• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK. Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK. Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN X"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

227

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi

Membandingkan dan Mengurutkan Pecahan

di Kelas IV SD GKST Hanggira

Arnold Lago

Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD GKST Hanggira pada materi membandingkan dan mengurutkan pecahan. Masalah yang paling mendasar dalam penelitian ini adalah kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar mereka. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan desain penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Taggart yang terdiri atas empat komponen yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Pada pelaksanaan tindakan, peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan langkah-langkah menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi dan memberikan penghargaan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa kelas IV SD GKST Hanggira dalam pembelajaran. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD GKST Hanggira dan dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I membahas materi membandingkan pecahan dan siklus II membahas materi mengurutkan pecahan. Hasil observasi siklus I menunjukkan bahwa keaktifan siswa pada proses pembelajaran masih digolongkan pada kategori kurang baik, observasi aktivitas guru tergolong dalam kategori baik, dan ketuntasan belajar klasikal 72,22%. Hasil observasi siklus II menunjukkan bahwa keaktifan siswa pada proses pembelajaran telah digolongkan pada kategori baik, observasi aktivitas guru tergolong dalam kategori sangat baik dan ketuntasan belajar klasikal 94,44 %. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi membandingkan dan mengurutkan pecahan di kelas IV SD GKST Hanggira.

Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, Meningkatkan Hasil Belajar

Materi Membandingkan dan Mengurutkan Pecahan

I. PENDAHULUAN

Mata pelajaran matematika perlu diberikan pada semua siswa melalui proses pembelajaran mulai dari Sekolah Dasar, untuk membekali siswa dengan

(2)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

228 kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif serta mempunyai kemampuan bekerja sama. Hal tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, dan tidak pasti.

Keberhasilan siswa dapat ditentukan dari beberapa faktor, antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor yang timbul dari dalam diri siswa, antara lain kemauan, rasa takut, tingkat intelektual dan sebagainya. Sedang faktor eksternal dapat berupa sikap guru, pendekatan pengajaran, model dan metode pembelajaran, alat peraga, dan sumber-sumber lain. Kesemuanya itu akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran.

Pada siswa kelas IV SD GKST Hanggira, meskipun guru telah berupaya sebaik-baiknya ternyata hasilnya belum sesuai yang diharapkan. Hal ini dapat terlihat dari hasil evaluasi tes pada mata pelajaran matematika dengan kompetensi dasar membandingkan dan mengurutkan pecahan di kelas IV semester II pada SD GKST Hanggira, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso.

Dari hasil pra tindakan dengan materi pokok membandingkan dan mengurutkan pecahan siswa kelas IV Semester II di SD GKST Hanggira diketahui hanya 8 siswa atau 44,44% yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diharapkan. SD GKST Hanggira telah menetapkan KKM untuk pelajaran matematika, yaitu 65%. Untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran tersebut, peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Dari hasil pengamatan pembelajaran, peneliti bersama teman sejawat mendiskusikan hal-hal yang menyebabkan ketidakberhasilan pembelajaran. Beberapa masalah tersebut adalah:

a. Perhatian siswa terhadap pelajaran kurang. b. Motivasi belajar siswa kurang.

c. Pemahaman siswa tentang materi yang disampaikan kurang. d. Siswa terlalu pasif dalam proses pembelajaran.

(3)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

229 Berdasarkan beberapa kekurangan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan, dan berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat maka terungkap beberapa kekurangan yang yang menyebabkan rendahnya penguasaan siswa terhadap materi membandingkan dan mengurutkan pecahan, siswa di kelas IV semester II SD GKST Hanggira, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso tahun pelajaran 2013 / 2014 yaitu:

a. Guru kurang memotivasi siswa sehingga minat belajar siswa kurang. b. Penjelasan guru tergesa-gesa.

c. Guru tidak memperhatikan kemampuan siswa. d. Dalam mengelola kelas monoton.

e. Metode yang digunakan belum sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Ciri-ciri tersebut mengidentifikasikan bahwa belum adanya peran aktif siswa dalam pembelajaran. Guru di sekolah lebih berperan sebagai subjek pembelajaran (pembelajaran berpusat pada guru), sedangkan siswa sebagai objek, serta pembelajaran tidak mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini secara khusus terjadi juga pada siswa kelas IV SD GKST Hanggira, dimana pembelajaran yang terjadi masih menggunakan paradigma lama yaitu teacher active teaching (pembelajaran berpusat pada Guru).

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka diperlukan suatu pembelajaran yang bisa mengaktifkan siswa dan menempatkan guru sebagai fasilitator dan mediator. Salah satu pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dan kreatif adalah pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teach at Division).

Kajian Pustaka

a. Membandingkan dan Mengurutkan Pecahan

Pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan, bagian dari suatu daerah, bagian dari suatu benda, atau bagian dari suatu himpunan (Negoro, 1998:260). Sejalan dengan pendapat tersebut, Sunardi (1997:57) pada pecahan 𝑎

𝑏, a disebut pembilang dan b disebut penyebut pecahan tersebut, yang masing-masing mempunyai nilai yang berbeda.

(4)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

230 Pada saat siswa SD belajar membandingkan dan mengurutkan pecahan, mereka perlu pengalaman-pengalaman sehingga menghasilkan temuan-temuan khusus. Berikut disajikan alternatif pembelajaran dari kegiatan membandingkan dan mengurutkan pecahan.

1. Penanaman konsep

a. Peragaan dengan menggunakan bangun-bangun geometri.

Bangun-bangun geometri dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk membandingkan dan mengurutkan pecahan biasa dan pecahan campuran. Bahan yang digunakan harus mudah lipat, diwarnai atau dipotong-potong untuk mengurutkan luasan dari bangun-bangun tersebut sehingga dapat dilihat urutan dari luasan bangun yang mewakili urutan dari bilangannya.

Yang diarsir 1

/

2 Yang diarsir

¾

Yang diarsir 5

/

8

Dari peragaan tersebut dapat diketahui bahwa bila bangun dipotong dan dibanding-bandingkan luasannya akan tampak bahwa 1

2< 3 4 ; 1 2< 5 8 ; 3 4 < 1 ; 3 4> 5 8 dan sebagainya.

b. Dengan peragaan pita atau keping-kepingan pecahan. 1 ½ 1/2 1/3 1/3 1/3 ¼ 1/4 ¼ 1/4 1/6 1/6 1/6 1/6 1/6 1/6 1/8 1/8 1/8 1/8 1/8 1/8 1/8 1/8

Dari peragaan di atas, siswa akan dapat membandingkan dan sekaligus mengurutkan bilangan-bilangan pecahan yang diinginkan.

c. Dengan menyamakan penyebutnya. 1

(5)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X 231 Bandingkan 2 3 dan 3

4, dengan cara menyamakan penyebutnya atau menentukan pecahan senilainya lebih dahulu. Kegiatan ini akan lancar dilakukan oleh siswa bila penanaman konsep pecahan senilai pada bagian c dipahami dan telah dilatihkan keterampilannya oleh guru, yaitu menentukan 2

3= 8 12 ; 3 4 = 9 12 . Setelah penyebutnya sama kita bandingkan pembilangnya. Karena 9 > 8 maka 9

12> 8 12 . Jadi 3 4 > 2

3. Apabila siswa sudah mengenal Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK), maka dapat ditunjukkan bahwa 12 adalah KPK dari penyebut 3 dan 4.

2. Keterampilan/Teknik Cepat

Setelah penanaman konsep dipahami oleh siswa, maka kegiatan keterampilan/teknik cepat perlu pula dilatihkan. Ada beberapa teknik cepat yang biasa dilakukan.

1) Bila pembilangnya sama

Dari pengalaman-pengalaman peragaan luasan maupun kepingan pecahan dapat dilihat bahwa 3

4> 3 6 > 3 8, 2 3 > 2 4> 2 6 > 2

8 . Sehingga dapatlah ditentukan bahwa pada pecahan positif, bila pembilangnya sama, maka pecahan yang lebih dari adalah pecahan yang penyebutnya angkanya bernilai lebih kecil. Sedangkan pada pecahan negatif akan sebaliknya.

2) Bila penyebutnya sama

Pecahan yang penyebutnya sama mudah dibandingkan melalui peragaan-peragaan luasan maupun kepingan-kepingan pecahan.

Contoh: 3

7 dengan 5 7 .

Pada pecahan positif, bila penyebutnya sama, maka pecahan yang lebih dari adalah pecahan yang pembilangnya angkanya lebih dari yang lain.

3) Bila pembilang dan penyebutnya tidak sama

Bila pembilang dan penyebutnya tidak sama, maka guru seringkali menggunakan cara silang. Hal ini dapat dibenarkan bila guru telah memberikan konsep atau nalarnya, sehingga siswa mengetahui alas an dari perkalian silang tersebut. Meskipun demikian perkalian silang ini semata-mata hanya teknik supaya siswa cepat dapat menentukan hasil.

(6)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X 232 3 4 … 2 5 3 4 2 5 berarti 15 20 … 8

20 sehingga 15 … 18, tanda yang tepat adalah “>”, maka 34 … 2

5 . b. Hasil belajar

Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu dalam bentuk tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku.

Menurut Gagne (1985) belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dimana setelah belajar tidak hanya memilki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai akan tetapi siswa harus mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mengembangkan pemikiranya karena belajar proses kognitif, Yamin (2007:106). Sedangkan menurut Sudjana (2008:28) definisi belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu.

Dari beberapa definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan interaksi antar individu untuk memperoleh perubahan kemampuan, perubahan tingkah laku yang didapat dari pengalaman dan akan bertahan lama.

Berdasarkan Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah yaitu antara lain:

1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam (6) aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.

2) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3) Ranah psikomotor meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:

1) Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar). 2) Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).

(7)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

233 Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa.

c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 1. Pengertian

Model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD merupakan model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan belajar (Johnson & Johnson, 2000). Proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran Kooperatif berfokus pada kegiatan-kegiatan kelompok kecil, di mana setiap kelompok kecil terdiri dari 3 - 5 orang anggota.

2. Tujuan Kooperatif

Dikemukakan Johnson & Johnson (2000), tujuan Kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif antara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yaitu mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah. Interaksi yang efektif ini memungkinkan semua kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar. Senada apa yang dikemukakan Johnson & Johnson, Eileen (1990:8) mengemukakan tujuan pembelajaran Kooperatif adalah: (1) meningkatkan kerja sama akademik antar siswa, (2) membentuk hubungan positif, (3) mengembangkan rasa percaya diri, dan (4) meningkatkan kemampuan akademik.

3. Prinsip-Prinsip Dasar Kooperatif

Menurut Abdurrahman dan Bintoro (2000), prinsip-prinsip dasar dari Kooperatif yang sekaligus dapat dikatakan kelebihan dari Kooperatif, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif dalam kelompok (positive inter dependence). 2) Dapat dipertanggungjawabkan secara individu (individual accountability). 3) Adanya interaksi antar anggota kelompok (simultaneous interaction) 4) Keterlibatan yang sama antar anggota kelompok (egual participation) 5) Selama interaksi terjadi tatap muka dengan teman (face to face interaction) 6) Membentuk keterampilan sosial (social skills)

(8)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

234 7) Pencapaian tujuan bersama (group processing)

4. Ciri-ciri Kooperatif

Robert J. Stahl (1994:19) mengidentifikasikan ciri-ciri pembelajaran Kooperatif terdiri dari: (1) belajar bersama teman; (2) selama proses belajar terjadi tatap muka dengan teman; (3) saling mendengarkan pendapat sesama anggota kelompok; (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok; (5) belajar dalam kelompok kecil; (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat; (7) keputusan tergantung pada siswa sendiri; dan (8) siswa aktif. Senada dengan apa yang disampaikan Johnson (1984:31), pembelajaran Kooperatif mempunyai ciri (1) terdapat saling ketergantungan yang positif antar anggota kelompok; (2) dapat dipertanggungjawabkan secara individu; (3) menekankan pada tugas kebersamaan; (4) berbagi kepemimpinan; (5) berbagi tanggung jawab; (6) menekankan pada tugas kebersamaan; (7) membentuk ketrampilan sosial; (8) peran guru mengamati terhadap proses belajar siswa; dan (9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok.

5. Langkah-langkah Kooperatif

Terkait dengan langkah-langkah Kooperatif, Ismail (2003:21) menyebutkan enam langkah model pembelajaran Kooperatif, yaitu seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1. Langkah-Langkah Kooperatif

FASE INDIKATOR TINGKAH LAKU GURU

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaaan.

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk

(9)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

235 Siswa: Hasil belajar

siswa rendah, siswa pasif.

Guru: Mengaktifkan siswa dengan model pembelajaran tipe STAD Tindakan

Kondisi Awal

Guru: Pembelajaran berpusat pada guru

Siklus I:

Menggunakan model STAD, siswa menjadi aktif Kondisi Akhir Hasil belajar matematika meningkat Siklus II: Menggunakan model STAD, siswa menjadi aktif Kerangka Berpikir

belajar. kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien.

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

5 Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau

masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya. 6 Memberikan penghargaan. Guru mencari cara-cara untuk

menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok.

(10)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X 236 1 4 3 5 8 7

II. METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Desain penelitian adalah penelitian tindakan kelas yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (Arikunto, 2007 : 16) yang terdiri atas empat komponen yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

2

6

Siklus I

a. Perencanaan

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut:

 Membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

 Menyiapkan alat bantu pembelajaran

 Membuat lembar kerja siswa

 Membuat lembar observasi sebagai alat pengumpul data untuk mengetahui bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas pada waktu berlangsungnya kegiatan pembelajaran, baik pada siswa maupun guru

 Membuat tes akhir tindakan

 Membentuk kelompok belajar berdasarkan hasil evaluasi tes awal. Keterangan : 0 : Pra Tindakan 1 : Rencana Siklus I 2 : Pelaksanaan Siklus I 3 : Observasi Siklus I 4 : Refleksi Siklus I 5 : Rencana Siklus 2 6 : Pelaksanaan Siklus 2 7 : Observasi Siklus 2 8 : Refleksi Siklus 2 0 a b

(11)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

237 b. Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang telah dibuat.Siklus pertama dilakukan satu kali pertemuan dengan indikator dapat membandingkan pecahan.

c. Observasi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengobservasi aktivitas siswa dan guru (peneliti) selama kegiatan pembelajaran berlangsung, serta mengevaluasi pelaksanaan tindakan dikelas.

d. Refleksi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisis data yang diperoleh pada tahap observasi.Berdasarkan hasil analisis data dilakukan refleksi guna melihat kekurangan dan kelebihan yang terjadi saat pembelajaran ditetapkan. Kekurangan dan kelebihan ini dijadikan acuan untuk merencanakan siklus berikutnya.

Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, dilakukan perbaikan pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Pelaksanaan tindakan pada siklus II disesuaikan dengan perubahan yang ingin dicapai. Hasil yang dicapai pada siklus ini dikumpulkan serta dianalisis untuk menetapkan suatu kesimpulan. Materi yang dibahas pada siklus II ini adalah mengurutkan pecahan dari yang terkecil atau yang terbesar.

1. Jenis Data

Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif.

a. Data kualitatif yaitu data yang diperoleh dari siswa berupa data hasil observasi aktivitas dan hasil wawancara, serta kegiatan guru atau peneliti selama proses pembelajaran.

b. Data kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari hasil belajar siswa. 2. Sumber Data

(12)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

238 a. Guru, data diperoleh dari hasil kegiatan observasi selama proses

pembelajaran.

b. Siswa, data diperoleh dari hasil observasi dan tes.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data ditempuh dengan tiga cara, yaitu :

a. Tes, untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa yang diberikan setiap akhir tindakan.

b. Observasi, dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Pelaksanaan observasi dilakukan dengan cara mengisi lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti. Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana aktivitas peneliti dan siswa selama kegiatan pembelajaran.

Instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tes

Tes yang digunakan adalah tes awal untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan tes setelah diberikan tindakan. Tes diberikan untuk mengukur tingkat keberhasilan setiap siklus dan hasil belajar siswa.

Untuk menganalisis hasil belajar, digunakan rumus sebagai berikut :

 Daya Serap Individu :

100 x tes maksimal Skor siswa diperoleh yang Skor DSI

dimana : DSI = Daya Serap Individu

Siswa dikatakan tuntas individu jika persentase DSI minimal 65%.

 Ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal :

100 x seluruhnya siswa Banyaknya tuntas yang siswa Banyaknya KBK

dimana : KBK = Ketuntasan Belajar Klasikal 2. Lembar Observasi

Instrumen non tes digunakan untuk memperoleh data tentang keaktifan siswa. Instrumen ini berupa lembar observasi.

(13)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

239

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

a. Perencanaan

Kegiatan perbaikan pembelajaran ini dilakukan oleh peneliti dibantu oleh Yanto Langimpu yang merupakan teman sejawat sesama guru di SD GKST Hanggira dan bertindak selaku pengamat atau observer. Pola yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Mata pelajaran yang dijadikan objek perbaikan pembelajaran adalah Matematika dengan kompetensi dasar Membandingkan dan Mengurutkan Pecahan. Sedangkan sebagai subjek penelitiannya adalah siswa kelas IV Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Proses pembelajarannya dilaksanakan sebanyak dua siklus.

Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tes awal untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa pada materi menentukan letak pecahan pada garis bilangan. Tes awal ini dilakukan pada hari Senin tanggal 19 Mei 2014. Hasil analisis tes awal menunjukkan kurangnya pemahaman siswa tentang materi menentukan letak pecahan pada garis bilangan, dengan hasil tuntas belajar klasikal hanya 5 siswa atau 44,44% yang mengalami ketuntasan dari 18 orang siswa. Telihat dari hasil tes awal ini, masih banyak siswa yang kesulitan memahami materi. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, maka pada pertemuan berikutnya dilaksanakan penerapan model pembelajaran tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada SD GKST Hanggira pada materi membandingkan nilai dua pecahan.

b. Pelaksanaan

Peneliti dan teman sejawat berdiskusi menindaklanjuti dari refleksi pratindakan untuk menentukan langkah-langkah penyusunan RPP siklus I dengan mengimplikasikan pembelajaran tipe STAD (Student Teach at Division). Langkah selanjutnya peneliti membentuk kelompok untuk para siswa. Pengelompokan tersebut terdiri dari 3 kelompok dan disusun secara heterogen di mana tiap kelompok terdiri dari 6 orang siswa. Setiap kelompok terdiri dari para siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Untuk melakukan pengamatan,

(14)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

240 peneliti juga membuat lembar observasi agar teman sejawat sebagai pengamat mempunyai fokus pengamatan sehingga tidak keluar dari tujuan pembelajaran.

Sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dengan teman sejawat maka pada tanggal 26 Mei 2014 perbaikan pembelajaran dilaksanakan. Langkah- langkah pembelajaran terlaksana sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran tipe STAD. Pada kegiatan awal guru telah mempersiapkan agar seluruh siswa bisa mengikuti pelajaran. Kegiatan pembelajaran terdiri dari tiga bagian yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir.

Dari hasil analisis tes akhir pada siklus I terjadi ketuntasan dengan persentase 72,22%. Dari observasi teman sejawat diperoleh data bahwa kerja sama dalam berdiskusi belum optimal sehingga latihan berulang-ulang (drill) perlu ditingkatkan.

c. Observasi

Ada dua macam instrument pengamatan yang digunakan dalam pembelajaran siklus l, yaitu lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. 1) Lembar Observasi Guru

Format observasi yang digunakan teman sejawat untuk mengamati kinerja peneliti adalah lembar observasi sistematis. Dalam format hasil observasi dicantumkan aspek-aspek yang menjadi fokus pengamatan, di mana aspek–aspek yang diobservasi tersebut ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antara peneliti dengan teman sejawat. Dari hasil observasi guru pada siklus I, observer memberikan penilaian baik pada poin menyampaikan tujuan pembelajaran, apersepsi, memotivasi siswa tentang pentingnya memahami materi membandingkan pecahan, penyampaian materi, meminta siswa mengerjakan LKS, memonitoring kegiatan siswa dalam kelompok, pemberian tugas akhir, pemberian nilai, dan merangkum pelajaran. Penilaian sangat baik diberikan pada poin membagi siswa ke dalam kelompok secara merata, memberikan bimbingan pada saat pekerjaan kelompok, pemberian penghargaan, penguatan dan pemberian pekerjaan rumah. Berdasarkan hasil tersebut, maka diperoleh hasil bahwa aktivitas guru telah tergolong dalam kategori baik dengan nilai persentase 84,37%.

(15)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

241 Dalam format observasi dicantumkan aspek-aspek yang menjadi fokus pengamatan pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, di mana aspek– aspek yang diobservasi tersebut juga ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antara peneliti dengan teman sejawat. Aspek-aspek tersebut kemudian dinilai secara klasikal oleh observer pada pelaksanaan tindakan. Observer memberikan nilai cukup untuk aspek siswa terlibat dalam diskusi dan pengajuan pertanyaan. Nilai baik diberikan untuk aspek siswa menunjukkan minat yang besar pada pelajaran, aktif bekerjasama, berinteraksi dalam kelompok, menjawab pertanyaan, serta bergairah dan bersemangat dalam pembelajaran. Hasil dari observasi ini menunjukkan bahwa partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran masih tergolong dalam kategori kurang dengan persentase 67,85%.

d. Refleksi

Setelah proses pembelajaran siklus I berakhir dan data nilai tes akhir yang diperoleh siswa dianalisis, ternyata menunjukan bahwa pembelajaran siklus I masih gagal, oleh karena itu peneliti mencoba mengingat kembali kejadian– kejadian yang muncul yang menyebabkan gagalnya pembelajaran siklus I. Di samping itu, peneliti juga merenungkan dan sekaligus menetapkan langkah– langkah perbaikan yang akan dilakukan dalam pembelajaran berikutnya.

Hasil refleksi yang dilakukan peneliti dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Dalam proses pembelajaran, sebagian besar siswa masih malu-malu untuk

menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.

2) Dalam berdiskusi kelompok ada siswa yang hanya mengandalkan temannya saja.

Gagasan–gagasan peneliti yang akan dilaksanakan pada pembelajaran siklus II adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan pemberian motivasi pada siswa dengan cara memberikan penghargaan yang dapat menimbulkan kebanyakan pada diri anak, baik secara verbal maupun non verbal.

2) Guru memberi arahan kepada siswa agar dapat bekerjasama yang baik dalam berdiskusi.

(16)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

242 a. Perencanaan

Peneliti dan teman sejawat berdiskusi menindaklanjuti dari refleksi siklus I untuk menentukan langkah-langkah penyusunan RPP siklus II dengan kembali mengimplementasikan pembelajaran tipe STAD. Langkah- langkah pembelajaran terlihat pada lampiran 10. Untuk melakukan pengamatan, peneliti juga membuat lembar observasi agar teman sejawat sebagai pengamat mempunyai fokus pengamatan sehingga tidak keluar dari tujuan pembelajaran.

b. Pelaksanaan

Sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dengan teman sejawat maka pada tanggal 2 Juni 2014 perbaikan pembelajaran dilaksanakan. Pada siklus I materi yang dibahas adalah membandingkan dan mengurutkan pecahan. Masih ada sebagian murid yang belum memahami materi ini. Untuk mengatasi hal tersebut, pada siklus II dilaksanakan perbaikan pembelajaran dengan materi mengurutkan pecahan dari yang terkecil atau yang terbesar. Langkah–langkah pembelajaran terlaksana sesuai dengan rencana perbaikan pembelajaran siklus II. Pada kegiatan awal guru telah mempersiapkan agar seluruh siswa bisa mengikuti kegiatan pembelajaran. Selanjutnya pembelajaran berlangsung sesuai dengan kegiatan belajar mengajar yang telah direncanakan. Semua berjalan cukup lancar, tanya jawab, diskusi kelompok meningkat. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan pelaksanaan tes akhir, penilaian dan analisis pekerjaan siswa. Dari hasil analisis tes akhir siklus II diperoleh ketuntasan belajar klasikal sebanyak 17 orang dengan persentase 94,44%.

c. Observasi

1) Lembar Observasi Guru

Dari hasil observasi guru pada siklus II, observer memberikan penilaian baik pada poin menyampaikan tujuan pembelajaran, apersepsi, memonitoring kegiatan siswa dalam kelompok, pemberian nilai, dan merangkum pelajaran atau menyimpulkan materi. Penilaian sangat baik diberikan pada poin memotivasi siswa tentang pentingnya memahami materi membandingkan pecahan, penyampaian materi, meminta siswa mengerjakan LKS, pemberian tugas akhir, membagi siswa ke dalam kelompok secara merata, memberikan bimbingan pada

(17)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

243 saat pekerjaan kelompok, pemberian penghargaan, penguatan dan pemberian pekerjaan rumah. Berdasarkan hasil tersebut, maka diperoleh hasil bahwa aktivitas guru telah tergolong dalam kategori sangat baik dengan nilai persentase 90,62%. 2) Lembar Observasi Siswa

Seperti pada siklus I, dalam format observasi dicantumkan aspek-aspek yang menjadi fokus pengamatan pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, di mana aspek–aspek yang diobservasi tersebut juga ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antara peneliti dengan teman sejawat. Aspek-aspek tersebut kemudian dinilai secara klasikal oleh observer pada pelaksanaan tindakan. Observer memberikan nilai baik untuk aspek siswa aktif bekerjasama, berinteraksi dalam kelompok, terlibat aktif dalam diskusi, mengajukan pertanyaan, serta bergairah dan bersemangat dalam pembelajaran. Nilai sangat baik diberikan pada aspek menunjukkan minat yang besar pada pelajaran dan menjawab pertanyaan. Hasil dari observasi ini menunjukkan bahwa partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran telah tergolong dalam kategori baik dengan persentase 82,14%. d. Refleksi

Setelah proses pembelajaran siklus II berakhir dan nilai tes akhir dianalisis, peneliti merefleksikan kembali kejadian-kejadian yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil dari refleksi yang dilakukan peneliti dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Tetap saja ada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran dan ada siswa yang belum bisa mencapai ketuntasan karena faktor kelemahan berfikir.

2) Siswa lebih antusias atau termotivasi di dalam merespon materi pelajaran yang disampaikan guru. Hal ini terbukti dengan banyaknya siswa yang sudah berani mengajukan pertanyaan tentang materi yang belum dipahami.

3) Peran serta dalam diskusi sudah cukup baik, diskusi berjalan dengan lancar, dengan sistematis sesuai dengan aturan yang telah ditentukan.

Pembahasan

Pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada materi membandingkan dan mengurutkan pecahan di kelas IV SD GKST Hanggira

(18)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

244 dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Langkah-langkah kooperatif yang digunakan menurut Ismail (2003:21) adalah:

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. 2) Menyajikan informasi.

3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. 4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

5) Evaluasi.

Dengan menerapkan langkah-langkah kooperatif tersebut, maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Siklus I

Pada tindakan siklus I diperoleh ketuntasan belajar klasikal. Jumlah siswa yang tuntas sebanyak 13 siswa dengan persentase 72,22 % pada siklus I. Hasil observasi aktifitas guru berada pada kategori baik dengan persentase 84,37%, dan observasi aktifitas siswa berada pada kategori kurang dengan persentase 67,85%. Siklus II

Pada perbaikan siklus II, hasil tuntas belajar klasikal yang diperoleh mengalami peningkatan. Dari 13 siswa tuntas pada siklus I menjadi 17 siswa pada siklus II. Persentase ketuntasan dari 72,22 % menjadi 94,44 %. Ini berarti mencapai peningkatan sebesar 22,22 %. Pembelajaran siklus II diakhiri dengan pembelajaran tuntas. Hasil observasi aktifitas guru berada pada kategori sangat baik dengan persentase 90,62%, dan observasi aktifitas siswa berada pada kategori baik dengan persentase 82,14%.

Peneliti merasa telah berhasil mencapai nilai ketuntasan pembelajaran. Perbandingan persentase ketuntasan antara tindakan siklus I dengan tindakan siklus II peneliti uraikan sebagai berikut :

- Siklus I

Persentase tuntas 72,22% dan persentase tidak tuntas 27,78%. - Siklus II

(19)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

245

IV. PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teach at Division) maka diperoleh hasil sebagai berikut:

1) Aktivitas guru 84,37% pada siklus I, meningkat menjadi 90,62% pada siklus II.

2) Aktivitas siswa 67,85% pada siklus I, meningkat menjadi 82,14% pada siklus II.

3) Ketuntasan belajar klasikal 72,22% pada siklus I, meningkat menjadi 94,44% pada siklus II.

Berdasarkan hasil tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Membandingkan dan Mengurutkan Pecahan di kelas IV semester II SD GKST Hanggira, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso Tahun Pelajaran 2013/2014.

Saran

Untuk meningkatkan pemahaman siswa, guru hendaknya selalu mengembangkan kreatifitas yang dimiliki berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat menyenangkan, tidak monoton, dan tidak membosankan bagi siswa. Agar penguasaan tentang model pembelajaran lebih meningkat seyogyanya guru mengembangkan wawasan sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan dewasa ini. Beberapa cara yang efektif bagi guru untuk mengembangkan kreatifitas adalah melalui Kelompok Kerja Guru (KKG), penataran, penguasaan teknologi komputer, dan lain lain.

(20)

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 5 No. 11 ISSN 2354-614X

246

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman dan Bintoro, 2000. Memahami dan Menangani Siswa dengan Problema Mengajar. Jakarta: Depdiknas.

David and Roger, (2001) Beberapa Pandangan Mengenai Pembelajaran Kooperatif, Jakarta: Permata Equator Media

Gagne, 1985. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Ismail, 2003. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama.

Johnson, 1984. Cooperation in the Classroom. Edina, Minessota: A Publication Interaction Book Company.

Johnson & Johnson. 2000. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc.

Kennedy, Leonard M and Tepps, Steve, 1994. Guiding Children’s Learning of Mathematics (Seventh Edition). Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Negoro, ST dan B. Harahap, 1998. Ensiklopedia Matematika. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Slavin, R.E, (1995), Kooperatif Learning Second Edition, Boston, Allyn and Bacoon

Stahl, Robert. J. 1994. Cooperative Learning in Social Studies: Hand Book for Teacher. USA: Kane Publishing Service, Inc.

Sudjana, Nana, 2008. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sunardi dan Heriyanto, 1997. Mengenal Siswa Berkesulitan Belajar. Surakarta: UNS.

Yamin, Martinis, 2007. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada (JP) Press Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Langkah-Langkah Kooperatif

Referensi

Dokumen terkait

selaku Ketua Program Studi teknik Elektro S1 Universitas Muria Kudus, dan selaku Pembimbing I telah memberikan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.. Bapak

Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu (1) mahasiswa FTI maupun FE mempunyai persepsi yang sama dalam intensi peng- gunaan aktual, yaitu bahwa

Performansi QoS VoIP over WLAN diuji pada NS-2.34 untuk setiap mekanisme penjadwalan PQ dan CSFQ pada 802.11e EDCA dengan jumlah pengguna VoIP sampai 20 titik dan beban trafik

bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai Nomor 10 Tahun 1985 tentang Tarif Retribusi Pemakaian Gedung Serapo, Gedung Wanita, Gedung PKK dan Gedung Pemuda/KNPI

Baha- ruddin dan Wahyuni (2007) menyatakan bahwa model pembelajaran experiential merupakan mo- del pembelajaran yang cocok untuk diterapkan pada mata kuliah

Karena buah kelapa sawit yang dipanen belum habis dimuat, keesokan harinya Saksi MASNO Anak Dari (Alm) WONGSO SUWITO, Saksi ROHMAN SARIFUDIN Bin PARNO dan Saksi

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk..