• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PEMBAGIAN HARTA WARIS DI DUSUN JENGGLONG, KELURAHAN KADIPATEN, KECAMATAN ANDONG, KABUPATEN BOYOLALI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenui Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POLA PEMBAGIAN HARTA WARIS DI DUSUN JENGGLONG, KELURAHAN KADIPATEN, KECAMATAN ANDONG, KABUPATEN BOYOLALI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenui Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PEMBAGIAN HARTA WARIS

DI DUSUN JENGGLONG, KELURAHAN KADIPATEN,

KECAMATAN ANDONG, KABUPATEN BOYOLALI

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenui Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Muhammad Wisnu Wirawan

214 11 015

JURUSAN HUKUM EKONOMI ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTO PENULIS

“Allah akan meninggikan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”

(Q. S Al-Mujadilah 11)

“Ridho Allah terletak pada ridho orang tua dan marahnya Allah terletak pada

marahnya orang tua” (Al Hadist)

“Sesali masa lalu karena ada kekecewaan dan kesalahan, tetapi jadikanlah penyesalan itu sebagai senjata untuk mengukir masa depan yang indah”

(Muhammad WisnuWirawan)

”Beranilah untuk melangkah, karena beribu-ribu mil diawali dengan

langkah pertama”

(6)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tuaku Alm. Bapak Supardi dan Ibu Istiaroh tercinta, yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini. 2. Kakakku Eko Rini Handayani dan Indiah Safitri, yang telah mendoakan

agar selalu tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.

3. Kepada Barly Kalingga Murda, Muhammad Aidi Faiz, Muhammad Ali Wafa, Sigit Septiawan, Yessi Widhi Astuti yang dengan sabar memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

4. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran.

(7)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi ini.

Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat-sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti.

Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam, Fakultas

Syari’ah, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah yang berjudul:Pola

Pembagian Harta Waris Di Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten,

Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali Ditinjau Dari Hukum Islam’’.

Penulis mengakui bahwa dalam menyusun penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga

(8)

3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.I., M.Si, selaku Wakil Dekan 3 Fakultas

Syari’ah Bidang Kemahasiswaan.

4. Ibu Evi Ariyani, SH.,M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi

Syari’ah di IAIN Salatiga.

5. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga.

6. Bapak Drs. H. Badwan, M. Ag. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan pengarahan, masukan, serta saran mengenai penulisan skripsi ini, sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan yang diharapkan.

7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi

Fakultas Syari’ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu

memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan apapun.

8. Sahabat-sahabatku Yessi Widhi Astuti, Muhammad Aidi Faiz, Muhammad Ali Wafa, Barly Kalingga Murda dan Sigit Septiawan yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.

9. Teman-temanJurusan Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2011 di IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga.

(9)

senantiasa mendapatkan maghfiroh, dan di lingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan demi enaknya penulisan skripsiini dibaca dan dipahami.

Akhirnya, penulis berharap semoga skrispiini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

Salatiga, 17 Maret 2016

(10)

ASBTRAK

Wirawan, Muhammad Wisnu. 2016. PolaPembagian Harta WarisDi Dusun

Jengglong, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten

BoyolaliDitinjau Dari Hukum Islam. Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan. Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan, M. Ag.

Kata Kunci : Waris, Hukum Islam

Penelitianinibertujuanuntukmengetahuidanmenganalisispengelolaanhartaw aris di Dusun Jengglong Kelurahan Kadipaten Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali yang dilaksanakan oleh para ahli waris. Penelitian ini dilakukan di Dusun Jengglong Kelurahan Kadipaten Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, sumber data yang penulis gunakan adalah sumber data primer yaitu, data yang diperoleh langsung oleh penulis. Dan sumber data sekunder yaitu, sumber data di ambil dari hasil penelitian kepustakaan, yakni dengan mempergunakan dan mengumpulkan buku-buku dan kitab-kitab bacaan yang ada hubungan atau ada relevensinya dengan pembahasan penelitianini. Misalnya dengan melalui penelitian lapangan (field research) yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang menjadi sempel penelitian. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah, pertama: bagaimanakah pola pembagian harta waris di Dusun Jengglong Kelurahan Kadipaten Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Kedua: bagaimanakah pola pembagian harta waris di Dusun Jengglong Kelurahan Kadipaten Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali menurut hukum Islam.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN...

I Ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... Iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... Iv HALAMAN MOTO...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. RumusanMasalah... 6

C. Tujuan Penelitian... G. MetodePenelitian... 9

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 9

2. Kehadiran Peneliti... 11

3. Lokasi Penelitian... 11

(12)

5. Prosedur Pengumpulan Data... 12 6. Analisis Data... 14 7. Pengecekan Keabsahan Data... 8. Tahap-Tahap penelitian...

15 16 H. Sistematika Penulisan... 17

BAB II B. PermasalahanPembagianHartaWaris di DusunJengglong...

ANALISIS

A.PolaPembagianHartaWaris di DusunJengglong, KelurahanKadipaten, KecamatanAndong, KabupatenBoyolali...

(13)

B.Saran………

DAFTAR PUSTAKA

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW

merupakan sebuah aturan yang lengkap dan sempurna, karena agama Islam mengatur segala aspek kehidupan untuk keselamatan dunia dan akhirat.

Dalam perjalanan kehidupan di dunia ini, manusia mengalami peristiwa-peristiwa yang amatlah penting. Peristiwa tersebut ialah kelahiran, pernikahan, dan kematian. Manusia yang lahir di dunia kemudian tumbuh berkembang menjadi besar, memiliki akal dan pikiran. Oleh sebab itu manusia diberi kewajiban dan hak dalam kehidupan bermasyarakat. Serta menjaga kehidupanya dan keluarganya dan mengurus orang yang telah meninggal, baik dari pengurusan jenazah, utang piutang, hingga harta warisan.

Salah satu contoh yang diatur dalam ajaran Islam adalah tentang hukum waris, yakni pemindahan harta warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Warisan yaitu segala jenis harta benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah dan sebagainya.

(15)

Sedangkan menurut Hasbiyallah (2007:1) waris adalah isim fa'il dari kata waritsa, yaritsu, irtsan, fahuwa waritsun yang bermakna orang yang menerima waris. Kata-kata itu berasal dari kata waritsa yang bermakna perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni (1995:39) rukun waris ada tiga yaitu pewaris, ahli waris, dan harta waris. Pengertian pewaris adalah orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalanya. Dan ahli waris adalah mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan

kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan. Sedangkan harta waris adalah segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah dan sebagainya.

Selain tiga rukun tadi Muhhamad Ali Ash-Shabuni (1995:39) juga menyebutkan bahwa rukun waris juga ada tiga, yang pertama meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum. Yang kedua adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu peristiwa meninggal dunia. Yang ketiga seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.

(16)

Sedangkan menurut Mr. A. Pitlo yang dikutip oleh Ali Afandi (1997: 7), Hukum Waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan, yaitu: akibat beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubunganya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.

Menurut Basyir (2005:34) ahli waris dapat digolongkan menjadi beberapa golongan ditinjau dari segi kelaminnya dan dari segi haknya atas harta warisan. Dari segi jenis kelaminnya, ahli waris dibagi menjadi dua golongan, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Dan dilihat dari segi haknya atas harta warisan, ahli waris dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: dzawil furudl, 'ashabah, dan dzawil arhaam.

Dalam syariat Islam telah ditetapkan bahwa bagian ahli waris laki-laki lebih banyak dari pada bagian perempuan, yakni ahli waris laki-laki-laki-laki dua kali bagian ahli waris perempuan.

(17)

Sedangkan ahli waris yang berhak mendapatlan seperempat adapun kerabat pewaris yang berhak mendapatkan seperempat dari harta peninggalan hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Dari beberapa yang berhak memperoleh bagian seperdelapan yaitu istri saja.

Sedangkan yang berhak mendapatkan bagian dua pertiga dari harta peninggalan pewaris ada empat, yaitu dua anak perempuan, dua cucu

permpuan keturunan anak laki-laki atau lebih, dua orang saudara kandung perempuan atau lebih, dua orang saudara perempuan seayah atau lebih. Sedangkan yang berhak mendapatkan sepertiga hanyalah dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yang seibu.

Dan yang berhak mendapatkan bagian seperenam ada tujuh, yaitu ayah, kakek asli (bapak dark ayah), ibu, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara perempuan seayah, nenek asli, saudara laki-laki dan perempuan seibu.

Bagi umat Islam melaksanakan ketentuan yang berkenaan dengan hukum kewarisan merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan, karena itu merupakan bentuk manifestasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Pada masyarakat muslim di Dusun Jengglong, Kelurahan

(18)

Pada suatu keluarga Mbah Yasir pembagian hartanya ada salah satu anak tidak mendapatkan harta warisan, tetapi harta warisanya diberikan kepada cucu Mbah Yasir tidak kepada anaknya.

Pada keluarga Mbah H. Hamzah harta peninggalanya diberikan sebagian besar kepada anak angkatnya, padahal Mbah Hamzah masih

memiliki saudara kandung. Dan lagi contoh kasus yaitu pada keluarga Mbah Harso beliau tidak memiliki keturunan ataupun saudara, harta peninggalanya sepenuhnya diberikan kepada anak angkatnya.

(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dapat diangkat pokok permasalahan yang dapat dijadikan pembahasan, yaitu:

1. Bagaimana pola pembagian harta waris di Dusun Jengglong Keluran Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali?

2. Bagaimanakah pola pembagian harta waris di Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali menurut Hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian

Dengan dilakukan penelitian terhadap pembagian waris di Dusun Jengglong Kadipaten Andong Boyolali diharapkan dapat :

1. Untuk mengetahui bagaimana pola pembagian harta waris di Dusun Jengglong Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

2. Untuk mengetahui pola pembagian harta waris di Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali menurut Hukum Islam.

D. Kegunaan Penelitian

(20)

2. Sebagai masukan masyarakat di Dusun Jengglong Desa Kadipaten Kelurahan Andong Kabupaten Boyolali untuk pelaksanaan pembagian harta waris.

3. Memberikan masukan kepada masyarakat di Dusun Jengglong Keluran Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali untuk meningkatkan pembagian harta waris sesuai dengan syariat Islam.

E. Penegasan Istilah

1. Hukum Islam

Hukum Islam berarti ketentuan-ketentuan yang menjadi batas antara yang baik dan yang benar menurut Islam (Ash-Shiddieqy, 1994:32). 2. Harta warisan atau peninggalan

Harta warisan atau harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi milikinya maupun hak-haknya (Anshary, 2013:10).

F. Tinjauan Pustaka

(21)

Penulis menemukan penelitian yang terkait dengan pembagian harta waris yaitu :

1. Pembagian Harta Waris Terhadap Ahli Waris Yang Sudah Punah oleh Hanif Adityassari Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan Syariah Progdi Ahwal Al-Syakhsiyyah. Penulis menerangkan bagaimana pola pembagian harta apabila tidak mempunyai ahli waris. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada tempat lokasi dan kasus yang di teliti.

2. Kewajiban Ahli Waris Terhadap Hutang Pewaris oleh Rina Nurliawati Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan Syariah Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah. Penulis menerangkan kewajiban keluarga

yang ditinggal pewaris. Perbedaanya dengan penulisan ini adalah penulisan ini terfokus kepada pola pembagian harta yang berada di Dusun Jengglong.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

(22)

strategi penelitian yang lebih banyak melihat fakta-fakta fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, kemudian diambil dan dihubungkan dengan hukum Islam yang menjadi sumber keberadaan pembagian harta waris.

Jenis penelitian yang digunakan adalah field research (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan di dalam masyarakat itu sendiri atau dalam instansi yang bersangkutan. Pengertian lain dari Penelitian lapangan (field research), yaitu research yang dilakukan dikancah atau di medan terjadinya gejala-gejala (Hadi, 2000: 10). Yaitu bagaimana pelaksanaan pembagian harta waris di Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali. Selain itu penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, karena dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fakta secara menyeluruh melalui pengumpulan data di lapangan dan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

(23)

Fokus dapat berupa masalah, objek evaluasi, atau pilihan kebijakan (STAIN, 2008: 26).

Alasan penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif adalah Metode ini fleksibel sehingga bisa menyesuaikan dengan masalah yang sedang terjadi.

2. Kehadiran peneliti

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan instrumen atau alat peneliti yang aktif mengumpulkan data di

lapangan. Sedangkan instrumen yang lain adalah dokumen-dokumen yang, menunjang keabsahan hasil penelitian serta, alat bantu lainya yag mendukung terlaksananya penelitian ini. Oleh karena itu

kehadiran peneliti di lokasi sangatlah menunjang keberhasilan suatu penelitian.

3. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian akan dilakukan. Penelitian tentang pembagian harta waris berlokasi di Dusun Jengglong Kelurahan Kadipaten Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

4. Kebutuhan dan sumber data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2002: 107). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(24)

pihak pertama (Subagyo, 1991: 87). Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yakni ahli waris dari objek penelitian tersebut dan perangkat Desa serta tokoh Agama setempat.

b. Data sekunder yaitu: data yang diperoleh atau berasal dari bahan kepustakaan yang digunakan untuk melengkapi data primer (Subagyo, 1991: 89). Sumber data sekunder yaitu mencakup dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang serupa laporan buku harian dan sebagainnya.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan hasil yang sangat penting dalam suatu penelitian, oleh karena itu peneliti harus pandai dalam mengumpulkan data, sehingga data yang diperoleh valid.

Pengumpulan data merupakan prosedur yang standar dan sistematis dalam memperoleh data yang diperoleh.

a. Observasi

Penulis melihat langsung dengan mata tanpa alat bantu, sehingga penulis bisa mengetahui secara langsung apa yang dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terutama saat pembagian harta waris. Tujuan penulisan ini ialah untuk

mencatat perilaku dan aktifitas yang dilakukam oleh masyarakat.

(25)

Interview/ wawancara, yaitu suatu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu (Kartono, 1996: 187). Atau mendapatkan informasi dengan cara tanya jawab langsung kepada pemuka agama, tokoh masyarakat setempat dan pejabat yang berkompeten, yang merupakan bagian penting dari cara pengumpulan data dalam penelitian lapangan. Tujuan penulisan menggunakan metode pengumpulan data ini adalah untuk mendapatkan data yang konkrit mengenai kebiasaan dalam pembagian harta waris yang dilakukan masyarakat. Dalam penelitian ini penulis akan mewancarai para tokoh-tokoh Desa dan para ahli waris yang sudah menerima harta waris yang ada di Dusun Jengglong Keluran Kadipaten, Kecamatan

Andong, Kabupaten Boyolali.

c. Dokumentasi

Untuk mendapatkan data yang jelas dan konkrit, maka penulis juga menggunakan metode dokumentasi berupa, bacaan-bacaan yang memuat tentang masalah yang akan diteliti. Selain itu peneliti juga akan mendokumentasi kegiatan penelitian lapangan yang akan dilakukan.

6. Analisis Data

(26)

lapangan, foto-foto, hasil wawancara, hasil pengamatan, hasil diskusi serta telaah pustaka.

Setelah semua data terkumpul maka penulis akan menganalisis semua data dengan menggunakan metode deskripsi kualitatif, yaitu teknik menggambarkan seluruh aspek penelitian yang ada, sehingga bisa mendapatkan gambaran yang terjadi.

Dengan cara tersebut, penulis dapat mengetahui kenapa, alasan apa dan bagaimana terjadinya peristiwa tersebut. Maka peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu memang sedang sedemikian keadaannya (Meloeng, 2008:9).

7. Pengecekan Keabsahan Data

Amalia (2013:11) mengutip dari Tjuju Sundari bahwa kriteria keabsahan data penelitian ada empat macam yaitu, credibility

(validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reabilitas) dan confirmability (objektivitas). Dalam Penelitian kualitatif penegecekan keabsahan ada tiga yaitu, credibility, transferbility dan confirmability.

a. Credibility ( kepercayaan) untuk membuktikan bahwa data yang

(27)

b. Dependability ( kebergantungan) kreteria ini dilakukan untuk menjaga kehati-hatian dalam mengumpulkan data sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

c. Confirmability (kepastian) kriteria ini digunakan untuk mengcek data dan informasi serta gambaran hasil penelitian.setelah dilakukan pengecekan sebelumnya.

8. Tahap-Tahap penelitian

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum melakukan penelitian seperti pembuatan proposal penelitian, mengajukan Surat ijin penelitian, menetapkan fokus penelitian dan sebagai yang harus dipenuh sebelum melakukan penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan, yaitu mengumpulkan data melalui

pengamatan pada pelaku pembagian harta waris, melakukan wawancara dengan masyarakat yang terlibat dalam pembagian harta waris.

c. Tahap analisa data, apabila semua data telah terkumpul dan dirasa cukup maka tahap selanjitnya adalah menganalisa data-data tersebut dan menggambarkan hasil penelitian sehingga bisa memberi arti pada obyek yang diteliti.

(28)

maka yang dilakukan penelitian selanjutnya adalah menulis hasil penelitian tersebut sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan (Moleong, 2008: 127-148)

H. Sistematika Penulisan

Sesuai dengan pedoman penulisan skripsi, penulis akan membagi skripsi ini menjadi lima bab. Masing-masing bab disusun secara sistematis dan logis. Dan dalam setiap bab terdapat sub bab yang akan menjelaskan masing-masing bab. Untuk lebih jelasnya penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama membahas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka dan Metodologi Penelitian.

Bab kedua diuraikan tentang teori-teori mengenai Waris yaitu pengertian waris, sebab ahli waris tidak menerima waris, sebab-sebab mendapatkan waris, dan macam-macam ahli waris.

Bab ketiga dijelaskan tentang problem pembagian harta waris yang ada di Dusun Jengglong, Keluran Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

(29)
(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian waris

Waris pada dasarnya melekat kepada umat Islam dimana saja di dunia ini. Corak suatu negara Islam dan kehidupan masyarakat di negara atau daerah tersebut memberi pengaruh atas hukum kewarisan di daerah itu. Pengaruh itu adalah pengaruh terbatas yang tidak dapat melampaui garis pokok dari ketentuan hukum waris Islam. Namun pengaruh tadi dapat terjadi pada bagian bagian yang berasal dari ijtihad atau pendapat ahli-ahli hukum Islam.

Salah satu pemindahan hak milik dalam Islam adalah waris. Salah satu penyebab waris adalah kematian. Setiap manusia pasti

mengalami kematian dan setiap manusia pasti saling waris mewarisi. Oleh karena itu, ilmu waris harus diketahui oleh setiap manusia terutama umat Islam, karena Islam telah menjelaskan secara rinci tentang ilmu waris.

(31)

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak

dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta

peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut

bagian yang telah ditetapkan.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah ayat yang

menjadi sebab turunya ayat waris yaitu: “ Telah datang seorang hamba

yatu istri Saad bin Rabi’ datang membawa kedua anak perempuana

kepada Rasulullah SAW. Kemudian ia berkata: ya Rasulullah! Ini adalah

kedua putri Saad bin Rabi’. Ayah mereka mati syahid di uhud dalam

pasukanmu. Pamanya telah mengambil semua hartanya dan tidak

meninggalkan harta untuk mereka kedua.Padahal kedua anak ini tidak

(32)
(33)

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua

orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari

dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika

anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan

untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta

yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang

yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya

(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu

mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.

(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia

buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan

(34)

dekat (banyak) manfaatnya bagimu.ini adalah ketetapan dari

Allah.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan

bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh

isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu

mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang

ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)

seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta

yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.jika kamu

mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta

yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)

sesudah dibayar hutang-hutangmu.jika seseorang mati, baik laki-laki

maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak

meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu

saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi

masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika

saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang

sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah

dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).

(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar

dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”.

(35)

Waris adalah bentuk isim fa’il dari kata waritsa, yaritsu,

irtsan, fahua faritsun yang bermakna orang yang menerima waris

(Hasbiyallah, 2007:1). Sedangkan harta warisan adalah ujud kekayaan yang ditinggalkan yang sekali beralih kepada ahli waris itu, menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai dimana ujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi sifat lingkungan kekeluargaan, dimana si peninggal warisan dan ahli waris bersama-sama berada ( Ramulyo, 1994:106).

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Sedangkan pengertian ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubunganperkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris (Anshary, 2013:43).

Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan bagian dari harta peninggalan (Thalib, 1987:72). Waris merupakan bagian dari syariat Islam, oleh karenaya Islam mengatur secara sempurna masalah-masalah yang berkaitan dengan waris. Al-Qur’an juga menegaskan secara terperinci tentang ketentuan bagian ahli waris yang disebut dengan

furudual-muqoddaroh (bagian yang ditentukan), atau bagian ashobah serta

(36)

Sebab seseorang mendapatkan harta warisan dalam kajian fiqh Islam, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang dengan orang lain saling waris mewasisi, yaitu (Lubis dan Simanjutak, 2007:55):

1. Karena hubungan perkawinan

Seseorang dapat memperoleh harta warisan disebabkan adanya hubungan perkawinan antara si mayit dengan seseorang tersebut, yang termasuk dalam klasifikasi tersebut ialah suami atau istri dari si mayit.

2. Karena adanya hubungan darah

Seseorang dapat memperoleh harta warisan disebabkan adanya hubungan nasab atau hubungan darah / kekeluargaan dengan si mayit, yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah ibu, bapak, kakek, nenek, anak, cucu, cicit, saudara, anak saudara, dan lainya.

3. Karena memerdekakan si mayit

Seseorang dapat memeperoleh harta warisan dari si mayit

disebabkan seseorang itu memerdekakan si mayit dari perbudakan, dalam hal ini dapat saja seseorang laki-laki atau seseorang

perempuan.

4. Karena sesama Islam

Seseorang muslim yang meninggal dunia, dan ia tidak

(37)

Sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan hendaknya terlebih dahulu sebagai yang utama dari harta peninggalan harus diambil hak-hak atau kepentingan-kepentingan sebagai berikut :

1. Tajhis atau biaya penyelenggaran jenazah, tahzis ialah segala yang diperlukan oleh seseorang yang telah meninggal dunia dari mulai wafatnya sampai penguburanya.

2. Melunasi utang, uang merupakan suatu yang harus dibayar oleh orang yang meninggal, apabila si mayit mempunyai utang atau tanggungan belum dibayar ketika masih hidup di dunianya, baik yang berkaitan dengan sesama manusia maupun kepada Allah yang wajib diambilkan dari harta peninggalanya setelah diambil keperluan tajhis.

3. Melaksanakan atau membayar wasiat, wasiat adalah pesan seseorang untuk memberikan sesuatu kepada seseorang setelah ia meninggal dunia (Muhibbin,Wahid, 2009:51-55).

Menurut Sayyid Sabiq (1987:256) hak-hak seseorang yang berhubungan dengan peninggalan ada empat. Empat ini tidak sama kedudukannya, sehingga ada yang lebih kuat dari yang lain sehingga ia didahulukan atas yang lain untuk dikeluarkan dari peninggalan itu. Hak-hak tersebut adalah:

1. Hak Pertama

(38)

2. Hak Kedua

Melunasi hutang, baik hutang kepada Allah seperti zakat dan kifarat maupun hutang kepada manusia.

3. Hak Ketiga

Melaksanakan wasiat dari sepertiga sisa harta semuanya sesudah hutang dibayar.

4. Hak Keempat

Pembagian sisa hartanya diantara para ahli waris.

Dari uraian di atas terlihat bahwa dalam waris terlibat dua pihak yaitu pewaris dan penerima waris. Oleh karena itu, dikatakan waris apabila memenuhi rukun dan syarat dalam waris Islam . Rukun-rukun waris

meliputi pewari, ahli waris dan harta waris.

Menurut H. Hasbiyallah (2001:21) rukun waris harus memenuhi tiga rukun waris yaitu:

1. Al-Muarritsatau pewaris adalah seseorang yang pada saad

meninggalnya atau dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalanya.

Pewaris benar-benar telah meninggal, atau dengan keputusan hakim dinyatakan telah meninggal; misalnya, orang yang tertawan dalam peperangan dan orang hilang (mafqud) yang telah lama

(39)

2. Al-Warits atau ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam yang tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Ahli waris benar-benar masih hidup ketika pewaris meninggal, atau dengan keputusan dinyatakan masih hidup pada saat pewaris meninggal. Maka, jika 2 (dua) orang yang saling mempunyai hak waris satu sama lain meninggal bersama-sama atau berturut, tetapi tidak dapat diketahui siapa yang mati lebih dahulu, diantara mereka tidak terjadi waris-mewarisi. Misalnya, orang yang meninggal dalam kecelakaan.

3. Al- Mauruts atau harta warisan yang disingkat dengan warisan, adalah harta bawaan ditambah bagian harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal dunia, biaya pengurusan jenazah (tajzis), pembayaran hutang, zakat atas harta peninggalan, dan pemberian untuk kerabat.

Dalam suatu perbuatan waris mewarisi hendaknya rukun-rukunnya harus terpenuhi, sebab andai kata tidak terpenuhi salah satu rukunya, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan waris. Pendapat M. Idris Ramulyo (1994:106) menyatakan bahwa waris baru timbul apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai terurai di bawah ini :

(40)

merupakan syarat mutlak, karena sebelum ada seseorang meninggal dunia, atau ada yang meninggal dunia tetapi tidak ada harta benda merupakan kekayaan belumlah timbul masalah kearisan.

2. Harus ada budel (mauruts) atau tirkah, ialah apa yang ditinggalkan oleh pewaris baik hak-hak kebendaan yang berwujud, maupun tak berwujud, bernilai atau tidak bernilai, atau kewajiban-kewajiban yang harus dibayar, misalnya utang pewaris.

3. Harus ada ahli waris (warits), yaitu orang yang akan yang menerima harta peninggalan si pewaris.

Menurut Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid (2009:62) kematian seorang muwarrits itu menurut ulama dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Mati haqiqi (mati sejati), yaitu hilangnya nyawa seseorang yang semula nyawa itu sudah berujud padanya. Kematian ini dapat disaksikan oleh pancaindra dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian.

2. Mati hukmy (mati menurut putusan hakim), yaitu suatu kematian disebabkan adanya putusan hakim, baik pada hakikatnya orang yang bersangkutan masih hidup maupun dalam dua kemungkinan antara hidup dan mati.

(41)

B. Sebab Tidak MenerimaWaris

Ada hal yang menjadikan ahli waris tidak mendapatkan warisan (hilangnya hak kewarisan/penghalang mempusakai) adalah disebabkan secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Lubis, Simanjutak, 2007:56) :

1. Karena halangan kewarisan

Dalam hal kewarisan Islam,yang menjadi penghalang bagi

seseorang ahli waris untuk mendapatkan warisan disebabkan karena hal-hal berikut:

a. Pembunuhan

Yang dimaksud dengan membunuh adalah membunuh dengan sengaja yang mengandung unsur pidana, bukan karena membela diri dan sebagainya. Percobaan membunuh belum dipandang sebagai penghalang warisan.

Perbuatan membunuh yang dilakukan oleh seseorang ahli waris terhadap pewaris menjadi penghalang baginya (ahli waris yang membunuh tersebut) untuk mendapatkan warisan dari pewaris.

Pada dasarnya pembunuhan itu adalah merupakan tindak pidana kejahatan, namun dalam beberapa hal tertentu

(42)

mendalami pengertianya, pembunuh dikategorikan sebagai berikut:

1) Pembunuhan Secara Hak dan tidak melawan hukum, seperti:

a) Pembunuhan di medan perang, b) Melaksanakan hukuman mati, dan c) Membela jiwa, harta, dan kehormatan.

2) Pembunuhan secara tidak hak dan melawan hukum (tindak pidana kejahatan), seperti:

a) Pembunuhan dengan sengaja, dan b) Pembunuhan yang tidak sengaja.

Terhalangnya si pembunuh untuk mendapatkan hak kewarisan dari yang dibunuhnya, disebabkan alasan–alasan sebagai berikut:

1) Pembunuh itu memutus hubungan silaturrahmi yang menjadi sebab adanya kewarisan, dengan terputusnya sebab tersebut maka terputus pula musababnya.

2) Untuk mencegah seseorang mempercepat terjadinya proses kewarisan.

(43)

maksiat tidak boleh dipergunakan sebagai suatu jalan untuk mendapatkan nikmat (Lubis, Simanjutak, 2007:58).

b. Karena perbedaan/berlainan Agama

Yang dimaksud dengan berlainan Agama adalah berbedanya agama yang dianut antara pewaris dengan ahli waris, artinya seseorang muslim tidaklah mewarisi dari yang bukan muslim, begitu pula sebaliknya seseorang yang bukan muslim tidaklah mewarisi dari seseorang muslim (Lubis, Simanjutak, 2007:58).

c. Karena adanya kelompok keutamaan dan hijab

Menurut Lubis dan Simanjutak (2007:61) kelompok keutamaan ini juga dapat disebabkan kuatnya hubungan kekerabatan, misalnya saudara kandung lebih utama darin saudara seayahnya atau seibunya, sebab saudara saudara

kandung mempunyai garis penghubung (yaitu dari ayah dan ibu) sedangkan saudara sebapak dan seibu hanya dihubungkan oleh satu garis penghubung (yaitu ayah atau ibu saja).

(44)

Dari uraian di atas dapat dsimpulkan bahwa lembaga hijab adalah terhalangnya seseorang ahli waris untuk menjadi ahli waris yang berhak, disebabkan adanya ahli waris (kelompok ahli waris) yang lebih utama dari padanya.

Menurut M. Idris Ramulyo (1994:110) halangan untuk menerima waris adalah hal-hal yang mengakibatkan gugurnya atau hilangnya hak ahli waris dari mendapatkan harta peninggalan muwarrits. Adapun halangan tersebut adalah :

1. Perbudakan, seseorang budak dipandang tidak cakap menguasai harta benda, status keluaga terhadap kekerabatan ya sudah putus, karena ia menjadi keluarga asing.

2. Karena Pembunuhan, tidak hak bagi si pembunuh mempusakai sedikitpun (tidak menerima warisan) berarti yang membunuh pewaris tidak berhak menerima warisan.

3. Karena Berlainan Agama 4. Karena Murtad

5. Karena Hilang Tanpa Berita

Karena seseorang hilang tanpa berita tak tentu dimana alamat dan tempat tinggal selama 4 tahun atau lebih, maka orang tersebut dianggap mati karena hukum dengan sendirinya tidak mewarisi. Penghalang warisan menurut pasal 173 KHI adalah

“seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim

(45)

1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris.

2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat ( Undang-undang No.1,1974:196).

Sedangkan menurut Gregor Van Der Burght (1996:130) dari pasal 1101 BW (1105 KUHP) maupun dari pasal 1102 BW (1056 KUHP) yang pertama karena lampaunya waktu, yang kedua karena penolakan oleh yang ditunjuk yang pertama – timbul suatu keadaan, yang didalamnya orang yang ditunjuk pertama dapat melakukan pilihanya karena orang- orang yang ditunjuk bersama denganya atau yang dituinjuk setelahnya berdiam diri dan yang didalamnya orang dapat menarik harta peninggalan tersebut kepadanya untuk dikuasai karena yang ditunjuk pertama tersebut tidak melakukan apa-apa.

C. Sebab Mendapatkan Warisan

Yang menjadi sebab seseorang mendapatkan warisan dari si mayit dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Hubungan Perkawinan

(46)

suami atau istri dari si mayit (pewaris), meskipun belum pernah berkumpul, atau telah bercerai, tetapi tetapi masih dalam masa

‘iddah talak raj’i.

2. Adanya Hubungan Darah

Seseorang dapat memperoleh harta warsan (menjadi ahli wais) disebabkan adanya hubungan darah/ kekeluargaan dengan si mayit (pewaris), yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah bapak, kakek, nenek, anak, cucu, cicit, saudara, anak saudara, dan lain-lain. 3. Memerdekakan Si Mayit

Seseorang dapat mempeoleh harta warisan (menjadi ahli waris) dari pewaris disebabkan seseorang tersebut memerdekakan pewaris dari perbudakan, dalam hal ini dapat saja seseorang laki-laki atau seseorang perempuan.

4. Sesama Islam

Seseorang muslim yang meninggal dunia, dan ia tidak

meninggalkan ahli waris sama sekali (punah), maka harta warisanya diserahkan kepada Baitul Mal, dan lebih lanjut akan dipergunakan untuk kepentingan kaum muslimin (Lubis, Simanjutak, 2008:52). Menurut Muhibin dan Abdul Wahid (2009:72) seseorang dapat menerima harta warisan dari seseorang disebabkan 4 perkara, yaitu:

(47)

Seseorang menerima harta warisan dari pewaris adanya hubungan nasab yaitu hubungan silaturrahmi atau kekerabatan antara pewaris dan ahli waris.

Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang mewariskan dengan yang mewarisi, dapat di golongkan dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut:

a. Furu’, yaitu anak turun (cabang) dari si mayit.

b. Ushul, yaitu leluhur (pokok atau asal) yang menyebabkan adanya si mati.

c. Hawasyi’, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan simeninggal dunia melalui garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan anak turunya dengan tidak membeda-bedakan laki-laki atau perempuan.

2. Hubungan perkawinan

Di samping hak kewarisan belaku atas hubungan kekerabatan, juga berlaku atas hubungan perkawinan (persemendaan) dengan arti suami menjadi ahli waris bagi istrinya yang meninggal dan istri menjadi ahli waris bagi suami yang meninggal.

3. Hubungan sebab al-wala’

(48)

Hubungan sesama Islam adalah seseorang yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris, maka harta warisanya itu diserahkan kepada kebendaharaan umum atau yang disebut Baitul Mal yang akan digunakan oleh umat Islam. Dengan demikian, harta orang Islam yang tidak mempunyai ahli waris itu diwarisi oleh umat Islam.

D. Macam-macam Ahli Waris

Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahuai dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian. Sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama

menurut ayahnya atau lingkungannya (Undang-undang No. 1, 1974:196). Ahli waris dapat digolongkan menjadi beberapa golongan ditinjau dari segi jenis kelaminnya dan dari segi haknya atas harta warisan. Dari segi jenis kelaminnya, ahli waris di bagi menjadi dua golongan, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Dari segi haknya atas warisan, ahli waris di bagi menjadi tiga golongan, yaitu: dzawil furud,

‘ashabah, dan dzawil arham.

1. Penggolongan ahli waris berdasarkan jenis kelaminya a. Ahli waris laki-laki terdiri dari:

1) Ayah

(49)

4) Cucu laki-laki (anak dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki

5) Saudara laki-laki kandung (seibu seayah) 6) Saudara laki-laki seayah

7) Saudara laki-laki seibu

8) Kemenakan laki kandung (anak laki saudara laki-laki kandung) dan seterusnya ke bawah garis laki-laki-laki-laki

9) Kemenakan laki-laki seayah (anak laki-laki saudara laki-laki seayah) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki

10) Paman kandung (saudara laki-laki kandung ayah) dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki

11) Paman seayah (saudara laki-laki ayah) dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki

12) Saudara sepupu laki-laki kandung (anak laki-laki paman kandung) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki. Termasuk di dalamnya anakl paman ayah, anak paman kakek dan seterusnya dari garis laki-laki

13) Saudara sepupu laki-laki seayah (anak laki-laki paman seayah) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki. Termasuk seperti yang disebutkan no. 1 diatas

14) Suami

(50)

b. Ahli waris perempuan terdiri dari 1) Ibu

2) Nenek (ibunya ibu) dan seterusnya ke atas dari garis keturunan perempuan

3) Nenek (ibunya ayah) dan seterusnya keatas dari garis perempuan, atau berturut-turut dari garis laki-laki kemudian sampai kepada nenek, atu berturut-turut dari garis laki-laki lalu bersambung dengan berturut-turut dari garis perempuan 4) Anak perempuan

5) Cucu perempuan (anak dari anakk laki-laki) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki

6) Saudara perempuan kandung 7) Saudara perempuan seayah 8) Saudara perempuan seibu 9) Istri

10) Perempuan yang memerdekakan budak (mu’tiqah) (Basyir, 2001:36).

2. Ahli waris berdasarkan hak atas warisanya a. Ahli waris dzawil furud

(51)

sunnah Rasul. Bagian tersebut adalah: 2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6, dan 1/8 (Basyir, 2001:36).

Ketentuan kadar bagian masing-masing: 1) Bagian ½ (setengah)

a) Anak perempuan, apabila ia hanya sendiri, tidak bersama saudaranya (An-Nisa:11).

b) Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan (berdasarkan keterangan ijma’).

c) Saudara perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila saudara perempuan seibu sebapak tidak ada dan ia hanya seorang saja (An-Nisa:176).

d) Suami, apabila istri yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan anak, tidak pula ada anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan (An-Nisa:12).

2) Bagian seperempat (1/4)

a) Suami, apabila istrinya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun perempuan; atau meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan (An-Nisa: 12).

(52)

maupun perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki (baik laki-laki maupun perempuan).maka apabila istri itu berbilang, seperempat itu dibagi rata antara mereka (An-Nisa:12).

3) Bagian seperdelapan (1/8)

Istri, baik satu ataupun berbilang, mendapatkan pusaka dari suaminya seperdelapan dari harta kalau suaminya yang mneninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun perempuan; atau anak dari anak laki-laki-laki-laki maupun perempuan (An-Nisa:12).

4) Bagian duapertiga (2/3)

a) Dua anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki (An-Nisa:11).

b) Dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila anak perempuan itu tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki yang berbilanh itu, mereka mendapatkan pusaka dari kakek mereka. Hal iotu berasal pada qias, yaitu diqiaskan dengan anak perempuan karena hukum cucu (anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara, seperti hukum anak sejati.

(53)

d) Saudara perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih. Apabila saudara perempuan yang seibu sebapak tidak ada (An-Nisa:176).

5) Bagian sepertiga (1/3)

a) Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak cucu (anak dari anak laki-laki) dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki maupun perempuan, baik seibu sebapak ataupun sebapak saja (An-Nisa:11).

b) Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan (An-Nisa:12).

6) Bagian seperenam (1/6)

a) Ibu, apabila ia beserta anak, beserta anak dari anak laki-laki, atau beserta dua saudara atau lebih, baik saudara laki-laki maupun perempuan, seibu sebapak, sebapak saja, atau seibu saja (An-Nisa:11).

(54)

c) Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), kalau ibu tidak ada (Berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan dari Zaid).

d) Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, baik sendiri ataupun berbilang, apabila bersama-sama dengan seseorang anak perempuan, tetapi apabila anak perempuan berbilang, maka cucu perempuan tidak mendapatkan bagian (Riwayat Bukhari).

e) Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki, sedangkan bapak tidak ada (berdasarkan ijma’ ulama).

f) Seseorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan (An-Nisa:12).

g) Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri maupun berbilang, apabila beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Apabila saudara seibu sebapak berbilang (dua orang atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat bagian. (berdasarkan ijma’ ulama)

b. Ahli waris ‘ashobah

Ahli waris ‘ashobah ialah ahli waris yang tidak ditentukan

(55)

dzawil furud, ia berhak atas sisanya, dan apabila tidak ada sisa

sama sekali, ia tidak memdapatkan bagian apapun. Ahli waris ‘ashobah ada tiga , yaitu:

1) Yang berkedudukan sebagai ahli waris ‘ashobah dengan sendirinya, tidak karena ditarik oleh ahli waris ‘ashobah lain atau tidak bersama-sama dengan ahli waris seperti anak laki-laki, cucu laki-laki (dari anak laki-laki), saudara laki-laki kandung atau seayah, paman dan sebagainya. Ahli waris ‘ashobah ini disebut ‘ashobah bin-nafsi.

2) Yang berkedudukan sebagai ahli waris ‘ashobah karena ditarik oleh ahli waris ‘ashobah lain, seperti anak perempuan ditarik menjadi ‘ashobah oleh anak laki-laki,cucu perempuan ditarik menjadi ahli waris ‘ashobah oleh cucu laki-laki, saudara perempuan kandung atau seayah ditarik menjadi ahli waris ‘ashobah oleh saudara laki-laki kandung atau seayah, dan sebagainya. Ahli waris ‘ashobah ini disebut

‘ashobah bilghoiri.

3) Yang berkedudukan menjadi ahli waris ‘ashobah karena bersama-sama dengan ahli waris lain, seperti saudara perempuan kandung atau seayah menjadi ahli waris

(56)

c. Ahli waris dzawil arham

Ahli waris dzawil arham adalah ahli waris yang

mempunyai hubungan famili dengan mayit (pewaris), tetapi tidak termasuk golongan ahli waris dzawil furud dan ‘ashobah.

Yang termasuk ahli waris dzawil arham ialah:

1) Cucu laki-laki atau perempuan, anak dari anak perempuan.

2) Kemenakan laki-laki atau perempuan, anak dari saudara kandung, seayah atau seibu

3) Kemenakan perempuan, anak perempuan dari saudara laki-laki kandung atau seayah.

4) Saudara sepupu perempuan, anak perempuan paman (saudara laki-laki ayah).

5) Paman seibu (saudara laki-laki ayah seibu). 6) Paman, saudara laki-laki.

7) Bibi, saudara perempuan ayah. 8) Bibi, saudara perempuan ibu. 9) Kakek, ayah ibu.

10)Nenek buyut, ibu kakek (no. 1).

(57)

BAB III

LAPOAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan

Andong, Kabupaten Boyolali

Dusun Jengglong terletak di sebelah barat Desa Kendelban kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali. Dan sebelah utara Desa Karangmojo Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali. Adapun secara rinci akan penulis kemukakan keadaan umum Dusun Jengglong sebagai berikut:

1. Letak Geografis

Dusun Jengglong terletak disebelah utara Desa Karangmojo yang jarak dari Ibu Kota Kecamatan kurang lebih sekitar 8,5 km.

2. Batas Wilayah

Selatan : Dusun Bubak Rejo Timur : Dusun Jetis Utara : Dusun Jamban Barat : Dusun Setrojiwo 3. Luas Tanah dan Pembagianya

Dusun Jengglong memiliki luas tanah yang terdiri atas:

a. Tanah Sawah : 14 Ha

(58)

Keadaan demografi adalah suatu gambaran umum tentang masalah-masalah yang ada hubunganya dengan penduduk, yaitu meliputi: a. Jumlah penduduk Dusun Jengglong kelurahan Kadipaten Kecamatan

Andong Kabupaten Boyolali menurut data yang ada pada kelurahan kadipaten adalah sebagai berikut:

JUMLAH PENDUDUK MENURUT UMUR DI TAHUN 2015

1 UMUR 0-1 19

2 UMUR 2-5 100

3 UMUR 5-6 200

4 UMUR 7-15 155

5 UMUR 16-21 297

6 UMUR 22-59 303

7 UMUR 60- TAHUN KEATAS 156

Jumlah 1230

Tabel A.1. Jumlah Penduduk Menurut Umur pada Tahun 2015 ( data diperoleh dari Kelurahan Kadipaten)

b. Mata Pencaharian penduduk

(59)

Mata Pencaharian Penduduk Dusun Jenggolng

No Pekerjaan Jumlah

1 Pegawai Negri Sipil 5 Orang

2 TNI/POLRI 1 Orang

3 Karyawan Swasta 25 Orang

4 Wiraswasta 22 Orang

5 Pedagang 55 Orang

6 Petani 205 Orang

7 Buruh Tani 300 Orang

8 Buruh Bangunan 80 Orang

9 Buruh Pabrik 21 Orang

10 Jasa 5 Orang

Jumlah 718 Orang

Tabel B.2 Jumlah Mata Pencaharian Penduduk Pada Tahun 2015 (Data diperoleh dari Kelurahan Kadipaten) c. Tingkat Pendidikan Penuduk Jengglong

(60)

Tingkat Pendidikan Penduduk Jengglong

No. Tingkat Pendidikan Jumlah 1 Tidak Tamat SD/MI 36 Orang

2 Tamat SD/MI 302 Orang

3 Tamat SMP/Sederajat 153 Orang 4 Tamat SMA/Sederajat 86 Orang

5 Lulus Diploma 3 5 Orang

6 Lulus S1 12 Orang

Jumlah 594 Orang

Tabel C.3 Tingkat Pendidikan Penduduk Jengglong pada tahun 2015 (data diperoleh dari Kelurahan Kadipaten)

d. Keadaan Agama yang dianut penduduk Jengglong

Ditinjau dari segi agama yang di anuk penduduk Jengglong mayoritas agama yang dianut adalah Agama Islam ( K.H. Mujazin, Tgl 1 januari 2016).

B. Permasalahan Pembagian Waris di Dusun Jengglong

1. Awal mula muncul permasalahan keluarga dan harta peninggalan a. Keluarga Mbah Yasir

(61)

yaitu dua buah rumah dengan luas 254 m2 untuk rumah yang beliau tempati semasa beliau masih hidup, meninggalkan pekarangan seluas 1700 m2, meninggalkan sawah 1,5 Ha dan tegal seluas 2000 m2.

Dari harta peninggalan tersebut muncul konflik antara keluarga. Mereka saling berebut untuk memiliki harta peninggalan beliau, melihat hal tersebut, seseorang saudaranya bersama tokoh masyarakat setempat ingin melakukan musyawarah untuk membahas pembagian warisan peningalan beliau.

b. Keluarga Mbah H. Hamzah

Mbah H. Hamzah adalah seorang duda yang ditinggal istrinya yang tinggal di Dusun Jengglong. Sebelum di tinggal istrinya beliau mengangkat anak dari saudara mereka, yaitu dari saudara perempuan satu dan dari saudara laki-laki satu. Beliau mengangkat anak karena selama perkawinanya beliau tidak memiliki keturunan, selama mengangkat anak beliau menganggapnya sebagai anak kandunya.

Kehidupan Mbah Hamzah sangatlah sederhana yaitu sebagai petani, beliau keseharianya hanya digunakan utuk bercocok tanam di sawah atau di kebun, setelah ditinggal istrinya untuk selamanya Mbah Hamyah memutuskan tidak pergi kekebun atau kesawah, selama itu sawah, kebun di serahkan kepada kedua anak angkat beliau.

(62)

meninggal, karena beliau meninggalkan harta yang tidak sedikit yaitu tiga buah rumah, pekarangan seluas 950 m2, sawah 1,1/4 Ha, tiga ekor sapi, tiga kalung yang masing masing seberat 4 gram, dan cincin seberat 5 gram.

Karena beliau tidak mempunyai anak kandung, maka diantara saudara-saudara dan kedua anak angkat tersebut akan dimiliki, dan ini yang menjadi pembicaraan keluarga.

Permasalahanya adalah sebagian besar harta dikuasai oleh anak angkat dari saudara perempuan, dan anak angkat dari saudara laki-laki mendapatkan sisa dari harta yang dimilikinya, begitu pula dengan saudara-saudara Mbah Hamzah mereka mendapatkan harta sisa dari kedua anak angkat tersebut.

Berpijak dari masalah tersebut, semua anggota keluarga berkumpul tanpa terkecuali untuk membicarakan masalah harta peninggalan pewaris. Musyawarah ini juga disaksikan oleh tokoh Agama dan tokoh masyarakat setempat, hal ini dilakukan agar tidak terjadi keributan atau perebutan harta waris.

c. Keluarga Mbah Harso

(63)

Beliau meninggal dunia pada tanggal 21 desember 2001 dan meninggalkan harta yang tidak begitu sedikit yaitu sebuah rumah dan pekarangan seluas 5700 m2 dan memiliki sawah seluas 3 Ha.

Dari harta peninggalan terebut muncullah konflik antar keluarga. Mereka saling berebut untuk mengelola harta peninggalan beliau. Melihat hal tersebut salah seseorang tetangga bersama salah seorang tokoh agama setempat ingin melakukan musyawarah untuk membahas pembagian harta warisan beliau.

2. Ahli Waris

Ahli waris atau al-warrits adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris ( Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Peraturan Pemerintah).

Dan dari hasil penelitian ketiga keluarga yang ada di Dusun Jengglong yang mendapatkan harta dari harta peninggalan adalah, sebagai berikut:

a. Keluarga Mbah Yasir

Mbah Yasir memiliki harta sebanyak:

(64)

3) Pekarangan : 1700 m2 4) Tegal : 2000 m2

Meninggalkan anak sebanyak enam anak yang terdiri dari dua anak laki laki dan empat anak perempuan. Ahli warisnya mendapatkan bagian-bagianya sebagai berikut:

1) Anak laki-laki kandung yang bernama Daldiri, beliau mendapatkan:

a) Sebuah rumah b) Sawah seluas 7000 m2 c) Pekarangan seluas 340 m2

2) Anak laki-laki kandung yang bernama Dahlan, beliau mendapatkan:

a) Sawah seluas 8000 m2 b) Pekarangan seluas 350 m2

3) Anak perempuan kandung yang bernama Suti, beliau mendapatkan:

a) Tegal 700 m2

4) Anak perempuan kandung yang bernama Komtun, beliau mendapatkan:

a) Perkarangan seluas 240 m2 b) Tegal seluas 300 m2

(65)

a) Pekarangan untuk rumah tersebut seluas 254 m2 b) Sebuah rumah

6) Seorang cucu yang bernama Anis anak dari Sukam, beliau mendapatkan:

a) Pekarangan seluas 770 m2

Pembagian warisan tersebut berdasarkan inisiatif dari tokoh agama dan tokoh masyarakat yaitu bapak Kh. H. Mujazin dan bapak Bayan Rusito. Pemberian bagian-bagian tersebut berdasarkan pertimbangan dan keadilan masing-masing keadaan ahli waris dan masing-masing ahli waris tersebut menerima bagian tersebut dengan ikhlas dan tidak iri terhadap bagian lainya.

b. Keluarga Mbah Hamzah

Mbah Hamzah meninggalkan harta sebanyak: 1) Rumah : 3 buah rumah

2) Pekarangan : 950 m2 3) Sawah : 1,1/4 Ha

Yang mendapatkan harta warisan:

1) Anak dari saudara kandung laki-laki, yang bernama Toyo, beliau mendapatkan:

a) Sebuah rumah

(66)

2) Anak dari saudara kandung perempuan, yang bernama Ngateno, beliau mendapatkan:

a) Sawah seluas 5000 m2 b) Sebuah rumah

c) Perkarangan seluas 950 m2

Pembagian tersebut menimbulkan konflik antar saudara dan juga anak angkat pertama. Karena anak angkat pertama yang kerjanya lebih keras mendapatkan harta lebih sedikit dibandingkan dengan Ngateno. Dan saudara Mbah Hamzah juga tidak menerima karena saudara-saudaranya tidak mendapatkan bagian dari harta Mbah Hamzah. Ahirnya salah satu saudara membawa masalah ini ke Kepala Desa.

Berdasarkan musyawarah, yang diselesaikan oleh Kepala Desa serta di dampingi oleh tokoh Agama serta tokoh masyarakat maka diputuskan dan disetujui pihak laki-laki dan perempuan, dan setelah itu diberikan kepada saudara kandung perempuan dan saudara laki-laki sekandung.

Dan diputuskan bahwa sawah seluas 5000 m2 dibagi rata dan satu buah rumah juga untuk dibagi rata yang diberikan kepada

saudara-saudara Mbah Hamyah, yaitu kepada:

(67)

2) Saudara perempuan kandung yang bernama Mbah Kamtin menerima:

a) sawah seluas : 555 m2

3) Saudara perempuan kandung yang bernama Mariyam menerima:

a) sawah seluas : 555 m2

4) Saudara perempuan yang bernama Markhamah menerima a) sawah seluas : 555 m2

5) Saudara perempuan kandung yang bernama Karsinah menerima :

a) sawah seluas : 555 m2

6) Saudara laki-laki kandung yang bernama Komedi menerima: a) sawah seluas : 555 m2

7) Saudara perempuan kandung yang bernama Kamar menerima: a) sawah seluas : 555 m2

8) Saudara laki-laki kandung yang bernama Dulkalim menerima: a) sawah seluas : 555 m2

9) Saudara laki-laki kandung yang bernama Taslim menerima: a) sawah seluas : 555 m2.

c. Keluarga Mbah Harso

(68)

beliau, berdasarkan inisiatif dari Bapak Bayan Rusito dan Bapak Kh. H. Mujazin selaku tokoh agama.

Mereka bersepakat dengan masyarakat untuk

menyerahkan harta peninggalan beliau kepada anak yang ikut bersama Mbah Harso yaitu Supardi dengan syarat apabila menetap di tempat Mbah Harso. Bapak Supardi menerima harta warisan sebanyak:

1) Pekarangan seluas 5700 m2 2) Sawah seluas 3 Ha.

(69)

BAB IV

ANALISIS

A. Pola Pembagian Harta Waris di Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten,

Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali

Manusia dalam kehidupanya tidak bisa lepas dari harta. Manusia bekerja untuk mendapatkan harta. Sering kita dengar keluarga berselisih bahkan terpecah karena memperebutkan harta warisan, bahkan ada yang saling membunuh untuk dapat mengusai harta warisan dari pewaris. Maka dari itu dalam membagi harta warisan hendaknya dilakukan secara musyawarah antar ahli dan mengajak seluruh anggota keluarga agar tidak terjadi salah paham karena perbedaan besarnya bagian warisan yang diterima masing-masing ahli waris.

Pembagian warisan adalah proses pembagian harta yang bertujuan untuk meneruskan dan perawatan terhadap harta yang sudah susah payah dicari orang tua sejak muda sampai tua. Jadi untuk pengolahan dan perawatan selanjutnya diserahkan kepada penerusnya, yaitu kepada anak-anaknya. Namun apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, maka yang meneruskan dan merawat harta peninggalannya adalah saudara-saudaranya sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nissa’ ayat 12, 34 dan 176.

(70)

dilakukan dengan musyawarah yaitu membagi harta bersama-sama hingga mencapai suatu kesepakatan bersama. Namun dalam Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tetap menjujung tinggi nilai-nilai keadilan dalam masyarakat serta tidak menimbulkan pertengkaran serta

perpecahan antar anggota keluarga maka hal tersebut menjadi jalan keluar dari permasalahan tersebut.

Pada dasarnya menjalankan syariat Islam adalah sudah menjadi tanggung jawab bagi kaum muslimin termasuk dalam syariat pembagian warisan menurut ketentuan Hukum Islam

Namun dalam praktiknya di masyarakat diperbolehkan adanya perdamaian untuk mencapai kemaslahatan dan keadilan dalam pembagian warisanya, akan tetapi dengan syarat dan ketentuan adanya kesadaran dan kesepakatan dari pihak terkaik setelah adanya para pihak mengetahui dan menyadari pembagiannya masing-masing.

Pembagian harta peninggalan yang telah diatur dalam Al-Qur’an boleh tidak dilaksanakan sebagaimana yang telah ditentukan di dalamnya, yaitu pembagianya melalui dengan cara musyawarah. Alasan ini didasarkan kepada sifat-sifat hukum yang memaksa dan hukum yang mengatur.

(71)

dan oleh sebab itu boleh dilaksanakan apabila para ahli waris menghendaki lain yang lebih mengutamakan musyawarah atau keadilan bersama.

Pembagian warisan di Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Andong, kabupaten Boyolali yaitu dilakukan dengan cara musyawarah muakad agar dalam membagi harta warisan kepada ahli waris tidak saling bertengkar, dan pembagian ini tidak sesuai dengan hukum waris Islam ataupun kewenangan pengadilan agama yang berhak menyelesaikan permasalahan waris yang diatur dalam undang-undang no. 3 tahun 2006.

Dalam pratek pembagian harta waris kepada ahli waris terdapat salah satu ahli waris ada yang tidak terima dalam pembagian harta tersebut, contoh kasus seperti keluarga Alm. Mbah Yasir salah satu anak beliau yang bernama Sukam, dia (Sukam) tidak menerima harta peninggalanya melainkan anaknya (anak Sukam) yang bernama Anis mendapatkan harta peninggalan dari Alm. Mbah Yasir. Sukam tidak mendapatkan harta peninggalan dikarenakan selama Alm. Mbah Yasir hidup, Sukam tidak berbakti kepada kedua orang tuanya atau membangkang setiap perintah dari kedua orang tuanya.

(72)

B. Pola Pembagian Harta Waris di Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten,

Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali Menurut Hukum Islam

Ahli waris sudah ditentukan dalam Al-Qur’an yaitu pada surat An

-Nissa’ ayat 34 dan undang-undang No. 3 tahun 2006 juga menjelaskan bahwa

wewenang dari Pengadilan Agama untuk memutuskan suatu perkara tentang waris.

Harta peninggalan orang yang meninggal diwariskan kepada orang yang memiliki hubangan nasab atau hubungan darah atau kekeluargaan, seperti: ayah, ibu, kakek, nenek, anak, cucu, cicit, saudara, anak saudara dan lain sebagainya. Dalam Al-Qur’an menjelaskan orang yang mendapatkan harta waris dan orang yang tidak mendapatkan harta waris, serta Al-Qur’an juga menjelaskan bagian-bagian dari ahli waris tersebut.

Pada umumnya masyarakat di Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali dalam penyelesaian sengketa

pembagian waris menggunakan pola musyawarah, serta didampingi oleh tokoh masyarakat dan tokoh Agama setempat.

(73)

Apabila menggunakan hukum Islam dalam pembagian harta waris ditakutkan terjadinya konflik karena dianggap tidak adil dalam pembagian tersebut, maka musyawarah disini diharapkan seluruh anggota keluarga mendapatkan pembagian harta waris yang seadil-adilnya agar terciptanya kerukunan antar keluarga dan menjaga keharmonisan keluarga.

Namun dalam kenyataannya musyawarah di Dusun Jengglong, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali masih terdapat ahli waris yang tidak setuju dengan hasil musyawarah karena dianggap tidak adil oleh beberapa ahli waris.

(74)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menganalisis data tentang pembagian harta warisan di Dusun Jengglong Kelurahan Kadipaten Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Pola pembagian harta warisan di Dusun Jengglong Kelurahan Kadipaten kecamatan Andong Kabupaten Boyolali adalah melalui cara musyawarah dengan tanpa menggunakan ketentuan dalam

Al-Qur’an dan tanpa kewenangan pengadilan agama maupun yang ada

dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pembagian warisan dengan hanya sekedar membagi harta warisan kepada ahli waris yang ada dan tidak sesuai dengan bagian-bagian yang telah difirmankan Allah SWT dibolehkan dalam Islam asalkan dibagi dengan adil dan masing-masing ahli waris dapat menerima bagianya dengan ikhlas tidak iri hati dengan bagian ahli waris lainya.

(75)

perempuan, seperti yang tertulis dalam surat An-Nissa’ ayat 11, 12 dan ayat 176 serta dalam pasal 174 KHI. Pembagian harta warisan di Dusun Jengglong Kelurahan Kadipaten Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ini belum sesuai yang ada daam Hukum Kewarisan Islam. Karena proses pembagianya, ahli waris maupun bagian warisan untuk ahli waris belum sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an maupun di Hukum Kewarisan Islam (KHI). Mereka hanya membagi dengan jalan musyawarah agar tidak menjadi perpecahan keluarga. Namun dalam pembagian harta waris dengan jalan musyawarah ini bisa menjadi jalan keluar dari perebutan harta warisan serta masing-masing ahli waris dapat menerima bagianya dengan ikhlas tanpa iri hati dengan bagian lainya.

B. Saran

Setelah penulis sinpulkan sebagaimana di atas tersebut, maka penulis mengemukakan beberapa saran antara lainya sebagai berikut:

1. Kepada tokoh Agama hendaknya memperhatikan juga masalah pembagian waris, karena masalah kewarisan ini kurang begitu memdapat perhatian sehingga masyarakat kurang begitu memahami tentang pembagian waris ini.

(76)
(77)

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Ali. 1997. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian. Jakarta: Rineka Cipta.

Amalia, Dina, Aidi Faiz dan Faza Atika. 2013. Status Sistim Jual Beli Ijon Dalam Hukum Islam (Fiqh) Studi Kasus Di Desa Sruwen Dan Candirejo.

Laporan Penelitiaan tidak di terbitkan. Salatiga: Jurusan Syari’ah STAIN

Salatiga.

Anshary,M. 2013. Hukum kewarisan Islam. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ash-shabuni, Muhammad Ali. 1995. Pembagian Waris Menurut Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Ash-Shidieqy, Hasbi. 1994. Pengantar Hukum Islam I. Jakarta:PT. Bulan Bintang.

Basyir, Ahmad azhar. 2005. Hukum Waris Islam. Yogyakarta: UII Press.

Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: ANDI.

(78)

Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV. Mandar Maju.

Lubis, Suhrawardi K, Komis Simanjutak. 2007. Hukum Waris Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Moloeng, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Paranggih, Effendi. 2013. Hukum Waris. Jakarta: PT Rajagrafindopersada.

Pitlo. 1996. Hukum Waris. Bandung: P. T. CITRA ADITYA BAKTI.

Poerwadarminta, WJS. 2006 . Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka.

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas akhir. Salatiga: STAIN Salatiga.

Subagyo, P. Joko. 1991. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Thalib, Sajuti. 1987. Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Teba, sudirman.2013. Sosiologi Hukum Islam.Yogyakarta: TIM UII Press.

(79)
(80)

Gambar

Tabel A.1. Jumlah Penduduk Menurut Umur pada Tahun 2015 (
Tabel B.2 Jumlah Mata Pencaharian Penduduk Pada Tahun

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi metode pengumpulan data dan metode perancangan basis data.. Secara garis besar sistem pengajaran dan

Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja harian lepas pada plasma. industri rambut

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif untuk mengetahui pengaruh keahlian independensi dan profesionalitas pengawasan fungsional

belajar yaitu dengan melihat kebiasaan siswa dalam; membaca buku,. mengatur waktu belajar, mengulang pelajaran, dan membuat catatan. b)

Ketidakmampuan lansia untuk mengurus dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri, telah mendorong pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Alternatif solusi atas

Sebagian besar dari plastik merupakan bahan sitentik, dalam perdagangan tersedia dalam berbagai bentuk dan macam yang disesuaikan dengan kebutuhan.. Pada setiap masa

Rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah power tungkai dan keseimbangan dinamis secara bersama-sama memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap hasil