PENGARUH PENGGUNAAN AIR LIMBAH CUCIAN BERAS DAN
MIZA PLUS TERHADAP HASIL KEDELAI EDAMAME
Elfarisna, Rita Tri Puspitasari, dan Mirdad Mirdani
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Jl. KHA. Dahlan Cireundeu Ciputat Jakarta Selatan 15419 Telepon/Fax : 021-743068;9 elfa.risna@yahoo.com
ABSTRAK
Untuk mendukung praktek pertanian organik, pupuk yang diberikan pada tanaman harus ramah lingkungan. Air limbah cucian beras dapat digunakan sebagai pupuk yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Miza plus adalah pupuk hayati berbasis mikoriza arbuskula. Secara fungsional mikroba tersebut bersinergi dalam penyediaan unsur hara makro P, N dan zat pengatur tumbuh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis air limbah cucian beras dan Miza plus serta interaksinya terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai edamame. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2012, di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UMJ. Rancangan yang digunakan adalah Acak kelompok lengkap dengan pola faktorial, terdiri dari dua faktor dengan empat ulangan. Faktor pertama adalah dosis air limbah cucian beras yang terdiri atas empat taraf yaitu P0 (0 ml/tanaman), P1 (50 ml/tanaman), P2 (100 ml/tanaman) dan P3 (150 ml/tanaman) Faktor kedua adalah Miza plus yang terdiri atas dua taraf yaitu : M0 (0 g/tan) dan M1 (20 g/tan). Perlakuan air limbah cucian beras, Miza plus dan interaksinya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap per-tumbuhan dan hasil tanaman kedelai edamame.
Kata kunci: air limbah cucian beras, Miza plus, kedelai edamame
ABSTRACT
Effect of the use of waste water of rice and Miza Plus on edamame soybean yield. To support organic farming practices, the fertilizer should be given is supposed to be the eco-friendly fertilizer. Waste water of rice is one of the waste that can be used as a useful fertilizer for the growth of plant. Miza plus is bioferlizer which is based on arbuscular mycorrhiza. Functionally these microbes synergize to provide macro nutrients P, N and plant growth regulators matter. This research is aimed at knowing the effect of various doses of rice waste-water, Miza plus and their interaction to the growth and the yield of edamame soyban. This research was conducted at the Faculty of Agriculture of UMJ from January to April 2012. The trial was arranged in a Randomized Complete Block Design with a factorial pattern which consist ot two factor with four replication. The first factor is the dose of Wastewater of Rice which consist of four-level, namely: P0 (0 ml / plant), P1 (50 ml / plant), P2 (100 ml / plant) and P3 (150 ml / plant). The second factor is Miza plus which consists of two levels, namely: M0 (Without Miza plus) and M1 (20 g/plant). Treatment of rice wastewater, Miza plus and their interaction is not significant on the growth and production of soybean edamame.
Keywords: wastewater of rice, Miza plus, edamame soybean
PENDAHULUAN
Kedelai terdiri dari dua jenis, yakni kedelai yang dipanen pada masak fisiologis dan kedelai edamame yang dipanen muda. Kedelai edamame memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi manusia. Termasuk bahan pangan fungsional, karena bergizi tinggi, kedelai menguntungkan kesehatan bila dikonsumsi.
Upaya peningkatan produksi kedelai semula diupayakan melalui penggunaan varietas unggul dan pupuk anorganik. Menurut Simanungkalit et al (2006), pemakaian pupuk anorganik dalam jumlah berlebihan berdampak negatif terhadap lingkungan. Untuk mendukung praktek pertanian organik, pupuk yang diberikan pada tanaman harus ramah lingkungan. Pupuk hayati merupakan pupuk ramah lingkungan, dapat meningkatkan kesuburan tanah dan sebagai fasilitator dalam proses penyediaan unsur hara bagi tanaman.
Air limbah cucian beras dapat digunakan sebagai pupuk yang berguna bagi pertum-buhan tanaman. Dari beberapa penelitian, air limbah cucian beras setelah proses fermen-tasi mampu menggantikan pupuk kimia, seperti yang dilakukan Puspitasari (2003), Elfarisna (2003), dan Suryati (2003) pada tanaman anggrek. Penelitian penggunaan air limbah cucian beras pada tanaman hortikultura telah banyak dilakukan, namun belum diketahui dosis yang efektif.
Pupuk hayati (biofertilizer) merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Contohnya adalah fungi mikoriza arbuskular, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomisetes, dan cacing tanah.
Miza plus adalah pupuk hayati berbasis mikoriza arbuskular dengan memadukan sinergisme antara mikroba simbiotik dan nonsimbiotik. Safreza (2012) melaporkan peng-gunaan Miza plus pada tanaman kedelai memberikan pengaruh yang lebih baik pada fase pembungaan hingga fase panen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis air limbah cucian beras, Miza plus, dan interaksinya terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai edamame.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2012, di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UMJ dengan jenis tanah Latosol dan ketinggian lokasi penelitian 25 meter di atas permukaan laut. Bahan yang digunaka adalah benih kedelai edamame varietas Ryokkoh, air limbah cucian beras, Miza plus, EM4, tanah, pestisida nabati (daun mimba, daun sereh, deterjen), pestisida organik Dane, pestisida kimia Decis dan Sida-methrin.
Penelitian dilakukan dalam polibag menggunakan rancangan acak kelompok dengan pola faktorial. Faktor pertama adalah dosis air limbah cucian beras yang terdiri atas empat taraf yaitu P0 (0 ml/tanaman), P1 (50 ml/tanaman), P2 (100 ml/tanaman) dan P3 (150 ml/tanaman) Faktor kedua adalah Miza plus yang terdiri atas dua taraf yaitu M0 (0 g/tan) dan M1 (20 g/tan), setiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 32 satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, umur berbunga, jumlah bintil akar, jumlah polong, berat polong, polong bernas, dan polong hampa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi Tanaman
Perlakuan dosis air limbah cucian beras tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tana-man. Demikian juga perlakuan Miza plus dan interaksinya tidak nyata mempengaruhi
MST menghasilkan tanaman tertinggi 32,7 cm. Tanpa pemberian Miza plus (M1) umur 7 MST, tinggi tanaman hanya 30,7 cm (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh tunggal dosis air limbah cucian beras (ALCB) dan Miza plus terhadap tinggi tanaman kedelai edamame pada umur 2–7 MST.
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNJ.
Jumlah Daun
Perlakuan tunggal air limbah cucian beras, Miza plus, dan interaksinya tidak berpe-ngaruh nyata terhadap jumlah daun. Perlakuan dosis air limbah cucian beras 50 ml/tan pada umur 7 MST menghasilkan jumlah daun terbanyak yaitu 16,4 helai. Perlakuan tanpa Miza plus pada umur 7 MST menghasilkan daun 15,4 helai (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh tunggal dosis air limbah cucian beras (ALCB) dan Miza plus terhadap jumlah daun kedelai edamame pada umur 2–7 MST.
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji BNJ
Jumlah Cabang
Perlakuan air limbah cucian beras, Miza plus dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang pada umur 4-7 MST. Perlakuan tanpa air limbah cucian beras pada umur 7 MST menghasilkan cabang terbanyak 4,0 buah. Perlakuan tanpa Miza plus pada umur 7 MST menghasilkan cabang 3,9 buah (Tabel 3).
Tinggi tanaman (cm) Perlakuan
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST ALCB
0 ml/tan 14,6a 21,1a 28,1a 30,2a 30,7a 30,7a
50 ml/tan 15,0a 21,6a 30,1a 32,4a 33,0a 32,7a
100 ml/tan 14,7a 20,8a 27,3a 29,4a 30,1a 29,7a
150 ml/tan 14,7a 20,8a 27,3a 27,9a 29,0a 28,6a
Miza plus
0 g/tan 14,8a 21,0a 28,1a 30,3a 30,9a 30,7a
20 g/tan 14,7a 21,2a 28,3a 29,6a 30,5a 30,2a
Jumlah daun (helai) Perlakuan
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST ALCB
0 ml/tan 4,2a 5,6a 8,3a 11,8a 14,5a 15,1a
50 ml/tan 4,1a 5,5a 8,6a 11,5a 14,6a 16,4a
100 ml/tan 4,0a 5,8a 7,9a 11,4a 14,8a 15,8a
150 ml/tan 4,0a 5,4a 7,5a 10,9a 13,6a 14,0a
Miza plus
0 g/tan 4,0a 5,4a 7,8a 11,4a 14,3a 15,4a
Tabel 3. Pengaruh tunggal dosis air limbah cucian beras (ALCB) dan Miza plus terhadap jumlah cabang kedelai edamame pada umur 4 – 7 MST.
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNJ .
Umur Berbunga
Perlakuan air limbah cucian beras, Miza plus dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga. Waktu berbunga tercepat terjadi pada perlakuan dosis air limbah cucian beras 50 ml/tan yaitu 26,6 hari. Waktu tercepat berbunga pada perlakuan tanpa Miza plus adalah 26,7 hari.
Tabel 4. Pengaruh tunggal dosis air limbah cucian beras (ALCB) dan Miza plus terhadap umur berbunga, jumlah bintil akar dan jumlah polong kedelai edamame.
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNJ.
Jumlah Bintil Akar
Perlakuan dosis air limbah cucian beras, Miza plus dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman edamame. Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah bintil akar terbanyak pada perlakuan air limbah cucian beras adalah pada dosis 50 ml/tan yaitu 51,6 buah. Jumlah bintil akar terbanyak pada perlakuan Miza plus 20 g/tan adalah 53,1 buah.
Jumlah Polong per Tanaman
Perlakuan tunggal air limbah cucian beras, Miza plus dan interaksinya tidak berpe-Jumlah cabang (buah)
Perlakuan
4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
ALCB
0 ml/tan 1,2a 2,9a 3,7a 4,0a
50 ml/tan 1,0a 2,7a 3,5a 3,9a
100 ml/tan 0,9a 2,8a 3,8a 3,9a
150 ml/tan 1,0a 2,7a 3,3a 3,6a
Miza plus
0 g/tan 0,8a 2,8a 3,5a 3,9a
20 g/tan 1,3a 2,7a 3,6a 3,9a
Perlakuan Umur berbunga (hari) Jumlah bintil akar (buah) Jumlah polong (buah) ALCB
0 ml/tan 26,8a 49,8a 24,5a
50 ml/tan 26,6a 51,6a 27,4a
100ml/tan 26,8a 49,8a 24,5a
150ml/tan 26,9a 48,1a 24,4a
Miza plus
0 g/tan 26,7a 49,3a 25,6a
bahwa jumlah polong terbanyak pada perlakuan air limbah cucian beras adalah pada dosis 50 ml/tan yaitu 27,4 buah. Jumlah polong terbanyak pada perlakuan tanpa Miza plus adalah 25,6 buah.
Berat Polong
Perlakuan tunggal air limbah cucian beras, Miza plus, dan interaksinya tidak berpe-ngaruh nyata terhadap berat polong tanaman kedelai edamame. Tabel 5 menunjukkan bahwa polong edamame terberat pada perlakuan air limbah cucian beras terdapat pada dosis 50 ml/tan yaitu 54,8 g. Berat polong terberat pada perlakuan Miza plus 20 g/tan adalah 50,6 gram.
Tabel 5. Pengaruh tunggal dosis air limbah cucian beras (ALCB) dan Miza plus terhadap berat polong, persentase polong bernas dan persentase polong hampa kedelai edamame. Perlakuan Berat polong (g) Persentase polong
bernas (%)
Persentase polong hampa (%)
ALCB
0 ml/tan 49,4a 64,3a 35,7a
50 ml/tan 54,8a 69,3a 30,8a
100ml/tan 49,1a 66,7a 33,8a
150ml/tan 48,70a 66,7a 33,3a
Miza plus
0 g/tan 50,4a 66,0a 34,3a
20 g/tan 50,6a 67,5a 32,5a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji BNJ
Jumlah Polong Bernas
Perlakuan air limbah cucian beras, Miza plus, dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap persentase polong bernas tanaman edamame. Tabel 5 menunjukkan persentase polong bernas terbesar pada perlakuan air limbah cucian beras terdapat pada dosis 50 ml/tan, yaitu 69,25%. Pemberian Miza plus memberikan jumlah polong bernas terbesar pada perlakuan 20 g/tan, yaitu 67,50%.
Jumlah Polong Hampa
Perlakuan air limbah cucian beras, Miza plus, dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap persentase polong hampa tanaman kedelai edamame. Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah polong hampa terbanyak pada perlakuan tanpa air limbah cucian beras mencapai 35,7%, sedangkan jumlah polong hampa terendah terdapat pada perlakuan 50 ml/tan air limbah cucian beras yaitu 30,8%. Pada perlakuan Miza plus, jumlah polong hampa terbesar terdapat pada dosis 0 g/tan yaitu 34,3%.
PEMBAHASAN
Pemberian Air limbah cucian beras dengan dosis 50 ml merupakan perlakuan yang memberikan nilai tertinggi. Hal tersebut diduga karena air limbah cucian beras mengan-dung unsur hara yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Penelitian Puspitasari
(2003) mengemukakan bahwa pada air limbah cucian beras yang difermentasi 1 minggu ternyata lebih banyak ditemukan khamir. Khamir bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman karena zat-zat bioaktif seperti hormon dan enzim yang dihasilkan khamir meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Menurut Anonim (1996) dalam Suryati (2003), khamir akan membentuk zat-zat antibakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman, dari asam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri, bahan organik, dan akar tumbuhan.
Pemberian air limbah cucian beras memberikan respon positif terhadap parameter fase generatif. Perlakuan air limbah cucian beras 50 ml membuat tanaman berbunga lebih cepat, jumlah polong lebih banyak, berat polong tinggi, dan persentase polong bernas terbesar, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain. Hal ini diduga air limbah cucian beras mempunyai unsur hara yang berguna bagi tanaman dalam memperbanyak jumlah dan pengisian polong, mekipun jumlahnya relatif rendah, seperti unsur hara N, P, dan K. Menurut Safreza (2012), air limbah cucian beras mengandung boron yang mem-bantu tanaman menyerap kalium lebih cepat.
Secara umum, perlakuan Miza plus 20 g/tan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai edamame. Perlakuan Miza plus memperbaiki perkembangan tanaman, baik pada fase vegetatif maupun fase generatif, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa Miza plus. Hal ini diduga karena Miza plus yang diperkaya dengan mikoriza arbuskula yang bersifat simbiotik dan mikroba nonsimbiotik, memiliki bakteri penambat N nonsimbiotik, dan bakteri pelarut fosfat dapat memacu pertumbuhan tanaman. Menurut Munawar (2011) mikoriza membantu dalam penyerapan unsur hara bagi tanaman, terutama unsur-unsur hara yang jumlahnya sedikit di dalam tanah dan tidak mobil.
Respon Miza plus tidak begitu terlihat pada awal pertumbuhan tanaman, dapat dilihat pada umur 2 MST pada tinggi tanaman. Hal ini diduga mikoriza yang terdapat dalam Miza plus sedang dalam tahap inisiasi dan penetrasi dalam akar tanaman kedelai. Proses inisiasi dimulai dengan perkecambahan spora di dalam tanah. Hifa yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam korteks. Pada akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa internal di antara sel-sel korteks dan hifa eksternal. Jamur memperoleh senyawa organik (terutama gula) dari tanaman, sebaliknya tanaman memperoleh keuntungan karena penyerapan unsur hara dan air dapat berlangsung lebih baik (Lakitan 2010).
FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) efektif meningkatkan penyerapan unsur hara, baik makro maupun mikro. Selain itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Simanungkalit et al (2006) mengemukakan bahwa tanaman dengan fungi mikoriza arbuskula mempunyai konsentrasi Cu dan Zn yang tinggi. Peningkatan unsur hara mikro tersebut diduga mampu meningkatkan jumlah daun walaupun dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit. Tembaga (Cu) diperlukan dalam pembentukan berbagai macam enzim dan mempunyai peranan penting dalam pembentukan hijau daun (khrolofil), sedangkan seng (Zn) berfungsi pada pembentukan hormon (auxin) dan penting bagi keseimbangan fisiologis (Sutedjo 2008). Dalam penelitian ini, pemberian Miza plus memberikan respon yang positif terhadap jumlah daun tanaman kedelai. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahayu (2010) bahwa peningkatan serapan Cu dan Zn diduga mengakibatkan aktivitas enzimatis dan proses fisiologis, termasuk fotosintesis, berjalan dengan lancar sehingga meningkatkan
Tanaman kedelai membutuhkan unsur hara fosfat lebih banyak dibandingkan dengan tanaman lainnya. Serapan P oleh tanaman kedelai terjadi selama kurun waktu pertum-buhannya, periode kebutuhan terbesar pada saat mulai pembentukan polong hingga lebih kurang 10 hari sebelum biji berisi dan berkembang penuh (Samsu 2001). Menurut Sutanto (2002), Mikoriza dapat membantu tanaman dalam penyerapan fosfat, bahkan tidak hanya menguntungkan tanaman, tetapi juga menekan kebutuhan pupuk P sampai 20-30%. Fosfor yang belum tersedia bagi tanaman akan diserap oleh hifa ekternal dari FMA. Fospor yang telah diserap oleh hifa ekternal akan dirubah manjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskular. Di dalam arbuskular senyawa polifosfat dipecah menjadi posfat organik yang kemudian dilepaskan ke sel tanaman inang. Dengan adanya hifa ekternal, penyerapan hara terutama posfor menjadi lebih besar dibanding dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza.
Fosfat merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, yang diperlukan dalam jumlah besar. Fosfor merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel dapat mempercepat pertum-buhan akar semai, mempercepat dan memperkuat pertumpertum-buhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, mempercepat pemasakan buah, biji, gabah dan meningkatkan produksi biji-bijian (Sutedjo 2008). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan, perlakuan Miza plus memberikan angka tertinggi pada berat polong per tanaman dan persentase polong bernas. Dalam penelitian Safreza (2012), pemberian Miza plus memberikan respon yang tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk NPK pada peubah bobot biji kering atau dalam pembentukan dan pengisian polong.
Kemampuan FMA dalam menyerap unsur hara P juga berpengaruh terhadap pemben-tukan bintil akar. Peningkatan serapan P berpengaruh terhadap jumlah bintil akar yang dihasilkan tanaman kedelai (Rahayu 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaku-kan bahwa pemberian Miza plus menghasildilaku-kan bintil akar efektif lebih banyak dibanding-kan dengan tanpa Miza plus. Menurut Rao (2007), hara P mampu meningkatdibanding-kan jumlah bintil akar pada perakaran tanaman yang dapat merangsang penambatan N udara sehingga meningkatkan serapan N pada tanaman. Rhizobia dan FMA sering berinteraksi secara sinergistik menghasilkan bintil akar, pengambilan nutriea, dan hasil panen yang lebih baik (Rao 2007). Secara teoritis, apabila nodulasi Rhizobium baik, maka kebutuhan N kedelai dapat dicukupi dari N2 (Samsu 2001). Diduga kebutuhan tanaman terhadap
unsur hara N dapat tercukupi dengan pemberian Miza plus. Begitu juga pemberian air limbah cucian beras 50 ml (P1) yang memberikan jumlah bintil akar efektif yang lebih banyak.
Secara umum, interaksi antara air limbah cucian beras dengan Miza plus tidak ber-pengaruh nyata terhadap parameter pengamatan. Sejalan dengan hal tersebut, diduga peranan FMA yang ada pada Miza plus kurang optimal karena pada tanah yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman kedelai diduga masih terdapat unsur hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Tanah yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman kedelai berasal dari tanah bekas pertanaman jagung yang diberi pupuk anorganik. Peranan FMA terlihat jelas apabila terjadi cekaman unsur hara di dalam tanah. Dalam penelitian ini, efisiensi serapan P tertinggi pada tanaman kedelai dicapai pada perlakuan tanpa pupuk P, hasil jumlah polong dan serapan P kedelai menurun dengan meningkatnya jumlah pupuk P yang diberikan (Simanungkalit et al. 2006).
Kurang terlihatnya peranan Miza plus bukan berarti Miza plus tidak berpengaruh terhadap hasil kedelai. Dalam penelitian ini, perlakuan pemberian air limbah cucian beras
dengan dosis 50 ml dan Miza plus 20 g/tan memberikan respon positif terhadap pertum-buhan dan hasil kedelai. Perlakuan tersebut memberikan umur berbunga paling cepat, dan memberikan nilai tertinggi pada parameter jumlah polong, berat polong, persentase polong bernas, dan persentase polong hampa paling kecil.
KESIMPULAN
Pemberian air limbah cucian beras, Miza plus dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai edamame.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2006. Karakteristik Kedelai Sebagai Bahan Pangan Fungsional.http://www. 4shared. comdocumentQcTrbX1oKEDELAI_SEBAGAI_PANGAN_FUNGSIONAL.htm.pdf. _______. 2011. Kedelai.http://id.wikipedia.org/wiki/Kedelai.
Elfarisna, 2003. Penggunaan Air limbah cucian beras Sebagai Pupuk Organik Anggrek Dendrobium spPada Fase Generatif. (Eds.) Prosiding Simposium Nasional dan Kongres Peragi VIII. Bandar Lampung. hlm 193–198.
Lakitan. 2010. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Pers. Jakarta. Munawar, Ali. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor.
Puspitasari, R.T.2003. Fermentasi Alamai Limbah Cucian Air Beras Sebagai Pupuk Hayati Anggrek Dendrobuim sp. pada Fase Vegetatif.(Eds.) Prosiding Simposium Nasional dan Kongres PERAGI VIII. Bandar Lampung. hlm 240–246.
Rahayu, A.Y. 2010. Pengaruh Perlakuan Benih dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Dosis Pupuk Fosfat terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Kedelai.Skripsi. IPB. Rao, N.S. Subba. 2007. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Safreza, Moh. 2012. Aplikasi beberapa Jenis Pupuk Hayati terhadap pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadi-yah Jakarta.
Samsu, S.H. 2001. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor Edamame (Vegetable Soyben). http://bukuwakaf.com/wpcontent/uploads/2010/08/buku3_edamame.pdf. Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik. 2006.
Prospek Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Suryati, Y.2003. Penerapan teknologi efektif mikroorganisme pada air limbah cucian beras sebagai pupuk anggrek (Phalaenopsis sp.). (Eds.) Prosiding Simposium Nasional dan Kongres Peragi VIII. Bandar Lampung. hlm 234–246.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik (Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan). Kanisius. Yogyakarta.