BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit ginjal kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut
(WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah
menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan
bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian. Kasus gagal
ginjal kronik di amerika serikat pada tahun 2011 menunjukkan pravalensi rate penderita penyakit gagal ginjal kronik sebesar 1.901 per 1 juta penduduk, hasil laporan The United State Renal Data System (USRDS, 2013) , laporan dari Treatment of End Stage Organ Failure in Canada, pada tahun 2000 sampai 2009 menyebutkan bahwa hampir 38.000 warga kanada hidup dengan penyakit gagal ginjal kronik dan telah meningkat hampir 3x
lipat dari tahun 1990 (Corrigan, 2011) Di Asia, Jepang tercatat mempunyai populasi
gagal ginjal kronis tertinggi 1800 per juta penduduk dengan 220 kasus baru per tahun,
suatu peningkatan 4.7 % dari tahun sebelumnya. Negara berkembang di Asia Tenggara
pencatatannya belum meyakinkan, kecuali Singapura dan Thailand (Roesma, 2008).
Sedangkan di Indonesia, Prevalensi penderita gagal ginjal kronis berdasarkan
diagnosis dokter sebesar 0,2%. Jawa tengah menempati tertinggi ketiga dengan prevalensi
0,3%, setelah itu Sulawesi tengah menduduki pertama (0,5%) aceh, Sulawesi utara dan
gorontalo menempati kedua (0,4%) pada tahun 2013, Jika saat ini penduduk Indonesia
sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 504.248 jiwa yang menderita gagal ginjal kronis
(0,2% x 252.124.458 jiwa = 504.248 jiwa). (Riskesdas, 2013) Berdasarkan studi
kronik ada 203 pasien untuk rawat inap dan hasil analisis Departemen Kesehatan RI 2005
diketahui bahwa penyakit gagal ginjal menyebabkan kematian pada pasien rawat inap
rumah sakit sebesar 3,7% dari seluruh kematian, menempati urutan kedua setelah stroke
sebesar 4,8% (DepKes RI, 2005) Di tahun 2015 diperkirakan ada 36 juta penduduk dunia
yang meninggal akibat penyakit ginjal. (Riskesdas, 2013).
Kematian pada pasien gagal ginjal dari saat pertama terdiagnosa penyebabnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kadar hemoglobin rendah atau
istilah medis anemia, Anemia menurut World Health Organization (WHO) terjadi jika kadar Hb <13.0 g/dL untuk pria dewasa, dan <12.0 g/dL pada wanita. Insiden terjadinya
anemia pada penderita penyakit kronis mencapai 95% (Gombotz,2012) Anemia
merupakan komplikasi utama pada pasien baru penyakit gagal ginjal dan diderita oleh
sebagian besar penderita gagal ginjal kronik. Akibat anemia pasien gagal ginjal akan
merasa ngantuk dengan tampak pucat, selain tampak pucat karena anemia, kulit pasien
juga bisa berwarna kuning kelabu, terutama pada pasien yang berkulit cerah , sebagai
akibat dari penumpukan pigmen urokrom, Anemia juga memperantarai resiko yang signifikan terhadap penyakit kardiovaskuler, mempercepat perkembangan gagal ginjal,
menurunkan kualitas hidup, dan merupakan faktor resiko terjadinya kematian dini
(Lankhorst dan Wish, 2010) Sehingga, hal ini memberikan dampak yang signifikan
terhadap kualitas hidup pasien dengan anemia pada gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat, yang menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dengan nilai Glomerulo Filtration Rate / GFR 10% -
kronik sekitar <10% pada stage 1 dan 2, 20-40% pada stage 3, 50-60% pada stage 4, dan
>70% pada stage 5 (Lankhorst dan Wish, 2010). Sehingga diperkirakan 80% - 90%
penderita GGK menderita anemia. Ada dua penyebab anemia yang sering dijumpai pada
pasien GGK, yaitu kurangnya sel darah merah dan kurangnya zat besi (Fe). untuk
penyebab kurangnya sel darah merah, ini disebabkan karena pada gagal ginjal kronik
menyebabkan turunnnya kadar eritropoietin (EPO) oleh sel progenitor di ginjal. Padahal
90% eritropoietin diproduksi pada bagian sel endotel kapiler peritubular dari sel ginjal
dan akibat menurunnya filtrasi glomerulus mengakibatkan kadar ureum menjadi tinggi yang dapat menyebabkan umur sel – sel darah merah tersebut memendek. Eritropoietin
merupakan hormon yang dihasilkan oleh ginjal sehat untuk memproduksi sel darah merah
(Irwanashari, 2009) Disamping itu, anemia pada penderita gagal ginjal kronik dapat
disebabkan berkurangnya hemoglobin dalam darah akibat pengambilan darah untuk
pemeriksaan laboratorium, perdarahan akibat kadar ureum tinggi terutama melalui
saluran pencernaan dan asupan pasien makan yang dibatasi juga dapat menyebabkan
anemia menjadi lebih buruk dikarenakan kadar ureum yang sedang tinggi (Lewis et.al,
2011).
Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme protein di dalam tubuh yang di
produksi oleh hati dan di keluarkan melalui urin. Pada gangguan ekskresi ginjal,
pengeluaran ureum ke dalam urin terhambat, sehingga kadar ureum meningkat dalam
darah, Ureum merupakan salah satu senyawa kimia yang menandakan fungsi ginjal
normal. Oleh karena itu, tes ureum dan kreatinin selalu digunakan untuk melihat fungsi
ginjal kepada pasien yang diduga mengalami gangguan pada organ ginjal. Apabila
diketahui pada air seni menurun, ini akan mengakibatkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (fungsi penyaringan ginjal), penurunan laju filtrasi glomerulus tersebut yang
akan menyebabkan gejala seperti rasa gatal – gatal padat kulit (pruritus), System syaraf juga bisa terganggu karena kenaikan ureum dalam plasma. Pasien GGK bukan saja bisa
kehilangan kesadaran karena keracunan ureum (koma uremik) tetapi juga dapat mengalami sindrom tungkai dengan gangguan rasa, kelemahan otot dan penurunan reflex
tendon yang dipengaruhi ureum pada system syaraf. Upaya untuk menurunkan kadar
ureum tentu saja dengan memperbaiki fungsi ginjal atau dalam memperbaiki fungsi
ginjal, Pada pasien gagal ginjal kronik yang akan dirawat inap dilakukan terapi sesuai
komplikasi yang terjadi, pada kadar ureum yang tinggi dilakukan cuci darah
(hemodialisis) untuk mengganti fungsi utama ginjal, fungsinya yaitu membersihkan darah
dari sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang berada di dalam darah.(Nugrahani,2007). Jika
ginjal gagal menjalankan fungsinya maka hasil metabolisme yang diproduksi sel normal
akan kembali ke dalam darah (uremia). Pada pasien gagal ginjal kronik penurunan kadar
hemoglobin akibat dari kadar ureum yang tinggi disebabkan oleh masa hidup eritrosit
yang menjadi pendek, defisiensi zat besi, supresi sumsum tulang dan defisiensi nutrisi.
Ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Saryono (2006) Kesimpulan
dalam penelitiannya adalah Rerata kadar hemoglobin pada minggu pertama, kedua dan
ketiga tidak mengalami perubahan atau rata-rata responden mengalami penurunan kadar
hemoglobin (anemia). Hal ini akibat faktor – faktor seperti produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, pemendekan usia hidup sel darah merah, defisiensi nutrisi yang
mengakibatkan uremia dan kecenderungan perdarahan akibat tingginya ureum terutama
melalui saluran pencernaan .
Berkaitan dengan adanya pasien gagal ginjal kronik yang mengalami kadar
ureum yang tinggi, kemungkinan akan memiliki hubungan untuk merendahkan kadar
hemoglobin pasien secara berkelanjutan, sehingga tindakan terapi pada pasien kadar
untuk meningkatkan kadar hemoglobin saja. Dengan adanya keterkaitan permasalahan
tersebut, perlu penelitian ditempat lainnya seperti diruang rawat inap penyakit dalam
yang mayoritas pasien yang baru terdiagnosa gagal ginjal kronik sehingga diharapkan
menghasilkan kesimpulan lebih detail dan spesifik persamaan atau perbedaan penelitian
permasalahan tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan Antara Kadar Ureum Dengan Kadar Hemoglobin Pada
Pasien Gagal Ginjal Kronik Di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian
ini adalah “Adakah Hubungan Antara Kadar Ureum Dengan Kadar Hemoglobin Pada
Pasien Gagal Ginjal Kronik Di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Mengetahui Hubungan Antara Kadar Ureum Dengan Kadar Hemoglobin
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
2. Tujuan Khusus :
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Kadar Ureum pasien gagal ginjal kronik di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
b. Kadar Hemoglobin pasien gagal ginjal kronik di RSUD dr. R. Goeteng
c. Hubungan antara kadar ureum dengan kadar hemoglobin pada pasien yang baru
terdiagnosa gagal ginjal kronik .
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti dan peneliti lain
Hasil penelitian ini menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam
memberikan pelayanan keperawatan terutama pada pasien gagal ginjal kronik
dan diharapkan peneliti lain sebagai acuan atau perbandingan untuk penelitian
faktor lainnya di masa yang akan datang sebagai tindak lanjut kasus gagal ginjal
kronik.
2. Bagi profesi keperawatan
Sebagai bahan pengetahuan perawat dalam membuat diit rendah protein
pada pasien gagal ginjal kronik.
3. Bagi Rumah Sakit / Institusi Terkait
Sebagai bahan masukan bidang keperawatan dalam penambahan atau
pengadaan atau perbaikan bila sudah terdapat SOP tentang diet rendah protein
bagi pasien gagal ginjal kronik, bila belum ada untuk dibuatkan SK penetapan
sebagai SOP, Supaya perawat lebih berperan dalam memberikan pendidikan
kesehatan
E. Penelitian Terkait
Berdasarkan penelusuran dari kepustakaan peneliti belum pernah ada penelitian
yang berkaitan peneliti di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Adapun
1. Nura Ma’shumah (2013) penelitian tentang “Hubungan Asupan Protein Dengan
Kadar Ureum, Kreatinin, dan Kadar Hemoglobin Darah pada Penderita Gagal
Ginjal Kronik Hemodialisa Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang”
Jenis penelitian deskriptif analitik menggunakan pendekatan cross sectional , sampel yang diambil seluruh pasien hemodialisa rawat jalan dengan diagnose Gagal Ginjal Kronik dengan nilai kadar ureum lebih dari 40 g/dl dan
kadar kretainin lebih dari 1,3 g/d , Analisis data dilakukan secara univariat yaitu
menggambarkan sebaran nilai rata- rata dan nilai median. Analisis Bivariat
menggunakan uji Kolmogorov smirnov dilanjutkan Rank spearman . dengan hasil penelitian uji statistik menunjukkan ada hubungan asupan Protein dengan kadar
Ureum p value0,019 < 0,05, ada hubungan asupan Protein dengan kadar Kreatini
p value 0,044 < 0,05 ada hubungan asupan Protein dengan kadar Hb p value
0,024 < 0,05 . Persamaan dengan peneliti adalah sama – sama meneliti kada
ureum dan kadar hemoglobin pada pasien gagal ginjal kronik, perbedaannya
adalah desain penelitian, variabel dependentnya , uji yang dilakukan, dan tempat
penelitiannya.
2. Anisatul hamidah (2011) tentang “Korelasi Kadar Hemoglobin dengan Saturasi
Transferin Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang Anemia di RSUD Dr. Iskak
Tulungagung”
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif analitik dengan
rancangan observasional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 pasien yang
diambil secara purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut : kadar
kreatinin tinggi, kadar Ureum tinggi, dan kadar hemoglobin rendah yang
sebesar 0.866 sehingga diartikan data Hemoglobin dan saturasi Transferin
berdistrubusi normal . berdasarkan hasil uji korelasi pearson didapatkan nilai R sebesar 0.133 artinya variable independen dengan variable dependen berkorelasi
walaupun sangat lemah nilai probabilitas sebesar 0.484, jika dibandingkan
dengan nilai α (0.05) maka nilai probabilitas > 0.05. kesimpulannya adalah dari
30 responden menunjukkan rerata kadar hemoglobin sebesar 6.91 mg/dl , dan
tidak ada korelasi kadar hemoglobin dengan saturasi transferrin pada penderita
gagal ginjal kronik yang anemia . Persamaan dengan peneliti adalah meneliti
tentang kadar hemoglobin pada pasien gagal ginjal kronik yang anemia,
perbedaannya adalah desain penelitian, variabel dependentnya , uji yang
dilakukan, dan tempat penelitiannya.
3. Saryono (2006) tentang “Kadar Hemoglobin Dan Hematokrit Darah Pada Pasien
Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Rumah Sakit Umum Margono Soekarjo
Purwokerto”
Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan cross sectional , populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal yang akan menjalani hemodialysis, sampel yang digunakan teknik purposive sampling Dengan hasil penelitian sebanyak 42 responden, data yang digunakan adalah data
sekunder dari catatan medik, Berdasarkan tes homogenei-ty of variances melalui Anova, Levene test hitung = 1,584 dengan nilai p= 0,209, hal ini menunjukan
bahwa ketiga varian kadar hemoglobin responden sebelum hemodialysis adalah
sama. Hemodiálisis sebelumnya tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar
hemoglobin. Kesimpulannya adalah Rerata kadar haemoglobin pada minggu
pertama, kedua dan ketiga tidak mengalami perubahan. Rata-rata responden
yang akan menjalani hemodiálisis rata-rata mengalami anemia Seringnya
menjalani hemodialisis tidak mencerminkan peningkatan kadar haemoglobin.
Kadar hematokrit sebanding dengan kadar haemoglobin pada pasien gagal ginjal .
Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti saat ini adalah Sama - sama
meneliti tentang kadar ureum dan kadar hemoglobin pada pasien gagal ginjal,
Sedangkan Perbedaannya adalah jenis penelitian, desain penelitian dan