• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969

TENTANG

PEDOMAN PEMBINAAN PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa agar segala kegiatan yang akan menunjang Pengembangan Kepariwisataan yang merupakan faktor potensi di dalam usaha Pembangunan Ekonomi. dan Masyarakat Indonesia dapat diatur secara menyeluruh, dipandang perlu adanya pertanggungan jawab Pembinaan yang lebih terkoordinir;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, dipandang perlu untuk segera menentukan garis-garis kebijaksanaan sebagai pedoman Pembinaan Pengembangan Kepariwisataan Nasional.

Mengingat:

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945; 2. Keputusan Presiden R.I. Nomor 183 Tahun 1968; 3. Keputusan Presiden R.I. Nomor 18 Tahun 1969; 4. Keputusan Presiden R.I. Nomor 30 Tahun 1969. Memperhatikan:

Pendapat Dewan Pertimbangan Kepariwisataan Nasional. MENGINSTRUKSIKAN: Kepada:

MENTERI PERHUBUNGAN. Untuk:

Menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Instruksi ini sebagai pedoman dalam melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah dalam membina pengembangan kepariwisataan nasional.

BAB I UMUM

Pasal 1

Pengertian-pengertian

(1) Wisatawan (tourist) adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu.

(2)

(2) Ruang lingkup kegiatan kepariwisataan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan promosi, perjalanan dengan segala fasilitas-fasilitas yang diperlukan, akomodasi, rekreasi, perjalanan-perjalanan dan fasilitas-fasilitas lainnya yang diperlukan oleh para wisatawan.

BAB II

PENGEMBANGAN PARIWISATA Pasal 2

Tujuan Pengembangan pariwisata bertujuan untuk:

a. Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan Pendapatan Negara dan

Masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan,serta lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri-industri penunjang dan industri-industri sampingan lainnya; b. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia; c. Meningkatkan persaudaraan/persahabatan nasional dan Internasional.

Pasal 3 Sifat

Usaha-usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pembangunan serta kesejahteraan masyarakat dan Negara.

Pasal 4 Usaha-usaha

Pengembangan pariwisata dilandaskan atas usaha-usaha sebagai berikut:

a. Memelihara/membina keindahan dan kekayaan alam serta kebudayaan masyarakat Indonesia sebagai daya tarik kepariwisataan;

b. Menyediakan/membina fasilitas-fasilitas transportasi, akomodasi, entertainment dan pelayanan pariwisata lainnya yang diperlukan, termasuk pendidikan kader;

c. Menyelenggarakan promosi kepariwisataan secara aktip dan efektip di dalam maupun di luar negeri;

d. Mengusahakan kelancaran formalitas-formalitas perjalanan dan lalu-lintas para wisatawan dan demikian menghilangkan unsur-unsur yang menghambatnya;

e. Mengarahkan kebijaksanaan dan kegiatan perhubungan, khususnya perhubungan udara, sebagai sarana utama guna memperbesar jumlah dan melancarkan arus wisatawan

Pasal 5 Bentuk Dan Sistem

(1) Bentuk pariwisata yang dikembangkan adalah Pariwisata Internasional, Pariwisata Dalam Negeri dan Pariwisata Khusus.

(2) Pengembangan Pariwisata mengikuti suatu sistematik yang menempatkan kesatuan-kesatuan pariwisata dalam urutan-urutan dari yang paling kecil sampai yang paling luas sebagai tersebut di bawah ini:

(3)

a. Proyek Pariwisata;

b. Beberapa proyek Pariwisata Unit Pariwisata;

c. Beberapa Unit Pariwisata bersama dengan daerah sekitarnya merupakan Lingkungan Pariwisata;

d. Beberapa Lingkungan Pariwisata merupakan Daerah Pariwisata; e. Beberapa Daerah Pariwisata merupakan Wilayah Pariwisata.

(3) Untuk mengembangkan Pariwisata Internasional perlu ditetapkan beberapa Pusat Pariwisata Internasional di Indonesia yang akan merupakan pintu gerbang lalu-lintas ke dalam dan keluar negeri serta pangkalan distribusi para Wisatawan Internasional ke wilayah-wilayah dan daerah-daerah di Indonesia lainnya.

(4) Agar pengembangan pariwisata dapat dilakukan secara teratur dan integral, perencanaan pengembangannya dilakukan dengan suatu "master plan".

BAB III

RUANG LINGKUP TUGAS PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH DAN PERANAN PIHAK SWASTA

Pasal 6

Tugas Pemerintah Pusat

Tugas pokok Pemerintah Pusat dalam rangka usaha pengembangan pariwisata adalah

mengadakan peraturan-peraturan, menciptakan iklim dan kondisi yang sehat serta mengadakan prasarana-prasarana yang dapat memperlancar pengembangan pariwisata pada umumnya dan Pariwisata Internasional pada khususnya.

Pasal 7

Tugas Pemerintah Daerah

Tugas pokok Pemerintah Daerah dalam rangka usaha pengembangan pariwisata adalah membantu dalam pelaksanaan peraturan-peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat, mengadakan peraturan-peraturan yang tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, menciptakan iklim dan kondisi yang sehat di daerahnya serta mengadakan prasarana-prasarana

yang termasuk kewajibannya, yang kesemuanya dapat memperlancar perkembangan pariwisata pada umumnya dan Pariwisata Negeri pada khususnya.

Pasal 8 Peranan Swasta

Ruang lingkup peranan swasta ditujukan kepada usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan perusahaan dalam bidang kepariwisataan seperti usaha-usaha transportasi, akomodasi, intertaiment dan pelayanan, pada para wisatawan.

Pasal 9

(4)

(1) Peranan Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, dalam bidang kegiatan tersebut pada Pasal 8 Instruksi ini terbatas pada pembinaan dan pengarahannya, dengan Cara menyediakan fasilitas-fasilitas secara langsung maupun tidak langsung. (2) Dalam hal pihak swasta tidak atau belum mampu untuk melakukan kegiatan tersebut

pada Pasal 8 Instruksi ini Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan bidangnya masing-masing, mengadakan usaha-usaha yang dianggap perlu

memungkinkan pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasal 10

Permodalan Dan Perizinan

Kegiatan-kegiatan di bidang pariwisata dimungkinkan sepenuhnya bagi penanaman modal dalam negeri dan modal asing sesuai dengan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan prioritas-prioritas sebagai berikut:

a. Prioritas pertama diberikan kepada usaha Indonesia yang menggunakan modal dalam negeri dan tenaga Indonesia sepenuhnya. Usaha Indonesia dapat berupa usaha swasta seluruhnya, usaha Pemerintah seluruhnya, atau usaha bersama antara Pemerintah dan Swasta;

b. Prioritas kedua diberikan kepada usaha bersama antara usaha Indonesia dan asing yang menggunakan modal campuran dalam negeri dan asing menurut ketentuan-ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 dan peraturan pelaksanaannya;

c. Prioritas ketiga diberikan kepada usaha asing yang menggunakan modal asing

sepenuhnya menurut ketentuan-ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.

Pasal 11

Koordinasi Pembinaan Pengembangan Pariwisata

(1) Untuk menjamin pembinaan pengembangan yang efektip dan kontinu di tingkat pelaksanaan, baik yang diusahakan oleh Pemerintah maupun swasta, maka di samping aparatur fungsionil pemerintahan yang ada, dibentuk suatu Badan Pengembangan Pariwisata Nasional (National Torist Development Board).

(2) Badan Pengembangan Pariwisata Nasional merupakan alat pembantu Menteri

Perhubungan dengan susunan keanggotaan yang terdiri dari kalangan Pemerintah dan swasta yang diangkat oleh Menteri Perhubungan.

(3) Badan Pengembangan Pariwisata Nasional di dalam melaksanakan tugasnya mengadakan hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya dengan Direktorat Jenderal Pariwisata.

(4) Dalam hal dianggap perlu oleh Gubernur Kepala Daerah, untuk daerah Propinsi yang bersangkutan dapat dibentuk Badan Pengembangan Pariwisata Daerah.

(5) Badan Pengembangan Pariwisata daerah merupakan alat pembantu Gubernur Kepala, Daerah dengan susunan keanggotaan yang terdiri dari kalangan Pemerintah Daerah dan swasta yang diangkat oleh Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan.

BAB IV LAIN-LAIN

(5)

Pasal 12

Hubungan Dan Kerja sama Luar Negeri

Dalam hubungan internasional dan kerja sama luar negeri agar dilakukan usaha-usaha sebagai berikut:

a. Ikut serta dalam keanggotaan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan organisasi-organisasi internasional yang bergerak dalam bidang kepariwisataan (seperti: PATA dan lain-lain) baik yang bersifat resmi, setengah resmi maupun swasta.

b. Meningkatkan kerja sama antar negara secara bilateral maupun multilateral untuk secara bersama memperbesar jumlah dan melancarkan arus wisatawan.

Pasal 13

Pengamanan Kebudayaan Dan Benda-benda Peninggalan Bersejarah Dalam rangka usaha pengembangan kepariwisataan agar diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Tidak merugikan kebudayaan masyarakat Indonesia serta perkembangannya;

b. Dilakukan usaha-Usaha pengamanan benda-benda peninggalan sejarah serta binatang-binatang dan tumbuh tumbuhan yang dilindungi di dalam margasatwa terhadap bahaya rusak atau hilang dengan antara lain memperkeras pelaksanaan peraturan-peraturan yang sudah ada;

c. Dilakukan usaha-usaha pengamanan terhadap usaha-usaha yang khas Indonesia (nasional maupun daerah) yang mungkin terdesak oleh perkembangan pariwisata.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP Pasal 14

Dalam melaksanakan Instruksi ini supaya diusahakan kerja sama dan saling pengertian yang sebaik-baiknya dengan Menteri-menteri, Pejabat-pejabat lain terutama yang membawahi bidang-bidang yang termasuk kegiatan kepariwisataan, dan pihak swasta.

Pasal 15

Kepada para Menteri dan para Pimpinan Instansi-instansi lainnya yang bersangkutan dengan bidang kepariwisataan diinstruksikan agar memberikan bantuan sepenuhnya kepada Menteri Perhubungan sesuai dengan tugas dan wewenangnya masing-masing, sehingga pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Instruksi ini dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya

Pasal 16

Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya.

Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 6 Agustus 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

(6)

Ttd SOEHARTO

Jendral-TNI.

Disalin Sesuai Dengan Aslinya Oleh

DIREKTORAT JENDERAL PARIWISATA Kepala Bagian Tata Usaha,

Ttd. JOHNSON.

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan air di tingkat usaha tani adalah segala usaha pendayagunaan air pada petak-petak tersier dan jaringan irigasi pedesaan, melalui pemanfaatan jaringan irigasi

Untuk mengatasi kendala tersebut pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus mengembangkan pola kemitraan dan kerjasama dengan sektor swasta untuk memaksimalkan pendayagunaan

c. Pengawasan fungsional, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah maupun ekstern pemerintah, yang dilaksanakan

bahwa dalam rangka untuk lebih meningkatkan tugas pokok Departemen, dipandang perlu mengadakan perubahan Susunan Organisasi Departemen Kehakiman,

membina dan melaksanakan kerjasama dengan lembaga-lembaga Pemerintah dan organisasi masyarakat yang dianggap perlu dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi B.P7..

Dalam hal Pemerintah Daerah belum dapat menyelenggarakan dan menerbitkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Usaha Wisata Memancing pada saat berlakunya Peraturan Menteri, maka

mendorong instansi pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan sarana aktivitas fisik dan melaksanakan olahraga serta deteksi dini penyakit secara rutin;

meningkatkan kualitas dan mengembangkan jaringan jalan nasional serta sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan destinasi pariwisata yang memiliki daya saing