BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehadiran uang1 di suatu daerah merupakan hal yang menarik untuk dikaji,
terutama di suatu negara yang baru memerdekakan diri dari belenggu penjajahan.
Uang pada dasarnya memiliki fungsi sebagai: (1) alat perantara dalam pertukaran, (2)
kesatuan hitung, (3) alat penyimpanan, (4) alat pembayaran yang ditangguhkan.2 Di
bidang politik kehadiran uang menunjukkan kedaulatan suatu negara serta
kemandirian ekonomi, terlebih negara yang baru merdeka tentu membutuhkan uang
dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Demikian juga arti penting
kehadiran uang di Indonesia, yang pada tanggal 17 Agustus 1945 baru
memproklamasikan kemerdekaannya.
Pemerintah Republik Indonesia belum sempat melakukan perbaikan ekonomi
dan keuangannya ketika pasukan Sekutu yang juga membonceng Belanda kembali
masuk ke Indonesia di akhir tahun pasca kemerdekaan. Pasukan Sekutu yang awalnya
menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang “Asia
Pasifik” ternyata berupaya agar Indonesia dijajah kembali oleh Belanda. Sebagai
upaya untuk memperbaiki ekonomi dan pembiayaan perang melawan pasukan
1
Uang adalah suatu benda yang diterima masyarakat dapat pergunakan sebagai alat perantara dalam mempermudah proses pertukaran baik dalam pertukaran barang maupun jasa. Lihat Indera Dermawan, Pengantar Uang dan Perbankan,Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992, hlm. 5.
2
Sekutu, Pemerintah Republik kemudian mengeluarkan kebijakan dengan
mengedarkan Oeang3 Republik Indonesia (ORI). Kebijakan ini kemudian baru dapat
terwujud setelah pemerintahan Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta
akibat aksi teror yang dilancarkan pasukan sekutu di Jakarta.4
ORI yang dikeluarkan pemerintah ternyata tidak mampu disebar ke seluruh
wilayah Indonesia akibat sulitnya pengangkutan dan adanya pendudukan tentara
Sekutu di beberapa daerah. Sebagai upaya dalam pemenuhan kebutuhan uang di
daerah, pemerintah Indonesia kemudian memberikan otoritas kepada masing-masing
daerah untuk mencetak uang sendiri yang kelak disebut dengan Oeang Republik
Indonesia Daerah (ORIDA).5 Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA)
merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam mengatasi
keuangan negara dan menjaga kepercayaan rakyat terhadap negara Indonesia di awal
kemerdekaan. Keberadaan ORIDA selain berguna sebagai alat tukar yang sah dari
pemerintah Indonesia, juga berfungsi sebagai upaya menekan peredaran uang infasi
Jepang dan mata uang asing lainnya yang banyak beredar di masyarakat. Uang daerah
ini juga perlambang upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa
yang berdaulat.
3Penulisan kata “Oeang” yang berarti “uang” pada saat ini sesuai dengan ejaan yang berlaku
di Indonesia awal kemerdekaan, ejaan ini disebut ejaan Van Ophuysen. Lihat Parlaungan Ritonga, dkk., Bahasa Indonesia Praktis, Medan: Baritong Jaya, 2011, hlm. 32-33.
4
Oey Beng To, Sejarah kebijakan Moneter Indonesia I (1945-1950), Jakarta: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 1991, hlm. 75-76.
5
Sumatera Utara merupakan daerah penting di periode awal kemerdekaan,
provinsi yang dibentuk pada tahun 1948 ini meliputi daerah Keresidean Sumatera
Timur, Keresidenan Tapanuli dan Keresidenan Aceh.6 Di daerah ini terdapat Kota
Medan yang sempat menjadi Ibukota Provinsi Sumatera, juga terdapat kota Pematang
Siantar yang pernah menjadi tempat pencetakan ORIDA di Pulau Sumatera.7
Pencetakan dan peredaran uang dilakukan di daerah ini, hingga akhirnya berhenti
akibat Belanda melakukan agresi militer menguasai dan membentuk Negara
Sumatera Timur pada tahun 1947.8
Efek psikologis kaum bangsawan kerajaan di Sumatera Timur akibat
banyaknya keluarga kerajaan yang terbunuh pada “revolusi sosial” menjadi salah satu
faktor terbentuknya Negara Sumatera Timur.9 Pembunuhan kaum bangsawan
kerajaan terjadi karena kaum revolusioner pendukung Republik menganggap kaum
6
Wilayah Sumatera Utara yang menjadi kajian penelitian penulis dalam skripsi ini dibatasi hanya pada 2 keresidenan saja, yaitu yang meliputi Keresidenan Sumatera Timur dan Keresidenan Tapanuli. Provinsi Sumatera Utara terbentuk tahun 1948 melalui Undang-Undang No. 10 tahun 1948, berdasarkan Undang-Undang tersebut wilayah Provinsi Sumatera Utara terdiri atas wilayah Keresidenan Sumatera Timur, Keresidenan Tapanuli, dan Wilayah Aceh.
7
Pencetakan ORIDA di Pematang Siantar dilaksanakan setelah pemindahan ibukota pemerintahan dari Medan ke Pematang Siantar, pemindahan ibukota Provinsi Sumatera dilakukan karena kondisi keamanan kota Medan yang tidak kondusif sebagai pusat pemerintahan. Hal ini muncul setelah kedatangan tentara sekutu ke kota Medan serta dikeluarkannya sebuah “maklumat” oleh komando pasukan Sekutu kepada para pemuda revolusi untuk menyerahkan semua senjata hasil sitaan dari tentara Jepang. Kebijakan tentera Sekutu ini mengakibatkan munculnya rasa curiga yang berujung pada bentrok fisik antara pemuda republik dan pasukan Sekutu. Lihat Budi Agustono, Dkk., Sejarah Etnik Simalungun, Tanpa tempat penerbit dan tahun terbit, hlm. 374-375.
8
Mansyur, The Golden Bridge: Jembatan Emas 1945, Medan: Lembaga Sosial Juang ’45 Medan Area, tanpa tahun terbit, hlm. 376-379.
9
bangsawan menghalangi kemerdekaan dengan mempersiapkan kehadiran Belanda
kembali berkuasa di Sumatera Timur. Kebencian terhadap kaum bangsawan
bertambah dengan adanya hak istimewa tanah bagi para bangsawan dan penduduk
Melayu di Sumatera Timur yang memicu lahirnya kecemburuan etnis non Melayu.
Akibat pembunuhan itu, kaum bangsawan kemudian berpaling mendukung Belanda
menduduki daerah Sumatera Timur bersamaan dengan agresi militer Belanda
pertama. Terbentuknya Negara Sumatera Timur juga dipengaruhi oleh sikap politik
pecah belah Belanda dalam upaya untuk menguasai daerah Sumatera Timur yang
banyak menghasilkan uang dari sektor perkebunan. Terbentuknya Negara Sumatera
Timur tentu mempengaruhi eksistensi ORIDA di daerah tersebut. Percetakan uang di
Pematang Siantar terhenti akibat agresi militer Belanda yang menyerang kota-kota
penting di Sumatera Timur, serta pergantian penguasa di Sumatera Timur membuat
pemenuhan uang pemerintah Republik terganggu.
Oeang Republik Indonesia Daerah di Sumatera Utara memiliki jenis
masing-masing tergantung wilayah penggunaannya. Hal ini terjadi karena pendudukan
berbagai daerah dan pembentukan Negara Sumatera Timur mengakibatkan upaya
peredaran ORI dan ORIDA sulit dilaksanakan, dilain sisi kebutuhan uang untuk
mendanai pemerintahan dan perang melawan Sekutu meningkat. Sebagai upaya
mengatasi kesulitan keuangan, pemerintah kabupaten mengeluarkan kebijakan
pemberlakuan uang daerah masing-masing. Dalam perjalanan penggunaannya,
wilayah Sumatera Utara. Munculnya berbagai jenis mata uang yang cukup banyak
beredar ini mengakibatkan inflasi yang berpengaruh pada rendahnya nilai uang
tersebut sebagai alat tukar.
Latar belakang kebijakan pemberlakuan ORIDA sebagai alat tukar yang sah
di wilayah Sumatera Utara pada masa perang kemerdekan melawan Belanda
merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Penelitian tentang ORIDA sebelumnya
pernah dilakukan, namun hanya mengkaji tentang makna simbolik pada uang kertas
ORIDA di Sumatera.10 Khusus penelitian tentang latar belakang munculnya ORIDA
serta upaya pencetakannya di Sumatera Utara sampai saat ini belum pernah dikaji,
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejarah terkait alat tukar
tersebut.
Penelitian ini diberi judul “Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) di
Sumatera Utara 1947-1950”. Pada tahun 1947 merupakan tahun dimulai pencetakan
ORIDA di Pematang Siantar dan mengawali berlakunya uang daerah di Sumatera.
Pematang Siantar menjadi lokasi pencetakan uang daerah seiring dengan pemindahan
Ibukota Provinsi Sumatera dari Medan ke Pematang Siantar setelah terjadinya
pertikaian antara pemuda revolusi dengan tentera sekutu, yang mengakibatkan Medan
tidak kondusif sebagai kota pemerintahan. Kemudian pada tahun 1950 adalah akhir
dari berlakunya ORIDA yang ditandai dengan kebijakan penyeragaman uang dalam
10
upaya penetapan satu mata uang yang diakui di Indonesia. Kebijakan itu dilakukan
dengan menarik berbagai macam ORI dan ORIDA serta memberlakukan kebijakan
“Gunting Syafrudin”, yaitu pengguntingan uang pemerintahan Belanda yang
sebelumya berlaku di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Setiap penelitian pasti memiliki masalah yang menjadi landasan dari
penelitian itu. Adapun yang menjadi permasalahan pokok pada penelitian ini adalah
tentang latar belakang pengeluaran ORIDA sebagai alat tukar yang sah di Sumatera
Utara pada tahun 1947-1950. Penjabaran Masalahnya akan dikaji dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaima kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia Masa Awal
Kemerdekaan?
2. Bagaimana kondisi Politik Ekonomi Sumatera Utara hingga tahun 1947?
3. Apa yang melatarbelakangi upaya pencetakan berbagai macam ORIDA di
Sumatera Utara tahun 1947-1950?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini tentu memiliki manfaat bukan hanya bagi peneliti, namun juga
1. Menjelaskan kondisi ekonomi Indonesia masa awal kemerdekaan.
2. Menjelaskan kondisi Politik Ekonomi Sumatera Utara hingga tahun
1947.
3. Menjelaskan latarbelakang upaya percetakan berbagai macam ORIDA
di Sumatera Utara tahun 1947-1950.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah referensi dan khasanah penelitian tentang sejarah uang
(sejarah ekonomi) lokal di Indonesia.
2. Untuk masyarakat umum, penelitian ini dapat memberikan penjelasan
tentang sejarah uang lokal (daerah).
3. Aspek praktis yang dapat diharapkan dari penelitian ini ialah dapat
dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah untuk menghadirkan
museum uang daerah.
1.4 Tinjauan Pustaka
Informasi terkait latar belakang pengeluaran kebijakan percetakan ORIDA
diperoleh dari berbagai buku. Buku yang pertama ialah buku terbitan Dinas Sejarah
Kodam II Bukit Barisan yang berjudul “Perang kemerdekaan di Sumatera 1945
-1950”. Buku ini banyak menceritakan perjuangan melawan pasukan sekutu yang
masuk ke daerah-daerah di Sumatera serta kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera
dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di dalam buku ini sedikit
mengatasi kesulitan keuangan dengan mengeluarkan uang daerah masing-masing.
Buku ini membantu penulis memperoleh informasi terkait upaya-upaya yang
dilakukan pemerintah di berbagai kabupaten di Sumatera Utara dalam menghadapi
perang dan kesulitan ekonomi.
Buku selanjutnya yang memberikan informasi tentang ORIDA ialah buku
berjudul “Sejarah Bank Indonesia Periode I: 1945-1959” yang di editori oleh J.D.
Parera. Di dalam buku ini secara detail dijelaskan tentang sejarah lahirnya Bank
Indonesia mulai proses nasionalisasi dari De Javasche Bank hingga menjadi bank
sentral di Indonesia. Sejalan dengan pemaparan sejarah Bank Indonesia, buku ini juga
menjelaskan kondisi perekonomian Indonesia awal kemerdekaan serta latar belakang
pengeluaran kebijakan pencetakan uang di Indonesia. Buku ini banyak memberikan
informasi kepada penulis dalam memahami kondisi keuangan dan perbankan
Indonesia pada tahun 1945-1950 yang menjadi bagian penting dalam penulisan
skripsi ini.
Buku karangan Suprayitno yang berjudul, “Mencoba Lagi Menjadi Indonesia,
Dari Federalisme ke Unitarisme: Studi Tentang Negara Sumatera Timur” juga
menjadi salah satu sumber informasi penelitian ini. Buku ini berisi tentang kondisi
Sumatera Timur awal kemerdekaan hingga terbentuknya Negara Sumatera Timur
akibat sakit hati para kaum aristokrat kerajaan di Sumatera Timur yang dibunuh pada
Timur di awal terbentuknya menjadi sebuah negara yang berdiri sendiri dan
perubahan pemerintahan yang terjadi di dalamnya.
Sumber informasi lain tentang ORIDA adalah buku yang berjudul “Sejarah
Kebijakan Moneter Indonesia Jilid I (1945-1958)” karangan Oey Beng To. Di dalam
buku ini dijelaskan mengenai kondisi ekonomi dan politik Indonesia awal
kemerdekaan dan upaya pemerintah pada masa itu mengeluarkan kebijakan moneter
dalam hal keuangan untuk perbaikan ekonomi. Buku ini juga menjelaskan kondisi
pemerintahan Indonesia awal kemerdekaan hingga masuknya sekutu yang menguasai
daerah-daerah penting di Indonesia, termasuk Jakarta yang pada awal kermerdekaan
adalah kota pemerintahan Republik Indonesia. Kebijakan “Gunting Syafrudin” yang
menandakan akhir berlakunya ORIDA serta berlakunya satu jenis uang Republik
Indonesia Serikat (RIS) juga menjadi bahasan di dalam buku ini. Buku ini banyak
memberi informasi kepada penulis terkait kebijakan-kebijakan moneter yang
dikeluarkan pemerintah dalam menghadapi masalah ekonomi dan keuangan di
Indonesia pada masa awal dan revolusi kemerdekaan.
Untuk mendukung penelitian ini, perlu dilakukan langkah-langkah teoritis
menggunakan kajian diluar disiplin ilmu sejarah. Untuk itu perlu kiranya memahami
buku karangan Indera Dermawan dalam bukunya,” Pengantar Uang dan Perbankan”.
di dalam buku ini dijelaskan secara lengkap fungsi dan jenis uang serta kaitannnya
Skripsi yang ditulis oleh Arif Budiman dengan judul “Kajian Makna Simbolik
Visual Uang Kertas Masa Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) di Sumatera”
juga menjadi salah satu sumber informasi dalam penelitian ini. Skripsi ini membahas
makna yang terkandung di dalam gambar yang terdapat pada uang daerah di Pulau
Sumatera. Dalam skripsi ini disinggung sedikit tentang sejarah ORIDA di Sumatera
termasuk salah satunya adalah Uang Republik Indonesia Pulau Sumatera (URIPS).
1.5 Metode Penelitian
Metode menjadi bagian yang wajib dalam setiap penelitian, terutama metode
penelitian. Metode Penelitian merupakan aturan sistematis yang berguna sebagai
proses dalam memperoleh fakta-fakta dan perinsip-perinsip untuk mencari kebenaran
dari permasalahan. Metode yang penulis pergunakan dalam melakukan penelitian ini
adalah metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis
secara kritis rekaman dan jejak-jejak peninggalan sejarah.11 Dalam penerapannya,
metode sejarah menggunakan empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik,
interpretasi, dan historiografi.
Tahap pertama adalah heuristik yakni mengumpulkan sumber-sumber yang
berkaitan dengan permasalahan yang kita teliti. Metode yang penulis lakukan dalam
heuristik adalah studi arsip dan studi pustaka. Studi arsip dilakukan dengan
11
mengumpulkan sejumlah data-data primer berupa arsip terkait kebijakan dan
peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia, Pemerintah Provinsi Sumatera,
serta pemerintah keresidenan-keresidenan yang ada di Sumatera Utara masa revolusi
kemerdekaan dalam hal pencetakan ORIDA. Untuk mengumpulkan arsip-arsip
tentang ORIDA, penulis mengunjungi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI),
Museum Negeri Medan, Museum Bank Indonesia Jakarta, Bank Indonesia cabang
Medan dan Bank Indonesia Pusat Jakarta.
Selain studi arsip, dalam heuristik metode yang paling sering digunakan
adalah studi pustaka. Studi pustaka penulis lakukan untuk mengumpulkan
sumber-sumber yang berhubungan dengan penelitian ini baik dalam bentuk buku, skripsi,
tesis, disertasi, jurnal dan lainnya. Untuk mengumpulkan sumber pustaka penulis
mengunjungi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara, Perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan T. Lukman Sinar, dan
Perpustakaan Kota Pematang Siantar.
Setelah terkumpul sumber-sumber yang berhubungan dengan penelitian ini,
maka tahapan selanjutnya adalah kritik sumber, baik kritik intern maupun ekstern.
Kritik ekstern dilakukan untuk memilah apakah dokumen itu diperlukan atau tidak
serta menganalisis apakah dukumen yang telah dikumpulkan asli atau tidak dengan
mengamati tulisan, ejaan, jenis kertas serta apakah dokumen tersebut isinya masih
sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
kredibilitas sumber atau kebenaran isi dari sumber tersebut.12
Tahapan selanjutnya adalah Interpretasi yaitu memuat analisis dan sintesis
terhadap data yang telah dikritik atau diverifikasi. Tahapan ini dilakukan dengan cara
menafsirkan fakta, membandingkannya untuk diceritakan kembali dalam bentuk
tulisan. Tahapan terakhir dari metode ini adalah historiografi atau penulisan. Tahapan
penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang telah ditafsirkan baik secara tematis
maupun kronologis dapat dituliskan. Historiografi merupakan proses mensintesakan
fakta, suatu proses menceritakan rangkaian fakta dalam suatu bentuk tulisan kritis
analitis dan bersifat ilmiah sehingga tahap akhir penulisan ini dapat dituangkan dalam
bentuk skripsi dengan terlebih dahulu menulis rancangan daftar isi skripsi.
12