• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (1984) mengungkapkan bahwa hubungan keagenan di pemerintahan antara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. (1984) mengungkapkan bahwa hubungan keagenan di pemerintahan antara"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori yang mendasari penulisan ini adalah teori keagenan. Berdasarkan teori agensi yang mengadopsi pendapat Jensen dan Meckling (1976), dan Moe (1984) mengungkapkan bahwa hubungan keagenan di pemerintahan antara eksekutif dan legislatif. Hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan oleh legislatif sebagai wakil dari rakyat (principal) yang mengharuskan pihak eksekutif/pemerintah (agen) sebagai penyedia jasa untuk kepentingan rakyat.

Teori keagenan dilandasi beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989). Asumsi-asumsi tersebut yaitu Asumsi-asumsi tentang sifat manusia, Asumsi-asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), memiliki keterbatasan rasional (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan.

Sesuai dengan konteks penyusunan anggaran, usulan yang diajukan oleh eksekutif memiliki muatan mengutamakan kepentingan eksekutif (Smith dan

(2)

Bertozzi, 1998). Eksekutif mengajukan anggaran yang dapat memperbesar agency nya, baik dari segi finansial maupun nonfinansial. Sementara Keefer dan Khemani (2003), Mauro (1998), dan Von Hagen (2002) secara implisit menyatakan bahwa anggaran juga dipergunakan oleh legislatif (politisi) untuk memenuhi self-interest nya. Pada akhirnya keunggulan informasi yang dimiliki oleh eksekutif yang dipergunakan untuk menyusun rancangan anggaran akan berhadapan dengan keunggulan kekuasaan (discretionary power) yang dimiliki oleh legislatif. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya masalah keagenan antara prinsipal dan agen.

Rakyat selaku prinsipal menuntut pemerintah (agen) untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya melalui mekanisme pelaporan keuangan secara periodik dalam rangka menyelaraskan tujuan antara prinsipal dan agen. Laporan keuangan tersebut merupakan bentuk tanggungjawab pemerintah, selanjutnya rakyat yang diwakili oleh para legislatif akan dapat mengukur, menilai sekaligus mengawasi kinerja pemerintah, yakni sejauh mana pemerintah sudah bertindak dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.1.2 Teori Kontijensi (Contingency Theory)

Teori kontijensi yang diperkenalkan oleh Burn dan Stalker (1961) dalam Badera (2008) menyatakan bahwa suatu kualitas desain adalah kontingen pada faktor konstektual organisasi. Govindarajan (1986) juga mengemukakan untuk merekonsiliasi perbedaan hasil penelitian-penelitian terdahulu dapat diselesaikan melalui pendekatan kontijensi (contingency approach). Hal ini berarti teori kontijensi merupakan desain penting dalam penelitian-penelitian organisasi,

(3)

karena dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan teori. Oleh karena itu dalam penelitian ini, pengaruh PPA pada Kinerja Pemerintah dengan penerapan GGG sebagai variabel moderasi harus bertumpu pada aplikasi teori kontijensi. Implikasinya, PPA yang efektif harus memandang adanya keterlibatan variabel konstektual dimana organisasi itu dijalankan. Hasil penelitian Pattiasina (2011) menemukan bahwa implementasi Good Corporate Governance memperkuat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja pelayanan. Hal itu berarti dalam upaya mencapai kinerja pelayanan yang maksimal, pemimpin organisasi harus menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Argumentasi yang mendukung pernyataan tersebut adalah adanya kenyataan bahwa Good

Corporate Governance dalam perkembangannya berfungsi sebagai alat kontrol

manajemen dalam meningkatkan kinerja organisasi dan upaya menciptakan organisasi yang sehat (Darmawati, dkk. 2004).

Dengan demikian, faktor kontijensi yang dipilih dalam penelitian ini untuk mengevaluasi hubungan PPA dengan kinerja pemerintah adalah penerapan Good

Government Governance (GGG). Hal ini didasari atas pernyataan yang

dikemukakan oleh Darmawati, dkk. (2004) bahwa implementasi Good Corporate Governance mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Dengan demikian, semakin baik penerapan GGG maka PPA akan berimplikasi pada peningkatan kinerja pemerintah.

2.1.3 Partisipasi Penyusunan Anggaran

Partisipasi merupakan suatu proses pengambilan keputusan bersama antara dua bagian atau lebih dimana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa

(4)

depan. PPA adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh para individu dalam proses penyusunan anggaran (Herminingsih, 2009). Dengan demikian, keikutsertaan pimpinan suatu organisasi dalam proses penyusunan anggaran adalah sebuah partisipasi untuk menentukan tujuan organisasi. Menurut Brownell (1986) partisipasi penyusunan anggaran yaitu suatu evaluasi proses partisipasi individu, dan mungkin diberi penghargaan berdasarkan prestasi mereka pada sasaran/ target yang dianggarkan dimana mereka terlibat dalam proses tersebut serta mempunyai pengaruh pada penentuan target tersebut.

Secara lebih terperinci, pengertian partisipasi dalam penyusunan anggaran dikemukakan oleh Wiryanata (2012) yaitu terkait dengan: (1) keterlibatan pimpinan dalam penyusunan anggaran; (2) besarnya pengaruh pimpinan pada penetapan anggaran akhir; (3) seringnya atasan memprakarsai diskusi saat anggaran disusun; (4) pengaruh usulan dan pemikiran dari pimpinan pada anggaran akhir; dan (5) kepentingan pimpinan dalam berkontribusi pada penyusunan anggaran.

Milani (1975) menyatakan bahwa faktor utama yang membedakan antara PPA dengan non partisipasi adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh pimpinan pada pembuatan keputusan dalam proses penyusunan anggaran. Dengan adanya PPA diharapkan kinerja para aparatur pemerintah dapat meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa PPA memiliki tujuan untuk membentuk sikap, perilaku karyawan dan pimpinan yang memiliki rasa tanggung jawab pribadi serta menumbuhkan pengaruh motivasional terhadap tujuan anggaran dalam organisasi (Husin, 2012).

(5)

Siegel, et al (1989) mengemukakan bahwa PPA membawa manfaat pada organisasi, yakni: (1) seseorang yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran tidak saja task involid melainkan juga ego involved dalam kerjasama, sehingga partisipasi mendorong orang untuk ikut bertanggungjawab dalam suatu kegiatan untuk kepentingan bersama; (2) keterlibatan seseorang akan meningkatkan rasa kebersamaan dalam kelompok, karena dapat meningkatkan kerjasama antara anggota kelompok di dalam penetapan sasaran, serta dapat mengurangi rasa tertekan; dan (3) keterlibatan seseorang akan mengurangi rasa perbedaan di dalam mengalokasikan sumber daya di antara unit-unit yang ada dalam organisasi. 2.1.4 Penerapan Good Government Governance (GGG)

Pengertian governance berkaitan dengan pengelolaan kewenangan. Dalam hal ini bagaimana mencapai tujuan organisasi untuk kepentingan bersama, dan bagaimana agar sumber daya organsasi tidak disalahgunakan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Kerangka kerja governance harus memberikan suatu struktur atau proses yang memastikan terjadinya pengendalian dan pembagian kekuasaan yang seimbang dalam proses tata kelola, sehingga sasaran organisasi dapat dicapai dengan cara yang paling optimal.

Menurut Mardiasmo (2002:17), Government Governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan publik. Sedangkan World Bank mendefinisikan GGG sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta

(6)

penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Penerapan prinsip-prinsip GGG pada dasarnya ditujukan untuk pengelolaan organisasi agar lebih baik sehingga sumber daya negara yang berada dalam pengelolaan pemerintah daerah benar-benar mencapai tujuan sebesar- besarnya untuk kemakmuran serta kemajuan rakyat dan pada akhirnya akan mendukung ketercapaian kinerja pemerintah daerah seperti yang diharapkan (Zeyn, 2011). Dalam Indonesia Institute of Corporate Governance (IICG) penerapan GGG dikenal dengan adanya lima prinsip utama, kelima prinsip tersebut adalah Transparancy, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness.

1) Transparancy (Keterbukaan), yaitu adanya keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai organisasi (Suprayitno, dkk. 2004). Organisasi pemerintah hendaknya mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat dibandingkan serta dapat dipertanggungjawabkan terkait dengan pengelolaan keuangan.

2) Accountability (Akuntabilitas), yaitu kewajiban pemerintah daerah untuk

memberikan penjelasan, menyajikan dan melaporkan segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan penggunaan uang publik kepada pihak yang memiliki hak dan kewenangan sehingga pengelolaan keuangan organisasi terlaksana secara efektif (Suprayitno, dkk. 2004). Akuntabilitas juga menunjukkan adanya traceableness yang berarti dapat ditelusuri sampai ke

(7)

bukti dasarnya serta reasonableness yang berarti dapat diterima secara logis.

3) Responsibility (Pertanggungjawaban), manajemen pada sektor publik

bertanggungjawab kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan organisasi sektor publik dalam rangka pemberian palayanan publik berasal dari masyarakat (public funds) (Mardiasmo, 2002:70). Pertanggungjawaban merupakan bentuk upaya pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya terkait dengan penjelasan mengenai kinerja yang disampaikan kepada publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip- prinsip korporasi yang sehat (Pattiasina, 2011).

4) Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana organisasi

dikelola secara profesional, tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip - prinsip korporasi yang sehat (Pattiasina, 2011). Kemandirian menunjukkan kemampuan organisasi pemerintah daerah membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat.

5) Fairness (Kewajaran), adalah kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak

stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pattiasina, 2011). Cakupan / jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan di berlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat (Widodo, 2001:276).

(8)

2.1.5 Kinerja Pemerintah Daerah

Ukuran kinerja suatu organisasi sangat penting guna evaluasi dan perencanaan masa depan. Perencanaan pengeluaran yang berorientasi pada kinerja akan meningkatkan kinerja anggaran daerah. Apabila pengeluaran pemerintah mempunyai kualitas yang rendah, maka kualitas pelaksanaan fungsi-fungsi Pemerintah Daerah akan cenderung melemah yang berakibat kepada sulitnya pencapaian tujuan Pemerintah Daerah di masa mendatang.

Mahoney et.al (1963) menyatakan kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Kinerja dapat dilihat melalui hasil kinerja sebelumnya dibandingkan dengan kinerja senyatanya di masa sekarang serta dengan periode yang akan datang dalam lingkup tertentu (Wentzel, 2002).

Indra (2006:274) menyatakan, kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Pengertian ini lebih ditekankan pada pencapaian kegiatan atau program yang akan dilaksanakan sehingga kinerja akan tercapai apabila kegiatan atau program tersebut dilaksanakan sesuai dengan tujuan, visi, dan misi organisasi. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, kinerja pemerintah daerah dapat diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/

(9)

program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi pemerintah daerah yang tertuang dalam strategic planning.

Pada konteks otonomi daerah saat ini, tolok ukur dalam perencanaan anggaran belanja didasarkan pada prinsip Value For Money (VFM) yakni ekonomis, efisien dan efektif (Mardiasmo, 2002:133). Herminingsih (2009) juga mengungkapkan dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah, hal terpenting adalah diperlukannya manajemen keuangan daerah yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif.

VFM adalah jembatan untuk mengantarkan Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran sesuai visi dan misi. Implementasinya akan memberikan manfaat seperti: (1) efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran; (2) meningkatkan mutu pelayanan publik; (3) biaya pelayanan yang murah, karena hilangnya inefisiensi dan penghematan dalam penggunaan resources; (4) alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; (5) meningkatkan publik cost awareness sebagai akar pelaksanaan pertanggungjawaban publik. Langkah- langkah dalam pengukuran VFM atas pengeluaran daerah yakni, sebagai berikut:

1) Pengukuran ekonomi.

Ekonomi merupakan ukuran relatif, dalam suatu organisasi Pemerintah Daerah. Ekonomis artinya hemat cermat dalam pengadaan dan alokasi sumber daya.

2) Pengukuran efisiensi.

(10)

masukan sekunder (pengeluaran). Efisien artinya memiliki daya guna, penggunaan sumber daya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan. Semakin besar output yang dihasilkan dibandingkan dengan pengeluaran yang dilakukan, maka semakin efisien suatu organisasi.

3) Pengukuran efektivitas.

Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya pencapaian tujuan suatu organisasi. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan maka organisasi tersebut telah berjalan dengan efektif. Efektivitas merupakan perbandingan antara outcome (hasil) dengan output (keluaran).

Kinerja Pemerintah diukur dengan instrumen kinerja yang diadopsi dari penelitian Herminingsih (2009). Instrumen tersebut terdiri dari 7 (tujuh) pernyataan yang berkaitan dengan moral pegawai, kesesuaian anggaran, efisiensi operasional, capaian target kinerja kegiatan, dampak kegiatan, ketepatan dan kesesuaian hasil, serta tingkat capaian program.

2.2 Penelitian sebelumnya

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Husin (2012) yang menemukan adanya bahwa PPA berpengaruh positif pada kinerja pimpinan. Husin (2012) menggunakan Desentralisasi, Budget Goal

Commitment dan Job-Relevant Information sebagai variabel moderating

(kontinjensi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Budget goal commitmen dan

Job-Relevant Information memoderasi secara positif pengaruh PPA pada kinerja

Pimpinan, sedangkan Desentralisasi memperlemah pengaruh PPA pada kinerja pimpinan.

(11)

Beberapa penelitian lain yang meneliti pengaruh PPA pada kinerja dilakukan Herminingsih (2009), Mediaty (2010), dan Jalaluddin (2010). Hasil penelitian ketiga peneliti menunjukkan bahwa PPA berpengaruh positif pada kinerja. Sedangkan penelitian terkait pengaruh penerapan GGG pada kinerja dilakukan oleh Pratolo (2010) dan Pattiasina (2011).

Pratolo (2010) menggunakan lima prinsip-prinsip GGG yakni: transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi, dan keadilan sebagai variabel bebas untuk mewujudkan kinerja pemerintah daerah dan kepuasan masyarakat. Hasil penelitian ditemukan secara simultan transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi, dan keadilan memengaruhi kinerja pemerintah daerah. Sedangkan pengaruh tidak langsung pada kepuasan masyarakat melalui kinerja pemerintah daerah adalah prinsip-prinsip GGG yaitu variabel Transparansi, pertanggungjawaban, dan keadilan.

Penelitian yang dilakukan Pattiasina (2011) menguji pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada kinerja pelayanan dengan budaya kerja dan implementasi Good Corporate Governance (GCG) sebagai variabel moderasi. Hasil pengujian ditemukan bahwa Gaya kepemimpinan memiliki pengaruh positif pada kinerja pelayanan. Akan tetapi, budaya kerja sebagai variabel moderasi tidak memiliki pengaruh terhadap hubungan antara gaya kepemimpinan dan kinerja pelayanan. Sedangkan implementasi GCG berpengaruh signifikan terhadap kinerja pelayanan yang artinya, implementasi GCG memperkuat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja pelayanan.

(12)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Husin (2012) yaitu pada Variabel dan Lokasi penelitian. Husin (2012) meneliti pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja pimpinan sedangkan dalam penelitian ini akan meneliti pengaruhnya pada kinerja pemerintah. Variabel pemoderasi dalam penelitian ini adalah penerapan Good Government Governance. Perbedaan lainnya, yaitu Husin (2012) melakukan penelitian di Pemerintah Kota Ternate dan penelitian ini dilakukan di pemerintah kota Denpasar. Ringkasan penelitian sebelumnya ditunjukkan pada Lampiran 1.

Referensi

Dokumen terkait

Salahuddin Wahid, jihad yang qital (perang) hanya sesuai dengan kondisi Indonesia pada tahun 1945-1949 yakni Resolusi Jihad yang ditawarkan oleh

Maka dengan adanya mesin pengiris kerupuk mekanis ini, para pengusaha kecil di desa-desa akan terbantu dalam meningkatkan produksi hanya dengan tenaga pengiris

Dengan tersusunnya Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Tugas Akhir di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ini, penyusun

Pembuatan Motion Graphic ini berdasarkan penelitian terhadap target audiens serta hasil dari wawancara kepada ahli dalam bidang penyakit leptospirosis, kemudian

Jika pihak perusahaan ingin menambah jumlah supplier pulley untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, maka proses pengambilan keputusan terkait pemilihan supplier terbaik

Buku pedoman ini dianggap penting dalam rangka membantu dosen maupun mahasiswa dalam proses publikasi artikel ilmiah pada OJS di lingkungan FEB Unud sehingga dapat

3.1 Menggali informasi tentang konsep perubahan wujud benda dalam kehidupan sehari-hari yang disajikan dalam bentuk lisan, tulis, visual, dan/atau eksplorasi

b. Penahanan justisial, yaitu penahanan sementara di bidang hukum pidana. Pendapat pertama, tindakan penahanan yang dilakukan KOPKAMTIB/LAKSUSDA termasuk boleh