• Tidak ada hasil yang ditemukan

WORKSHOP IMPLEMENTASI INA-CBG KEMENTERIAN KESEHATAN RI DAFTAR ISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WORKSHOP IMPLEMENTASI INA-CBG KEMENTERIAN KESEHATAN RI DAFTAR ISI"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... 1

KATA PENGANTAR... 2

MODUL I : PENGENALAN CASEMIX/INA-CBG... 3

MODUL II : KOSTING DALAM INA-CBG... 25

MODUL III : KODING DALAM INA-CBG... 42

MODUL IV : SOFTWARE INA-CBG... 55

DAFTAR PUSTAKA... 69

1

(3)

KATA PENGANTAR

Perubahan metode pembayaran rumah sakit secara paket dengan menggunakan Indonesia Case Base Group (INA-CBG) mendorong rumah sakit dan dokter untuk melakukan penyesuaian baik pada sisi pengelolaan rumah sakit maupun pasien.

Pemahaman yang baik tentang metode pembayaran paket dengan INA-CBG oleh rumah sakit sangat diperlukan agar rumah sakit tetap mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Perubahan metode pembayaran dari fee for service ke INA-CBG akan menyebabkan potensi risiko keuangan yang lebih besar di sisi rumah sakit. Metode INA-CBG juga mengharuskan rumah sakit lebih baik dalam hal pelayanan sistem rekam mediknya.

Modul workshop ini adalah untuk membantu agar rumah sakit lebih memahami dan lebih siap dalam menghadapi dan mengelola risiko metode pembayaran paket INA-CBG. Beberapa materi yang diajarkan dalam workshop ini meliputi Pengenalan sistem casemix/INA-CBG, Kosting dalam INA-CBG, Koding dalam INA-CBG serta Software INA-CBG sehingga rumah sakit dan atau stakeholder lainnya seperti Asuransi Kesehatan dan lain lain dalam mendapat pemahaman secara menyeluruh mengenai sistem INA-CBG yang berlangsung di rumah sakit.

Mudah – mudahan dengan modul ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak sehingga secara umum dapat mendukung kelancaran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Ketua Tim Teknis INA-CBG Ttd

dr. Bambang Wibowo, SP.OG (K), MARS

2

(4)

MODUL I

PENGENALAN SISTEM CASEMIX/INA-CBG

Sistem Casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada tahun 2006 dengan nama INA-DRG Casemix dan dijalankan menggunakan grouper milik PT. 3M Indonesia yang disebut dengan "IR-DRG" dimana Grouper tersebut berakhir masa penggunaannya (lisensi) pada tanggal 30 September 2010, untuk mengantisipasi pelaksanaan klaim Jamkesmas agar tidak terhambat Kementerian Kesehatan RI melakukan kajian dan diskusi dengan beberapa pihak agar sistem INA-DRG dapat berjalan kembali.

Pada akhirnya Kementerian Kesehatan RI melalui Tim Center for Casemix Direktorat Jenderal Bina Upaya kesehatan menjajaki kerjasama dengan UNU-IIGH (United Nation University International Institute for Global Health) yang merupakan suatu institusi pendidikan dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berkedudukan di Kuala Lumpur Malaysia, dimana salah satu programnya adalah mengembangkan sistem Case-Mix untuk membantu negara-negara berkembang dengan menggunakan UNU Grouper yang berdampak pada perubahan nomenklatur dari INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Groups) menjadi INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups).

Modul ini membahas tentang definisi Casemix, perbedaan INA DRG dan INA CBGs, dan Costing dalam INA CBGs yang perlu diketahui oleh peserta Pelatihan.

DEFINISI CASEMIX

Pembiayaan RS pemerintah akan bergeser dari system alokasi anggaran/subsidi (global budget) menjadi pembiayaan berdasar kinerja (output/performance based). Dalam sistem Casemix, alokasi langsung berdasarkan output layanan dan biaya. Pergeseran pola pembiayaan layanan kesehatan di rumah sakit-rumah sakit didunia saat ini mengarah pada pembiayaan prospektif / prospektif payment.

Terdapat beberapa perbedaan antara pembiayaan retrospektif dibanding dengan pembiayaan prospektif, diantaranya pada Pembiayaaan berdasar Fee for service :

1. Tidak memiliki pengaruh besar terhadap kualitas penegakan diagnosa. 2. Kurang sensitif terhadap rasionalisasi penggunaan obat, AMHP dll

3. Kurang sensitif terhadap rasionalisasi penggunaan teknologi canggih dan mahal

4. Pemberi Pelayanan Kesehatan baik fasilitas kesehatan maupun dokter menjadi kurang sensitif terhadap biaya

5. Kemungkinan moral hazard oleh penyedia layanan kesehatan yang

menimbulkan supply induced demand (unnecessary services)

3

(5)

Pembiayaan system prospektif ( prospektif payment) :

1. Memiliki pengaruh besar terhadap akurasi diagnosa serta kualitas rekam medik karena sangat terkait dengan tarif

2. Sensitif terhadap rasionalisasi penggunaan obat, AMHP, dll, karena termasuk dalam tarif paket

3. Sensitif terhadap rasionalisasi penggunaan teknologi canggih dan mahal karena termasuk dalam tarif paket

4. Pemberi Pelayanan Kesehatan baik fasilitas kesehatan maupun dokter menjadi sensitif terhadap biaya

5. Peluang moral hazard oleh penyedia layanan kesehatan menjadi kurang karena tidak ada insentif dalam melakukan pelayanan yang tidak diperlukan Beberapa pengertian Casemix, diantaranya :

 Casemix / DRGs adalah pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan yang sejenis ke dalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama.

 Casemix merupakan suatu sistem pengelompokkan penyakit berdasarkan ciri klinis serta biaya perawatan yang kurang lebih sama, dikaitkan dengan pembiayaan untuk tujuan meningkatkan mutu dan efektifitas pelayanan.

 Sistem casemix adalah system pembayaran pelayanan kesehatan secara paket dimana pembayaran / biaya ditentukan sebelum pelayanan diberikan. Beberapa komponen dalam sistem casemix, diantaranya :

1. Coding 2. Costing

3. Clinical Pathway 4. Teknologi Informasi

Manfaat implementasi Casemix dalam sistem pembiayaan untuk rumah sakit di Indonesia, dirasakan baik secara umum, maupun bagi rumah sakit selaku

penyelenggara pelayanan kesehatan, bagi masyarakat selaku penerima manfaat pelayanan serta bagi Kementerian Kesehatan selaku regulator.

Secara Umum :

• Tarif terstandarisasi dan lebih transparan

• Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya;

• RS mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya;

• Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan RS.

Bagi Rumah Sakit :

• Salah satu cara untuk meningkatkan standar pelayanan kesehatan;

4

(6)

• Secara objektif memantau pelaksanaan “Program Quality Assurance”;

• Bisa mendapatkan informasi mengenai variasi pelayanan;

• Dapat mengevaluasi kualitas pelayanan;

• Dapat mempelajari proses perawatan pasien;

• Adanya rencana perawatan yang tepat.

Bagi Masyarakat

• Memberikan prioritas perawatan pada pasien berdasar tingkat keparahan penyakit

• Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik

• Mengurangi resiko yang dihadapi pasien

• Mempercepat pemulihan dan meminimalisasi kecacatan

• Adanya kepastian mutu dan kepastian biaya.

Bagi Kementerian Kesehatan

• Dapat mengevaluasi dan membandingkan kinerja rumah sakit

• Benchmarking

• Area untuk audit klinis

• Mengembangkan clinical pathway dan SPO

• Menstandarisasi proses pelayanan kesehatan di rumah sakit.

• Adanya standar untuk pengalokasian biaya jamkesmas.

SISTEM INA-CBG

Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada tahun 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group). Implementasi pembayaran dengan INA-DRG dimulai pada 1 September 2008 pada 15 rumah sakit vertikal, dan pada 1 Januari 2009 diperluas pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama untuk program Jamkesmas.

Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia Case Based Group) seiring dengan perubahan grouper dari 3M Grouper ke UNU (United Nation University) Grouper. Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember 2013, pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan dalam Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) menggunakan INA-CBG.

Sejak diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG tahun 2008, tarif INA-CBG tahun 2013 dan tarif INA-CBG tahun 2014. Tarif INA-CBG mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan 288 kode grup/kelompok rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM

5

(7)

untuk prosedur/tindakan. Pengelompokan kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper UNU (UNU Grouper). UNU-Grouper adalah Grouper casemix yang dikembangkan oleh United Nations University (UNU).

STRUKTUR KODE INA CBG

Dasar pengelompokan dalam INA CBG menggunakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur. Pengelompokan menggunakan sistem teknologi informasi berupa Aplikasi INA-CBG sehingga dihasilkan 1.077 Group/Kelompok Kasus yang terdiri dari 789 kelompok kasus rawat inap dan 288 kelompok kasus rawat jalan. Setiap group dilambangkan dengan kode kombinasi alfabet dan numerik dengan contoh sebagai berikut :

Struktur Kode INA-CBG

Keterangan :

1. Digit ke-1 merupakan CMG ( Casemix Main Groups) 2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus

3. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus

4. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level Struktur Kode INA-CBG terdiri atas :

a. Case-Mix Main Groups (CMGs)  Adalah klasifikasi tahap pertama

 Dilabelkan dengan huruf Alphabet (A to Z)  Berhubungan dengan sistem organ tubuh

 Pemberian Label Huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk setiap sistem organ

 Terdapat 30 CMGs dalam UNU Grouper (22 Acute Care CMGs, 2 Ambulatory CMGs, 1 Subacute CMGs, 1 Chronic CMGs, 4 Special CMGs dan 1 Error CMGs)

 Total CBGs sampai saat ini sebanyak 1220.  31 CMGs yang ada dalam INA-CBG terdiri dari :

6

(8)

7

(9)

Casemix Main Groups (CMG)

NO Case-Mix Main Groups (CMG) Codes CMG

1 Central nervous system Groups G

2 Eye and Adnexa Groups H

3 Ear, nose, mouth & throat Groups U

4 Respiratory system Groups J

5 Cardiovascular system Groups I

6 Digestive system Groups K

7 Hepatobiliary & pancreatic system Groups B 8 Musculoskeletal system & connective tissue Groups M 9 Skin, subcutaneous tissue & breast Groups L 10 Endocrine system, nutrition & metabolism Groups E

11 Nephro-urinary System Groups N

12 Male reproductive System Groups V

13 Female reproductive system Groups W

14 Deleiveries Groups O

15 Newborns & Neonates Groups P

16 Haemopoeitic & immune system Groups D 17 Myeloproliferative system & neoplasms Groups C 18 Infectious & parasitic diseases Groups A 19 Mental Health and Behavioral Groups F 20 Substance abuse & dependence Groups T

8

(10)

b. Case-Based Groups (CBG) :

Sub-group kedua yang menunjukkan tipe kasus (1-9)

Group Tipe Kasus dalam INA-CBG

TIPE KASUS GROUP

a. Prosedur Rawat Inap Group-1

b. Prosedur Besar Rawat Jalan Group-2

c. Prosedur Signifikan Rawat Jalan Group-3

d. Rawat Inap Bukan Prosedur Group-4

e. Rawat Jalan Bukan Prosedur Group-5

f. Rawat Inap Kebidanan Group-6

g. Rawat Jalan kebidanan Group-7

h. Rawat Inap Neonatal Group-8

i. Rawat Jalan Neonatal Group-9

j. Error Group-0

NO Case-Mix Main Groups (CMG) CMG

Codes 21 Injuries, poisonings & toxic effects of drugs Groups S

22 Factors influencing health status & other contacts with health services Groups Z 23 Ambulatory Groups-Episodic Q 24 Ambulatory Groups-Package QP 25 Sub-Acute Groups SA 26 Special Procedures YY 27 Special Drugs DD 28 Special Investigations I II 29 Special Investigations II IJ 30 Special Prosthesis RR 31 Chronic Groups CD 32 Errors CMGs X 9

(11)

c. Kode CBG

Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBG yang dilambangkan dengan numerik mulai dari 01 sampai dengan 99.

d. Severity Level

Sub-group keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi menjadi :

1) “0” Untuk Rawat jalan

2) “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi maupun komorbiditi)

3) “II - Sedang” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (denganmild

komplikasi dan komorbiditi)

4) “III - Berat” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan major

komplikasi dan komorbiditi)

Contoh kode INA-CBG

Tipe Layanan Kode INA-CBG Deskripsi Kode INA-CBG

Rawat Inap

I – 4 – 10 – I Infark Miocard Akut Ringan

I – 4 – 10 – II Infark Miocard Akut Sedang

I – 4 – 10 – III Infark Miocard Akut Berat

Rawat Jalan Q – 5 – 18 – 0 Konsultasi atau pemeriksaan lain-lain

Q – 5 – 35 – 0 Infeksi Akut

Istilah ringan, sedang dan berat dalam deskripsi dari Kode INA CBG bukan menggambarkan kondisi klinis pasien maupun diagnosis atau prosedur namun menggambarkan tingkat keparahan (severity level) yang dipengaruhi oleh diagnosis sekunder (komplikasi dan ko-morbiditi).

TARIF INA-CBG DALAM JKN

Tarif INA-CBG yang digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per 1 Januari 2014 diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, dengan beberapa prinsip sebagai berikut :

1. Pengelompokan Tarif 7 kluster rumah sakit, yaitu :

• Tarif Rumah Sakit Kelas A

• Tarif Rumah Sakit Kelas B

• Tarif Rumah Sakit Kelas B Pendidikan

• Tarif Rumah Sakit Kelas C

• Tarif Rumah Sakit Kelas D

• Tarif Rumah Sakit Khusus Rujukan Nasional

• Tarif Rumah Sakit Umum Rujukan Nasional

10

(12)

Pengelompokan tarif berdasarkan penyesuaian setelah melihat besaran Hospital Base Rate (HBR) sakit yang didapatkan dari perhitungan total biaya pengeluaran rumah sakit. Apabila dalam satu kelompok terdapat lebih dari satu rumah sakit, maka digunakan Mean Base Rate.

2. Regionalisasi, tarif terbagi atas 5 Regional yang didasarkan pada Indeks Harga Konsumen (IHK) dan telah disepakati bersama antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan

3. Terdapat pembayaran tambahan (Top Up) dalam sistem INA CBG versi 4.0 untuk kasus – kasus tertentu yang masuk dalam special casemix main group

(CMG) ,meliputi :

• Special Prosedure

• Special Drugs

• Special Investigation

• Special Prosthesis

• Special Groups Subacute dan Kronis

Top up pada special CMG tidak diberikan untuk seluruh kasus atau kondisi, tetapi hanya diberikan pada kasus dan kondisi tertentu. Khususnya pada beberapa kasus atau kondisi dimana rasio antara tarif INA-CBG yang sudah dibuat berbeda cukup besar dengan tarif RS. Penjelasan lebih rinci tentang Top Up dapat dilihat pada poin D.

4. Tidak ada perbedaan tarif antara rumah sakit umum dan khusus, disesuaikan dengan penetapan kelas yang dimiliki untuk semua pelayanan di rumah sakit berdasarkan surat keputusan penetapan kelas yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

5. Tarif INA-CBG merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun non-medis.

Untuk Rumah Sakit yang belum memiliki penetapan kelas, maka tarif INA-CBG yang digunakan setara dengan Tarif Rumah Sakit Kelas D sesuai regionalisasi masing-masing.

Penghitungan tarif INA CBG’s berbasis pada data costing dan data koding rumah sakit. Data costing didapatkan dari rumah sakit terpilih (rumah sakit sampel) representasi dari kelas rumah sakit, jenis rumah sakit maupun kepemilikan rumah sakit (rumah sakit swasta dan pemerintah), meliputi seluruh data biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit, tidak termasuk obat yang sumber pembiayaannya dari program pemerintah (HIV, TB, dan lainnya). Data koding diperoleh dari data koding

11

(13)

rumah sakit PPK Jamkesmas. Untuk penyusunan tarif JKN digunakan data costing

137 rumah sakit pemerintah dan swasta serta 6 juta data koding (kasus).

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013, mengamanatkan tarif ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun. Upaya peninjauan tarif dimaksudkan untuk mendorong agar tarif makin merefleksikan

actual cost dari pelayanan yang telah diberikan rumah sakit. Selain itu untuk meningkatkan keberlangsungan sistem pentarifan yang berlaku, mampu mendukung kebutuhan medis yang diperlukan dan dapat memberikan reward terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan dengan outcome yang baik. Untuk itu keterlibatan rumah sakit dalam pengumpulan data koding dan data costing yang lengkap dan akurat sangat diperlukan dalam proses updating tarif.

REGIONALISASI

Regionalisasi dalam tarif INA-CBG dimaksudkan untuk mengakomodir perbedaan biaya distribusi obat dan alat kesehatan di Indonesia. Dasar penentuan regionalisasi digunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari Badan Pusat Statistik (BPS), pembagian regioalisasi dikelompokkan menjadi 5 regional. Kesepakatan mengenai pembagian regional dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dengan hasil regionalisasi tingkat propinsi sebagai berikut.

Daftar regionalisasi tarif INA-CBG

12

© Copyright 2014 National Casemix Center

I II III IV IV

Banten Sumatera Barat NAD Kalimantan Selatan Bangka Belitung DKI Jakarta Riau Sumatera Utara Kalimantan Tengah NTT

Jawa Barat Sumatera Selatan Jambi Kalimantan Timur

Jawa Tengah Lampung Bengkulu Kalimantan Utara

DI Yogyakarta Bali Kepulauan Riau Maluku

Jawa Timur NTB Kalimantan Barat Maluku Utara

Sulawesi Utara Papua

Sulawesi Tengah Papua Barat Sulawesi Tenggara

Gorontalo Sulawesi Barat Sulawesi Selatan

(14)

SPECIAL CMG DALAM INA CBGs

Special CMG atau special group pada tarif INA-CBG saat ini dibuat agar mengurangi resiko keuangan rumah sakit. Saat ini hanya diberikan untuk beberapa obat, alat, prosedur, pemeriksaan penunjang serta beberapa kasus penyakit subakut dan kronis yang selisih tarif INA-CBG dengan tarif rumah sakit masih cukup besar. Besaran nilai pada tarif special CMG tidak dimaksudkan untuk menganti biaya yang keluar dari alat, bahan atau kegiatan yang diberikan kepada pasien, namun merupakan tambahan terhadap tarif dasarnya.

Dasar pembuatan special CMG adalah CCR (cost to charge ratio ) yaitu perbandingan antara cost rumah sakit dengan tarif INA-CBG, data masukan yang digunakan untuk perhitungan CCR berasal dari profesional (dokter specialis), beberapa rumah sakit serta organisasi profesi. Rincian special CMG yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Special CMG untuk Drugs, Prosthesis, Prosedur serta Investigasi

Daftar Special CMG

13

© Copyright 2014 National Casemix Center

Kode Special

CMG

List Item Special CMG

Jenis Peraw atan

Kode

INA-CBG Kode ICD 10 dan ICD 9 CM Diagnosis/Prosedur Special CMGTipe

I-4-10-I I-4-10-II I-4-10-III D-4-13-I D-4-13-II D-4-13-III D-4-13-I D-4-13-II D-4-13-III D-4-13-I D-4-13-II D-4-13-III A-4-10-I A-4-10-II A-4-10-III DD05 Human Albumin Rawat Inap

A021,A207,A227,A391,A392,A39 3,A394,A398,A399,A400,A401,A 402,A403,A408,A409,A410,A411, A412,A413,A414,A415,A418,A41 9,A427,B377,R571 Special Drug DD04 Deferasirox Rawat

Inap D561,D562,D563,D564,D568 Special Drug DD03 Deferoksamin Rawat Inap D561,D562,D563,D564,D568 Special Drug DD02 Deferiprone Rawat Inap D561,D562,D563,D564,D568 Special Drug DD01 Streptokinase Rawat Inap I210,I211,I212,I213,I214,I219,I233 Special Drug

(15)

Daftar Special CMG (lanjutan)

14

© Copyright 2014 National Casemix Center

Kode Special

CMG

List Item Special CMG

Jenis Peraw

atan

Kode

INA-CBG Kode ICD 10 dan ICD 9 CM Diagnosis/Prosedur Special CMGTipe

E-1-01-I E-1-01-II E-1-01-III M-1-04-I M-1-04-II M-1-04-III I-1-40-I I-1-40-II I-1-40-III H-1-30-I H-1-30-II H-1-30-III B-1-10-I B-1-10-II B-1-10-III I-1-06-I I-1-06-II I-1-06-III C-4-12-I C-4-12-II C-4-12-III J-1-30-I J-1-30-II J-1-30-III J-1-10-I J-1-10-II J-1-10-III J-4-20-I J-4-20-II J-4-20-III D-1-20-I D-1-20-II D-1-20-III H-1-30-I H-1-30-II H-1-30-III

YY14 Phacoemulsification Rawat Jalan H-2-36-0 1341 ProcedureSpecial YY15 Microlaringoscopy Rawat Jalan J-3-15-0 3141,3142,3144 ProcedureSpecial YY16 Cholangiograph Rawat Jalan B-3-11-0 5110,5111,5114,5115,5213 ProcedureSpecial

YY13 Vitrectomy Rawat Inap 1473 ProcedureSpecial

YY12 Timektomi Rawat Inap 0780,0781,0782 ProcedureSpecial

YY11 Air plumbage Rawat Inap 3332 ProcedureSpecial

YY10 Lobektomi / bilobektomi Rawat Inap 3241,3249 ProcedureSpecial

YY09 Torakotomi Rawat Inap 3402,3403 ProcedureSpecial

YY08 Stereotactic Surgery & Radiotheraphy Rawat Inap Z510,9221,9222,9223,9224,9225 ,9226,9227,9228,9229,9230,923 1,9232,9233,9239 Special Procedure YY06 Repair of septal defect of heart with

prosthesis

Rawat

Inap 3550,3551,3552,3553,3555 ProcedureSpecial YY05 Pancreatectomy Rawat Inap 5251,5252,5253,5259,526 ProcedureSpecial YY04 Keratoplasty Rawat Inap 1160,1161,1162,1163,1164,1169 ProcedureSpecial

YY03 PCI Rawat Inap 3606,3607,3609 ProcedureSpecial

YY02 Hip Replacement /knee replacement Rawat Inap 8151,8152,8153,8154,8155 ProcedureSpecial YY01 Tumor pineal - Endoskopy Rawat Inap 0713,0714,0715,0717 ProcedureSpecial

(16)

Daftar Special CMG (lanjutan)

2. Special CMG untuk Subakut dan Kronis dengan penjelasan sebagai berikut : Special CMG subakut dan kronis diperuntukkan untuk kasus-kasus Psikiatri serta kusta dengan ketentuan lama hari rawat (LOS) dirumah sakit sebagai berikut :

Fase Akut : 1 s/d 42 Hari Fase subakute : 43 s/d 103 Hari Fase Kronis : 104 s/d 180 Hari

Special CMG subakut dan kronis berlaku di semua rumah sakit yang memiliki pelayanan psikiatri dan kusta serta memenuhi kriteria lama hari rawat sesuai ketentuan diatas. Perangkat yang akan digunakan untuk melakukan penilaian pasien subakut dan kronis dengan menggunakan WHO-DAS (WHO – Disability Assesment Schedule) versi 2.0. Penghitungan tarif special CMG subakut dan kronis akan menggunakan rumus sebagai berikut :

Fase Akut : Tarif Paket INA-CBG

Fase Subakut : Tarif Paket INA-CBG + Tarif Subakut

Fase Kronis : Tarif Paket INA-CBG + Tarif Subakut + Tarif Kronis

15

© Copyright 2014 National Casemix Center

Kode Special

CMG

List Item Special CMG

Jenis Peraw

atan

Kode

INA-CBG Kode ICD 10 dan ICD 9 CM Diagnosis/Prosedur Special CMGTipe

II01 Other CT Scan Rawat

Jalan Z-3-19-0 8741,8801,8838

Special Investigation II02 Nuclear Medicine Rawat Jalan Z-3-17-0 9205,9215 InvestigationSpecial II03 MRI Rawat Jalan Z-3-16-0 8892,8893,8897 InvestigationSpecial II04 Diagnostic and

Imaging Procedure of Rawat Jalan H-3-13-0 9512 Special Investigation G-1-10-I G-1-10-II G-1-10-III I-1-03-I I-1-03-II I-1-03-III M-1-60-I M-1-60-II M-1-60-III G-1-12-I G-1-12-II G-1-12-III M-1-04-I M-1-04-II M-1-04-III RR05 Hip Implant/ knee

implant

Rawat

Inap 8151,8152,8153,8154,8155

Special Prosthesis RR04 Liquid Embolic (for

AVM) Rawat Inap 3974 Special Prosthesis RR03 TMJ Prothesis Rawat Inap 765 Special Prosthesis

RR02 Cote graft Rawat Inap 3581 ProsthesisSpecial

RR01 Subdural grid electrode Rawat Inap 0293 Special

(17)

WHO-DAS

1. WHO-DAS adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur disabilitas.

Instrumen ini dikembangkan oleh Tim Klasifikasi, Terminologi, dan standar WHO dibawah The WHO/National Institutes of Health (NIH) Joint Projecton Assesment of Classification of Disability.

2. Dalam konteks INA-CBG :

a. Versi yang digunakan adalah versi 2.0, yang mengandung 12 (duabelas) variabel penilaian (s1-s12)dengan skala penilaian 1 (satu) sampai dengan 5 (lima), sehingga total skor 60 (enampuluh)

b. Tidak digunakan sebagai dasar untuk pemulangan pasien tetapi sebagai dasar untuk menghitung Resource Intensity Weight (RIW) pada fase subakut dan kronis bagi pasien psikiatri dan pasien kusta

c. Penilaian/assessment dilaksanakan pada awal fase subakut (hari ke-43) dan awal fase kronis (hari ke-104) yang dihitung sejak hari pertama pasien masuk.

d. Penilaian dilakukan dengan metode wawancara langsung (interview) dan/atau observasi oleh psikiater atau dokter ahli lainnya, dokter umum, maupun perawat yang terlatih

e. Lembar penilaian ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dengan mencantumkan nama jelas (Perangkat lengkap WHO-DAS terlampir)

3. Salinan lembar hasil scoring WHO-DAS yang telah ditandatangani oleh DPJP dilampirkan sebagai bahan pendukung pengajuan klaim.

4. Petugas administrasi klaim atau koder melakukan input hasil scoring WHO-DAS berupa angka penilaian awal masuk pada periode subakut atau kronis ke dalam software INA-CBG pada kolom ADL, selanjutnya software akan melakukan penghitungan tarif secara otomatis.

EPISODE

Episode adalah jangka waktu perawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit, termasuk konsultasi dan pemeriksaan dokter, pemeriksaan penunjang maupun pemeriksaan lainnya. Pada sistem INA-CBG, hanya ada 2 episode yaitu episode rawat jalan dan rawat inap, dengan beberapa kriteria di bawah ini :

1. Episode rawat jalan

• Satu episode rawat jalan adalah satu rangkaian pertemuan konsultasi antara

16

(18)

pasien dan dokter serta pemeriksaan penunjang sesuai indikasi medis dan obat yang diberikan pada hari pelayanan yang sama. Apabila pemeriksaaan penunjang tidak dapat dilakukan pada hari yang sama maka tidak dihitung sebagai episode baru.

• Pasien yang membawa hasil pada hari pelayanan yang berbeda yang dilanjutkan dengan konsultasi dan pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi medis, dianggap sebagai episode baru.

• Pemeriksaan penunjang khusus dirawat jalan (MRI, CT Scan) tidak menjadi episode baru karena termasuk dalam special CMG.

• Pelayanan IGD, pelayanan rawat sehari maupun pelayanan bedah sehari

(One Day Care/Surgery) termasuk rawat jalan

• Pasien yang datang ke rumah sakit mendapatkan pelayanan rawat jalan pada satu atau lebih klinik spesialis pada hari yang sama, terdiri dari satu atau lebih diagnosis, dimana diagnosis satu dengan yang lain saling berhubungan atau tidak berhubungan, dihitung sebagai satu episode.

2. Pasien datang kembali ke rumah sakit dalam keadaan darurat pada hari pelayanan yang sama, maka dianggap sebagai episode baru.

3. Episode rawat Inap adalah satu rangkaian pelayanan jika pasien mendapatkan perawatan > 6 jam di rumah sakit atau jika pasien telah mendapatkan fasilitas rawat inap (bangsal/ruang rawat inap dan/atau ruang perawatan intensif) walaupun lama perawatan kurang dari 6 jam, dan secara administrasi telah menjadi pasien rawat inap.

4. Pasien yang masuk ke rawat inap sebagai kelanjutan dari proses perawatan di rawat jalan atau gawat darurat, maka kasus tersebut termasuk satu episode rawat inap, dimana pelayanan yang telah dilakukan di rawat jalan atau gawat darurat sudah termasuk didalamnya.

5. Dalam hal pelayanan berupa prosedur yang berkelanjutan di pelayanan rawat jalan seperti radioterapi, kemoterapi, rehabilitasi medik dan pelayanan gigi, episode yang berlaku adalah per satu kali kunjungan.

17

(19)

IMPLEMENTASI DIRUMAH SAKIT

Metode pembayaran rumah sakit dengan INA-CBG harus diikuti dengan berbagai perubahan di rumah sakit baik pada level manajemen maupun profesi khususnya dokter. Karena perubahan tidak hanya dilakukan pada cara pandang mengelola pasien tetapi juga cara pandang dalam mengelola rumah sakit.

Beberapa upaya yang sebaiknya dilakukan adalah:

1. Membangun tim rumah sakit

Manajemen dan profesi serta komponen rumah sakit yang lain harus mempunyai persepsi dan komitmen yang sama serta mampu bekerja sama untuk menghasilkan produk pelayanan rumah sakit yang bermutu dan cost efective. Bukan sekedar untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Sebagai tim semua komponen rumah sakit harus memahami tentang konsep tarif paket, dimana dimungkinkan suatu kasus atau kelompok CBG tertentu mempunyai selisih positif dan pada kasus atau kelompok kasus CBG yang sama pada pasien berbeda ataupun pada kelompok CBG lain mempunyai selisih negatif. Surplus atau selisih positip pada suatu kasus atau kelompok CBG dapat digunakan untuk menutup selisih negatif pada kasus lain atau kelompok CBG lain (subsidi silang). Sehingga pelayanan rumah sakit tetap mengedepankan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

2. Meningkatkan efisiensi

Efisiensi tidak hanya dilakukan pada sisi proses seperti penggunaan sumber daya farmasi, alat medik habis pakai, lama rawat, pemeriksaan penunjang yang umumnya menjadi area profesi tetapi juga pada sisi input seperti perencanaan dan pengadaan barang dan jasa yang umumnya menjadi area/tanggung jawab menejemen. Sisi proses umumnya lebih menekankan pada aspek efektifitas sedangkan sisi input umumnya lebih menekankan aspek efisiensi. Keduanya harus mampu berinteraksi untuk menghasilkan produk pelayanan yang cost effective. Sisi proses dalam hal melakukan efisiensi juga harus mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan pelayanan yang berlebih dan tidak diperlukan (over treatment dan atau over utility). Seperti penggunaan/pemilihan obat yang berlebihan dan pemeriksaan penunjang yang tidak selektif dan tidak kuat indikasinya. Efisiensi juga harus dilakukan pada biaya umum seperti penggunaan listrik, air, perlengkapan kantor dan lain-lain. Inefisiensi pada sisi input maupun proses akan berpengaruh pada ongkos/biaya produksi pelayanan rumah sakit yang mahal.

3. Memperbaiki mutu rekam medis

Tarif INA-CBG sangat ditentukan oleh output pelayanan yang tergambar pada diagnosis akhir (baik diagnosis utama maupun sekunder) dan prosedur yang telah dilakukan selama proses perawatan. Kelengkapan dan mutu dokumen rekam medis berpengaruh pada koding, grouping dan tarif INA-CBG.

18

(20)

4. Memperbaiki kecepatan dan mutu klaim

Kecepatan dan mutu klaim akan mempengaruhi cash flow rumah sakit. Kecepatan klaim sangat dipengaruhi oleh kecepatan penyelesaian berkas rekam medis. Sehingga rumah sakit harus menata sistem pelayanan rekam medis yang baik agar kecepatan dan mutu rekam medis bisa memperbaiki dan meningkatkan cash flow rumah sakit.

5. Melakukan standarisasi

Perlu terus dibangun standard input dan proses di tingkat rumah sakit. Standard input misalnya farmasi, alat medik habis pakai . Perlu dibuat formularium rumah sakit (perencanaan), perlu dibuat standar pengadaan obat rumah sakit (e katalog dan atau lelang), standar penulisan resep misal dokter hanya menulis nama generik sedangkan obat yang diberikan berdasar hasil/perolehan pengadaan. Standar proses misalnya PPK/SPO dan atau clinical pathway. Keputusan/penetapan standar proses akan sangat berpengaruh pada pembuatan keputusan pada standar input.

6. Membentuk Tim Casemix/Tim INA-CBG rumah sakit

Tim Casemix/Tim INA-CBG rumah sakit akan menjadi penggerak membantu melakukan sosialisasi, monitoring dan evaluasi implementasi INA-CBG di rumah sakit.

7. Memanfaatkan data klaim.

Data INA-CBG rumah sakit dapat digunakan/dimanfaatkan tidak hanya untuk klaim tetapi juga dapat digunakan untuk menilai performance rumah sakit dan

performance SDM khususnya profesi dokter. Data INA-CBG bisa juga digabungkan dengan data HIMS (Health Information Management System)

bahkan bisa dibandingkan dengan rumah sakit lain yang sekelas. Jadi data INA-CBG dan data klaim dapat digunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan/kebijakan tingkat rumah sakit.

8. Melakukan review post-claim

Reviu post-claim yang dilakukan secara berkala sangat penting dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian biaya dan mutu

dalam pelayanan yang akan diberikan. Idealnya kegiatan reviu ini melibatkan seluruh unit yang ada di rumah sakit baik manajemen, tenaga professional, serta unit penunjang maupun pendukung dan dilakukan dengan data yang telah dianalisis oleh tim Casemix rumah sakit.

9. Pembayaran jasa medis

Perubahan metode pembayaran rumah sakit dengan metode paket INA-CBG

sebaiknya diikuti dengan perubahan pada cara pembayaran jasa medis. Pembayaran jasa medis sebaiknya disesuaikan dengan menggunakan sistem remunerasi berbasis kinerja.

10. Untuk masa yang akan datang diharapkan seluruh rumah sakit provider JKN bisa berkontribusi untuk mengirimkan data koding dan data costing sehingga dapat dihasilkan tarif yang mencerminkan actual cost pelayanan di rumah sakit.

19

(21)

Apa saja yang sebaiknya TIDAK dilakukan oleh rumah sakit.

Implementasi INA-CBG sebaiknya dilakukan dengan benar dan penuh tanggunggung jawab dari semua pihak. Sebaiknya rumah sakit tidak melakukan hal hal dibawah ini:

1. Menambah diagnosis yang tidak ada pada pasien yang diberikan pelayanan untuk tujuan meningkatkan tingkat keparahan atau untuk tujuan mendapatkan grouping pada kelompok tariff yang lebih besar.

2. Menambah prosedur yang tidak dilakukan atau tidak ada bukti pemeriksaan untuk tujuan mendapatkan grouping pada kelompok tariff yang lebih besar.

3. Melakukan input diagnosis dan prosedur hingga proses grouping berkali-kali dengan tujuan mendapatkan kelompok tarif yang lebih besar.

4. Upcoding, yaitu memberikan koding dengan sengaja dengan tujuan

meningkatkan pembayaran ke rumah sakit.

5. Melakukan manipulasi terhadap diagnosis dengan menaikkan tingkatan jenis tindakan. Misalnya : appendiectomy tanpa komplikasi ditagihkan sebagai appendiectomy dengan komplikasi, yang memerlukan operasi besar sehingga menagihkan dengan tarif yang lebih tinggi.

6. Memberikan pelayanan dengan mutu yang kurang baik. Misalnya:

memperpendek jam pelayanan poliklinik, pelayanan yang bisa diselesaikan dalam waktu satu hari dilakukan pada hari yang berbeda, tidak melakukan pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan, tidak memberikan obat yang seharusnya diberikan, serta membatasi jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit untuk peserta JKN.

20

(22)

STRATEGI PENGENDALIAN BIAYA (COST CONTAINMENT)

Cost Containment yang memiliki arti penekanan atau pengendalian biaya terhadap berbagai sisi bisnis rumah sakit dari mulai kepegawaian, infrastruktur, peralatan, obat-obatan bahan habis pakai dan seluruh aspek bisnis lainnya di rumah sakit. Cost containment merupakan cara mengendalikan biaya sampai ketitik cost effectiveness bukan ketitik efficiency. Artinya berapa besaran biaya yang secara rasional dibutuhkan untuk pelayanan tertentu dan berapa besar pembiayaan untuk perawatan atau pemeliharan peralatan secara rasional.

Sesungguhnya inti dari cost containment adalah bagaimana seluruh karyawan menjadi sadar biaya. Manajemen rumah sakit mengetahui dengan persis, bahwa biaya yang dibebankan kepada pasien adalah akibat dari pekerjaannya dan biaya tesebut yang harus ditanggung oleh pasien.

Langkah Langkah Strategis Penekanan Biaya

Diperlukan langkah langkah strategis yang memadai dalam merancang penekanan biaya di rumah sakit, agar seluruh karyawan memahami adanya kebijakan berkaitan dengan penekanan biaya yang mengarah kepada cost effectiveness. Sebagai landasan utama adalah dibangunnya suatu komitmen dan membentuk budaya sadar biaya pada semua lini.

1. Perencanaan

Seperti layaknya suatu organisasi bisnis, maka rumah sakit diwajibkan memiliki perencanaan antara lain Business plan sebagai dokumen perencanaan suatu rumah sakit, atau beberapa tahun yang lalu cukup hanya rencana strategis. Kemudian setiap unit memiliki Strategic Action Plan, implementation plan dan

annual plan serta accountability system. Namun perencanaan dalam suatu rumah sakit adalah sejak rumah sakit itu akan didirikan sehingga streamline perencanaan yang berwawasan penekanan biaya akan menjadi jelas sampai pada perencanaan proses pelayanan.

a. Perencanaan Dalam Mendirikan Rumah Sakit

Sebelum rumah sakit didirikan, sebaiknya investor memiliki business plan yang jelas, yang kemudian akan diuji dengan studi kelayakan dan jika layak maka disusun suatu master plan. Disinilah sebenarnya awal penekanan biaya bisa bisa dipikirkan. Untuk itu dibutuhkan pemahaman tentang bangunan rumah sakit.

Bangunan rumah sakit memiliki dua aspek utama yaitu fungsi dan estetika bangunan. Keduanya harus dipikirkan dengan baik jangan sampai terjadi bangunan hanya mengutamakan estetika akan tetapi mengabaikan fungsi bangunan itu sendiri. Banyak kejadian bahwa bangunan tampak estetik dan menarik akan tetapi kurang fungsional, akibatnya banyak ruangan yang idle dan tidak bisa difungsikan. Hal ini akan berdampak terhadap semakin tinggi

21

(23)

pembiayaan. Dan jika hal ini terjadi maka biaya tetap atau Fixed cost suatu rumah sakit akan sangat tinggi dan sudah pasti akan berpengaruh terhadap kebijakan pentarifan, terif menjadi sulit bersaing dan tentu saja akan merugikan investornya.

Hal lain adalah bagaimana kita mensiasati agar rumah sakit menjadi rumah sakit dengan bangunan yang mampu mengakomodasi fungdi fungsi yang nantinya akan dilaksanakan di rumah sakit tersebut. Tentu saja fungsi harus diterjemahkan menjadai bangunan yang memadai dengan melihat luasan, pencahaayan, ventilasi, akses, integrasi, zoning bahkan ramah lingkungan, dan faktor estetika.

Pada saat ini perencanaan bangunan rumah sakit mengarah kepada yang kita kenal green hospital atau khususnya greenbuilding. Yang dimaksud disini adalah bagaimana bangunan yang tidak terlalu menghamburkan biaya dan pencemaran. Misalnya one bed one window, jendela yang cukup memadai, sehingga setiap pasien bisa menikmati pencahayaan dan sirkulasi udara yang memadai. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pasien yang dirawat pada bangunan rumah sakit yang seperti ini tingkat kesembuhannya lebih cepat dua setengah hari dibanding dirawat pada ruangan yang mengandalkan air kondition dan pencahayaan listrik healing power of nature. Tentunya open space dan pertamanan juga merupakan dukungan yang seharusnya ada di rumah sakit.

Menggunakan bahan bahan bangunan yang ramah lingkungan, jika rumah sakit berada pada daerah gempa sebaiknya menggunakan seismic isolation agar bangunan tahan gempa, walaupun harganya tiga kali lipat dari fondasi bangunan tersebut dan setiap kolom bangunan harus dipasang alat ini.

b. Perencanaan Pengadaan Peralatan Medis

Didalam master plan akan tercantum peralatan medis yang akan digunakan, perlu di listing dan dikelompokkan kemudian lakukan standarisasi peralatan medis, yang diupayakan dengan merek yang sama, atau dari fabrikan yang sama dengan mempertimbangkan sisi harga dan maintenance peralatan medis tersebut.

Ada rumah sakit yang menggunakan peralatan medis dari fabrikan yang sangat terkenal, pertimbangannya adalah akurasi, daya tahan alat dan rendah energy, akan tetapi harganya sangat mahal. Adapula yang menggunakan peralatan medis dari fabrikan yang kurang terkenal, harganya murah akan tetapi biasanya boros energy dan daya tahannya tidak sebaik merek terkenal. Namun hal ini berpulang kepada para investor itu sendiri.

c. Perencanaan Bisnis Rumah Sakit

Business plan sebaiknya memunculkan cost containment didalamnya dengan target atau standar penekanan biaya, misalnya didalam standar atau target

22

(24)

strategy map, pada kolom internal business process the Balance scorecard, dimunculkan angkanya atau kebijakannya.

Kemudian setiap pejabat struktural dan pejabat fungsional menyusun strategic action plan untuk menjabarkan business plan rumah sakit dengan mencantumkan rencana cost containment dan nantinya akan dijabarkan menjadi annual plan yang secara otomatis akan memunculkan cost containment yang harus dilaksanakan oleh unit unit yang memiliki Annual plan unit. Dan disini perencanaan cost containment akan menjadi jelas untuk dilaksanakan.

d. Perencanaan Rekruitmen Pegawai

Sama halnya dengan perencanaan pada setiap unit, pejabat yang bertanggung jawab pada kepegawaian atau HRD, menyusun Strategic Action Plan, Annual Plan, Accountability System. Yang harus ditekankan disini adalah :

• Pada saat penerimaan pegawai maka penerimaan pegawai harus sesuai dengan persyaratan kompetensi (skill, knowledge dan attitude) yang diminta oleh jabatan yang akan dipangkunya, termasuk kesehatan fisik, jiwa dan sosialnya.

• Sistem remunerasinya harus sesuai dengan kompetensinya

• Pada saat jabatannya akan dikukuhkan maka perlu diikat dengan contractual agreement antara direktur RS dengan karyawan yang bersangkutan.

• Pendidikan dan latihan harus terprogram dan dilaksanakan, agar

pengetahuan, keterampilan dan perilakunya berkembang kearah perbaikan.

• Kontrolling keadaan karyawan dari mulai kesehatannya dan kinerjanya serta kekeliruannya dalam bekerja

• Rotasi dan mutasi yang sesuai dengan perkembangan kinerjanya.

• Pemutusan hubungan kerja termasuk pensiun. 2. Kebijakan Direktur rumah sakit tentang cost containment

Kebijakan yang ditandatangani oleh direktur rumah sakit tentang penekanan biaya rumah sakit. Prinsip kebijakan tersebut adalah:

• Seluruh karyawan harus memiliki budaya sadar biaya

• Seluruh pejabat cost center maupun pejabat revenue center bertanggung jawab terhadap penerapan kebijakan cost costainment.

• Seluruh pejabat cost center maupun pejabat revenue center diwajibkan memiliki dokumen SAP, Annual Plan Unit, Accountability System yang didalamnya tercantum standar dan target penekanan biaya lengkap dengan indikator keberhasilannya.

• Menerapkan Cost containment strategy yang telah disusun oleh unit unit yang bersangkutan.

• Evaluasi bulanan tentang penerapan CCS.

• Reward and punishment.

23

(25)

3. Strategi Aplikasi Penekanan Biaya Dalam Proses Pelayanan

Kebijakan tentang Cost containment pada proses pelayanan, yang isinya antara lain:

• Pelayanan harus mengacu kepada standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.

• Penggunaan peralatan medis dan non medis sesuai SPO.

• Pemakaian obat obatan dan BHP sesuai dengan standar obat dan terapi

• Penggunaan obat generik 100% pada jamkesmas dan kelas III sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI

• Melaksanakan program patient safety

• Setiap unit pelayanan menyusun strategic action plan, implementation plan, annual plan dan accountability system

• Setiap unit memiliki dokumen tentang unit cost, pembiayaan, pendapatan dan breakeven point.

• Melaksanakan pencatatan dan pelaporan KTD secara kontinu.

• Melakukan Post Delivery Audit pada setiap unit pelayanan dengan memaparkan hasil proses pelayanan yang telah dilaksanakan

• Sanksi bagi yang tidak mematuhi dan tidak melaksanakan kebijakan cost containment.

• Penghargaan bagi yang berhasil menekan pembiayaan berdasarkan evaluasi bulanan.

• Saling mengingatkan antara anggota tim pemberi pelayanan didalam proses pelayanan, sesuai dengan budaya sadar biaya.

• Selalu menyadari bahwa selama proses pelayanan diperlukan orientasi terhadap penekanan biaya

• Menggunakan alat, BHP dan obat obatan secara rasional selama proses pelayanan

• Menghindari moral hazzard dalam proses pelayanan agar pembiayaan bisa dilaksanakan secara rasional

• Menumbuhkan stewardship dilingkungan para pemberi pelayanan

• Menhindari terjadinya error dalam proses pelayanan

• Pengisian status secara lengkap setiap selesai pelayanan

Dengan demikian, SPO di rumah sakit khususnya tentang proses pelayanan harus didukung oleh kebijakan direktur yang memadai agar cost costainment strategi bisa dilaksanakan secara baik. Dalam penggunaan obat obatan dan BHP para profesional seringkali tidak pernah memikirkan penekanan biaya, para pelaksana tidak terbiasa dengan budaya penghematan atau penekanan pembiayaan. Padahal jika penghematan bisa dilakukan akan menekan biaya operasional dan pada akhirnya rumah sakit akan diuntungkan. Sebab jika rumah sakit bisa eksis dan dapat bertahan hidup, hal itu berarti institusi atau lapangan pekerjaan akan menjadi kuat, atau dengan kata lain institusi akan tetap berdiri dengan kokoh. Seperti kita ketahui bahwa didalam organisasi ada istilah Inspiration, culture and institution. Budaya

24

(26)

yang tidak sadar biaya akan meneggelamkan institusi dan jika institusi tenggelam, maka secara tidak disadari bahwa tempat dimana para prosfesional bekerja akan menjadi cedera dan tidak mampu membiayai perasional. Dengan demikian sebenarnya akan merugikan para profesi itu sendiri, artinya kesinambungan organisasi menjadi uncertainty.

Pada sisi lain inspirasi tidak akan bisa diakomodasi oleh institusi, akibatnya banyak keluhan dikalangan para profesi bahwa organisasi tidak mampu memberikan akomodasi yang memadai. Sesungguhnya bisa atau tidaknya suatu organisasi mendukung pengembangan palayanan atas dasar inspirasi para profesi, akan sangat tergantung kepada tersedianya biaya atau tidak. Banyak keluhan seperti ini terjadi di beberapa rumah sakit sebenarnya hal ini akibat ketidak berdayaan rumah sakit dalam pengendalian biaya yang diakibatkan karena budaya sadar biaya sangat lemah di rumah sakit. Jadi apakah rumah sakit mampu berada pada staying in business amat sangat tergantung kepada kesadaran semua pihak yang terkait di rumah sakit itu sendiri. Apakah kita semua telah memiliki kesadaran tentang pentingnya pembiayaan yang efektif atau hanya bekerja sesuai keinginan kita tanpa memperhatikan efektifitas biaya. Karenanya budaya sadar biaya sangat penting untuk dibentuk secara dini, agar rumah sakit mampu berada pada staying in business dan mampu memberikan dukungan penuh terhadap para profesi sesuai dengan ketersediaan dana yang efektif di rumah sakit. Jika budaya sadar biaya sudah terbentuk di rumah sakit, maka secara otomatis institusi menjadi sehat dan inspirasi para karyawan akan berkembang serta mampu terbiayai secara efektif.

25

(27)

MODUL II

KOSTING DALAM INA-CBG

Tujuan diadakannya sistem pembiayaan kesehatan diantaranya untuk mendorong peningkatan mutu, mendorong layanan berorientasi pasien, mendorong efisiensi, tidak memberikan reward thd provider yang melakukan overtreatment, undertreatment maupun melakukan adverse event, mendorong terbentuknya pelayanan tim.

Metode pembayaran yg digunakan saat ini ada 2 (dua) jenis yaitu sistem prospektif (Prospective Payment) dan retrospektif (Retrospective Payment)

Prospective Payment

Payment are made or agreed upon in advance before provision of services  Case-mix payment

 Capitation payment  Global budget

Retrospective Payment

Payment are made or agreed upon after provision of services  Fee-for-service

 Payment per itemised bill  Payment perdiem

BIAYA

Pengertian Biaya ( Cost)

Biaya (cost) adalah seluruh pengorbanan (sacrifice) untuk memproduksi atau mengkonsumsi suatu komoditas atau produk tertentu yang berwujud barang atau jasa. Bentuk pengorbanan bisa berupa uang, tenaga, barang, kenyamanan, waktu atau kesempatan (yang diukur dengan nilai moneter). Pengertian lainnya, Biaya adalah nilai seluruh input yang dipakai untuk menghasilkan output.

Pengelompokan biaya

1. Berdasar fungsi :

a. Biaya Investasi (Investment Cost) adalah biaya yang dipakai untuk pembelian barang investasi/barang modal, barang investasi adalah barang yang bisa dipakai berulang- ulang dan harganya lebih dari 500 ribu Rupiah, dipakai lebih dari satu tahun dan tidak untuk dijual. Contoh : biaya investasi gedung, investasi alat medis, investasi alat non medis, investasi sarana-prasarana lainya dll. Biaya investasi berhubungan dengan opportunity cost

dan depreciation cost.

26

(28)

b. Biaya Pemeliharaan (Maintenance Cost) adalah biaya yang dipakai untuk melakukan pemeliharaan dan untuk mempertahankan kapasitas barang modal dalam proses produksi. Misal biaya pemeliharaan gedung, biaya pemeliharaan alat, biaya pemeliharaan kendaraan dll.

c. Biaya Operasional (Operational Cost) adalah biaya yang dipakai untuk operasionalisasi barang modal dalam suatu proses produksi (pelayanan atau kegiatan). Misal : obat-obatan, bahan habis pakai, reagen, dll.

2. Berdasar lokasi/penggunaannya :

a. Biaya Langsung (Direct Cost) adalah biaya yang secara langsung terkait dengan pelayanan pasien di unit produksi. Secara jelas dapat ditelusuri penggunaannya dalam suatu unit kegiatan produksi tertentu misal unit rawat inap, unit rawat jalan, unit radiologi, unit laboratorium dll

b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) adalah biaya yang tidak terkait secara langsung dengan pelayanan pasien diunit produksi. Tidak dapat secara jelas ditelusuri penggunaannya dalam suatu unit kegiatan produksi tertentu. Misal unit administrasi, keuangan, laundry, security dll.

3. Berdasar hubungan antara biaya dengan volume produksi (Output)

a. Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang tidak terpengaruh besaran output/produk. Biaya yang tidak berubah dengan berubahnya volume atau jumlah produksi. Misal : Gedung, Peralatan, Furniture dll

b. Biaya variable (Variable Cost) adalah biaya yang terpengaruh besaran output. Biaya berubah sesuai dengan perubahan volume atau jumlah produksi (layanan yang dihasilkan/diberikan ). Misalnya obat, reagen, bahan habis pakai, makanan pasien, utilitas, dll.

c. Semi Fixed Cost

d. Total Cost

e. Annualized Fixed Cost

4. Berdasar masa/ frekuensi pengeluaran :

a. Biaya modal adalah biaya yang dikeluarkan sekali saat permulaan menjalankan usaha. Biaya yang digunakan untuk pengadaan barang investasi yang digunakan lebih dari setahun, misal : gedung, kendaraan dll. b. Biaya berulang adalah biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang setiap

tahun untuk menjalankan usaha. Misalnya : gaji karyawan, biaya bahan habis pakai, pemeliharaan dll. Karena dikeluarkan secara berulang-ulang disebut juga biaya rutin.

5. Pengelompokan lainnya, yaitu :

a. Biaya Penyusutan (Depreciation Cost) b. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)

27

(29)

c. Biaya penggantian (Replacement Cost)

UNIT COST

Pengertian Unit Cost

Biaya Satuan (Unit Cost) adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi atau mengkonsumsi satu barang atau jasa. Ditentukan oleh total biaya dan total produksi. Dipakai sebagai alat untuk mengukur efisiensi, pricing policy, dan profit suatu unit usaha.

Unit Cost

BIAYA INVESTASI BIAYA TOTAL

UNIT COST PEMELIHARAAN

OPERASIONAL OUTPUT

Dalam menghitung unit cost diperlukan juga penghitungan Annualized investment cost :

AIC = IIC (1 + r) t

L

Keterangan :

1. Suku Bunga Bank/Inflasi  BI

2. Usia Teknis Gedung  Ditjen Cipta Karya 3. Usia Teknis Alat Medik & Non Medik  AHA Contoh : AIC 2004 = Rp. 8.100.000,- AIC 2005 = Rp. 8.748.000,- AIC 2006 = Rp. 9.447.840,- AIC 2007 = Rp. 10.203.667,- AIC 2008 = Rp. 11.019.961,- AIC 2009 = Rp. 11.901.557,- Jumlah Total = Rp. 59.421.025,-

Atau menggunakan table WHO Annualization factor .

Cara Menghitung Unit Cost

a. Metode Top Down Costing :

metode simple distribusi, Double Distribusi, metode multiple distribusi. b. Metode Bottom Up Costing :

metode ABC (Activity Based Costing) c. Metode Hybrid :

28

(30)

kombinasi Double distribusi dan metode ABC (Activity Based Costing)

29

(31)

COSTING DALAM CASEMIX INA-CBGs

Prinsip Kosting dalam INA-CBGs

Metode Kosting dalam INA-CBGs menggunakan metode top-down/step-down costing. Namun terkadang, untuk beberapa kasus digunakan metode gabungan antara topdown costing dan bottom up costing / Activity Based Costing

(ABC).

Metode Top-Down Costing

Metode Top down costing menggunakan beberapa indikator untuk mengalokasikan seluruh biaya, mulai dengan mengalokasikan biaya dari pusat biaya overhead ke pusat biaya intermediate dan pusat biaya final serta mengalokasikan biaya dari pusat biaya intermediate ke pusat biaya final. Metode ini menggunakan informasi utama dari rekening atau data keuangan rumah sakit yang telah ada ( top-down), untuk itu diperlukan data dasar pembiayaan dan dataset minimal rumah sakit.

Hasil penghitungan adalah unit cost rawat jalan per kunjungan dan unit cost rawat inap perhari rawat per unit layanan. Unit cost setelah dikalikan LOS (Length Of Stay) masing-masing kasus secara individual akan menghasilkan individual CBG cost yang kemudian digunakan untuk menghitung costweight masing-masing kelompok CBG.

The essence of the Step-down costing methodology is to accurately determine the cost of achieving program outputs or results, by allocating all the costs of running a hospital to departments providing the final output of the hospital.

(Lewis et al 1990, Drummond et al 1997)

Step-down costing starts with total expenditures & then divides these by a measure of total output to give “average”cost per patient per visit, per day or per admission. (Creese and Parker 1994)

30

(32)

Metode Gabungan

Top-down costing exercises sometimes use bottom-up approaches based on clinical pathway to generate allocation statistics or to cost a limited number of services to validate top-down cost estimates. Bottom up designs within a top down costing exercise typically include bottom up measurement of:

 Priority services, treatment episodes, activities, or cost items

 Services that are heterogeneous in their resource use (vary widely in their complexity and cost—e.g., ICU services, laboratory tests, surgical procedures  Services where precision and accuracy of cost measurement is considered

important

 Services where there is heavy personnel time or overheads that go into a technology

 Services or technologies where there is extensive sharing of personnel, buildings, or equipment

 Cost items that are anticipated to have the highest impact on total cost  Data that are missing or not routinely captured

 Data for allocation statistics (e.g., personnel time worked)

Stepdown alocation process

OVERHEAD COST CENTRE INTERMEDIATE

COST CENTRE FINAL/PATIENT CARE COST CENTRE

31

(33)

Perbandingan Metode Top-down Dan Bottom-Up Costing

32

© Copyright 2014 National Casemix Center

Cost Accounting Methodologies

Compared

Resource DRG Forum 5 | R4D.org

Bottom-up Approach Top-down Approach

A.K.A. Microcosting, Detailed Costing Macrocosting, Gross Costing, Average Costing

Objective To calculate the individual cost of a service or patient. To calculate the average cost for a volume of services or patients.

Best For Unit cost point estimates Relative unit costs

Process

1.Measure the quantity of resources consumed by a service/patient

2.Attach a unit cost to each resource

3.Sum the unit costs to calculate the total cost per service/patient

4.Construct the average cost for a particular service or patient group

1.Document the total cost of resources used by a hospital

2.Assign costs to departments directly

3.Allocate costs to departments proportionally according to their consumption of resources

4.Divide department costs by its service volume to estimate unit costs

Cost Flow

Unit cost estimates are built from the

(34)

Top-down Approach

7 | R4D.org

 Resource DRG Forum

Unit Cost Interpretation

Top-down results are best for relative cost comparisons and bottom-up results are best for absolute cost estimates.

On average, a complicated delivery costs $122, ranging from $100 to $140 across patients. Staff time and drugs/medical supplies account for the majority of the cost, at 55% and 23%.

Bottom-up Costing Results Top-down Costing Results

The average cost of a Medicine discharge is $80, compared to $140 for Surgery and $110 for Maternity. Assuming the average hospital discharge costs $100, the cost weights are 0.80, 1.40, and 1.10 respectively.

 Resource DRG Forum

33

(35)

Data dari rumah sakit yang digunakan dalam proses penghitungan tarif terdiri dari : 1. Data Kosting meliputi dasar kinerja RS selama tiga hingga lima tahun terakhir

dan data pembiayaan RS selama satu tahun terakhir

2. Data Koding 14 (empat belas) variable, dalam bentuk txt file

Data-data tersebut diverifikasi kelengkapan dan akurasinya, selanjutnya data kosting diisikan sesuai Format Template Kosting, jangan sampai terjadi losscounting atau

double counting. Setelah data diisikan dalam format yg tersedia dilakukan analisa data dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Analisis data kosting untuk pusat biaya overhead 2. Analisis data kosting untuk pusat biaya intermediate 3. Analisis data kosting untuk pusat biaya final

4. Analisis data dasar yang meliputi data kinerja dan data keuangan agregat 5. Analisis data tambahan

6. Hitung unit cost rawat jalan dan rawat inap 7. Hitung CBGs cost

8. Lakukan analisis statistik untuk data-data tersebut diatas Hal penting dalam costing INA CBGs adalah :

• Pengumpulan data yg terstandar • Metodologi kosting

• Standar alokasi dan proporsi biaya • Kelengkapan dan akurasi data

Data koding yang dibutuhkan terdiri dari 14 (empat belas) variable yang terdiri dari : 1. Identitas Pasien 2. Tanggal Lahir 3. Umur 4. Jenis Kelamin 5. Jenis Perawatan 6. Tanggal Masuk RS 7. Tanggal Keluar RS

8. Lama Rawatan(Length Of Stay/LOS) 9. Status Pulang

10. Berat Badan Bayi usia 0 – 28 hari (Gram)

11. Diagnosis Utama dan Diagnosis Sekunder (bila ada) 12. Prosedur/Tindakan

13. Score ADL

14. Item Special CMG

34

(36)

Data dasar RS diisikan dalam template yg tersedia dibawah ini :

35

© Copyright 2014 National Casemix Center

Data Dasar Rumah Sakit

Nama Rumah Sakit : Kode Rumah Sakit : Kelas Rumah Sakit :

DATA DASAR RUMAH SAKIT Tahun Tahun Tahun Tahun

2008 2009 2010 2011

BOR ALOS

TurnoverInterval(Hari)

Throughput/BTO(Pesakit/tempat tidur)

Jumlah Tempat Tidur Yang Tersedia Jumlah Tempat Tidur Sebenarnya(Total) Jumlah Tempat Tidur ICU/CCU/HDU Jumlah Tempat Tidur Private Wing

Jumlah Hari Rawat Pasien Jumlah PasienRawat Inap (Episode) Jumlah PasienRawat Jalan (Episode) Jumlah Perawat

Jumlah Semua Staf

Jumlah Biaya Operasional(Bukan Gaji) Jumlah Biaya Operasional(Gaji)

Jumlah Biaya Non-Operasional(InvestasiAlat) Jumlah Biaya Non Operasional (Investasi Gedung &Sarana FisikLainnya)

TotalBiaya Rumah Sakit

PenerimaanFungsionalRumah Sakit a.Fungsional dari Jamkesmas b.Fungsional dari Jamkesda

c.Fungsionaldari NonJamkesmas – Jamkesda TotalPendapatan

(37)

DATA PEMBIAYAAN RUMAH SAKIT

36

(38)

Proses pembentukan tarif digambarkan dalam alur dibawah ini.

DATA DASAR

DATA TEMPLATE TEMPLATE TXTFILE

CBGS-N-LOS (14 VAR) CLEANING EKSPLORING UNIT COST ANALISA REKAP VARIABEL CMI COST WEIGHT PRELEMINARY TARIF TARIF INPUT CCM TRIMING AF

Langkah Pembentukan

Tarif

HBR Data

Costing CodingData

CBGs COST

Tarif INA-CBGs disusun mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Struktur tarif stabil (should be as stable as possible)

2. Struktur tarif sederhana (should be as simple as possible)

3. Struktur tarif berbasis pada pelayanan, bukan organisasi (should be based on services not organisations)

4. Seluruh pemangku kepentingan harus dilibatkan dalam proses penyusunan tarif 5. Tarif memiliki rujukan berbasis acuan biaya (should continuous to be based on

referrence cost)

Tujuan pembentukan tarif :

a. To ensure that providers are fairly reimbursed for their work

b. To ensure that the price reflects the actual cost of providing services which will promote system sustainability

c. To ensure that the price structure support appropriate medical and reward those providing good outcomes

Sumber : UNU-IIGH

37

(39)

Berikut adalah hal-hal yang dapat menjadi akibat pembentukan tarif yg tidak baik : 1. Providers may charge informal payment to compensate for inadequate formal

payment.

2. Providers may avoid treating sicker patients. 3. Inappropriate referrals may occur.

4. Providers provide suboptimal care. 5. Services may be over or under utilize.

Disain Keputusan strategis

23 Tarif

=

HBR

X

Cost Weight Ajustmen Factor

X

Which services

will be

included?

What costs will

be included in

the base rate?

Will the base

rate be the

same for all

hospitals?

Will cost

weights be

developed or

taken “off the

shelf”?

Will cost

weights be used

to give higher

priority to some

services?

Will some

hospitals be

paid

more/less per

case? E.g.

rural or

teaching

hospitals

38

(40)

Statistic alocation factor/alocation bases

A. Overhead Cost Centre Allocation Statistics 1. Administration No. of staff 2. Maintenance Floor area

3. Utilities Floor area

4. Consumables No. of staff

5. Dietetic Patient days

6. Laundry & Linen Patient days B. Intermediate Cost Centre

6. Pharmacy Prescribtions/drugs

7. Radiology Tests

8. Laboratory Tests

9. Physiotherapy Exams

10. Operation Theatre (General) Surgeries C. Final Cost Centre

Inpatient Department

11. Medicine Department Patient days 12. Surgical Department Patient days Outpatient Department

13. Medical Specialist Clinic Visit 14. Surgical Specialist Clinic Visit Total

39

(41)

Tahapan Lanjutan untuk Unit Cost dan CBGs Cost

• Unit cost dalam INA-CBG terbagi menjadi 4 (empat) Layanan Kasus yaitu Unit Kos Penyakit Dalam, Anak, Bedah dan Obstetri-Ginekologi. Untuk Rawat Jalan, berlaku unit kos per kunjungan, sedangkan untuk Rawat Inap berlaku unit kos per hari rawat.

• Unit Cost dalam INA-CBG dihitung menggunakan Clinical Cost Modelling (CCM) • Unit kos dari seluruh sampel RS digabung untuk mencari nilai rata-rata yang

akan ditetapkan menjadi Unit Kos Nasional

• UC x individual LOS per CBG = individual CBG Cost • Dikelompokkan per CBG dihitung averagenya

• Sebagai dasar perhitungan CW

Formula Tarif INA-CBG dirumuskan sebagai berikut :

Tarif = Hospital Based Rate x Cost Weight x Adjustment Factor

Tarif tersebut dihitung secara nasional perkelompok kelas RS dan mengacu pada Perpres no12 thn 2013 ttg JKN,tariff harus direview sekurang2nya setiap 2 thn

Sumber UNU -IIGH Average Cost for Specific DRG

Aggregate Average Cost CW =

Meliputi CW ranap dan rajal

Dihitung secara nasional

Menggambarkan rasio sumber daya yg digunakan antar CBG

CW ranap : local CW + Maryland CW

CW rajal : Maryland CW

Relative resource use of one CBG in relation to average cost

of all CBGs

Also called Resource Intensity Weights or Relative Weights

Cost Weights are Unitless Numbers

Ideally to be developed from trimmed CBG Cost

40

(42)

A Hospital’s Case-Mix Index is a Value Which Relates one Hospital’s Production to Another Hospital’s Production.

Sumber UNU-IIGH

Σ(Cost weight X # of cases) Total # of cases for hospital A CMI =

Merupakan agregat dari CW per RS/perkelas RS Dihitung per RS/per kelas RS

Menggambarkan produktifitas suatu RS thd RS lainya

Menggambarkan kompleksitas pelayanan di suatu RS thd RS lainya

Variabel utk menghitung HBR

Overall cost of treating a patient in the hospital by taking into account the complexities of cases managed in the hospital

HBR = Total # of equivalent cases x CMITotal Cost

Sumber UNU -IIGH

Dihitung masing2 RS

Dikelompokkan berdasar kelas dan jenis RS

Perkelompok RS diambil Mean HBR

Menggambarkan total biaya RS ((inpatient,outpatient) dibagi

jmlh output (inpatient/outpatient)

Meliputi HBR ranap dan rajal

41

(43)

MENGAPA DIPERLUKAN ADJUSTMENT?

• Menutup biaya yg belum diperhitungkan dalam sistim casemix

Rumah sakit pendidikan

Biaya untuk penelitian dan pengembangan

Kelas Rumahsakit

RS swasta atau pemerintah

• Memberikan Insentif bagi yang melakukan efisiensi

Insentif untuk pelayanan preventif

Insentif untuk pelayanan “Day Care Surgery”

• Menutup biaya pelayanan yang mahal

Kasus yg memerlukan perawatan lama

Transplantasi

• Perbedaan wilayah

Inflasi

Perbedaan biaya transportasi

Adjusment factor dipengaruhi oleh :

Location Geographic

Local wage rates

Direct and indirect health professions

education

Hospital role in healthcare delivery

Metode Adjustment

Formula

Pass throught of actual cost

Hospital spesific rates

Peer grouping

42

(44)

43

© Copyright 2014 National Casemix Center

AF – INA CBGs 2013

Kelas RS

RS Pendidikan non pendidikan

Jenis RS : Umum, Khusus

Regionalisasi

Ketersediaan anggaran – agar terlaksana

kontinuitas pelayanan.

AF INA CBGs 2014

Kelas RS

Jenis RS : Umum, Khusus

Regionalisasi

Ketersediaan anggaran – agar terlaksana

kontinuitas pelayanan.

CBGs ttt utk RS kelas C dan D

CBGs ttt utk kelas A-B

CBGS ttt vs tarif RS (cost to charge ratio )

Special CMG

Who is involves in Tariff Updating?

National Level

National Casemix Team

Senior Management of Social Health Insurance Agency

Senior Management of MOH Hospital Level

Profesi

Asosiasi provider (RS dan klinik )

Akademisi

HOSPITAL LEVEL

Hospital Casemix Team

Clinical Specialists

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan amonium nitrat merupakan proses netralisasi yang merupakan reaksi antara asam nitrat dan amonia, membentuk amonium nitrat dengan Proses Uhde.. Reaksi netralisasi

agak berbeda, digunakan kriteria sebagai berikut, (1) frekuensi b.a.b kurang atau sama dengan dua kali seminggu tanpa menggunakan laksatif, (2) dua kali atau lebih episode

Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir

Tujuan dari pemakaian sabun pembersih kewanitaan adalah untuk menghilangkan rasa gatal pada organ intim kewanitaan akibat dari keputihan, bau tidak sedap karena

Kemal Paşa görüşler hakkındaki düşüncelerini belirtti, soruları yanıtladı, savaş anılarını, Milli Mücadele dönemini, yürürlükteki anayasanın temel İlkelerini,

Pada penelitian ini elemen gigi tiruan resin akrilik yang dilakukan perendaman dalam larutan daun sirih (Piper betle Linn) selama 7 hari menunjukkan bahwa

Pada langkah ini, akan dialokasikan pasangan pelanggan pada kendaran angkut berdasarkan nilai penghematan yang terbesar. Kombinasi dari pasangan-pasangan pelanggan