• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DI DESA KUTOWINANGUN KEC. TINGKIR - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DI DESA KUTOWINANGUN KEC. TINGKIR - Test Repository"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA

AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM

ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK DI DESA KUTOWINANGUN KEC.

TINGKIR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

M. Yusuf Eka Putra

NIM : 21110015

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI'AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

 

34. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.

Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).



(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk Kedua orang tuaku, Mama Rina dan Bapak Rukhul

sebagai wujud kasih sayang atas bimbingan dan kepedulian tiada batas untuk

anak-anaknya.

Untuk adik-adik perempuanku Putri dan Jihan semoga dengan selesainya skripsi dapat

menginspirasi kalian untuk selalu semangat belajar dan menggapai cita-cita.

Untuk keluarga besar yang juga memberikan semangat tiada henti untuk selalu berada

di jalan Allah.

Untuk teman-teman Ahwal Al-Syakhshiyyah 2010

Dan untuk seseorang yang selalu menemaniku dimanapun, kapanpun, dan seperti

apapun ENS. Dan untuk semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini dan

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW yang telah menuntun ummatnya kejalan yang di ridhoi Allah SWT.

Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan banyak pihak. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd, selaku rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Syukron Ma'mun, M.Si., selaku ketua jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah

3. Bapak Moh Khusen, M.A selaku pembimbing akademik

4. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag,. Selaku dosen pembimbing skripsi 5. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga.

6. Warga desa Kutowinangun Kec. Tingkir 7. Teman-teman Ahwal Al-Syakhshiyyah 2010

8. dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam segala hal untuk menyelesaikan skripsi.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Terima Kasih Wassalamu'alikum Warahmatullahi Wabarakatuh

(8)

viii

ABSTRAK

Putra, M. Yusuf Eka. 2015. Penerapan Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Desa Kutowinangun Kec.

Tingkir. Skripsi. Fakultas Syari'ah. Jurusan Ahwal Al-

Syakhshiyyah.Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Drs. Machfudz, M.Ag.

Peneltian ini merupakan upaya mengetahui bagaimana penerapan Hak dan kewajiban pengasuhan anak dalam keluarga beda agama menurut Hukum Islam dan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun Kec. Tingkir?. Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir?

Jenis penelitian ini merupakan peneltian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan situasi yang sedang terjadi di masyarakat mengenai penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut hukum islam dan undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Tujuandari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun Kec. Tingkir juga untuk mengetahui penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir. selama kurang lebih 3 minggu. Dalam kurun waktu tersebut penulis mewawancarai beberapa nara sumber dan menganalisa hasil wawancara tersebut dengan dokumen-dokumen yang berupa ayat Al-qur’an, hadits, pendapat para ulama fiqh dan Undang-undang perlindungan anak no 23 Tahun 2002.

Berdasarkan hasil penelitian, pengasuhan anak merupakan tanggung jawab penuh bagi kedua orang tua untuk menanamkan aqidah sebagaimana yang terdapat dalam ayat Al-qur’an,hadits, dan pendapat para ulama sebagai pondasi Hukum Islam.Dalam hal pengasuhan anak keluarga beda agama, belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan Hukum Islam dan UU No. 23 Tahu 2002 Tentang perlindungan anak.Keluarga beda agama tersebut belum sepenuhnya mengetahui bahwa pegasuhan anak telah diatur dalam Hukum Islam yang menyebabkan ketidak seimbangan

pengasuhan anak dalam hal pendidikan agama. Selain itu UU No. 23 Tahun 2002

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

... i

NOTA PEMBIMBING

... ii

PENGESAHAN KELULUSAN

... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

... iv

MOTTO

... v

PERSEMBAHAN

... vi

KATA PENGANTAR

... vii

ABSTRAK

... viii

DAFTAR ISI

... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Kegunaan ... 3

D. Penegasan Istilah ... 4

E. Telaah Pustaka ... 6

F. Metodologi Penelitian ... 8

(10)

x

BAB II KONSEP

PENGASUHAN

ANAK

MENURUT

HUKUM

ISLAM DAN UNDANG-UNDANG No. 23 TAHUN 2002 TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK

A. Tinjauan Terhadap Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam 1. Pengertian pengasuhan anak ... 12 2. Bentuk-bentuk pengasuhan anak ... 13 B. Konsep Pengasuhan Anak Menurut UU No.23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak ... 20

BAB III

PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

BEDA

AGAMA

DALAM

PENGASUHAN

ANAK

DI

KUTOWINANGUN KEC.TINGKIR

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Letak dan keadaan geografis ... 29 2. Keadaan penduduk... 30 3. Daftar lembagabidang keagamaan dan pendidikan

keagamaan kelurahan Kutowinangun ... 33 B. Gambaran Kasus Penerapan Hak dan kewajiban Suami Isteri

Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak di Desa Kutowinangun Kec. Tingkir

(11)

xi

... 37 2. Penerapan Hak dan kewajiban suami isteri beda

agama terhadap pengasuhan anak pada keluarga E ... 43

BAB IV ANALISIS PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI

ISTERI BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT

HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMO 23 TAHUN

2002

A. Analisis PengasuhanAnakDalamKeluarga Beda Agama menurut Hukum Islam ... 50 B. Analisispenerapanhakdankewajiban Suami Isteri Beda

Agama dalamPengasuhanAnakMenurutUndang-Undang No.23 Tahun 2002 TentangPerlindunganAnak ... ... 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 61 B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada manusia.

Itu adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT, sebagai jalan bagi manusia

untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya (Tihami dan Sahrani,

2009:06). Pernikahan merupakan tujuan syariat yang dibawa Rasulullah yaitu

penataan kebutuhan manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi.

Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan dan

melangsungkan keturunan. Keturunan merupakan anak dari hasil pernikahan

yang memiliki kemiripan sifat dan bentuk fisik dari suami isteri yang terikat

dalam hubungan resmi. Keberadaan anak pada umumnya sangat didambakan

oleh setiap pasangan suami isteri. Karena tidak sedikit suami isteri yang

menikah tapi belum diberi kepercayaan untuk mempunyai anak. Didalam

kelangungan hidupnya anak merupakan tanggung jawab yang dilimpahkan

bagi pasangan suami isteri.

Suami isteri memiliki hak dan tanggung jawab secara bersama yang

diantaranya adalah anak yang mempunyai nasab yang jelas (Tihami dan

Sahrani, 2009). Kewajiban bagi suami isteri lainnya adalah mengasuh anak,

yaitu mendidik dan memelihara, mengurus makanan, minuman, pakaian dan

(13)

2

Dalam pengasuhan anak, seorang wanita atau isterilah yang memiliki

keutamaan dibanding laki-laki atau suami, karena wanita dinilai lebih mampu

dalam hal pengasuhan anak dibandingkan laki-laki. Wanita dinilai lebih tekun,

lebih sabar, lemah lembut dan lebih banyak waktunya.

Dalam hubungan pernikahan umumnya pasangan laki-laki dan perempuan

memiliki kepercayaan agama yang sama dalam melangsungkan pernikahan.

Namun penulis menemui fenomena banyaknya pernikahan beda agama yang

terjadi. Pernikahan beda agama adalah pernikahan yang berlangusng diantara

laki-laki dan perempuan yang memiliki kepercayaan agama yang berbeda.

Narasumber yang penulis temui berjumlah dua pasang suami istri beda agama

yaitu suami yang memiliki keyakinan kristen dan isteri yang memiliki

keyakinan islam dan suami yang berkeyakinan Islam dan istri yang

berkeyakinan kristen. Hubungan tersebut terus berlanjut sampai mempunyai

keturunan atau anak.

Hal yang menarik bagi penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai

tumbuh kembang anak dari pasangan suami istri beda agama ini karena di

dalam upaya pengasuhan anak, pemerintah sendiri telah menetapkan

perlindungan anak dengan UU No.23 Tahun 2002. Hal tersebut menjadikan

dasar bagi penulis untuk melakukan studi kasus terhadap masalah diatas

dengan judul PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM

ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN

(14)

3 B. Rumusan Masalah

Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai

berikut.

1. Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam

pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun Kec.

Tingkir?

2. Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam

pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec.

Tingkir?

C. Tujuan dan Kegunaan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan sebagai

berikut

1. Untuk mengetahui penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama

dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun

Kec. Tingkir.

2. Untuk mengetahui penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama

dalam pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun

Kec. Tingkir.

Kegunaan dari hasil penelitian ini, penulis harapkan dapat memberikan

(15)

4

1. Sebagai stimulan untuk mengembangkan ataupun mencari tema

pembahasan dalam penyusunan skripsi selanjutnya.

2. Dapat memberikan pemahaman tentang pengasuhan anak dalam keluarga

beda agama menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang perlindungan anak.

3. Dapat menambah perbendaharaan penelitian khususnya jurusan Ahwal

Al-Syakhsiyyah.

D. Penegasan istilah

Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan

mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi

ini, sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Skripsi ini berjudul Hak Dan

Kewajiban Ssuami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak Menurut

Hukum Islam Dan UU RI NO.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

1. Hak dan kewajiban

Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan

penggunaannya tergantung pada kita sendiri.

Kewajiban sesuatu yang dilakukan dengan tanggung jawab

(Depdiknas: 1988).

2. Suami isteri beda agama

Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang

wanita.Isteri adalah wanita yang menjadi pasangan hidup resmi seorang

(16)

5

Suami isteri beda agama adalah pasangan hidup resmi antara pria

dan wanita yang memiliki perbedaan keyakinan agama. (Depdiknas:

1988).

3. Pengasuhan

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pengasuhan adalah

proses, cara, perbuatan mengasuh. Menurut Gunarsa (2002) dikutip dari

Pratiwi, bahwa pola asuh orangtua merupakan pola interaksi antara anak

dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik

(makan, minum, pakaian, dan lain sebagainya) dan kebutuhan psikologis

(afeksi atau perasaan) tetapi juga normanorma yang berlaku di

masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.

4. Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk

anak yang masih dalam kandungan (Depdiknas: 1988).

5. Hukum Islam

Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan

dengan kehidupan berdasarkan al-qur’an dan hadits; hukum syara.

6. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak

Yaitu peraturan yang mengatur tentang segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,

tumbuh, berkembang, dan berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat

dan martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

(17)

6

Jadi hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan

anak menurut Hukum islam dan UU No. 23 Tahun 2002 adalah bentuk

tanggung jawab pasangan suami isteri dalam mendidik dan mengasuh

anak yang dipelajari menurut hukum Islam dan UU No.23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak ( RI: 2002).

E. Telaah Pustaka

Setelah diadakan penulusuran, dapat ditemui banyak penelitian dan

karya tulis mengenai pengasuhan anak, diantaranya:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Laila Miftahul Jannah

Mahasiswa STAIN Salatiga dengan judul penelitian “ Kekerasan Orang

tua Terhadap Anak Sebagai Penyebab Dicabutnya Hak Asuhnya ( Studi

Komparasi antara Kompilasi Hukum Islam dan KUHperdata). Skripsi ini

membahas tentang pencabutan hak asuh anak akibat kekerasn yang

dilakukan oleh pemegang hak asuh anak. Dalam skripsi ini, pembahasan

hak asuh anak setelah putusan pengadilan menjatuhkan putusan dalam

tinjauan komparasi antara KHI dan KUHPerdata.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Umi Azizah Mahasiswa

STAIN Salatiga dengan judul penelitian “Hak Asuh Anak Akibat Putusnya

Perkawinan Karena Perceraian (Studi Analisisis Kompilasi Hukum

Islam). Skripsi ini membahas secara umum bagaiamana pandangan

Kompilasi Hukum islam dalam memutuskan hak asuh anak ketika terjadi

(18)

7

Ketiga, penelitian yang dilakukan Muhammad Imamul Umam

Mahasiswa STAIN Salatiga dengan judul penelitian “Hak Asuh Anak dalam Perkara Cerai Talak Karena Istri Murtad (Studi Analitis Penetapan

PA No. 447/Pdt.G/2003/PA.Sal)”. Skripsi ini membahas mengenai hasil

putusan yang ditentukan oleh Hakim Pengadilan Agama Salatiga. Dalam

putusan tersebut menerangkan tentang hak asuh setelah terjadinya putusan

yang dikeluarkan oleh Hakim Pengadilan Agama Salatiga.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh David Idris Mahasiswa

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul “Tinjauan Makasid Asy Syariah Imam Asy Syatibi Terhadap Hak Asuh Anak (Hadhanah) Bagi

yang murtad”. Skripsi ini membahas hak asuh anak bagi ibu yang murtad ditinjau dari maqosid as syariahh mengenai maslahat dan mafsadat jika

pengasuhan anak ada pada ibu yang murtad. Sehingga dapat digunakan

sebagai bahan pertimbang para Hakim dalam Istinbat hukum hak asuh

anak bagi ibu yang murtad.

Kelima, penilitian yang dilakukan oleh Muhlisin Mahasiswa

STAIN Salatiga dengan judul “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap

Anak Akibat Perceraian (Studi Komparasi Putusan Pengadilan Agama

Nomor 256/Pdt.G/2004/PA.SAL dan Yurisprudensi Mahkamah Agung

Nomor 386 K/AG/2005”. Skripsi ini membahas tentang hasil putusan

setalah terjadinya perceraian, dimana anak berhak untuk mendapatakan

perlindungan dan berhak mendpatakan pengasuhan dari orang tua

(19)

8 F.Metodologi penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan deskriptifkualitatif yang termasuk dalam

jenis penelitian kualitatif. Peneltian deskriptif kualitatif menafsirkan dan

menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi di

dalam masyarakat, pertentangan 2 keadaan/ lebih, hubungan antarvariabe;

perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi dan lain-lain.

2. Sumber data

Sumber data adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian.

Yang dimaksud dengan sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek

darimana data diperoleh. Kesalahan-kesalahan dalam menggunakan atau

memahami sumber data, maka data yang diperoleh juga akan meleset dari

yang diharapkan. (Bungin:2001).

Sumber data dalam penilitian ini berupa hasil wawancara dengan

narasumber, Al-qura’an dan hadits, pendapat para ulama fiqh, dan UU

No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selain itu, penulis juga

memperoleh data mengenai gambaran umum daerah penelitian, tempat

ibadah, kelompok ibadah, dan pendidikan keagamaan dari kelurahan

Kutowinangun.

3. Metode pengumpulan data

a. Wawancara

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara

(20)

9

digali apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang

menyangkut masa lampau, masa kini maupun masa sekarang.

(Bungin, 2010 : 67).

Proses wawancara terhadap narasumber di kelurahan

Kutowinangun membutuhkan waktu kurang lebih 3 minggu dalam

beberapa kali sesi tanya jawab. Narasumber tersebut meliputi keluarga

NT dan NM, keluarga NR dan EH, dan beberapa masyarakat

setempat.

b. Telaah Dokumen

Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk

catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy).

Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian,

manifesto, undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan

lainnya. (Sarosa, 2012:61)

Dalam penelitian yang diperoleh berupa ayat Al- qur’an, Hadits,

Undang-Undang, Buku, catatan, rekaman wawancara, dan data

kelurahan Kutowinangun.

c. Observasi

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah

ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau

peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi

adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian,

(21)

10

manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap

aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

Observasi yang dilakukan penulis antara lain mengamati pola

hidup sehari-hari dan keagamaan,dan kehidupan sosial narasumber.

4. Teknik Analisis Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, penulis menganalisis data

dengan menggunakan pendekatan analisis (analitical approach) yaitu

mengetahui makna yang terkandung oleh istilah- istilah yang digunakan

dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional.(Ibrahim,

2006:310)

G. Sistematika penulisan

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini berisi latar belakang masalah yang akan dikaji penulis, agar

tidak terjadi kerancuan, penulis memberikan penegasan istilah, rumusan

masalah sebagai titik fokus pembahasan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian.

BAB II Konsep Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan

Undang-Undang Perlindungan Anak

Bab ini berisi tinjauan terhadap pengasuhan anak dari pasangan suami istri

beda agama, konsep pengasuhan anak dari suami istri beda agama menurut

hukum Islam, dan konsep pengasuhan anak dari suami istri beda agama

(22)

11

BAB III Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan

Anak DiDesa KutowinangunKecamatan Tingkir

Bab ini berisi gambaran umum desa Kutowinangun Kec. Tingkir dan

gambaran umum kasus mengenai penerapan hak dan kewajiban suami istri

beda agama dalam pengasuhan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir

BAB IV Analisis Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam

Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002

Bab ini berisi kasus mengenai penerapan hak dan kewajiban suami istri

beda agama dalam pengasuhan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir dan

analisis penerapanhak dan kewajiban dari suami istri beda agama dalam

pengasuhan anak menurut hukum Islam dan undang-undang No. 23 tahun 2002

tentang perlindungan anak.

BAB V Penutup

(23)

12 BAB II

KONSEP PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN

UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002

TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

A. Tinjauan terhadap pengasuhan anak menurut hukum Islam

1. Pengertian pengasuhan anak

Pengasuhan atau biasa disebut parenting merupakan proses

menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak

memasuki usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan

ayah (orang tua biologis dari anak), namun bila orang tua biologisnya

tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas ini diambil oleh

kerabat dekat termasuk kakak, nenek dan kakek, orang tua angkat, atau

oleh institusi seperti panti asuhan.

Menurut Myers (1992) pengasuhan anak paling tidak mencakup

beberapa aktivitas berikut yaitu : melindungi anak, memberikan

perumahan atau tempat perlindungan, pakaian, makanan, merawat

anak (termasuk memandikan, mengajarkan cara buang air, dan

memelihara bila anak sakit), memberikan kasih sayang dan perhatian

pada anak, berinteraksi dengan anak dan memberikan stimulasi

kepadanya, serta memberikan kemampuan sosialisasi dengan

(24)

13

Agar anak memiliki perkembangan yang optimal, perlu adanya

kerjasama dari orang tua dan juga interaksi yang cukup baik antara

anak dan orang tua terutama ibu. Bentuk interaksi dan pemberian

stimulasi yang tepat pada anak akan menghasilkan dampak positif

bagi tumbuh kembang anak. Misalnya, memberikan contoh kata-kata

positif yang diperdengarkan pada anak sejak kecil sehingga anak

mampu meniru dan menerapkan hal tersebut sampai dewasa.

Setiap orang tua memiliki caranya masing-masing dalam menddik

dan mengasuh anak. Latar belakang ekonomi, sosial, budaya , bahkan

agama menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan

anak. Untuk itu setiap orang tua wajib memahami karakter dan jiwa

anak sehingga perbedaan pada orang tua tidak menimbulkan konflik

dalam pengasuhan anak.

2. Bentuk-bentuk pengasuhan anak

Menurut Suardiman (1983 : 22) pengertian pola asuh adalah cara

mengasuh anak, usaha memelihara,membimbing, membina,

melindungi anak untuk kelangsungan hidupnya.

Bentuk-bentuk pengasuhan anak antara lain :

a. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang cenderung

terhadap kemauan si anak. Apapun yang diinginkan anak

sekalipun itu hal-hal yang negatif selalu diijinkan orang tua,

(25)

14

pengasuhan anak semacam ini seringkali diakibatkan karena

orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga

mengabakan kewajiban dalam mendidk anak. Orang tua hanya

memberikan materi tanpa pengarahan ataupun perhatian khusus

pada anak sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi

perkembangan anak.

Anak yang diasuh dengan metode semacam ini cenderung

kurang perhatian, tidak memiliki kemampuan sosialisasi yang

baik, serta kurang menghargai orang-orang di sekitarnya.

b. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah bentuk pengasuhan anak yang

bersifat memaksa, keras, dan otoriter. Hal ini dapat

dicerminkan dari peraturan-peraturan yang dibuat orang tua

tanpa memperhatikan kemauan si anak. Orang tua tidak

segan-segan memberikan hukuman mental maupun fisik apabila anak

melanggar peraturan.

Anak yang menginjak usia remaja maupun dewasa akan

sangat tertekan dengan pola pengasuhan semacam ini. Mereka

lebih senang berada diluar rumah, mudah sedih dan berpikir

negatif tentang orang tua. Namun, dampak positif dari pola

pengasuhan ini adalah anak menjadi pribadi yang mandiri,

disiplin, dan lebih bertanggung jawab dalam meraih kehidupan

(26)

15 c. Pola asuh otoritatif

Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak

yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan

mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak

dengan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini

adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para

orangtua kepada anak-anaknya.

Anak yang diasuh dengan pola semacam ini akan lebih

percaya diri, cerdas, ceria, kreatif, terbuka pada orang tua,

menghormati orang tua, tidak mudah stres maupun depresi, dan

disegani masyarakat sekitar.

(http://pgpaud2009.blogspot.com/2013/05/polapengasuhan-anak-dalam-keluarga.html)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasuhan anak dalam keluarga

beda agama

Dalam kehidupan berumah tangga, perbedaan merupakan hal yang

umum dialami setiap pasangan. Perbedaan latar belakang, sosial,

budaya, agama merupakan hal yang wajar meskipun seringkali

menimbulkan ketidakharmonisan. Perbedaan tersebut dapat diatasi

seiring dengan saling memahami satu sama lain dan mengutamakan

kepentingan bersama yaitu keberhasilan dalam mengasuh dan

(27)

16

Perbedaan agama atau prisip adalah hal yang seringkali dihadapi

dalam kehidupan rumah tangga pasangan berbeda agama. Hal ini tentu

akan berdampak besar bagi perkembangan fisik dan mental anak.

Dasar rasa cinta anak terhadap Tuhan serupa dengan dasar rasa

cintanya terhadap orang tua. Jika orang tua mengenalkan konsep

Tuhan, anak akan menerima dengan sungguh-sungguh. Dalam

mengenalkan itu biasanya sikap orang tua cenderung menekankan

sikap-sikap yang berkenan di hati mereka sendiri. (Spock, 1991:91).

Selain faktor agama itu sendiri, terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi pola pengasuhan anak dalam keluarga beda agama.

Menurut Triwardani (2001) dikutip dari Pratiwi menjelaskan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh yaitu: sosial, ekonomi,

pendidikan, kepribadian, nilai-nilai yang dianut orang tua, dan jumlah

anak.

Pergaulan orang tua dengan lingkungan sekitar akan

mempengaruhi bagaimana cara mereka dalam mendidik anak, apabila

lingkungan tersebut lebih banyak orang yang berpendidikan rendah,

atau bahkan apabila orang tua itu sendiri yang berpendidikan rendah,

maka orang tua juga cenderung tidak akan menanamkan pendidikan

yang tinggi untuk anak-anaknya. Hal tersebut juga dapat terjadi karena

faktor ekonomi dan juga kurangnya wawasan orang tua tentang

(28)

17

4. Pengasuhan anak menurut hukum Islam

Hadhanah dalam perspektif islam diatur dengan sangat jelas sejak

anak masih dalam rahim ibunya, seperti hak waris, hak wakaf, dan hak

nasab. Menurut Dahlan (1999) dikutip dari Hannah (2014) hadhanah

secara terminologis adalah merawat dan mendidik seseorang yang

belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena tidak

bisa memenuhi keperluannya sendiri.

Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa pada prinsipnya

hukum merawat dan mendidik anak adalah kewajiban bagi

orang tua, karena apabila anak yang masih kecil dan belum

mumayyiz tidak dirawat dan didik dengan baik, maka akan

berakibat buruk pada diri dan masa depan mereka, bahkan bisa

mengancam eksistensi jiwa mereka. Oleh karena itu anak-anak

tersebut wajib dipelihara, diasuh, dirawat dan dididik dengan

baik. Dalam surat Al Baqoroh ayat 233 telah diterangkan

dengan jelas sebagai berikut :





























































(29)

18





















Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan “ (QS. Al Baqarah : 233)

Dalam ayat tersebut terkandung penjelasan bahwa tanggung jawab

pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab penuh seorang ayah,

namun demikian, seorang suami atau ayah itu sendiri juga wajib

bertanggung jawab terhadap kebutuhan ibu. Hal ini diperkuat dengan

ilustrasi apabila anak tersebut disusui oleh perempuan lain maka ayah

wajib membayar perempuan yang menyusui anaknya tersebut.

Sedangkan mengenai hak dalam hadhanah, hak seorang ibu

terhadap anak lebih kuat daripada hak ayah. Menurut schacht

(1985:214) ibu mempunyai hak merawat dan memelihara anak dalam

keadaan masih kecil sampai berumur tujuh atau sembilan tahun. Ini

bukan merupakan kewajiban, akan tetapi hak yang dapat menjadi

hilang apabila ibu memutuskan perkawinan kemudian mempunyai

(30)

19

Selain itu, sosok ayah sebagai seorang pendidik yang baik

dikisahkan dalam Alquran melalui figur Luqman sebagai berikut :





























































Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (12) dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(13) dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. “(14) (QS. Luqman : 12-14).

Menurut Rafiq (1998) dikutip dari Nurrudin dan Tarigan (2006),

setidaknya ada delapan nilai-nilai pendidikan yang harus diajarkan

orang tua kepada anaknya seperti berikut ini :

1. Agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT

2. Tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu yang lain.

(31)

20

4. Mempergauli orang tua secara baik-baik (ma’ruf)

5. Setiap perbuatan betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan

dari Allah SWT.

6. Menaati perintah Allah SWT. Seperti shalat, amar ma’ruf dan

nahi munkar, serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan.

7. Tidak sombong dan angkuh.

8. Sederhana dalam bersikap dan bertutur kata

Proses pemeliharaan anak dan pendidikannya akan dapat berjalan

dengan baik, jika kedua orang tua saling bekerja sama dan saling

membantu. Tentu saja ini dapat dilakukan dengan baik jika keluarga

tersebut benar-benar keluarga yang sakinah dan mawaddah.(Nuruddin &

Tarigan : 2006)

B. Konsep pengasuhan anak menurut UU no 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak

Dalam pasal 1 undang-undang ini, yang dimaksud denganAnak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan.Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

(32)

21

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri,

atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau

keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat

Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah

dan/atau ibu angkat.

Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan

kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Anak terlantar adalah anak yang

tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun

sosial. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik

dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya

secara wajar.

Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan

luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa. Anak angkat adalah

anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali

yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,

dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua

angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk

diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena

orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh

kembang anak secara wajar. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk

(33)

22

menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan

kemampuan, bakat, serta minatnya.

Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,

dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan

negara. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi

sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. Pendamping adalah pekerja sosial

yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.

Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak

dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok

minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,

anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,

alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,

penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak

yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Pemerintah adalah

Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam pasal 2 undang-undang ini, Penyelenggaraan perlindungan anak

berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta

prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: nondiskriminasi; kepentingan

yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;

dan penghargaan terhadap pendapat anak.

Di dalam bab II mengenai asas dan tujuan, berisi pasal 3 yangmenjelaskan

(34)

23

agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,

berakhlak mulia, dan sejahtera.

Selanjutnya dalam bab III mengenai hak dan kewajiban anak, ditegaskan

dalam pasal 4 bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,

dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kemudian pasal 5

menerangkan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan

status kewarganegaraan. Selanjutnya, pasal 6 menguraikan tentang setiap anak

yang berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai

dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

Pasal 7 mengandung pengertian bahwa setiap anak berhak untuk

mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh

kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak

diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8 berisi setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan

jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Selanjutnya pasal 9 menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh

pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

(35)

24

dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak

memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki

keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

Pasal 10 berkaitan dengan setiap anak berhak menyatakan dan didengar

pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan

tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan

nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Kemudian pasal 11 mejelaskan bahwa setiap anak

berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak

yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan

tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

Pasal 12 tentang hak penyandang cacat yaitu setiap anak yang

menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan

pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

Pasal 13 mengenai hak anak dalam pengasuhan yaitu setiap anak selama

dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung

jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari

perlakuandiskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran;

kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah

lainnya. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk

perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan

pemberatan hukuman.

Pasal 14 menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang

(36)

25

menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak

dan merupakan pertimbangan terakhir.

Pasal 15 tentang hak perlindungan anak yaitu setiap anak berhak untuk

memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik; pelibatan

dalam sengketa bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam

peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan pelibatan dalam peperangan.

Pasal 16 menjelaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan

dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak

manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan

hukum.Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya

dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan

sebagai upaya terakhir.

Kemudian dilanjutkan dalam pasal 17 bahwa setiap anak yang dirampas

kebebasannya berhak untuk: mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan

penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum atau

bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku;

dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang

objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang

menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan

hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 18 berisi tentang setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak

pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Kemudian pasal

(37)

26

wali, dan guru; mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

mencintai tanah air, bangsa, dan negara; menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran

agamanya; dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Dalam bab IV undang-undang ini menjelaskan tentang kewajiban dan

tanggung jawab dalam pengasuhan anak secara umum. Pada bagian kesatu pasal

20 diterangkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua

berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan

anak. Pada bagian kedua mengenai kewajiban dan tanggung jawab negara dan

pemerintah terangkum dalam pasal 21 yang berisi negara dan pemerintah

berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap

anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya

dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau

mental.

Kemudian pasal 22 menjelaskan bahwa negara dan pemerintah

berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana

dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Dilanjutkan dalam pasal 23 yaitu negara dan pemerintah menjamin

perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak

dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung

jawab terhadap anak. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan

(38)

27

Pasal 24 menerangkan negara dan pemerintah menjamin anak untuk

mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan

tingkat kecerdasan anak.

Pada bagian ketiga yaitu kewajiban dan tanggung jawab masyarakat

dijelaskan dalam pasal 25kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap

perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam

penyelenggaraan perlindungan anak. Pada bagian keempat mengenai kewajiban

dan tanggung jawab keluarga dan orang tua terangkum dalam pasal 26 yaitu

Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara,

mendidik, dan melindungi anak; menumbuhkembangkan anak sesuai dengan

kemampuan, bakat, dan minatnya; dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia

anak-anak. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya,

atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung

jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 30 mengenai kuasa asuh, dalam hal orang tua sebagaimana

dimaksud dalam pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan

tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut. Tindakan

pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Selanjutnya pasal 31 ayat 1 diterangkan bahwa salah satu orang tua,

(39)

28

permohonan ke pengadilan untk mendapatkan penetapan pengadilan tentang

pencabutan kuasa asuh orang tua atau melakukan tindakan pengawasan apabila

terdapat alasan yang kuat utuk itu. Kemudian dijelaskan dalam ayat 2 apabila

salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga, tidak

dapat melaksanakan fungsinya, maka pencabutan hak kuasa asuh orangtua

sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat juga diajukan oleh pejabat berwenang

atau lembaga lan yang mempunyai kewenangan untuk itu.

Dalam bab IX mengenai penyelenggaraan perlindungan, pada bagian

kesatu perihal agama, dalam pasal 42 ayat 1 diterangkan bahwa setiap anak

mendapatkan perlindungan untuk beribadah menurut agamanya. Sebelum anak

dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang

(40)

29 BAB III

PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA

AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK DI KUTOWINANGUN KEC

TINGKIR

A. Gambaran umum daerah penelitian

1.Letak dan Keadaan Geografis

Kelurahan Kutowinangun terletak di Jl. Taman Pahlawan No.34

Salatiga, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Lokasinya sangat berdekatan

dengan Pasar Blauran, jaraknya sekitar ± 100 meter.

Secara geografis, Kelurahan Kutowinangun letaknya sangat strategis.

Kelurahan ini terletak di pinggir jalan raya yang sering dilalui angkutan

kota dengan nomor trayek 06, 05, 04, dan 16. Sehingga mudah untuk

menuju ke Kelurahan Kutowinangun. Kelurahan Kutowinangun juga

dekat dengan pusat pasar Kota Salatiga yang jaraknya ± 200 meter.

Kelurahan Kutowinangun dibatasi dengan:

a) Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kalicacing dan Kelurahan

Salatiga.

b) Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Kauman Kidul.

c) Sebelah timur berbatasan dengan Kelurathan Sidorejo Kidul dan Dusun

Sukoharjo Kab. Semarang.

d) Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Gendongan.

(41)

30

2. Keadaan Penduduk

Adapun keadaan penduduk Kelurahan Kutowinangun Kecamatan

Tingkir Kota Salatiga dilihat dari Rekapitulasi Data Jumlah Penduduk

pada bulan Juli 2012 dapat dibagi sebagai berikut ini:

a. Jumlah penduduk yang dikelompokkan menurut umur dan jenis

kelamin

Tabel

Umur

(Tahun)

Laki-laki

Perempuan Jumlah

0-4 610 600 1.210

5-9 848 759 1.607

10-14 824 782 1.606

15-19 823 776 1.599

20-24 877 828 1.705

25-29 986 935 1.921

30-39 1.946 2.017 3.963

40-49 1.598 1.720 3.318

50-59 1.230 1.391 2.621

60 keatas 1.083 1.424 2.507

Jumlah 10.825 11.232 22.057

(42)

31

b. Penduduk berdasarkan agama yang dianut

Tabel

Agama Laki-laki Perempuan

Budha 79 100

Hindu 3 1

Islam 7.797 7.927

Kaholik 636 720

Kristen Protestan 2.298 2.466

Sumber : Kelurahan Kutowinangun

c. Penduduk menurut berdasarkan mata pencaharian

Tabel

No. Mata

Pencaharian

Jumlah No. Mata

Pencaharian

Jumlah

1 Mengurus rumah

tangga

2.896 32 Penata Rambut 16

2 Pelajar/Mahasisw

a

4.066 33 Mekanik 33

3 Pensiunan 453 34 Seniman 19

4 PNS 344 35 Tabib 3

(43)

32

10 Pekerja Industri 9 41 Ustadz/Mubalig

(44)

33

20 Buruh Peternakan 11 51 Dokter 20

21 Pembantu Rumah

Tangga

87 52 Bidan 5

22 Tukang Cukur 6 53 Perawat 12

23 Tukang Listrik 12 54 Apoteker 4

24 Tukang Batu 80 55 Penyiar Radio 2

25 Tukang Kayu 19 56 Pelaut 16

26 Tukang Sol

Sepatu

6 57 Peneliti 216

27 Tukang

Las/Pandai Besi

9 58 Sopir 216

28 Tukang Jahit 64 59 Pedagang 1.197

29 Tukang Gigi 1 60 Perangkat desa 1

30 Penata Rias 13 61 Wiraswasta 2.180

31 Penata Busana 1

Sumber : Kelurahan Kutowinangun

3. Daftar lembaga bidang keagamaan dan pendidikan keagamaan kelurahan

Kutowinangun

a. Tempat Ibadah

Di kelurahan Kutowinangun kecamatan Tingkir kota Salatiga,

terdapat 23 tempat ibadah yang telah resmi tercatat di kantor kelurahan.

Diantaranya adalah sembilan Masjid, tujuh Gereja, enam Mushola dan

(45)

34

Di RW I tercatat ada tiga tempat ibadah yaitu Masjid Jamiul Qoil

yang diketuai oleh Hadi Winarto, Gereja Bethel Indonesia Bethany dan

Gereja Kristen Indonesia yang terletak di Jl. Jendral Sudirman RW I

Kalioso.

Di RW II terdapat dua tempat ibadah yaitu Masjid Al Muklis yang

diketuai oleh Suranta serta Mushola Nurul Amal Kalibodri yang diketuai

oleh Muji Santoso.

Sedangkan di RW III, terdapat enam tempat ibadah yang masing

masing adalah Masjid At Taubah yang diketuai oleh Zahroni, Masjid Ar

Rohmah yang diketuai oleh Sigit, Mushola Nurul Iman yang terletak di Jl.

Bengawan dan diketuai oleh Masudi, Mushola Nurul Hidayah yang

bertempat di RT 16 dan diketuai oleh Basuni, Mushola Hamdan yang

terletak di Jl. Kaligelis dan diketuai oleh H. Iskandar, serta terdapat satu

gereja yaitu Gereja Bethel Indonesia Pondok Daud.

Di RW IV hanya terdapat satu tempat ibadah yaitu Gereja sidang

Jemaat Allah yang terletak di komplek perumahan Wahid yang diketuai

oleh pendeta Yoseph Triyanto.

Sementara itu, di RW V Nanggulan terdapat tiga tempat ibadah

yaitu Masjid Nidaul Sunah yang diketuai oleh Purwanto, serta dua

Mushola yang masing-masing adalah Mushola Hamdan yang diketuai oleh

Karno dan Mushola Bengkok yang diketuai oleh Muhdasori.

Di RW VI terdapat dua masjid yaitu Masjid Al Huda yang diketuai

(46)

35

RW VII terdapat tiga tempat ibadah yaitu Masjid Sub Inti.. yang diketuai

oleh H. Parmin, Gereja Kristen Jawa Salatiga Timur,dan Vihara.

Kemudian di RW VIII Blondo Celong terdapat satu masjid dan dua

gereja yang masing-masing adalah Masjid Istiqomah yang diketuai oleh

Giman, Gereja Bethel Indonesia Blondo Celong, dan Gereja Pantekosta

Seluruh Indonesia Blondo Celong.

b. Kelompok Ibadah

Untuk mendukung berbagai macam kegiatan keberagamaan dari

masing-masing agama yang berbeda di kelurahan Kutowinangun ini, maka

masyarakat Kutowinangun membentuk beberapa kelompok ibadah.

Sampai saat ini, kantor kelurahan mencatat ada sebanyak 11 kelompok

ibadah yang terdiri dari tujuh kelompok ibadah umat muslim, dua

kelompok ibadah umat nasrani, dan dua kelompok ibadah umat Budha.

Tujuh kelompok ibadah umat muslim tersebut diantaranya adalah

Pengajian Malam Sabtu di Jl. Kaliwungu RW II yang diketuai oleh

Mulyono, Majelis Taklim Hati Beriman di Jl. Taman Pahlawan No 36 RT

16 RW III yang diketuai oleh Hj.Titiek Sularti, pengajian Al Hidayah RW

III yang juga diketuai oleh Hj.Titiek Sularti, pengajian Nidaul Sunah RW

V Nanggulan yang diketuai oleh Susariwati, pengajian Al Huda RW VI

Nanggulan yang diketuai oleh Sugiarti.

Selain kelompok ibadah yang berupa pengajian ataupun majelis

(47)

36

yang dibentuk oleh remaja setempat yaitu Remaja Masjid Al Muklis yang

bertempat di Jl. Kaliwungu RW I dan diketuai oleh Endang, serta Remaja

Nanggulan Peduli Pendidikan yang terletak di Masjid Al Huda RW VI

yang diketuai oleh Lilik Yulianto.

Kemudian dua kelompok ibadah umat nasrani yaitu Persekutuan

Doa Efrata yang terletak di RW III dan diketuai oleh Purwariati, serta

Persekutuan Lingkungan St. Benedictus Wilayah Matheus yang terletak di

RW IV dan diketuai oleh J. Eddy Prasetyo.

Selain kelompok ibadah agama Islam dan Kristen, terdapat pula

dua kelompok ibadah agama budha yaitu Oikumene yang masing0masing

terletak di RW VI dan RW VII Nanggulan dan diketuai oleh YF Arini.

c. Pendidikan Keagamaan

Dalam rangka upaya penanaman nilai-nilai keagamaan sejak dini

bagi anak-anak, diperlukan adanya kegiatan atau lembaga yang mampu

mendorong semangat, kegiatan bersosialisai dan rasa ingin tahu terhadap

pengetahuan agama. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, kelurahan

Kutowinangun bekerja sama dengan masyarakat mendirikan beberapa

lembaga pendidikan keagamaan diantaranya adalah empat Taman

Pendidikan Alquran (TPQ), satu RA, dan satu sekolah minggu.

Empat TPQ tersebut masing-masing adalah TPQ Al Muklis yang

bertempat di RW II Kalioso yang diketuai oleh H. Hariadi, S.Pd, TPQ

Nurul Hidayah yang bertempat di RT 16 RW III, TPQ Bengkok yang

(48)

37

RW VI Nanggulan yang diketuai oleh Sugiarti. Sementara itu, satu RA

yang terdapat di kelurahan Kutowinangun adalah RA Aisiyah yang

bertempat di RW VII Nanggulan dan diketuai oleh Sunarno.

Sedangkan pendidikan keagamaan untuk anak-anak yang beragama

Kristen, di daerah tersebut terdapat satu Sekolah Minggu yang terletak di

RW IV dan diketuai oleh Yulya.

B. Gambaran Kasus Penerapan Hak dan Kewajiban Suami Istri Beda

Agama Dalam Pengasuhan Anak di Desa Kutowinangun Kec. Tingkir

1. Penerapan Hak dan kewajiban suami istri beda agama terhadap

pengasuhan anak pada keluarga N.

a. Data keluarga

1) Suami

Nama : NM

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : laki- laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

Kutowinangun kec.Tingkir

Agama : Islam

Pekerjaan : buruh harian lepas

Pendidikan terakhir : SMP

(49)

38

Nama : NT

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

Kutowinangun kec.Tingkir

Agama : Kristen

Pekerjaan : pembantu rumah tangga

Pendidikan terakhir : SMA

3) Anak pertama

Nama : EH

Umur : 28 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

Kutowinangun kec.Tingkir

Agama : Kristen

Pekerjaan : operator warnet

Pendidikan terakhir : SMA

4) Anak kedua

(50)

39

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

Kutowinangun kec. Tingkir

Agama : Islam

Pekerjaan : buruh pabrik

Pendidikan terakhir : SMA

5) Anak ketiga

Nama : PM

Umur : 21 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

Kutowinangun kec. Tingkir

Agama : Kristen

Pekerjaan : buruh pabrik

Pendidikan terakhir : SMA

b. Latar belakang keluarga

NM dan NT adalah pasangan yang menikah pada tahun

1985. Setelah menikah, keduanya berdomisili di Sragen (tempat

(51)

40

NM tidak menyetujui anakya menikah dengan NT karena

perbedaan agama. Namun NM mendesak orang tuanya untuk

merestui pernikahannya dengan NT karena apabila tidak mendapat

restu orang tua, NM akan kawin lari dengan NT hal ini

dikarenakan komitmen antara mereka berdua yang sudah kuat

walaupun dengan resiko yang besar. Oleh sebab itu, orang tua NM

dengan berat hati menyetujui pernikahan anaknya walaupun

mengakibatkan mereka tidak akan pernah sepaham dengan NT.

Pernikahan NM dan NT berjalan sesuai syariat Islam di

Kantor Urusan Agama (KUA) Sragen. Dalam hal ini, NT terpaksa

memeluk Islam terlebih dahulu demi berlangsungnya pernikahan

dan mendapat restu kedua orang tua NM.

Namun setelah dua tahun menikah, NT kembali lagi

memeluk agama Kristen dan NM tidak melarang hal tersebut

karena NM masih ingin menunjukkan toleransi nya pada NT dan

hal ini juga dikarenakan cinta NM yang begitu besar pada NT.

Kemudian NM dan NT dikaruniai anak laki-laki yang

diberi nama EH. Dua tahun berselang, lahir anak kedua NM dan

NT yang juga berjenis kelamin laki-laki yang diberi nama DS.

Beberapa tahun kemudian NM dan NT beserta anak-anaknya

pindah ke Kutowinangun Salatiga dikarenakan adanya selisih

Gambar

Umur Tabel Laki-Perempuan
Agama Tabel Laki-laki

Referensi

Dokumen terkait

Dalam UU Perkawinan tidak terdapat definisi mengenai hak asuh anak, namun Pasal 1 angka 11, Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Fuel cell adalah alat atau teknologi seperti baterai yang mampu menghasilkan listrik dengan menggunakan bahan bakar kimia seperti hidrogen.. “Seperti pabrik, fuel

tiga makna Perjamuan Kudus yaitu makna me- nyangkut masa lalu, kini dan yang akan datang. Mak- na masa lalu berarti bahwa Perjamuan Kudus meru- pakan peringatan pengorbanan

Tujuan penelitian ini adalah : mempelajari pengaruh penambahan volume enzim alfa-amilase dan gluko-amilase pada proses hidrolisa terhadap kadar glukosa yang dihasilkan,

Hasil uji ketoksikan pada penelitian ini mempunyai perbedaan dengan kasus kematian manusia akibat keracunan kerang-kerangan yang disebabkan P.. minimum dapat menyebabkan

Berdasarkan Pengujian kandungan logam yang telah dilakukan, dapat di simpulkan bahwa kandungan logam di dalam sampel pelumas dapat digunakan untuk membantu menentukan

Tanpa keterlibatan semua stakeholders, baik LSM, pihak swasta maupun pemerintah dengan peran yang proporsional serta kerjasama dengan masyarakat maka tidak

Peran orang tua sangatlah penting terhadap pendidikan seorang anak, sehingga selain memberikan motivasi kepada anak-anak, orang tua juga perlu.. diberikan motivasi