masalah persatuan dan kesatuan dalam rangka peringatan Hari Proklamasi 17 Agustus 1945, diselenggarakan bazaar rakyat dengan menyajikan beraneka ragam kesenian atau makanan rakyat dari berbagai etnik di Indonesia

C. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang terkait dengan pendidikan multikultural dilakukan oleh Hanurawan (1994), yang berjudul “Sikap Guru Terhadap Peran Kajian Multikultural dalam Mengurangi Prasangka Siswa”. Subyek pada penelitian ini adalah guru pada satu sekolah yang memiliki pengalaman mengajar perspektif multikultural di kelas yang bersifat majemuk, sedangkan sampelnya guru yang mewakili kriteria guru muda, menengah, dan senior dengan pengalaman kurang, sedang, dan banyak pengalaman mengajar.

(51)

dari penelitian ini adalah secara umum, guru memiliki sikap positif terhadap peran pelajaran multikultural dalam mengurangi sikap berprasangka murid dan secara khusus, guru memiliki sikap positif dan pemahaman yang baik tentang teori, konsep, strategi dan generalisasi berkenaan dengan lahirnya sikap berprasangka pada diri anak dan cara antisipasinya.

Berita lain mengenai pendidikan multikultural adalah dalam seminar “Pendidikan Multikulturalisme Menuju Masyarakat Madani di Kalimantan Barat”. Seminar ini diselenggarakan Center for Research and Inter-Religions Dialogue (CRID) pada hari Selasa tanggal 18 September 2007 yang menghadirkan Sekretaris Eksekutif Hubungan Antar Keagamaan (HAK) Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) P Benny Susetya Pr. Dalam seminar ini membicarakan mengenai pendidikan multikultural perlu diprioritaskan menjadi salah satu kurikulum muatan lokal di daerah konflik. Pendidikan multikultural di jenjang pendidikan formal diharapkan dapat membangun kesadaran siswa untuk memahami dan menghargai perbedaan sehingga wilayah daerah konflik dapat diredam atau bahkan dihilangkan.

(52)

D. Kerangka Pemikiran

Krisis multidimensi yang dialami Negara Indonesia, diakui atau tidak merupakan bagian dari problem kultural yang salah satu penyebabnya adalah keragaman kultur yang ada dalam masyarakat. Melalui keragaman kultur masyarakat dapat saling mengenal dan bahu membahu dalam membangun sebuah Negara. Namun di sisi lain, keragaman dapat menjadi salah satu sumber masalah yang dapat mengakibatkan adanya kecurigaan dan rasa saling tidak percaya dari satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Diskriminasi, ketidakadilan, dan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia terus terjadi dengan segala bentuknya seperti kekerasan terhadap anak, pengesampingan hak-hak minoritas, pengesampingan terhadap nilai-nilai budaya lokal, kekerasan antar pemeluk agama, dan sebagainya adalah wujud nyata dari problematika kultural yang ada.

Salah satu wujud untuk membangun kesadaran dan pemahaman generasi masa depan akan pentingnya untuk selalu menjunjung tinggi nilai demokrasi, humanisme, dan pluralisme dalam pergaulan di dalam masyarakat yang mempunyai latar belakang kultural beragam adalah penerapan pendidikan multikultural.

(53)

diharapkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan, dan ketidakadilan yang sebagian besar dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan kultural seperti perbedaan agama, ras, etnis, bahasa, kemampuan, gender, umur, dan kelas social ekonomi dapat diminimalkan.

Agar tujuan pendidikan multikultural dapat dicapai, maka diperlukan adanya peran serta dan dukungan dari guru dan tenaga pendidik. Mereka perlu mempunyai pemahaman mengenai pengetahuan pendidikan multikultural dan melaksanakan praktik pendidikan multikultural dihadapan para siswa. Guru dan tenaga pendidik tidak hanya bertanggung jawab agar peserta didik mempunyai pemahaman dan keahlian terhadap matapelajaran yang diajarkannya, akan tetapi juga bertanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan multikultural. Nilai-nilai-nilai tersebut antara lain adalah nilai demokrasi, nilai humanisme, dan nilai pluralisme.

(54)

33

A. Jenis Penelitan

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, sebab berusaha untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek atau subjek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum (Sugiono, 2007:21). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, artinya semua informasi atau data diwujudkan dengan angka dan analisisnya menggunakan analisis statistik.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

(55)

C. Subjek dan Objek

1. Subjek

Subjek menurut Arikunto (2000:116) adalah benda, hal/orang tempat variabel penelitian melekat. Mereka berperan sebagai pemberi informasi yang berhubungan dengan subyek penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah guru bidang studi IPS di SMP Negeri kota Surakarta.

2. Objek

Objek dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti yaitu pemahaman dan praktik pendidikan multikultural oleh guru dalam pembelajaran di sekolah.

D. Populasi, Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi menurut Sugiono (2007:55) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulanya. Populasi dalam penelitian ini adalah SMP Negeri kota Surakarta, yang berjumlah 27 sekolah SMP Negeri.

2. Sampel

(56)

3. Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan sampel dari populasi penelitian ini adalah dengan menggunakan Purposive Sampling. Menurut Zuriah (2005:119) Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya.

Kriteria yang digunakan untuk memilih sekolah dan guru sebagai sampel adalah:

a. Sekolah negeri, sebab sekolah negeri berstatus umum sehingga nuansa multikultural lebih mengena.

b. Responden dari setiap sekolah yaitu khusus guru mata pelajaran IPS, sebab tekanannya lebih mengajarkan anak untuk dapat bersosialisasi dengan baik.

c. Mata pelajaran IPS meliputi Geografi, Ekonomi, dan Sejarah sehingga di dapat 3 guru sebagai responden yang mewakili ketiga mata pelajaran IPS di masing-masing sekolah.

Sampel diambil 50% dari 27 sekolah sehingga di dapat 14 sekolah. Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, maka diperoleh empat belas sekolah yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini, antara lain: 1) SMP Negeri 6

(57)

5) SMP Negeri 13 6) SMP Negeri 14 7) SMP Negeri 16 8) SMP Negeri 18 9) SMP Negeri 20 10)SMP Negeri 21 11)SMP Negeri 24 12)SMP Negeri 25 13)SMP Negeri 26 14)SMP Negeri 27

Setiap sekolah diambil 3 responden untuk mengisi kuesioner, sehingga dari 14 sekolah yang dijadikan sampel penelitian, total jumlah responden yang mengisi kuesioner adalah 42 responden.

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pemahaman serta praktik nilai demokrasi, nilai humanistik, dan nilai pluralistik. Batasan variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

1. Nilai Demokrasi, adalah sebuah nilai yang menunjukkan adanya kebebasan atau kemerdekaan dalam menentukan sesuatu.

(58)

3. Nilai Pluralisme, adalah sebuah nilai yang mengajak menghargai perbedaan-perbedaan yang ada baik bahasa, agama, gender, perbedaan status dan umur.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna (Riduwan, 2002:25). Untuk mempermudah maka dibuat kisi-kisi pertanyaan

Tabel III. 1

Kisi-Kisi Item Pertanyaan untuk Memperoleh Data Mengenai Pemahaman dan Praktik Pendidikan Multikultural dalam

Pembelajaran di Sekolah

(59)

4. Praktik

a. Praktik membangun Hak Asasi Manusia

b. Praktik membangun sikap anti diskriminasi

c. Praktik memberi kebebasan berpendapat dan berkreatifitas d. Praktik menghargai perbedaan

kemampuan

a. Praktik membangun toleransi b. Praktik membangun kasih sayang

a. Praktik menghargai keragaman bahasa

b. Praktik menghargai keragaman agama

c. Praktik membangun sikap sensitif gender

d. Praktik membangun pemahaman kritis terhadap ketidakadilan dan perbedaan status

(60)

G. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari guru mata pelajaran IPS mengenai pemahaman dan praktik pendidikan multikultural dalam pembelajaran di sekolah. Data primer diperoleh melalui kuesioner. 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari SMP Negeri di Kota Surakarta berupa keterangan, catatan atau dokumen dalam kaitannya dengan penelitian ini. Data tersebut meliputi gambaran umum Kota Surakarta dan gambaran umum SMP Negeri Kota Surakarta.

H . Teknik Pengujian Instrumen

1. Validitas

Menurut Sugiono (2007:271), instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Uji validitas dilakukan dengan perhitungan dari Karl Pearson yang dikenal dengan sebutan korelasi product moment. Rumus yang digunakan adalah rumus korelasi product moment, dengan rumus:

(61)

keterangan :

Besarnya rxy dapat dihitung dengan menggunakan korelasi dengan taraf signifikasi ( = 5%). Apabila hasil pengukuran r menunjukkan hasil lebih besar atau sama dengan taraf signifikasi 5%, maka item tersebut dinyatakan valid, tetapi jika lebih kecil dari 5% maka item tersebut dinyatakan tidak valid.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah taraf sampai dimana suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Dikatakan dapat dipercaya apabila ukuran yang diperoleh merupakan yang benar dari suatu yang ingin diukur. Untuk menghitung reliabilitas kuesioner, dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan taraf signifikasi 5%, yaitu sebagai berikut:

(62)

2

1

S = mean kuadrat kesalahan

S12 = varian total

Dengan taraf signifikasi 5%, suatu alat ukur dikatakan reliabel, apabila rhitung > rtabel. Hasil perhitungan ridikonsultasikan dengan harga kategori nilai r.

I. Teknik Analisis Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket tertutup dimana jawaban atas pertanyaan telah disediakan oleh peneliti sehingga responden cukup menandai salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan.

Dari jawaban yang telah diberikan tadi maka peneliti dapat mengetahui pemahaman dan praktek guru terhadap pendidikan multikultural dalam pembelajaran di sekolah. Untuk kepentingan pengukuran variabel digunakan ukuran Skala Likert.

1. Variabel Pemahaman

(63)

2. Variabel Praktik

Variabel praktik menggunakan alternatif jawaban positif sebagai berikut: Sangat Setuju (SS) diberi bobot 5

Setuju (S) diberi bobot 4 Ragu-ragu (RR) diberi bobot 3 Tidak Setuju (TS) diberi bobot 2 Sangat Tidak Setuju (STS) diberi bobot 1 Sedangkan alternatif jawaban negatif sebagai berikut: Sangat Setuju (SS) diberi bobot 1 Setuju (S) diberi bobot 2 Ragu-ragu (RR) diberi bobot 3 Tidak Setuju (TS) diberi bobot 4 Sangat Tidak Setuju (STS) diberi bobot 5

Kemudian data hasil penelitian dianalisis menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP) tipe II (Masidjo, 1995: 157) dengan perhitungan sebagi berikut:

Tabel III.2

Penilaian Acuan Patokan Tipe II

(64)

43

A. Gambaran Umum Kota Surakarta

1. Letak dan luas wilayah a. Letak wilayah

Secara geografis Kota Surakarta terletak diantara 1100 45’ 15” – 1100 45’ 35” Bujur Timur dan 700 36” – 700 56” Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Kota Surakarta adalah sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali

2) Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten

Karanganyar 3) Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo

4) Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar

b. Luas wilayah

(65)

Tabel IV.1

Pembagian Wilayah Administrasi Kota Surakarta

Banyaknya No Kecamatan

Kelurahan RW RT

Jumlah Penduduk

Tingkat Kepadatan

per km2

1 Banjarsari 13 167 832 152.413 10.29

2 Jebres 11 145 605 128.359 10.20

3 Pasar Kliwon 9 100 424 75.346 15.648

4 Serengan 7 75 332 46.764 14.660

5 Laweyan 11 105 451 86.901 10.20

Sumber : Pemerintah Kota Surakarta 2004

2. Topografi

Menurut topografi, Kota Surakarta yang juga sangat dikenal sebagai Kota Solo, merupakan sebuah dataran rendah yang terletak di cekungan lereng pegunungan Lawu dan pegunungan Merapi dengan ketinggian sekitar 92 meter diatas permukaan air laut. Kota Surakarta dibelah dan dialiri oleh 3 (tiga) buah Sungai besar yaitu Bengawan Solo, Kali Jenes, dan Kali Pepe.

(66)

3. Visi dan Misi Kota Surakarta a. Visi Kota Surakarta

Terwujudnya Kota Solo sebagai kota budaya yang bertumpu pada potensi perdagangan, jasa, pendidikan, pariwisata dan olahraga. b. Misi Kota Surakarta

Misi Kota Surakarta adalah sebagai berikut :

1) Revitalisasi kemitraan dan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam semua bidang pembangunan, serta perekatan kehidupan bermasyarakat dengan komitmen cinta kota yang berdasarkan pada nilai-nilai “SALA KOTA BUDAYA”

2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam penguasaan dan pendayaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, guna mewujudkan inovasi dan integritas masyarakat madani yang mendasarkan kepada KeTuhanan Yang Maha Esa.

3) Mengembangkan seluruh kekuataan ekonomi yang berdaya saing tinggi serta mendayagunakan potensi wisata dan teknologi terapan yang akrab lingkungan.

4) Membudayakan peran dan fungsi hukum, pelaksanaan hak-hak Asasi Manusia dan Demokratisasi bagi seluruh elemen masyarakat utamanya penyelenggara Pemerintah.

(67)

4. Sejarah Kota Surakarta

Sejarah kelahiran Kota Surakarta (Solo) dimulai pada masa

pemerintahan Raja Paku Buwono II di Kraton Kartosuro. Pada masa itu

terjadi pemberontakan Mas Garendi (Sunan Kuning) dibantu

kerabat-kerabat Keraton yang tidak setuju dengan sikap Paku Buwono II yang

mengadakan kerjasama dengan Belanda. Salah satu pendukung

pemberontakan ini adalah Pangeran Sambernyowo (RM Said) yang

merasa kecewa karena daerah Sukowati yang dulu diberikan oleh keraton

Kartosuro kepada ayahandanya dipangkas. Karena terdesak, Paku Buwono

mengungsi kedaerah Jawa Timur (Pacitan dan Ponorogo).

Dengan bantuan pasukan Kumpeni dibawah pimpinan Mayor Baron

Van Hohendrof serta Adipati Bagus Suroto dari Ponorogo pemberontakan

berhasil dipadamkan. Setelah tahu Keraton Kartosuro dihancurkan Paku

Buwono II lalu memerintahkan Tumenggung Tirtowiguno, Tumenggung

Honggowongso, dan Pangeran Wijil untuk mencari lokasi ibu kota

Kerajaan yang baru.

Pada tahun 1745, dengan berbagai pertimbangan fisik dan

supranatural, Paku Buwono II memilih desa Sala sebuah desa di tepi

sungai Bengawan Solo sebagai daerah yang terasa tepat untuk

membangun istana yang baru. Sejak saat itulah, desa sala segera berubah

menjadi Surakarta Hadiningrat.

(68)

dipengaruhi selain oleh Pusat Pemerintahan dan Budaya Keraton (Kasunanan dan Mangkunegaran), juga oleh kolonialisme Belanda (Benteng Verstenberg). Sedangkan pertumbuhan dan persebaran ekonomi melalui Pasar Gedhe (Hardjonagoro).

(69)

5. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kota Surakarta 505.153 jiwa (Data Statistik Tahun

2004). Pada siang hari jumlah bertambah 2 kali lipat bahkan lebih karena

banyaknya penglaju dari daerah-daerah sekitar Kota Surakarta untuk

melakukan berbagai kegiatan. Di sisi laian Kota Surakarta sendiri

mempunyai masalah masalah demografi yang tidak sederhana yaitu

persebaran penduduk yang tidak merata. Di bagian selatan kota tingkat

kepadatan sangat tinggi, sementara di bagian utara tingkat kepadatannya

relatif lebih rendah. Tingkat kepadatan menurut kecamatan di Kota

Surakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel IV.2

Tingkat kepadatan dan jumlah penduduk menurut Kecamatan Kota Surakarta

Kecamatan Tingkat Kepadatan Jumlah

Penduduk Kecamatan Pasar Kliwon 15.648 jiwa per km2 75.346 jiwa Kecamatan Serengan 14.660 jiwa per km2 46.764 jiwa Kecamatan Banjarsari 10.29 jiwa per km2 152.413 jiwa Kecamatan Jebres 10.20 jiwa per km2 128.359 jiwa Kecamatan Laweyan 10.20 jiwa per km2 86.901 jiwa Sumber : Pemerintah Kota Surakarta 2004

B. Gambaran Umum Sekolah-Sekolah di Kota Surakarta

1. Sekolah Menengah Pertama di Kota Surakarta

(70)

(SMP) Swasta berjumlah 45 sekolah, dan 7 MTs. Jika diamati, jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri lebih sedikit daripada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta dan MTs. Adapun data jumlah SMP di Kota Surakarta dapat dilihat pada lampiran.

2. Perkembangan Pendidikan di Kota Surakarta

Pendidikan merupakan investasi sunber daya manusia yang berhubungan dengan kebutuhan siswa sebagai manusia sebagai stakeholder pendidikan. Gambaran peran nyata pendidikan tampak dengan adanya penunjang pendidikan. Perkembangan pendidikan di Kota Surakarta juga dipengaruhi oleh faktor penunjang pendidikan. Perkembangan pendidikan di Kota Surakarta dapat di lihat dari jumlah sekolah, siswa, kelas, dan jumlah guru yang ada serta berbagai jenis usaha penunjang pendidikan.

(71)

Tabel IV.3

Perkembangan Jumlah Sekolah untuk SD, SMP, SMU, dan SMK Negeri dan Swasta di Kota Surakarta Tahun 2005/2006-2006/2007

No. Tahun SD SMP SMU SMK

1. 2005/2006 281 71 41 42

2. 2006/2007 275 71 41 40

Sumber : Dinas Dikpora Kota Surakarta Tahun 2006

Peningkatan jumlah sekolah yang dibangun di Kota Surakarta disesuaikan dengan semakin meningkatnya jumlah kelas dari tahun ketahun.

Tabel IV.4

Perkembangan Jumlah Kelas untuk SD, SMP, SMU, dan SMK Negeri dan Swasta di Kota Surakarta Tahun 2005/2006-2006/2007

No. Tahun SD SMP SMU SMK

1. 2005/2006 1972 895 558 610

2. 2006/2007 8337 924 563 883

Sumber : Dinas Dikpora Kota Surakarta Tahun 2006

Peningkatan jumlah kelas yang dibangun di Kota Surakarta disesuaikan dengan semakin meningkatnya jumlah anak sekolah dari tahun ketahun. Perkembangan jumlah siswa di Kota Surakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel IV. 5

Perkembangan Jumlah Siswa SD, SMP, SMU, dan SMK Negeri dan Swasta di Kota Surakarta Tahun 2005/2006 – 2006/2007

No. Tahun SD SMP SMU SMK

1. 2005/2006 64340 34445 20442 21159

2. 2006/2007 64301 34847 20083 20202

Sumber : Dinas Dikpora Kota Surakarta Tahun 2006

(72)

pendidikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Surakarta, jumlah guru di Kota Surakarta sebanyak 6154 guru. Pengelompokan guru-guru berdasarkan status, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel IV.6

Kelompok Guru Menurut Statusnya

No. Status Jumlah

1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 3439

2. Non PNS 3824

Jumlah 7263

Sumber : Dinas Dikpora Kota Surakarta Tahun 2006

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa guru di Kota Surakarta paling banyak berstatus Non Pegawai Negeri Sipil (3824), kemudian berstatus Pegawai Negeri Sipil (3439).

Faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu berkaitan dengan tersedianya ruang kelas yang mendukung untuk menunjang keberhasilan pendidikan. Di bawah ini akan disajikan kondisi ruang sekolah di Kota Surakarta:

Tabel IV.7

Kondisi Ruang Kelas Sekolah di Kota Surakarta Tahun 2006

Ruang Kelas Jenjang

Baik Rusak Berat Rusak Ringan

SD 1240 443 208

SMP 903 55 20

SMA 591 4 3

SMK 579 40 7

(73)

Dari 27 Sekolah Menengah Pertama Negeri Kota Surakarta, peneliti mengambil 50% dari total sampel sehingga di dapat sampel sebanyak 14 sekolah. Berikut ini adalah nama-nama ke-14 sekolah tersebut :

Tabel IV. 8

Nama SMP di Kota Surakarta sebagai Sampel Penelitian

No. Nama SMP

1. SMP Negeri 6

2. SMP Negeri 7

3. SMP Negeri 8

4. SMP Negeri 10

5. SMP Negeri 13

6. SMP Negeri 14

7. SMP Negeri 16

8. SMP Negeri 18

9. SMP Negeri 20

10. SMP Negeri 21

11. SMP Negeri 24

12. SMP Negeri 25

13. SMP Negeri 26

14. SMP Negeri 27

C. Deskripsi Responden

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

(74)

Tabel IV.9

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 24 57%

Perempuan 16 38%

Tidak mengisi 2 5%

Jumlah 42 100%

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2007

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa responden terbanyak dari laki-laki 24 orang (57%), sedangkan responden perempuan berjumlah 16 orang (38%) dan sisanya 2 orang (5%) tidak mengisi identitas.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Bidang Studi

Karakteristik responden berdasarkan bidang studi akan dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel IV.10

Karakteristik Responden Berdasarkan Bidang Studi

Bidang Studi Jumlah Persentase

Ekonomi 12 29

Sejarah 14 33

Geografi 13 31

Tidak Mengisi 3 7

Jumlah 42 100%

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2007

(75)

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan latar belakang pendidikan akan dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel IV.11

Karakteristik Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

Latar Belakang Pendidikan Jumlah Persentase

S1 32 76%

D3 6 14%

D2 1 3%

Tidak Mengisi 3 7%

Jumlah 42 100%

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2007

(76)

55

A. Pengujian Instrumen

Dalam penelitian ini, telah dibagikan kuesioner kepada 42 responden di 14 Sekolah Menengah Pertama di Kota Surakarta. Dari 42 kuesioner yang dibagikan semuanya kembali, artinya responrate dari responden adalah 100%. Dari kuesioner tersebut dilakukan pengujian validitas dan reliabitas untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas kuesioner.

1. Pengujian Validitas

Syarat suatu instrumen penelitian adalah harus mampu mengukur apa yang diinginkan, sehingga dapat mengungkap data variabel yang diteliti secara tepat (validitas), dan taraf sampai dimana suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (reliabilitas).

Gambar

Tabel III. 1
Tabel III.2
Tabel IV.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kota Surakarta
Tabel IV.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena Ny.Lauw menanamkan rasa kebersamaan tersebut dari cara pembuatannya yang dilakukan secara bersama-sama dan juga karena Kue keranjang Ny.Lauw ini tak hanya dijual

Selain itu beban runtuh (P collapse ) dapat diperoleh dengan melacak keadaan pembebanan portal dan dengan melakukan analisa elastis pada struktur yang dimodifikasi

Dari perhitungan secara keseluruhan dari laporan arus kas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas perusahaan pada tahun 2011 adalah baik dikarenakan bahwa sumber kas terbesar

Dengan demikian, penelitian ini didukung oleh penelitian Amiludin (2012), Permana & Wahyuni (2010) bahwa dengan melakukan intervensi yang berdurasi 3 hari dalam

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa aktif pada Caulerpa racemosa secara kuantitatif, jenis antibakteri dominan pada Caulerpa racemosa,

Maka pejabat pengadaan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bone Bolango Tahun Anggaran 2013 menyampaikanb. Pengumuman Pemenang pada pakettersebut diatas sebagai berikut

Pasir Ada/Tidak Emas Ada/Tidak Kuningan Ada/Tidak Aluminium Ada/Tidak Perunggu Ada/Tidak Belerang Ada/Tidak.. Batu marmer