SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik
Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh
Fitri Chaeroni Sa’adah NIM 6662131844
KONSENTRASI JURNALISTIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
“Hey! If you start tired of your life, open up this page and
remember all the moments, difficulties, and struggles
that you have been through to finished this research.
Believe me, you CAN do EVERYTHING, even something
that you HATE the most”
Tanpa Batas NET TV. Pembimbing I : Yearry Panji S, S.Sos., M.Si., Phd. dan Pembimbing II : Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom.
Sebuah survey dari Edelman Trust Barometer menyebut adanya penurunan kepercayaan khalayak pada media. Kepercayaan khalayak pada institusi media artinya melibatkan kepercayaan pada (pemilik) media dan juga pekerja di dalamnya. Riset ini ingin melihat bagaimana penerimaan khalayak tentang tayangan Langit Tanpa Batas NET TV terkait dengan krisis kepercayaan khalayak pada media. Langit Tanpa Batas NET TV merupakan program khusus yang menayangkan bagaimana proses perekrutan karyawan baru di NET TV. Hasilnya ada tiga aspek penerimaan khalayak yang paling dominan yaitu visual, nilai-nilai motivasi, dan self-advertisement NET TV. Penerimaan khalayak juga dikategorikan berdasarkan model encoding-decoding dari Stuart Hall. Tiga kategori tersebut adalah dominan, negosiasi, dan oposisi. Mayoritas informan dalam riset ini berada di kategori negosiasi.
Batas. Advisor I: Yearry Panji S, S.Sos., M.Si., Phd. and Advisor II: Puspita Asri Praceka, S. Sos., M.Ikom.
A survey of the Edelman Trust Barometer stated that in Indonesia there are crisis of public trust on media. Public trust on the media institution included the trust in the (owner) of the media and also the workers in it. This research wants to see how the audience's reception of NET TV's Langit Tanpa Batas impressions is tied to a media-wide credibility crisis. The NET TV’s Langit Tanpa Batas is a special program that shows how the new employees recruitment process on NET TV. There are three aspects of the most dominant audience reception : visual, motivational value, and self-advertisement of NET TV. The reception also categorized based on the encoding-decoding model of Stuart Hall. The three categories are dominant reading, negotiation, and opposition. The majority of informants in this research were in the negotiation category.
senantiasa elimpahkan rahmat serta hudayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Memahami Kepercayaan Publik pada Media melalui Penerimaan Khalayak tentang Program Langit Tanpa Batas NET TV ini. Dengan selesainya riset ini maka salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi telah penulis penuhi. Riset ini memang masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Akan tetapi penulis berharap setidaknya riset ini dapat bermanfaat bagi dunia keilmuan maupun dunia praktisi meskipun hanya sedikit.
Dalam prosesnya peneliti tentunya tidak bisa menyelesaikan riset ini sendiri. Peneliti mendapat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu disini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang terus menjaga dan menuntun penulis hingga akhirnya mampu menyelesaikan riset ini.
2. Bapak di surga, Mama, Yasmin, Mahardika, serta segenap keluarga. Terimakasih untuk semua doa dan dorongan yang tak pernah berhenti mengalir.
3. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si. selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta.
6. Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom. selaku pembimbing II dalam riset ini. Terimakasih untuk semua bantuan, arahan, ilmu serta terimakasih telah menjadi tempat yang nyaman untuk berbagi selama penelitian ini berjalan hingga usai.
7. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi FISIP Untirta. Terimakasih untuk setiap ilmu yang sudah dibagikan dan setiap waktu yang tercurahkan. 8. Para informan riset ini Nunu, Kak Neli, Sari, Sufie, Pandhu, Dede,
Inas, Meutia, Rifan, serta Raizal. Terimakasih atas waktu, tenaga, dan pikiran yang telah dicurahkan untuk membantu penulis dalam penelitian ini, semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian.
9. Teman seperguruan tempat saling berbagi dan saling menyemangati Indra, Syifa, dan Pernita. Teman tempat saling berbagi suka dan duka Mimi kartika. Teman dan juga rekan kerja dimana saja Adam dan Jalal. Teman sepergaulan Cindy, Sarah, dan Enna. Terimakasih untuk telinga dan hati yang selalu terbuka menerima tiap keluh dan kesah. Dan juga untuk teman yang pernah berbagi atap bersama Rahmi, Rien, Ratih, Alfi.
Serang, 29 Januari 2018
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR ORISINALITAS ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Identifikasi Masalah ... 6
1.4. Tujuan Penelitian ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
1.5.1. Manfaat Akademis ... 7
1.5.2. Manfaat Praktis ... 7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1.Problematika Industri Media di Indonesia ... 8
2.2. Krisis Kepercayaan Publik terhadap Kredibilitas Media ... 11
2.3. Kepercayaan Publik dan Isi Tayangan Media ... 12
2.4. Representasi Pekerja Media melalui Program Langit Tanpa Batas ... 15
2.5. Kajian Media dan Budaya ... 17
2.6. Analisis Resepsi Program Televisi ... 19
2.7. Teori Encoding-Decoding Stuart Hall ... 23
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 26
3.1. Sifat Penelitian ... 26
3.2. Metode Penelitian ... 26
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1. Deskripsi Program Langit Tanpa BatasNET TV... 32
4.2. Deskripsi Informan ... 35
4.2.1. Informan 1 ... 36
4.2.2. Informan 2 ... 36
4.2.3. Informan 3 ... 37
4.2.4. Informan 4 ... 37
4.2.5. Informan 5 ... 37
4.2.6. Informan 6 ... 38
4.2.7. Informan 7 ... 38
4.2.8. Informan 8 ... 39
4.2.9. Informan 9 ... 39
4.2.10.Informan 10 ... 39
4.3. Penerimaan Khalayak tentang Program Langit Tanpa BatasNET TV ... 40
4.3.1. Aspek Visual ... 40
4.3.2. Nilai-Nilai Motivasi ... 45
4.3.3.Self-Advertisement NET TV ... 51
4.4. Pandangan Informan tentang Pekerja Media ... 55
4.5.Kepercayaan Informan pada Pekerja Media melalui Tayangan Langit Tanpa Batas ... 60
4.6. Kepercayaan pada Institusi Media melalui Tayangan Langit Tanpa Batas .. 66
4.7. Pembahasan ... 71
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
5.1. Kesimpulan ... 82
5.2. Saran ... 85
5.2.1. Saran Akademis ... 85
5.2.2. Saran Praktis ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
Lampiran 2 : Recruitment Letter ... 92
Lampiran 3 : Catatan Observasi ... 93
Lampiran 4 : Transkrip Wawancara ... 130
Lampiran 5 : Dokumentasi Penelitian ... 187
Lampiran 6 : Daftar Bimbingan ... 188
1 1.1.Latar Belakang Masalah
Ruslan Burhani dalam Antaranews.com pada 31 Januari 2013 melansir sebuah suvei yang dilakukan oleh Edelman Trust Barometer yang menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap media di Indonesia berada pada angka paling tinggi dari 26 negara lain yang diteliti. Dalam survei tersebut disebutkan bahwa kepercayaan publik pada media secara keseluruhan berada pada angka 77 persen dengan rincian 75 persen kepercayaan pada media tradisional (televisi radio, dan media cetak), 76 persen pada media daring, 68 persen pada media sosial, dan 67 persen pada media yang dimiliki perusahaan. Penelitian ini melibatkan 1200 responden, di mana 1000 responden berasal dari kategori umum dan 200 lainnya masuk ke dalam kategori well informed atau dari kalangan elit yang memiliki akses terhadap pendidikan dan komunikasi yang baik (Burhani, 2013).
kalangan terdidik ini berada pada angka 80 persen, namun pada survei tahun 2016 turun ke angka 70 persen (Mutia, 2016).
Survei kembali dilakukan oleh Edelman Trust Barometer di tahun 2017. Kepercayaan publik pada media naik hanya 4 angka menjadi 67 persen, dan belum bisa sebaik kala tahun 2012 (Putra, 2017). Kepercayaan masyarakat terhadap media saat ini sepertinya masih sulit untuk kembali seperti tahun 2012 lalu.
Turunnya kepercayaan publik pada media bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti buruknya kualitas tayangan televisi, pemberitaan yang tidak berimbang, dan adanya oknum pekerja media yang berbuat tidak sesuai dengan kode etik yang seharusnya mereka pegang. Buruknya kualitas tayangan televisi bisa dilihat dari Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV yang dilakukan oleh KPI. Dari survey tersebut diketahui rata-rata indeks kualitas tayangan televisi saat ini berada di angka 3,36 sedangkan indeks kualitas baik sebuah tayangan harus mencapai angka 4 (Komisi Penyiaran Indonesia, ISKI, 2016).
Buruknya kualitas tayangan juga terlihat dari program tayangan berita. Beberapa televisi dengan jelas terlihat membuat konten yang tidak berimbang dalam memuat berita terkait politik. Pada4 Juli 2014 Kirana menulis di laman
pemantauansiaran kedua televisi tersebut yang dilakukan pada 19 hingga 25 Mei 2014 hasilnya Metro TV yang dimiliki Surya Paloh, pasangan Jokowi-JK diberitakan 184 kali dengan total durasi 35570 detik, sedangkan pasangan Prabowo-Hatta hanya diberitakan 110 kali dengan total dari 14.561 detik. Pada tvOne yang dimiliki Aburizal Bakrie, pasangan Jokowi-JK diberitakan hanya 77 kali dengan total durasi 10.731 detik, sementara pasangan Prabowo-Hatta diberitakan 153 kali dengan total durasi 36.561 detik (Kirana, 2014). Dari pemantauan siaran KPI tersebut secara jelas media sudah kehilangan independensinya karena tidak berimbang dalam pemberitaan. KPI memberikan teguran kepada dua stasiun televisi tersebut karena dinilai telah melanggar P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) tahun 2012 pasal 40 huruf (a) dimana siaran jurnalistik wajib menerapkan prinsip jurnalisme yang berimbang dan tidak berpihak.Konten yang tidak netral membuat masyarakatpun hilang kepercayaan terhadap media secara keseluruhan maupun pekerja di dalam media tersebut.
Upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada media dapat dilakukan oleh berbagai pihak, seperti Dewan Pers yang melakukan verifikasi terhadap media-media yang ada di Indonesia. Media yang secara resmi terverifikasi oleh Dewan Pers dapat menjadi rujukan sumber informasi terpercaya bagi masyarakat. Selain dari pihak seperti Dewan Pers, pihak media sendiri juga bisa membuat upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada media mereka, NET TV contohnya. NET TV yang baru hadir tiga tahun belakangan di kancah pertelevisian Indonesia berupaya mengambil sebuah langkah dengan memperlihatkan bagaimana proses perekrutan karyawan untuk media mereka kepada publik. Bahkan proses perekrutan karyawan atau pekerja media ini sampai dibuatkan program khusus yang ditayangkan di NET TV.
Program itu berjudul Langit Tanpa Batas. Langit Tanpa Batas tampil pertama kali di layar kaca pada tahun 2016 lalu dengan memperlihatkan proses Media Development Program atau MDP (nama untuk program perekrutan karyawan NET TV) yang pertama hingga yang keempat. Program
Langit Tanpa Batas kembali hadir di tahun 2017 untuk merekam bagaimana MDP kelima NET dilakukan. Proses perekrutan karyawan ini dikemas layaknya proses pencarian bakat yang sering kita jumpai di televisi, namun tidak menghilangkan esensi proses perekrutan karyawan itu sendiri.
puluhan ribu kandidat lain. Dari program ini NET TV memperlihatkan pada penonton bahwa proses untuk bekerja di sebuah media tidaklah mudah karena membutuhkan banyak perjuangan dan hanya yang terbaik yang bisa lolos. Proses perekrutan yang ditayangkan secara luas ini rasanya penting bagi media masa kini, dengan begitu penonton tak hanya tahu apa yang mereka saksikan di depan layar, namun juga apa yang dilakukan oleh media di belakang layar.
Di tengah tren ketidakpercayaan masyarakat kepada media, NET TV hadir dengan terobosan untuk lebih terbuka kepada publik, terutama dalam hal perekrutan karyawan mereka. NET TV memperlihatkan bagaimana mereka menyeleksi calon-calon pekerja di media mereka, memperlihatkan proses seleksi yang ketat, dan memperlihatkan bahwa orang yang terpilih adalah kandidat terbaik dari sekian ribu lainnya.
Peneliti juga ingin memberi batasan bahwa penelitian ini melihat program tayangan Langit Tanpa Batas hanya sebagai salah satu alternatif untuk mengambalikan kepercayaan publik pada media, bukan cara mutlak atau satu-satunya cara yang bisa dilakukan. Peneliti ingin melihat apakah dengan adanya program ini bisa memperbaiki kepercayaan khalayak pada pekerja media dan media secara keseuruhan atau setidaknya kepada NET TV itu sendiri.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana resepsi audiens pada tayangan Langit Tanpa Batas NET TV terkait dengan krisis kepercayaan khalayak pada media?
1.3.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka peneliti merumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana penerimaan masyarakat tentang program Langit Tanpa BatasNET TV?
1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Mengetahui bagaimana penerimaan masyarakat tentang program
Langit Tanpa BatasNET TV.
2) Mengetahui bagaimana kepercayaan masyarakat pada institusi media dengan adanya program Langit Tanpa BatasNET TV.
1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1.Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah literatur kajian dalam ilmu komunikasi yang berkaitan dengan media massa khususnya televisi. Penelitian ini juga diharapkan memperkaya kajian penelitian ilmu komunikasi dari sudut pandang khalayak yaitu terkait penggunaan metode analisis resepsi dan juga terkait dengan kepercayaan publik pada media.
1.5.2.Manfaat Praktis
8 2.1.Problematika Industri Media di Indonesia
Suwarjono Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia periode 2014-2017 menyatakan setidaknya ada 4 permasalahan utama yang dialami media massa di Indonesia, hal tersebut ditulis Widianto pada laman
Tempo.co edisi 17 April 2015. Permasalahan tersebut antara lain dominasi kepemilikan, media partisan, media yang tidak mendidik dengan menyajikan materi berbau pornografi, dan menjamurnya media abal-abal. Suwarjono mengatakan bahwa di Indonesia kini hanya dimiliki 13 kelompok media, dominasi kepemilikan media tersebut menimbulkan persoalan yaitu keseragaman materi yang disesuaikan dengan kepentingan dan kemauan kelompok media yang bersangkutan. Dominasi kepemilikan media ini pastinya akan mengurangi adanya keragaman konten pada media.
konten tidak mendidik seperti konten berbau pornografi dan mistis. Konten semacam itu bisa dengan mudah ditemukan pada media dewasa ini.
Permasalahan yang keempat adalah munculnya media dan jurnalis abal-abal yang juga menyebabkan pelanggaran kode etik. Di lapangan tak jarang terjadi tindak kriminalitas dimana jurnalis abal-abal melakukan pemerasan. Suwarjono menilai literasi media di masyarakat menjadi penting, hal itu untuk membentengi masyarakat dari berbagai konten negatif dari media(Widianto, 2015).
Pelbagai persoalan itu berdampak pada konten dari sebuah media, apalagi permasalah dominasi kepemilikan dan pemilik media yang partisan. Hasil survey KPI sendiri mendapati bahwa ada media yang terbukti tidak independen dalam pemberitaan (Kirana, 2014), dan hal itu berdampak pada kepercayaan publik yang menurun terhadap media.
Hasil survei menunjukkan indeks kualitas program siaran televisi berada pada angka 3,36 (Komisi Penyiaran Indonesia & ISKI, 2016)
Tabel 2.1 Tabel Indeks Kualitas Program Siaran TV
(Sumber : Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode 5 Tahun 2016)
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa kualitas tayangan program di Indonesia hanya kategori wisata budaya yang dapat dikatakan baik (indeks minimal 4) dengan indeks 4,22. Kategori
dari kata baik dengan indeks dibawah tiga
2016). Buruknya kualitas tayangan program televisi di Indonesia juga ditemukan dari penelitian Subhan Afifi yang berjudul
dalam Program Acara Televisi di Indonesia
tahun 2009 ini menemukan bahwa unsur
pornografi dan seksualitas, serta pelecehan terhadap nilai
moralitas banyak ditemukan dalam tayangan program televisi yang didominasi
0 Wisata Budaya Religi Anak-anak Talkshow Berita Komedi Variety Show Sinetron/Film Infotainment
Indeks Kualias Program Siaran TV
Periode November
Hasil survei menunjukkan indeks kualitas program siaran televisi berada pada si Penyiaran Indonesia & ISKI, 2016).
Tabel 2.1 Tabel Indeks Kualitas Program Siaran TV
(Sumber : Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode 5 Tahun 2016)
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa kualitas tayangan program di a kategori wisata budaya yang dapat dikatakan baik (indeks minimal 4) dengan indeks 4,22. Kategori infotainment dan sinetron masih jauh dari kata baik dengan indeks dibawah tiga(Komisi Penyiaran Indonesia, ISKI, a kualitas tayangan program televisi di Indonesia juga ditemukan dari penelitian Subhan Afifi yang berjudul Tayangan Bermasalah dalam Program Acara Televisi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 ini menemukan bahwa unsur-unsur kekerasan dan sadisme, pornografi dan seksualitas, serta pelecehan terhadap nilai-nilai kesopanan dan moralitas banyak ditemukan dalam tayangan program televisi yang didominasi
4.22 3.7 3.62 3.48 3.44 3.27 3.06 2.75 2.71
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Indeks Kualias Program Siaran TV
Periode November-Desember 2016
Hasil survei menunjukkan indeks kualitas program siaran televisi berada pada
(Sumber : Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode 5 Tahun 2016)
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa kualitas tayangan program di a kategori wisata budaya yang dapat dikatakan baik (indeks dan sinetron masih jauh (Komisi Penyiaran Indonesia, ISKI, a kualitas tayangan program televisi di Indonesia juga
Tayangan Bermasalah
. Penelitian yang dilakukan pada an sadisme, nilai kesopanan dan moralitas banyak ditemukan dalam tayangan program televisi yang didominasi
4.22
oleh program-program hiburan seperti sinetron, infotainment, reality show,
dan komedi situasi (Afifi, 2009).
Dari dua penelitian tersebut tergambar bagaimana kondisi industri media khususnya televisi di Indonesia yang masih jauh dari kata baik. Buruknya kualitas tayangan televisi bisa mengarah kepada menurunnya kepercayaan masyarakat pada media televisi. Masyarakat akan menurun kepercayannya pada lembaga media dan para pekerja di dalamnya.
2.2.Krisis Kepercayaan Publik terhadap Kredibilitas Media
dalam hasil survei Edelman Trust Barometer menunjukkan bahwa banyak media massa di Indonesia yang sudah tidak kredibel (Mutia, 2016).
Kredibilitas media penting dalam proses penyampaian pesan melalui tayangan program mereka, ketika sebuah media dianggap tidak kredibel maka publik tidak akan menerima atau dengan mudah percaya pada pesan yang media sampaikan. Prasetyo mengatakan bahwa kredibilitas akan menghasilkan kepercayaan yang membuat khalayak untuk lebih setia (Prasetyo, 2016). Oleh karena itu penting bagi sebuah media untuk menjaga konten tayangan mereka agar tidak kehilangan kepercayaan publik. Program seperti Langit Tanpa Batas yang membuka kepada publik proses perekrutan karyawan NET TV, bisa dianggap sebagai salah satu upaya bagaimana media ini ingin terus menjaga kepercayaan publik pada lembaga media mereka. Caranya dengan memperlihatkan bahwa hanya orang-orang terbaik di bidangnya yang bisa bekerja di lembaga media mereka. Akan tetapi publik masih bebas menilai sebuah media itu dapat dipercaya atau tidak.
2.3.Kepercayaan Publik dan Isi Tayangan Media
(organizational political trust) dan kepercayaan terhadap pejabatnya (individual political trust) (Dwiyanto, 2011).
Jika diterjemahkan ke dalam konteks penelitian ini maka kepercayaan khalayak terhadap media dapat dibagi menjadi dua, yaitu kepercayaan terhadap lembaga media dan kepercayaan terhadap para pekerja media. Hal ini relevan karena institusi pemerintahan dan media massa sama-sama memiliki peran sebagai lembaga sosial atau lembaga masyarakat. Kepercayaan publik pada tingkat organisasional dan individual sangat tergantung pada kredibilitas dalam pengambilan kebijakan (Blind dalam Dwiyanto, 2011).Kedua aspek ini akan saling berkaitan satu sama lain. Ketika sebuah media (dalam hal ini televisi) menghasilkan konten tayangan yang publik rasa tidak bagus maka kepercayaan mereka terhadap lembaga media dan juga pekerja media di dalamnya menurun. Begitu pula ketika ada tindak tanduk pekerja media yang tidak baik seperti jurnalis abal-abal yang melakukan pemerasan(Widianto, 2015), publik tak hanya menilai si pekerja namun juga keseluruhan media tersebut.
bahwa sepanjang tahun 2016 terdapat 5387 pengaduan terverifikasi yang diterima dan 175 diantaranya ditindaklanjuti dengan peringatan dan sanksi kepada media yang bermasalah(Komisi Penyiaran Indonesia, 2017).
Maka untuk menjaga kepercayaan publik perlu adanya usaha dari media untuk menjaga mutu konten tayangan. Untuk menjaga mutu konten tayangan dapat dilakukan dengan pihak media membuat kebijakan terkait mutu tayangan dan juga merekrut pekerja yang berkompeten di bidangnya.
2.4.Representasi Pekerja Media melalui Program Langit Tanpa Batas
Dengan adanya stigma negatif yang melekat pada wartawan atau pekerja media ini pastinya mempengaruhi citra wartawan dan juga institusi tempat dimana ia bekerja. Dewan Pers sebagai lembaga yang menaungi para wartawan dan perusahaan media dalam website resminya pada 11 Februari 2009 sempat menulis meski jumlahnya kini semakin berkurang dibanding saat awal reformasi persoalan ini tetap menjadi kabar buruk bagi upaya membangun kepercayaan publik terhadap pers. Wartawan gadungan atau wartawan bodrex bukanlah wartawan dalam arti sebenarnya, mereka hanya menunggangi pers untuk kepentingan pribadi atau golongan (DewanPers, 2009).
Dengan citra kurang baik yang melekat pada pekerja media, NET TV kini mencoba untuk merubahnya. NET TV hadir dengan program khusus bernama
Langit Tanpa Batas. Langit Tanpa Batas merupakan program khusus dari
NET TV yang menayangkan bagaimana proses perekrutan karyawan baru di
NET TV yang disebut Media Development Program (MDP). Edisi perdana dari program ini hadir pada tahun 2016, dan kembali hadir pada tahun 2017. Dalam tayangan Langit Tanpa Batas Edisi pertama di tahun 2017 turut dimasukkan tayangan yang menampilkan Ketua Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf yang berpidato. Dalam pidatonya ini Triawan Munaf menyampaikan bahwa berdasarkan sebuah riset dari Universum Global sebuah lembaga riset ketenagakerjaan yang berkantor di Singapura, NET TV
tentunya memberikan gambaran bahwa menjadi pekerja media khususnya di
NET TV merupakan pekerjaan yang diimpikan banyak orang.
Ketika mendengar tentang perekrutan karyawan baru mungkin yang akan terlintas dalam pikiran kita adalah sesuatu yang kaku dan formal, namun program Langit Tanpa Batas mengemas MDP kelima layaknya program pencarian bakat yang sering kita saksikan di televisi nasional seperti
Indonesian Idol, X-Factor, Akademi Fantasi Indosiar, dan lain-lain. Proses seleksi ketat mulai dari pendaftaran, tahap psikotes, hingga tahap wawancara disajikan.
Dari program ini kita bisa melihat bagaimana proses perjuangan pendaftar untuk bisa lolos seleksi menjadi karyawan NET TV seperti banyaknya pesaing, ketatnya proses seleksi, dan panjangnya rangkaian seleksi. Dari progran ini kita diperlihatkan bahwa hanya yang terbaiklah yang bisa lolos dan bekerja menjadi karyawan NET TV. Lebih dari 60 ribu pelamar hanya sekitar 200 orang yang berhasil lolos menjadi karyawan NET TV. Hal itu seolah menampik keraguan masyarakat akan kualitas dari para pekerja media, seperti diketahui saat ini kepercayaan publik pada media tengah mengalami tren penurunan (Putra, 2017).
2.5.Kajian Media dan Budaya (Cultural Studies)
Hall (dalam Ida, 2014) menyebut kajian budaya atau cultural studies
praktik-praktik (practice) yang menyediakan cara-cara menyatakan, bentuk-bentuk pengetahuan, dan tindakan yang terkait dengan topik tertentu, aktivitas sosial atau tindakan institusi dalam masyarakat. Cultural studies adalah kajian yang multi disiplin ilmu termasuk ilmu komunikasi.
Hall (dalam Ida, 2014) juga menjelaskan bahwa kajian media dan budaya pada dasarnya mencoba menguji kemapanan berpikir kita tentang realitas dan apa yang dimaksud dengan ‘real’ dalam kehidupan budaya kita sehari-hari. Kehidupan sehari-hari kita saat ini sudah dipenuhi berbagaigambar-gambar maupun tulisan-tulisan yang ada di koran, televisi, film, video, radio, iklan, novel, dan sebagainya. Hal tersebut mempengaruhi bagaimana cara kita mendefinisikan identitas kita dan lingkungan sekitar kita yang berbeda antara satu sama lain.
Ada beberapa konsep dalam kajian media dan budaya menurut Barker (dalam Ida, 2014), salah satunya adalah studi tentang teks dan pembaca atau penonton yang berkaitan dengan penelitian ini. Teks tidak hanya berupa tulisan melainkan juga gambar (image), suara (sounds), objek (seperti pakaian), aktivitas (seperti menari dan olahraga). Teks akan menjadi bermakna bagi pembaca dan penontonnya. Teks merupakan representasi yang polysemic
atau mempunyai makna yang lebih dari satu atau tidak tunggal. Sehingga kajian budaya perlu memperhatikan pembaca atau audiens sebagai bagian penting yang menyebabkan teks itu bekerja. Audiens menjadi penting untuk melihat bagaimana makna diproduksi juga bagaimana makna diproduksi dalam hubungan antara teks itu sendiri dan audiens. Momen konsumsi teks menjadi penting sebagai momen produksi yang sangat bermakna.
2.6.Analisis Resepsi Program Televisi
yang mereka saksikan, serta bagaimana makna diciptakan melalui pengalaman tersebut. Konsep utama dalam analisis resepsi adalah bukan pada makna yang melekat pada teks media yang dikaji melainkan makna yang diciptakan hasil interaksi dari teks media dan khalayak (Hadi, 2009).
Analisis resepsi melihat khalayak sebagai bagian dari interpretative communities yang selalu aktif dalam mempersepsi pesan dan memproduksi makna, tidak hanya pasif menerima pesan yang mereka terima dari media massa (Aryani, 2006). Dalam penelitian analisis resepsi Stuart Hall membagi kelompok yang diteliti menjadi tiga kategori penafsiran yaitu kelompok dominan, negosiasi, dan oposisi (Jensen, 2002). Pada kategori yang pertama yaitu dominan, khalayak cenderung mnyukai atau mendukung pesan yang dibuat atau disampaikan oleh media. Pada kategori negosiasi, khalayak bisa saja tidak setuju atau menyalah artikan beberapa aspek dari pesan yang disampaikan media dan membuat alternatif lain yang cenderung berbeda. Sedangkan pada kategori oposisi, khalayak tidak menyetujui atau menolak pesan yang disampaikan oleh media.
Proses pembentukan makna pada analisis resepsi bersifat polisemi. Fiske (dalam Jensen, 2002) menyebut polisemi sebagai karakteristik dari teks media yang memiliki berbagai variasi makna tergantung bagaimana khalayak menerjemahkannya. Hasil dari analisis resepsi sendiri nantinya merupakan representasi suara khalayak atau berbicara atas nama khalayak (Aryani, 2006). Analisis resepsi kerap kali digunakan untuk meneliti berbagai teks media seperti tayangan program televisi. Penelitian ini ingin melihat bagaimana penerimaan proses pembentukan makna oleh khalayak tentang program Langit Tanpa Batas NET TV menggunakan analisis resepsi. Pemaknaan khalayak terhadap program ini nantinya akan dikaitkan dengan fenomena kepercayaan publik terhadap media yang kini mengalami penurunan.
Metode analisis resepsi bukan hal baru di Indonesia, beberapa peneliti pernah menggunakan metode ini untuk menganalisis tayangan televisi di Indonesia. Seperti penelitian milik Amalia Dessy Witari dari Universitas Diponegoro yang berjudul Resepsi Khalayak mengenai Imitasi pada Tayangan Boyband dan Girlband Indonesia di Media Televisi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 ini ingin melihat bagaimana audiens menafsirkan tayangan Boyband dan Girlband dimana para pesertanya menggunakan teknik lipsync. Peneltian ini menunjukkan hasil yaitu audiens menafsirkan tayangan ini mengandung unsur imitasi dan terdapat pembodohan publik karena para pesertanya tidak bernyanyi seara live
Penelitian lain juga dilakukan oleh Amalia Rosyadi Putri, penelitiannya berjudul Penerimaan Masyarakat Kediri pada Acara Mbah Karso di KSTV Kediri. Penelitian ini ingin melihat bagaimana penerimaan audiens tentang pesan verbal maupun non-verbal yang ditunjukkan pada tayangan Mbah Karso KSTV. Informan dari penelitian ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda seperti perbedaan latar belakang pekerjaan dan usia. Hasilnya ada 3 kategori penerimaan khalayak, penonton usia 20-35 tahun cenderung masuk kategori dominan atau setuju pada isi tayangan Mbah Karso, masyarakat yang berprofesi pengajar cenderung masuk ke kategori negosiasi dimana ia tidak menerima keseluruhan isi pesan dan mencoba memberikan alternatif yang lebih baik menurut mereka, sedangkan informan yang berprofesi sebagai guru bahasa jawa cenderung berada pada kategori oposisi karena mereka menolak jika program tersebut menggunakan bahasa jawa
ngoko atau kasar (Putri, 2016).
2.7. Teori Encoding-Decoding Stuart Hall
Dalam ranah riset komunikasi massa dikenal model encoding-decoding
dari Stuart Hall. Model ini kerap digunakan pada penelitian-penelitian yang memusatkan kajiannya pada audience atau khalayak sebagai konsumen dari media, salah satunya adalah analisis resepsi. Dalam kajian komunikasi massa kita mengenal adanya proses pengiriman pesan dari pengirim (sender) ke penerima (receiver). Berdasarkan model tersebut pengirim membentuk pesan dan menetapkan maknanya lalu pesan dikomunikasikan secara langsung dan transparan kepada penerima.
Menurut Hall (dalam Procter, 2004) proses ini terlalu “rapih” karena menurutnya ada sebuah distorsi bahwa tidak semua penerima memiliki interpretasi yang sama terhadap pesan yang diberikan. Hal terseut membuat Hall lebih tertarik pada bagaimana audiens yang berbeda menghasilkan makna ketimbang menemukan makna. Pemikiran Hall ini mencoba mengkritisi model komunikasi massa yang sudah ada dengan 3 poin yang diberikannya yaitu (1) makna tidak secara sederhana dibentu dan ditentukan oleh pengirim pesan, (2) pesan tidak pernah transparan, (3) audiens bukanlah peberima pesan yang pasif (Procter, 2004).
atau dikonsumsi oleh audiens. Stuart Hall mengelompokkan penerimaan khalayak atau proses decoding menjadi 3 kelompok yaitu dominant reading, negotiated meaning, dan oppositional decoding (Baran & Davis, 2012). Hall (dalam Baran & Davis, 2012) menilai bahwa meskipun kebanyakan teks media bersifat polisemi ataudapat dimaknai dengan berbeda-beda, namun kebanyakan producer atau pembuat pesan cenderung masuk ke dalam kategori
dominant. Mereka yang termasuk ke dalam dominant reading adalah mereka yang sepenuhnya setuju dengan pesan yang ada di dalam teks media. Akan tetapi audiens memiliki hak untuk membuat interpretasi alternatif dari pesan yang ada pada teks media. Mereka yang tidak setuju atau memiliki interpretasi lain dari beberapa aspek di teks media tersebut masuk ke kategori negotiated meaning.Setiap audiens bisa saja menerima atau menginterpretasikan pesan yang ada sama sekali berbeda dengan kelompok dominant reading, mereka disebut sebagai oppositional decoding (Baran & Davis, 2012).
Model ini pertama kali diterapkan oleh David Morley yang juga murid serta rekan dari Hall. Morley menerapkan model ini pada penelitiannya tentang sebuah program televisi bernama Nationwide di Inggris. Setelah selesai menyaksikan tayangan tersebut informan diajak berdiskusi atas interpretasi mereka terhadap tayangan tersebut. Lalu Morley merekam diskusi tersebut lalu mengelompokkannya ke dalam 3 kategori yaitu : (1) dominan, (2) negosiasi, (3) opposisi (Baran & Davis, 2012).
bersama untuk melihat setiap respon dari para informan. Setelah itu mendiskusikan tayangan tersebut untuk mengetahui bagaimana para informan menginterpretasikan setiap makna atau pesan yang ada pada tayangan Langit Tanpa Batas.
26 3.1.Sifat Penelitian
Dalam sebuah penelitian kualitatif ada beberapa jenis atau tipe jika digolongkan berdasarkan tataran atau cara menganalisis data diantaranya yaitu jenis eksploratif, deskriptif, eksplanatif, evaluatif, basic research, dan
applied research (Setianto, 2011). Penelitian ini tergolong dalam jenis deskriptif, dimana penelitian berangkat dengan konsep dan desain yang sudah disusun sebelum peneliti terjun ke lapangan. Penelitian ini juga ingin melihat sebuah fenomena dengan memfokuskan pada pertanyaan “bagaimana” (bagaimana fenomena ini terjadi) dan “siapa” (siapa yang terlibat dalam fenomena ini). Fenomena yang ingin diamati dalam penelitian ini adalah krisis kepercayaan publik terhadap media. Penelitian ini nantinya akan memberikan gambaran spesifik mengenai sebuah kondisi atau situasi, lengkap dengan seting sosial dan berbagai relasi di dalamnya. Hasil dari penelitian deskriptif adalah gambaran yang detil dari suatu fenomena yang diteliti.
3.2.Metode Penelitian
Data yang dihasilkan dari proses penelitian adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif, metode ini sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Metode ini pada awalnya digunakan pada penelitian yang berkaitan dengan antropologi budaya, oleh karena itu metode ini disebut juga sebagai metode etnographi. Metode ini disebut metode kualitatif karena data yang terkumpul dan proses analisa yang dilakukan lebih bersifat kualitatif (Sugiyono, 2014).
3.3.Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif peneliti akan bertindak sebagai instrumen utama penelitian. Karena posisi peneliti sebagai instrumen kunci maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas agar mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi jelas dan bermakna. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan dan mendalam terhadap situasi sosial yang diteliti, maka teknik pengumpulan data bersifat triangulasi. Triangulasi berarti menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan/simultan.
menyaksikan bersama tayangan Langit Tanpa Batas lalu peneliti memperhatikan setiap ekspresi atau respon yang muncul saat informan menyaksikan tayangan tersebut.
3.4.Subjek Penelitian
Informan dalam penelitian ini ditentukan melalui teknik purposive sampling, dimana informan dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Dalam penelitian ini kriteria informan haruslah yang sudah pernah menyaksikan tayangan program Langit Tanpa BatasNET TV. Untuk jumlah awal informan peneliti mengambil 5 sampel, namun jumlahnya terus bertambah hingga data yang didapatkan jenuh. Untuk pengambilan informan awal peneliti mengambil sampel informan dari komunitas NET Good People yang merupakan komunitas resmi pecinta NET TV. Komunitas ini dipilih karena memiliki relevansi terhadap penelitian ini. Anggota komuitas dianggap tahu dan paham akan program tayangan yang peneliti jadikan sebagai topik penelitian.
Untuk dapat mencapai para calon informan peneliti seanjutnya menyebar
Pada akhirnya peneliti melibatkan total 10 informan dari berbagai latar belakang yang berbeda. Mereka terdiri dari 6 informan perempuan dan 4 informan laki-laki. Para informan ini berada pada rentang usia 20-24 tahun. Peneliti melakukan wawancara secara tatap muka satu persatu dan ada juga yang dilakukan dengan cara group interview.
Dalam hal ini peneliti adalah mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi konsentrasi Jurnalistik, semester 9 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten. Peneliti memiliki asumsi bahwa peneliti memiliki pemahaman lebih dalam hal media ataupun kerja media. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi pemilihan informan dalam penelitian ini. Peneliti juga tidak terlibat dalam komunitas NET Good People jadi peneliti akan bersifat objektif dalam melakukan penelitian ini.
3.5.Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian kualitatif bersifat induktif, berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan lalu dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dan memiliki makna. Makna merupakan data yang sebenarnya, data pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang nampak (Sugiyono, 2014).
penyajian data, dan pengambilan kesimpulan atau verifikasi. Teknik ini dipilih karena peneliti menganggap model ini paling cocok digunakan pada fenomena yang diamati.
Pada tahap reduksi data peneliti akan melakukan penyaringan terhadap informasi yang didapat hasil pengamatan di lapangan. Mereduksi data artinya merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Dalam mereduksi data peneliti berpegang pada tujuan yang ingin dicapai. Informasi yang dinilai di luar konteks fokus penelitian akan dieliminasi untuk mempermudah peneliti dalam menganalis data.
Setelah data selesai direduksi maka tahap selanjutnya adalah menyajikannya. Pada penelitian kualitatif data bisa ditampilkan dalam bentuk seperti, uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Penyajian data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap menjadi jelas setelah diteliti, hal tersbut dapat berupa kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2014).
3.6.Uji Keabsahan Data
Susan Stainback (dalam Sugiyono, 2014) menjelaskan bahwa jika pada penelitian kuantitatif lebih menekankan pada aspek reliabilitas, maka pada penelitian kualitatif lebih pada aspek validitas. Sebuah data atau temuan dikatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Untuk mendapatkan data yang valid maka peneliti harus melakukan beberapa tahap pengujian keabsahan data yang meliputi, uji kredibilitas (validitas internal),
transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan
confirmability (obyektivitas).
Tahap pertama adalah uji kredibilitas. Uji kredibilitas ini merupakan validitas internal dari peneliti. Untuk menguji kredibilitas data ada beragam macamnya mulai dari perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan
sampai mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain.
Tahap ketiga adalah pengujian dependability atau dalam penelitian kuantitatif dependability disebut dengan reliabilitas. Pada penelitian kualitatif sendiri uji dependability dilakukan dengan cara audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Uji ini dilakukan oleh auditor yang independen atau dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Tahap keempat adalah pengujian confirmability ataudisebut juga dengan uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati oleh banyak orang. Uji obyektivitas dapat dilakukan bersamaan dengan uji reliabilitas.
3.7.Jadwal Penelitian
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
Jadwal Penelitian 2017 2018
Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Pengajuan Topik
Penelitian
Penyusunan BAB I
Penyusunan BAB II
Penyusunan BAB III
Sidang Outline
Penelitian Lapangan
Analisis Hasil Penelitian
Presentasi Hasil
34
4.1.Deskripsi Program Langit Tanpa BatasNET TV
Langit Tanpa Batas (LTB) merupakan program khusus yang dibuat NET TV yang menayangkan bagaimana proses perekrutan karyawan baru mereka.
Langit Tanpa Batas pertama kali muncul pada tahun 2016, pada tahun 2017
NET TV kembali membuat program khusus ini di mana di dalamnya menampilkan perekrutan karyawan baru NET TV angkatan ke-5.
Program ini menampilkan tahap demi tahap proses seleksi karyawan baru
NET TV,mulai dari proses pendafrataran, tes psikotest, tes wawancara, hingga tahap akhir yaitu military basic training. LTB ditayangkan menjadi 3 episode dengan durasi masing-masing sekiar 20-28 menit, yang disiarkan pada bulan Maret 2017. Tayangan ini sendiri masih bisa disaksikan secara streaming di laman resmi NET TV maupun melalui platform lain seperti Zulu.id dan
Youtube.
Target penonton dari tayangan Langit Tanpa Batas sendiri adalah kaum muda perkotaan dan pinggiran. Hal tersebur terlihat dari pengemasan tayangan yang terkesan modern. Selain itu tayangan ini juga ditampilkan secara
khususnya mereka yang tertarik untuk bekerja di media, melalui tayangan ini setidaknya NET TV memberikan gambaran jelas bagaimana proses untuk bekerja di sebuah industri televisi.
4.2.Deskripsi Informan
Informan dalam penelitian ini ditentukan melalui teknik purposive sampling, dimana informan dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Dalam penelitian ini kriteria informan haruslah yang sudah pernah menyaksikan tayangan program Langit Tanpa Batas NET TV. Untuk mendapatkan informan peneliti menyebarkan semacam selebaran atau disebut recruitment letter yang disebar melalui media sosial. Pada recruitment letter tersebut peneliti menyertakan tautan ke sebuah formulir online yang akan diisi oleh calon informan, dari formulir tersebut peneliti melakukan seleksi.
Peneliti memilih informan dengan latar belakang atau identitas yang berbeda-beda seperti background pendidikan, gender, dan pekerjaan. Selain melalui recruitment letter peneliti juga melakukan observasi di lingkungan tinggal maupun lingkungan pergaulan peneliti, ini dilakukan untuk menemukan calon informan yang potensial. Peneliti berhasil mendapatkan total 10 informan dengan perincian 4 informan laki-laki dan 6 informan perempuan. Rentang usia informan penelitian ini adalah 20-24 tahun.
4.2.1. Informan 1 : Nurhasanah (Nunu)
Universitas Serang Raya (Unsera) Serang Banten. Nunu juga aktif di komunitas NET Good People regional Kota Serang, yang merupakan komunitas resmi yang mewadahi para penonton setia atau fans dari NET TV. Perempuan asli sunda ini lahir pada 3 Januari 1997, saat ini ia tinggal di kos selama hari-hari kuliah dan pulang ke rumahnya di Cikande ketika hari libur. Nunu tidak pernah sama sekali ikut dalam kegiatan seperti seminar maupun organisasi yang berhubungan dengan media sehingga tidak mengetahui bagaimana pola kerja media.
4.2.2. Informan 2 : Neli Nurhilda
Neli Nurhilda atau Neli lahir di Serang pada 3 Januari 1997. Neli lahir dari seorang Ayah asal betawi dan Ibu yang asli sunda. Saat ini Neli bekerja di sebuah agen perjalanan ke luar negeri sebagai staff administrasi. Sebelumnya ia juga pernah bekerja sebagai staf di sebuah tempat cuci mobil. Sambil bekerja ia juga tengah mengambil pendidikan S1 di Universitas Terbuka jurusan Ilmu Hukum. Neli juga sama seperti Nunu yaitu anggota dari NET Good People,namun dirinya tidak aktif dalam berbagai kegiatannya. Neli juga tidak pernah sama sekali ikut dalam kegiatan seperti seminar maupun organisasi yang berhubungan dengan media sehingga tidak mengetahui bagaimana pola kerja media.
4.2.3. Informan 3 : Nirwana Sari
Jurnalistik, dirinya baru saja diwisuda 21 Oktober 2017 lalu. Saat peneliti menemuinya, Sari tengah dalam persiapan seleksi untuk menjadi reporter di sebuah media online yaitu Kumparan.com. Perempuan kelahiran 19 Juni 1996 ini juga pernah magang di sebuah media online, CNNIndonesia.com selama 3 bulan. Saat ini ia tinggal di Klender, Jakarta Utara.
4.2.4. Informan 4 : Sufie Amalia
Sufie lahir di Jakarta pada 9 April 1995. Saat penelitian ini dilakukan ia adalah karyawan di sebuah toko yang melayani reparasi alat selular. Sebelumnya ia juga pernah bekerja di beberapa perusahaan seperti perusahaan asuransi dan perusahaan trading. Selain bekerja kini perempuan betawi ini juga seorang mahasiswi Psikologi semester 3 di Universitas Mercu Buana, Jakarta. Tahun 2013 saat ia masih menjadi mahasiswa Agroekoteknologi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ia jga pernah bergabung menjadi anggota komunitas televisi kampus Untirta TV selama 1 semester.
4.2.5.Informan 5 : Pandhu Nur Hutomo Mahardika
Kebumen, jurusan Teknik Mesin. Ia mengaku tidak pernah ikut dalam berbagai kegiatan seperti seminar maupun keorganisasian yang berhubungan dengan media sehingga tidak mengetahui bagaimana pola kerja media.
4.2.6.Informan 6 : Dede Firdaus Suyadi
Nama sapaannya adalah Dede, ia merupakan mahasiswa Ilmu Hukum semester 7 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten. Pria kelahiran Tangerang 10 Oktober 1996 ini juga aktif di beberapa organisasi kampus. Saat ini ia masih aktif sebagai anggota BEM Fakultas Hukum, sebelumnya ia juga pernah tergabung dalam TV komunitas kampus yaitu Untirta TV selama 2 tahun. Selain kuliah dan berorganisasi, Dede juga kerap membuat karya berupa film pendek bersama kawan-kawannya.
4.2.7.Informan 7 : Inas Nurjannah
4.2.8.Informan 8 : Meutia Fitri Widodo
Meutia Fitri Widodo atau kerap disapa Meutia ini adalah perempuan asli jawa yang lahir di Bogor 1 Februari 1997. Saat ini ia adalah mahasiswi aktif jurusan Teknik Sipil semester 7 di Universitas Serang Raya, Banten. Perempuan yang aktif di tim fultsal kampusnya ini kini tinggal di Kota Serang bersamaAyahnya. Saat peneliti menemuinya, ia mengaku tengah sibuk menjalani proses magang sebagai tim di dalam proyek pembangunan RSUD Kota Serang.
4.2.9.Informan 9 : Muhammad Raizal Rois
Raizal adalah mahasiswa aktif jurusan Teknik Sipil di Universitas Serang Raya, Banten. Pria kelahiran 27 Mei 1995 ini masih berada di semester 7. Pria jawa ini mengaku tidak pernah terlibatdalam berbagai kegiatan seperti seminar maupun keorganisasian yang berhubungan dengan media sehingga tidak mengetahui bagaimana pola kerja media.
4.2.10.Informan 10 : Rifan Akbar
4.3.Penerimaan Khalayak tentang Program Langit Tanpa BatasNET TV Analisis resepsi menempatkan penonton sebagai komunitas yang aktif dalam menerjemahkan setiap teks media (Aryani, 2006). Dalam hal ini penonton bebas menerjemahkan tayangan Langit Tanpa Batas sesuai pemahaman mereka. Dalam memproduksi makna, Stuart Hall menyebut analisis resepsi atau audience reception bersifat polisemi yaitu karakteristik teks media yang sangat ambigu dan dapat secara sah diterjemahkan dengan cara yang berbeda (Hall dalam Putri, 2016). Setelah melakukan wawancara dengan 10 informan dengan berbagai latar belakang yang berbeda, peneliti mendapati berbagai bentuk penerimaan dan pemaknaan dari tayangan Langit Tanpa Batas. Setelah menghimpun semua data peneliti mendapati ada 3 bentuk penerimaan yang paling banyak diberikan dari para informan.
4.3.1. Aspek Visual
lontarkan pada scene-scene dimana para narasumber ditampilkan secara
close-up atau terlihat menonjol di frame.
Penilaian segi fisik narasumber ini ternyata tidak terbatas pada penonton perempuan saja,baik informan laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki persepsi yang hampir sama terkait visualpara talent yang ditampilkan, ditambah lagi narasumber wanita lebih sering ditampilkan maka ini bisa jadi salah satu faktor menarik bagi informan laki-laki. Seperti Raizal yang berkomentar ‘ini persertanya kan tadi dia? Yang diwawancara yang cantik’. Hal hampir senada juga diungkapkan Dede, baginya pemilihan narasumber atau talent dalam tayangan ini tergolong cantik-cantik atau ganteng-ganteng, ‘bagus kak bagus, pemilihan narasumbernya itu bagus, sangat memanjakan mata, untuk gua,’ ungkapnya sambil tertawa. Di samping aspek penampilan fisik dari para narasumber, Dede yang seorang videographer dan pernah tergabung menjadi kru TV komunitas di kampusnya, memberikan komentar yang lebih mendalam terkait kualitas pengambilan gambar dari tayangan ini. Ia menilai teknik pengambilan gambar pada tayangan ini tidak seperti standar
NET TV yang biasanya, hal itu dapat dilihat dalam penjelasannya :
Dede : Sumpah jelek banget pengambilan gambarnya
Peneliti: Mungkin karena ini ngga di setting kali ya, jadi apapun yang terjadi cameramannya ambil aja semua gambarnya
Dede : Iya, tapi kan biasanya tayangan NET keren-keren, kaya
terkonsep gitu. inituh shakingnya banyak, kayak ngagetin buat
Peneliti: Transisinya kurang alus ya?
Dede : Iya tiba-tiba zett zet zet zeett tapi ngezoom, jadi gua kaget
yah. Gue tadinya mau ngeliat yang sebelumnya, jadi kaget. Kecuali dia pake lensa tele nih, baru wajar. Kenapa ngga di edit ajasih
yang gitu-gitu.
Peneliti: Mungkin emangbiar terasa deg-degannya
Dede : Ya ini nyaman sih tetep, kalo buat tayangan ini nyaman
sih jadinya. Jadi bener-bener kaya di konsep, soalnya inikan brutal
gitu ya. Cuman diluar kaya kebiasaan dari NET ajasih kalo kata
gua.
Akan tetapi Dede menilai pengemasan program ini secara keseluruhan menarik, karena memiliki nilai kebaruan dimana belum ada TV lain yang membuat program serupa :
Bagus sih pengemasan programnya, gua sih lebih suka yang beda. Kalau gue sih pribadi yang beda yang lebih bagus, kalau kata gue
ini beda aja. Beda dia ngemas, ngemas seperti apahh.. acara pencarian bakat tapi ini dalam segmentasi karyawan, itu kalo kata
gue keren sih ngga terpikirkan aja sama gua dan menurut gua juga sama orang-orang di luar sana juga ngga kepikiran sih akan seperti ini gitu. (Dede, wawancara, 26 Oktober 2017)
Informan lain yaitu Pandhu juga memiliki pendapat yang sama ketika peneliti tanya terkait pengemasan tayangan ini :
Peneliti : Tadi kan sudah nonton tayangan Langit Tanpa Batas edisi 1 sama 2, komentarnya apa soal acara itu?
Pandhu : Acaranya bagus tadi saya liat, kreatiflah baguslah,
out of the box lah.
Pandhu : Bagus.. baguss..
Pandhu tidak banyak berkomentar terkait program ini. Peneliti menilai ini karena dirinya yang mengaku hanya sebagai penikmat media saja. Ia tidak mencoba untuk kritis ataupun memikirkan hal lain selain apa yang ditayangakan di televisi. Faktor pendidikan dan pekerjaannya saat ini bisa menjadi faktor penyebabnya. Ia memiliki literasi media yang kurang dan lingkungan yang sama sekali tak berkaitan dengan media.
Pendapat berbeda tentang pengemasan program ini datang dari Sari dan Sufie dimana mereka cenderung memandang program ini biasa saja dan justru membosankan. Sari menilai sesuatu yang ditampilkan pada tayangan ini sudah biasa untuk sebuah media. Sari sendiri pernah memiliki pengalaman magang di sebuah media online selama 3 bulan, untuk itu peneliti melihat hal ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi cara pandangnya terhadap tayangan ini. Dalam penjelasan Sari :
Kalau pengemasan acaranya ya sebenernya sih biasa aja ya, kalau misalnya buat kita yang, emang istilahnya masuk ke tahap kerja, ya memang kaya gitu kalau cari pekerjaan. Tapi dikemas sesuai sama ini dia.. apa sih istilahnya.. pengemasan program dianya, jadi lo tuh di industri kreatif, lo tuh diterima disitu lo harus kreatif biar lo bisa masuk ke dunia kreatif, dia sih ngasih tau itu kalau menurut gue. (Sari, wawancara, 6 Oktober 2017)
membosankan. Baginya tahap wajib militer (episode kedua) yang diterapkan di seleksi karyawan NET TV ini juga tidak sesuai dengan pekerjaan media, hal itu ia ungkapkan saat wawancara pada 6 Oktober 2017 lalu :
Sufie : Sebenarnya saya bingung, acara itu dibuat untuk apa tujuannya karena kan media sama militer kan sebenarnya agak jauh beda walaupun mirip-mirip, miripnya ya paling, mungkin, mungkin ya kalau dari persepsi gue tujuan awalnya buat disiplin, siap sedia, ya gitu-gitu deh. Tapi militernya berat banget sih itu, dan belajar nembak juga.
Peneliti: Kalau yang edisi 1?
Sufie : Oh yang cuma ngobrol-ngobrol doang yak? Ya kalau yang ngobrol-ngobrol doang gua ngga ngerti sih, itu terlalu membosankan acaranya, gue juga ga terlalu nggeh dia ngomong apa, terus karna gue bosen gue cepetin, gitu.
pandang mereka menilai tayangan ini, yang juga memperlihatkan proses seleksi karyawan baru di sebuah organisasi media.
Peneliti melihat pada umumnya semua informan menilai secara keseluruhan tayangan ini memiliki kualitas yang baik dari segi tampilan dan pengemasannya. Hal tersebut bisa dilihat dari pernyataanRaizalyang mengatakan ‘menurut saya itu mendidik yah’, Nunu yang mengatakan ‘ya bagus sih tontonannya’, dan juga Neli yang menilai bahwa tayangan ini sempurna dengan mengatakan ‘semuanya perfectdeh’.
4.3.2. Nilai-Nilai Motivasi
Enam dari sepuluh informan penelitian ini yaitu Neli, Sari, Sufie, Pandhu, Inas, dan Rifan sudah bekerja atau baru saja lulus pendidikan sarjana dan saat ini tengah mencari pekerjaan. Ketika peneliti menanyakan kesan apa yang mereka dapat dari tayangan ini ternyata empat dari enam informan ini yaitu Sari, Pandhu, Inas, dan Rifan, memiliki satu penilaian yang sama. Mereka menilai program ini memiliki nilai-nilai motivasi, khususnya yang terkait dengan mencari kerja. Seperti Inas yang mengaku termotivasi untuk menjadi tidak gampang mengeluh setelah menyaksikan tayangan ini, hal itu karena menurutnya tayangan ini :
Ngasih tau kalau nyari kerja tuh susah. Biar apa yah, biar tau kalau segala sesuatu tuh harus butuh perjuangan gitu. (Inas, wawancara, 31 Oktober 2017)
Motivasi-motivasi yang dirasakan Inas tersebut peneliti menilai datang dari kondisi yang tengah dialaminya saat ini. Inas merupakan fresh graduate dari jurusan Agribisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tahun 2017 dan saat ini masih menganggur dan belum mendapatkan pekerjaan. Proses seleksi ketat yang ditampilkan dalam tayangan ini seperti memberikan gambaran bagi Inas bagaimana sesungguhnya dunia mencari pekerjaan saat ini. Selain Inas, Sari juga seorang fresh graduate dari pendidikian Diploma III jurusan Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta. Kondisi Sari dan Inas sama, belum bekerja dan masih berusaha mendapatkan pekerjaan. Sari juga melihat hal yang sama dalam tayangan ini, sama seperti Inas. Sari menilai :
Peneliti : Terus pesan dan kesan yang lo dapet apa dari tayangan tadi?
Sari : Ya lo jangan males lah, kalau mau cari kerjaan ya kaya gitu, bisa lebih berat lagi walaupun ya lo pasti tahu kalau NET itu berat banget, tapi ya kaya gitu sih paling. Sisi manusianya jangan gampang menyerah blaa bla blaa gitu deh.
sulitnya mencari kerja di era ini dari tayangan tersebut. Dalam wawancara pada 8 Oktober 2017 Pandhu mengungkapkan :
Kesannya, pesannya mungkin ya susahnya nyari kerja jaman sekarang, terus susahnya berusaha untuk mewujudkan mimpi kita, ya membuat orang-orang di luar sana yang mungkin masih tertutup matanya buat berusaha lebih lah. (Pandhu, wawancara, 8 Oktober 2017)
Kesan itu Pandhu dapatkan dari bagaimana ketatnya proses seleksi yang ditampilkan, dimana ada 60 ribu pelamar dan hanya 200 orang yang diterima menjadi karyawan. Pandhu yang dulu juga pernah mengalami proses itu saat melamar pekerjaannya saat ini menjadi lebih mengerti keadaan bagaimana realita mendapatkan sebuah pekerjaan, dan itu bisa menjadi faktor yang mempengaruhi caranya menilai acara ini. Selain itu ia juga membandingkan program ini dengan program TV lain yang ia nilai juga memiliki nilai-nilai motivasi di dalamnya :
Sebetulnya acara seperti ini, ini lebih mirip seperti Orang Pinggiran ya. Ini memberi motivasi-motivasi juga kan, ya ngga sih? Orang pinggiran terus apatuh yang di Trans 7, ya mirip-mirip lah, cuma ini lebih ke bener-bener apa namanya.. reality show. (Pandhu, wawancara, 8 Oktober 2017)
Selain Pandhu ada juga Rifan yang saat ini bekerja sebagai konsultan
Kita bisa melihat kegigihan para peserta ini. Kegigihan terus bisa memotivasi kita bahwa semua itu tidak mudah gitu, butuh perjuangan dan usaha yang keras, apalagi saat seleksi, interview, dan wajib militer ini. Jadi untuk contoh kita ke depannya terutama diri saya bahwa harus lebih gigih lagi gitu dalam bekerja dan mencari ehh apa.. mencari ilmu lah untuk ini semua. (Rifan, wawancara, 1 November 2017)
Pengalamannya bekerja dan mencari nafkah untuk dirinya sendiri sepertinya memberikan efek dalam bagaimana Rifan memandang para pelamar pekerjaan di NET TV ini, karena ia juga merasakan sulitnya ia menjadi lebih bisa bersimpati dan merasakan hal yang sama :
Kalau menurut saya mereka mengasih ini eehhh… bagaimana kegigihan yah, kegigihan, terutama dalam mencari nafkah gitu. Jadi tuh ngga mudah gitu. Ngga mudah dan butuh perjuangan yang keras yang saya bilang tadi. (Rifan, wawancara, 1 November 2017) Berbeda dengan informan yang sudah bersinggungan dengan dunia pekerjaan, informan yang masih berkuliah yaitu Nunu, Dede, dan Meutia, melihat tayangan ini secara lebih idealis. Mereka menilai bahwa pekerjaan di NET TV bukan sekedar mencari pekerjaan atau mencari uang, melainkan juga untuk membuat sejarah dan karya, seperti yang dikatakan Wishnutama CEO NET TV dalam tayangan tersebut. Seperti diungkapkan Meutia :
sejarah kreativitas yang bagus dan baru lagi. (Meutia, wawancara, 1 November 2017)
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Nunu :
Apa yah.. ya mungkin dia pengen apasih namanya penontonnya itu tahu gitu ajasih.. maksudnya eehh si.. disini tuh tadi kan Pak Tama bilang yah apasih namanya.. katanya disini tuh bukan buat mencari kerja atau buat ngejar gaji gitu. Disini tuh kita mimpi, meraih mimpi bareng-bareng kaya gitu. Mungkin maksudnya apa yah.. hmm.. (Nunu, wawancara, 28 September 2017)
Pendapat yang hampir senada juga diberikan oleh Dede, baginya karyawan di NET bukan cuma mau mencari uang namun juga mengembangkan diri :
Ngga cuma kaya cari duit tok gua kerja di NET, gua cari duitdapet duit udah, dan berlangsung gitu terus. Tapi ya bisa mengembangkan kualitas diri lo sendiri. Ngga tau sih cara kerja
NET, gue juga ngga tau cara kerja di NETkayagimana cumangue sih percaya-percaya aja, karna emang kalo kerja di media diri lu ya semakin hari semakin berkembang gitu, mau lo sadari apa ngga. (Dede, wawancara, 26 Oktober 2017)
Nunu sendiri memang seorang penggemar NET TV, itu dibuktikan dengan bergabungnya dia menjadi anggota aktif di komunitas NET Good People
regional Kota Serang. Komunitas ini adalah wadah resmi yang dibuat NET TV untuk merangkul para penggemar setianya. Sama seperti Nunu, Meutia juga seorang penggemar NET TV. Ia mengatakan :
Menurut saya NET itu programnya emang program favorit saya yah, karena ya itu banyak manfaatnya dari program-program tersebut. Menurut saya program TV yang baru tetapi langsung menarik gitu. (Meutia,wawancara, 1 November 2017)
Meskipun tidak mengatakan dirinya sebagai penggemar NET TV, namun Dede mengatakan bahwa ia menyukai program-program dari NET TV dan tayangannya diatas rata-rata dibandingkan dari TV lainnya. Mereka bertiga memiliki kesamaan yaitu mereka memang sudah menyukai TV ini sejak awal, dan peneliti menilai itu membuat mereka menilai tayangan ini cenderung menjadi positif. Ditambah mereka sama sekali belum pernah terjun ke dunia pekerjaan yang sesungguhnya, itu membuat mereka tidak memahami realita apa yang sebenarnya terjadi pada dunia pekerjaan. Motivasi-motivasi yang dirasakan oleh para pekerja tidak mereka rasakan, karena mereka belum pernah berada di titik itu, titik dimana mereka bersinggungan langsung dengan dunia kerja yang sesungguhnya. Jadi menurut peneliti apa yang mereka lihat di tayangan ini hanya sebuah gambaran saja, tanpa bisa merasakannya.
Aspek yang juga menonjol dalam penilain informan adalah adanya upaya NET TV untuk memperlihatkan eksistensi atau bentuk mengiklankan diri sendiri. Empat dari sepuluh informan penelitian ini yaitu Neli, Sari, Pandhu,Dede, dan Raizal, melihat sisi ini dari tayangan
Langit Tanpa Batas. Neli yang memiliki literasi media cukup baik menilai program ini adalah upaya untuk menaikkan popularitas dari NET TV itu sendiri, hal itu ia nilai karena nilai gengsinya tinggi. Itu terlihat dari banyaknya pelamar yang ingin bekerja di NET TV padahal TV ini baru bersiaran sekitar 3 tahun, seperti dalam penjelsannya :
Bentuk eksistensi itu juga bisa dilihat dari pernyataan Pandhu yang mengatakan :
Ya mungkin NET mau memberi masukan atau bahkan memberi tonjokkan pada televisi-televisi lain bahwa televisi lain bikin program kreatif itu ngga harus yang kaya tadi si bapak Wisnuthama bilang ya kebanyakan televisi Indonesia programnya
ngga orisinal ya, dari luar negeri. Ya mungkin NET mau memberi contoh ke televisi lain bahwa ini loh ada program ngga perlu ribet-ribet, ada di deket kita, tapi bisa dikemas kalo bagus, kalo bagus bisa dikemas dan bisa ditonton. (Pandhu, wawancara, 8 Oktober 2017)
Bentuk memperlihatkan eksistensi yang peneliti lihat dari pernyataan ini adalah bagaimana Pandhu melihat dan membandingkan dengan televisi lain, bahwa NET bisa tampil beda dengan program tayangannya ini. Ada pula pendapat dari Dede yang bisa peneliti nilai sebagai bentuk mengiklankan diri NET TV sebagaimana ia menjelaskan dalam wawancara:
Dede : Oh dengan tayangan itu, ya memberikan informasi. Peneliti: Informasi apa?
Dede :Informasi kesombongan bahwa NET banyak peminatnya. Banyak diminati masyarakat, terus eehhh.. apa yah.. dalam tayangan itu jadi NET itu pengen ngasih tau kalo kerja itu bukan cuma jadi karyawan, quote si tadi.
Karena disitu mereka mencari karyawan itu sangat-sangat apah..
bener-bener teliti dari segi fisikalnya, terus mentalnya, ya menurut saya lebih ini lah, lebih modern, lebih apa yah.. lebih eehh
mungkin buat televisi-televisi lain bisa jadi contoh yah, gitu yah. Bisa jadi contoh bagaimana untuk mencari sebuah karyawan dengan cara yang lebih modern ajah. (Raizal, wawanacara, 1 November 2017)
Raizal memandang bahwa memperlihatkan proses rekrutmen karyawan mereka adalah bentuk show-off dari NET TV dan peneliti menilai ini juga salah satu cara untuk menaikkan eksistensi dengan cara mengiklankan
NET TV itu sendiri. Menurut peneliti ada beberapa faktor dari tayangan ini yang mungkin membuat informan menilai adanya upaya menaikkan eksistensi dati NET TV ini. Di dalam tayangan ini dengan gamblang NET
menampilkan grafis dengan ukuran tulisan yang cukup besar, angka dari jumlah pelamar :
Gambar 4.1. Grafis di dalam tayangan Langit Tanpa Batas
(Sumber : Zulu.id)
NTB, dan lain-lain. Hal semacam ini bisa memperlihatkan bahwa ternyata begitu banyak peminat NET TV dari berbagai daerah, itu menunjukkan popularitas NET TV yang sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Selain daerah asal, tayangan ini juga menampilkan profil salah pelamar yang lolos seleksi dimana ia merupakan lulusan dari kampus luar negeri. Bagi masyarakat Indonesia lulusan luar negeri merupakan sebuah gelar bergengsi. Dede dan Nunu juga menunjukkan reaksi terkejut dan kekagumannya saat scene ini ditampilkan. Beberapa faktor di atas peneliti rasa bisa membuat penilaian informan terhadap tayangan ini menuju ke arah adanya upaya menaikkan eksistensi NET TV.
Peneliti menilai Sari, Dede, dan Neli dapat menangkap sisi ini karena literasi media mereka yang peneliti nilai baik. Ketika seseorang memiliki literasi media yang baik, ia tidak hanya akan melihat sesuatu dari hanya apa yang ia lihat saja di layar kaca namun mencoba menggali makna di baliknya. Sedangkan untuk Pandhu ia berulang kali mengibaratkan NET dengan sebuah produk, ia mengibaratkan NET dengan sesuatu yang