1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penurunan muka tanah merupakan perubahan vertikal ke bawah (deformasi) permukaan tanah dari bidang referensi yang tinggi (Abidin dkk, 2015). Penurunan muka tanah disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk eksploitasi air tanah yang berlebihan, aktivitas struktural dan vulkanik, kondisi geologis, aktivitas penambangan, dan penurunan beban bangunan (Abidin dkk, 2010).
Penurunan muka tanah dapat terjadi secara perlahan atau tiba-tiba, perubahan tiba-tiba di permukaan biasanya disertai dengan perubahan fisik yang nyata secara langsung dapat diidentifikasi dengan besar dan kecepatan penurunan. Pengamatan penurunan muka tanah dapat dilakukan melalui berbagai metode pengamatan, antara lain pengukuran GNSS, Waterpass (leveling) menggunakan gayaberat mikro (menggunakan gravimeter), PS InSAR, DinSaR dan sebagainya (Hasanuddin Z. Abidin, dkk, 2011).
Continuously Operating Reference Station (CORS) merupakan teknologi
berbasis GNSS yang beroperasi secara kontinyu (Snay dan Soler, 2011). Indonesia mempunyai stasiun-stasiun pengamatan CORS, baik dikelola langsung Indonesia yaitu (Ina-CORS) yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial atau dikelola oleh negara lain. Sumatran GPS Array (SuGAr) merupakan stasiun pengamatan CORS yang dikelola oleh Earth Observatory of Singapore, yang berlokasi di seluruh Sumatra terdiri dari 49 titik pengamatan stasiun GPS.
Sumatran GPS Array (SuGAr) merekam pengamatan secara kontinyu dan data
SuGAr dapat diakses setelah 3 bulan (McLoughlin dkk, 2011).
Pada penelitian ini membahas penurunan muka tanah yang terjadi di wilayah Aceh dan Sumatera Utara dalam kurun waktu 2010-2020 dengan menggunakan metode pengamatan GNSS. Pengamatan GNSS pada penelitian ini untuk mengetahui besarnya penurunan muka tanah yang terjadi dengan memanfaatkan data stasiun pengamatan Sumatran GPS Array (SuGAr) pada kurun waktu 2010-2020 dilakukan pengolahan data menggunakan layanan
2
AUSPOS dan software GAMIT, data pengamatan Ina-CORS pada tahun 2018-2020 dilakukan pengolahan data menggunakan layanan AUSPOS.
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian tugas akhir ini adalah berapa besar nilai penurunan muka tanah yang terjadi berdasarkan data SuGAr dan Ina-CORS pada tahun 2010-2020 di wilayah Aceh dan Sumatera Utara.
I.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Menentukan nilai penurunan muka tanah pada tahun 2010-2020 dengan
menggunakan data SuGAr dan Ina-CORS pada wilayah Aceh dan Sumatera Utara.
2. Menentukan besar laju penurunan muka tanah Aceh dan Sumatera Utara.
I.4 Manfaat Penelitian
Manfaat utama dari akhir ini adalah :
I.4.1 Akademik
Dalam bidang akademik, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai 1. Sumber pengetahuan untuk mengetahui fenomena penurunan muka tanah
Aceh dan Sumatera Utara agar dapat terus di pantau.
2. Referensi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan studi penurunan muka tanah Aceh dan Sumatera Utara.
I.4.2 Praktisi
Dalam bidang praktisi, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta referensi dalam melakukan kegiatan studi penurunan muka tanah dengan metode pengamatan GNSS yaitu stasiun Ina-CORS dan Sumatran
GPS Array (SuGAr).
I.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini, sebagai berikut :
3
2. Data pengamatan stasiun SuGAr yang digunakan sebanyak 17 stasiun tahun 2010-2020 dilakukan pengolahan menggunakan software GAMIT dan layanan AUSPOS (gnss.ga.gov.au).
3. Data pengamatan stasiun Ina-CORS yang digunakan sebanyak 26 stasiun tahun 2018-2020 dilakukan pengolahan menggunakan layanan AUSPOS (gnss.ga.gov.au).
4. Pengolahan interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW) menggunakan perangkat lunak pengolahan spasial dan menggunakan hasil ketinggian dari pengolahan menggunakan layanan AUSPOS.
5. Hasil penelitian yang dimasukkan dalam pembahasan adalah grafik pergerakan muka tanah, grafik data stasiun SuGAr menggunakan hasil yang diolah dari AUSPOS dan GAMIT dan grafik data stasiun Ina-CORS menggunakan hasil yang diolah dari AUSPOS.
6. Hasil peta land subsidence menggunakan nilai ketinggian orthometrik yang diolah menggunakan AUSPOS.
7. Analisis penyebab penurunan muka tanah wilayah Aceh dan Sumatera Utara yaitu menggunakan peta penggunaan lahan dan data gempa wilayah Aceh dan Sumatera Utara.
I. 6 Tinjauan Pustaka
Penelitian serupa tentang Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) pernah di teliti oleh (Abidin dkk, 2011) yang berjudul “Land Subsidence of Jakarta
(Indonesia) and its relation with urban development”. Penelitian tersebut
membahas penurunan muka tanah di Jakarta, metode yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain :
1. Metode Survei leveling pada tahun 1982-1991 dengan penurunan tarif 1,000-9,000 cm/tahun dan pada tahun 1991-1997 dengan penurunan tarif 1,000-25,000 cm/tahun.
2. Metode Survei GNSS pada tahun 1997-2010 dengan penurunan tarif 1,000-28,000 cm/tahun.
3. Metode InSAR pada tahun 2006-2007 dengan penurunan tarif 1,000-12,000 cm/tahun.
4
Hasil yang diperoleh dari survei leveling, survei GNSS dan teknik InSAR selama periode berlangsung dari tahun 1982 sampai 2010 menunjukkan bahwa penurunan muka tanah di Jakarta memiliki variasi spasial dan temporal. Pada daerah yang terkena penurunan muka tanah, secara umum laju penurunan muka tanah yang teramati berkisar antara 1,000-15,000 cm/tahun dan dapat mencapai 20,000-28,000 cm/tahun pada lokasi dan periode tertentu.
Penelitian serupa tentang penurunan muka tanah pernah dilakukan oleh (Abidin dkk, 2013) yang berjudul “On causes and impacts of land subsidence in
Bandung Basin, Indonesia”. Cekungan Bandung merupakan cekungan intra –
pegunungan besar yang dikelilingi oleh dataran tinggi vulkanik, di Jawa Barat. Berdasarkan hasil Sembilan survei GNSS yang dilakukan sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2011, diketahui bahwa beberapa lokasi di Cekungan Bandung mengalami penurunan muka tanah, dengan rata-rata laju sekitar 8,000 cm/tahun dan dapat mencapai sekitar 23,000 cm/tahun di lokasi tertentu. Penurunan tanah di Cekungan Bandung disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, beban konstuksi buatan (yaitu, penurunan tanah yang sangat kompresibel), konsolidasi alami tanah alluvium dan tektonik. Dampak penurunan tanah di Cekungan Bandung seperti retaknya konstruksi permanen dan jalan, perubahan saluran sungai dan sistem aliran drainase.
Penelitian serupa tentang penurunan muka tanah pernah dilakukan oleh (Taylor, dkk) yang berjudul “Land Subsidence in coastal city of Semarang
(Indonesia) : characteristic, impacts and causes”. Berdasarkan estimasi dari
metode survei levelling, Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR),
Microgravity dan Global Positioning Sistem (GNSS), penurunan tanah dengan
laju hingga sekitar 19,000 cm/tahun diamati selama periode 1999 hingga 2011. Hasil Berdasarkan GNSS sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan bahwa penurunan muka tanah di Semarang memiliki variasi spasial dan temporal, dengan laju rata-rata spasial sekitar 6,000 sampai 7,000 cm/tahun dan laju maksimum yang dapat mencapai 14,000-19,000 cm/tahun di lokasi tertentu. Wilayah utara Semarang di sepanjang pantai tingkat penurunan yang terjadi lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah selatannya, penurunan ini
5
disebabkan oleh kombinasi konsolidasi alami tanah alluvium muda, ekstraksi air tanah dan beban bangunan dan konstruksi.
Penelitian serupa tentang penurunan muka tanah pernah dilakukan oleh (Ng dkk, 2012) yang berjudul “Mapping Land Subsidence in Jakarta, Indonesia using
persistent scaterrer interferometry (PSI) technique with ALOS PALSAR”. Dalam
penelitian tersebut GEOS-PSI digunakan untuk menghasilkan peta penurunan tanah di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Sebanyak 17 citra L-band ALOS PALSAR yang diperoleh dari 31 Januari 2007 sampai 26 September 2010 di Jakarta digunakan dalam penelitian tersebut. Gambar referensi (master) tunggal dipilih untuk pembuatan tumpukan interferogram. Gambar master yang dipilih dalam penelitian tersebut diperoleh pada tanggal 3 Februari 2008 dengan garis dasar tegak lurus dan temporal terpendek yang sesuai dengan gambar lainnya. Pada penelitian tersebut tanah di Jakarta, Indonesia dipetakan oleh GEOS-PSI telah disajikan. GEOS-PSI menggunakan strategi estimasi adaptif yang meningkatkan kualitas hasil PS serta memaksimalkan kerapatan piksel. Sinyal atmosfer terkait elevasi juga dipertimbangkan dalam GEOS-PSI. Penurunan tanah di Jakarta kota dan sekitarnya diukur gambar radar yang menggunakan 17 ALOS PALSAR yang diperoleh dari 31 Januari 2007 dan 26 September 2010, dua cekungan amblesan yang jelas dengan laju amblesan maksimum 26,000 cm/tahun diidentifikasi di Jakarta Utara.
Penelitian serupa tentang penurunan muka tanah pernah dilakukan oleh (Andreas dkk, 2018) yang berjudul “Investigating the tectonic subsidence on
Java Island using GNSS GNSS campaign and continuous”. Metode yang
digunakan pada penelitian tersebut yaitu GNSS campaign dan continuous untuk investigasi penurunan tektonik di Pulau Jawa dengan menggunakan stasiun CORS milik Badan Informasi Geospasial. Pada penelitian tersebut data CORS yang tersedia telah dikumpulkan sejak 2011 dan diambil pertahun dengan membandingkan setiap posisi komponen ketinggian dalam fungsi waktu, dan diolah menggunakan software GAMIT dan Bernese. Pulau Jawa yang mengalami penurunan tanah dengan kecepatan bervariasi dari beberapa sentimeter hingga puluhan cm/tahun. Nilai penurunan tahunan Jakarta umumnya berkisar antara 1-10,000 cm/tahun dan dapat mencapai 20,000-26,000 cm di tempat tertentu,
6
terutama di bagian utara Jakarta dalam beberapa tahun terakhir, sedangkan penurunan tanah di Bandung sekitar 2,000-20,000 cm/tahun. Penurunan muka tanah di sekitar area Pondok Bali dan area pekalongan bervariasi antara 2,000 hingga 10,000 cm/tahun selama beberapa tahun terakhir. Penurunan muka tanah di Semarang dan Demak umumnya berkisar antara 1,000 hingga 17,000 cm/ tahun.
Penelitian serupa tentang penurunan muka tanah pernah dilakukan oleh (Andreas dkk, 2019) yang berjudul “Investigating the tectonic influence to the
anthropogenic subsidence along northern coast of Java Island Indonesia using GNSS data sets”. Pada penelitian tersebut seluruh data GNSS digunakan untuk
investigasi amblesan tektonik di pulau Jawa diolah menggunakan software GNSS (GAMIT dan Bernese), rentang waktu data yang digunakan pada tahun 2011 sampai dengan 2017 (lima tahun). Penurunan tektonik di wilayah Jakarta, Blanakan, Pekalongan, Semarang, Demak dan Surabaya adalah 0 cm lebih rendah dari nilai pertahun, sedangkan penurunan antropogenik di Jakarta sekitar 1,000-20,000 cm/tahun, di Blanakan sekitar 1,000-10,000 cm/tahun, di Pekalongan sekitar 1,000-20,000 cm/tahun, Semarang dan Demak sekitar 120,000 cm/tahun dan di Surabaya sekitar 1,000-5,000 cm/tahun. Penurunan alami (misalnya tektonik subsidence) berkontribusi kurang dari 3% dari total besarnya subsidensi sementara subsidence antropogenik berkontribusi 80-90%.
I.7 Hipotesis
Adapun hipotesis pada penelitian ini, sebagai berikut.
1. Provinsi Aceh dan Sumatera Utara mengalami penurunan muka tanah terjadi karena faktor gempa bumi pada wilayah tersebut.
2. Aktivitas penggunaan lahan pada wilayah Aceh dan Sumatera Utara dapat berpengaruh besar terhadap terjadinya penurunan muka tanah.