• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BANGUNAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BANGUNAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2007

TENTANG

BANGUNAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMONGAN,

Menimbang : a. bahwa sejalan dengan laju pertumbuhan pembangunan di Kabupaten Lamongan yang menunjukkan adanya kemajuan yang sangat pesat baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun masyarakat, sangatlah berpengaruh kepada tatanan dan wajah kota mendatang, sehingga perlu ada peningkatan kegiatan pemerintah daerah untuk mengatur dan menata bangunan ;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud huruf a, maka dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai bangunan di Kabupaten Lamongan dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Diundangkan pada tanggal 8 Agustus 1950) ;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran

16 LEMBARAN DAERAH

Januari KABUPATEN LAMONGAN 2/E

(2)

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang

Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501) ;

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) ;

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247) ;

7. Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ;

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) ; 9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444) ;

(3)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) ; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) ;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532) ;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593) ; 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993

tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Undang-Undang Gangguan bagi Perusahaan Industri ;

15. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standard Konstruksi Bangunan Indonesia ;

16. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

dan

(4)

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN DI

KABUPATEN LAMONGAN. BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamongan ;

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lamongan ; 3. Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan ;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamongan ;

5. Perencana Bangunan, adalah orang atau badan hukum yang memiliki surat izin di bidang perancangan dan perencanaan bangunan ;

6. Pelaksana Bangunan, adalah orang atau badan hukum yang memiliki surat izin di bidang pelaksanaan bangunan ;

7. Pengawas Bangunan adalah orang atau badan hukum yang memiliki surat izin di bidang pengawasan bangunan ;

8. Petugas, adalah Pegawai yang mendapat tugas secara resmi dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk untuk melayani kepentingan umum di bidang bangunan ;

9. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin untuk mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam wilayah Kabupaten Lamongan ;

10. Izin Merobohkan Bangunan yang selanjutnya disingkat IRB adalah izin untuk merobohkan bangunan yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam wilayah Kabupaten Lamongan ;

11. Bangunan, adalah bangunan-bangunan yang membentuk ruangan tertutup seluruhnya atau sebagian beserta bangunan-bangunan lain yang berhubungan dengan bangunan itu ;

12. Bangunan-bangunan adalah setiap hasil pekerjaan manusia yang tersusun berdiri, melekat pada tanah, atau dalam tanah atau bertumpuh pada konstruksi batu-batu landasan ;

(5)

13. Bangunan Rumah Tinggal adalah bangunan tempat tinggal atau kediaman keluarga ;

14. Bangunan Campuran adalah bangunan dengan lebih dari satu jenis penggunaan ;

15. Bangunan Permanent adalah bangunan yang konstruksi utamanya terdiri dari pasangan batu, beton, baja dan umur bangunan dinyatakan lebih dari atau sama dengan 15 tahun ;

16. Bangunan Semi Permanent adalah bangunan yang konstruksi utamanya dari kayu dan umur bangunan tersebut dinyatakan kurang dari 15 tahun tetapi lebih dari atau sama dengan 5 tahun ;

17. Bangunan tidak permanen adalah bangunan yang konstruksi utamanya dari kayu dan sejenisnya dan umur bangunan dinyatakan kurang dari 5 tahun ; 18. Bangunan bertingkat adalah bangunan yang mempunyai lantai lebih dari

satu ;

19. Bangunan tak bertingkat adalah bangunan yang mempunyai satu lantai pada permukaan tanah ;

20. Mendirikan bangunan adalah membangun/mengadakan bangunan

seluruhnya atau sebagian, termasuk menggali, menimbun, meratakan tanah yang berhubungan dengan membangunan/mengadakan bangunan itu ; 21. Mengubah bangunan adalah mengganti atau menambah bangunan yang

ada, termasuk membongkar bagian yang berhubungan dengan mengganti/menambah bangunan itu ;

22. Membongkar Bangunan adalah meniadakan bangunan seluruhnya atau sebagian ditinjau dari segi fungsi atau konstruksi ;

23. Pelengkap bangunan adalah unsur bangunan yang melengkapi berdirinya bangunan dan atau fungsi bangunan ;

24. Tinggi Bangunan, adalah tinggi yang diukur dari rata-rata permukaan tanah hingga puncak atap atau puncak dinding, diambil yang tertinggi diantara keduanya ;

25. Tinggi Maksimal Bangunan adalah angka tinggi maksimum puncak atap bangunan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah ;

26. Ketinggian tanah adalah ketinggian rata-rata permukaan persil ;

27. Jarak Bangunan adalah jarak terkecil dari sisi dinding luar bangunan satu ke sisi dinding luar bangunan lain yang letaknya berdampingan atau bertolak belakang ;

(6)

28. Jarak Bebas Muka Bangunan adalah jarak terpendek bangunan antara garis sempadan pagar ke garis muka bangunan ;

29. Jarak Bebas Samping Bangunan adalah jarak terpendek antara batas persil samping ke garis samping bangunan yang berhadapan ;

30. Jarak Bebas Belakang Bangunan adalah jaraknya terpendek antara batas persil belakang ke garis belakang bangunan ;

31. Persil adalah suatu perpetakan tanah yang terdapat dalam lingkup rencana tata ruang kota atau jika sebagian masih belum ditetapkan rencana perpetakannya, namun menurut pertimbangan Pemerintah Daerah dapat digunakan untuk mendirikan suatu bangunan ;

32. Petak adalah bagian tanah ladang yang dijadikan beberapa bagian dengan batas-batas tertentu ;

33. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

34. Ruang Manfaat Jalan adalah badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamanannya;

35. Garis Sempadan Pagar adalah garis sempadan yang diatasnya atau sejajar dapat dirikan pagar ;

36. Garis Muka Bangunan adalah garis batas maksimum tepi dinding muka bangunan bagian luar yang berhadapan dengan jalan ;

37. Garis Samping Bangunan dan Garis Belakang Bangunan adalah garis batas maksimum tepi dinding luar bangunan pada sebelah kiri, kanan dan belakang bangunan yang berhadapan dengan jalan atau batas persil ; 38. Halaman Belakang adalah halaman-halaman selain halaman muka ; 39. Pagar Pekarangan adalah pagar yang didirikan untuk membatasi persil ; 40. Pagar Pengaman adalah pagar yang didirikan untuk sementara waktu,

membatasi dan memberikan pengamanan terhadap tempat pekerjaan maupun lingkungan sekitarnya ;

41. Rancangan teknis adalah gambar-gambar dan dokumen-dokumen lainnya yang menjadi petunjuk pelaksanaan bagi pembangunan suatu bangunan ; 42. Rencana Kerja dan syarat-syarat adalah suatu pedoman yang memuat

(7)

43. Syarat Zoning adalah ketentuan penggunaan atas tanah terhadap pendirian bangunan dan ketentuan teknis tata bangunan sesuai ketentuan yang berlaku ;

44. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan ;

45. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan ;

46. Angka Kebutuhan Parkir adalah kebutuhan parkir minimum yang disyaratkan per satuan luas lantai bangunan ;

47. Ruang Terbuka adalah persil yang tidak ditutupi oleh bangunan atau lantai dasar bangunan ;

48. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah perbandingan seluruh ruang basement bangunan gedung dan luas tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai Rencana Tata Ruang (RTBL) ;

49. Tanah matang adalah tanah pekarangan yang telah diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan dan siap untuk dibangun ;

50. Konstruksi Khusus adalah type konstruksi yang memerlukan keahlian khusus untuk perhitungan maupun pelaksanaannya ;

51. Jaringan Umum Kota adalah suatu jaringan umum seperti jaringan sanitasi dan jaringan drainase yang dikelola oleh Pemerintah Daerah atau yang dipasang menurut suatu izin dari rumah tangga ;

52. Limbah Perusahaan/Industri adalah semua bentuk buangan (padat, cair, gas) dari suatu perusahaan atau tempat industri ;

53. Sumur Resapan adalah sumur yang tidak dikedap air berfungsi sebagai penampung air yang dialirkan dari sisa air limbah/kotor, air hujan, air pembuangan dari kamar mandi dan tempat cuci ;

54. Pemohon adalah orang atau badan hukum yang mengajukan suat permohonan untuk memperoleh izin dan jasa pelayanan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini ;

(8)

55. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan sarana, prasarana dan fasilitas penunang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri ;

56. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola kawasan industri ;

57. Perusahaan Industri adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, yang berada dalam kawasan industri dan luar kawasan industri tetapi di dalam rencana umum tata ruang baik perusahaan modal dalam negeri/penanaman modal asing ;

58. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah perbandingan seluruh ruang terbuka dluar bangunan gedung yang diperuntukkan pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai rencana tata ruang dan RTBL.

BAB II

KETENTUAN PENDIRIAN BANGUNAN Bagian Kesatu

Ketentuan Perizinan dan Persyaratan Pasal 2

(1) Setiap mendirikan bangunan di daerah harus mendapatkan IMB terlebih dahulu dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Untuk pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah.

Pasal 3

Pemberian IMB dimaksud dalam Peraturan Daerah ini adalah : a. membangun baru ;

b. mengubah ; c. memperluas ;

d. mengurangi dan/atau ; e. merawat.

(9)

Pasal 4

IMB dimaksud dalam Peraturan Daerah ini tidak berlaku untuk bangunan atau pekerjaan :

a. bangunan bedeng atau direksi kiit ;

b. pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan bangunan. Pasal 5

(1) IMB diberikan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk setelah mendapat pertimbangan Dinas teknis.

(2) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan tentang disetujui atau ditolaknya permohonan IMB selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan diterima. (3) IMB disampaikan kepada pemohon secara tertulis dengan surat tercatat

atau melalui ekspedisi selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tanggal pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) IMB berlaku sejak tanggal penetapannya. Pasal 6 Izin Mendirikan Bangunan berisi :

a. fungsi bangunan gedung ;

b. ketinggian maksimum yang diijinkan ;

c. jumlah lantai/lapis bangunan di atas/dibawah permukaan tanah dan KTB yang diinginkan ; d. garis sempadan ; e. KDB maksimum ; f. KLB maksimum ; g. KDH maksimum ; h. KTB maksimum ; i. jaringan utilitas kota.

(10)

Pasal 7

Permohonan Izin Mendirikan Bangunan, harus dilengkapi : a. gambar situasi ;

b. gambar rencana bangunan ;

c. perhitungan struktur untuk bangunan (lebih 2 lantai) ; d. advice camat yang bersangkutan ;

e. salinan bukti pembelian tanah ;

f. izin pemilik tanah untuk bangunan yang didirikan di atasnya. Pasal 8

(1) Permohonan IMB ditolak dalam hal :

a. tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan ;

b. bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tentang rencana tata ruang kota ;

c. bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan lainnya.

(2) Dalam hal permohonan ditolak, Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan kesempatan kepada pemohon untuk membuat permohonan baru.

Bagian Kedua

Pelaksanaan Pendirian Bangunan dan Kewajiban Pemegang Ijin Mendirikan Bangunan

Pasal 9

(1) Pekerjaan mendirikan bangunan dimulai setelah IMB diterima oleh Pemohon.

(2) Pemasangan patok atau tanda sempadan pagar, garis sempadan bangunan dan ketinggian (peil) dalam rangka pelaksanaan mendirikan bangunan dilaksanakan oleh Petugas.

Pasal 10

(1) Pelaksanaan pendirian bangunan harus sesuai dengan IMB yang dikeluarkan.

(11)

(2) Selama Pekerjaan pendirian bangunan dilaksanakan, pemegang IMB diwajibkan menutup persil tempat kegiatan dengan pagar pengaman sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memasang papan-papan petunjuk yang memuat keterangan tentang IMB atas bangunan tersebut.

(3) Bilamana terdapat sarana dan atau prasarana kota yang terkena atau mengganggu rencana pembangunan pelaksanaan pemindahan atau pengamanannya tidak boleh dilakukan sendiri tetapi harus dikerjakan oleh pihak yang berwenang atas biaya pemegang IMB.

Pasal 11

(1) Selama pekerjaan pendirian bangunan dilaksanakan, pemegang IMB diwajibkan untuk menempatkan foto copy Ijin Mendirikan Bangunan beserta lampirannya di tempat pekerjaan agar setiap saat dapat dilihat oleh petugas. (2) Pemegang IMB diwajibkan memperkenankan petugas-petugas yang akan

melaksanakan pemeriksaan bangunan. Pasal 12

(1) Pemegang IMB diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk tentang saat selesainya seluruh pekerjaan mendirikan bangunan sesuai dengan IMB selambat-lambatnya dalam waktu 7 x 24 Jam setelah pekerjaan tersebut selesai.

(2) Apabila pendirian bangunan perusahaan kawasan industri atau perusahaan industri telah selesai dilaksanakan pemohon IMB dimaksud wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dengan dilengkapi :

a. berita acara pemeriksaan dari pengawas ; b. gambar siap bangunan ;

c. rekaman bukti pembayaran retribusi Ijin Mendirikan Bangunan. Pasal 13

(1) Nomor bangunan diberikan pada bangunan tempat tinggal dan non tempat tinggal.

(12)

(2) Penetapan Nomor bangunan dimaksud pada ayat (1) diberikan bersamaan waktunya dengan pengeluaran Keputusan IMB atau tercantum dalam IMB. (3) Penetapan Nomor bangunan diberikan setelah memenuhi retribusi sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Bentuk, ukuran, warna dan sistem penomoran bangunan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.

Pasal 14

(1) Pemegang IMB diwajibkan memasang plat Nomor bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

(2) Plat Nomor bangunan dipasang pada bagian bangunan yang menghadap ke jalan dan tempat tertentu sehingga dapat dibaca.

(3) Untuk bangunan baru, plat nomor bangunan harus dipasang selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum bangunan itu ditempati atau digunakan. (4) Jika terjadi perubahan atau penggantian nomor bangunan oleh Pemerintah

Daerah, nomor bangunan lama akan diganti dengan yang baru. Bagian Ketiga

Pembatalan dan Pencabutan Izin Pasal 15

(1) Pemegang IMB tidak boleh mendirikan bangunan yang menyimpang dari ketentuan Keputusan Ijin Mendirikan Bangunan.

(2) Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan bangunan yang sedang dilaksanakan pembangunannya, maka pemilik baru bangunan itu berkewajiban untuk balik nama IMB kepada Kepala Daerah.

Pasal 16 (1) IMB dinyatakan batal apabila :

a. setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan Surat Keputusan Ijin Mendirikan Bangunan pelaksanaan pekerjaan pembangunan belum juga dimulai ;

(13)

b. dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut pelaksanaan pembangunan terhenti sebagian atau seluruhnya sehingga bangunan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ;

c. terdapat keterangan atau lampiran persyaratan permohonan Ijin Mendirikan Bangunan yang diajukan itu palsu atau dipalsukan baik sebagian atau seluruhnya ;

d. pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan tidak sesuai dengan Ijin Mendirikan Bangunan serta ketentuan lain yang berlaku.

(2) Terhadap bangunan yang telah dicabut IMB nya, 6 bulan terhitung sejak pencabutannya dan tidak ada penyelesaian lanjutan, maka bangunan harus dibongkar sendiri atau dibongkar paksa oleh petugas dengan biaya pemilik bangunan.

(3) Pembatalan atau pencabutan dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

Bagian Keempat

Perencana, Pelaksana dan Pengawas Bangunan Pasal 17

(1) Bangunan non rumah tinggal dengan luas bangunan lebih dari 200 m2 dan atau dengan ketinggian lebih dari 2 lantai harus dilaksanakan oleh konsultan perencana, pelaksana dan pengawas bangunan yang memiliki ijin dari Kepala Daerah.

(2) Untuk memperoleh ijin dari Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksana harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah.

(3) Prosedur dan tata cara permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.

Pasal 18

(1) Kepala Daerah melalui Dinas teknis atau Petugas yang ditunjuk berwenang melakukan Pengawasan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan bangunan. (2) Petugas dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :

(14)

b. memeriksa bahan bangunan yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;

c. memerintahkan untuk menyingkirkan bahan-bahan bangunan yang dilarang untuk digunakan dan atau alat-alat yang dianggap mengganggu dan atau membahayakan keselamatan umum;

d. memberikan surat perintah Penghentian Pekerjaan Pembangunan, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata diketahui pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan Ijin Mendirikan Bangunan yang berlaku ; e. melaksanakan koordinasi dengan Dinas terkait guna pemanggilan dan

atau penyidikan terhadap pelanggaran pelaksanaan pendirian bangunan.

(3) Pemegang IMB diwajibkan untuk menghentikan pekerjaan mendirikan bangunan apabila telah mendapat surat perintah penghentian pekerjaan yang dimaksud pada ayat (2) huruf d.

(4) Prosedur dan tata cara pengawasan pelaksanaan bangunan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.

Bagian Kelima Arsitektoris

Paragraf 1 Klasifikasi Bangunan

Pasal 19

(1) Klasifikasi bangunan menurut fungsinya terdiri dari : a. bangunan rumah tinggal ;

b. bangunan keagamaan ; c. bangunan perdagangan jasa ; d. bangunan industri ;

e. bangunan pergudangan ; f. bangunan perkantoran ; g. bangunan transportasi ; h. bangunan pelayanan umum ; i. bangunan khusus.

(15)

(2) Klasifikasi bangunan menurut Ketinggiannya terdiri dari :

a. bangunan rendah (1 sampai dengan 4 lantai dan atau tinggi maksimum 20 m ) ;

b. bangunan sedang 1, 5-8 lantai ( tinggi < 40 m ) ; c. bangunan tinggi 11, 9 lantai ke atas ( tinggi > 40 m ) ; (3) Klasifikasi bangunan menurut umurnya terdiri dari :

a. bangunan permanen ; b. bangunan semi permanen ; c. bangunan sementara ;

(4) Klasifikasi bangunan rumah tinggal menurut typenya terdiri dari : a. rumah tunggal ;

b. rumah gandeng 2, 3, atau 4 ; c. rumah kelompok (5 – 10) ; d. rumah deret (row house) ; e. rumah susun (apartemen) ;

(5) Klasifikasi bangunan nomor rumah tinggal menurut typenya terdiri dari : a. bangunan perkantoran ;

b. bangunan kantor pos ;

c. bangunan perniagaan/perdagangan/peternakan ; d. bangunan bank ;

e. bangunan perhotelan ;

f. bangunan perbelanjaan/super market ;

g. bangunan rekreasi, hiburan, kesenian, musium ; h. bangunan pendidikan ;

i. bangunan perpustakaan ; j. bangunan olah raga ; k. bangunan peribadatan ; l. bangunan pasar ;

m. bangunan industri (gudang, bengkel, pabrik) ; n. bangunan pertemuan, restaurant ;

o. bangunan kesehatan ; p. bangunan praktek dokter.

(6) Klasifikasi bangunan khusus menurut typenya terdiri dari : a. bangunan militer/TNI dan POLRI ;

b. bangunan pelabuhan laut ; c. bangunan bandar udara ;

(16)

(7) Klasifikasi bangunan menurut wilayahnya terdiri dari : a. bangunan di kota klasifikasi I, II dan III ;

b. bangunan kawasan khusus/tertentu ; c. bangunan pedesaan.

(8) Klasifikasi bangunan menurut lokasi terdiri dari : a. bangunan di tepi jalan utama ;

b. bangunan arteri ; c. bangunan kolektor ; d. bangunan lingkungan ; e. bangunan desa ; f. bangunan setapak.

(9) Klasifikasi bangunan menurut statusnya terdiri dari : a. bangunan pemerintah ;

b. bangunan swasta.

Paragraf 2

Ketentuan Perencanaan Tata Ruang Kota Pasal 20

(1) Dengan ditetapkan Rencana Umum Tata Ruang Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kota, maka ketentuan yang dipakai pada bagian dari Rencana Umum Tata Ruang Kota adalah Rencana Detail Tata Ruang Kota dan Rencana Tata Ruang Kota yang ditetapkan tersebut.

(2) Sepanjang perpetakan tanah belum diatur, maka perpetakan itu ditetapkan oleh Kepala Daerah, dengan mempertimbangkan rekomendasi dari Instansi-instansi terkait.

(3) Pada suatu petak diperkenankan lebih dari satu bangunan rumah, kecuali jika dalam penentuan petak dalam Rencana detail Tata Ruang Kota maupun dalam rencana Teknis Tata Ruang Kota telah ditentukan lain.

Pasal 21

Terhadap suatu permohonan IMB, Kepala Daerah dapat menetapkan syarat untuk dilakukan analisis dampak lingkungan (Amdal) sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.

(17)

Paragraf 3

Ketentuan Garis Sempadan Pasal 22

(1) Pemerintah Daerah menetapkan garis sempadan pagar, garis sempadan muka bangunan, garis sempadan samping dan garis sempadan belakang bangunan, garis sempadan untuk perairan umum, jaringan umum lapangan umum, serta kepentingan-kepentingan umum lainnya.

(2) Dalam kawasan-kawasan yang belum ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota, Rencana Tata Ruang Kota, bangunan yang telah ditetapkan keberadaannya dalam kawasan campuran, untuk klasifikasi bangunan itu dapat ditetapkan garis-garis sempadan bagi fungsi bangunan yang terbesar sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku.

(3) Garis sempadan samping bangunan untuk berbagai type rumah tinggal kecuali type tunggal, ditetapkan di dalam Ijin Mendirikan Bangunan dengan ketentuan luas total lantai dasar tidak boleh melebihi 60 % dari luas persil. (4) Setidak-tidaknya salah satu sisi, garis sempadan samping atau garis

sempadan belakang bangunan pada kapling pojok (sudut) ditetapkan minimum 2 meter.

(5) Garis sempadan muka bangunan pada jalan buntu atau pada jalan-jalan umum lainnya yang belum diatur oleh Rencana Tata Ruang Kota ditetapkan minimum sebesar setengah lebar jalan atau minimum 3 meter. (6) Kepala Daerah dapat memberikan pembebasan antara garis sempadan

muka bangunan dan garis sempadan pagar untuk mendirikan gardu kebun yang terbuka, pergola-pergola dan bangunan semacamnya, yang merupakan bagian dari perlengkapan kebun.

(7) Ketentuan garis sempadan samping dan garis sempadan belakang bangunan untuk bangunan-bangunan non rumah tinggal, bangunan campuran dan bangunan khusus adalah sebagai berikut :

a. bangunan dengan ketinggian sampai dengan 4 lantai ditetapkan 3,00 meter ;

b. bangunan dengan ketinggian 5 lantai ditetapkan 5,50 meter ; c. bangunan dengan ketinggian 6 lantai ditetapkan 6,00 meter ;

(18)

e. bangunan dengan ketinggian 10 sampai dengan 16 lantai ditetapkan 9,00 meter ;

f. bangunan dengan ketinggian 17 sampai dengan 24 lantai ditetapkan 10,00 meter ;

g. bangunan dengan ketinggian 25 sampai dengan 30 lantai ditetapkan 12,00 meter ;

h. bangunan dengan ketinggian 30 sampai dengan 120 lantai ditetapkan 30,00 meter ;

(8) Untuk penetapan garis sempadan dan garis sempadan belakang bangunan bagi bangunan berlantai 30 keatas dengan sistem sudut ditetapkan sebesar 77 dengan ketentuan titik sudut pada sepanjang batas persil tersebut. (9) Untuk penetapan garis sempadan bangunan samping dan belakang

bangunan non perumahan khusus untuk ukuran minimum ditetapkan sebagai berikut :

a. dikenakan satu sisi samping dan belakang jarak 3 meter untuk ukuran lebar kapling minimum 20 meter dan panjang minimal 20 meter dengan ketentuan bahwa bangunan lain yang bersebelahan yang berhimpit disyaratkan sama ;

b. dikenakan dua sisi samping untuk ukuran lebar kapling minimum 20 meter dan panjang lebih dari 20 meter.

(10) Untuk bangunan industri, garis sempadan samping dan belakang bangunan ditetapkan minimum 6 meter.

(11) Garis sempadan merupakan jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu masa bangunan terhadap :

a. batas lahan yang dikuasai ; b. batas tepian sungai/pantai ;

c. antar masa bangunan lainnya atau

d. rencana saluran, jaringan tegangan listrik, pipa gas dan lain-lain.

(12) Pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping. Jarak bebas belakang ditentukan minimal ½ dari besar garis sempadan muka.

(13) Jarak antar masa bangunan :

a. jarak antar masa bangunan satu lantai minimum 4 meter ;

b. untuk bangunan umum sekurang-kurangnya 6 meter dan 3 meter ; c. untuk bangunan bertingkat, setiap kenaikan satu lantai ditambah 0,5

meter ;

(19)

Paragraf 4

Ketentuan Luas Lantai, Tinggi Maksimum Bangunan Dan Jarak antar Bangunan

Pasal 23

(1) Penetapan besarnya KDB, KLB, tinggi maksimum bangunan dan jarak antar bangunan pada setiap persyaratan permohonan IMB ditetapkan Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dituangkan dalam syarat zoning.

(2) Ketentuan tentang KLB, KDB Garis sempadan dan Garis Sempadan Belakang bangunan pada masing-masing klasifikasi bangunan akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 24

(1) Persyaratan tinggi maksimum bangunan pada bangunan rumah tinggal kecuali rumah susun, tinggi maksimum bangunan ditetapkan sebanding dengan jaraknya terhadap as jalan yang berdekatan di depannya, bagi jalan-jalan yang lebarnya 20 meter ke atas, titik sudutnya ditetapkan 10 meter dan garis sempadan pagar ke tengah jalan.

(2) Tinggi maksimum bangunan maksimum pada bangunan-bangunan non rumah tinggal, bangunan campuran, rumah susun dan bangunan khusus tidak boleh melebihi 1, 5 x jaraknya terhadap as jalan di depannya yang berdekatan. Untuk jalan yang lebarnya 20 meter kebawah, pada jalan-jalan yang lebarnya lebih dari 20 meter, titik sudut ditetapkan 10 meter dari garis sempadan pagar ke tengah.

(3) Bangunan tidak permanen tidak diperkenankan bertingkat.

(4) Jarak muka pada bangunan tinggi II bagi bangunan non rumah tinggal ditetapkan Kepala Daerah.

(20)

Paragraf 5

Ketentuan Kebutuhan Parkir Pasal 25

(1) Kepala Daerah dapat menetapkan persyaratan kebutuhan lokasi parkir untuk kepentingan lingkungan terhadap bangunan rumah gandeng, rumah kelompok dan rumah deret dalam lokasi masing-masing bangunan yang dimaksud dan pengaturannya dipersyaratkan tidak menimbulkan gangguan lalu lintas.

(2) Besarnya angka kebutuhan parkir pada masing-masing bangunan akan ditaur lebih lanjut oleh Kepala Daerah dengan memperhatikan ketentuan peraturan Perundangan yang berlaku.

(3) Untuk bangunan-bangunan berfungsi ganda, persyaratan kebutuhan parkir dihitung total masing-masing sesuai dengan kebutuhan dengan koefisien reduksi 25 %.

Paragraf 6

Persyaratan Keserasian Terhadap Lingkungan Sekitarnya Pasal 26

Untuk menjaga keserasian terhadap lingkungannya, bagi bangunan-bangunan yang akan dibangun dan atau akan berdampingan dengan bangunan-bangunan bersejarah, dengan memperhatikan ketetapan-ketetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, penampilan bentuk dan pemakaian warna harus senantiasa benar-benar menyesuaikan dengan keberadaan bangunan yang telah ada.

Paragraf 7

Penggunaan Material Selubung Pasal 27

(1) Penggunaan material Selubung untuk semua klasifikasi bangunan, kecuali klasifikasi kualitas konstruksi bangunan semi permanen dan bangunan tidak permanen harus memperhatikan ketentuan persyaratan keserasian lingkungannya.

(21)

(2) Ketentuan penggunaan material selubung bagi seluruh klasifikasi bangunan harus benar-benar menjaga nilai kenyamanan lingkungan.

Paragraf 8 Ketentuan Konservasi

Pasal 28

(1) Untuk keperluan konservasi atau pelestarian untuk semua klasifikasi bangunan harus benar-benar menjaga pelestarian terhadap lingkungannya, tidak boleh membongkar atau mengubah sebagian bangunan-bangunan bersejarah/bernilai sejarah, tidak boleh mengubah tofografi serta nilai-nilai lingkungan lainnya.

(2) Jika di dalam permohonan IMB diperlukan mengubah topografi dan atau tata lingkungan lainnya, harus mendapatkan persetujuan Kepala Daerah sesuai ketentuan yang berlaku.

Paragraf 9

Keamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pasal 29

(1) Setiap bangunan menurut klasifikasi penggunaannya ketinggian, dan kualitas konstruksi bangunan harus terjamin keamanannya terhadap bahaya kebakaran sesuai ketentuan yang berlaku.

(2) Untuk klasifikasi bangunan rendah, bangunan tinggi I dan bangunan tinggi II, harus dilengkapi peralatan pemadaman Kebakaran.

Paragraf 10

Keamanan terhadap Gempa dan Jalur Penerbangan Rendah Pasal 30

Semua bangunan menurut klasifikasi penggunaannya, dan ketinggian dengan kualitas konstruksi permanen harus tahan terhadap bahaya gempa dan aman sesuai ketentuan yang berlaku.

(22)

Paragraf 11

Persyaratan Terhadap Keperluan Kesehatan Pasal 31

Setiap bangunan harus dapat menjamin persyaratan terhadap keperluan kesehatan.

Pasal 32

(1) Jika tanah tempat bangunan itu tidak cukup memberikan jaminan bagi kesehatan, keamanan pemakai bangunan yang akan didirikan, maka Kepala Daerah dapat menyatakan tanah itu untuk sementara waktu tidak layak untuk didirikan bangunan.

(2) Persil yang akan didirikan bangunan itu harus diupayakan sehingga keadaannya menjadi baik dan memenuhi syarat, untuk keperluan itu diwajibkan :

a. tanah dibersihkan dari bagian-bagian campuran yang membahayakan dan mengganggu kepentingan umum ;

b. sumur-sumur dan saluran-saluran, jaringan yang tidak dipergunakan harus ditutup ;

c. bangunan-bangunan yang rusak dan ada di atas tanah tempat bangunan itu, dibersihkan.

(3) Ijin Mendirikan Bangunan tidak dapat dikeluarkan apabila lokasi bangunan tersebut tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Paragraf 12

Persyaratan Ketinggian Pagar Pasal 33

(1) Ketinggian pagar depan (yang berhubungan dengan jalan umum) disyaratkan setinggi-tingginya 2 (dua) meter dari dasar halaman datar dan sekurang-kurangnya 60 % (enam puluh perseratus) harus dibuat tembus pandang.

(2) Tinggi pagar belakang dan samping setiap bangunan ditetapkan setinggi-tingginya 3 (tiga) meter dari permukaan tanah tertinggi di halaman itu.

(23)

(3) Dalam hal yang khusus Kepala Daerah dapat menetapkan syarat-syarat mengenai susunan, sifat dan tinggi pemagaran halaman.

Bagian Kedelapan Utilitas Bangunan

Pasal 34

(1) Kelengkapan sarana dan prasarana bangunan gedung meliputi :

a. sarana pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran ; b. tempat parkir ;

c. sarana transportasi vertikal ; d. sarana tata udara ;

e. fasilitas penyandang cacat ; f. sarana penyelamatan.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pembuatan utilitas bangunan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.

Bagian Kesembilan

Persyaratan Kenyamanan Dalam Bangunan Pasal 35

Dalam merencanakan kenyamanan dalam bangunan gedung harus memperhatikan :

a. kenyamanan ruang gerak ;

b. kenyamanan hubungan antar ruang ; c. kenyamanan kondisi udara ;

d. kenyamanan pandangan ;

e. kenyamanan terhadap kebisingan dan getaran. Bagian Kesepuluh

Konstruksi Paragraf 1 Ruang Lingkup

Pasal 36

(1) Setiap jenis konstruksi bangunan bertingkat dan baja harus diadakan perhitungan konstruksi.

(24)

(2) Dalam melakukan perhitungan konstruksi sebagaimana tersebut pada ayat (1) harus didasarkan pada segala kemungkinan adanya beban dan kejadian yang menimbulkan tegangan pada konstruksi dan bagian-bagian serta dilakukan peninjauan terhadap kombinasi dalam keadaan yang paling membahayakan bagi konstruksi dan bagian-bagiannya.

(3) Perhitungan konstruksi sebagaimana tersebut pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga ahli yang memiliki kewenangan dibidangnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.

Paragraf 2

Persyaratan Bahan Bangunan Pasal 37

(1) Persyaratan mutu dan jenis bahan bangunan untuk konstruksi dan bagian-bagian yang memerlukan perhitungan pengujian harus mengikuti ketentuan SNI dan ketentuan lainnya yang berlaku.

(2) Persyaratan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) harus dicantumkan secara lengkap di dalam dokumen perencanaan.

Paragraf 3

Pengawasan atas Penggunaan Bangunan Pasal 38

(1) Kepala Daerah berwenang untuk melakukan pengawasan atas penggunaan bangunan.

(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh Dinas teknis atau Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

BAB III KETENTUAN IRB

Pasal 39

(1) Apabila pemilik bangunan akan merobohkan suatu bangunan, harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

(25)

(2) Tata cara permohonan dan syarat IRB diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah.

Pasal 40

Dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pertimbangan keamanan, keselamatan dan ketertiban umum, Kepala Daerah berwenang untuk memerintahkan merobohkan bangunan.

Pasal 41

(1) Pekerjaan merobohkan bangunan dilaksanakan sesuai dengan IRB.

(2) Penyimpangan teknis yang telah ditetapkan dalam IRB harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Kepala Daerah.

Pasal 42

(1) Pelaksanaan merobohkan bangunan menjadi tanggungjawab pemilik bangunan.

(2) Untuk merobohkan bangunan dengan cara teknologi tinggi, harus dilaksanakan oleh tenaga ahli yang memenuhi persyaratan.

(3) Untuk keamanan dan keselamatan umum, atau sekitar bangunan yang dirobohkan harus diusahakan langkah-langkah pengamanan antara lain memasang pagar-pagar atau jaring.

BAB IV

PEMELIHARAAN BANGUNAN DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

Bagian Kesatu Pemeliharaan Bangunan

Pasal 43

(1) Pemilik, penghuni dan atau pemakai bangunan berkewajiban :

a. memelihara bangunan, pagar dan halaman yang bersangkutan agar kebersihan dan keindahan lingkungan tetap terjamin ;

(26)

b. memelihara sumur resapan, sumur air limbah, septic tank, saluran tertutup dan saluran terbuka di dalam persil yang bersangkutan agar berfungsi dengan baik ;

(2) Kepala Daerah dapat memerintahkan kepada pemilik, penghuni atau pemakai bangunan untuk melaksanakan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila yang bersangkutan melalaikan kewajiban pemeliharaan.

(3) Pemeliharaan terhadap bangunan-bangunan yang mengandung nilai sejarah (historis) dan bangunan-bangunan monumen (monumental) yang diatur sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua Pembuangan Air

Pasal 44

(1) Curah hujan yang langsung dari atap atau pipa talang bangunan tidak boleh jatuh keluar batas pekarangan dan harus dialirkan ke sumur resapan pada lahan bangunan.

(2) Air hujan sebagaimana tersebut pada ayat (1), disalurkan ke saluran umum kota, jika belum terdapat saluran umum harus diresapkan ke tanah melalui sumur resapan.

(3) Dalam hal tidak dimungkinkan berlubang dengan belum tersedianya saluran pemutusan kota ataupun oleh sebab-sebab lain, maka pembuangan air hujan kesumur resapan atau cara lain yang ditemukan oleh Kepala Daerah.

Bagian Ketiga Pembuangan air limbah

Pasal 45

(1) Sumur air limbah harus dialirkan melalui pipa-pipa yang kedap dan dilaksanakan sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

(2) Air limbah Rumah tangga/domestik harus dibuang dan dialirkan masuk kedalam septic tank dan sumur resapan dari masing-masing persil.

(3) Apabila tidak mungkin pembuatan septic tank dan sumur resapan masing-masing persil, maka sistem pembuangan air limbah Rumah Tangga/domestik dapat dilakukan secara kolektif kepentingan bersama.

(27)

(4) Pembuagan air limbah yang berasal dari limbah perusahaan industri harus dibuang dan dialirkan melalui proses pengolahan limbah, sehingga tercapai kualitas air limbah yang sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.

(5) Pembuangan limbah padat dari hasil proses pengolahan limbah harus dinetralisir terlebih dahulu agar tidak mengandung bahaya beracun.

(6) Bahan saluran harus sesuai dengan penggunaan dan sifat kimia phisis dan bakteriologis dari air limbah (bahan yang hendak disalurkan).

BAB V

KETENTUAN RETRIBUSI Pasal 46

Setiap penerbitan ijin dikenakan retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI

KETENTUAN PIDANA Pasal 47

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal-pasal dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan

pelanggaran.

BAB VII

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 48

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah.

(28)

Pasal 49

Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan hukum tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan,

pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana terhadap peraturan daerah ;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud pada huruf e ;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(29)

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 50

(1) Bangunan-bangunan yang telah berdiri dan memperoleh IMB sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku.

(2) Bagi bangunan yang telah berdiri tetapi belum memiliki IMB sampai saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, atas permohonan, Kepala Daerah memberikan IMB terhadap bangunan yang dimaksud dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Daerah ini.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 51

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah.

Pasal 52

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan.

Ditetapkan di Lamongan pada tanggal 16 Januari 2007

BUPATI LAMONGAN ttd,

(30)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2007

TENTANG

BANGUNAN DI KABUPATEN LAMONGAN I. PENJELASAN UMUM

Bahwa sehubungan dengan pembangunan fisik Kota Lamongan yang makin meningkat sebagai akibat dari kemajuan yang pesat baik bidang teknologi maupun di bidang pembangunan yang dilakukan masyarakat, maka Pemerintah Kabupaten Lamongan mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan kota yang sehat dan terarah sesuai dengan dengan ketentuan tentang rencana pembangunan kota, sehingga perlu adanya ketentuan yang mengatur ketentuan tentang bangunan di Kabupaten Lamongan.

Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini, diharapkan akan memberikan landasan hukum sekaligus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya di bidang perizinan bangunan, pengawasan dan ketertiban terhadap bangunan yang berada di wilayah Kabupaten Lamongan.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Pasal ini memuat pengertian istilah dengan maksud untuk menyamakan persepsi guna menghindari dan mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami Peraturan Daerah ini.

(31)

Pasal 2 s/d 11

Cukup jelas. Pasal 12

Kewajiban pemegang ijin untuk memberitahukan secara tertulis sebagaimana dimaksud adalah pendirian bangunan yang sudah selesai dikerjakan kecuali bangunan rumah tunggal.

Pasal 13 s/d 21

Cukup jelas. Pasal 22

ayat (1)

Garis Sempadan muka bangunan juga diberlakukan bagi jalan-jalan umum yang tidak tertuang dalam Rencana Teknis Ruang Kota yang telah disahkan.

Pasal 23 dan 24

Yang dimaksud dengan angka kebutuhan parkir adalah ratio kebutuhan parkir minimum yang dipersyaratkan. Pasal 25 s/d 33

Cukup jelas. Pasal 34

ayat (1)

Pendirian pagar dapat dari tanaman perdu, pasangan dengan celah atau lubang tembus pandang, besi (bukan kawat berduri) yang senantiasa dirawat dengan baik sehingga bersih, rapi dan berkesan indah.

(32)

ayat (4)

Yang dimaksud dengan khusus antara lain untuk keperluan scurity pada bangunan militer, lembaga pemasyarakatan, bangunan pemerintah dan untuk daerah yang berbukit terjal.

Pasal 35 s/d 52

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Saham Asing, Kepemilikan Saham Publik dan Komite Audit memiliki

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya fokus pada penggunaan metode enkripsi dan dekripsi yang telah ada dengan penggunaan kunci statis yang telah ditentukan, pada penelitian

Karena tujuan penelitian ini adalah mengungkap (1) kepribadian tokoh utama dalam novel PMO karya Ruth Park; (2) konflik batin tokoh utama; (3) solusi yang dipakai tokoh utama

1) Menyampaikan saran-saran dan atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Seksi Survei, Pengukurandan Pemetaan tentang tindakan yang perlu diambil dalam menyiapkan

Huruf/font yang digunakan adalah Times New Roman dengan ukuran 12. Kertas yang digunakan adalah kertas HVS ukuran

Adapun strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran produk penghimpunan dana perbankan syariah (giro, deposito dan tabungan) adalah dengan melakukan identifikasi

,Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah tingkat suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia atas penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), ukuran

pelaksanaannya terdapat beberapa perubahan, diantaranya perubahan kelas dalam mengajar dikarenakan status guru yang bersangkutan. Keterbatasan ini menyebabkan praktikan