• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Sistematika Penulisan

Dalam bab ini berisi latar belakang masalah yang akan dikaji penulis, agar tidak terjadi kerancuan, penulis memberikan penegasan istilah, rumusan masalah sebagai titik fokus pembahasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian.

BAB II Konsep Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Perlindungan Anak

Bab ini berisi tinjauan terhadap pengasuhan anak dari pasangan suami istri beda agama, konsep pengasuhan anak dari suami istri beda agama menurut hukum Islam, dan konsep pengasuhan anak dari suami istri beda agama menurut undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

11

BAB III Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak DiDesa KutowinangunKecamatan Tingkir

Bab ini berisi gambaran umum desa Kutowinangun Kec. Tingkir dan gambaran umum kasus mengenai penerapan hak dan kewajiban suami istri beda agama dalam pengasuhan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir BAB IV Analisis Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Bab ini berisi kasus mengenai penerapan hak dan kewajiban suami istri beda agama dalam pengasuhan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir dan analisis penerapanhak dan kewajiban dari suami istri beda agama dalam pengasuhan anak menurut hukum Islam dan undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

BAB V Penutup

12 BAB II

KONSEP PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002

TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

A. Tinjauan terhadap pengasuhan anak menurut hukum Islam 1. Pengertian pengasuhan anak

Pengasuhan atau biasa disebut parenting merupakan proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak memasuki usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orang tua biologis dari anak), namun bila orang tua biologisnya tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas ini diambil oleh kerabat dekat termasuk kakak, nenek dan kakek, orang tua angkat, atau oleh institusi seperti panti asuhan.

Menurut Myers (1992) pengasuhan anak paling tidak mencakup beberapa aktivitas berikut yaitu : melindungi anak, memberikan perumahan atau tempat perlindungan, pakaian, makanan, merawat anak (termasuk memandikan, mengajarkan cara buang air, dan memelihara bila anak sakit), memberikan kasih sayang dan perhatian pada anak, berinteraksi dengan anak dan memberikan stimulasi kepadanya, serta memberikan kemampuan sosialisasi dengan budayanya.

13

Agar anak memiliki perkembangan yang optimal, perlu adanya kerjasama dari orang tua dan juga interaksi yang cukup baik antara anak dan orang tua terutama ibu. Bentuk interaksi dan pemberian stimulasi yang tepat pada anak akan menghasilkan dampak positif bagi tumbuh kembang anak. Misalnya, memberikan contoh kata-kata positif yang diperdengarkan pada anak sejak kecil sehingga anak mampu meniru dan menerapkan hal tersebut sampai dewasa.

Setiap orang tua memiliki caranya masing-masing dalam menddik dan mengasuh anak. Latar belakang ekonomi, sosial, budaya , bahkan agama menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan anak. Untuk itu setiap orang tua wajib memahami karakter dan jiwa anak sehingga perbedaan pada orang tua tidak menimbulkan konflik dalam pengasuhan anak.

2. Bentuk-bentuk pengasuhan anak

Menurut Suardiman (1983 : 22) pengertian pola asuh adalah cara mengasuh anak, usaha memelihara,membimbing, membina, melindungi anak untuk kelangsungan hidupnya.

Bentuk-bentuk pengasuhan anak antara lain : a. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang cenderung terhadap kemauan si anak. Apapun yang diinginkan anak sekalipun itu hal-hal yang negatif selalu diijinkan orang tua, seperti membolos, pergaulan bebas, dan sebagainya. Pola

14

pengasuhan anak semacam ini seringkali diakibatkan karena orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga mengabakan kewajiban dalam mendidk anak. Orang tua hanya memberikan materi tanpa pengarahan ataupun perhatian khusus pada anak sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi perkembangan anak.

Anak yang diasuh dengan metode semacam ini cenderung kurang perhatian, tidak memiliki kemampuan sosialisasi yang baik, serta kurang menghargai orang-orang di sekitarnya. b. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah bentuk pengasuhan anak yang bersifat memaksa, keras, dan otoriter. Hal ini dapat dicerminkan dari peraturan-peraturan yang dibuat orang tua tanpa memperhatikan kemauan si anak. Orang tua tidak segan-segan memberikan hukuman mental maupun fisik apabila anak melanggar peraturan.

Anak yang menginjak usia remaja maupun dewasa akan sangat tertekan dengan pola pengasuhan semacam ini. Mereka lebih senang berada diluar rumah, mudah sedih dan berpikir negatif tentang orang tua. Namun, dampak positif dari pola pengasuhan ini adalah anak menjadi pribadi yang mandiri, disiplin, dan lebih bertanggung jawab dalam meraih kehidupan yang lebih baik.

15 c. Pola asuh otoritatif

Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya.

Anak yang diasuh dengan pola semacam ini akan lebih percaya diri, cerdas, ceria, kreatif, terbuka pada orang tua, menghormati orang tua, tidak mudah stres maupun depresi, dan disegani masyarakat sekitar.

(http://pgpaud2009.blogspot.com/2013/05/polapengasuhan-anak-dalam-keluarga.html)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasuhan anak dalam keluarga beda agama

Dalam kehidupan berumah tangga, perbedaan merupakan hal yang umum dialami setiap pasangan. Perbedaan latar belakang, sosial, budaya, agama merupakan hal yang wajar meskipun seringkali menimbulkan ketidakharmonisan. Perbedaan tersebut dapat diatasi seiring dengan saling memahami satu sama lain dan mengutamakan kepentingan bersama yaitu keberhasilan dalam mengasuh dan mendidik anak.

16

Perbedaan agama atau prisip adalah hal yang seringkali dihadapi dalam kehidupan rumah tangga pasangan berbeda agama. Hal ini tentu akan berdampak besar bagi perkembangan fisik dan mental anak.

Dasar rasa cinta anak terhadap Tuhan serupa dengan dasar rasa cintanya terhadap orang tua. Jika orang tua mengenalkan konsep Tuhan, anak akan menerima dengan sungguh-sungguh. Dalam mengenalkan itu biasanya sikap orang tua cenderung menekankan sikap-sikap yang berkenan di hati mereka sendiri. (Spock, 1991:91).

Selain faktor agama itu sendiri, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan anak dalam keluarga beda agama. Menurut Triwardani (2001) dikutip dari Pratiwi menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh yaitu: sosial, ekonomi, pendidikan, kepribadian, nilai-nilai yang dianut orang tua, dan jumlah anak.

Pergaulan orang tua dengan lingkungan sekitar akan mempengaruhi bagaimana cara mereka dalam mendidik anak, apabila lingkungan tersebut lebih banyak orang yang berpendidikan rendah, atau bahkan apabila orang tua itu sendiri yang berpendidikan rendah, maka orang tua juga cenderung tidak akan menanamkan pendidikan yang tinggi untuk anak-anaknya. Hal tersebut juga dapat terjadi karena faktor ekonomi dan juga kurangnya wawasan orang tua tentang pentingnya pendidikan untuk masa depan.

17

4. Pengasuhan anak menurut hukum Islam

Hadhanah dalam perspektif islam diatur dengan sangat jelas sejak anak masih dalam rahim ibunya, seperti hak waris, hak wakaf, dan hak nasab. Menurut Dahlan (1999) dikutip dari Hannah (2014) hadhanah secara terminologis adalah merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena tidak bisa memenuhi keperluannya sendiri.

Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa pada prinsipnya hukum merawat dan mendidik anak adalah kewajiban bagi orang tua, karena apabila anak yang masih kecil dan belum mumayyiz tidak dirawat dan didik dengan baik, maka akan berakibat buruk pada diri dan masa depan mereka, bahkan bisa mengancam eksistensi jiwa mereka. Oleh karena itu anak-anak tersebut wajib dipelihara, diasuh, dirawat dan dididik dengan baik. Dalam surat Al Baqoroh ayat 233 telah diterangkan dengan jelas sebagai berikut :



 

  

   

   

18

   



Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan “ (QS. Al Baqarah : 233)

Dalam ayat tersebut terkandung penjelasan bahwa tanggung jawab pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab penuh seorang ayah, namun demikian, seorang suami atau ayah itu sendiri juga wajib bertanggung jawab terhadap kebutuhan ibu. Hal ini diperkuat dengan ilustrasi apabila anak tersebut disusui oleh perempuan lain maka ayah wajib membayar perempuan yang menyusui anaknya tersebut.

Sedangkan mengenai hak dalam hadhanah, hak seorang ibu terhadap anak lebih kuat daripada hak ayah. Menurut schacht (1985:214) ibu mempunyai hak merawat dan memelihara anak dalam keadaan masih kecil sampai berumur tujuh atau sembilan tahun. Ini bukan merupakan kewajiban, akan tetapi hak yang dapat menjadi hilang apabila ibu memutuskan perkawinan kemudian mempunyai hubungan terlarang dengan orang yang berbeda mahram dengan anak.

19

Selain itu, sosok ayah sebagai seorang pendidik yang baik dikisahkan dalam Alquran melalui figur Luqman sebagai berikut :

   

    

  

  

  

Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (12) dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(13) dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. “(14) (QS. Luqman : 12-14).

Menurut Rafiq (1998) dikutip dari Nurrudin dan Tarigan (2006), setidaknya ada delapan nilai-nilai pendidikan yang harus diajarkan orang tua kepada anaknya seperti berikut ini :

1. Agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT 2. Tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu yang lain.

20

4. Mempergauli orang tua secara baik-baik (ma’ruf)

5. Setiap perbuatan betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

6. Menaati perintah Allah SWT. Seperti shalat, amar ma’ruf dan

nahi munkar, serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan.

7. Tidak sombong dan angkuh.

8. Sederhana dalam bersikap dan bertutur kata

Proses pemeliharaan anak dan pendidikannya akan dapat berjalan dengan baik, jika kedua orang tua saling bekerja sama dan saling membantu. Tentu saja ini dapat dilakukan dengan baik jika keluarga tersebut benar-benar keluarga yang sakinah dan mawaddah.(Nuruddin & Tarigan : 2006)

B. Konsep pengasuhan anak menurut UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

Dalam pasal 1 undang-undang ini, yang dimaksud denganAnak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

21

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.

Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan

22

menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.

Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.

Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam pasal 2 undang-undang ini, Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: nondiskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak.

Di dalam bab II mengenai asas dan tujuan, berisi pasal 3 yangmenjelaskan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak

23

agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Selanjutnya dalam bab III mengenai hak dan kewajiban anak, ditegaskan dalam pasal 4 bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kemudian pasal 5 menerangkan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Selanjutnya, pasal 6 menguraikan tentang setiap anak yang berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

Pasal 7 mengandung pengertian bahwa setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8 berisi setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Selanjutnya pasal 9 menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Selain hak anak sebagaimana

24

dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

Pasal 10 berkaitan dengan setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Kemudian pasal 11 mejelaskan bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

Pasal 12 tentang hak penyandang cacat yaitu setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

Pasal 13 mengenai hak anak dalam pengasuhan yaitu setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuandiskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 14 menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah

25

menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Pasal 15 tentang hak perlindungan anak yaitu setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik; pelibatan dalam sengketa bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan pelibatan dalam peperangan.

Pasal 16 menjelaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

Kemudian dilanjutkan dalam pasal 17 bahwa setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 18 berisi tentang setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Kemudian pasal 19 menerangkan bahwa setiap anak berkewajiban untuk: menghormati orang tua,

26

wali, dan guru; mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; mencintai tanah air, bangsa, dan negara; menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Dalam bab IV undang-undang ini menjelaskan tentang kewajiban dan tanggung jawab dalam pengasuhan anak secara umum. Pada bagian kesatu pasal 20 diterangkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Pada bagian kedua mengenai kewajiban dan tanggung jawab negara dan pemerintah terangkum dalam pasal 21 yang berisi negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

Kemudian pasal 22 menjelaskan bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Dilanjutkan dalam pasal 23 yaitu negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.

27

Pasal 24 menerangkan negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

Pada bagian ketiga yaitu kewajiban dan tanggung jawab masyarakat dijelaskan dalam pasal 25kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Pada bagian keempat mengenai kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua terangkum dalam pasal 26 yaitu Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan

Dokumen terkait