• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI KENDAL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI KENDAL SKRIPSI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI

KENDAL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)

KHUSNUL FATIAH 1104043

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

(2)

ii

NOTA PEMBIMBING Lamp : 5 (Lima) Eksemplar

Hal : Persetujuan Naskah Skripsi

Kepada

Yth, Bapak Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang

di Semarang

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah membaca, mengadakan koreksi, dan perbaikan sebagaimana semestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari :

Nama : Khusnul Fatiah

NIM : 1104043

Fakultas/Jurusan : Dakwah / Bimbingan Konseling Islam (BPI)

Judul Skripsi : PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI WELERI KENDAL

Dengan ini saya menyetujui dan memohon segera diujikan. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, Desember 2009

Pembimbing,

Bidang Substansi Materi

Ali Murtadlo, M.Ag NIP.

Tanggal : ………

Bidang Metodologi dan Tata Tulis

Safrodin, M.Ag NIP. 150237108

(3)

iii SKRIPSI

PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI

KENDAL

Disusun oleh KHUSNUL FATIAH

1104043

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 2009

dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua Dewan Penguji/

Dekan/Pembantu Dekan Anggota Penguji

Sekretaris Dewan Penguji/

(4)

iv MOTTO

ﱠنِﺈَﻓ

َﻊَﻣ

ِﺮْﺴُﻌْﻟا

اًﺮْﺴُﻳ

﴿

5

ﱠنِإ

َﻊَﻣ

ِﺮْﺴُﻌْﻟا

اًﺮْﺴُﻳ

“Maka sesungguhnya dalam kesulitan itu ada kemudahan (5) dan sesungguhnya

dalam kesulitan ada kemudahan”

(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan teruntuk :

♥ Ayahanda dan Ibunda, karya ini terangkai dari keringat, airmata dan do’amu berdua. Setiap keringat dan airmata yang keluar karenaku menjelma dalam setiap huruf; setiap do’a yang terpanjat menyatu menyampuli karya hidupku.

♥ Suamiku tercinta, Goncang Bagus Pamungkas yang penuh kesetiaan dan kesabaran dalam menemani dan membimbing penulis dalam penelitian.

♥ Buah hatiku tersayang, Rizki Bintang A dan Phirus Surya D; keikhlasan kalian dalam menanti kasih sayang utuh dari seorang ibu semoga lekas tercapai.

♥ Seluruh teman-teman, ragu kalian akanku telah menuntunku pada alur kehidupan yang lebih dewasa

♥ Fakultas (Dakwah)ku tercinta, semoga karya ini menjadi bukti cintaku kepadamu dan bukan menjadi lambang perpisahan engkau dan aku.

(6)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, Desember 2009

(7)

vii

KATA PENGANTAR ﻢﺴﺑ ﷲا ﻦﻤﺣّﺮﻟا ﻢﻴﺣّﺮﻟا

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI WELERI KENDAL, tanpa halangan yang berarti.

Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya :

Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis hendak menghaturkan ungkapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk memenuhi keinginan penulis untuk tetap bersekolah. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah ada.

2. Prof. Dr. H. Abdul Jamil, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang 3. Drs. M. Zein Yusuf, M.M, selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang

4. Bapak Ali Murtadlo, M.Pd selaku Pembimbing I dan Bapak Safrodin, M.Ag selaku Pembimbing II yang telah merelakan waktu, tenaga, dan pikirannya guna mendampingi dan menjadi teman diskusi penulis.

5. Para Dosen Pengajar, terima kasih atas seluruh ilmu yang telah penulis terima yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

6. Ketua Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Institut bersama staff, yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk memanfaatkan fasilitas dalam proses penyusunan skripsi.

7. Teman-teman yang tak mungkin tersebut satu persatu, atas segala semangat dan hiburannya di saat aku lemah tak berdaya.

8. KSK WADAS Fakultas Dakwah yang telah menjadi keluarga besar kedua dariku.

(8)

viii

9. Seluruh temanku dan seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebut dan tulis satu persatu, terima kasih atas segala bantuan dan peran sertanya yang telah diberikan kepada penulis.

Selain ungkapan terima kasih, penulis juga menghaturkan ribuan maaf apabila selama ini penulis telah memberikan keluh kesah dan segala permasalahan kepada seluruh pihak.

Tiada yang dapat penulis berikan selain do’a semoga semua amal dan jasa baik dari semua pihak tersebut di atas dicatat oleh Allah SWT sebagai amal sholeh dan semoga mendapat pahala dan balasan yang setimpal serta berlipat ganda dari-Nya.

Harapan penulis semoga skripsi yang sifatnya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan segenap pembaca pada umumnya. Terlebih lagi semoga merupakan sumbangsih bagi almamater dengan penuh siraman rahmat dan ridlo Allah SWT. Amin.

Semarang, 20 Desember 2009

Khusnul Fatiah

(9)

ix ABSTRAK

Penelitian yang telah dilaksanakan oleh Khusnul Fatiah (1104043) dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan bimbingan rohani Islam kepada pasien rawat inap di RSI Kendal. Keberadaan bimbingan rohani Islam tersebut paling tidak memberikan peranan bagi pasien dalam menghadapi ujian sakit. Penelitian ini memusatkan pada perumusan masalah Bagaimana peranan bimbingan rohani Islam dalam menumbuhkan kesadaran pasien akan hikmah sakit pasien rawat inap di RSI Kendal dan bagaimana tinjauan bimbingan dan konseling Islam terhadap peran bimbingan rohani Islam dalam menumbuhkan kesadaran pasien akan hikmah sakit pasien rawat inap di RSI Kendal.

Metode penelitian yang digunakan meliputi: 1) Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif; 2) sumber data primer dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap RSI Kendal yang mendapatkan bimbingan rohani Islam minimal 2 kali atau minimal dirawat dalam tiga hari; 3) teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, dokumentasi, dan observasi; 4) teknik analisa yang digunakan adalah teknik analisa deskripsi kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya bimbingan rohani Islam memiliki peran dalam menumbuhkan kesadaran pasien rawat inap akan hikmah sakit. Tumbuhnya kesadaran tersebut dapat terwujud dengan adanya bangunan aqidah melalui ajaran yang berkaitan dengan takdir dan janji Allah terhadap manusia yang sedang diberikan ujian; masalah syari’at yang berkenaan dengan syari’at shalat dan do’a; serta masalah akhlak yang merupakan aplikasi dari materi aqidah dan syari’at. Kesadaran awal melalui penanaman pemahaman yang kemudian berkembang pada tujuan tengah dengan timbulnya perilaku positif berupa pelaksanaan shalat dan do’a untuk mencapai ketenangan jiwa. Hasil akhir dari proses pemberian bimrohis tersebut adalah timbulnya kesadaran akan hikmah sakit dalam diri pasien. Jadi pada dasarnya, pemberian bimrohis adalah untuk menimbulkan perilaku positif dengan menumbuhkan ketenangan jiwa atau hati sebelumnya dan didasari dengan pemahaman terhadap aqidah sebagai materi awal. Ditinjau dari bimbingan rohani Islam, proses pemberian bimbingan rohani Islam di RSI Kendal memiliki kesesuaian dengan kaidah bimbingan rohani Islam karena memiliki dua tujuan utama yang vital yakni lingkup rohani dan perilaku fisik. Dalam lingkup rohani terwujudkan dengan adanya pemahaman terhadap ketetapan Allah tentang hakekat sakit bagi umat Islam serta proses memunculkan ketenangan jiwa atau hati. Sedangkan pada lingkup perilaku, terwujudkan pada pembiasaan pelaksanaan shalat dan do’a sebagai stimulus penyembuh sehingga akan terbentuk pembiasaan ibadah yang akan berakhir pada terbentuknya perilaku yang positif.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... HALAMAN NOTA PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1.2 Perumusan Masalah... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 1.4 Tinjauan Pustaka... 1.5 Kerangka Teoritis ... 1.6 Metodologi Penelitian

BAB II BIMBINGAN ROHANI ISLAM, PASIEN RAWAT INAP, DAN HIKMAH SAKIT

2.1 Bimbingan Rohani Islam ...

2.1.1.Pengertian Bimbingan Rohani Islam... 2.1.2.Dasar Bimbingan Rohani Islam...

(11)

xi

2.1.3.Fungsi Bimbingan Rohani Islam ... 2.1.4.Tujuan Bimbingan Rohani Islam... 2.1.5.Metode dan Materi Bimbingan Rohani Islam ... 2.2.Pasien Rawat Inap ...

2.2.1.Pengertian ... 2.2.2.Karakteristik Pasien Rawat Inap...

2.3.Hikmah Sakit ... 2.3.1.Pengertian Sakit ... 2.3.2.Penyebab-penyebab Sakit ... 2.3.3.Faedah dan Hikmah Sakit ... BAB III DESKRIPSI BIMBINGAN ROHANI ISLAM UNTUK

PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL

3.1. Gambaran Umum Profil Rumah Sakit Islam Weleri

Kendal... 3.1.1. Sejarah Berdiri...

3.1.2. Sarana dan Fasilitas ... 3.2. Bimbingan Kerohanian di RSI Kendal... 3.2.1. Deskripsi Unit Bimbingan Rohani Islam... 3.2.2. Metode dan Materi Bimbingan Rohani Islam ... 3.3. Pelaksanaan Bimbingan Rohani Islam terhadap Pasien .. BAB IV PERANAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM

(12)

xii

INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL AKAN HIKMAH SAKIT ... 4.1. Peran Bimbingan Rohani Islam dalam

Menumbuhkan Kesadaran Pasien akan Hikmah Sakit ... 4.2. Tinjauan Bimbingan Konseling Islam terhadap

Peranan Bimbingan Rohani Islam di Rumah Sakit Islam Kendal... BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 5.2 Saran-saran ... 5.3 Penutup ... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai amanah dari Allah SWT dan fungsi sebagai generasi penerus kehidupan di masa depan. Untuk memenuhi harapan dua fungsi tersebut, sudah selayaknya orang tua dapat memainkan peranan penting dalam proses pendidikan dan pengembangan anak. Proses tersebut dapat diselenggarakan secara langsung oleh orang tua dalam lingkungan keluarga maupun melalui bantuan jasa orang lain dalam lingkup pendidikan sekolah.

Keluarga merupakan sarana pendidikan awal dan terpenting dalam perkembangan anak. Disebut sebagai pendidikan awal karena sebelum anak mengenal dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari lingkup keluarga. Sedangkan disebut sebagai pendidikan pendidikan terpenting karena peluang anak untuk belajar dan memahami sesuatu ilmu dalam lingkup keluarga lebih besar keberhasilannya karena hal-hal sebagai berikut:

1. Lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga daripada waktu normal sekolah.

2. Anak memiliki ketergantungan yang kuat terhadap keluarga, baik dalam lingkup ekonomi, kenyamanan, kasih sayang, maupun keamanan.

Dengan adanya dua hal tersebut, idealnya keluarga dapat menjadi “sekolah utama” bagi anak untuk memperdalam dan memperluas wawasan

(14)

keilmuan yang telah diperoleh di sekolah. Terlebih lagi dengan adanya ketergantungan kepada orang tua akan semakin membantu memudahkan orang tua untuk mengarahkan anak dalam proses belajar.

Akan tetapi tidak selamanya dan tidak semua keluarga dapat memainkan peranan mereka dalam upaya mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang ada dalam diri anak. Kesibukan orang tua dalam kegiatan ekonomi tidak jarang menjadikan anak merasa kurang mendapat perhatian kasih saying dari orang tua mereka. Memang terkadang orang tua yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi memilih untuk menitipkan anak mereka kepada orang atau lembaga yang menerima penitipan anak secara temporer. Namun itu sebenarnya bukanlah solusi tepat, bahkan sebaliknya dapat menjadi bumerang bagi orang tua apabila kemudian hal itu malah mampu menggantikan peran orang tua sehingga anak akan menjadi lebih jauh dari orang tuanya.

Selain permasalahan tersebut di atas, terdapat permasalahan lain yang dapat mengganggu perkembangan anak yakni permasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Maksud dari kekerasan dalam rumah tangga adalah perilaku kasar yang dilakukan dalam lingkup anggota keluarga. Pada dasarnya, permasalahan dalam keluarga merupakan hal yang wajar terjadi, permasalahan tersebut akan menimbulkan konflik keluarga yang berkepanjangan dan membebani, maka kebahagiaan dalam keluarga tersebut akan berkurang atau bahkan lama-lama menghilang entah kemana. (Pujihastuti, 2006: 19).

(15)

Kekerasan dalam rumah tangga dapat berbentuk perilaku kasar, seperti menampar, memukul, maupun menendang dan dapat pula berbentuk ucapan-ucapan kasar seperti menghardik, mencaci, dan memaki. Umumnya, korban dalam kekerasan rumah tangga adalah siapa pun yang dikuasai oleh pemilik otoritas, bisa suami oleh istrinya, bisa istri oleh suaminya, bisa anak oleh orang tuanya, bisa para pembantu rumah tangga yang “dimilki” oleh majikannya. Ini semua terjadi dalam rumah tangga, dan jika tanpa kesempatan bebas, akhirnya membuat korban, kaum tertindas menumpuk perasaan benci dan bersikap bermusuhan, tetapi adakalanya mereka mengganti dengan perasaan bangga, kebanggaan semua yang irasional (Tungka, 2007: 07).

Terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga, terdapat dampak-dampak yang dapat merugikan pihak-pihak dalam keluarga, mulai dari dampak secara psikologi, dampak fisik, hingga dampak terhadap status perkawinan. Dampak psikologis dapat berupa timbulnya trauma – dari level ringan hingga level berat – pada diri anggota keluarga yang menjadi korban, baik korban dalam yang menjadi obyek sasaran kekerasan maupun obyek yang menyaksikan kekerasan tersebut. Dampak fisik dapat berupa luka fisik yang dialami oleh obyek korban kekerasan. Sedangkan dampak status perkawinan dapat berupa terganggu hingga putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri.

Korban dari kekerasan dalam rumah tangga yang paling rawan adalah anak-anak. Dikatakan rawan karena kondisi psikologis anak-anak sangat berbeda dengan kondisi psikologi orang tua dalam menerima perlakuan yang

(16)

tidak semestinya. Hal ini disebabkan karena pada masa anak-anak merupakan fase perkembangan awal psikologi mereka. Jadi apabila terjadi sesuatu hal yang mengganggu psikologi anak-anak, maka mereka akan mengalami ketergangguan psikologinya. Terlebih lagi manakala sumber penyebab gangguan tersebut adalah orang tua mereka sendiri. Trauma yang mereka rasakan akan lebih besar karena adanya pertentangan terkait dengan peran orang tua sebagai sumber pelindung dan teladan anak-anak.

Fenomena yang telah dijelaskan di atas, dalam konteks Islam dapat disebut dengan obyek permasalahan dakwah. Disebut demikian karena adanya permasalahan yang dapat menimbulkan peluang seseorang ke arah kerusakan (munkar). Timbulnya peluang kerusakan tersebutlah yang menjadi obyek

sasaran dakwah karena dakwah sendiri pada dasarnya adalah suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara individu maupun kelompok supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran dan sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa ada

unsur-unsur paksaan (Arifin, 1996: 6).

Bentuk dari kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan ketergangguan psikologi pada anak (sebagaimana obyek kajian dalam penelitian ini) dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Secara sederhana, jika disandarkan pada pengertian konseling, tujuan konseling menurut Rogers dapat dilihat dari pengertian konseling yang ia kemukakan, sebagaimana dikutip dalam Latipun (2003: 5), yakni “the process

(17)

by which structure of the self is relaxed in the safety of relationship with the

therapist, and previously denied experiences are perceived and then

integrated in to an altered self” (Proses hubungan yang aman antara therapis

dan diri klien yang penuh dengan pengalaman-pengalaman dan kemudian menyatu membentuk perubahan diri klien).

Bimbingan dan konseling yang dimaksud dalam konteks dakwah tersebut tidak lain adalah bimbingan dan konseling Islam yang menjadikan nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai sumber dasar pedoman dalam memberikan bimbingan dan konseling sehingga klien dapat menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW (lihat dalam (Adz-Dzaki, 2002: 89 dan Hallen, 2002: 17). Secara lebih rinci, Musnamar (1992:34) menyebutkan bahwa fungsi bimbingan konseling terdiri dari fungsi preventif,

fungsi kuratif, fungsi preservatif, dan fungsi developmental.

Fungsi preventif dapat diartikan sebagai upaya membantu individu

menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri. Fungsi

kuratif diartikan sebagai membantu individu dalam memecahkan masalah

yang sedang dihadapinya. Fungsi preservatif diartikan sebagai upaya

membantu individu menjaga kondisi yang semula tidak baik menjadi baik dan kebaikan itu bertahan lama. Fungsi developmental diartikan sebagai upaya

untuk membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya permasalahan baginya.

(18)

Terkait dengan permasalahan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga dan keberadaan bimbingan dan konseling Islam, Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor menjadi salah satu lembaga yang memberikan perhatian terhadap permasalahan tersebut. Problem gangguan kejiwaan yang ditangani di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor Semarang dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yang meliputi : Psikologis organik adalah gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh faktor kerusakan saraf otak karena cacat bawaan atau kecelakaan, psikologis non-organik merupakan gangguan kejiwaan yang tidak disebabkan oleh kerusakan saraf otak melainkan oleh persoalan lain yang murni problem psikologis, dan generalis merupakan gabungan antara psikologis organik dan psikologis non-organik.

Penerapan Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien berupa spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda antara satu dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak sama antara klien satu dengan lainnya. Namun tidak demikian halnya dengan yang ada di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Sifat bantuan psikologis bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang adalah generalis non-spesifik, yakni anggapan bahwa seluruh klien berada dalam permasalahan yang sama dan dapat ditangani secara bersama-sama.

(19)

Perbedaan teknik bimbingan dan konseling yang diterapkan di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor tersebut merupakan suatu daya tarik dalam ruang penelitian, terkait dengan proses bimbingan dan konseling untuk kesehatan mental. Disebut menarik karena perbedaan karakter anak dan kedalaman permasalahan kesehatan mental anak tidak menjadi fokus dalam pemberian bimbingan dan konseling yang berimbas pada perbedaan teknik bimbingan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan sebuah kajian yang mendalam terkait dengan proses bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Hasil penelitian tersebut akan penulis paparkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Bimbingan Konseling Islam terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap Kesehatan Mental Anak (Studi Lapangan di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini akan dipusatkan pada masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan

(20)

dan konseling bagi anak korban kekerasan rumah tangga di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang. Secara lebih detail, masalah tersebut penulis rumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak?

2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental anak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini tidak lain adalah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diajukan, yakni:

1. Untuk mengetahui dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak

2. Untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan dan konseling di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental anak.

Sedangkan manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis

(21)

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah keilmuan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling Islam, khususnya terkait dengan teori bimbingan konseling Islam terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Sebagai media penerapan keilmuan dari teori ke praktek yang selama ini diperoleh penulis di institusi tempat penulis belajar, khususnya dalam teori Bimbingan dan Konseling Islam yang berkaitan dengan bimbingan terhadap kesehatan mental anak.

2) Sebagai tolok ukur kemampuan praktikum penulis, khususnya terkait dengan praktek penelitian lapangan.

3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam praktek bimbingan dan konseling Islam khususnya dalam bimbingan dan konseling Islam terhadap kesehatan mental anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

D. Telaah Pustaka

Untuk menghindari adanya asumsi plagiatisasi, maka berikut ini akan penulis paparkan beberapa pustaka yang berhubungan dengan penelitian yang akan penulis laksanakan.

1. “Dimensi Agama dalam Konseling untuk Isteri Korban Kekerasan oleh

(22)

Peneliti mengkaji pentingnya dimensi agama dalam proses konseling bagi istri korban kekerasan yang dilakukan oleh LRC-KJHAM di Semarang. 2. Penelitian juga dilakukan oleh Rudy Haryadi yang berjudul “Kekerasan

terhadap Isteri dan Implikasinya terhadap Perceraian (Studi Kasus

Kekerasan terhadap Isteri yang Ditangani RIFKA An-Nisa (1998-1999)”.

Penelitian tersebut mengkaji tentang latar belakang isteri yang mengajukan perceraian terhadap suami, dan mengkaji kasus isteri yang mempertahankan perkawinan meskipun kekerasan sering dialami isteri.

3. “Pembinaan Mental terhadap Korban Kekerasan di LRC-KJHAM

Semarang (Tinjauan Konseling Islam)”, ditulis oleh Muhyari, tahun 2007.

Penelitian tersebut mengkaji kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan korban kekerasan serta bagaimana pembinaan mental bagi perempuan korban kekerasan yang dilakukan LRC-KJHAM di Semarang dan bagaimana tinjauan konseling Islam.

Berdasarkan paparan pustaka di atas, sepanjang penelusuran penulis, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian yang memusatkan kajian pada tinjauan bimbingan dan konseling Islam terhadap kesehatan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga. Oleh sebab itu, penulis tetap berkeyakinan untuk mengadakan penelitian ini.

(23)

Untuk memudahkan proses pelaksanaan penelitian, maka penulis

memilih dan menerapkan metode penelitian lapangan yang bersifat kualitatif

yang meliputi :

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah penelitian lapangan

yang berbasis pada jenis penelitian lapangan kualitatif. Disebut sebagai

penelitian lapangan karena data yang dikumpulkan berasal dari lapangan

(hasil wawancara, dokumentasi, maupun observasi) dan bukan berasal

dari literatur kepustakaan. Sedangkan maksud dari dasar kualitatif adalah

bahwa penelitian ini menggunakan azas-azas penelitian kualitatif di mana

tidak dipergunakan kaidah-kaidah statistik yang merupakan dasar dari

penelitian kuantitatif.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan bimbingan dan konseling Islam. Maksudnya adalah dalam

melakukan analisa terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian

didasarkan atau diperbandingkan dengan teori-teori maupun sudut

pandang keilmuan bimbingan dan konseling Islam.

2. Sumber dan Jenis Data

a. Data

Data penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok

yaitu :

(24)

Data primer adalah jenis data yang diperoleh langsung dari

obyek penelitian sebagai bahan informasi yang dicari (Azwar,

1998: 91). Data primer dalam penelitian ini adalah seluruh data

yang berhubungan dengan proses pemberian bimbingan dan

konseling bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang

dilakukan di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor.

Sumber data primer untuk data primer ini adalah konselor dan

anak-anak yang menjadi klien. Pada sumber data konselor,

informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan proses pemberian

bimbingan dan konseling yang meliputi materi dan metode.

Sedangkan pada sumber data anak-anak yang menjadi klien,

informasi yang akan dicari berkaitan dengan pandangan mereka

terhadap proses pemberian bimbingan dan konseling tersebut.

Selain itu, dijadikannya anak-anak yang menjadi klien sebagai

sumber data juga berfungsi sebagai penyeimbang informasi terkait

dengan proses pemberian bimbingan dan konseling kepada

anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan

kesehatan mental mereka.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah jenis data yang mendukung data

primer dan dapat diperoleh di luar obyek penelitian (Hadi, 1993:

11). Data sekunder dalam penelitian ini adalah meliputi data-data

(25)

serta kesehatan mental. Sumber data sekunder berupa buku

maupun dokumentasi lain yang berhubungan dan dapat menunjang

kebutuhan informasi tentang obyek penelitian.

3. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data penelitian juga dipengaruhi dari jenis

sumber data. Dikarenakan jenis sumber data dalam penelitian ini adalah

orang (person) dan kertas atau tulisan (paper) maka untuk memperoleh

dan mengumpulkan data digunakan teknik-teknik sebagai berikut :

1. Wawancara. adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan melakukan percakapan dengan sumber informasi secara

langsung (tatap muka) dengan tujuan untuk memperoleh keterangan

dari seseorang yang relevan dengan yang dibutuhkan dalam penelitian

ini (Koentjoroningrat, 1981: 162). Obyek dan tujuan dari wawancara

dalam penelitian ini adalah:

a. Pengurus Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor.

b. Konselor dengan target data yang berhubungan dengan proses

pemberian bimbingan dan konseling.

c. Anak-anak yang menjadi klien atau pihak keluarga yang

mewakilinya.

2. Observasi, adalah metode yang digunakan melalui pengamatan yang

meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan

menggunakan keseluruhan alat indera. (Suharsimi, 1998: 149). Data yang dihimpun dengan teknik ini adalah situasi umum Lembaga

(26)

Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor yang meliputi kegiatan pemberian bimbingan dan konseling. Dalam hal ini peneliti berkedudukan sebagai non partisipan observer, yakni peneliti tidak turut aktif setiap

hari berada lingkungan komunitas Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor, namun hanya pada waktu penelitian.

3. Dokumentasi. adalah teknik pengumpulan data berupa sumber data tertulis (yang berbentuk tulisan). Sumber data tertulis dapat dibedakan menjadi : dokumen resmi, buku, majalah, arsip, ataupun dokumen pribadi dan juga foto (Sudarto, 2002: 71). Hasil dari metode dokumentasi di atas akan dipergunakan peneliti untuk membahas pada bab II dan III, yaitu tentang gambaran umum pemberian bimbingan dan konseling kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor.

4. Analisa Data

Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara

mendalam. Menurut Lexy J. Moleong proses analisa dapat dilakukan pada

saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun

pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul (Moleong, 2002: 103).

Guna memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan,

dan menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan

metode analisa deskriptif kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang

dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat

(27)

metode ini memfokuskan penulis pada adanya usaha untuk menganalisa

seluruh data (sesuai dengan pedoman rumusan masalah) sebagai satu

kesatuan dan tidak dianalisa secara terpisah.

F. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini akan penulis sajikan dalam bentuk laporan skripsi yang berisikan tiga bagian yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Bagian awal yang isinya meliputi halaman cover, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman deklarasi, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi.

Bagian isi yang merupakan bagian utama laporan penelitian yang isinya meliputi:

Bab I : Pendahuluan yang isinya meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Umum Kesehatan Mental, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Bimbingan Konseling Islam. Sub bab kesehatan mental meliputi pengertian kesehatan mental, ciri-ciri kesehatan mental, hubungan kesehatan mental dengan perilaku. Sub bab Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang meliputi pengertian, ruang lingkup kekerasan dalam rumah tangga, dan dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga.

(28)

Bab III : Gambaran Umum Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor terhadap Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bab ini terdiri dari dua sub bab yakni: pertama, sub bab tentang Profil

Yayasan Jawor yang isinya meliputi sejarah dan perkembangan Yayasan Jawor, Visi dan Misi Yayasan Jawor, dan Struktur Organisasi Yayasan Jawor. Sedangkan sub bab kedua adalah

Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor terhadap Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang isinya meliputi: profil konselor, materi bimbingan dan konseling, metode bimbingan dan konseling, dan proses bimbingan dan konseling Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

Bab IV : Tinjauan Bimbingan dan Konseling Islam terhadap Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor kepada Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga kaitannya dengan Kesehatan Mental. Bab ini terdiri dari dua sub bab yakni: Analisis terhadap bimbingan dan konseling Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental anak dan Analisis tinjauan Bimbingan dan Konseling Islam terhadap bimbingan dan konseling di Yayasan Jawor terhadap mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

Bab V : Penutup yang isinya adalah Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup. Bagian akhir yang isinya adalah daftar pustaka, lampiran, dan biodata penulis.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Adz, Dzaky, Hamdani Bakran, 1992, Konseling dan Psikoterapi Islam, Jakarta : Pustaka Fajar Baru.

Arifin, M, 1996, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi), Surabaya : Al-Ikhlas.

Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Azwar, Saifudin, 1998, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV Pustaka Setia,

2002.

Hadi, Sutrisno, 1993, Metodologi Research, Jilid I, Cet. XXIV, Yogyakarta : Andi Offset.

Hallen, A, 2002, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Ciputat Pers.

Koentjoroningrat, 1981, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia. Latipun, 2003, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press.

Moleong, Lexy J., 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya.

Musnamar, Tohari, 1992, Dasar-dasar Konseling Islam, Yogyakarta : UII Press. Pujihastuti, Alifah, 2006, Karena Istri Ingin Dimengerti, Sukoharjo: Samudra.

Sudarto, 2002, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Tungka, Meyske S, dkk.2007, Cita Kok Gitu….Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Salatiga : Batara Offset.

(30)

18 BAB II

BIMBINGAN ROHANI ISLAM, PASIEN RAWAT INAP, DAN HIKMAH SAKIT

2.1Bimbingan Rohani Islam

2.1.1Pengertian Bimbingan Rohani Islam

Secara etimologi, yang disebut dengan bimbingan adalah petunjuk (penjelasan) cara mengerjakan sesuatu (Depdikbud, 1991: 133), artinya menunjukkan, memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat.

Sedangkan Winkel (1991: 17) mengatakan bahwa bimbingan adalah cara pemberian pertolongan atau bantuan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan secara bijak dan dalam penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup melalui pengembangan kemampuan diri.

Hal ini juga diungkapkan oleh Priyatno dan Anti (1994: 99), definisinya adalah :

Proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan; berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Pemberian bimbingan, berarti tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu,

(31)

19

dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT. Adapun yang dimaksud dengan selaras adalah :

a. Hidup selaras dengan ketentuan Allah artinya sesuai dengan pedoman yang ditentukan Allah, sesuai dengan Sunnatullah, dan sesuai dengan hakekatnya sebagai makhluk Allah.

b. Hidup selaras dengan petunjuk Allah artinya sesuai dengan pedoman yang ditentukan Allah melalui Rasul-Nya.

c. Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah berarti menyadari eksistensi diri sebagai makhluk Allah yang diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya; mengabdi dalam arti seluas-luasnnya (Musnamar, 1992: 5).

Bimbingan rohani Islam (Islami) sebagaimana dikemukakan oleh Musnamar (1992: 5) adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Dalam pengertian lain, bimbingan rohani Islam bagi pasien merupakan pelayanan yang memberikan santunan rohani kepada pasien dan keluarganya dalam bentuk pemberian motivasi agar tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan, dengan memberikan tuntunan do’a, cara bersuci, shalat dan amalan ibadah lainnya yang dilakukan dalam keadaan sakit (Bina Rohani, 1998: 6).

(32)

20

Adz-Dzaky (2001: 185) mengatakan bahwa sumber bimbingan, nasihat dan obat untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan adalah al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT :

ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ

ُﺱﺎﻨﻟﺍ

ﺪﹶﻗ

َﺀﺎﺟ

ﻢﹸﻜﺗ

ﹲﺔﹶﻈِﻋﻮﻣ

ﻦِﻣ

ﻢﹸﻜﺑﺭ

ٌﺀﺎﹶﻔِﺷﻭ

ﺎﻤِﻟ

ﻲِﻓ

ِﺭﻭُﺪﺼﻟﺍ

ﻯﺪُﻫﻭ

ﹲﺔﻤﺣﺭﻭ

ﲔِﻨِﻣﺆُﻤﹾﻠِﻟ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.(Q.S. Yunus, 10: 57).

Dengan demikian pengertian bimbingan rohani Islam, adalah memberikan nasihat atau menuntun seseorang yang membutuhkan bimbingan ke arah yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi masyarakat sehingga seseorang bisa merasakan manfaat bimbingan yang diberikan kepadanya, yaitu ketenangan, ketentraman hati dan bertambahnya keimanan seseorang.

2.1.2Dasar Bimbingan Rohani Islam

Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia tentu memerlukan dasar (landasan), demikian pula dalam bimbingan rohani Islam. Landasan (fondasi atau dasar pijak utama bimbingan rohani Islam Islam) adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedomam kehidupan umat Islam.

Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dapatlah diistilahkan sebagai landasan ideal dan konseptual bimbingan rohani Islam. Dari al-Qur’an

(33)

21

dan Sunnah Rasul itulah gagasan, tujuan dan konsep (pengertian, makna hakiki) bimbingan rohani Islam tersebut bersumber (Musnamar, 1992: 6).

Jika al-Qur’an dan Sunnah Rasul merupakan landasan utama yang dilihat dari sudut asal-usulnya, merupakan landasan “naqliyah”, maka landasan lain yang dipergunakan oleh bimbingan rohani Islam yang sifatnya “aqliyah” adalah pertama falsafah; (falsafah tentang dunia

manusia, falsafah tentang dunia kehidupan, falsafah tentang masyarakat dan hidup bermasyarakat) dan kedua Ilmu, ilmu yang menjadi landasan

gerak operasional bimbingan rohani Islam antara lain: ilmu jiwa (psikologi), ilmu hukum (syari’ah) (Musnamar, 1992: 6).

Di bawah ini akan penulis cantumkan landasan (dasar) bimbingan rohani Islam baik dari al-Qur’an maupun Hadits :

Firman Allah dalam surat Ali ‘Imran ayat 104

ﻦﹸﻜﺘﹾﻟﻭ

ﻢﹸﻜﻨِﻣ

ﹲﺔﻣﹸﺃ

ﹶﻥﻮُﻋﺪﻳ

ﻰﹶﻟِﺇ

ِﺮﻴﺨﹾﻟﺍ

ﹶﻥﻭُﺮُﻣﹾﺄﻳﻭ

ِﻑﻭُﺮﻌﻤﹾﻟﺎِﺑ

ﹶﻥﻮﻬﻨﻳﻭ

ِﻦﻋ

ِﺮﹶﻜﻨُﻤﹾﻟﺍ

ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺃﻭ

ُﻢُﻫ

ﹶﻥﻮُﺤِﻠﹾﻔُﻤﹾﻟﺍ

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali Imran, 3: 104).

(34)

22

Firman Allah dalam surat Yunus ayat 57 :

ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ

ُﺱﺎﻨﻟﺍ

ﺪﹶﻗ

ﻢﹸﻜﺗَﺀﺎﺟ

ﹲﺔﹶﻈِﻋﻮﻣ

ﻦِﻣ

ﻢﹸﻜﺑﺭ

ٌﺀﺎﹶﻔِﺷﻭ

ﻤِﻟ

ﻲِﻓ

ِﺭﻭُﺪﺼﻟﺍ

ﻯﺪُﻫﻭ

ﹲﺔﻤﺣﺭﻭ

ﲔِﻨِﻣﺆُﻤﹾﻠِﻟ

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Yunus, 10: 57).

Firman Allah dalam surat An Nahl ayat 125 :

ُﻉﺩﺍ

ﻰﹶﻟِﺇ

ِﻞﻴِﺒﺳ

ﻚﺑﺭ

ِﺔﻤﹾﻜِﺤﹾﻟﺎِﺑ

ِﺔﹶﻈِﻋﻮﻤﹾﻟﺍﻭ

ِﺔﻨﺴﺤﹾﻟﺍ

ﻢُﻬﹾﻟِﺩﺎﺟﻭ

ﻲِﺘﱠﻟﺎِﺑ

ﻲِﻫ

ُﻦﺴﺣﹶﺃ

ﱠﻥِﺇ

ﻚﺑﺭ

ﻮُﻫ

ُﻢﹶﻠﻋﹶﺃ

ﻦﻤِﺑ

ﱠﻞﺿ

ﻦﻋ

ِﻪِﻠﻴِﺒﺳ

ﻮُﻫﻭ

ُﻢﹶﻠﻋﹶﺃ

ﻬُﻤﹾﻟﺎِﺑ

ﻦﻳِﺪﺘ

ِ

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. An-Nahl, 16: 125).

Hadits Nabi SAW :

ﻛﺮﺗ

ﻢﻜﻴﻓ

ﻦﻟﺎﻣ

ﻩﺪﻌﺑﺍﻮﻠﻀﺗ

ﻢﺘﻤﺼﺘﻌﻧﺍ

ﻪﺑ

ﺏﺎﺘﻛ

ﷲﺍ

ﺔﻨﺳﻭ

ﻪﻟﻮﺳﺭ

)

ﻩﺍﻭﺭ

ﻦﺑﺍ

ﺎﻣ

ﻪﺟ

(

Artinya : “Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah dan tersesat jalan; sesuatu itu yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (H.R. Ibnu Majah).

(35)

23 Hadits Nabi SAW :

ﻦﻋ

ﻦﺑﺍ

ﺽﺭﺮﻤﻋ

ﷲﺍ

ﻪﻨﻋ

ﻝﺎﻗ

:

ﻝﺎﻗ

ﻝﻮﺳﺭ

ﷲﺍ

ﻲﻠﺻ

ﷲﺍ

ﻪﻴﻠﻋ

ﻢﻠﺳﻭ

:

ﲏﻋﺍﻮﻐﻠﺑ

ﺔﻳﺍﻮﻟﻭ

...

)

ﻩﻭﺭ

ﺪﲪﺍ

ﻱﺭﺎﺨﺒﻟﺍﻭ

ﻱﺬﻣﺮﺘﻟﺍﻭ

(

Artinya: “Dari Umar ra. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Sampaikanlah dari padaku meskipun hanya satu ayat” (H.R. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi).

Dari ayat dan hadits di atas, diketahui bahwa bimbingan rohani Islam perlu dilakukan terhadap orang lain, juga harus dilakukan pada diri sendiri. Selain itu ayat di atas juga memberikan petunjuk bahwa bimbingan rohani Islam ditujukan terutama pada kesehatan jiwa, karena ini merupakan pedoman yang diberikan oleh Allah SWT. kepada manusia untuk mencapai suatu kebahagiaan dan ketenangan batin.

2.1.3Fungsi Bimbingan Rohani Islam

Bimbingan rohani Islam sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut, mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Fungsi preventif atau pencegahan, yakni mencegah timbulnya

masalah pada seseorang.

2. Fungsi kuratif atau korektif, yakni memecahkan atau menanggulangi

masalah yang sedang dihadapi seseorang.

3. Fungsi preventif dan developmental, yakni memelihara agar keadaan

yang tidak baik menjadi baik kembali, dan mengembangkan keadaan yang sudah baik menjadi lebih baik (Musnamar, 1992: 4). Dalam

(36)

24

pengertian lain fungsi developmental adalah membantu individu memperoleh ketegasan nilai-nilai anutannya, mereviu pembuatan keputusan yang dibuatnya (Mappiare, 1996: 29).

Dari fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan rohani Islam itu mempunyai fungsi membantu individu dalam memecahkan masalahnya sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah baginya.

Selain hal tersebut, bimbingan rohani Islam juga sebagai pendorong (motivator), pemantap (stabilisator), penggerak (dinamisator), dan menjadi pengarah bagi pelaksanaan bimbingan agar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan pasien serta melihat bakat dan minat yang berhubungan dengan cita-cita yang ingin dicapainya.

2.1.4Tujuan Bimbingan Rohani Islam

Tujuan bimbingan rohani Islam dalam hal ini didasari pada firman Allah SWT. dalam surat Yusuf ayat 107 :

ﺍﻮُﻨِﻣﹶﺄﹶﻓﹶﺃ

ﹾﻥﹶﺃ

ﻢُﻬﻴِﺗﹾﺄﺗ

ﹲﺔﻴِﺷﺎﹶﻏ

ﻦِﻣ

ِﺏﺍﹶﺬﻋ

ِﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻭﹶﺃ

ُﻢُﻬﻴِﺗﹾﺄﺗ

ﹸﺔﻋﺎﺴﻟﺍ

ﹰﺔﺘﻐﺑ

ﻢُﻫﻭ

ﹶﻥﻭُﺮُﻌﺸﻳ

ِِ

Artinya : “Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah SWT. yang meliputi mereka, atau kedatangan kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?”. (Q.S. Yusuf, 12:107).

Pengertian dan tujuan bimbingan rohani Islam dalam ayat di atas memberikan penjelasan bahwa sebelum memberikan bimbingan kepada

(37)

25

orang lain, rohaniawan harus jelas dan tegas tentang hal yang akan disampaikannya.

Faqih (2001: 35) mengungkapkan bahwa tujuan bimbingan rohani Islam adalah untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.

Bimbingan sifatnya hanya merupakan bantuan, hal ini sudah diketahui dari pengertian dan definisinya. Individu yang dimaksud di sini adalah orang yang dibimbing, baik perorangan maupun kelompok. “Mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya”. Hal ini mewujudkan diri manusia sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras dengan perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai makhluk Allah (makhluk religius), makhluk individu, makhluk sosial, dan sebagai makhluk berbudaya (Faqih, 2001: 35).

Dengan demikian, secara singkat Faqih (2001: 36-37) mengemukakan tujuan bimbingan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Tujuan umum

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

2. Tujuan Khusus

(38)

26

b) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya;

c) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.

Hal ini juga dikatakan oleh Barield Ishom dalam Praktikno dan Sofro (1986: 260-261), ia mengemukakan tujuan diadakannya santunan spiritual di Rumah Sakit adalah :

1. Menyadarkan penderita agar dapat memahami dan menerima cobaan yang sedang dideritanya secara ikhlas.

2. Ikut serta memecahkan dan meringankan problem kejiwaan yang sedang dideritanya.

3. Memberikan pengertian dan bimbingan penderita dalam melaksanakan kewajiban keagamaan harian yang harus dikerjakan dalam batas kemampuan.

4. Perawatan dan pengobatan dikerjakan dengan berpedoman tuntutan Islam, memberi makan, minum, obat, dan lain-lain, dibiasakan mengawalinya dengan membaca “bismillah” dan diakhiri dengan membaca”alhamdulillah”.

5. Menunjukkan perilaku dan bacaan yang baik sesuai dengan kode etik kedokteran dan tuntunan agama.

(39)

27

Adz-Dzaky (2004: 220-221) mengemukakan bahwa tujuan bimbingan dalam proses konseling Islam adalah :

1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, tenteram dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah). 2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan

tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya.

3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang.

4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerima ujian-Nya.

5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar serta dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.

(40)

28

Bagaimanapun juga tujuan bimbingan rohani Islam adalah menuntun manusia dalam rangka memelihara dan meningkatkan pengalaman ajaran agama disertai perbuatan baik yang mengandung unsur-unsur ibadah dengan berpedoman tuntunan agama.

2.1.5 Metode dan Materi Bimbingan Rohani Islam a. Metode Bimbingan rohani Islam

Metode bimbingan sebagaimana yang dikatakan oleh Faqih (2001: 53) dikelompokkan menjadi : (1) metode komunikasi langsung (metode langsung), dan (2) metode komunikasi tidak langsung (metode tidak langsung) (Faqih, 2001: 53).

1) Metode langsung

Metode langsung adalah metode yang dilakukan di mana pembimbing (rohaniawan) melakukan komunikasi langsung (bertatap muka dengan pasien).

Winkel (1991: 121) juga mengatakan, bahwa bimbingan langsung berarti pelayanan bimbingan yang diberikan kepada klien oleh tenaga bimbingan (rohaniawan) sendiri, dalam suatu pertemuan tatap muka dengan satu klien atau lebih.

Adapun metode ini meliputi : a) Metode individual

Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung dengan pasien, hal ini dilakukan dengan mempergunakan teknik :

(41)

29

(1) Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka dengan pembimbing (rohaniawan). (2) Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing

mengadakan dialog dengan pasiennya tetapi dilaksanakan di rumah pasien dan lingkungannya.

(3) Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing (rohaniawan) melakukan percakapan individual sekaligus mengamati kerja pasien dan lingkungannya (Faqih, 2001: 54).

b) Metode kelompok

Bimbingan secara kelompok adalah pelayanan yang diberikan kepada klien lebih dari satu orang, baik kelompok kecil, besar, atau sangat besar (Winkel, 1999: 122).

Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan pasien dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik:

(1) Diskusi Kelompok, yakni pembimbing melaksanakan diskusi dengan/bersama kelompok pasien yang mempunyai masalah yang sama.

(2) Psikodrama, yakni bimbingan yang dilakukan cara bermain peran untuk memecahkan/mencegah timbulnya masalah (psikologis).

(42)

30

(3) Group teaching, yakni pemberian bimbingan dengan memberikan materi bimbingan tertentu kepada kelompok yang telah di siapkan (Faqih, 2001: 54-55).

2) Metode tidak langsung

Metode tidak langsung adalah metode bimbingan yang dilakukan melalui media komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok (Faqih, 2001: 55). a) Metode individual

(1) Melalui surat menyurat;

(2) Melalui telepon dsb (Faqih. 2001: 55). b) Metode kelompok

(1) Melalui papan bimbingan (2) Melalui surat kabar/majalah (3) Melalui brosur

(4) Melalui media audio

(5) Melalui televisi (Winkel, 1999: 121).

Dari metode di atas dapat memberikan gambaran tentang metode yang selayaknya digunakan oleh para rohaniawan dalam melakukan bimbingan kepada para pasien di Rumah Sakit.

b. Materi bimbingan Rohani Islam

Pemberian bimbingan merupakan ibadah kepada Allah SWT, juga merupakan pelaksanaan tugas kekhalifahan dari-Nya, dalam hal ini merupakan tugas yang teragung. Oleh karena itu materi yang

(43)

31

disampaikan hendaklah memiliki nilai yang lebih baik demi tercapainya tujuan bimbingan (Al-Ghazali, 1996: 40).

Materi bimbingan pada dasarnya bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Materi yang disampaikan rohaniawan itu bertujuan untuk memberi bimbingan atau pengajaran ilmu kepada mad’u (pasien) melalui ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits. Materi bimbingan baik dari al-Qur’an maupun al-Hadits yang sesuai untuk disampaikan pada pasien di antaranya mencakup aqidah, akhlaq, ahkam, ukhuwah, pendidikan dan amar ma’ruf nahi mungkar (Umary, 1984: 56-57).

Sebagaimana yang dikemukakan Sanwar (1985: 74), materi bimbingan merupakan isi ajakan, anjuran dan ide gerakan dalam rangka mencapai tujuan. Sebagai isi ajakan dan ide gerakan dimaksudkan agar manusia mau menerima dan memahami serta mengikuti ajaran tersebut sehingga ajaran Islam ini benar-benar diketahui, difahami, dihayati, dan selanjutnya diamalkan sebagai pedoman hidup dan kehidupannya. Semua ajaran Islam tertuang di dalam wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah yang perwujudannya terkandung di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

(44)

32 2.2Pasien Rawat Inap

2.2.1. Pengertian

Pasien adalah orang yang sakit (yang dirawat oleh dokter). (Poerwodarminto, 1985: 715). Maksudnya orang yang terkena sakit di bawah penanganan dokter di Rumah Sakit.

Pada umumnya seseorang mencari pengobatan bila mereka mengalami gejala yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Keadaan sakit seseorang akan lebih tampak, bila mengganggu pekerjaannya, fungsi sosialnya, dan kegiatannya. Namun beratnya gejala dilihat dari segi medis, tidak dapat disimpulkan dari berat tidaknya gangguan terhadap kehidupannya atau pekerjaan rutinnya.

Pasien juga cenderung melukiskan gejala sebagai pantas tidaknya memperoleh pengobatan bila tampak tidak sama dengan yang dialami sebelumnya atau malah menakutkan, dan mereka tak dapat melukiskannya sebagai gejala yang biasa. Beberapa gejala mudah dapat dikenali dan dinilai, namun ada juga gejala yang oleh dokter dianggap ringan, tetapi oleh pasien dinilai menakutkan karena belum biasa dialami. Pengalaman pada umumnya akan mendorong pasien pergi ke dokter atau tidak, lepas dari persepsi dokter atau dunia kedokteran (Lumenta, 1989: 86).

Sedangkan rawat inap adalah opname, artinya pasien

memperoleh pelayanan kesehatan menginap di Rumah Sakit (Poerwodarminta, 1985: 250).

(45)

33

Jadi pengertian pasien rawat inap adalah orang sakit yang sedang menginap, mendapat pelayanan, dan perawatan kesehatan oleh dokter di Rumah Sakit.

2.2.2. Karakteristik Pasien Rawat Inap

Sebagaimana disampaikan Endrawati dalam makalahnya pada pelatihan kerohanian di Rumah Sakit, yang diselenggarakan oleh LBKI (Lembaga Bimbingan dan Konseling islami) Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, bahwa karakteristik pasien yang di rawat di Rumah Sakit rata-rata mereka dalam kondisi yang berbeda-beda. Jenis-jenis pasienpun bermacam-macam, ada yang biasa, sedang, kronis dan traumatis. Oleh karena itu pelayanan secara fisik dan psikologis diperlakukan bagi semua pasien. Untuk pasien yang kronis dan traumatis ini perlu adanya pelayanan yang khusus, lebih pada segi psikologis untuk mengembalikan rasa percaya diri, merasa diperhatikan, diberi kasih sayang, penghargaan, dukungan moril, karena setiap pasien mempunyai taraf emosi, keramahan, kemandirian yang berbeda menurut tingkatan jenis penyakit.

Pengalaman orang yang diopname di Rumah Sakit memang berbeda-beda. Setiap orang mensituasikan diri sesuai dengan watak, temperamen dan riwayat hidup yang khusus milik dia. Bagi satu orang menjadi hal yang diremehkan bagi yang lain menampakkan dirinya

(46)

34

sebagai malapetaka yang besar. Si penakut yang baru diopname sudah mencium maut, sedang pasien lain yang sudah terminal state masih

merasa enak sekali. Pendek kata hal itu bukanlah suatu gejala obyektif, melainkan subyektif yang berbeda bagi setiap orang (Brauwer, 1983: 21-22).

Satu contoh pada pasien yang depresif, menampakkan dirinya sebagai orang yang sedih, suka menangis dan tidak mau bicara. Walaupun merasa sakit atau kurang enak dia tetap menutup mulut. Dia rupanya acuh tak acuh dan masa bodoh, sering dia tidak mau makan dan pukul tiga pagi tidak mau tidur lagi. Depresi juga nampak kalau pasien tidak mau bangun waktu mandi pagi atau bangun dan mulai menangis. Nasib jelek yang waktu tidur dilupakan sebentar, waktu bangun muncul lagi dalam jiwa pasien, dia menangis atau mulai mengeluh (Brauwer, 1983: 22).

Dari gambaran pasien di atas, walau pasien mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, rohaniawan perlu menyiapkan metode dan materi yang cocok untuk melakukan bimbingan rohani Islam, hal ini diharapkan agar dapat menenangkan hati bagi para pasien sesuai dengan sakit yang diderita demi kesembuhan pasien.

2.3Hikmah Sakit

2.3.1. Pengertian Sakit

Istilah “sakit” dalam bahasa Indonesia memiliki dua istilah yang berbeda dalam bahasa Inggris yakni “disease” dan “illness”.

(47)

35

Dilihat dari segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut. Dengan disease dimaksudkan gangguan fungsi

atau adaptasi dari proses-proses biologik dan psikofisiologik pada seorang individu, dengan illness dimaksud reaksi personal,

interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman (Walukow, “Dari Pendidikan Kesehatan ke Promosi Kesehatan”, Majalah Interaksi, VI (XVII), 2004: 4). Kedua istilah

dalam bahasa Inggris tersebut merupakan dua istilah yang dapat disimpulkan sebagai satu kesatuan arah di mana seseorang yang mengalami gangguan biologis dan psikofisiologis (disease) pada tahap

selanjutnya akan mengalami kondisi illness. Lebih lanjut, pengertian

ini dapat dijelaskan melalui pengertian sakit yang dikemukakan oleh Biro Pusat Statistik (1994) yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.

Sedangkan menurut Pemons dan Bauman, sebagaimana dikutip dalam website indonetasia.com/definisionline/?tag=definisi-sakit

dapat dipaparkan pengertian tentang sakit sebagai berikut:

- Pemons (1972) menyatakan bahwa sakit merupakan gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya.

(48)

36

- Bauman (1965) Seseoang menggunakan tiga kriteria untuk menentukan apakah mereka sakit, yakni adanya gejala (naiknya temperatur, nyeri); persepsi tentang bagaimana mereka merasakan (baik, buruk, sakit); dan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari (bekerja, sekolah).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwasanya sakit merupakan suatu keadaan yang tidak normal yang dialami oleh organ manusia yang menyebabkan terjadinya ketidakmaksimalan fungsi manusia, baik secara fisik individu maupun fungsi sosialnya.

2.3.2. Penyebab-penyebab Sakit

Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Menurut Loedin AA, sebagaimana dikutip dalam Lumenta (1989: 7-8), ditinjau dari segi biologis penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari keadaan sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor

(49)

37

emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia atau kebudayaan.

Menurut Foster, sebagaimana dikutip dalam Pakan dan Swasono (1986), asal kejadian penyakit dapat dilihat dari ilmu kesehatan dan antropologi kesehatan. Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan bergantung jenis penyakit. Secara umum konsepsi ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan lingkungannya. Para ahli antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkah laku penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi evolusi kebudayaannya melalui proses umpan balik.

Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: naturalistik dan personalistik. Penyebab bersifat naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang

(50)

38

dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Sedangkan konsep personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi

suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).

Secara lebih detail, Sudarti (1987) mengelompokkan penyebab penyakit ke dalam tiga kelompok, yakni:

1. Faktor pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia

2. Faktor makanan

3. Faktor supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).

2.3.3. Faedah dan Hikmah Sakit

Sakit yang diderita oleh seseorang tentunya tidak hanya menjadi sebuah ujian semata namun juga menjadi media yang mengandung faedah dan hikmah bagi manusia. Beberapa faedah dan hikmah dari adanya sakit di antaranya adalah sebagai berikut (Rumah Sakit Islam Surakarta, 2001: 5-9):

(51)

39

Faedah ini seperti telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam salah satu firman, tepatnya surat asy-Syura ayat 30. Dalam firman tersebut dapat diketahui bahwasanya seseorang yang sedang diberikan ujian, termasuk salah satunya adalah ujian sakit, akan diampuni dosanya oleh Allah SWT.

2. Berbagai kebaikan ditulis dan derajat ditinggikan

Faedah dari adanya sakit yang lainnya adalah ditinggikan derajat manusia oleh Allah SWT dan diberikan kepada manusia yang sakit tersebut pahala kebaikan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits berikut:

ﻦﻣﺎﻣ

ﻢﻠﺴﻣ

ﺔﻛﻮﺷﺎﻬﻛﺎﺸﻳ

ﺎﻬﻗﻮﻓ

ﹼﻻﺇ

ﺐﺘﻛ

ﻪﻟ

ﺔﺟﺭﺩ

ﺖﻴﳏﻭ

ﻪﻨﻋ

ﺎ

ﺔﺌﻴﻄﺧ

Artinya : “Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih

kecil dari duri melainkan ditetapkan baginya satu derajat dan dihapuskan darinya satu kesalahan” (H.R. Muslim)

Faedah sakit seperti yang disebutkan dalam hadits di atas dapat dirasakan atau diperoleh manusia apabila dia benar-benar secara ikhlas dan sabar menerima dan menjalani ujian yang diberikan oleh Allah SWT. Apabila seseorang tidak ikhlas dan sabar, maka dia tidak akan mendapat hikmah tersebut.

3. Mengembalikan hamba kepada Rabb dan mengingatkan kelalaian Umumnya, manusia dalam kondisi sehat tidak jarang lupa akan penciptanya. Mereka sering larut dan terlena dalam kegembiraan

(52)

40

yang penuh dengan kenikmatan dan syahwat serta melupakan tugas-tugas ke-Ilahian yang menjadi tanggung jawab utamanya. Dengan adanya ujian sakit, maka dapat menjadi media bagi manusia untuk kembali kepada Allah SWT dan mengingatkan kelalaian yang selama ini dilakukannya. Sakit akan membawa kesadaran manusia akan kelemahannya dan ketidakmampuannya di hadapan Allah SWT. Dengan demikian, sakit memberikan hikmah kepada manusia sebagai media yang berfungsi untuk mendorong manusia supaya menjadi hamba yang kembali kepada Allah dan sadar akan kelalaian-kelalaian terhadap tugas utamanya.

4. Mengingat nikmat Allah yang lalu dan yang ada

Sehat merupakan salah satu kenikmatan yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan kondisi sehat manusia dapat melakukan segala aktivitas dalam hidupnya. Dalam kondisi sehat pula manusia dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya.

Sakit yang diderita manusia akan membuat mereka sadar akan begitu pentingnya arti sehat dalam kehidupan. Sehingga setelah sembuh dari sakit, manusia akan dapat mengambil hikmah dari pentingnya sehat bagi mereka.

5. Mensucikan hati dari berbagai penyakit hati

Kondisi sehat tidak jarang dapat membuat seseorang untuk bersikap sombong, bangga dan takjub kepada diri sendiri. Sikap tersebut akan menjadikan manusia sebagai sosok hamba yang

(53)

41

berpeluang melenceng dari nilai ajaran agama Islam. Sehingga dengan adanya sakit, seseorang akan dapat disadarkan akan kelemahan-kelemahan yang ada dalam dirinya yang dapat mengikis sikap sombong maupun penyakit-penyakit hati lainnya.

(54)

42 BAB III

DESKRIPSI BIMBINGAN ROHANI ISLAM UNTUK PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL

3.1Gambaran Umum Profil Rumah Sakit Islam Weleri Kendal 3.1.1Sejarah Berdiri (Disarikan dari Profil RSI Kendal, 2009)

Rumah Sakit Islam (RSI) Kendal adalah Rumah Sakit swasta dan merupakan salah satu dari beberapa rumah sakit milik organisasi Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia. Tujuan organisasi Muhammadiyah mendirikan badan di bidang kesehatan adalah mewujudkan sarana dakwah dalam rangka mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam, selain dengan pelayanan sosial (Wawancara Bu Tutik, Pegawai Tata Usaha RSI Kendal, 13 Nopember 2009).

Pembangunan RSI dimulai tahun 1987, setelah beroperasi fungsinya merupakan medical centre. Awal mulanya, RSI Kendal

merupakan rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Kendal. Namun karena sulit berkembang, maka kemudian pengelolaan Rumah Sakit Islam tersebut diserahkan kepada organisasi Muhammadiyah (Arsip RSI Kendal, 2009).

Setelah ditangani oleh organisasi Muhammadiyah, RSI Kendal mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan tersebut meliputi perkembangan meningkatnya kepercayaan keluarga pasien yang

(55)

43

membuat jumlah pasien semakin meningkat dan perkembangan area dengan bertambahnya luas area dari hasil wakaf Yayasan Badan Wakaf. Yayasan Badan Wakaf mewakafkan bangunan beserta perlengkapan Rumah Sakit kepada organisasi Muhammadiyah untuk dikelola dan dikembangkan demi kepentingan masyarakat yang membutuhkan, terutama dalam bidang kesehatan (Arsip R.S.I Kendal, 2009).

Tujuan didirikan Rumah Sakit ini adalah untuk membantu dan melayani kesehatan masyarakat, terlebih bagi mereka yang kurang mampu membiayai perawatan. Adapun fungsi dari Rumah Sakit Islam Weleri Kendal ini adalah untuk (Arsip RSI Kendal, 2009):

1. Sebagai pelayanan kesehatan. 2. Sebagai teaching hospital.

3. Sebagai tempat penelitian 3.1.2Sarana dan Fasilitas

Sebagaimana telah penulis jelaskan bahwa Rumah Sakit Islam Weleri Kendal didirikan tidak semata-mata hanya untuk memperoleh keuntungan saja, tetapi tujuan yang lebih utama adalah sebagai sarana dakwah dan pengembangan Islam. Untuk itulah dalam rangka mencapai tujuan perlu adanya sarana sebagai penunjang. Sedangkan sarana dan fasilitas yang telah ada sebagaimana wawancara dengan Bu Tutik pada tanggal 26 Nopember 2009 adalah :

1. Terdapat satu buah mushalla dan masjid. Mushalla dan masjid diisi dengan berbagai kegiatan yang sifatnya mendidik dan berdakwah,

(56)

44

sehingga menjadi sentral kegiatan yang bersifat religius dan sekaligus sebagai sarana penunjang utama.

2. Kitab suci al-Qur’an disediakan pada tiap-tiap kamar pasien. Hal ini dimaksudkan agar pasien atau keluarganya yang mampu membaca tidak perlu bersusah payah mencari al-Qur’an. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada pasien agar selalu mengingat kepada Allah SWT. ketika dalam kesulitan dan kesusahan Sarana inilah yang menjadi media dakwah dan ciri dari Rumah Sakit Islam Weleri Kendal.

3. Dekorasi yang bertuliskan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang bertemakan penyembuhan penyakit atau kesehatan. Bahkan pada pintu gerbang utama masuk terdapat satu ayat al Qur’an yang berisi tentang penyembuhan suatu penyakit. Hal ini dimaksudkan untuk memberi sugesti bagi pasien bahwa segala penyakit datangnya dari Allah SWT. dan hanya Dialah yang akan menyembuhkannya, atau dengan kata lain bahwa segala penyakit ada obatnya. Dengan demikian dekorasi ini selain berfungsi sebagai media dakwah juga sebagai peringatan agar pasien tidak mudah putus asa.

4. Sarana lain adalah sarana fisik atau bangunan rumah sakit yang terdiri dari beberapa bagian, yang masing-masing memiliki nama para sahabat Nabi dengan tujuan agar tampak lebih Islami, selain untuk membedakan antara bagian yang satu dengan yang lainnya. Gedung-gedung bangunan tersebut adalah :

(57)

45

1) Ruang Abu Bakar. 4). Ruang Lukam 2) Ruang Aisyiyah 5). Ruang Hamzah

3) Ruang Usman. 6). Ruang Umar

Sarana dan fasilitas lain yang menunjang kegiatan pelayanan kesehatan sebagaimana wawancara dengan ibu Tutik (13 Nopember 2009) terbagi menjadi beberapa bagian antara lain :

a. Unit rawat jalan terbagi menjadi : 1) Klinik umum

2) Klinik pusat pelayanan kecelakaan b. Klinik spesialis, terdiri dari :

1) Bedah umum 2) Syaraf

3) Penyakit dalam

4) Penyakit kulit dan kelamin

5) Kebidanan dan penyakit kandungan 6) Anak

c. Unit perawatan terbagi menjadi : 1) Bedah

2) Penyakit dalam

3) Kebidanan dan penyakit kandungan 4) Anak

d. Penunjang Medis 1) Farmasi (24 jam)

Referensi

Dokumen terkait

Bagian kecil dari tema merupakan frase, frase dalam komposisi Tresnaning Tiyang memiliki 6 frase pada Song Form A dan yang mendominasi pada frase ini adalah vokal,

tawar yang mencapai 620.000 ton sedangkan sisanya dari ikan tangkapan perairan umum maupun laut. Sentra produksi budi daya ikan air tawar di Jawa barat

1. Layanan perpustakaan di SMK Negeri 1 Gorontalo merupakan salah satu instalasi untuk mewujudkan tujuan mencerdaskan peserta didik sekaligus menjadi bagian penting dalam

Dengan mengetahui gambaran intensi berhubungan seksual pranikah serta kontribusi dari sikap terhadap tingkah laku, norma subjektif dan persepsi tentang kontrol tingkah laku

Tremor vulkanik yang ada pada gunung Semeru ini didominasi tremor harmonik yang memiliki ciri-ciri bentuk sinyal puncak spektral yang teratur serta memiliki

diperoleh data yang merupakan bahan penting untuk menjawab permasalahan, mencari sesuatu yang akan digunakan untuk mencapi tujuan, dan untuk membuktikan

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang hendak diurai melalui program ini adalah: cara meningkatkan penguasaan bidang studi Astronomi para guru

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) keberhasilan dari penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing dalam mata pelajaran