• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI VEGETASI MANGROVE DI ZONA TERLUAR PESISIR TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSPLORASI VEGETASI MANGROVE DI ZONA TERLUAR PESISIR TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT 1"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

EKSPLORASI VEGETASI MANGROVE DI ZONA TERLUAR PESISIR

TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT

1

Agus Arifin Sentosa2 dan Adriani Sri Nastiti2 ABSTRAK

Teluk Cempi merupakan salah satu kawasan pesisir di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat yang didominasi oleh keberadaan vegetasi mangrove. Keberadaan mangrove secara fisik berperan penting sebagai penahan gelombang, pelindung pantai dari abrasi dan intrusi air laut, penyedia bahan organik dan perangkap sedimen. Secara biologi, kawasan mangrove berperan sebagai habitat pemijahan, pemeliharaan dan mencari makan bagi ikan dan udang pada awal fase kehidupannya. Penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik vegetasi mangrove di zona terluar kawasan mangrove Teluk Cempi. Pengamatan dilakukan pada bulan Juni 2011 dengan metode eksplorasi pada empat stasiun pengamatan. Hasil menunjukkan bahwa jenis vegetasi mangrove yang umum ditemukan berasal dari famili Sonneratiaceae, Avicenniaceae dan Rhizoporaceae. Kerapatan mangrove di zona terluar untuk pohon berkisar antara 2 – 23 individu/100 m2, semak antara 1 – 31 individu/100 m2 dan semai 7 – 10 individu/m2

. Keberadaan kawasan mangrove di Teluk Cempi sudah banyak yang beralih fungsi menjadi lahan tambak udang.

Kata kunci: mangrove, zona terluar, Teluk Cempi PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan satu-kesatuan tak terpisahkan dalam ekosistem pesisir (marine and wetland ecosystem). Keberadaan mangrove secara fisik berperan penting sebagai penahan gelombang, pelindung pantai dari abrasi dan intrusi air laut, penyedia bahan organik dan perangkap sedimen. Secara biologi, kawasan mangrove berperan sebagai habitat pemijahan, pemeliharaan dan mencari makan bagi ikan dan udang pada awal fase kehidupannya (Dahuri et al., 2004).

Secara umum vegetasi mangrove di wilayah Nusa Tenggara Barat menyebar secara sporadis di sebagian kecil ruas garis pantai pulau utama (Pulau Lombok dan Sumbawa) dan juga mengitari gugusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili. Mangrove di Provinsi NTB tumbuh di lingkungan dataran lumpur dan delta, lingkungan dataran pantai dan dataran pulau-pulau kecil. Lingkungan dataran lumpur dan delta umumnya dicirikan oleh adanya aliran sungai khususnya sungai yang terus berair sepanjang tahun yang bermuara ke laut dan juga terdapat di wilayah pantai yang berteluk seperti Teluk Sepi, Teluk Lembar dan Teluk Ekas di Pulau Lombok, Teluk Waworada, Teluk Sanggar, Teluk Saleh, dan Teluk Cempi di Pulau Sumbawa.Kawasan mangrove di NTB diduga telah mengalami penurunan luasan baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan (DepHut, 2011).

Teluk Cempi yang terletak di sebelah selatan Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu kawasan perairan semi tertutup yang memiliki luas 42 km2 dan panjang garis pantai sepanjang 78 km. Teluk Cempi memiliki sungai-sungai yang membawa sedimen menuju muara yang selanjutnya terdisposisi secara terus menerus dalam waktu lama membentuk dataran lumpur maupun delta. Lingkungan tersebut sangat menguntungkan vegetasi mangrove yang memiliki preferensi habitat pada lingkungan berlumpur untuk tumbuh dan berkembang karena vegetasi mangrove relatif terlindung dari hempasan gelombang dan arus laut, dan kondisi air relatif tenang utamanya pada musim-musim kemarau (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, 2003). Luas kawasan hutan mangrove di Teluk Cempi pada tahun 1990 mencapai 749

1

Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Perikanan Indonesia, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta 13-14 November 2012

2 Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan. Jl. Cilalawi No.1, Jatiluhur, Purwakarta Jawa Barat. e-mail: agusarifinsentosa7@gmail.com

(2)

2

ha (Anonim, 1990 dalam Arifin, 2002), namun diduga kondisi sekarang cenderung mengalami penurunan karena penebangan oleh masyarakat untuk kayu dan konversi menjadi lahan tambak.

Eksplorasi vegetasi mangrove di Teluk Cempi perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini ekosistem mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik vegetasi mangrove di pesisir Teluk Cempi. Wilayah studi dibatasi hanya pada zona terluar kawasan mangrove Teluk Cempi yang menghadap ke laut.

BAHAN DAN METODE

Survei lapangan dilakukan pada tanggal 14 – 19 Juni 2011 di Teluk Cempi, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Stasiun pengamatan terbagi menjadi empat stasiun, yaitu Jambu, Mbawi, Mariwoja dan Lara (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi eksplorasi vegetasi mangrove di Teluk Cempi, NTB Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan. Data yang diambil adalah data vegetasi berupa kerapatan, diameter batang dan famili mangrove yang ditemukan. Alat yang digunakan adalah alat ukur panjang (rollmeter), tali rafia untuk plot kuadrat, patok, kamera, alat tulis dan buku identifikasi mangrove yang merujuk pada Noor et al. (2006).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplorasi dengan koleksi bebas (Rugayah et al., 2004). Pengamatan kondisi vegetasi mangrove dilakukan dengan membuat petak kuadrat berukuran (10 x 10) m2 yang diletakkan secara acak pada setiap stasiun penelitian yang tegak lurus garis pantai sepanjang zona terluar mangrove (Bengen, 2001). Pengamatan vegetasi dilakukan untuk kelompok pohon (diameter batang > 10 cm) dan semak/belta (diameter batang 2 – 10 cm) dengan pengukuran diameter batas dilakukan hingga setinggi dada orang dewasa (sekitar 1,3 m), sedangkan pengamatan semai (diameter batang < 2 cm) dilakukan pada petak berukuran 1 x 1 m2 (Fachrul, 2008). Hasil pengamatan disajikan secara deskriptif.

(3)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan vegetasi mangrove yang dilakukan di Teluk Cempi terbatas pada zona terluar vegetasi mangrove (bagian yang menghadap ke perairan laut). Hasil pengamatan yang diperoleh disajikan secara deskriptif pada masing-masing stasiun. 1. Stasiun Jambu

Stasiun Jambu merupakan muara Sungai Jambu yang merupakan salah satu sungai utama yang bermuara di Teluk Cempi. Adanya sungai tersebut menyebabkan dasar perairan di sekitar muara Sungai Jambu selalu berlumpur. Karakteristik perairan yang berlumpur tersebut merupakan habitat yang baik bagi mangrove. Vegetasi mangrove di stasiun Jambu secara visual masih terlihat cukup rapat dengan hamparan mangrove yang cukup luas (Gambar 2). Berdasarkan foto udara tanggal 20 November 2002 menurut Google Earth (Tele Atlas, 2011) diketahui bahwa ketebalan mangrove di stasiun Jambu berkisar antara 80 – 735 m tegak lurus vegetasi mangrove terluar.

Gambar 2. Vegetasi mangrove yang padat di stasiun Jambu

Hasil pengamatan di bagian terluar hamparan mangrove di stasiun Jambu ditemukan dua famili mangrove, yaitu famili Rhizoporaceae (Rhizopora mucronata) dan Sonneratiaceae (Sonneratia alba). Menurut Noor et al. (2006), famili Rhizoporaceae dan Sonneratiaceae merupakan golongan mangrove sejati yang banyak ditemukan di pantai terbuka.

Famili Sonneratiaceae didominasi oleh jenis S. alba yang memiliki nama lokal pedada atau kadada. Jenis tersebut merupakan spesies mangrove yang dominan di stasiun Jambu dan umumnya didominasi oleh ukuran pohon. Batang S. alba halus dengan bekas jaringan batang dan belahan kulit batang. Batang berwarna krim sampai coklat. Batang berbentuk bulat atau bundar. Sepanjang garis pantai di stasiun Jambu banyak dijumpai hamparan akar udara atau akar nafas (pneumatofor) S. alba yang mencuat dari tanah seperti jarum atau pensil dengan ketinggian antara 10 – 30 cm. S. alba memang umum ditemukan pada zona terluar hamparan mangrove yang merupakan daerah pasang surut (Gambar 3).

(4)

4

Gambar 3. Sonneratia alba di stasiun Jambu

Famili Rhizoporaceae dari jenis Rhizopora mucronata di stasiun Jambu juga ditemukan di bagian pantai ke arah daratan setelah S. alba namun tidak terlalu dominan. Jenis tersebut mudah dikenali dengan pola perakarannya yang berupa akar tunjang dan akar udara yang mencuat dari percabangan bagian bawah (Gambar 4).

Gambar 4. Rhizopora mucronata di stasiun Jambu

Vegetasi mangrove dari famili Sonneratiaceae banyak ditemukan dalam kategori semak dan pohon, sedangkan untuk tingkat semai banyak ditemukan di muara sungai Jambu yang dangkal dan berlumpur serta menghadap ke arah laut. Kisaran diameter batang Sonneratiaceae adalah 3,2 – 37,5 cm dengan rerata 15,5 cm. Kerapatan vegetasi Sonneratiaceae untuk kategori pohon sekitar 5 individu/100 m2, kategori semak sekitar 1 – 2 individu/100 m2 dan kategori semai sekitar 7 individu/m2.

Vegetasi mangrove dari famili Rhizoporaceae hanya ditemukan dalam kategori pohon dengan diameter antara 11,3 – 17,8 cm dengan rerata 14,1 cm. Kerapatan

(5)

5

pohon Rhizoporaceae hanya 3 individu/100 m2. Hasil analisis vegetasi tersebut hanya menggambarkan kondisi vegetasi mangrove di stasiun Jambu di zona terdepan yang dekat dengan laut.

2. Stasiun Mbawi

Stasiun Mbawi merupakan muara Sungai Mbawi yang merupakan salah satu sungai yang bermuara di Teluk Cempi. Kondisi substrat berlumpur dan banyak terdapat teritip yang menempel pada batang dan akar mangrove. Vegetasi mangrove di stasiun Mbawi secara visual terlihat cukup rapat dengan vegetasi mangrove yang didominasi oleh jenis pohon yang sudah berumur tua dengan diameter batang yang cukup besar (> 20 cm). Berdasarkan foto udara tanggal 20 November 2002 menurut Google Earth (Tele Atlas, 2011) diketahui bahwa ketebalan mangrove di stasiun Mbawi berkisar antara 524 – 1004 m tegak lurus vegetasi mangrove terluar. Pada bagian muara Sungai Mbawi terdapat jaring yang disusun menyerupai pagar mengelilingi mulut sungai. Jaring tersebut digunakan oleh nelayan setempat untuk menangkap ikan yang dilakukan saat perairan sedang surut dengan cara menjaring secara langsung ikan-ikan yang tertahan di jaring tersebut (Gambar 5).

Gambar 5. Jaring perangkap ikan di sekitar mangrove stasiun Mbawi Kondisi vegetasi mangrove di stasiun Mbawi relatif hampir sama dengan di stasiun Jambu. Jenis mangrove yang dtemukan di zonasi yang terdekat dengan laut adalah dari famili Sonneratiaceae (Sonneratia alba) dan Rhizoporaceae (Rhizopora mucronata), namun kedua famili tersebut secara umum berukuran pohon yang ditandai dengan diameter batang yang cukup besar dan ukuran pohon yang relatif cukup tinggi. Diameter batang mangrove dari famili Sonneratiaceae di stasiun Mbawi berkisar antara 12,7 – 114,5 cm dengan rerata 57,7 cm, dan untuk famili Rhizoporaceae antara 15,9 – 22,3 cm dengan rerata 18,03 cm.

Kerapatan pohon untuk famili Sonneratiaceae berkisar antara 2 – 5 individu/100 m2 dan untuk Rhizoporaceae sebesar 3 individu/100 m2. Kerapatan mangrove yang rendah diduga disebabkan oleh lokasi pengamatan yang berada di kawasan mangove yang terdekat dengan laut. Ukuran pohon yang cukup besar dengan tajuk yang cukup lebar diduga berpengaruh kepada kerapatan mangrove yang tidak terlalu rapat.

3. Stasiun Mariwoja

Stasiun Mariwoja merupakan stasiun pengamatan mangrove di Teluk Cempi yang berada di sekitar muara Sungai Woja. Kawasan vegetasi mangrove di stasun tersebut sudah banyak beralih fungsi menjadi tambak ikan dan udang. Secara pengamatan langsung, masih terdapat sisa-sisa penebangan mangrove yang belum dibersihkan di areal tambak. Di lokasi tersebut vegetasi mangrove hanya berupa sabuk hijau (green belt) yang tumbuh di sekitar pematang tambak dengan ketebalan yang

(6)

6

relatif lebih kecil (< 500 m) (Gambar 6). Berdasarkan foto udara tanggal 20 November 2002 menurut Google Earth (Tele Atlas, 2011) diketahui bahwa ketebalan mangrove di stasiun Mariwoja berkisar antara 15 – 200 m tegak dan tumbuh di sisi terluar kawasan tambak. Kondisi substrat dasar mangrove di stasiun Mariwoja adalah berlumpur dan banyak dipenuhi oleh sampah, baik organik maupun non organik.

Gambar 6. Kondisi mangrove di stasiun Mariwoja yang dikonversi menjadi lahan tambak.

Jenis mangrove yang ditemukan di stasiun Mariwoja cenderung lebih beragam dibanding stasiun lainnya. Sebagian besar jenis yang ditemukan berasal dari famili Rhizoporaceae yang dicirikan oleh buah/hipokotil yang berbentuk seperti tongkat silinder yang memanjang. Jenis mangrove yang ditemukan di stasiun Mariwoja antara lain Rhizopora mucronata (Rhizoporaceae), Rhizopora apiculata (Rhizoporaceae), Ceriops decandra (Rhizoporaceae), Ceriops tagal (Rhizoporaceae), dan Scyphiphora hydrophyllacea (Rubiaceae). Mangrove di stasin Mariwoja sebagian besar berada pada kategori semak dan pohon. Pada beberapa lokasi yang cenderung terbuka dan dangkal banyak dijumpai anakan (semai) mangrove.

Mangrove dari famili Rhizoporaceae cukup rapat dengan nilai kerapatan 23 individu/100 m2 untuk pohon, 12 individu/100 m2 untuk semak dan 10 individu/m2 untuk semai. Mangrove dari famili Rhizoporaceae cukup mendominasi di stasiun Mariwoja dan secara ekologi banyak tumbuh di sekitar pematang lahan tambak (Noor et al., 2006). Jaringan akar tunjang Rhizoporaceae yang terbentuk cukup rumit. Akar tunjang tersebut cukup kokoh dan oleh beberapa orang dimanfaatkan sebagai tempat duduk untuk memancing.

4. Stasiun Lara

Stasiun Lara merupakan stasiun pengamatan mangrove yang berada di muar sungai Lara. Lokasi hamparan mangrove di stasiun tersebut cenderung terpisah cukup jauh dengan mangrove di stasiu Jambu, Mbawi dan Mariwoja karena letaknya dipisahkan oleh bukit. Berdasarkan foto udara tanggal 20 November 2002 menurut Google Earth (Tele Atlas, 2011) diketahui bahwa ketebalan mangrove di stasiun Lara berkisar antara 50-400 m tegak lurus vegetasi mangrove terluar. Kondisi substrat pada stasiun Lara adalah lumpur berpasir.

(7)

7

Gambar 7. Vegetasi mangrove di stasiun Lara

Pengamatan di stasiun Lara menunjukkan bahwa vegetasi mangrove di bagian terdekat dengan laut didominasi oleh famili Avicenniaceae dengan spesies Avicennia alba dan A. marina. Mangrove dari jenis Avicennia umumnya merupakan jenis pionir pada habitat mangrove di lokasi pantai yang terlindung serta di sepanjang garis pantai dan tumbuh pada bagian muka teluk. Akarnya yang berupa pneumatofor yang mencuat dapat membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan daratan (Noor et al., 2006). Avicennia yang ditemukan di stasiun Lara umumnya berada pada kategori semak dengan tajuk yang kecil dengan kerapatan 31 individu/100 m2. Pada beberapa lokasi juga ditemukan pula anakan atau semai mangrove di sela-sela semak Avicennia tersebut.

Secara keseluruhan, vegetasi mangrove yang banyak ditemukan di zona terluar Teluk Cempi berasal dari famili Sonneratiaceae, Avicenniaceae dan Rhizoporaceae. Hal tersebut terjadi mengingat famili mangrove tersebut mampu beradaptasi dengan kondisi salinitas yang tinggi dengan pengaruh pasang surut air laut yang cukup besar (Giesen et al., 2007). Ketiga famili tersebut juga umum ditemukan pada zona terluar dari kawasan mangrove. Menurut Noor et al. (2006), vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi yang berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh pasang surut.

Luas kawasan mangrove di Teluk Cempi cenderung mengalami penurunan akibat alih guna menjadi lahan tambak. Nastiti et al. (2012) menyebutkan bahwa luas kawasan mangrove di Teluk Cempi pada tahun 2000 seluas 2388,853 ha dan pada tahun 2011 telah mengalami penurunan yang cukup drastis menjadi 821,64 ha. Alih fungsi lahan dari mangrove menjadi tambak udang yang terjadi begitu cepat berpotensi menimbulkan kerusakan vegetasi mangrove dan akan berpengaruh pada keseimbangan ekosistem hutan pantai secara keseluruhan. Menurut Arifin (2002), kawasan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground), pemeliharaan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) pada beberapa biota air khususnya ikan dan udang yang awal daur hidupnya berada di kawasan mangrove. Apabila kawasan mangrove di Teluk Cempi terus terdegradasi, maka bukan tidak mungkin potensi produksi ikan dan udang akan semakin menurun. Oleh karena itu, upaya konservasi mangrove di Teluk Cempi penting dilakukan agar kelestarian sumber daya ikan dan udang dapat terjaga dengan baik.

KESIMPULAN

1. Jenis vegetasi mangrove yang umum ditemukan di zona terluar Teluk Cempi berasal dari famili Sonneratiaceae, Avicenniaceae dan Rhizoporaceae.

2. Kerapatan mangrove di zona terluar untuk pohon berkisar antara 2 – 23 individu/100 m2, semak antara 1 – 31 individu/100 m2 dan semai 7 – 10 individu/m2.

(8)

8 DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 2002. Struktur Komunitas Pasca Larva Udang Hubungannya dengan Karakteristik Habitat Daerah Asuhan pada Ekosistem Mangrove dan Estuaria Teluk Cempi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tesis. 114p.

Bengen, D.G. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut, Institut Pertanian Bogor.

Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta. 328p. Departemen Kehutanan. 2011. Kondisi Dan Status Mangrove di wilayah Kerja BPDAS

Dodokan Moyosari: Keadaan Umum Lingkungan Mangrove NTB.

http://sim-rlps.dephut.go.id/mangrove/?pancadewa=peta&id=29. Diakses tanggal 7

Februari 2011.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2006. Profil Wilayah Pesisir dan Lautan Provinsi NTB. http://dkpntb.web.id/web/content/view/36/48/. Diakses tanggal 7 Februari 2011.

Fachrul, M.F. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta.198p.

Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren and L. Scholten. 2007. Mangrove Guidebook for Southeast Asia. FAO and Wetlands International, Dharmasarn Co., Ltd, Thailand. 186p.

Nastiti, A.S., M.R.A. Putri, S.T. Hartati, Roemantyo, A.A. Sentosa, P.S. Sulaiman, M. Ridwan, H. Saepulloh, D. Sumarno dan Sukamto. 2012. Evaluasi Efektivitas Fungsi Kawasan Konservasi Sumberdaya Ikan Di Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat. Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Purwakarta. Laporan Teknis. 63p.

Noor, Y.R., M. Khazali dan I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International dan Ditjen PHKA. Bogor. 220p.

Rugayah, A. Retnowati, F.I. Windadri dan A. Hidayat. 2005. Pengumpulan Data Taksonomi. Dalam Rugayah et al. (eds.). Metode Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor.143p.

Gambar

Gambar 1. Lokasi eksplorasi vegetasi mangrove di Teluk Cempi, NTB  Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan langsung di  lapangan
Gambar 2. Vegetasi mangrove yang padat di stasiun Jambu
Gambar 4. Rhizopora mucronata di stasiun Jambu
Gambar 5. Jaring perangkap ikan di sekitar mangrove stasiun Mbawi  Kondisi  vegetasi  mangrove  di  stasiun  Mbawi  relatif  hampir  sama  dengan  di  stasiun  Jambu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan Bank Sampah memberi dampak sebagai pemberdaya masyarakat untuk kesejahteraan dalam pengelolaan sampah, seperti lingkungan

Gerakan Nasional Sadar Gizi Menuju Manusia Indonesia Prima ini bertujuan untuk menciptakan norma sosial masyarakat Indonesia untuk menerapkan pola konsumsi makanan yang baik

resistor (V R1 , V R2 , V R3 ) dan arus yang mengalir pada rangkaian dengan. menggunakan rumus pada hukum Ohm dan buktikan

Dari hasil belajar siswa siklus I dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik kelas II Sekolah Dasar Negeri 20 Mempawah Hilir dapat

Disaat harga naik pihak harga produksi juga akan ikut terkerek naik oleh karena itu ban bekas digunakan dilihat dari bahan-bahan penyusun utama ban tahan

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) mengindikasikan bahwa LOM berpengaruh terhadap perilaku manajer dalam memutuskan untuk melakukan manajemen

Hal ini disebabkan karena dengan adanya kualitas semen yang baik, citra merek yang melekat pada semen tersebut, harga yang kompetitif serta didukung dengan kegiatan promosi

Dalam penelitian mengenai penatalaksanaan suatu penyakit dengan intervensi farmasis berupa layanan kefarmasian/ pharmaceutical care yaitu layanan home care,