• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI SEBARAN BATUAN INTRUSI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI SEBARAN BATUAN INTRUSI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI SEBARAN BATUAN INTRUSI MENGGUNAKAN

METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS

1*Muh.Altin Massinai, 2Amiruddin, 3Syamsuddin, 4Hena Suri Intan P

Departemen Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin

*Email: altin@science.unhas.ac.id

ABSTRAK

Perselingan batuan pada Formasi Tonasa dan Formasi Gunungapi Camba memunculkan batuan intrusi. Batuan intrusi tersebut muncul pada Formasi Tonasa. Sebaran batuan instrusi dan jenis batuan diidentifikasi dengan metoda Geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger. Pengukuran terdiri dari 4 lintasan yang berarah baratlaut- tenggara dan 3 lintasan berarah baratdaya-timur laut. Setiap lintasan memiliki panjang bentangan 480 meter dan spasi antar elektroda 10 meter. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Res2Dinv untuk menghasilkan penampang 2D dan Voxler untuk mengasilkan 3D. Hasil analisis data diidentifikasi tersusun atas batugamping pasiran, lempung, zona lemah, aquifer, dan batuan intrusi yang merupakan batuan basal. Batuan intrusi memiliki nilai resistivitas yang tinggi daripada batuan disekitarnya dengan rentang nilai resistivitas 277-23842 ꭥm dan terakumulasi di bagian tenggara lokasi penelitian serta sebaran berarah utara-tenggara.

Kata Kunci: Geolistrik, Wenner-Schlumberger, Res2dinv, Intrusion

1. PENDAHULUAN

Sulawesi selatan merupakan daerah yang memiliki aktivitas tektonik yang sangat kompleks. Salah satu kegiatan tektonik yang paling berpengaruh adalah proses pengangkatan daratan (uplift) pegunungan bagian Barat Sulawesi Selatan (Massinai, 2015). Batuan yang terangkat tebalnya sekitar 4500 m, dengan bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa tempat (batugamping anggota Tonasa) yang membentuk Formasi Tonasa pada Masa Miosen. Pada Masa Miosen akhir terbentuk Formasi Gunungapi Camba yang berselingan dengan Formasi Tonasa (Sukamto 1985).

Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah itu semuanya berkaitan erat dengan kegiatan gunungapi di bagian Barat Sulawesi Selatan (Nurdin, dkk, 2017). Bentuknya berupa stok, sill dan retas yang tersusun dari beraneka batuan seperti basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit. Umur batuan tersebut berkisar dari 8.3 sampai 19 ± 2 juta tahun (Massinai, 201).

Salah satu formasi yang ada di Sulawesi Selatan bagian barat adalah Formasi Tonasa. Formasi ini disusun oleh batugamping bioklastik, pasiran, dan kalkarenit berselingan dengan napal dan batuan lempung yang menindih tak selaras pada bagian bawah Formasi Tonasa. Berdasarkan kenampakan singkapan di permukaan, batuan beku Formasi Gunungapi Camba dengan komposisi

(2)

basaltik dan dioritik hadir di beberapa tempat mengintrusi batugamping Formasi Tonasa baik berupa dike ataupun sill

(Husein dkk, 2007). Pada intrusi basal di

formasi Tonasa diperkirakan berumur 17,7 juta tahun atau akhir Miosen Awal dan 9.03 juta tahun atau Miosen Akhir pada intrusi granodiorit di timur daerah Camba (Sukamto, 1985). Hal ini menarik untuk diamati dengan berbagai metode geofisika. Terdapat banyak metode geofisika yang bisa digunakan dalam kasus seperti ini, misalnya seismik, geolistrik, geomagnet, dsb (Hendradjaya & Arif, 1990). Penelitian ini menggunakan metode Geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner-Schlumberger 2D.

Metode ini memiliki banyak kelebihan diantaranya elektroda potensialnya tidak terlalu sering dipindahkan, tidak terlalu sensitif terhadap perubahan lateral dan penetrasi inversi kedalaman relatif lebih dalam (Daud dkk, 2015). Oleh sebab itu dilakukan penelitian tentang identifikasi sebaran batuan intrusi bawah permukaan dan arah intrusi batuan berdasarkan pseudo 3 D.

Batuan intrusi merupakan batuan yang terbentuk akibat adanya magma yang merobos ke permukaan karena adanya rekahan pada formasi batuan. Umumnya intrusi berbentuk dike, namun pada kenyataanya intrusi batuan memiliki banyak jenis seperti sill, laccolith, lapolith, paccolith dan volcanic neck (Sidarto &

Bahri, 2013) . Penggunaan metode geolistrik tahanan jenis untuk menentukan jenis batuan intrusi dapat digunakan dengan melihat nilai resistivitas dan penampang 2D yang dihasilkan (Massinai at al. 2010).

2. METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi penelitian berada di kawasan pertambangan PT Semen Bosowa, Bantimurung, Maros. Pengolahan data

resistivitas ini menggunakan software

Res2dinv.

Penelitian ini dilakukan dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger dengan spasi antar elektroda 10 meter. Data hasil pengukuran lapangan didapatkan nilai beda potensial (ΔV) dan arus listrik (I) yang akan dihitung resistivitas semunya. Setelah itu dilakuakan proses inversi oleh software

Res2Dinv menjadi resisivitas sebenarnya

dan mendapatkan penampang 2D. Dari hasil inversi, penampang 2D setiap lintasan digabungkan dan dibuatkan model pseudo-3D dan menentukan arah sebaran intrusi batuan. Arah lintasan pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sketsa lintasan pengukuran

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil di lapangan menempatkan empat lintasan berarah baratlaut – tenggara dan tiga lintasan memotong lintasan sebelumnya dengan berarah timurlaut – baratdaya. Pengukuran geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger, dilakukan pada 7 lintasan pengukuran dan 3 lintasan diantaranya di atas singkapan intrusi. Berikut ini penampang 2D yang diambil tepat di atas singkapan intrusi.

9452900 9453000 9453100 9453200 9453300 9453400 9453500 9453600 792400792600792800793000793200 lintasan 1 lintasan 2 lintasan 3 lintasan 4 lintasan 5 lintasan 6 lintasan 7

(3)

Lintasan 1

Gambar 1 Penampang resistivitas bawah permukaan resistivitas lintasan 1

Pada lintasan 1 intrusi terlihat berada pada bagian bawah elektroda 6-30, memotong tubuh batuan di sekitarnya berupa batugamping pasiran baik berupa

dike dan Sill dengan nilai resistivitas

berkisar 277-1225 Ωm (Telford W.M, at al. 1990). Batuan massif juga terlihat hadir di lintasan ini pada bagian bawah elektroda 29-34. Untuk daerah di sekitarnya dengan rentang nilai resistivitas 63-277 Ωm ditafsirkan sebagai batugamping pasiran dengan warna kontur hijau kebiruan-hijau. Batulempung terlihat hadir dengan nilai resistivitas bekisar 30-63 Ωm, batu lempung ini sebagian besar berasal dari Formasi Mallawa yang menindih bagian bawah Formasi Tonasa. Nilai resistivitas 6-14 Ωm ditafsirkan sebagai aquifer dengan jenis aquifer bebas.

Lintasan 2

Gambar 2 Penampang resistivitas bawah permukaan resistivitas lintasan 2

Hasil penampang lintasan 2 menunjukkan terdapat tiga intrusi pada Formasi Tonasa, yaitu pada elektroda 6-16, 18-23, dan 33-47 serta nilai resistivitas yang dihasilkan berbeda-beda. Pada elektroda 6-16 dan 18-23 nilai resistivitas 132-583 Ωm. Nilai resistivitas menjadi rendah dikarenakan melapuk dan kontak dengan material koduktif pada zona lemah. Berdasarkan hasil uji laboratorium pada singkapan batuan yang diambil di elektroda 15-16 dengan menggunakan alat X-Ray

Fluorescence terdapat kandungan Al (Alumunium) dengan presentase 9.40% dan kandungan Fe (besi) sebesar 15.68 %. Selain karena batuan intrusi telah melapuk yang diakibatkan kontak dengan zona lemah yang diduga berisi fluida serta kandungan logam yang relatif tinggi.

Elektroda 18-23 nilai resistivitasnya 132-277 Ωm, nilai resistivitasnya menjadi sangat rendah hal ini karena diapit oleh dua zona lemah yang memiliki resistivitas yag rendah. Elektroda 33-35 batuan intrusi dapat terlihat dengan jelas di penampang memotong tubuh batuan di sekitarnya berupa dike dengan nilai resistivitas berkisar 583-23842 Ωm dan warna kontur yang mewakilinya kuning-ungu. Untuk daerah disekitarnya dengan nilai resistivitas 30-63 Ωm pada elektroda 12-23 dan 24 – 27 ditafsirkan sebagai zona lemah, warna kontur kehijauan sedangkan pada elektroda 30-33 dan 8-47 dengan nilai resistivitas 3.2-6.8 Ωm berupa akuifer dengan jenis aquifer bebas “Unconfined Aquifer”.

Lintasan 3

Gambar 4 Penampang resistivitas bawah permukaan resistivitas lintasan 3

(4)

Pada lintasan ini intrusi batuan menerobos batugamping pasiran formasi Tonasa pada bagian samping membentuk

Sill dengan rentang nilai resistivitas 277-583

Ωm dan warna kontur hijau tua-kuning. Daerah sekitarnya dengan nilai resistivitas 132-277 Ωm ditafsirkan sebagai batugamping pasiran dan warna kontur hijau muda-hijau tua, sedangkan nilai resistivitas 6.8-30 Ωm ditafsirkan sebagai aquifer dan warna kontur yang mewakilinya biru.

Lintasan 4

Gambar 5 Penampang resistivitas bawah permukaan resistivitas lintasan 4

Pada lintasan ini, singkapan terlihat di permukaan tepatnya berada di elektroda 13-27 membentuk Sill. Batuan intrusi, dan batuan intrusi massif hadir karena lepas dari batuan intrusi induk berada pada elektroda 26-34 dengan rentang nilai resistivitas 277-583 Ωm dan untuk batuan intrusinya itu sendiri memiliki rentang nilai resistivitas 583-2574.5 Ωm dan warna kontur yang mewakilinya hijau-jingga. Berdasarkan hasil uji laboratorium pada singkapan batuan yang diambil di elektroda 16 dengan menggunakan alat X-Ray Flourescence terdapat kandungan Al (Alumunium) dengan presentase 5.09 % dan kandungan Fe (besi) sebesar 18.47 %. Adanya kandungan logam yang relatif tinggi yang menyebabkan nilai resistivitasnya lebih rendah dari lintasan 2 sebelumnya.

Sedangkan daerah di sekitarnya nilai resistivitas 63-277 Ωm ditafsikan sebagai

batugamping pasiran anggota Formasi Tonasa dan warna kontur yang mewakilinya hijau muda-hijau tua. Pada lintasan ini terdapat lintasan yang diduga sebagai aquifer pada bagian bawah elektroda 36-41 dengan nilai resistivitas 6.8-14.2 Ωm. Nilai resistivitas 14.2-30 Ωm ditafsirkan sebagai lempung yang berada dekat dengan permukaan.

Lintasan 5

Gambar 6 Penampang resistivitas bawah permukaan resistivitas lintasan 5

OSSFS

Untuk lintasan ini, berbeda dengan lintasan sebelumnya. Singkapan intrusi tidak terlihat pada permukaan. Jadi bentangan hanya mengacu pada arah kemenerusan intrusi tersebut. Lintasan ini lebih didominasi oleh zona lemah dan batugamping pasiran Formasi Tonasa. Zona lemah berada pada elektroda 18-32 dengan rentang nilai resistivitas 14.2-30 Ωm dan warna kontur yang mewakilinya biru kehijauan. Harga resistivitas tanah / batuan pada zona lemah pada umumnya lebih rendah dari tanah /batuan sekitarnya. Hal ini dikarenakan pada zona lemah mungkin terisi oleh fluida atau mineral yang relatif lebih konduktif dari batuan sekitarnya. Zona lemah biasanya memiliki harga resistivitas yang tinggi melebihi harga resistivitas tanah / batuan yang ada di sekitarnya jika pada patahan tersebut tidak terisi apa-apa (hanya berisi udara). Hal ini dikarenakan udara merupakan isolator sehingga arus listrik sangat sulit untuk melewatinya. Kondisi di

(5)

lapangan memperlihatkan adanya rekahan-rekahan di permukaan tapi tidak terlalu jelas dan semua terisi oleh fluida atau materi lainnya. perlapisan antar batuan. Nilai resistivitas berkisar 132.3-277 Ωm dan warna kontur yang mewakilinya hijau muda ditafsirkan sebagai batugamping pasiran dan nilai resistivitas 3.2-14.2 Ωm ditafsirkan sebagi aquifer dengan jenis aquifer bebas.

Lintasan 6

Gambar 7 Penampang resistivitas bawah permukaan resistivitas lintasan 6

Untuk lintasan ini singkapan dapat terlihat di beberapa di elektroda 31-32 dan namun pada kenyataanya tidak ada batuan yang mengintrusi. Hal ini berarti batuan yang tersingkap merupakan hasil pelamparan batuan basalt berupa batuan massif pada saat mengintrusi dengan nilai resistivitas 277-1225.9 Ωm. Batuan massif dapat dilihat dibeberapa titik yaitu pada elektroda 5-6, 24-26, 31-32, dan 35-37, warna kontur yang mewakilinya hijau tua-coklat. Pada elektroda 7-20 dan 22-34 terdapat adanya struktur batuan yang diindikasikan sebagai zona-zona lemah yang memiliki nilai resistivias berkisar antara 14.2-30 Ωm. Nilai resistivitas 132.3-277 Ωm ditafsirkan sebagai batu gamping pasiran dan warna kontur yang mewakilinya hijau-hijau tua.

Lintasan 7

Gambar 8 Penampang resistivitas bawah permukaan resistivitas lintasan 7

Untuk lintasan ini, pengukuran tepat dilakukan melewati intrusi magma yang membentuk sill dipermukaan tepatnya berada pada elektroda 4-35 dengan nilai resistivitasnya 277-1225 Ωm warna yang mewakilinya hijau tua-coklat. Seharusnya batuan intrusi memiliki nilai resisivitas yang tinggi, namun pada kenyataannya relative rendah. Berdasarkan hasil uji laboratorium dengan menggunakan alat X-Ray Flourescence pada singkapan basalt terdapat

kandungan Fe (besi) sebesar 11.76 % dan Al (Alumunium) sebesar 5 %.

Lintasan ini bertujuan untuk menguatkan tafsiran bahwa batuan beku intrusi bisa saja memiliki resistivitas yang rendah apabila telah terkontaminasi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut pelapukan mineral logam yang terkandung pada batuan intrusi dan kontak dengan zona yang bersifat konduktif.

Untuk daerah disekitarnya, nilai resistivitas berkisar 132.3-277 Ωm ditafsirkan sebagai batugamping pasiran dan nilai resistivitas 6.8-30 Ωm ditafsirkan sebagai aquifer dengan jenis aquifer menggantung dan warna kontur yang mewakilinya biru muda.

Gabungan ketujuh lintasan berupa diagram pagar dapat dilihat pada Gambar 9.

(6)

Gambar 9 Gabungan 7 lintasan pengukuran Selanjutnya dari hasil penggabungan tujuh lintasan pada lokasi penelitian ini model kotak pseudo 3D didapatkan seperti pada Gambar 9. Pada model pseudo 3D ini nilai resistivitas rendah ditandai dengan warna biru kehijauan, sedangkan nilai yang resistivitas tinggi ditandai dengan warna merah yang diduga sebagai batuan intrusi

Hasil pemodelan 3D pada Gambar 10 memperlihatkan sebaran batuan intrusi yang ditandai dengan warna merah. sebaran itu diinterpretasikan sebagai basal yang menerobos batugamping pasiran . Beberapa batuan massif dari batu basal terlihat di beberapa penampang bawah permukaan yang diakibatkan oleh adanya perlepasan dari batuan induk berupa bongkahan

Gambar 10 Sebaran batuan Intrusi

Pada lokasi penelitian batuan intrusi terakumulasi di bagian tenggara dan memiliki nilai resistivitas yang lebih tinggi daripada batuan di sekitarnya, nilai resistivitasnya berkisar antara 277-23842 Ωm sedangkan untuk batuan basal massif nilai resistivitasnya berkisar antara 583-2574 Ωm. Berdasarkan pemodelan pseudo 3D dapat ditentukan bahwa sebaran batuan intrusi untuk daerah penelitian ini adalah utara-tenggara.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengacu pada kondisi geologi lokasi penelitian dan penampang 2d, batuan yang diduga terdapat di daerah penelitian adalah aquifer, lempung, batulempung, batuan intrusi, batuan massif.

2. Berdasarkan hasil penampang resistivitas 2D batuan intrusi basal hadir sebagai dike dan sill yang mengintrusi batugamping pasiran Formasi Tonasa 3. Berdasarkan hasil Pseudo 3D, sebaran

batuan intrusi tenggara-baratlaut dan terakumulasi di bagian tenggara lokasi penelitian.

5. Daftar Pustaka

Daud,A,N., Massinai, M.A., Syamsuddin. (2015), Pemetaan Arah Rembesan Air Lindi di TPA Tamangapa Makassar. Prosiding SNF 2015 Makassar

Hendrajaya, L., dan Arif. I., (1990), Metode Geolistrik Tahanan Jenis, ITB Bandung.

Husein, S., Sarjono, dan Dyah. H., (2007), Morfotektonik Pembentukan Karst Maros Sulsel, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(7)

Massinai, M.A., (2015), Geomorfologi Tektonik, Pustaka Ilmu Group, Yogyakarta.

Massinai, M.A., Syamsuddin, Makharani. (2010), Model of Vertical Resistivity Distribution of Rock Layers in Jeneberang watershed, International Journal of Basic &Applied Sciences Vol: 10 No: 06 Pages: 151-161. Nurdin, N.H., Massinai M.A., Aswad, S.

(2017), Identifikasi Pola Sebaran Intrusi Batuan Bawah Permukaan Mennggunakan Metode Geomagnet di Sungai Jenelata Kabupaten Gowa, Jurnal Geocelebes, V. 1 No.1. p.1722. Sidarto, dan Bakhri S., (2013), Geologi

Sulawesi, LIPI Press Jakarta.

Sukamto, R., (1985), Tektonik Sulawesi Selatandengan Acuan Khusus Ciri-ciri Himpunan Batuan Daerah Bantimala. Dusertasi Melalui:

<http://www.digilib.itb.ac.id/gdl.php? mod=browse&op=red&id=jbptitbpp-

gdl-s3-1985-rabsukamto-1734&q=tektonik>

Telford, W.M., L.P.Geldart and R. E. Sheriff, (1990), Applied Geophysics, Second Edition, Cambridge University Press: United State of America

Gambar

Gambar 1 Sketsa lintasan pengukuran  3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1 Penampang resistivitas bawah  permukaan resistivitas lintasan 1
Gambar  7  Penampang  resistivitas  bawah  permukaan resistivitas lintasan 6
Gambar 10 Sebaran batuan Intrusi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan Nilem, didapatkan bahwa ukuran ikan Nilem yang tertangkap di perairan Rawa Pening

Bagi Masyarakat Semoga dengan adanya Pembangunan Pelabuhan Internasional Jiipe Gresik membuat Masyarakat sekitar yang terkena dampak perubahan sosial dalam berbagai

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan sekilas mengenai Kaskus sebagai media yang digunakan oleh komunitas kamera plastic dan toycamera atau Klastic Yogyakarta dalam

Menggunakan struktur rangka tiang kayu sebagai upaya adaptasi dengan iklim dan geografi. Tiang pada rumah tipe 1 dari konstruksi kayu seumantok dan pondasi umpak yang ditanam

“ANALISIS PEMBERIAN KREDIT INVESTASI DAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH (STUDI KASUS PADA BANK BPD DIY)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

Dapat melakukan aksi dan proses, walaupun ada sebagian kecil proses yang tidak sempurna. Mahasiswa FI ini mampu menginterkoneksikan aksi dan proses untuk membangun objek. Dia

Faktor predisposing yang paling dominan berpengaruh pada penempatan dokter spesialis ikatan dinas yaitu komitmen dan motivasi, sedangkan keadaan sosial budaya, pengetahuan

Berdasarkan hasil pengujian di Laboratorium terhadap studi eksperimental material berpori pada daerah genangan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Hasil pengujian