BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Resin komposit telah digunakan sebagai restorasi gigi selama lebih dari 50 tahun. Resin komposit yang sering digunakan saat ini berbahan dasar monomer dimethacrylate yang berpolimerisasi melalui reaksi radikal bebas.1 Meskipun resin komposit menjadi pilihan yang paling banyak digunakan sebagai bahan restorasi saat ini, banyaknya pengerutan polimerisasi dan stress polimerisasi yang terjadi dan efeknya terhadap integritas tepi restorasi tetap menjadi masalah yang belum sepenuhnya terpecahkan. Besar pengerutan yang terjadi pada resin komposit berbasis
methacrylate saat polimerisasi adalah sebanyak 2 – 4 %.2,3
Polimerisasi komposit dapat dibagi kedalam dua fase yaitu pre dan post gel. Pada fase pre gel yaitu dimana resin komposit masih berbentuk seperti pasta, polimer reaktif resin mampu mengimbangi pengerutan tanpa menimbulkan stress. Setelah derajat konversi mencapai 10-20%, polimer resin berubah dari bentuk pasta menjadi gel. Pada tahap ini pengerutan polimerisasi terus berlanjut dan menimbulkan stress di dalam material resin komposit yang kemudian disalurkan pada interface restorasi dan gigi serta di dalam struktur gigi. Stress yang timbul dapat melebihi perlekatan adhesif dan cohesive strenght gigi atau komposit sehingga mengakibatkan kerusakan pada tepi restorasi.4,5
Pengerutan polimerisasi sangat potensial terjadi khususnya pada restorasi resin komposit klas I. Pada restorasi klas I dengan bentuk preparasi tepi cavosurface sudut 90o atau butt joint memiliki 5 permukaan bonding dan 1 permukaan tidak dibonding sehingga nilai C-factornya adalah 5:1. Semakin besar nilai C-factor, semakin besar peluang mengalami gangguan perlekatan resin komposit termasuk celah mikro akibat pengerutan polimerisasi terutama disepanjang dasar kavitas 8,9
Beberapa penelitian mengindikasikan preparasi dengan bevel pada tepi cavosurface enamel jauh lebih resisten terhadap celah mikro dibandingkan dengan preparasi tanpa bevel bila menggunakan etsa asam. Dengan adanya bevel pada enamel memungkinkan asam mengenai enamel rods pada sudut yang tepat sehingga diperoleh micromechanical interlock yang maksimal.10 Bevel didesain untuk
memaparkan enamel secara melintang (cross cut atau end-on) sehingga mendapatkan pola etsa yang lebih efektif. Pengetsaan yang dilakukan pada enamel rods yang dipotong melintang (pada ujung – ujung enamel rods) menghasilkan ikatan yang lebih kuat dibandingkan pola etsa longitudinal (pada sisi – sisi enamel rods).11
Bergmann et al (1990) melakukan penelitian dengan resin komposit hybrid, hasilnya bevel pada tepi cavosurface klas I dapat mengurangi kebocoran tepi restorasi.12 Menurut Douglas & Karl (2008) bevel pada cavosurface oklusal harus dilakukan untuk semua preparasi kavitas klas I dan klas II. Dengan anggapan bahwa adanya bevel memperluas area permukaan bonding enamel, dengan demikian dapat mengurangi potensi terjadinya celah disepanjang tepi kavitas.13
Menurut Nisha & Amit (2010) bevel pada tepi enamel dapat menambah retensi karena bevel akan memperluas permukaan untuk bahan bonding, mengurangi celah mikro, meningkatkan estetis karena bevel membuat restorasi tampak menyatu dengan struktur gigi disekelilingnya serta menambah kekuatan perlekatan.6
dilakukan karena dapat meningkatkan peluang adanya celah mikro disekeliling tepi restorasi.14
Menurut Theodore (2009) bevel biasanya tidak ditempatkan pada permukaan oklusal gigi posterior atau area lain yang berpotensi memiliki kontak yang berat karena desain preparasi konvensional sudah cukup memberi pengetsaan pada enamel rods sesuai arah enamel rods di permukaan oklusal. Sehingga tidak perlu membuat bevel tambahan pada tepi oklusal karena akan ada resin komposit yang tipis pada area dengan kontak oklusal yang berat.8
Dalam usaha untuk mengurangi pengerutan polimerisasi, para peneliti di bidang kedokteran gigi telah mengembangkan suatu resin komposit dengan komponen matriks resin yang berbeda dengan methacrylate yaitu resin komposit berbasis Silorane. Silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan molekul oxirane dan siloxane yang mekanismenya dapat mengurangi stress pengerutan dan pengerutan polimerisasi dengan cara terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.2
Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat hidrofobik sehingga memiliki daya serap air yang rendah dan oxirane sangat dikenal karena penyusutannya yang rendah dan stabilitasnya yang sangat baik terhadap pengaruh reaksi fisik dan kimia. Ketika pengerutan polimerisasi dimulai, cincin silorane secara simultan terbuka dan mengimbangi pengerutan bahan dengan menambah volume molekul – molekulnya sehingga membuat bahan ini menjadi lebih padat.
2,15 Sistem adhesif Silorane dibuat dengan mekanisme two-step adhesive terdiri
dari Self-Etch Primer bersifat hidrofilik dan memiliki adhesi yang kuat dan tahan lama terhadap gigi dan Adhesive Bond yang dioptimalkan untuk membasahi dan melekat pada bahan restoratif posterior Silorane.16
Al Boni & Raja (2010) melakukan evaluasi celah mikro pada restorasi klas I gigi posterior menggunakan resin komposit berbasis Silorane yang dibandingkan dengan resin komposit berbasis methacrylate. Hasilnya meskipun semua sistem restoratif menunjukkan adanya celah mikro, teknologi Silorane memiliki lebih sedikit celah mikro dibandingkan resin komposit berbasis methacrylate.18
Resin komposit berbasis Silorane juga menghasilkan polimer yang memiliki sifat – sifat mekanis seperti kedalaman penyinaran, flexural modulus dan kekerasan serta sifat - sifat fisik seperti compressive dan flexural strenght yang sebanding dengan resin komposit berbasis methacrylate terkemuka lainnya. Beberapa sifat lain yang menguntungkan seperti memiliki perlekatan yang sangat baik pada enamel dan dentin dan tensile bond strenghts yang lebih baik, peningkatan sifat hidrofobik, sitotoksisitas dan pengerutan polimerisasi yang rendah. Pengujian klinis selama satu tahun menunjukkan hasil yang lebih baik menggunakan bahan ini dibandingkan resin komposit posterior lainnya.1,15,19
Dari uraian diatas diketahui bahwa preparasi bevel tepi cavosurface enamel pada resin komposit berbasis methacrylate dapat mengurangi celah mikro. Namun belum ada penelitian untuk mengetahui pengaruh adanya bevel pada tepi cavosurface restorasi gigi posterior klas I menggunakan resin komposit berbasis Silorane dalam mengurangi celah mikro. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh bevel pada restorasi klas I resin komposit berbasis Silorane terhadap celah mikro.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat timbul permasalahan sebagai berikut :
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengaruh preparasi bevel pada restorasi klas I resin komposit berbasis Silorane terhadap celah mikro.
1.4Hipotesis Penelitian
Dari uraian yang telah disebutkan diatas maka hipotesis untuk penelitian ini adalah :
Ada pengaruh preparasi bevel pada restorasi klas I resin komposit berbasis Silorane terhadap celah mikro (penelitian in vitro).
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut tentang resin komposit berbasis Silorane sebagai restorasi gigi posterior.
2. Hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tentang teknik preparasi bevel dan tanpa bevel pada restorasi klas I gigi posterior.
3. Sebagai pertimbangan bagi dokter gigi untuk memilih teknik preparasi yang dapat menghasilkan penutupan tepi restorasi yang baik pada restorasi gigi posterior klas I.