• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Tensile Bond Strength Resin Komposit Berbasis Silorane dengan Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda pada Restorasi Klas I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Tensile Bond Strength Resin Komposit Berbasis Silorane dengan Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda pada Restorasi Klas I"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN TENSILE BOND STRENGTH RESIN KOMPOSIT

BERBASIS SILORANE DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM

ADHESIF YANG BERBEDAPADA RESTORASI KLAS I

(PENELITIAN IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

BUNGA INDAH SARY

070600028

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi Tahun 2011

Bunga Indah Sary

Perbedaan Tensile Bond Strength Resin Komposit Berbasis Silorane

dengan Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda pada Restorasi Klas I.

xii + 59 halaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tensile bond strength dari resin komposit berbasis silorane terhadap dentin dengan menggunakan bahan adhesif self-etch two-step yang berbeda (Silorane System Adhesive dan Adper SE Plus) pada restorasi klas I premolar bawah.

Sampel berjumlah 32 buah gigi premolar satu dan dua rahang bawah yang diekstraksi untuk keperluan ortodonti, terdiri dari dua kelompok perlakuan yaitu kelompok I diaplikasikan sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive) dengan resin komposit berbasis silorane. Kelompok II diaplikasikan sistem adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus) dengan resin komposit berbasis silorane.

Gigi direstorasi di permukaan oklusal, gigi dipotong sampai batas servikal. Permukaan oklusal sampel ditumpat dengan resin komposit menggunakan sistem adhesif sesuai kelompok. Semua sampel ditanam dalam tabung plastik berdiameter 13 mm dan tinggi 17 mm berisi self curing acrylic. Sampel uji tarik dengan menggunakan alat uji tarik Torsee`s Electronic System Universal Testing Machine

(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tensile bond strength

resin komposit berbasis silorane dengan menggunakan bahan adhesif self-etch two-step yang berbeda (Silorane System Adhesive dan Adper SE Plus).

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 29 NOVEMBER 2011

OLEH : Pembimbing

NIP : 19560105 198203 2 002 Cut Nurliza, drg., M.Kes

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi berjudul

PERBEDAAN TENSILE BOND STRENGTH RESIN KOMPOSIT BERBASIS

SILORANE DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM ADHESIF

YANG BERBEDA PADA RESTORASI KLAS I (IN VITRO)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

NIM : 070600028 BUNGA INDAH SARY

Telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 29 November 2011

dan dinyatakan telah memenui syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

NIP : 19560105 198203 2 002 Cut Nurliza, drg., M.Kes

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara yang memberi izin dilaksanakannya penelitian. 2. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU dan sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, pengarahan serta dorongan semangat kepada penulis mulai dari pembuatan proposal, penelitian, seminar hasil hingga penyusunan dan penyempurnaan skripsi ini.

3. Erna Sulityawati, drg., Sp.Ort(K) selaku penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani masa pendidikan di FKG USU.

(7)

5. Prof. Dr. Harry Agusnar, drs., M.Sc., M.Phil selaku Ketua Bagian Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU, beserta Bapak Aman atas izin bantuan fasilitas, dan bimbingan untuk pelaksanaan penelitian ini.

6. Abdul Jalil Amri Arma, drs., M.Kes, selaku Pembantu Dekan III FKM USU, atas bantuannya dalam analisis statistik hasil penelitian.

7. Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga khususnya penulis sampaikan kepada ayahanda H. Martua Raja Harahap dan ibunda Hj. Zaitun Lubis serta saudara penulis Bang Uli, Bang Andry, Aulia, Kak Vida, Kak Rina, Zulkifli atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan serta segala bantuan moril maupun material selama menempuh pendidikan.

8. Mirhansyah Perdana dan Sartika Dewi yang telah memberikan motivasi, kasih sayang, doa, dan dukungan.

9. Sahabat-sahabat penulis Riona, Lia, Merry, Yunda, Riza, Tasya, Putri, Kiki, Frisca, Yuli, Iiyani, Kesevan, Sandra, dan teman-teman stambuk 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas informasi dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

10. Senior-senior Fattimiarni, Tika Ike, Lusiana, yang memberikan motivasi, petunjuk dan masukan kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.

(8)

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran bagi fakultas, pengembangan ilmu dan peningkatan mutu kesehatan gigi masyarakat.

Medan, November 2011

Penulis,

(Bunga Indah Sary)

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN………. ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……… iii

KATA PENGANTAR………. iv

1.1Latar belakang masalah……… 1

1.2Rumusan masalah………. 5

1.3Tujuan penelitian……….. 6

1.4Manfaat penelitian……… 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 7

2.1 Resin Komposit…….……….. 7

2.2 Sistem Adhesif………. 13

2.2.1 Sistem adhesif silorane……… 17

2.3 Tensile Bond Strength……….. 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka konsep………. 22

3.2 Hipotesis penelitian………. 24

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis penelitian………. 25

(10)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……….. 25

4.4 Besar sampel………... 26

4.5 Identifikasi variabel penelitian……… 27

4.6 Definisi operasional……… 29

4.7 Alat dan Bahan Penelitian……….. 30

4.8 Prosedur Penelitian………. 33

4.9 Analisa Data……… 40

BAB 5 HASIL PENELITIAN………. 41

5.1 Hasil Penelitian……….. 41

5.2 Analisis Hasil Penelitian……… 42

BAB 6 PEMBAHASAN……….. 44

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN……… 50

7.1 Kesimpulan………. 50

7.2 Saran………... 50

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Resin Komposit Silorane (Filtek P90) dan

Methacrylate(Filtek P60)……… 10

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Ikatan Matriks Resin Silorane ……….. 12

2. Definisi Terminologi Sistem Adhesif ………... 13

3. Mekanisme Perlekatan Self-Etch Primer ……….. 17

4. Mekanisme Perlekatan Sistem Adhesif Silorane ……….. 20

5. Bahan Penelitian ………... 31

6. Alat Penelitian I ……… 32

7. Alat Penelitian II ………... 32

8. Alat Uji Tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine (2tf “Senstar”, SC-2-DE, Tokyo-Japan) ……… 33

9. Penanaman Sampel pada Balok Gips………. 34

10.Diagram Preparasi Klas I……… 34

11.Preparasi Kavitas Klas I Premolar ………. 35

12.Aplikasi Bahan Etsa Asam selama 20 detik ……….. 36

13.Pengeringan Bahan Etsa selama 10 detik ……….. 36

14.Aplikasi Resin Komposit ………... 37

15.Proses Penyinaran ……….. 37

16.Proses Thermocycling 5o 17.Proses Thermocycling 55 C……… 38

o 18.Sampel yang Sudah Ditanam dalam Akrilik ……… 39

C……….. 38

(13)
(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Alur Pikir ……… 55 Lampiran 2 Skema Alur Penelitian ……… 57 Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Kekuatan

(15)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi Tahun 2011

Bunga Indah Sary

Perbedaan Tensile Bond Strength Resin Komposit Berbasis Silorane

dengan Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda pada Restorasi Klas I.

xii + 59 halaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tensile bond strength dari resin komposit berbasis silorane terhadap dentin dengan menggunakan bahan adhesif self-etch two-step yang berbeda (Silorane System Adhesive dan Adper SE Plus) pada restorasi klas I premolar bawah.

Sampel berjumlah 32 buah gigi premolar satu dan dua rahang bawah yang diekstraksi untuk keperluan ortodonti, terdiri dari dua kelompok perlakuan yaitu kelompok I diaplikasikan sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive) dengan resin komposit berbasis silorane. Kelompok II diaplikasikan sistem adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus) dengan resin komposit berbasis silorane.

Gigi direstorasi di permukaan oklusal, gigi dipotong sampai batas servikal. Permukaan oklusal sampel ditumpat dengan resin komposit menggunakan sistem adhesif sesuai kelompok. Semua sampel ditanam dalam tabung plastik berdiameter 13 mm dan tinggi 17 mm berisi self curing acrylic. Sampel uji tarik dengan menggunakan alat uji tarik Torsee`s Electronic System Universal Testing Machine

(16)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tensile bond strength

resin komposit berbasis silorane dengan menggunakan bahan adhesif self-etch two-step yang berbeda (Silorane System Adhesive dan Adper SE Plus).

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penggunaan resin komposit di bidang kedokteran gigi berkembang dengan pesat sebagai bahan restorasi yang mementingkan estetis.1 Hal ini dikarenakan resin komposit juga memiliki beberapa kelebihan antara lain, mempunyai warna yang menyerupai warna gigi asli, penghantar panas yang rendah, tahan lama untuk gigi anterior, dapat berikatan kuat dengan jaringan keras gigi, dan tidak larut dalam cairan mulut.2 Perbaikan dari sifat fisik dan sifat mekanik resin komposit telah memungkinkan material restorasi tersebut digunakan untuk gigi posterior.3 Restorasi resin sangat mengharapkan perlekatan yang kuat dan dapat bertahan lama pada jaringan gigi. Pada saat ini, resin komposit masih menduduki peringkat pertama dalam urutan tumpatan estetik. Walaupun telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna, daya tahan terhadap tekanan kunyah dan kerapatan tepi, namun resin komposit memiliki kelemahan yaitu terjadinya pengerutan setelah polimerisasi, sehingga menyebabkan terjadi kebocoran tepi antara tumpatan dan jaringan gigi, timbulnya rasa sakit setelah penumpatan, terjadinya karies sekunder dan tidak didapatnya titik kontak.1

Banyak penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik resin komposit terus berkembang terutama masalah kontraksi polimerisasi resin komposit. Perbaikan dari resin komposit ini dilakukan dengan mengoptimalkan bahan pengisi

(18)

sedangkan bahan dasar matriks organiknya tetep sama. Hampir semua resin komposit memiliki matriks resin dimethacrylates seperti Bis-GMA , TEGDMA, atau UDMA yang umum digunakan dalam komposit gigi. Dari perbaikan yang telah dilakukan, penyembuhan masalah kontraksi polimerisasi belum dapat dicapai. Strategi utama untuk mengatasi masalah kontraksi polimerisasi difokuskan pada peningkatan bahan

filler, sehingga mengurangi proporsi dari resin methacrylate. Karena masalah penyusutan ini disebabkan oleh matriks resin, semakin rendah proporsi resin dalam komposit semakin rendah penyusutan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan mengubah matriks resin komposit yang telah ada akan dapat mengatasi masalah kontraksi polimerisasi.

Dalam usaha untuk mengurangi kontraksi polimerisasi, para peneliti di bidang kedokteran gigi telah mengembangkan suatu resin komposit dengan komponen matriks resin yang berbeda dengan methacrylate,yaitu resin komposit berbasis

silorane . Menurut Weinman et al (2005) menyatakan bahwa silorane merupakan bahan resin yang berbasis sistem monomer matriks baru yaitu siloxane dan oxirane

yang memiliki tekanan pengerutan lebih rendah dan warna yang lebih stabil dibandingkan resin komposit berbasis methacrylate.

5

4

(19)

memiliki kontraksi polimerisasi yang rendah disebabkan oleh adanya monomer

oxirane dan silorane yang saling berikatan kuat.6

Ilie et al (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa silorane lebih sedikit menyerap air dan memiliki solubilitas yang tinggi sehingga menghasilkan kestabilan hidrolitik dan juga kestabilan warna yang lebih baik dibanding resin methacrylate.7 Lien et al.(2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa silorane memiliki pengerutan polimerisasi yang paling rendah, flexural strength/modulus yang lebih tinggi, tetapi memiliki compressive strength yang lebih rendah dibanding dibandingkan dengan ke lima jenis resin komposit berbasis methacrylate yaitu

compomer, giomer, nanocomposite, hybrid dan micro-hybrid. Kelebihan lain yang dimiliki silorane adalah sifat matriks resin yang hidrofobik.8 Klautau et al (2011) dalam penelitiannya pada kavitas klas I incisivus menyatakan bahwa tidak ada perbedaan adapatasi marginal antara empat jenis resin komposit dan resin silorane.

Suatu faktor yang berperan terhadap kebocoran marginal pada restorasi resin komposit yaitu kontraksi bahan selama terjadi polimerisasi.9

(20)

Sistem adhesif yang berkembang saat ini sudah mencapai generasi ke-7. Dewasa ini, sistem adhesif self-etch telah menjadi pilihan bagi para dokter gigi. Hal ini dikarenakan sistem adhesif self-etch memiliki beberapa kelebihan antara lain, relatif mudah dalam penggunaannya, dapat mengurangi sensitivitas post-operative

dibandingkan dengan sistem adhesif total-etch.11 Sistem adhesif resin komposit

silorane adalah sistem adhesif Silorane System Adhesive (self-etch two step). Sistem adhesif dari resin komposit silorane dirancang khusus sesuai dengan komponen matriks silorane karena resin komposit berbasis silorane ini memiliki komponen matriks yang berbeda dengan methacrylate. Sistem adhesif resin komposit silorane

adalah sistem adhesif Silorane System Adhesive (self-etch two step).5 Prachi Joshi et al (2008) menyatakan bahwa silorane merupakan resin komposit yang pertama dengan tingkat pengerutannya kurang dari 1%, kuat dan tahan lama, daya serap air yang rendah, silorane diindikasikan untuk kavitas klas I dan II posterior dengan sistem adhesif self-etch untuk mendapatkan tensile bond strength yang baik.

Al-Boni dan Raja (2010) melakukan penelitian terhadap kebocoran mikro antara resin komposit berbasis silorane yang menggunakan sistem adhesif silorane

dengan dua jenis methacrylate yang menggunakan sistem adhesif self-etch (Adper SE Plus dan Peak Self-Etch Adhesive) pada kavitas klas I premolar, hasilnya meskipun semua mengalami kebocoran mikro, resin komposit berbasis silorane mengalami tingkat kebocoran mikro yang lebih rendah dibanding resin komposit berbasis

methacrylate.

12

13

(21)

diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa kedua jenis resin komposit berbasis

silorane dan methacrylate memilik tensile bond strength yang secara signifikan tidak berbeda (sama), walaupun dalam hal pengerutan resin komposit berbasis silorane

lebih rendah.14 Klautau et al. (2011) membandingkan tingkat pengerutan antara resin komposit berbasis silorane yang menggunakan sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive) dan empat jenis resin komposit methacrylate yang menggunakan sistem adhesif yang sama yaitu sistem adhesif self-etch (Acid & Adper Single Bond). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa resin komposit berbasis silorane memiliki tingkat pengerutan yang paling rendah. Menurut Klautau

et al. yang menentukan besar kekuatan perlekatan yang dihasilkan tergantung pada bahan adhesif yang digunakan adalah sistem adhesif silorane dan kurang berpengaruh pada pengerutan yang terjadi pada resin komposit.

Dari uraian di atas diketahui bahwa, resin komposit berbasis silorane

dirancang khusus menggunakan sistem adhesif silorane (self-etch two-step) untuk mendapatkan tensile bond strength yang baik. Namun, belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tensile bond strength resin komposit berbasis silorane

dengan menggunakan sistem adhesif yang berbedapada restorasi klas I. 9

1.2 Rumusan Masalah

(22)

1.3 Tujuan penelitian

Untuk mengetahui perbedaan tensile bond strength resin komposit berbasis

silorane dengan menggunakansistem adhesif yang berbedapada restorasi klas I

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam memilih sistem adhesif yang dapat menghasilkan tensile bond strength yang baik dari bahan restorasi.

1.4.2 Sebagai bahan informasi bagi dokter gigi dalam pemilihan sistem adhesif yang dapat menghasilkan kekuatan perlekatan yang baik.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kemajuan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran gigi semakin berkembang terutama pada bahan komposit dan bahan adhesif. Sejalan dengan perkembangan tersebut, masyarakat juga telah semakin sadar akan pentingnya faktor estetika dari suatu restorasi gigi. Telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap tekanan kunyah, namun kontraksi polimerisasi masih menjadi masalah terbesar pada bahan restorasi resin komposit.4,5,6 Dalam usaha untuk mengurangi kontraksi polimerisasi, para peneliti di bidang kedokteran gigi mengembangkan suatu resin komposit dengan komponen matriks resin baru.

2. 1 Resin Komposit

6,10

Resin komposit merupakan bahan yang kompleks, yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: komponen organik (resin) yang membentuk matriks, bahan pengisi (filler) anorganik dan bahan interfasial untuk menyatukan resin dan filler

(24)

Bowen (1960) memperkenalkan material resin komposit yang mempunyai warna yang hampir menyerupai gigi asli, tetapi memiliki kelemahan yaitu adanya kontraksi polimerisasi yang menyebabkan terjadinya kehilangan kontak antara resin komposit dan dinding kavitas sehingga mengakibatkan terbentuknya celah pada tepi restorasi.4,28 Sensi et al. (2004), tekanan pengerutan resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu pengikatan terhadap dinding kavitas, hal ini merupakaan salah satu penyebab utama terjadinya celah mikro.31 Restorasi komposit yang baik secara klinis bergantung pada polimerisasi yang sempurna. Duarte et al. (2009) menyatakan bahwa resin komposit berbasis methacrylate mengalami pengerutan polimerisasi sebesar 2,3 – 3% sedangkan resin komposit berbasis silorane hanya 0,9%.

Polimerisasi pada resin komposit menggunakan gugus radikal yang diperoleh melalui aktivasi dengan cahaya (light-cured composite) atau senyawa kimia ( self-cured composite). Sistem pembentuk radikal bebas yang terkandung dalam resin komposit yang diaktivasi cahaya terdiri atas molekul-molekul fotoaktivator

chomporoquinone dan inisiator benzoil peroksida. Bila kedua komponen ini tidak disinari, maka keduanya tidak akan bereaksi. Sebaliknya, bila disinari dengan panjang gelombang yang tepat akan merangsang fotoinisiator bereaksi dengan aktivator

benzoil peroksida membentuk radikal bebas. Resin komposit yang diaktivasi sinar akan mengalami pengkerutan polimerisasi ke arah sumber sinar. Pengkerutan polimerisasi berhubungan dengan c-factor (faktor konfigurasi). C-factor merupakan

(25)

perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan bebas. Semakin luas permukaan terikat, kontraksi akan semakin besar.3

Restorasi resin sangat mengharapkan perlekatan yang kuat dan dapat bertahan lama pada jaringan gigi. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik resin komposit terus berkembang terutama masalah kontraksi polimerisasi resin komposit. Perbaikan dari resin komposit ini dilakukan dengan mengoptimalkan bahan pengisi sedangkan bahan dasar matriks organiknya tetap sama. Hampir semua resin komposit memiliki matriks resin dimethacrylates seperti Bis-GMA , TEGDMA, atau UDMA yang umum digunakan dalam komposit gigi. Resin bis-GMA ini mempunyai molekul yang tinggi dan masih terlalu kental untuk digunakan sebagai monomer, oleh sebab itu ditambahkan monomer lain sebagai pengencer untuk mengurangi kekentalannya. Pengencer bisa berupa monomer metakrilat dan monomer dimetakrilat. Kebanyakan bahan resin saat ini menggunakan molekul bis-GMA, yang merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A dan

glisidil metakrilat. Dari perbaikan yang telah dilakukan, penyembuhan masalah kontraksi polimerisasi belum dapat dicapai. Strategi utama untuk mengatasi masalah kontraksi polimerisasi difokuskan pada peningkatan bahan filler, sehingga mengurangi proporsi dari resin methacrylate. Karena masalah penyusutan ini disebabkan oleh matriks resin, semakin rendah proporsi resin dalam komposit semakin rendah penyusutan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan mengubah matriks resin komposit yang telah ada akan dapat mengatasi masalah kontraksi polimerisasi.

(26)

resin komposit berbasis silorane, terutama untuk mengatasi masalah pengerutan yang mendukung perlekatan yang baik.Resin komposit berbasis silorane merupakan bahan resin yang berbasis sistem monomer baru yang memiliki tekanan pengerutan lebih rendah dan warna yang lebih stabil dibandingkan resin komposit berbasis

methacrylate.4Hal ini disebabkan oleh matriks resin dan mekanisme kimia dari resin komposit silorane yang berbeda dengan resin komposit methacrylate.

Tabel 1. KOMPOSISI RESIN KOMPOSIT SILORANE DAN METHACRYLATE

5

Matriks Resin : Siloxane, Oxirane

Filler : Quartz, Yttrium

Matriks Resin : Bis-GMA, Bis-EMA, UDMA, TEGDMA

Filler : Zirconia/silica Initiator : Camphorquinone

Matriks resin komposit berbasis silorane yaitu gabungan dari monomer

siloxane dan oxirane yang bersifat hydrophobic. Siloxane ini berasal dari kata silikon, oksigen, dan alkana. Monomer silikon yang terkandung di dalam siloxane

menyebabkan resin silorane memiliki sifat hydrophobic. Oxirane telah banyak digunakan dalam bidang teknis, terutama dalam hal yang memerlukan kekuatan seperti pembuatan alat-alat olahraga, industri otomotif dan penerbangan. Monomer

(27)

sifat yang hydrophobic dan penyusutan yang rendah. Hal ini juga yang membedakan resin silorane dengan resin methacrylate . Silorane memiliki partikel bahan pengisi yang merupakan material anorganik yg ditambahkan pada matriks resin. Partikel bahan pengisi pada komposit berbasis silorane adalah fine quartz partikel dan yttrium flouride.12 Dimana permukaan partikel dilapisi oleh silane yang diperlukan untuk memberikan ikatan antara partikel pengisi dan matriks resin.4 Keuntungan dari penambahan partikel bahan pengisi ini adalah dapat menguatkan matriks resin, mengurangi penyusutan saat polimerisasi, mengurangi thermal ekspansi dan kontraksi, meningkatkan viskositas, mengurangi resorbsi air serta meningkatkan

radiopacity.27,28 Selain bahan pengisi (filler), silorane juga memiliki sistem inisiator yang salah satu komponennya adalah camphorquinone.12 Dimana sistem ini mengaktifkan mekanisme pengerasan atau polimerisasi dan juga dapat meminimalkan

stress pada saat polimerisasi(Tabel 1).

Salah satu komponen dari sistem inisiator resin komposit silorane adalah

camphorquinone yang dapat mengaktifkan mekanisme pengerasan dengan spektrum cahaya dari sumber cahaya konvensional polimerisasi gigi. Silorane dapat disinari dengan halogen light curing maupun light-emitting diode (LED) light curing unit. Proses polimerisasi menggunakan halogen light curing dengan panjang gelombang 400-500 nm dengan intesitas 500-1400 mW/cm

5

2

(28)

komposit microhybrid dengan bahan pengisi dasar berukuran partikel 0,1-1 µm dikombinasikan dengan bahan pengisi mikro 3-5% berat.

Silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan monomer siloxane dan oxirane.

Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat hydropobic dan oxirane sangat dikenal karena penyusutannya yang rendah dan stabilitasnya yang sangat baik terhadap pengaruh reaksi fisik dan kimia.

5

12,34,35

Weinmann et al (2005) menyatakan bahwa silorane merupakan bahan resin berbasis sistem monomer baru yang sangat menjanjikan. Mekanisme untuk mengurangi stress pada sistem ini diperoleh dengan terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.4 Monomer saling terhubung dengan cara oxirane yang bentuknya seperti cincin membuka, meluruskan dan memperluas monomer. Hasilnya volume hanya sedikit berkurang, sedangkan resin methacrylate

pada saat polimerisasi monomer matriks resinnya berbentuk linear. Hal tersebut yang yang menyebabkan resin silorane memiliki tingkat pengerutan lebih rendah (Gambar 1).5

(29)

2. 2 Sistem Adhesif

Secara terminologi, adhesi adalah proses perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Permukaan atau substansi yang berlekatan disebut adherend.

Adhesif adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang menggabungkan dua substansi hingga mengeras, dan mampu memindahkan suatu kekuatan dari satu permukaan ke permukaan lainnya. Bahan perekat atau adhesif, atau bonding agent/adhesive system adalah bahan yang bila diaplikasikan pada permukaan suatu benda dapat melekat, dapat bertahan dari pemisahan, dan dapat menyebarluaskan beban melalui perlekatannya (Gambar 2).16

Gambar 2. defenisi terminologi sistem adhesif

Sejak Buonocore (1955) memperkenalkan teknik etsa asam, banyak penelitian telah mencoba metode-metode untuk mempertahankan adhesi antara resin dan struktur gigi. Etsa asam mengubah permukaan enamel yang licin menjadi

(30)

permukaan yang sangat tidak beraturan dan juga meningkatkan energi permukaannya. Ketika suatu bahan berbasis resin diaplikasikan ke permukaan yang teretsa, resin berpenetrasi ke dalam permukaan tersebut. Monomer-monomer dalam bahan tersebut berpolimerisasi dan menyatu dengan permukaan enamel merupakan mekanisme adhesi dari resin ke enamel (Gambar 2).

Berdasarkan perkembangannya, sistem adhesif dibagi dalam beberapa generasi, yaitu:

20

1. Generasi ke-1 dari sistem adhesif diperkenalkan oleh Buonocore et al.

(1956) dengan menggunakan asam gliserofosforik dimetakrilat (mengandung resin) yang dilekatkan ke dentin yang telah di etsa dengan asam hidroklorik. Perlekatan ini disebabkan interaksi antara molekul resin dengan ion kalsium dari hidroksiapatit, tetapi kekuatan daya lekatnya akan berkurang apabila terkena air.

15,16,20,21,22,23,24

2. Generasi ke-2 menggunakan ester fosfat yang merupakan derivat metakrilat. Sistem ini menggunakan interaksi ion antara grup fosfat yang bermuatan negatif dengan kalsium yang bermuatan positif. Oleh karena dentin tidak di etsa, maka bahan bonding akan melekat ke smear layer dan bukan permukaan dentin. Beberapa contoh sistem bonding generasi ke-2 yaitu Bondlite (Kerr Corporation) dan

Prisma Universal Bond (Dentsply).

(31)

4. Perlekatan pada dentin yang dapat diandalkan dimulai dari generasi ke-4. Yang mengandung 3 unsur utama, yaitu bahan etsa, primer, dan adhesif. Nakabayshi

et al. (1982) mengemukakan bahwa kunci dari perlekatan bahan adhesif ke dentin adalah terbentuknya lapisan hibrid (hybrid layer atau hybrid zone). Sistem adhesif

total-etch merupakan karakter utamanya dengan menggunakan asam fosfor selama 15-20 detik. Pengetsaan dentin (menyingkirkan seluruh smear layer, membuka semua tubulus dentin dan kolagen terekspos), kemudian diikuti oleh aplikasi primer dan bahan adhesif yang akan berpenetrasi ke dalam tubulus dentin kemudian berpolimerasi membentuk resin tag. Beberapa contoh sistem bonding generasi ke-4 yaitu All-Bond 2 (Bisco), OptiBond FL (Kerr Corporation), dan Scocthbond Multi Purpose (3M ESPE).

5. Sistem adhesif generasi ke-5 dikembangkan untuk menyederhanakan langkah prosedur klinis sistem adhesif dan mencegah kolapsnya kolagen pada dentin yang termineralisasi. Generasi ke-5 ini terdiri dari dua sistem yang berbeda yaitu

One-bottle system merupakan kombinasi dari primer dan resin adhesif dalam satu botol yang diaplikasikan setelah pengetsaan email dan dentin secara simultan dengan asam phospor 35-37 % selama 15-20 detik.

16

19

Misalnya Gluma Coomfort Bond, OptiBond Solo, EasyBond, Prime & Bond NT (Dentsply), Single Bond (3M Dental

Product).

6. Sistem adhesif generasi ke-6 adalah Sel-etching primer atau two-step self-etch adhesive merupakan kombinasi antara etsa dan primer dalam satu botol diikuti dengan resin adhesif. Kombinasi ini dapat mengurangi waktu kerja, mengurangi sensitifitas dan untuk mencegah kolapsnya kolagen

16

.23

(32)

Self-etching primer antara lain Clearfil Liner Bond 2V, Clearfil Liner Bond II, Unfil Bond (GC Product), Adper SE Plus (3M ESPE).

7. Sistem adhesif generasi ke-7 merupakan perkembangan dari sistem adhesif self-etch yang menggabungkan bahan etsa, primer, dan adhesif dalam satu botol, tanpa adanya tahap-tahap aplikasi ataupun pencampuran bahan primer dan bahan adhesif, sistem ini dikenal dengan one-step self-etch system atau single solution. Contohnya Prompt L-Pop (3M Dental Product), iBond

16

TM

, dengan semakin berkembangnya sistem adhesif self-etch Bond Force (Tokuyama) yang dapat melepaskan flour dan menghasilkan lapisan hybrid yang dalam, dapat digunakan pada daerah yang lembab dan juga mengurangi sensitifitas pada gigi.

Pada sistem adhesif total-etch, seluruh smear layer akan disingkirkan dan serat kolagen akan terpapar akibat etsa asam sehingga dapat menciptakan kondisi yang baik untuk retensi mikromekanis melalui infiltrasi monomer resin, tetapi penyingkiran seluruh smear layer dari permukaan dentin menyebabkan jaringan kolagen yang terpapar menjadi kolaps.

25

Untuk mengatasi hal tersebut, dikembangkan sistem adhesif self-etch. Sistem adhesif self-etch menggunakan asam primer untuk memodifikasi smear layer, mendemineralisasikan permukaan dentin dan mengekspos kolagen. Aplikasi bahan adhesif akan berikatan dengan kolagen yang terekspos dan membentuk lapisan hybrid. Selain itu, asam primer akan menginfiltrasi smear plug

(33)

sehingga lapisan hybrid yang terbentuk lebih pendek jika dibandingkan dengan sistem total-etch.15

Gambar 3. Mekanisme perlekatan self-etching primers A. smear layer yang melekat pada permukaan dentin B. Aplikasi bahan primer (biru) dan akan berpenetrasi kedalam smear layer dan smear plug . C. Aplikasi bahan adhesif.

Berdasarkan jumlah tahapan dalam aplikasi klinisnya, sistem adhesif self-etch

dibagi atas dua kategori yaitu:

21

a. Two-step self-etch adhesive

19

Merupakan kombinasi bahan etsa dan primer digabung dalam satu botol, sehingga tediri dari dua tahap yaitu aplikasi self-etch primer dan aplikasi bahan adhesif. Kombinasi ini dapat mengurangi waktu kerja, mengurangi sensitifitas dan untuk mencegah kolapsnya kolagen.

b. One-step self-etch adhesive (all in one)

Semua unsur bahan bonding dikombinasikan dalam satu botol, sehingga hanya terdiri dari satu tahap aplikasi (single application).

2. 2. 1 Sistem adhesif silorane

(34)

methacrylate. Hal ini disebabkan resin komposit silorane memiliki komponen matriks resin yang berbeda dan monomer siloxane yang lebih hydrophobic dari resin komposit methacrylate. Bahan dari adhesif yang digunakan biasanya mempunyai komposisi kimia yang sama dengan komposisi resin komposit, sehingga sistem adhesif resin komposit silorane dirancang khusus sesuai dengan komponen matriks resinnya yaitu Silorane System Adhesive (self-etch two-step).5 Dewasa ini, sistem adhesif self-etch telah menjadi pilihan bagi para dokter gigi. Hal ini dikarenakan sistem adhesif self-etch memiliki beberapa kelebihan antara lain, relatif mudah dalam penggunaannya, dapat mengurangi sensitivitas post-operative dibandingkan dengan sistem adhesif total-etch.

Tabel 2. KOMPOSISI SITEM ADHESIF SILORANE DAN METHACRYLATE

11 Liquid A: water, HEMA, rose

(35)

Sistem adhesif silorane terdiri dari dua bagian, bagian yang pertama adalah bahan etsa dan primer yang bersifat hydrophilic dengan pH ±2,7. Pada prinsipnya, monomer asam dari bahan primer yang melekat pada jaringan gigi akan menciptakan pola retensi untuk kemudian menghasilkan perlekatan mikromekanis pada gigi. Bahan primer ini berisi monomer asam yaitu methacrylate terfosforilasi, vitrebond copolymer sebagai adhesif ke email dan dentin. Selanjutnya BisGMA dan HEMA, sistem pelarut yang terdiri dari air dan etanol untuk melembabkan dan penetrasi ke jaringan gigi, sistem fotoinisiator pada camphorquinone untuk mengaktifkan mekanisme pengerasan. Partikel filler dalam bahan primer adalah lithium aluminium silicate yang ukuran partikelnya ±7 nm. Bahan filler ini berguna untuk menambah kekuatan mekanis.

Bagian yang kedua adalah resin bonding yang bersifat hydrophobic. Resin bonding memiliki monomer hydrophobic guna menyesuaikan dengan resin komposit

silorane yang bersifat hydrophobic juga. Komponen lainnya, monomer asam yang memulai pembukaan cincin dari resin komposit silorane sehingga menghasilkan ikatan kimia. Resin bonding memiliki partikel filler yaitu lithium aluminium silicate

yang berguna untuk menambah kekuatan mekanis dan mempertahankan viskositas bahan bonding (Tabel 2 dan Gambar 3) .

5

(36)

Gambar 4. Mekanisme perlekatan Silorane System Adhesive12

2. 3 Tensile Bond Strength

Tensile bond strength atau kekuatan tarik perlekatan adalah besar beban tarik yang dapat diterima jaringan gigi dan tumpatan dihitung dengan alat uji tarik Torsee`s Electronic System Universal Testing Machine. Besar beban dalam Newton dihitung dari tumpatan dan jaringan gigi masih melekat hingga kedua komponen terlepas.16,17 Nilai yang lebih besar memberikan gambaran tensile bond strength yang lebih baik. Perlekatan mekanis terhadap dentin tidak dapat diperoleh dengan pengetsaan enamel oleh asam, walaupun begitu bahan adhesif mempunyai kemampuan untuk menciptakan suatu perlekatan kimia terhadap permukaan dentin dengan terjadinya penetrasi oleh resin terhadap dentin sampai terbentuknya hybrid layer.

Salah satu cara untuk mengevaluasi tensile bond strength bahan kedokteran gigi adalah dengan menggunakan uji tensile bond strength. Meskipun nilai yang diperoleh dari uji tensile bond strength tidak bersifat absolut, namun hasil uji tersebut dapat digunakan sebagai alat bantu untuk membandingkan efektivitas adhesi suatu

(37)

bahan adhesif. Untuk menganalisa tensile bond strength suatu bahan adhesif ke substrat (adherend), harus diamati di daerah mana terjadinya fraktur atau lepasnya perlekatan, jika bagian yang fraktur berada pada daerah interface antara struktur gigi dan bahan bonding maka disebut adhesive failure, dan jika bagian yang fraktur berada pada bagian adhesif atau pada substrat disebut cohesive failure.19 Oleh karena itu, tensile bond strength didefenisikan sebagai beban mekanis inisial yang dapat mengakibatkan fraktur atau menghasilkan adhesive failure dan adanya cohesive failure yang merupakan petunjuk untuk mengevaluasi kekuatan bahan bonding. Hampir semua uji kekuatan tarik dikategorikan menjadi tensile bond strength dan

shear bond strength.19

(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1Kerangka Konsep

(39)

Penelitian ini dilakukan pada restorasi klas I. Bahan restorasi yang digunakan adalah resin komposit berbasis silorane. Bahan dasar matriks resin yang digunakan resin komposit berbasis silorane merupakan gabungan monomer siloxane dan

oxirane.4 Monomer saling terhubung dengan cara oxirane yang bentuknya seperti cincin membuka, meluruskan dan memperluas monomer. Hasilnya penyusutan yang terjadi kecil/ pengerutan berkurang.5

Sistem adhesif self-etch menggunakan asam primer untuk memodifikasi

smear layer, mendemineralisasikan permukaan dentin dan mengekspos kolagen. Aplikasi bahan adhesif akan berikatan dengan kolagen yang terekspos dan membentuk lapisan hybrid. Selain itu, asam primer akan menginfiltrasi smear plug

dan mempersiapkan jalur bagi penetrasi bahan adhesif ke dalam smear plug dan kemudian berpolimerisasi membentuk resin tag.

Perlekatan resin komposit pada jaringan gigi berbeda yaitu pada enamel dan dentin sangat bervariasi karena perlekatan resin komposit terhadap enamel lebih baik dibandingkan dengan dentin dan adanya kontraksi polimerisasi dari material restorasi berbahan dasar resin menyebabkan polimerisasi shrinkage yang dapat mempengaruhi tensile bond strength antara permukaan gigi yang direstorasi dan bahan restorasi resin komposit. Salah satu upaya untuk meningkatkan perlekatan resin komposit pada jaringan gigi adalah penggunaan tehnik etsa asam dan bahan bonding adhesive.

15,17

Oleh karena terhalang oleh

smear layer, maka asam primer tidak dapat merembes lebih dalam sehingga lapisan

hybrid yang terbentuk lebih pendek jika dibandingkan dengan sistem total-etch.

Sistem adhesif yang digunakan untuk resin komposit silorane adalah sistem adhesif silorane ( self–etch two-step ). Sistem adhesif silorane terdiri dari dua bagian,

(40)

bagian yang pertama adalah bahan etsa dan primer yang bersifat hydrophilic dengan pH ±2,7. Pada prinsipnya, monomer asam dari bahan primer yang melekat pada jaringan gigi akan menciptakan pola retensi untuk kemudian menghasilkan perlekatan mikromekanis pada gigi. Bahan primer ini berisi methacrylate terfosforilasi,

vitrebond copolymer. Selanjutnya BisGMA dan HEMA, sistem pelarut yang terdiri dari air dan etanol untuk melembabkan dan penetrasi ke jaringan gigi, sistem fotoinisiator pada camphorquinone untuk mengaktifkan mekanisme pengerasan. Partikel filler dalam bahan primer adalah lithium aluminium silicate yang ukuran partikelnya ±7 nm. Bahan filler ini berguna untuk menambah kekuatan mekanis.5

Bagian yang kedua adalah resin bonding yang bersifat hydrophobic. Resin bonding memiliki monomer hydrophobic guna menyesuaikan dengan resin komposit

silorane yang bersifat hydrophobic juga. Komponen lainnya, monomer asam yang memulai pembukaan cincin dari resin komposit silorane sehingga menghasilkan ikatan kimia. Resin bonding memiliki partikel filler yaitu lithium aluminium silicate

yang berguna untuk menambah kekuatan mekanis dan mempertahankan viskositas bahan bonding.

3.2. Hipotesis Penelitian

5

Dari uraian di atas, maka dapat diambil hipotesis bahwa ada perbedaan tensile bond strength resin kompositberbasis silorane dengan menggunakan sistem adhesif yang berbedapada restorasi klas I.

(41)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Eksperimental Laboratorium Komparatif

4.2 Tempat dan Waktu

Tempat : 1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU 2. Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU Waktu : Juli 2011 – Oktober 2011

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi : Gigi premolar yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti.

4.3.2 Sampel : Gigi premolar bawah yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti.

4.3.3 Kriteria Penerimaan Sampel

Gigi premolar bawah manusia yang sudah dicabut dengan kriteria sebagai berikut: a. gigi premolar satu dan dua rahang bawah,

b. gigi premolar dengan foramen apikal yang sudah tertutup sempurna dan akar telah terbentuk sempurna,

(42)

4.4 Besar Sampel

Sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus rancangan eksperimental murni sebagai berikut :

(n-1) (r-1) ≥ 15 → r = ∑ perlakuan = 2 (n-1) (2-1) ≥ 15

n-1 ≥ 15 maka n ≥ 16

Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas adalah 16. Jumlah keseluruhan sampel gigi premolar bawah adalah 32 yang dibagi secara

random ke dalam dua kelompok perlakuan, yaitu :

Kelompok I : Restorasi kavitas klas I dengan resin komposit berbasis silorane

(Filtek™Silorane (3M ESPE)) dan sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive (3M ESPE))

Kelompok II : Restorasi kavitas klas I dengan resin komposit berbasis silorane

(43)

4.5 Variabel Penelitian

Variabel bebas

Sistem adhesif self-etch two-step

Variabel tergantung

Tensile bond strength (kekuatan tarik perlekatan) dengan alat uji tarik

Variabel terkendali

• Perendaman gigi dalam saline setelah ekstraksi

• Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I premolar (panjang = 4 mm, lebar = 2,5 mm, dan kedalaman = 3 mm) • Resin komposit berbasis silorane :

Filtek™Silorane (3M ESPE).

• Teknik insersi : incremental system

• Resin komposit berbasis silorane

• Jenis dan bentuk mata bur: diamond

berbentuk pear

• Ketajaman mata bur ( 1 bur untuk 5 gigi )

• Lama waktu penyinaran light cured

• Jarak penyinaran light-cured 2 mm • Arah penyinaran light cure : tegak

• Variasi struktur anatomi gigi (enamel dan dentin)

• Keberadaan smear layer

• Besar gigi dan variasi ukuran internal dari masing-masing gigi • Masa / jangka waktu pencabutan

(44)

4.5.1 Variabel bebas

- Sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive (3M ESPE)).

- Sistem adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus (3M ESPE)).

4.5.2 Variabel tergantung

- Tensile bond strength/ kekuatan tarik perlekatan dengan alat uji tarik.

4.5.3 Variabel terkendali

- Perendaman gigi dalam saline setelah ekstraksi - Desain dan ukuran preparasi kavitas klas I premolar.

(panjang = 4mm, lebar= 2,5mm, dan kedalaman = 3mm)

- Resin komposit berbasis silorane : FiltekSilorane (3M ESPE).

- Teknik insersi : incremental system

- Jenis dan bentuk mata bur : diamond berbentuk pear

- Ketajaman mata bur ( 1 bur untuk 5 gigi )

- Lam waktu penyinaran dan arah penyinaran light cure.

- Jarak penyinaran light cure :2 mm

- Arah penyinaran light cure : tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi - C-faktor

- Suhu dan proses thermocycling

4.5.4 Variabel tak terkendali

- Variasi struktur anatomi gigi - Keberadaan smear layer

(45)

- Masa/ jangka waktu pencabutan gigi premolar bawah sampai perlakuan

4.6 Definisi Operasional

- Restorasi klas I premolar adalah restorasi yang dibentuk pada gigi posteriorbagian oklusal (pits dan fissure) dengan ukuran panjang = 4mm, lebar= 2,5mm, dan kedalaman = 3mm.

- Resin komposit berbasis silorane adalah resin komposit yang bahan dasar matriks resinnya adalah monomer siloxane dan oxirane. Mekanisme untuk mengurangi stress pada sistem ini diperoleh dengan terbukanya cincin oxirane

selama polimerisasi.

- Sistem adhesif self-etch two-step (Silorane system adhesive (3M ESPE)) adalah sistem adhesif yang dirancang khusus untuk dipakai dengan resin komposit

silorane. Sistem ini merupakan kombinasi antara etsa dan primer dalam satu botol diikuti dengan resin adhesif.

- Sistem adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus (3M ESPE)) merupakan kombinasi antara etsa dan primer dalam satu botol diikuti dengan resin adhesif. Kombinasi ini dapat mengurangi waktu kerja, mengurangi sensitifitas dan untuk mencegah kolapsnya kolagen.

- Kekuatan tarik perlekatan/ tensile bond strength adalah besar beban tarik yang dapat diterima jaringan gigi dan tumpatan dihitung dengan alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200 kgf, dengan kecepatan tarik 1 mm/detik. Jika bagian yang patah berada antara gigi dan resin komposit disebut adhesive failure, sedangkan jika bagian yang patah berada pada gigi atau resin komposit disebut cohesive failure.

(46)

4.7 Alat dan Bahan Penelitian

4.7.1 Alat Penelitian :

- Tabung plastik 13 mm dan tinggi 17 mm - Pot akrilik

- Spuit 5 ml untuk irigasi

- Pus-pus untuk mengeringkan kavitas

- Pinset, spatula semen, instrumen plastis, sonde lurus, semen stopper

- Cotton pellet, wadah plastik - Mikromotor (Strong, Korea)

- Mata bur polish

- Halogen light curing unit ( SLC-III, Den-Tech, China. Panjang gelombang 380-510 nm )

- Alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine - Tabung baja sebagai alat bantu uji tarik

- Disc bur (Jota)

- Paku beton ukuran 2 inchi untuk retensi - Penggaris

- Jangka - Stopwatch

4.7.2 Bahan Penelitian

(47)

- Resin komposit berbasis silorane (Filtek™Silorane (3M ESPE))

- Sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive (3M ESPE)) - Sistem adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus (3M ESPE))

- Self Curing acrylic

- Saline untuk penyimpanan sampel penelitian - Vaseline

-Aquadest

Gambar 5. Bahan penelitian : A. bonding (Silorane Bond), B. bahan etsa (Silorane Etch), C. self curing acrylic

(48)

Gambar 6. Alat Penelitian I : A. Spatula Semen, B. Sonde, C. Pinset, D. Instrumen Plastis, E. Pus-pus, F. Spuit 5 ml, G. Cawan Porselin, H. Wadah Plastik, I. Cotton Pellet, J. Disc Bur, K. Bur

Diamond, L. Bur Polish, M. Brush, N. Paku, O. Semen Stoper, P. Tabung Plastik

(49)

Gambar 8. Alat Uji Tarik Torsee’s Electronic

System Universal Testing Machine (2tf “Senstar”, SC-2-DE, Tokyo-Japan)

4.8 Prosedur Penelitian

a. Pembuatan sampel

(50)

Gambar 9. Penanaman sampel pada balok gips

b. Perlakuan sampel penelitian 1. Preparasi sampel

Outline form desain restorasi klas I digambar pada permukaan oklusal seluruh sampel dengan bantuan jangka dan mistar untuk mendapatkan ukuran yang akurat, dengan ukuran . Preparasi dilakukan dengan menggunakan diamond bur berkecepatan tinggi berbentuk pear. Mata bur ditandai terlebih dahulu untuk mendapatkan kedalaman preparasi sebesar 3 mm

(51)

Gambar 11. Preparasi kavitas klas I gigi sampel.

2. Restorasi sampel

Permukaan oklusal yang telah dipreparasi, dicuci dan dikeringkan. Kelompok I dilakukan pengetsaan dengan sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive (3M ESPE)), aplikasikan bahan etsa dan primer dengan menggunakan kuas selama 15 detik, dikeringkan dengan semprotan udara selama 10 detik, light cure selama 10 detik, selanjutnya aplikasikan bahan bonding menggunakan kuas, dikeringkan dengan semprotan udara selama 10 detik, lalu light cure selama 10 detik. Kelompok II dilakukan pengetsaan dengan sistem adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus (3M ESPE)), etsa dan bahan primer diaplikasikan selama 20 detik, lalu dikeringkan dengan semprotan udara selama 10 detik, aplikasi resin bonding lalu dikeringkan dengan semprotan udara selama 10 detik dan light cure kembali selama 10 detik .

Pada kelompok I dan kelompok II diaplikasikan resin komposit berbasis

(52)

detik. Penumpatan kavitas dengan resin komposit dibuat meninggi dari permukaan gigi ±1,5 mm kemudian restorasi dipolis dengan menggunakan bur polish.

Gambar 12. Aplikasi bahan etsa selama 20 detik

(53)

Gambar 14. Aplikasi resin komposit

Gambar 15. Proses penyinaran

3. Proses Thermocycling

Seluruh sampel yang telah direstorasi dimasukkan ke dalam larutan saline

(54)

Gambar 16. Proses Thermocycling Gambar 17. Proses Thermocycling dalam suhu 50 C dalam suhu 55O C

3. Pemotongan akar sampel

Setelah seluruh sampel dipolis, sampel dipotong sampai 1/3 batas servikal dengan disc bur sehingga tinggal bagian mahkota sampai 1/3 akar

4. Pembuatan cetakan sampel

Cetakan sampel dibuat dari tabung syringe plastik 5 ml yang dipotong dengan panjang 1,5 cm menggunakan disc bur. Cetakan tersebut dilubangi pada 1/3 panjang dengan paku yang dipanasi untuk tempat paku yang berfungsi sebagai retensi uji tarik.

5. Penanaman sampel ke dalam cetakan

(55)

dilepas setelah akrilik mengeras, permukaan akrilik diolesi dengan vaseline tanpa mengenai permukaan gigi.

6. Pembuatan sampel antagonis

Setelah sampel ditanam, maka dibuat sampel antagonis. Dibutuhkan cetakan yang sama seperti membuat cetakan sebelumnya (tabung syringe plastik 5 ml). paku diolesi vaseline dan dimasukkan ke dalam lubang yang telah dibuat pada cetakan

syringe. Cetakan antagonis ini disatukan dengan cetakan gigi yang sudah jadi sebelumnya. Kemudian diisi akrilik dengan perbandingan antara liquid dan powder

1 : 2 sesuai petunjuk pabrik, sambil paku digerakkan keluar masuk lubang agar paku dapat dilepas setelah akrilik mengeras. Sampel dimasukkan dalam air selama 3 menit hingga akrilik mengeras. Sampel dimasukkan dalam air selama 3 menit hingga akrilik mengeras. Setelah akrilik mengeras, paku dicabut dari lubang.

Gambar 18. Sampel yang sudah ditanam dalam akrilik 7. Pengukuran tensile bond strength

(56)

rupa sehingga sampel dapat dipegang oleh grip alat uji tarik. Uji tarik menggunakan alat Torsee’s Universal Testing Machine dengan beban maksimal 200 kgf, dengan kecepatan tarik 1 mm/detik. Data yang diperoleh dipindahkan ke dalam satuan

Newton.

Gambar 19. Sampel yang dipasang pada alat uji tarik

4.9 Analisa Data

(57)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap 32 buah sampel yaitu gigi premolar satu dan dua rahang bawah yang dibagi secara random ke dalam 2 kelompok dengan perbedaan perlakuan. Hasil yang diperoleh adalah berupa load atau kekuatan tarik pada saat putus dalam satuan kgf, yang dikonversikan ke dalam satuan Newton, dan

stroke atau kecepatan regangan pada saat putus dalam satuan mm/menit. Beban tarik diberikan hingga acrylic terlepas. Pada sampel-sampel yang diuji terlihat ada restorasi resin komposit yang tetap utuh, lepas sebagian, dan lepas seluruhnya.

Tabel 3. KONDISI RESTORASI SETELAH UJI TARIK

Kondisi restorasi Kelompok I Kelompok II Jumlah

Restorasi utuh 10 8 18

Restorasi lepas sebagian ( cohesive failure )

4 3 7

Restorasi lepas seluruhnya ( adhesive failure )

2 5 7

Keterangan : kelompok I : Silorane system adhesive + resin komposit silorane

Kelompok II : Adper SE Plus + resin komposit silorane

(58)

Gambar 20. Sampel setelah uji tarik A : Restorasi utuh B : Restorasi lepas sebagian C : Restorasi lepas seluruhnya

5.2. Analisis Hasil Penelitian

Data pengukuran kekuatan tarik perlekatan antara dentin dan resin komposit dengan memakai sistem adhesif yang berbeda yang dianalisis secara statistik menggunakan uji t (t-test)dengan tingkat kemaknaan (α = 0,05).

Tabel 4.DATA HASIL ANALISIS UJI T (T-TEST)

Kelompok

Kekuatan Tarik Perlekatan

(Newton) P

N x ± SD

Silorane 16

552,96 ± 109.88

0,043

Adper SE Plus 16 478.48 ± 87,67

(59)

dibandingkan dengan kelompok II ( Adper SE Plus dengan Filtek P90

Dari hasil analisis t-test di atas terbukti bahwa pada α = 0,05 tensile bond strength antara dentin dengan resin komposit dengan menggunakan Silorane Sytem Adhesive dan Adper SE Plus adalah berbeda secara signifikan ( p < 0.05 ).

(60)

BAB 6

PEMBAHASAN

Parameter yang sering digunakan dilaboratorium untuk mengukur tensile bond strength bahan restorasi pada dentin yaitu dengan menggunakan tensile bond strength. Ikatan yang kuat antara dental biomaterial dan struktur gigi yang sangat penting. Buonocore (1995) menemukan bahwa kekuatan bonding terhadap email bertambah dengan nyata setelah pengetsaan dengan menggunakan asam fosforik.10 Tidak seperti enamel, dentin merupakan jaringan hidup. Struktur kimianya termasuk komponen organik dan anorganik mempunyai struktur fisik yang sangat kompleks yang bervariasi pada kedalaman dentin. Sehingga menjadikan masalah terhadap pemberian bahan adhesif, pemberian bahan adhesif pada dentin lebih sulit dibandingkan enamel.

Tensile bond strength suatu bahan tumpatan terhadap jaringan keras gigi dapat diukur dengan uji tarik (tensile bond strength). Pengukuran tensile bond strength

dilakukan dengan menggunakan alat uji Torsee`s Electronic System Universal Testing Machine ( 2tf “Senstar” , SC-2-DE. Tokyo-Japan ) yang dijalankan dengan beban tarik maksimal sebesar 200 kgf. Pengujian dilakukan dengan cara menarik cetakan sampel yang terbuat dari self curing acrylic sampai restorasi terpisah. Besar beban yang didapat berupa satuan kilogramforce (kgf) yang dikonversikan ke dalam satuan Newton. Nilai tensile bond strength yang diperoleh akan memberikan gambaran bagaimana tensile bond strength bahan itu terhadap jaringan keras gigi.

(61)

Pada penelitian ini, digunakan 32 buah gigi premolar bawah yang telah diekstraksi. Sampel yang dipakai bebas karies dan tidak ada restorasi. Daerah uji dilakukan pada permukaan oklusal gigi yang sehat, sebab gigi dengan karies dapat menyebabkan perubahan pada struktur dentin sehingga hasil ikatan yang diperoleh akan berbeda. Gigi – gigi ini direndam dalam larutan saline sampai saat diberikan perlakuan, kemudian sampel ini dibagi ke dalam dua kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 16 sampel. Pada kelompok I, dilakukan apilkasi bahan adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive) dengan resin komposit silorane

( Filtek P90 ). Pada kelompok II, dilakukan aplikasi bahan adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus) dengan resin komposit silorane (Filtek P90 ). Dari penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa kelompok I yang menggunakan bahan adhesif Silorane System Adhesive dengan resin komposit silorane ( Filtek P90 ) memiliki nilai rerata tensile bond strength sebesar 552,96 ± 109.88 N. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kelompok II yang menggunakan bahan adhesif self-etch (Adper SE Plus) dengan resin komposit silorane (Filtek P90

Dari Tabel 3 hasil penelitian terlihat bahwa restorasi pada sampel kelompok II (Adper SE Plus) lebih banyak yang lepas dibandingkan dengan kelompok I (Silorane System Adhesive). Hal ini membuktikan bahwa bahan adhesif slef-etch (Silorane System Adhesive) dapat menghasilkan perlekatan yang lebih baik terhadap resin komposit silorane dibandingkan dengan bahan adhesif self-etch (Adper SE Plus),

(62)

komposisi resin komposit silorane.5 Berbeda dengan self-etch (Adper SE Plus) yang komposisinya dsesuaikan dengan resin komposit methacrylate. Selain itu, jaringan kolagen pada dentin sangat mempengaruhi hasil tensile bond strength. Self-etch

menggunakan asam primer untuk memodifikasi smear layer, mendeminerilasaikan permukaan dentin dan mengekspos kolagen. Aplikasi bahan adhesif akan berikatan dengan kolagen yang terekspos dan membentuk lapisan hybrid. Pembentukan lapisan

hybrid ini penting untuk membentuk ikatan yang kuat antar resin dan dentin.15

Resin komposit yang digunakan untuk membandingkan tensile bond strength

antara kedua sitem adhesif tersebut adalah resin komposit tipe terbaru yaitu resin komposit berbasis silorane ( filtek P

90 ). Menurut Weinman et al (2005) menyatakan bahwa silorane merupakan bahan resin yang berbasis sistem monomer baru yang memiliki tekanan pengerutan lebih rendah dan warna yang lebih stabil dibandingkan resin komposit berbasis methacrylate.4 Silorane dihasilkan dari reaksi molekul

oxirane dan siloxane, yang mekanismenya dapat mengurangi stress dengan cara terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.5

Sistem adhesif self-etch semakin berkembang, dimulai dengan sistem self-etch-primer yang terdiri dari dua tahap aplikasi hingga sistem adhseif self-etch

dengan satu tahap aplikasi dengan pemberian bahan etsa dan primer yang digabung menjadi satu, tidak ada tahap pencucian dan pembuangan smear layer.

Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat hydrophobic dan oxirane sangat dikenal karena penyusutannya yang rendah dan stabilisasinya yang sangat baik terhadap pengaruh reaksi fisik dan kimia. Resin komposit berbasis silorane ini memiliki mekanisme kimia yang berbeda dengan resin komposit methacrylate.

19

(63)

perkembangan sistem adhesif self-etch terdapat perbedaan komposisi dan komponen kimia, tehnik aplikasi, jumlah penggunaan botol, dan efektivitasnya secara klinis. Perbedaan ini terjadi karena para peneliti terus melakukan upaya untuk menyederhanakan tehnik aplikasi dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem self-etch seperti kebocoran tepi dan lemahnya tensile bond strength resin komposit pada permuakan gigi.

Dari penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa resin komposit berbasis

silorane ini memiliki mekanisme kimia yang berbeda dengan resin komposit

methacrylate. Oleh karena itu, resin komposit silorane membutuhkan sistem adhesif yang sesuai dengan mekanisme kimianya. Sistem adhesif yang telah beredar di pasar adalah sistem adhesif yang sesuai dengan mekanime resin komposit methacrylate

bukan silorane. Sistem adhesif dari resin komposit silorane telah dirancang khusus, yaitu Silorane System Adhesive yang memiliki komposisi yang disesuaikan dengan mekanisme kimia dari resin komposit silorane. Silorane System Adhesive ini bersifat

hydrophobic sama dengan resin komposit silorane.5 Berbeda dengan sistem adhesif

(64)

(acid&adper single bond). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa resin komposit berbasis silorane memiliki tingkat pengerutan yang paling rendah. Namun menurut Klautau et al. yang menentukan besar tensile bond strength yang dihasilkan adalah sistem adhesif silorane.9

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa yang menggunakan bahan adhesif self-etch (Silorane System Adhesive) dengan resin komposit silorane ( Filtek P90 ) memiliki nilai rerata tensile bond strength yang lebih besar dibandingkan dengan yang menggunakan bahan adhesif self-etch (Adper SE Plus) yaitu sebesar 552,96 ± 109.88 N. Secara analisis statistik menggunakan uji t ( t-test ), hasil penelitian ini berbeda secara signifikan (p < 0,005).

Dari keterangan di atas jelas terlihat bahwa Silorane System Adhesive yang sesuai dengan resin komposit silorane.

(65)
(66)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dalam penelitian ini uji tarik digunakan untuk mengukur tensile bond strength

antara resin komposit dengan dentin dengan menggunakan sistem adhesif self-etch

yang berbeda (Silorane System Adhesive dan Adper SE Plus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok I dengan aplikasi bahan adhesif self-etch (Silorane System Adhesive) dengan resin komposit silorane ( Filtek P90) memiliki nilai rerata tensile bond strength paling tinggi, yakni sebesar 552,96 ± 109,88 N sedangkan kelompok II dengan aplikasi bahan adhesif self-etch (Adper SE Plus) dengan resin komposit silorane ( Filtek P90

Berdasarkan hasil analisis statistik yang menggunakan uji t (t–test)

menunjukkan bahwa p < 0,05. Hal ini berarti hipotesis penelitian diterima dan ada perbedaan secara signifikan antara kelompok I aplikasi bahan adhesif self-etch (Silorane System Adhesive) dengan kelompok II aplikasi bahan adhesif self-etch (Adper SE Plus) jika direstorasi dengan resin komposit silorane ( Filtek P

) memiliki nilai 478,48 ± 87,67 N.

90) pada restorasi klas I.

7.2 Saran

(67)
(68)

DAFTAR PUSTAKA

1. Noerdin A, Novinka N, Nursasongko B, Sutrisno G, Pengaruh penggunaan beberapa bahan bonding adhesif terhadap kebocoran tepi tumpatan resin komposit. Dentika dent J 2006; 11(2)suppl: 256-60.

2. Verawaty. Efek polimerisasi terhadap kualitas restorasi resin komposit.

Dentika dent J 2006; 11(2): 251-5

3. Sri Fitriyani, Herda E. Polimerisasi material komposit kedokteran gigi ditinjau dari derajat konversi. Dentika dent J 2006; 11(2): 282-8.

4. Weinmann W, Thalacker C, Guggenberger R. Silorane in dental composites. J Dent Material 2005; 21: 68-74.

5. 3M ESPE. Filtek silorane.

6. Asmussen E, Peutzfeldt. Polimerization contraction of a silorane-based resin composite and four methacrylate-based composites. European cell and

materials 2005: Vol 10.

7. W Lien, KS Vandewalle. Physical properties of a new silorane-based restorative system. J dent materials 2010;26(4):337-44.

8. Ilie N, Hickel R. Silorane-based dental composite: and abilities. J dent materials 2006; 25(3):445-454.

9. Klautau EB, Carneiro KK, Lobato MF, Machado SMM, Junior MHS. Low Shrinkage composite resins: influence on sealing ability in unfavorable C-factor cavities. J Braz Dent 2011; 25(1): 5-12.

10.Neelima L, Sathish ES, Kandaswamy D, Bupesh, Evaluation of microtensile bond strength of total-etch, self-etch, and glass ionomer adhesive to human dentin: an in vitro study. Indian J Dent Res 2008; 19(2): 129-33.

11.Irie M, Suzuki K, Watts DC. Immediate performance of self-etching versus system adhesives with multiple light-activated restorative. Elsevier

2004;20:873-80.

12.Joshi P, Chitnis R. Silorane composite system. J scientific 2008; vol. 2. 13.Al-Boni R, Raja OM. Microleakage evaluation of silorane based composite

(69)

14.Garcia RN, Alvarez AEG, Dias CE, dkk. Bond strength of contemporary restorative systems to enamel and dentin. RSBO. 2011 Jan-Mar;8(1):54-60 15.Bayne SC, Thompson JY, Taylor DF. Dental materials. In : Roberson TM,

Heyman HO, Swift EJ, eds.Sturdevant’s art and science of operative dentistry. 4th ed. Missouri: Mosby, Inc.,2002: 177-91.

16.Perdigao J, Swift JE. Fundamental concept of enamel and dentin adhesion. In: Roberson TM, Heymann HO, Swift Jr EJ eds. Sturdevant’s Art & Science of Operative Dentistry. 4th ed. St Louis: Mosby, 2002:237-68.

17.Dwiyanti S, Basar A, Sutrisno G. Perbedaan shear bond strength dua macam komposit resin pada dentin dengan dua macam bonding yang berbeda.

JKGUI (ed khusus) 2003; 10: 51-6.

18.O`Brien WJ. Surface phenomena and adhesion to tooth structure. Dental material and their selection, 2nd ed. Chicago: Quintessence Publ Co, Inc, 1997: 39-49.

19.Purnami dewi T. Pengaruh kondisi permukaan dentin terhadap kekuatan perlekatan bahan bonding. JKGM 2003; 1(3): 95-101.

20.Nakabayashi N, Pashley DH. Hybridization of dental hard tissues. Tokyo: Quintessence publishing co.,ltd, 1998: 37-44.

21.Pashley DH. The evolution of dentin bonding from no-etch to total-etch to self-etch. New york: Kuraray America Inc; 2002: 1-7.

22.Kelsey WP, Latta MA, Vargan MA, Carroll LR, Armstrong SR. Microtensile bond strength of total-etch and self-etch adhesives to the enamel walls of Class V cavities. Am J Dent. 2005;18(1): 37-40.

23.Kugel G, Ferrari M. The science of bonding : from first to sixth generation. J Am Dent Assoc 2000; 131: 20-5.

24.Meerbeek BV , Inoues S, Perdigao J. Enamel and dentin adhesion. In: Summit, Robbins& Schwartz. Fundamental of Operative Dentistry – a

Contemporary Approach. 2nd ed. Chicago: Quintessennce Int, 2001: 178-235. 25.Tokuyama Dental Corporation. Single component, Self-Etching, Light-cured,

(70)

26.Hahnel S, Leyer A, Rosentritt M, Handel G, Burgers R. Surface Properties and In Vitro Streptococcus Mutans Adhesion to Self-etching Adhesives. J Adhes Dent 2009; 11: 263-269.

27.Sularsih, sarianoferni. Penggunaan resin komposit untuk mengurangi resiko barodontalgia. Denta jurnal kedokteran gigi 2007; 1(2): 102-4.

28.Anusavice KJ. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Ed 10. Alih Bahasa. Budiman JA, Purwoko S. Jakarta: EGC, 2004:227.

29.Bryant RW. Composite resin. In: Mount GJ, Hume WR. Preservation and restoration of tooth structure. London: Mosby, 1998: 93-100.

30.Siswandi YLS, Iskandar B. Aplikasi tumpatan resin komposit dengan tepat. M. I. ked Gigi FKG Usakti 1999; 14(38): 95-103.

31.Sensi LG, Marson FC, Monteiro JS, Baratieri LN, Andrada MAC. Flowable Composites as “Filled Adhesives:” A Microleakage Study. J of Contemp Dent Practice 2004;5(4):1-5.

32.Duarte S, Botta A C, Phark J, Sadan A. Selected mechanical and physical properties and clinical application of a new low-shrinkage composite restoration. Quintessence International 2009; 8(40): 631-638.

33.Yesilyurt C, Yoldaz O, Altintas SH, Kusgoz A. Effects of food-simulating liquids on the mechanical properties of a siloranebased dental composite. Dent Mater J 2009; 28(3): 362–367.

34.Terry DA, Leinfelder KF, Blatz MB. A Comparison of advanced resin monomer technologies. <www.dentistrytoday.com/dental-materials> (20 November 2010).

Gambar

Gambar
Tabel 1. KOMPOSISI RESIN KOMPOSIT SILORANE DAN METHACRYLATE33
Gambar 3. Mekanisme perlekatan self-etching primersdentin B. Aplikasi bahan primer (biru) dan akan berpenetrasi kedalam C
Tabel 2. KOMPOSISI SITEM ADHESIF SILORANE DAN METHACRYLATE 26
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa masih terdapat perbedaan antara sistem adhesif yang menghasilkan tensile bond strength lebih besar.Selain itu, belum ada

strength yang tidak jauh berbeda antara kelompok I dengan kelompok II kemungkinan dikarenakan basis yang digunakan pada kedua kelompok ini adalah sama-sama merupakan resin komposit

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan tensile bond strength di antara kelompok I dan II pada restorasi kelas I

Indi Rosi Siregar : Perbandingan Kekuatan Tarik Restorasi Sandwich Kelas V Antara Resin Komposit Dan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Yang

Elly Susianna : Perbedaan Shear Bond Strength Bahan Adhesif Konvensional Dengan Self-Etching Primer/Adhesive Pada Bonding Breket Ortodonti, 2009.. BREKET

Namun belum ada penelitian untuk mengetahui pengaruh adanya bevel pada tepi cavosurface restorasi gigi posterior klas I menggunakan resin komposit berbasis Silorane

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata kekuatan tarik bahan adhesif resin komposit hibrid pada braket ortodontik dengan intensitas sinar tampak 2700 mW/cm 2

Skripsi berjudul “Perbedaan Kekuatan Tarik Bahan Adhesif Total-Etch dengan Bahan Adhesif Self-Etch pada Bonding Braket Ortodonsi” telah diuji dan disahkan oleh