• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGERTIAN GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM 2. 1 Pengertian Badan Hukum 2.1.1 Badan Hukum di Indonesia - PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGERTIAN GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM 2. 1 Pengertian Badan Hukum 2.1.1 Badan Hukum di Indonesia - PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGERTIAN GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM

2. 1 Pengertian Badan Hukum

2.1.1 Badan Hukum di Indonesia

Pengertian badan hukum sangat beraneka ragam. Dalam menjelaskan apa

yang dimaksud dengan badan hukum mula-mula harus dipandang dari sudut

pandang hukum perdata. Beberapa sarjana memberikan pengertian dan klasifikasi

dari badan hukum1. Menurut Sri Soedewi badan hukum dapat dibedakan menjadi :

1. Badan hukum ketatanegaraan, berupa daerah-daerah otonom :

provinsi, kabupaten dan lembaga-lembaga, majelis, bank-bank.

2. Badan hukum keperdataan, yang terbagi menjadi :

a. Perkumpulan (zadelijk lichaam), yaitu perhimpunan menurut

ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata.

b. Yayasan

c. Badan Hukum yang diatur dalam hukum dagang, yaitu Perseroan

Terbatas, Koperasi, dan lain-lain.

Sedangkan menurut E. Utrecht badan hukum dapat diklasifikasikan sebagai2 :

1. Perhimpunan (vereniging) yang dibentuk dengan sengaja dan dengan

sukarela oleh orang yang bermaksud untuk memperkuat kedudukan

ekonomis mereka, memelihara kebudayaan, mengurus soal-soal

sosial, dan lain-lain.

1 Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, 1987, h. 73 2

(2)

2. Persekutuan orang (gemmenschap van mensen) yang terbentuk

karena faktor-faktor kemasyarakatan dan politik dalam sejarah.

3. Organisasi orang yang didirikan berdasarkan undang-undang tetapi

bukan perhimpunan.

4. Yayasan.

Menurut Chidir Ali, dalam menjelaskan badan hukum dapat dilakukan

menurut ketentuan dasar hukum, golongan hukum dan sifat badan hukum.

Badan hukum menurut landasan atau dasar hukumnya dikenal dua

macam, yaitu3 :

1. Badan hukum orisinil (murni), yaitu negara.

2. Badan hukum tidak orisinil (tidak murni), yaitu badan hukum yang

berwujud perkumpulan berdasarkan ketentuan Pasal 1653 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Badan hukum tidak

orisinil ini dapat dibagi menjadi4 :

a. Badan hukum yang didirikan oleh kekuasaan umum;

b. Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum;

c. Badan hukum yang diperkenankan karena diizinkan;

d. Badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud atau tujuan

tertentu.

Badan hukum menurut penggolongan hukum, dapat dibedakan menjadi :

3

http://www.jurnalhukum.com/, Wibowo Tunardy, Penggolongan Badan Hukum, dikunjungi pada tanggal 18 Desember 2014.

4

(3)

1. Badan hukum publik yaitu, badan hukum yang mempunyai teritorial

atau wilayah serta dimungkinkan juga suatu badan hukum yang

hanya menyelenggarakan kepentingan beberapa orang dan atau

badan hukum yang tidak mempunyai wilayah teritorial namun

dibentuk hanya untuk tujuan tertentu.

2. Badan hukum perdata yaitu, badan hukum yang terjadi atau didirikan

atas pernyataan kehendak dari orang-perorangan.

Badan hukum menurut sifatnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu5 :

1. Korporasi (corporatie), yaitu suatu gabungan orang yang dalam

pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai satu subyek

hukum tersendiri.

2. Yayasan (stichting), yaitu kepemilikan harta kekayaan yang tidak

merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan dan diberi tujuan

tertentu.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa badan hukum merupakan

pengertian dari Korporasi dalam arti sempit6, tapi menurut penjelasan diatas jelas

bahwa badan hukum tidak bisa serta merta dikatakan sebagai korporasi, karena

badan hukum belum tentu adalah korporasi.

Badan hukum adalah subyek hukum yang diakui oleh hukum perdata di

Indonesia karena dalam konsep hukum perdata badan hukum memiliki

kewenangan melakukan suatu perbuatan hukum apabila eksistensinya diakui oleh

5

Chidir Ali , Op. Cit., 63-64

6

(4)

hukum. Sehingga timbul dan berakhirnya badan hukum dinilai bergantung kepada

hukum yang mengatur badan hukum itu sendiri.

Badan hukum merupakan bagian dari badan usaha. Karakteristik untuk

beberapa badan usaha yang merupakan badan hukum yaitu terdapat pemisahan

kekayaan pemilik dengan kekayaan badan usaha, sehingga pemilik hanya

bertanggung jawab sebatas harta yang dimilikinya. Badan usaha yang berbentuk

badan hukum terdiri dari, Perseroan Terbatas (PT); Yayasan; dan Koperasi7.

2.1.2 Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum Pidana

Bila dalam pembahasan sebelumnya diuraikan mengenai pengertian dan

karakteristik dalam secara umum maka dalam sub bab ini akan diuraikan lebih

lanjut bagaimana badan hukum tersebut dapat masuk menjadi subyek hukum

pidana. Konsep hukum pidana di Indonesia memberikan pengertian badan hukum

dari arti yang luas8. Maksudnya adalah bahwa badan hukum tidak diakui sebagai

subyek hukum dalam tindak pidana biasa namun diakui sebagai subyek hukum

pidana hanya diatur dalam tindak pidana khusus seperti, tindak pidana narkotika,

tindak pidana pencucian uang, tindak pidana ekonomi dan lain sebagainya.

Menurut konsep dasar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(selanjutnya disingkat KUHP), suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh

manusia alamiah (natuurlijke persoon). Konsep ini sejalan dengan asas para

penyusun KUHP di negeri Belanda (wetboek van strfrecht) dimana secara

7

http://www.hukumonline.com/ Jenis-jenis Badan Usaha dan Karakteristiknya Bimo Prasetyo, Pamela Permatasari,dkk, dikunjungi pada 18 Desember 2014.

8

(5)

konkordasi diterapkan keberlakuannya dalam KUHP Indonesia pada tahun 1981,

yaitu asas Societas atau universitas delinquere non potest yang artinya badan

hukum tidak dapat melakuan tindak pidana9. Namun seiring berjalannya waktu

kemudian muncul kekosongan hukum, sebab di dalam berbagai tindak pidana

khusus timbul perkembangan yang pada dasarnya menganggap bahwa tindak

pidana juga dapat dilakukan oleh badan hukum.

Dalam pasal 59 KUHP mengatur “Dalam hal-hal yang, karena tindak

pidana, pelanggaran hukum ditentukan terhadap para pengurus atau para

komisaris, tidak dijatuhkan hukuman atas pengurus atau komisaris jika ternyata

bahwa ia tidak ada peranan dalam melakukan pelanggaran itu”. Menurut Wiryono

Prodjodikoro, perumusan pasal tersebut dibuat pada waktu masih adanya kesatuan

pendapat mengenai suatu badan hukum tidak dapat dikenai hukuman sehingga

pada Pasal 59 dimana ada pelanggaran oleh suatu badan hukum, para pengurus

atau komisaris badan hukum tersebut harus membuktikan bahwa mereka tidak ada

peranan dalam pelanggaran itu, bila tidak bisa membuktikan maka para pengurus

atau komisaris itulah yang dapat dimintai pertanggungjawaban, jadi bukan badan

hukumnya secara keseluruhan10.

Sehingga disini Pasal 59 KUHP bukan membahas tentang badan hukum

sebagai subyek hukum tersendiri melainkan membahas tentang para pengurus

atau komisaris badan hukum sebagai subyek hukum menggantikan badan hukum.

9

Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi manusia dan Reformasi Hukum Di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta, 2002, h. 157.

10 Prodjodikoro,

(6)

Sehingga jelas subyek hukum pidana adalah orang-perorangan dalam bentuk

jasmani manusia (natuurlijk persoon) menurut KUHP.

Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tertanggal 1 Maret

1969, Nomor 136/Kr/1966 dalam perkara PT. Kosmo dan PT Sinar Sahara,

menyatakan, “Suatu badan hukum tidak dapat disita”. Menurut Setiyono

pandangan Mahkamah Agung RI tersebut benar, karena penyitaan hanya dapat

dilakukan atas barang atau benda, sedangkan PT. Kosmo dan PT. Sinar Sahara

bukan barang atau benda namun merupakan subyek hukum11. Dengan putusan

Mahkamah Agung RI tersebut berarti ada pengakuan yuridis bahwa badan hukum

merupakan subyek hukum pidana.

Untuk selanjutnya didalam perkembangan peraturan

perundang-undangan pidana khusus, didalamnya ada beberapa undang-undang yang

menempatkan badan hukum sebagai subyek hukum pidana, seperti :

No. Nama Undang-undang Pasal

1. Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan

(Lembaran Negara Republik pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana

11

(7)

yang dijatuhkan”

2. Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2003 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45)

Pasal 17 ayat (1), “ Dalam hal

tindak pidana terorisme dilakukan

oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan

penjatuhan pidana dilakukan

terhadap korporasi dan/ atau

pengurusnya”

3. Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85)

Pasal 1 angka 3 menyebutkan

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan

usaha maupun yang tidak

melakukan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan

bentuk usaha tetap”

4. Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan yang terorganisasi baik merupakan

(8)

(Lembaran Negara Republik

Tahun 2009 tentang Narkotika

(Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 143)

Pasal 1 angka 21, “Korporasi

(9)

2. 2 Gereja sebagai Badan Hukum

2.2.1 Latar Belakang Gereja sebagai Badan Hukum

Gereja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan spiritual dalam suatu

masyarakat yang menganut keyakinan Kristiani. Dilihat dari sudut pandang

teologis menurut Injil Yohanes, Gereja adalah persekutuan orang-orang yang

dipanggil keluar dari, dan sekaligus juga diutus ke dalam dunia (Yohanes 20:21).

Sehingga yang dipandang sebagai Gereja adalah “persekutuan umat-Nya” bukan

gedung bangunannya. Hal ini membuat esensi Gereja sejatinya dipandang sebagai

suatu hal yang imanen atau tidak dapat dilihat secara harafiah.

Konsep Gereja sebagai badan hukum adalah konsep dari sudut pandang

institusional dalam Gereja12. Pandangan institusional ini mendefinisikan Gereja

menurut struktur-strukturnya yang kelihatan, khususnya hak-hak dan wewenang

dari para pejabat Gereja serta para jemaatnya atau anggota Gereja.

Gereja dipandang sebagai suatu perkumpulan yang berdiri dengan status

badan hukum. Status tersebut berdasarkan Keputusan Raja tanggal 29 Juni 1925

No. 80 (Staatsblad 1927 No. 156, 157, dan 532) tentang Regeling van de

Rechpositie der Kerkgenootschappen (Peraturan Kedudukan Hukum Perkumpulan

Gereja), sehingga Gereja atau Perkumpulan Gereja, termasuk bagian-bagian yang

berdiri sendiri, dan dianggap sebagai badan hukum. Dari sini terlihat bahwa

Lembaga Gereja adalah suatu badan hukum berbentuk perkumpulan. Dan

12 Dulles.Avery,

(10)

perkumpulan merupakan salah satu jenis dari Organisasi Kemasyarakatan

berbentuk badan hukum.

Menurut Undang-undang nomor 8 tahun 1985 sebagaimana diubah

dengan undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan selanjutnya disingkat Undang-undang Ormas menyebutkan

bahwa Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah

organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela

berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan

tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba (tidak mencari laba atau

untung), dan demokratis. Sifat ormas tersebut lahir dari tujuan, dan fungsi

dibentuknya ormas dalam pasal 5 dan 6 Undang-undang Ormas yaitu, bertujuan :

a. meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat;

b. memberikan pelayanan kepada masyarakat;

c. menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa;

d. melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya

yang hidup dalam masyarakat;

e. melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup;

f. mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi

dalam kehidupan bermasyarakat;

g. menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan

bangsa; dan

h. mewujudkan tujuan negara.

Dan berfungsi :

a. penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan

organisasi;

b. pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan

organisasi;

(11)

d. pemberdayaan masyarakat;

e. pemenuhan pelayanan sosial;

f. partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat

persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau

g. pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Ormas didirikan dapat berbentuk badan hukum dan tidak badan hukum.

Ormas yang berbentuk badan hukum dapat berbasis anggota dan tidak berbasis

anggota. Perkumpulan adalah ormas yang berbadan hukum yang berbasis anggota,

sedangkan ormas berbadan hukum yang tidak berbasis anggota dibentuk sebagai

yayasan.

Ruang lingkup badan hukum yaitu yang menurut sifatnya berbentuk

Yayasan (stichting) diatur melalui Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang

diumumkan dalam Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 112, yang kemudian

diubah dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 yang diumumkan dalam

Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 115 tentang Yayasan (selanjutnya disingkat

dengan Undang-Undang Yayasan). Pada pasal 1 ayat (1) Undang-undang Yayasan

menyebutkan :

“ Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas harta kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak

mempunyai anggota.”

Karakteristik yayasan adalah sebagai badan hukum yang dibentuk

dengan memisahkan kekayaan pribadi pendiri untuk tujuan nirlaba (tidak untuk

mencari laba) namun untuk tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan13.

Unsur-unsur yayasan menurut Utrecht adalah14 :

(12)

1. Adanya suatu harta kekayaan (vermogen);

Harta kekayaan yayasan adalah modal bagi suatu yayasan dalam

mengatur biaya operasionalnya. Modal ini biasanya berasal dari

usaha sendiri dan atau berasal dari sumbangan pihak lain, sehingga

yayasan biasanya tidak mempunyai sumber penghasilan yang tetap

dan pasti.

2. harta kekayaan tersendiri tanpa ada yang memilikinya;

Pemisahaan harta kekayaan yayasan dengan harta kekayaan para

pendiri yayasan ini menunjukan adanya kemandirian dalam

menyelenggarakan usaha dan tujuan yayasan dibentuk. Sebagaimana

dikemukakan oleh Rochmat Soemitro bahwa harta kekayaan

Yayasan dipisahkan dengan harta kekayaan para pendirinya15,

sehingga disini harta kekayaan yayasan tidak boleh dikuasai

pengurus bahkan pendiri yayasan.

3. harta kekayaan diberi suatu tujuan tertentu;

Tujuan dari dibentuknya yayasan sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 1 ayat (1) UU Yayasan yaitu untuk tujuan tertentu di bidang

sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

4. dan dalam melaksanakan tujuan dari harta kekayaan tersebut

diadakan suatu pengurus.

Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Ictiar, Jakarta, 1961, h. 278

15

(13)

Secara yuridis yayasan tidak mempunyai anggota dan hanya

mempunyai pengurus untuk mengelola yayasan untuk mewujudkan

tujuan yayasan. Pengurus ini dapat juga disebut sebagai

penyelenggara yayasan.

Berdasarkan uraian tersebut meskipun dijelaskan tujuan yayasan salah

satunya adalah untuk tujuan keagamaan, namun menurut Victorianus M.H. Randa

Puang, tujuan keagamaan dari yayasan bukan merupakan tujuan didirikan Gereja

karena Gereja adalah badan hukum secara otomatis sebagaimana dimaksudkan

dalam Staatblad 1927 No. 156, 157, dan 532 yang menempatkan Gereja sebagai

badan hukum16. Badan hukum secara otomatis maksudnya adalah badan hukum

yang dibentuk karena adanya peraturan perundang-undangan yang

menyatakannya secara langsung sebagai badan hukum.

Apabila kita sering menjumpai Gereja yang memiliki yayasan seperti

yayasan panti asuhan, yayasan musik Gereja atau yayasan pendidikan, hal tersebut

bukan merupakan Gereja namun hanya merupakan bentuk usaha tersendiri atas

nama Gereja dan segala urusan yayasan terpisah dari segala urusan pendirian serta

pembangunan Gereja, sebab urusan yayasan atas nama Gereja tersebut harus

berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Yayasan dengan anggaran dasar

tersendiri sehingga tidak terkait dalam Anggaran Dasar- Anggaran Rumah Tangga

Gereja (selanjutnya disingkat AD-ART Gereja).

16

(14)

2.2.2 Unsur-Unsur Gereja sebagai Badan Hukum

Dalam penjelasan sebelumnya dijelaskan bahwa Gereja secara yuridis

merupakan sebuah perkumpulan berbentuk badan hukum. Dan berdasarkan

Undang-undang Ormas, perkumpulan berbadan hukum tersebut termasuk dalam

Organisasi Kemasyarakatan. Sebelum menjelaskan apa yang membuat Gereja bisa

dikatakan sebagai perkumpulan yang berbadan hukum, maka perlu untuk

mengkaji unsur-unsur dari suatu perkumpulan.

Selain dalam suatu Perkumpulan harus memiliki Anggota sebab

merupakan badan hukum yang berbasis anggota, pada pasal 12 ayat (1)

Undang-undang Ormas menyebutkan bahwa Perkumpulan yang berbadan hukum harus

memenuhi persyaratan:

a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD/ART;

b. program kerja;

c. sumber pendanaan;

d. surat keterangan domisili;

e. nomor pokok wajib pajak atas nama perkumpulan (NPWP); dan

f. surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau

dalam perkara di pengadilan.

Jadi dalam hal ini Gereja bisa dikatakan sebagai Lembaga Gereja

berbentuk Perkumpulan yang berbadan hukum apabila memenuhi persyaratan

(15)

anggota dan pengurus, anggaran dasar dan rumah tangga (AD-ART) yang termuat

dalam akta pendirian dihadapan notaris, program kerja, sumber pendanaan, surat

keterangan domisili, NPWP dan surat pernyataan sebagai perkumpulan yang sehat.

Selain itu, menurut buku Tinjauan Yuridis Gereja Sebagai Badan Hukum

Mempunyai Hak Milik atas Tanah, implikasi Gereja dapat sebagai badan hukum

adalah Gereja menjadi subjek hukum, yaitu pemegang hak dan kewajiban,

dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan orang (naturlijk person)

sehingga Gereja dapat memiliki harta kekayaan baik itu asset bergerak dan aset

tidak bergerak (dalam hal ini tanah dan bangunan) sesuai dengan ketentuan Pasal

36 ayat (1) dan Pasal 42 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria ( selanjutnya disingkat dengan UUPA) sepanjang

asset Gereja tersebut digunakan untuk keperluan yang kegiatan

pokoknya/kegiatan utama dalam bidang keagamaan sesuai dengan ketentuan

didalam AD-ART Gereja.

2.2.3 Pendirian Gereja Sebagai Badan Hukum

Pendirian badan hukum perkumpulan disahkan oleh menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia

atau disebut dengan Menteri Hukum dan HAM yang dilakukan setelah meminta

pertimbangan dari instansi terkait. Instansi terkait bisa meliputi

departemen-departemen yang dibentuk oleh pemerintah yang terkait dengan tujuan

(16)

Ketika melihat contoh AD-ART Gereja, dapat diketahui bahwa dasar

hukum mengingat dalam AD-ART tersebut adalah :

- Staatsblad tahun 1927 Nomor 155,156,157 dan 531 tentang Regeling

van de Rechtpositie der Kerk/ Kerkgenootschappen;

- Undang-Undang Ormas;

- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2000

tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Departemen yang telah diubah dengan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 172 Tahun 2000;

- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 177 tahun 2000

tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen;

- Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2001

tentang Organisasi dan tata Kerja Departemen Agama.

Dengan tembusan surat keputusan Pendaftaran dari Direktur Jenderal Bimbingan

Masyarakat Kristen Departemen Agama Republik Indonesia ditujukan kepada :

- Menteri Agama Republik Indonesia;

- Menteri Hukum Dan HAM Republik Indonesia.

- Dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.

Maka dapat disimpulkan bahwa pendaftaran Gereja sebagai perkumpulan

dalam bentuk Lembaga Gereja disahkan oleh menteri Agama Republik Indonesia

karena urusan perkumpulan berkaitan dengan urusan keagamaan dalam hal ini

perkumpulan berbasis lembaga keagamaan, Menteri Hukum dan HAM Republik

(17)

dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia karena terkait dengan status asset

kepemilikan Gereja dalam hal ini adalah asset tidak bergerak berupa hak milik

tanah. Pengesahan tersebut dilakukan setelah meminta pertimbangan dari instansi

terkait. Dalam hal ini Instansi terkait tersebut adalah Departemen Agama

Republik Indonesia bagian Bimbingan Masyarakat Kristen.

2.2.4 Struktur Badan Hukum Gereja

Berdasarkan Akta Pendirian Gereja Kristen Indonesia dapat dilihat

bahwa wujud Gereja dapat digambarkan sebagai berikut :

Berikut adalah penjelasan dari Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan sinode secara

kelembagaan Gereja17 :

a. Jemaat adalah wujud kesatuan Gereja yang hadir dan melaksanakan

misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keselurhan

17 Gereja Kristen Indonesia,2003, Tata Dasar Gereja Kristen Indonesia Nomor : 8.

Jakarta.

JEMAAT

KLASIS

SINODE

WILAYAH

SINODE

(18)

anggota Gereja di wilayah tersebut. Lingkup Gereja dalam wujud Jemaat

ada pada Gereja dalam suatu wilayah atau suatu kota, misalkan dalam

Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Surabaya ada jemaat GKI Ngagel yang

terletak di wilayah atau daerah Ngagel. Lingkup tersebut dapat menjadi

nama kedudukan suatu Gereja dalam wujud jemaat.

b. Klasis adalah wujud kesatuan Gereja yang hadir dan melaksanakan

misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keseluruhan

Jemaat Gereja di wilayah tersebut. Lingkup Gereja dalam wujud Klasis

adalah berdasarkan kesatuan wilayah-wilayah Gereja antar kota, misalkan

dalam Gereja Kristen Indonesia (GKI) ada GKI klasis Madiun yang terdiri

dari GKI Madiun, GKI Sidoarjo, GKI Mojokerto, GKI Manyar, GKI

Mojoagung, GKI Batu dan GKI Kebonagung.

c. Sinode Wilayah adalah wujud kesatuan Gereja yang hadir dan

melaksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan

dari keseluruhan klasis di wilayah tersebut. Lingkup Gereja dalam wujud

Sinode wilayah adalah berdasarkan wilayah provinsi dalam gabungan

Klasis, misalkan dalam Gereja Kristen Indonesia (GKI) ada GKI Sinode

Wilayah Jawa Timur yang terdiri dari Klasis Madiun, Klasis Banyuwangi,

Klasis Bojonegoro.

d. Sinode adalah wujud kesatuan Gereja yang hadir dan melaksanakan

misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keseluruhan

Sinode Wilayah di wilayah tersebut. Lingkup Gereja dalam wujud Sinode

(19)

Hubungan antara Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan sinode bukanlah hubungan

hirarki namun adalah hubungan fungsional yang dialasi dengan kasih, jadi saling

membangun dan melengkapi satu sama lain serta bersama-sama merupakan

perwujudan satu Gereja yang lengkap dan utuh, oleh karena itu Gereja tidak

dimungkinkan memisahkan diri dari Jemaat, Kasis, Sinode Wilayah dan Sinode.

Kepemimpinan Gereja dapat digambarkan sebagai berikut :

Jabatan Gerejawi adalah kepemimpinan dalam Gereja yang berfokus

pada hal-hal peribadatan Gerejawi. Pendeta dan Penatua sebagai pemegang

jabatan Gerejawi berfungsi memimpin Gereja yang diwujudkan dalam kerangka

pembangunan Gereja. Sehingga jabatan Gerejawi ini bersifat kearah internal

Gereja.

MAJELIS JEMAAT

PENDETA PENATUA

GEREJA

Jabatan Gerejawi

Kepemimpinan Fungsional

JEMAAT KLASIS SINODE

WILAYAH

(20)

Kepemimpinan fungsional adalah kepemimpinan dalam Gereja yang

berfokus pada hal-hal kelembagaan Gereja dalam hubungannya dengan pihak

dalam maupun luar dari Gereja. Majelis Jemaat Gereja dibentuk dalam bentuk

jemaat yang anggota-anggotanya terdiri dari semua pejabat Gerejawi dalam

jemaat yang bersangkutan. Majelis Jemaat Gereja terdiri atas18 :

a. Majelis Jemaat majelis yang beranggotakan pejabat Gerejawi dari

jemaat yang bersangkutan, memiliki Badan Pekerja Majelis

Jemaat sebagai pimpinan harian, yang diangkat oleh dan

bertanggungjawab kepada majelis jemaat.

b. Majelis Klasis yang anggota-anggotanya terdiri dari keseluruhan

Majelis Jemaat dalam klasis yang bersangkutan, memiliki Badan

Pekerja Majelis Klasis yang diangkat oleh dan bertanggungjawab

kepada Majelis Klasis.

c. Majelis Sinode Wilayah yang anggota-anggotanya terdiri dari

keseluruhan Majelis Jemaat dalam Sinode Wilayah yang

bersangkutan, memiliki Badan Pekerja Sinode Wilayah yang

diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada Majelis Klasis.

d. Majelis Sinode yang anggota-anggotanya terdiri dari keseluruhan

Majelis Jemaat dalam Sinode yang bersangkutan, memiliki Badan

Pekerja Majelis Sinode yang diangkat oleh dan bertanggungjawab

kepada Majelis Sinode.

18

(21)

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, Struktur Badan

Hukum Gereja adalah berupa perkumpulan yang terdiri dari anggota dan

kepengurusan. Dalam Gereja, anggota nya meliputi seluruh masyarakat beragama

Kristen, namun secara kelembagaan Gereja membagi anggotanya menjadi :

1. Anggota tidak tetap adalah jemaat tamu, hanya mengunjungi kegiatan

Gereja namun tidak mengikuti setiap urusan dan kegiatan-kegiatan Gereja

secara tetap dan rutin.

2. Anggota tetap adalah jemaat Gereja, yang terdaftar dan mengikuti setiap

urusan dan kegiatan-kegiatan Gereja secara tetap dan rutin. Anggota

Gereja ini dalam beberapa Gereja dapat dibedakan menjadi :

a. Anggota Baptisan (anggota yang terdaftar karena inisiatif dalam diri

nya sendiri mendaftar).

b. Anggota Sidi (anggota yang terdaftar karena didaftarkan keluarga

sejak lahir)

Pendaftaran untuk menjadi Anggota sebuah Gereja secara umum disahkan

melalui sakramen yang dinamakan Baptisan Kudus yang dilakukan di Gereja

tersebut sehingga, anggota tersebut terikat untuk terlibat segala urusan kerohanian

dan keagamaan serta melaksanakan misi dalam Gerejanya.

2.2.5 Tugas dan Wewenang Pengurus Gereja

Pengurus Gereja dalam bagian jabatan Gerejawi yang dilaksanakan oleh

Pendeta dan Penatua, memiliki tugas untuk melaksanakan kepemimpinan internal

(22)

sakramen dan sebagainya. Wewenang Pendeta di dalam Gereja di dalam AD-ART

Gereja tidak dijelaskan secara spesifik dan jelas, oleh karena itu dapat

disimpulakn bahwa wewenang Pendeta hanya terbatas pada pembangunan Gereja.

Pendeta tidak memiliki kewenangan untuk mengurus harta Gereja, dan hal-hal

lain yang diluar kepentingan Gerejawi.

Pengurus Gereja dalam bagian jabatan fungsional sebagai Majelis Jemaat

yang mana terdiri dari semua pejabat Gerejawi dalam jemaat yang bersangkutan

(dalam hal ini adalah pendeta dan penatua) memiliki tugas dan wewnang sebagai

berikut19 :

- Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah dan Majelis

Sinode bertugas memimpin jemaat baik dalam jemaat-jemaat klasis,

sinode wilayah dan jemaat-jemaat sinode agar mereka melaksanakan

pembangunan Gereja pada lingkup jemaat, klasis, sinode wilayah dan

sinode untuk mencapai tujuan Gereja pada lingkup masing-masing.

Majelis Jemaat juga berwenang memimpin Persidangan Gerejawi yaitu

persidangan majelis jemaat yang dihadiri oleh anggota Majelis Jemaat dari

jemaat yang bersangkutan.

- Badan Pekerja Majelis bertugas sebagai pimpinan harian majelis dalam

lingkup masing-masing yaitu lingkup jemaat, klasis, sinode wilayah

maupun sinode. Badan Pekerja Majelis mendapat wewenang dari majelis

jemaat untuk melaksanakan tugasnya.

19

(23)

Persidangan Majelis Jemaat dilakukan oleh Majelis Jemaat atas dasar

pembahasan program kerja tahunan Gereja maupun permasalahan-permasalahan

dalam Gereja baik secara internal maupun eksternal yang berkaitan dengan

pembangunan Gereja. Dalam persidangan ini, majelis jemaat mengeluarkan

keputusan yang disebut dengan Keputusan Majelis Jemaat.

Apabila Keputusan Majelis Jemaat dianggap salah maka keputusan ini

dapat dilakukan upaya peninjauan ulang oleh majelis yang mengambil keputusan,

kemudian dapat dilakukan upaya banding kepada majelis dari lingkup yang lebih

luas. Untuk keputusan Majelis Jemaat Sinode yang dianggap salah hanya dapat

dilakukan peninjauan ulang. Sehingga melihat hal ini jelas bahwa Majelis Jemaat

memiliki peran ganda dalam Gereja, yaitu selain berperan dalam hal operasional

pembangunan Gereja, majelis jemaat juga berperan secara yudisiil di dalam

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengamatan struktur morfologi melalui SEM, penambahan CNT pada superkonduktor Bi(Pb)-2223 membentuk serpihan memanjang dengan ruang porositas yang besar sedangkan

Remaja dengan penampilan fisik berjerawat yang tidak sesuai dengan gambaran idealnya, dikatakan memiliki kepercayaan diri tinggi apabila ia mampu menerima dengan realistis

Observasi pada siklus II terhadap pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tindakan ini dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan langkah-langkah pembelajaran

RELEVANSI KONSEPSI PENDIDIKAN HAMKA DENGAN KONSEP PENDIDIKAN NILAI DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tiga aspek kualitas utama dari kredibilitas adalah kompetensi, karakter dan karisma yang dapat diuraikan sebagai berikut: “Kompetensi, mengacu kepada pengetahuan dan kepakaran

Meskipun Pemilu 2004 diwarnal oleh berbagai kerumltan, tetapi secara umum sistem Pemilu 2004 lebih balk dibandingkan Pemilu sebelumnya. Pemlllh dapat menentukan sendiri pilihannya,

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antar variabel independen didalam model regresi. Menurut Supranto (2010), ada beberapa

primigravida yang diketahui prevalensinya lebih tinggi. 2) Sampai 20% ibu hamil akan mengalami hipertensi dalam kehamilan, dari. mereka kurang dari 10% yang menderita penyakit