• Tidak ada hasil yang ditemukan

B A B I P E N D A H U L U A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B A B I P E N D A H U L U A N"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

B A B I

P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Republik Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Sebagai sebuah negara, Republik Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar, yaitu Undang-Undang Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan Undang-Undang Undang-Undang Dasar 1945 kerangka kenegaraan dan sistem pemerintahan Republik Indonesia diatur. Undang Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik. Ditegaskan pula Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat. Dengan demikian Negara Indonesia adalah negara konstitusi, bersendikan demokrasi.

Namun, mengingat wilayah Negara Indonesia yang sangat besar dengan rentang geografis yang luas dan kondisi sosial-budaya yang beragam, Undang Undang Dasar 1945 kemudian mengatur pemerintahan daerah melalui Pasal 18 Undang Undang Dasar 1945 yang antara lain menyatakan bahwa pembagian negara Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang.

Dalam penjelasan pasal tersebut, antara lain, dikemukakan bahwa “oleh

karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan

mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah

Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan undang-undang.” Di daerah-daerah bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan

(2)

Daerah. Oleh karena itu, didaerah pun, akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Dengan demikian, Undang Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah

Dalam perkembangan sejarah Negara Republik Indonesia, untuk melaksanakan pasal 18 Undang Undang Dasar 1945 tersebut, telah dikeluarkan undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, dan sudah beberapa kali diadakan perubahan dan penyempurnaan sehingga yang berlaku hingga pada saat ini adalah Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan lahirnya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 ini, maka dimulailah babak baru pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Kebijakan otonomi daerah ini memberikan kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Desentralisasi merupakan media dalam pelaksanaan hubungan antar level pemerintahan dalam lingkup suatu negara, yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan pemerataan dan keadilan.

Melihat berbagai uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan Otonomi Daerah adalah memungkinkan daerah meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan untuk kemajuan daerah dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

(3)

Inti dari pelaksanaan Otonomi Daerah adalah terdapatnya keleluasan Pemerintah Daerah (discretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Otonomi Daerah tidak hanya berarti melaksanakan demokrasi dilapisan bawah, tetapi juga mendorong aktivitas masyarakat untuk melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungannya. Pelaksanaan Otonomi Daerah kelihatannya memang sederhana. Namun sebenarnya mengandung pengertian yang cukup rumit, karena didalamnya tersimpul makna pendemokrasian dalam arti pendewasaan politik rakyat daerah, pemberdayaan masyarakat, dan sekaligus bermakna mensejahterakan rakyat yang berkeadilan (Koswara, 1998). Menurut Josep Riwu Kaho, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Otonomi Daerah, salah satunya manusia pelaksananya harus baik

Memang ada banyak hal yang mempengaruhi pelaksanaan Otonomi Daerah, namun masalah sumber daya manusia merupakan masalah yang sangat mendasar karena dengan ditetapkannya status sebagai daerah otonom yang luas disertai kadar desentralisasi yang tinggi, memungkinkan setiap daerah mengembangkan kreasi dan inovasi yang tinggi dalam mengurus rumah tangganya. Dalam format seperti ini, kebutuhan tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas menjadi dasar pertimbangan utama yang memerlukan langkah-langkah prioritas yang terprogram secara sistematik.

Faktor manusia merupakan unsur yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini disadari karena manusialah yang menjalankan mekanisme pemerintahan. Diantara beberapa sumber daya manusia yang secara

(4)

potensial sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah adalah aparatur pemerintah daerah. Unsur ini menempati posisi yang bukan saja mewarnai, melainkan juga menentukan arah ke mana suatu daerah akan di bawa. Dimana aparatur Pemerintah Daerah adalah pelaksana kebijakan publik yang mengemban tugas dan fungsi-fungsi pelayanan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat. Sehingga diperlukan persyaratan kualitas yang memadai dari unsur sumber daya manusia ini. Secara teoritik, kemampuan pemerintah, antara lain terbentuk melalui penerapan azas desentralisasi, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari tingkat atas organisasi, kepada tingkat bawahnya secara hirarkis (Ryaas Rasyid, 1997). Melalui pelimpahan wewenang itulah pemerintah pada tingkat bawah diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif dan mengembangkan kreativitas, mencari solusi terbaik atas setiap masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.

Namun demikian, kenyataannya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah kapasitas aparatur pemerintah masih sangat terbatas dimana bukan saja kuantitasnya yang memprihatinkan tetapi juga kualitas dari produk yang dihasilkan masih belum bisa memenuhi harapan semua pihak, termasuk yang diakui sebagian aparatur Pemerintah sendiri. Apalagi ada predikat tambahan yaitu “termasuk peringkat atas sebagai negara korup di dunia”.

Kondisi aparatur pemerintah beberapa waktu yang lalu pernah diamati oleh sebuah lembaga yang hasilnya cukup memprihatinkan. Ketika jam kerja, banyak dijumpai aparatur yang hanya baca koran, hanya berbincang-bincang, dan bahkan tidak berada ditempat kerjanya, sehingga kebanyakan aparatur tidak mengetahui tugas-tugas rutinnya. Selain itu pendidikan formal aparatur pemerintahan sekitar

(5)

40-50% adalah lulusan SLTA dan kesempatan mengikuti pelatihan atau program pemerintah sangat terbatas, keterbatasan ini menimbulkan perbedaan persepsi dalam menafsirkan dan memahami setiap tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada setiap aparatur. Apalagi dengan adanya kebijakan otonomi daerah ini yang memerlukan kemampuan setiap aparatur untuk mengemban tugas sebagai aparatur daerah otonom, jika kondisi aparatur seperti kondisi ini maka menghambat percepatan pelaksanaan otonomi daerah karena sebagian diantaranya merasa takut akan kehilangan kekuasaan akibat kurangnaya pemahaman tentang

otonomi daerah dan sebaliknya sebagian lagi kebablasan dalam menerapkan

otonomi daerah.

Melihat kondisi ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka melihat Pengaruh Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Selain itu melihat karakteristik Kabupaten Nias yang unik yakni merupakan daerah kepulauan yang memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 27 pulau, sehingga dalam pelaksanaan otonomi daerahnya disesuaikan dengan bentuk dan potensi daerahnya membuat penulis semakin tertarik dengan topik ini.

1.2 Perumusan Masalah

Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalahnya dengan jelas, sehingga akan diketahui darimana suatu penelitian harus mulai diarahkan, kemana, dan dengan apa (Arikunto, 1996; 19). Berdarkan uraian diatas, penulis merumuskan masalah dan memberikan batasan pada masalah Pengaruh Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah.

(6)

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Pengaruh Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Nias Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kemampuan aparatur

Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan otonomi daerah.

b. Untuk mengetahui pelaksanaan otonomi daerah.

c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui aparatur

Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Pemberian masukan-masukan yang bermanfaat bagi pelaksanaan

otonomi daerah.

b. Karya tulis ini di harapkan dapat memperkaya referensi ilmiah di

bidang Administrasi Negara, sekaligus bermanfaat bagi masyarakat.

c. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui

aplikasi teori dan konsep yang relevan dengan topik penelitian.

1.5 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti harus menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti

(7)

menyoroti masalah yang telah dipilih (Nawawi, 1991:40). Dari perspektif ini nantinya penulis akan menggeneralisasikan data-data yang diperlukan, menyusunnya, dan menganalisisnya berdasarkan metode penelitian yang dipilih.

Adapun landasan konseptual yang dibentuk dalam penelitian ini adalah: 1.5.1Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah

Dalam konteks pemerintahan daerah, di era otonomi luas dituntut adanya keterbukaan, akuntabilitas, ketanggapan, dan kreativitas dari segenap jajaran aparatur Pemerintah Daerah. Dalam dunia yang penuh kompetitif, sangat diperlukan kemampuan birokrasi dan sumber daya aparatur untuk memberikan tanggapan atau responsif terhadap berbagai tantangan secara akurat, bijaksana, adil dan efektif. Dengan demikian aparatur merupakan faktor yang dominan bagi berhasilnya penyelenggaraan Pemerintahan di daerah.

Sehubungan dengan aparatur Pemerintah Daerah, Kaho menyatakan: “Salah satu atribut penting yang memadai suatu Daerah Otonom adalah memiliki aparatur tersendiri yang terpisah dari aparatur Pemerintah Pusat yang mampu untuk menyelenggarakan urusan-urusan rumah tangganya. Sebagai unsur pelaksana, aparatur pemerintah daerah menduduki posisi vital dalam keseluruhan proses penyelenggaraan Otonomi Daerah. Oleh karena itu tidak berlebihan bila dikatakan bahwa keberhasilan penyelenggaran Otonomi Daerah sangat tergantung pada kemampuan aparatnya” (Joseph Riwu Kaho, 1990:249).

Kata “kemampuan” menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti kesanggupan, kecakapan, kekayaan, (Poerwadarminta, 1961: 569).

Selanjutnya Gibson menyatakan bahwa “Kemampuan merupakan sifat yang dibawa sejak lahir atau yang dipelajari, yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya (Gibson, 1994: 54).

(8)

Dalam kaitannya dengan kemampuan, Moenir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan pegawai dalam hubungannya dengan pekerjaan ialah suatu keadaan pada diri seseorang yang secara penuh kesanggupan, berdaya guna, berhasil guna melaksanakan pekerjaannya sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal (A.S. Moenir, 1983: 76).

Sedangkan aparatur secara etimologis istilah aparatur berasal dari kata aparat, yakni alat, badan, instansi, pegawai negeri. Sedangkan aparatur disamakan artinya dengan aparat tersebut diatas, yakni dapat diartikan sebagai alat negara, aparat pemerintah. Jadi aparatur negara adalah alat kelengkapan negara yang bertanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari (Victor M. Situmorang; Cormentyana Sitanggang, 1994:113-114).

Selanjutnya Miftah Thoha berpendapat bahwa “kemampuan merupakan salah satu unsur yang berkaitan dengan pengetahuan atau ketrampilan yang dapat diperoleh pegawai melalui pendidikan dan latihan atau pengalaman kerja”.

Dalam hal ini kemampuan aparatur sangat tergantung pada pengetahuan, ketrampilan atau kecakapan.

Adapun tingkat pengetahuan ini bisa dilihat melalui:

a. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh.

b. Pendidikan non formal seperti kursus, pelatihan, dan penataran. c. Pengalaman kerja.

Sedangkan pada tingkat ketrampilan atau kecakapan bisa dilihat melalui: a. Cara pelaksanaan kerja.

b. Ketepatan waktu dalam pelaksanaan kerja. c. Hasil yang dicapai. (Miftah Thoha, 1993: 34)

Berangkat dari pengertian di atas, maka secara keseluruhan pengertian dari kemampuan aparatur adalah menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh pegawai negeri sipil dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Ini mengarah pada suatu konsepsi bahwa kemampuan yang dipunyai seorang aparat ditunjukkan dengan kesanggupannya sesuai dengan tingkat

(9)

pengetahuannya dan ketrampilan yang diperolehnya melalui pendidikan dan pengalamannya.

Tersedianya modal pengetahuan dan ketrampilan inilah yang merupakan salah satu faktor untuk mempertimbangkan penempatan seorang calon pegawai. Modal ini biasanya dimiliki oleh mereka yang berpendidikan. Ketrampilan dan pengetahuan ini sebagai pertanda adanya kemampuan sebagaimana pendapat diatas, ternyata dapat dialihkan dari orang yang satu kepada orang lain. Tidak lain medianya adalah melalui pendidikan

Pendidikan adalah:“Usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain.Dengan pengertian di atas jelas tampak bahwa pendidikan dapat bersifat formal akan tetapi dapat pula bersifat non formal. Pendidikan yang bersifat formal ditempuh melalui tingkat-tingkat pendidikan, mulai dari sekolah Taman Kanak-kanak, hingga bagi sebagian orang, pendidikan tinggi, terjadi di ruang kelas

dengan program pada umumnya bersifat structured. Di pihak lain pendidikan

yang sifatnya unstructured. Dalam kedua sistem pendidikan itu, pengalihan

pengetahuan dan ketrampilan tetap terjadi”. Dan membedakan pendidikan dalam 2 kategori, yaitu:

a. Pendidikan formal, seperti TK, SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi.

b. Pendidikan non formal, seperti kursus, latihan, dan sebagainya (Sondang P. Siagian, 1982:57).

Berkaitan dengan masalah pendidikan, aparat di lingkungan Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Nias, diatur pula dengan peraturan kepegawaian yang mana pada Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 1980, diatur tentang pengangkatan pertama dalam pangkat Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan pendidikan formal yang pernah ditempuh. Sedangkan dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pengembangan karir Pegawai Negeri Sipil Daerah mempertimbangkan integritas, moralitas, pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian nampak sekali bahwa terdapat adanya pengakuan atas tingkat pendidikan formal yang dipunyai seseorang untuk

(10)

menyesuaikan kemampuannya dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang diserahkan kepada seorang aparatur yang dijabarkan dalam pangkat pertama mereka. Kemudian dalam perjalanan kariernya, untuk mendapatkan kenaikan pangkat, suatu jabatan atau kedudukan dalam birokrasi maka peran pendidikan non formal seperti pelatihan, sangat menentukan karena dengan pelatihan akan menambah tingkat pengetahuan seseorang dalam pelaksanaan tugas.

“Ketrampilan merupakan kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu kegiatan tertentu yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Artinya usaha pengembangan ketrampilan merupakan bagian dari kegiatan pendidikan, yang berarti dilakukan secara sadar, programatis, dan sistematis, khususnya dalam berbagai bidang yang sifatnya teknis dan dalam penerapannya lebih ditunjukkan kepada kegiatan-kegiatan operasional” (Sondang P.Siagian, 1982:59).

Sondang P. Siagian memandang ketrampilan sebagai kemampuan dalam batas-batas operasional saja. Lepas dari kemampuan yang bagaimana, yang jelas ia melihat kemampuan ini dapat dipelajari dan dikembangkan melalui pendidikan.

Selanjutnya kemampuan ini dapat diberikan dan dikembangkan melalui tiga jalur utama, yaitu pendidikan, latihan, dan pengalaman (Soeroto, 1983:106)

Dimana pendidikan merupakan program yang disediakan sebagai persiapan sebelum seseorang memasuki pekerjaan. Sekalipun demikian banyak orang dengan usaha sendiri maupun dengan bantuan instansi, mengikuti pendidikan lanjutan yang sesuai dengan bidangnya ataupun bidang yang lain, untuk meningkatkan pengetahuan atau untuk membentuk dan menanamkan ketrampilan kerja dalam bidangnya. Sedangkan latihan lebih diarahkan pada ketrampilan yang sesuai dengan tugas pekerjaan seseorang/aparat dalam organisasi. Dan pengalaman merupakan keseluruhan pelajaran yang dapat dipetik oleh seseorang/aparat dari segenap peristiwa atau apa saja yang dilaluinya dalam

(11)

perjalanan hidupnya khususnya dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan baik sebagai aparatur maupun sebagai warga masyarakat.

Kemudian dikataka pula oleh Moenir, bahwa dalam kemampuan ini tedapat tiga unsur, yaitu unsur kecakapan, unsur fisik, dan unsur mental. Ketiga unsur ini saling menunjang, dan gabungan yang serasi antara ketiganya menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan persyaratan (A. S. Moenir, 1983: 76).

Betapa pun berkaitannya ketiga unsur tersebut dalam melaksanakan suatu pekerjaan, apabila kekurangan salah satu dari ketiga unsur tersebut, maka pastilah hasil yang dicapai tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.

Misalnya, dalam pelaksanaan otonomi daerah dibutuhkan aparat yang memiliki unsur kecakapan, unsur fisik, dan unsur mental. Akan tetapi, apabila salah satu dari unsur tersebut tidak ada, misalnya tidak memiliki unsur kecakapan maka pelaksanaan otonomi daerah berjalan tapi kurang efektif dan tidak optimal. Demikian juga apabila seorang aparat hanya hanya memiliki kecakapan dan fisik yang mendukung tetapi tidak diikuti dengan mental yang baik, maka penyelewengan kekuasaan dapat terjadi, sehingga tujuan otonomi daerah tidak tercapai. Begitu juga apabila seorang aparat tidak memiliki kemampuan fisik, walaupun mempunyai kecakapan dan mental yang baik tapi karena fisiknya kurang mendukung maka aparat tidak dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Jadi jelas bahwa apabila salah satu unsur tidak ada atau tidak dimiliki oleh seorang aparat secara baik, maka seorang aparat itu adalah tidak mampu. Sebab kecakapan merupakan modal aparat dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan efektif dan efisien, sedangkan modal fisik merupakan kekuatan atau kondisi fisik

(12)

aparat untuk bertindak sehubungan dengan tantangan yang ditemui dalam pekerjaan, yang membutuhkan tenaga atau kondisi fisik yang baik. Dalam penerapannya lebih ditujukan kepada kegiatan-kegiatan operasional di lapangan. Dan modal mental merupakan sikap atau perilaku aparat, yang erat hubungannya dengan kejiwaan, yang dalam pelaksanaannya lebih ditujukan kepada kepatuhan atau kesungguhannya dalam mentaati peraturan dan ketentuan serta tanggung jawab terhadap tugas tersebut.

Mengenai pendidikan dan pelatihan ini, Richard M. Steers mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan dapat mengembangkan kemampuan pekerja bukan saja untuk menangani pekerjaan mereka pada saat ini, tetapi juga untuk pekerjaan yang memerlukan tenaga mereka dimasa yang akan datang. Artinya pendidikan merupakan investasi dalam diri pekerja (bank bakat) yang dapat ditimba bila diperlukan (Richard M. Steers, 1985:169).

Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan seorang aparat, baik kemampuan yang dapat digunakan untuk menangani pekerjaan yang ada pada saat ini, maupun untuk pekerjaan yang akan datang. Disamping itu harus dibekali dengan pengalaman, sebab pengalaman seseorang/aparat yang mempunyai masa kerja lebih lama dalam suatu pekerjaan, akan memberikan kelebihan untuk dapat melaksanakan pekerjaan itu dengan baik, dibanding dengan orang yang masih sedikit masa kerjanya.

Demikian halnya dalam meningkatkan kemampuan aparat di lingkungan Kantor Sekretariat Daerah, Kabupaten Nias. Dimana aparatur kantor merupakan aparatur penyelenggara Pemerintah Daerah Otonom sebagaimana diamanatkan

(13)

oleh Undang-Undang No.32.Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Maka untuk mewujudkan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab, menurut T.B.Silalahi sosok sumber daya aparatur Negara, khususnya aparatur Pemerintah daerah yang dibutuhkan antara lain adalah:

a. Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan, dan kegiatan yang

dilandasi dengan keahlian dan ketrampilan tertentu.

b. Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu

mengantisipasi tantangan maupun perkembangan termasuk di dalamnya etos kerja yang tinggi.

c. Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa

solidaritas sosial tinggi , peka terhadap dinamika masyarakat, mampu

bekerjasama, dan mempunyai orientasi berpikir (people centered

orientation).

d. Mempunyai displin yang tinggi dalam arti berpikir konsisten terhadap program, sehingga mampu menjabarkan kebijaksanaan nasional menjadi program operasional Pemerintah Daerah sesuai dengan rambu-rambu pengertian program urusan yang ditetapkan (T.B.Silalahi).

Dari uraian dan berbagai pendapat di atas, jelaslah bahwa melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman, sesorang/aparat dapat membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan yang menjadikan cakap dan trampil didalam melaksanakan segala tugas dan tanggung jawab demi tercapainya tujuan organisasi dan pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Dengan kata lain kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan tergambar dari penguasaan berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang secara keseluruhan akan membantu tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena dengan kemampuan yang tinggi, seseorang/aparat dapat berbuat banyak terutama tugas-tugas pekerjaan dalam organisasi. Artinya, kemampuan itu sendiri merupakan kecakapan untuk mengantisipasikan dan mempengaruhi perubahan serta mengolah sumber-sumber untuk mencapai tujuan.

(14)

1.5.2 Pelaksanaan Otonomi Daerah

Istilah Otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti peraturan atau undang-undang. Oleh karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri.

Pengertian otonomi dalam lingkup suatu negara selalu dikaitkan dengan daerah atau pemerintah daerah (local government). Otonomi dalam pengertian ini, selain berarti mengalihkan kewenangan dari pusat (central government) ke Daerah juga berarti menghargai atau mengefektifkan kewenangan asli yang sejak semula tumbuh dan hidup di daerah untuk melengkapi sistem prosedur pemerintahan negara di daerah (Sumitro Maskun, 2000)

Pengertian Otonomi Daerah berdasarkan UUD 1945 adalah hak dan wewenang daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Otonomi menurut UUD 1945 adalah otonomi yang berkedaulatan rakyat dengan menerapkan pemerintahan daerah yang bersendi atas dasar permusyawaratan rakyat. Dan daerah yang dimaksud UUD 1945 itu ialah “daerah propinsi” dan “daerah yang lebih kecil dari daerah propinsi”, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Otonomi Daerah dalam pengertian UUD 1945 adalah desentralisasi ketatanegaraan atau teritorial.

Pengertian Otonomi Daerah menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian dari daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

(15)

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia

Daerah otonom, oleh pemerintah pusat diberikan wewenang yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi, asas dekosentrasi, dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang di tetapkan dalam undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Prinsip otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(16)

Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian antar daerah dengan daerah lainnya artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.

Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru mewajibkan pemerintah melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam dalam penelitian, pengembangan, perencanaan, dan pengawasan. Disamping itu, diberikan pula standar, arahan bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersama itu pemerintah wajib memberikan fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efesien dan efektif. Penyelenggaraan desentralisasi menurut undang-undang ini mensyaratkan adanya pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan pemerintah. Kewenangan tersebut dalam prakteknya masih akan dibatasi oleh kewenangan pemerintah pusat dibidang lainnya, seperti diatur dalam pasal 7 ayat 1 yang berbunyi

“kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan dalam bidang politik luar negeri,

(17)

pertahanan keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain” (Undang-Undang Otonomi Daerah, 2004:7).

Disamping itu, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar, meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan ;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan bidang pendidikan;

g. penanggulangan masalah sosial;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan;

l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal;

(18)

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan daerah yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Disamping itu penyelenggaraan Otonomi Daerah harus pula didasarkan pada semangat dan prinsip yang dijadikan pedoman dalam UU. No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu:

a. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.

b. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

menekankan hubungan antar susunan pemerintahan serta pemberian hak dan kewajiban otonomi daerah; dengan prinsip: demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan daerah.

c. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi,

dekosentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara proposional sehingga saling menunjang.

d. Tujuan pemberian otonomi daerah tetap seperti yang dirumuskan

sampai saat ini yaitu untuk memberdayakan potensi daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan. Disamping itu untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas

(19)

penyelenggaraan fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan, dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI.

1.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atau tentasif terhadap masalah pemilihan yang kebenarannya harus diuji dan dibuktikan melalui penelitian lapangan (Koentjaraningrat, 1981:36)

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: “terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kemampuan aparatur pemerintah daerah dengan pelaksanaan otonomi daerah”

1.7 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah-istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Masri Singarimbun, 1995:33).

a. Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah

Kemampuan aparatur pemerintah daerah adalah kecakapan, ketangkasan yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil untuk memanfaatkan potensi berupa pengetahuan, pengalaman yang dimilikinya untuk menyelenggarakan tugas/pekerjaannya dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan prinsip otonomi daerah.

b. Pelaksanaan Otonomi Daerah

Pelaksanaan Otonomi Daerah adalah implmentasi program/urusan yang menjadi wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus

(20)

kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1.8 Defenisi Operasional

“Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel” (Masri Singarimbun, 1995:33).

Di dalam defenisi operasional disajikan indikator-indikator dari masalah yang akan diteliti, dalam hal ini akan mempermudah pemahaman akan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu:

1. Variabel Bebas (X)

Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah. Indikator-indikator yang terdapat dalam variabel bebas ini adalah:

a. Pendidikan Formal

- Tingkat pendidikan formal yang dicapai.

b. Pendidikan non formal

- Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang diikuti

- Pendidikan dan pelatihan teknis fungsional yang diikuti

- Ketrampilan yang dimiliki aparatur

c. Pendidikan informal yang dialami

- Lamanya masa kerja pegawai

- Pangkat/Golongan kepegawaian

d. Prestasi kerja yang ditunjukkan

(21)

- Keberhasilan mengatasi kesulitan dalam pelaksanaan tugas. e. Kepatuhan kerja atau displin kerja

- Penyelesaikan tugas tepat pada waktunya

- Kepatuhan pegawai pada jam masuk kerja.

- Kepatuhan pegawai pada jam pulang kerja

f. Prakarsa atau inisiatif bawahan

- Saran pertimbangan atau saran keputusan bawahan kepada

atasan.

- Bawahan bekerja mandiri (tanpa menunggu perintah atasan).

- Keinginan menciptakan sesuatu yang baru atau kreatif

g. Hubungan Kerjasama

- Hubungan atasan dan bawahan

- Hubungan antara sesama aparatur

- Penyelesaian konflik diantara sesama aparatur

h. Tanggung Jawab

- Penyelesaian tugas pokok yang menjadi tanggung jawab

2. Variabel terikat (Y)

a. Pelaksanaan perencanaan dan pengendalian pembangunan

b. Pelaksanaan perencanaan dan pemanfaatan tata ruang

c. Pelaksanaan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat

d. Pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana umum

e. Pelaksanaan penanganan bidang kesehatan

(22)

g. Pelaksanaan penanggulangan masalah sosial

h. Pelaksanaan pelayanan bidang ketenagakerjaan

i. Pelaksanaan fasilitasi pengembangan koperasi dan UKM

j. Pelaksanaan pengendalian lingkungan hidup

k. Pelaksanaan pelayanan pertanahan

l. Pelaksanaan pelayanan kependudukan dan catatan sipil

m. Pelaksanaan pelayanan administrasi umum pemerintahan

n. Pelaksanaan pelayanan administrasi penanaman modal

o. Kesiapan aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Nias dalam

pelaksanaan otonomi daerah

p. Pelaksanaan urusan rumah tangga daerah yang bersifat pilihan. q. Sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan Otonomi daerah

r. Keberanian daerah melakukan inisiatif

s. Kesesuaian bidang pemerintahan yang diserahkan pemerintah

(23)

1.9 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, landasan konsep, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan metode penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum dari lokasi penelitian antara lain keadaan geografis, demografis, ekonomi dan sosial budaya serta hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan penyajian data yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan analisis penulis terhadap data-data yang diperoleh dari hasil penelitian.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran-saran yang diperoleh dari hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas Dosen(D) : - Memberikan praktek untuk penginstalan Windows XP dengan menggunakan USB (flashdisk) Aktivitas Mahasiswa (M) : - Mendengarkan, menyimak

Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan

Pemberian vitamin C sendiri tidak memberi dampak buruk bila diberikan pada anak dengan gizi baik karena pada kadar besi serum normal pemberian vitamin C juga dapat meningkatkan

Kepala daerah dalam menyelenggarakan fungsi sebagai pemimpin daerah terhadap pemerintah daerah memiliki tugas dan wewenang sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

142 D.3 Hasil Perhitungan Dampak Pengganda Total Pendapatan Tabel Input Output Kabupaten Jember Tahun 2010 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Updatting Tahun

Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir dalam penyelesaian studi pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapkan memeberikan manfaat kepada pembaca mengenai problematika kehidupan yang dialami masyarakat Timur Tengah dengan melihat pandangan