• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH

STRESS DECREASING RESIN

(SDR) DAN

RESIN

F LOWABLE

SEBAGAI

INTERMEDIATE LAYER

PADA RESTORASI KLAS V RESIN KOMPOSIT

TERHADAP CELAH MIKRO (IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjaan Kedokteran Gigi

Oleh:

DEASY FARADITA PUTRI NIM: 110600037

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2015

Deasy Faradita Putri

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

xi + 59 halaman

Stress dan shrinkage pada kavitas Klas V menyebabkan perlekatan diantara sistem adhesif dengan bahan restorasi dan dentin pada daerah servikal kurang baik sehingga terjadi celah mikro. Dibutuhkan suatu bahan elastis sebagai intermediate layer untuk meningkatkan adaptasi bahan restorasi dan mengurangi stress sehingga celah mikro dapat dicegah.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai intermediate layer pada restorasi Klas V resin komposit terhadap celah mikro.

30 gigi premolar maksila dipreparasi Klas V dan dibagi kedalam tiga kelompok perlakuan yaitu kelompok I dengan SDR sebagai intermediate layer, kelompok II dengan resin komposit flowable sebagai intermediate layer, dan kelompok III dengan resin komposit nanohybrid tanpa intermediate layer. Sampel direstorasi dan direndam dalam saline selama 24 jam, kemudian dilakukan thermocycling sebanyak 200x pada suhu 5o C dan 55o C selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik dan direndam dalam larutan Methylene Blue 2% selama 24 jam. Pengukuran celah mikro dengan melihat penetrasi zat warna pada sampel yang dibelah pada bagian tengah restorasi melalui stereomikroskop pembesaran 20x dengan metode skoring.

(3)

(p<0.05) pada kelompok SDR dan kelompok tanpa aplikasi intermediate layer p=0.005, dan kelompok resin flowable dan kelompok resin komposit nanohybrid tanpa intermediate layer p=0.007.

Kesimpulan penelitian ini tidak ada perbedaan SDR dan resin flowable dalam mengurangi celah mikro, namun penggunaan intermediate layer pada restorasi Klas V resin kompositdapat mengurangi celah mikro.

Daftar Rujukan: 41 (2002-2014)

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 30 Juni 2015

Pembimbing: Tanda tangan

1. Wandania Farahanny, drg., MDSc. ………

NIP. 19780813 20031 2 003

2. Widi Prasetia, drg ………

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 30 Juni 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Wandania Farahanny, drg., MDSc. ANGGOTA : 1. Widi Prasetia, drg

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya terkhusus penulis sampaikan kepada ayahanda Aswir dan ibunda Yenni atas segala kasih sayang, bimbingan, doa, dukungan baik moril maupun materiil, dan motivasi yang tiada hentinya kepada penulis, dan kepada kakak penulis Winny Aquina dan Febri Widya.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp. Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg.,M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU atas bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Wandania Farahanny, drg., MDSc selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama penyusunan dan penyempurnaan skripsi ini.

4. Widi Prasetia, drg. selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga, serta memberikan ilmu dan arahan kepada penulis selama penyusunan dan penyempurnaan skripsi ini.

5. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku dosen penasehat akademik atas bimbingan dan motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.

(8)

7. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

8. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phill. selaku Kepala Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU, serta bapak Pandi atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.

9. dr. Sri Amelia, M.Kes selaku Kepala Laboratorium Infeksi Fakultas Kedokteran USU, serta ibu Mardiah dan ibu Winda atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.

10. Maya Fitria, SKM., M.Kes yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam melakukan analisis secara statistik dalam penulisan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat penulis Aida, Raeesa, Novita, serta Cut Nirza atas semangat dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian.

12.Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Konservasi Gigi Elisabeth M, Cyntia, Eldora, Margareth, Ingrid, Feny, Hendy, Alvin, Sri, Yuki, Ong, Hengyan serta teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

13.Kak Natrya, Bang Sondi, dan Kak Ajeng yang telah memberikan bantuan, motivasi, saran, dan arahan kepada penulis selama penelitian.

14.Mhd Fariz Maulana, ST. yang senantiasa meluangkan waktu, memberikan semangat, saran, serta dukungan kepada penulis hingga skripsi ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Medan, 30 Juni 2015

Penulis,

Deasy Faradita Putri

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

(10)
(11)

BAB 6 PEMBAHASAN ... 49

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 55 7.1 Kesimpulan ... 55 7.2 Saran ... 55

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. ... Komposis i SDR dan fungsinya ... 11 2. ... Skor

penetrasi zat warna ... 42 3. ... Hasil

pengamatan celah mikro ... 47 4. ... Hasil uji

Kurskal Wallis terhadap seluruh kelompok ... 47 5. ... Hasil uji

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. ... R estorasi Klas V yang sebagian berada pada enamel dan sebagian lagi

pada dentin. ... 5 2. ... S

truktur kimia resin komposit flowable SDR ... 11 3. ... P

erkembangan stress polimerisasi ... 12 4. ... S

hrinkage volumetrik dari SDR dibandingkan dengan material

flowable lainnya ... 13 5. ... S

tress polimerisasi dari SDR dibandingkan dengan material flowable

lainnya ... 13 6. ... P

ermukaan enamel yang telah dietsa, dimana pusat enamel rods telah

larut oleh asam fosforik ... 15 7. ... S

hrinkage polimerisasi menghasilkan celah antara permukaan gigi

dengan bahan restorasi ... 16 8. ... N

ilai c-factor yang berbeda pada setiap kavitas ... 19 9. ... S

(14)

10. ... S

canning Electron Microscope (SEM) ... 21 11. ... B

erbagai macam alat yang digunakan dalam penelitian (I) ... 34 12. ... B

erbagai macam alat yang digunakan dalam penelitian (II) ... 34 13. ... B

erbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian (I) .... 35 14. ... B

erbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian (II) .. 36 15. ... B

ahan restorasi sampel ... 36 16. ... P

roses persiapan sampel ... 37 17. ... P

roses pembuatan outline form ... 38 18. ... D

esain kavitas ... 38 19. ... P

roses aplikasi sistem adhesif ... 39 20. ... P

roses retorasi sampel ... 40 21. ... P

roses polishing menggunakan bur enhance ... 40 22. ... P

erendaman sampel dalam larutan saline ... 41 23. ... P

roses thermocycling ... 41 24. ... P

(15)

25. ... S kema penentuan skor kebocoran mikro berdasarkan penetrasi zat

pewarna ... 43 26. ... P

roses pemotongan sampel dan stereomikroskop ... 43 27. ... S

ampel yang telah dibelah ... 44 28. ... F

oto stereomikroskop restorasi dengan Stress Decreasing Resin (SDR) 45 29. ... F

oto stereomikroskop restorasi dengan resin komposit flowable ... 46 30. ... F

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. ...

Komposisi SDR dan fungsinya ... 13 2. ... Skor

penetrasi zat warna ... 45 3. ... Hasil

pengamatan celah mikro ... 50 4. ... Hasil uji

Kurskal Wallis terhadap seluruh kelompok ... 51 5. ... Hasil uji

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur Pikir Lampiran 2 Alur Penelitian

Lampiran 3 Data Sampel (Peneliti 1) Lampiran 4 Data Sampel (Peneliti 2)

(18)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2015

Deasy Faradita Putri

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

xi + 59 halaman

Stress dan shrinkage pada kavitas Klas V menyebabkan perlekatan diantara sistem adhesif dengan bahan restorasi dan dentin pada daerah servikal kurang baik sehingga terjadi celah mikro. Dibutuhkan suatu bahan elastis sebagai intermediate layer untuk meningkatkan adaptasi bahan restorasi dan mengurangi stress sehingga celah mikro dapat dicegah.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai intermediate layer pada restorasi Klas V resin komposit terhadap celah mikro.

30 gigi premolar maksila dipreparasi Klas V dan dibagi kedalam tiga kelompok perlakuan yaitu kelompok I dengan SDR sebagai intermediate layer, kelompok II dengan resin komposit flowable sebagai intermediate layer, dan kelompok III dengan resin komposit nanohybrid tanpa intermediate layer. Sampel direstorasi dan direndam dalam saline selama 24 jam, kemudian dilakukan thermocycling sebanyak 200x pada suhu 5o C dan 55o C selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik dan direndam dalam larutan Methylene Blue 2% selama 24 jam. Pengukuran celah mikro dengan melihat penetrasi zat warna pada sampel yang dibelah pada bagian tengah restorasi melalui stereomikroskop pembesaran 20x dengan metode skoring.

(19)

(p<0.05) pada kelompok SDR dan kelompok tanpa aplikasi intermediate layer p=0.005, dan kelompok resin flowable dan kelompok resin komposit nanohybrid tanpa intermediate layer p=0.007.

Kesimpulan penelitian ini tidak ada perbedaan SDR dan resin flowable dalam mengurangi celah mikro, namun penggunaan intermediate layer pada restorasi Klas V resin kompositdapat mengurangi celah mikro.

Daftar Rujukan: 41 (2002-2014)

(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lesi servikal merupakan tantangan dalam bidang kedokteran gigi. Hal ini disebabkan morfologi kavitas berupa daerah yang lembab serta struktur enamel yang lebih tipis dibandingkan dengan struktur dentin sehingga menyebabkan adhesi yang kurang baik dan memfasilitasi bahan restorasi berpindah kearah oklusal selama polimerisasi.5,6 Adhesi yang kurang baik dari bahan restorasi ini menyebabkan integritas adaptasi marginal yang tidak optimal dari bahan retorasi.

Resin komposit sebagai salah satu pilihan bahan restorasi telah mengalami banyak perkembangan baik dari segi estetis, ketahanan, dan penangannya.1,2 Resin komposit yang sebelumnya hanya digunakan sebagai bahan restorasi gigi anterior kini telah digunakan juga untuk merestorasi gigi posterior karena warna yang sesuai dengan gigi, tidak mengandung merkuri, biokompabilitas, serta ikatannya terhadap struktur gigi dengan pengunaan sistem bonding.2-4

Namun, shrinkage yang cukup tinggi selama polimerisasi masih menjadi kelemahan utama dari resin komposit.1,3,8 Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa shrinkage akibat polimerisasi, resin komposit yang digunakan, perubahan suhu, beban kunyah, lokasi dari margin yang dipersiapkan dan cara peletakan bahan restorasi yang digunakan dapat menyebabkan kegagalan ikatan pada dinding kavitas dan kebocoran mikro pada restorasi resin komposit.1-3,6,8

(21)

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa tingkat kebocoran mikro lebih tinggi pada margin servikal dibanding margin oklusal gigi.5

Beberapa teknik dan prosedur yang digunakan untuk mengurangi tekanan kontraksi yang terjadi karena polimerisasi antara lain seperti penggunaan sistem adhesif, perubahan dalam komposisi bahan restorasi, lama dan intensitas cahaya yang berbeda selama aktivasi sinar, peletakan bahan restorasi secara incremental, dan penggunaan liner dibawah resin komposit.3,4,11 Penggunaan liner dibawah resin komposit sebegai intermerdiate layer yang fleksibel antara bahan restorasi dengan struktur gigi telah disarankan sebagai suatu metode untuk menghilangkan stress akibat shrinkage selama polimerisasi.1

Resin komposit flowable telah banyak digunakan dan direkomendasikan sebagai bahan intermediate layer karena viskositasnya yang rendah, estetis yang baik, penempatannya mudah, lebih self-adaptable dibanding bahan yang lebih kaku, meningkatkan elastisitas, serta pembasahan sehingga menghasilkan ikatan yang rapat dengan dasar dinding dan kavitas.1,3,11 Estafan dkk (2000) telah menegaskan efisiensi dari teknik ini dalam meningkatkan adaptasi marginal dari resin komposit.1 Arora dkk (2012) pada penelitiannya terhadap restorasi Klas II resin komposit menemukan bahwa penggunaan resin komposit flowable sebagai intermediate layer secara signifikan dapat mengurangi kebocoran mikro, hal yang sama juga dinyatakan oleh Majety dan Pujar (2011) serta Reddy dkk (2013) pada penelitiannya terhadap restorasi resin komposit Klas II.30-32 Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa resin komposit flowable menghasilkan stress kontraksi polimerisasi yang serupa dengan komposit hybrid.11

Penggunaan bahan perekat seperti sistem adhesif total etch dan self etch adhesive sebagai bonding agent antara struktur gigi dengan bahan restorasi juga diharapkan dapat meminimalkan kebocoran mikro.5,7,9 Menurut Arias dkk (2004) tidak ada bahan pengikat (bonding agent) yang benar-benar dapat menghilangkan kebocoran mikro.7 Namun, shrinkage yang kecil dapat diimbangi oleh bahan adhesif sebagai perekat antara resin komposit dengan struktur gigi.

(22)

Decreasing Resin (SDR), yakni bahan yang mencakup suatu grup fotoaktif dalam resin modified urethane dimethacrylate. Activated resin telah menunjukkan tingkat polimerisasi radikal yang relatif lambat, menunjukkan bahwa fotoinisiator yang dimasukkan di dalamnya mempengaruhi proses polimerisasi. Selain itu, penggabungan activated resin menghasilkan 60-70% shrinkage yang lebih sedikit ketika dibandingkan dengan resin kovensional berbasis methacrylate.1 Burgess dan Munoz (2011) menyimpulkan bahwa SDR memiliki shrinkage serta stress polimerisasi yang rendah. Penelitian Reis dkk (2009) pada kavitas Klas I dan II yang direstorasi dengan SDR juga menunjukkan angka kebocoran mikro yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan kavitas yang direstorasi dengan resin flowable sebagai intermediate layer.23

Namun, penggunaan material resin komposit flowable untuk menghilangkan stress dan meningkatkan adaptasi belum dikonfirmasi penggunaannya dalam studi klinis. Koltisko dkk (2010) menemukan bahwa stress polimerisasi dari SDR lebih rendah dibanding resin komposit flowable lainnya. Burgess dkk (2010) juga menjelaskan bahwa senyawa kimia dari SDR dirancang untuk memperlambat laju polimerisasi sehingga mengurangi shrinkage akibat polimerisasi.1

Arslan dkk (2013) melakukan penelitian menggunakan gigi molar ketiga dan hasilnya menunjukkan penggunaan SDR dan resin komposit flowable sebagai intermediate layer tidak mengurangi timbulnya celah mikro. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lokhande dkk (2013) menunjukkan bahwa penggunaan komposit flowable sebagai intermediate layer mengurangi kebocoran mikro apabila dibandingkan dengan komposit hybrid. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian Alonso dkk (2004) dimana penggunaan intermediate layer dengan komposit flowable dapat mengurangi kebocoran mikro pada restorasi resin komposit.1,4

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai intermediate layer pada restorasi Klas V resin komposit dalam mengurangi celah mikro?

2. Apakah ada perbedaan Stress Decreasing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai intermediate layer pada restorasi Klas V resin komposit dalam mengurangi celah mikro?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai intermediate layer pada restorasi Klas V resin kompoit dalam mengurangi celah mikro.

2. Untuk mengetahui perbedaan Stress Decreasing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai intermediate layer pada restorasi Klas V resin kompoit dalam mengurangi celah mikro.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai pemilihan bahan intermediate layer yang dapat menghasilkan adaptasi retorasi yang lebih baik.

2. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi Stress Decresaing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai intermediate layer pada restorasi Klas V resin komposit.

3. Sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat terutama dalam bidang konservasi gigi untuk mempertahankan kesehatan

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang dapat digunakan untuk merestorasi kavitas Klas V. Namun, komposit berbasis resin yang menunjukan, shrinkage polimerisasi, dan adaptasi marginal pada dentin yang rendah pada restorasi Klas V dapat menyebabkan berbagai masalah, salah satunya adalah kebocoran mikro. Komposit flowable dan Stress Decreasing Resin (SDR) merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai intermediate layer untuk menanggulangi masalah tersebut.

2.1 Celah Mikro pada Kavitas Klas V

Menurut klasifikasi karies oleh G.V. Black pada tahun 1900-an, kavitas Klas V merupakan kavitas yang terdapat pada permukaan labial atau bukal dan lingual dari gigi anterior maupun posterior. Salah satu masalah utama untuk merestorasi kavitas Klas V dengan resin komposit adalah sedikitnya struktur enamel dibanding struktur dentin yang menyebabkan sulitnya perlekatan serta adaptasi dari bahan restorasi terhadap gigi, khususnya pada margin servikal.5,6

(25)

Pada kavitas Klas V sebagian restorasi berada pada enamel dan sebagian lagi berada pada dentin (Gambar 1). Karakterisik yang berbeda dari enamel dan dentin mempersulit kinerja dari bahan adhesif. Dentin dengan kandungan air yang lebih banyak dapat mencegah bahan adhesif untuk berpenetrasi membentuk retensi mekanis yang baik dan menyebabkan perlekatan bahan restorasi yang tidak optimal sehingga dapat menimbulkan celah mikro. 10,18

Kebocoran mikro adalah keadaan dimana cairan dan bakteri dapat lewat pada celah berukuran mikro antara restorasi dan gigi akibat perlekatan marginal yang kurang baik.4 Kebocoran mikro dapat disebabkan karena shrinkage polimerisasi komposit, perlekatan dan pembasahan yang buruk, stress thermal, dan beban mekanis. Hal ini dapat menyebabkan diskolorisasi pada tepi restorasi, karies rekuren, hipersensitivitas, dan patologi pulpa, dan dapat menyebabkan lepasnya restorasi dari kavitas.1.3

Kekuatan sistem adhesif pada dentin tidak cukup kuat untuk menahan stress akibat shrinkage polimerisasi pada interfasial restorasi. Hal ini dapat diminimalisir dengan cara meletakkan bahan fleksibel sebagai intermediate layer. Dengan daya alir yang tinggi bahan ini dapat melapisi setiap bagian kavitas secara lebih baik dan dapat dapat berperan sebagai stress breaker pada interfasial restorasi.

2.2 Resin Komposit

(26)

Shrinkage dinilai sebagai kelemahan utama dari bahan restorasi resin komposit. Proses polimerisasi yang menghasilkan shrinkage menyebabkan timbulnya stress yang dapat melebihi kekuatan ikatan disekitar gigi, mengakibatkan kegagalan perlekatan interfasial restorasi yang mengarah pada kebocoran mikro.10,17

2.2.1 Komponen Resin Komposit

2.2.1.1 Matriks Organik

Basis matriks terdiri dari monomer polimerik mono-, di- atau tri-fungsional seperti BIS-GMA (Bisphenol-A-glycidyl methacrylate) atau UDMA (urethane dimethacrylate). Resin ini memiliki viskositas tinggi dan dapat diencerkan menggunakan monomer berviskositas rendah untuk mengontrol viskositasnya. Monomer ini dapat berupa bisphenol A dimethacrylate (Bis-DMA), ethylene glycol dimethacrylate (EGDMA), triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA), methyl methacrylate (MMA). Namun, semakin besar proporsi dari monomer pengencer ini dapat menyebabkan semakin besarnya shrinkage polimerisasi dan resiko kebocoran pada celah marginal.15,16,18

2.2.1.2Partikel Bahan Pengisi Anorganik (F iller)

Fase dispersi dari resin komposit terbentuk dari material filler anorganik. Penambahan bahan filler meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari matriks organik. Filler yang sering digunakan adalah silicon dioxide, boron silicates, dan lithium aluminium silicates. Ketahanan restorasi komposit bergantung pada ukuran partikel filler, jarak antar partikel, dan muatan filler.15,16,18

2.2.1.3Bahan Coupling (Silane)

(27)

mencegah penetrasi air sepanjang permukaan resin filler, pemindahan gaya dari resin matriks fleksibel ke partikel filler yang lebih kaku, serta membantu ikatan filler dengan matriks resin.14,18 Tanpa bahan coupling, komposit akan menjadi lebih lemah dibawah tekanan dan partikel filler akan dengan mudah terlepas dari permukaan selama pengunyahan.19

2.2.1.4Sistem Fotoinisiator dan Aktivator

Bahan ini mengaktivasi polimerisasi dari komposit. Fotoinisiator yang paling sering digunakan adalah camphoroquinone (CQ). Semakin tinggi konsentrasi dari CQ dapat menginduksi generasi yang cepat dan tinggi dari radikal bebas, menghasilkan produksi reaksi kinetik polimerisasi yang lebih cepat dan derajat konversi yang lebih tinggi.18,20

Fotoinisiator merupakan parameter fundamental dalam menentukan karakter polimerisasi resin komposit. Aktivasi fotoinisiator terjadi pada panjang gelombang tertentu, dimana efisiensi yang optimal diperoleh ketika penyerapan dari fotoinisiator sesuai dengan emisi spektral dari light curing unit. Konsentrasi fotoinisiator yang bervariasi antara komposit komersial dan dampaknya pada adaptasi marginal serta internal belum dapat dijelaskan. Alonso dkk (2014) pada penelitiannya menemukan bahwa komposit dengan konsentrasi inisiator yang lebih rendah menunjukan presentasi celah yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposit berkonsentrasi tinggi. Hal ini disebabkan pembentukan jaringan polimer yang tidak sempurna akan menghasilkan ikatan yang tidak adekuat terhadap bahan adhesif dan dapat menimbulkan celah mikro.20

2.2.1.5Inhibitor

(28)

2.2.1.6Modifier Optik

Stain dan opacifiers digunakan untuk mengubah dan memodifikasi warna visual (shading) dan translusensi serta opasitas dari bahan komposit menjadi kombinasi yang lebih baik sebagai bahan restorasi yang menyerupai warna gigi. Bahan yang sering digunakan untuk meningkatkan opasitas adalah titanium dioxide dan aluminum dioxide dalam jumlah kecil antara 0,001-0,007% berat.18

2.3Resin Komposit F lowable

Generasi pertama dari resin komposit flowable diperkenalkan pada tahun 1996. Resin komposit ini memiliki ukuran partikel kecil yang sama dengan resin komposit hybrid konvensional, tetapi terdapat pengurangan jumlah konten filler untuk mengurangi viskositas dari campuran resin.12 Resin ini memiliki muatan filler yang lebih rendah sekitar 41-53% dari volume dan ukuran partikel sekitar 0,04-1

μm.1,3,4

Dikarenakan resin komposit flowable lebih kaya akan resin dibanding resin komposit konvensional, modulus elastisitasnya menjadi lebih rendah sehingga memungkinkan deformasi plastis yang berperan sebagai elastic buffer dan meningkatkan fleksibilitas dari kumpulan ikatan serta dapat beperan sebagai shock absorber yang mengkompensasi kontraksi dari shrinkage stress ketika digunakan sebagai intermediate layer.1,3,4 Dengan viskositas rendah, komposit ini dapat diinjeksikan pada preparasi untuk mengalir dan menyebar secara merata, beradaptasi rapat pada bentuk kavitas, sehingga menjadi pilihan yang baik sebagai material restorasi.16,18,21

(29)

tidak mudah berpindah atau bergerak pada daerah dengan konsentrasi stress yang tinggi. Namun, tingginya shrinkage polimerisasi dan sifat mekanis yang buruk akibat pengurangan muatan filler masih menjadi kelemahan resin komposit flowable.33

Indikasi penggunaan resin komposit flowable ini antara lain sebagai restorasi preventif, fisur silen, lesi Klas V, memperbaiki tepi restorasi amalgam, memperbaiki fraktur porselen, memperbaiki cacat enamel dan tepi mahkota, dan sebagai intermediate layer.16,18

2.4 Stress Decreasing Resin (SDR)

Stress Decreasing Resin (SDR) adalah satu komponen, mengandung fluoride, diaktivasi dengan sinar, dan material resin komposit yang radiopaque. SDR memiliki karakteristik seperti komposit flowable umumnya, namun dapat diaplikasikan dengan bulk-in dalam satu lapisan singular hingga ketebalan 4mm, dan diikuti dengan 2mm lapisan resin komposit konvensional diatasnya. Adapun ciri lain dari SDR adalah shrinkage polimeriasi dan stress polimerisasi yang rendah, lapisan basis yang besar sampai dengan ketebalan 4 mm, optimasi penanganan untuk kemudahan peletakan dan adaptasi terhadap dinding kavitas, kompabilitas kimia dengan adhesif dan komposit berbasis methacrylate, dan glass filler yang mengandung fluoride.1,23,24

SDR dapat digunakan sebagai basis pada restorasi direk kavitas Klas I & II dan intermediate layer dibawah material restorasi direk. Namun, SDR memiliki kontraindikasi untuk penggunaan pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap resin methacrylate atau salah satu dari komponen yang disebutkan sebelumnya.23

2.4.1 Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR)

(30)

resin SDRdibandingkan dengan sistem resin (berat molekul 849 g/mol untuk resin SDR dibandingkan dengan 513 g/mol untuk Bis-GMA). Komposisi dari SDR terdiri dari material baru dan yang sudah tidak asing, yang masing-masingnya memiliki fungsi spesifik dalam komposisi secara keseluruhan, seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi dan fungsi SDR3

Bahan Fungsi

SDR urethane dimethacrylate Mengurangi shrinkage, mengurangi stress pada struktur resin

Resin dimethacrylate Struktur resin

Difungsional diluents Membentuk ikatan silang pada resin komposit Barium dan Stronium

alumino-fluoro-silicate

glasses (berat 68%, volume 45%)

Struktur glass filler dan fluoride

Sistem fotoinisiator Visible light curing

Colorants Universal shade

SDR terdiri dari kombinasi unik dari struktur molekul besar dengan bagian kimia yang tertanam di dalam pusat monomer resin SDR yang berpolimerisasi untuk memenuhi perpanjangan polimerisasi tanpa terjadi peningkatan secara tiba-tiba terhadap kepadatan ikatan silang. 23

Monomer konvensional

Monomer SDR dengan modulator

Berat molekul tinggi

 Pembentukan fleksibilitas

(31)

Gambar 2. Struktur kimia resin komposit flowable SDR17

Berat molekul yang tinggi dan pembentukan fleksibilitas di sekitar pusat modulator polimerisasi akan mengoptimalkan fleksibilitas dan struktur jaringan kimia SDR (Gambar 2).23

2.4.2 Kelebihan Stress Decreasing Resin (SDR)

Resin komposit terdiri dari resin organik reaktif dan filler mineral. Ketika sistem resin terpapar oleh cahaya, polimerisasi berlangsung cepat bersamaan dengan shrinkage volumetrik. Dengan sistem resin komposit, polimerisasi yang cepat dan shrinkage menyebabkan peningkatan besar pada stress polimerisasi. Sebaliknya, dengan SDR, dibawah kondisi yang sama, peningkatan stress dan waktu dapat dikurangi (Gambar 3). Shrinkage volumetrik yang terjadi pada SDR yaitu 3,5% (Gambar 4). Perpanjangan polimerisasi pada SDR juga memaksimalkan derajat konversi dan meminimalkan stress polimerisasi sekitar 60-80% dibandingkan dengan resin komposit flowable. Selain itu, stress yang terbentuk selama polimerisasi hanya 1,4 MPa dimana komposit flowable lainnya membentuk stress diatas 4 MPa (Gambar 5).23-25

(32)

Gambar 4. Shrinkage volumetrik dari SDR dibandingkan dengan material flowable lainnya23

Gambar 5. Stress polimerisasi dari SDR dibandingkan dengan material flowable lainnya23

2.5 Sistem Adhesif

(33)

yang lainnya. Sistem adhesif bekerja dengan tiga fungsi utama yakni memberikan ketahanan terhadap pemisahan substrat adherend (enamel, dentin, komposit, metal, keramik) dari suatu material restorasi atau sementasi, mendistribusi stress sepanjang permukaan interfasial ikatan, dan menyekat permukaan interfasial melalui bonding adhesif antara dentin dan/atau enamel dengan material bonding yang meningkatkan ketahanan terhadap kebocoran mikro dan permasalahan yang ditimbulkannya.16

Klasifikasi sistem adhesif pada awalnya dibagi atas generasi oleh Dr Marcos Vargas. Dengan kemunculan sistem self-etching, klasifikasi berdasarkan generasi tidak digunakan lagi dan diganti dengan menggunakan klasifikasi oleh van Meerbeek dkk yang berdasarkan mekanisme adhesi dan jumlah tahapan klinis yang terlibat, yakni sistem adhesif dapat berupa total etch (etch and rinse) atau self etch.23

Sistem adhesif total etch two step atau disebut dengan two step one bottle total etch terdiri dari metode sederhana yang menggabungkan primer dengan resin adhesif menjadi satu larutan. Total etch two step merupakan sistem yang paling efektif, efisien, serta memiliki perlekatan yang stabil terhadap enamel. Meskipun kelebihan dari sistem ini adalah ikatan perlekatan enamel dan dentin yang paling kuat, namun memiliki kekurangan yakni teknik sensitif dan sensitifitas pasca peratwan.26

Perlekatan pada enamel terjadi dengan pembentukan micropores yang akan diinfiltasi oleh monomer resin (Gambar 6). Monomer resin akan berpolimerisasi membentuk resin tag berdiameter 6 µm dan panjang 10-20 µm dan akan menghasilkan mechanical interlocking sehingga menguatkan perlekatan mekanis antara gigi dan resin.16,26

(34)

Gambar 6. Permukaan enamel yang telah dietsa, dimana pusat enamel rods telah larut oleh asam fosforik dan membentuk micropores.16

Pada restorasi resin komposit perhatian diarahkan untuk menciptakan adhesi pada dentin yang mampu menahan gaya yang terlibat selama shrinkage polimerisasi dari resin komposit10,18 Adanya smear layer membuat pembasahan dentin oleh adhesif semakin sulit. Cairan pada tubulus dentin juga secara konstan mengalir kearah luar, yang mana berarti mengurangi adhesi dari resin komposit terhadap perlekatan dentin.18,26 Apabila tidak terdapat cukup air, maka jaringan kolagen akan kolaps dan membentuk permukaan yang relatif tidak permeable sehingga mencegah infiltrasi resin dan hibridisasi selanjutnya. Namun, apabila terdapat telalu banyak air, infiltrasi resin tidak dapat sepenuhnya mengganti air dalam jaringan kolagen dan nantinya menyebabkan kebocoran mikro pada daerah tersebut.16

2.6 Shrinkage Polimerisasi

(35)

untuk bereaksi secara kimia melalui proses radikal bebas. Molekul monomer pada awalnya memiliki jarak intermolekul sekitar 3-4 Å, namun ketika berpolimerisasi, jarak antara unit polimer yang terbentuk hanya 1,5 Å.28 Proses ini menyebabkan hilangnya volume yang disebut shrinkage polimerisasi jika tidak dicegah (Gambar 7).23,27

Ketika proses shrinkage ini dibatasi stress akan menumpuk di dalam material. Pada tahap awal polimerisasi, monomer dan rantai polimer kecil dengan mudah menghilangkan stress karena masih bebas bergerak dan menghilangkan stress. Seiring dengan semakin banyaknya monomer yang bereaksi, polimer menyatu bersama untuk membentuk sebuah jaringan. Titik dimana jaringan ini dibentuk disebut dengan gel point. Reaksi berlanjut dengan monomer dan polimer terus menambah jaringan dan akhirnya kehilangan kemampuannya untuk bergerak sehingga material menjadi kaku (rigid). Titik ini disebut dengan vitrification point. Pada proses ini stress terbentuk dengan cepat karena tidak dapat disebarkan oleh gerakan lagi. Material yang menahan shrinkage dan menghasilkan gaya pada komposit disebut dengan stress polimerisasi. Tidak hanya stress polimerisasi ini akan terjebak dalam komposit itu sendiri, tetapi juga akan mengerahkan gaya pada interfasial perlekatan dimana komposit melekat.23

Gambar 7. Shrinkage polimerisasi menghasilkan celah antara permukaan gigi dengan bahan restorasi.18

2.6.1 Shrinkage Stress celah

(36)

Shrinkage polimerisasi pada resin saat mencapai gel point dan mulai mengeras menghasilkan stress yang tidak terbebaskan. Shrinkage polimerisasi dan resultan stress dapat dipengaruhi oleh total volume material resin komposit, tipe komposit, kecepatan polimerisasi, dan C-factor. Stress yang terbentuk cenderung berkembang pada interfasial jaringan atau komposit. Akibatnya risiko kebocoran marginal dan masalah yang mengikutinya seperti staining marginal serta karies sekunder semakin parah. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini adalah salah satu masalah terbesar dari komposit yang digunakan untuk restorasi Klas II dan V.16 Kondisi ini sering mengakibatkan restorasi pre-stressed dan memiliki dampak merugikan lain seperti deformasi gigi, kegagalan ikatan gigi dengan retorasi, dan keretakan mikro pada restorasi.21,23,27

2.6.2 Faktor yang Berperan dalam Stress Polimerisasi Shrinkage

2.6.2.1Muatan F iller

(37)

2.6.2.2Derajat Konversi

Derajat konversi merupakan peristiwa dimana resin monomer berikatan dan membentuk suatu jaringan polimer. Dengan kata lain, derajat konversi merupakan suatu ukuran dari presentasi ikatan ganda karbon dengan karbon yang telah berubah menjadi ikatan tunggal untuk membentuk suatu resin polimerik.16 Terdapat hubungan langsung antara derajat konversi dengan shrinkage. Pengurangan dalam derajat konversi akhir akan mengarah pada shrinkage dan stress kontraksi yang lebih rendah. Namun, derajat konversi yang rendah dapat mempengaruhi beberapa sifat mekanis material. Sebaliknya, sedikit peningkatan pada derajat konversi akan menghasilkan peningkatan yang cukup besar pada stress namun akan meningkatkan sifat mekanik material.16,27

Konversi dari monomer menjadi polimer tergantung pada beberapa faktor seperti komposisi resin, transmisi cahaya melalui material, dan konsentrasi dari initiator dan inhibitor.16

2.6.2.3 Modulus Elastisitas

Penelitian in vitro menunjukkan stress interfasial selama shrinkage pengerasan dari resin komposit berkorelasi dengan tingkat kekakuan dari pengerasan material yang dikenal sebagai modulus elastisitas atau modulus Young. Oleh karena itu, pada nilai shrinkage yang telah ditentukan, material paling rigid (material yang menunjukkan modulus elatisitas paling tinggi) akan menyebabkan stress tertinggi. Tentu saja modulus elastisitas juga meningkat selama reaksi polimerisasi berlangsung.27

2.6.2.4 C-F actor

(38)

menguntungkan untuk ikatan dentin dan komposit yang tahan lama. Pada kavitas seperti ini kontraksi terbatas pada satu arah, dengan demikian menyebabkan komposit dengan bebas mengalir pada tahap rigid awal. Kondisi ini mencegah gaya kontrasi untuk menciptakan stress dan membantu menciptakan suatu ikatan kuat terhadap dinding kavitas. 23,27

Gambar 8. Nilai c-factor berbeda pada setiap kavitas, Klas I memiliki nilai tertinggi yakni 5, dan Klas V memiliki nilai berkisar 1 dan 3 tergantung desain kavitasnya

2.7 Penggunaan Liner sebagai Intermediate Layer

Komposit flowable diciptakan dengan kandungan partikel yang memiliki ukuran kecil yang sama dengan komposit hybrid namun dengan pengurangan muatan filler dalam mengurangi viskositasnya. Muatan filler yang rendah menyebabkan beberapa sifat mekanis yang rendah dan shrinkage polimerisasi yang tinggi ketika dibandingkan dengan komposit hybrid. Namun, menurut hukum Hooke, meskipun shrinkage polimerisasi lebih tinggi pada komposit flowable dapat menciptakan stress lebih besar pada daerah interfasial, namun modulus elastisitasnya yang rendah akan menciptakan stress yang lebih rendah dibanding komposit hybrid.27

(39)

komposit dengan membebaskan stress kontraksi polimerisasi. Jika dinding kavitas dengan c-factor yang tidak menguntungkan dilapisi dengan suatu lapisan elastis, kontraksi pada restorasi mendapatkan sedikit kebebasan dalam pergerakan dari sisi adhesif. Terlebih lagi, lining dapat berkontribusi untuk distribusi yang merata dari stress pada interfasial adhesif. Hal ini menghasilkan peningkatan dari adaptasi restorasi resin komposit.11 Material yang sering digunakan sebagai liner adalah resin komposit flowable dan Stress Decreasing Resin (SDR) yang merupakan material baru dalam bidang kedokteran gigi.21,27

2.8 Metode Evaluasi Celah Mikro

Salah satu cara untuk menilai tingkat kebocoran mikro pada permukaan interfasial restorasi gigi adalah melalui penetrasi bahan pewarna yang dapat diamati dengan pengelihatan dibawah stereomikroskop atau melalui SEM (Scanning Electron Microscop).16,35 Bahan pewarna merupakan metode yang paling sering digunakan karena murah dan mudah digunakan, serta dapat mendeteksi celah mikro tanpa membutuhkan reaksi kimia maupun radiasi seperti yang dibutuhkan chemical tracer.35

Scanning Electron Microscop (SEM) merupakan mikroskop elektron yang digunakan untuk mengamati permukaan suatu objek (Gambar 10). SEM memiliki perbesaran yang tinggi 10-3000000x dan resolusi yang baik. Meskipun memberikan hasil yang lebih jelas dan rinci sehingga analisis celah mikro menjadi lebih mudah, namun penggunaan SEM masih relatif mahal.35

(40)

Gambar 9. Stereomikroskop (Zeiss, Swiss)

Gambar 10. Scanning Electron Microscope (SEM)

(41)
(42)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1Kerangka Konsep

Celah mikro Restorasi Klas V resin komposit

 Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer

(43)

Penelitian ini diakukan pada restorasi kavitas Klas V pada gigi premolar atas dengan design kavitas panjang mesiodistal 4 mm, lebar oklusogingival 2 mm, kedalaman aksial 2 mm, dan margin servikal berada 1mm diatas CEJ (cement enamel junction) sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Arslan dkk (2013).

Beberapa penelitian mengindikasikan penggunaan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer lebih baik karena memiliki modulus elastisitas yang rendah sebagai stress-breaking liner sehingga dapat melapisi setiap kavitas secara baik. Stress yang dihasilkan SDR selama polimerisasi hanya 1,4 MPa, sedangkan resin komposit flowable menghasilkan stress selama polimerisasi >4 MPa. Pada penelitian ini sistem adhesif yang digunakan adalah total etch two step yang mempunyai kekuatan perlekatan yang lebih tinggi dibandingkan sistem adhesif self etch. Setelah aplikasi sistem adhesif total etch two step, dilakukan aplikasi SDR dengan peletakan secara bulk. Bahan restorasi yang digunakan sebagai lapisan penutup adalah resin komposit nanohybrid yang memiliki karakteristik shrinkage yang tinggi. Dengan konsistensi resin yang kaku, penggunaan sistem adhesif dan selapis tipis resin komposit flowable pada dinding kavitas dapat meningkatkan adaptasi dan perlekatan resin komposit nanohybrid.

Penelitian ini menggunakan tiga kelompok perlakuan, yaitu kelompok I dengan aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer, kelompok II dengan aplikasi resin komposit flowable sebagai intermediate layer, dan kelompok III tanpa aplikasi intermediate layer, sehingga dapat dilihat stress dan shrinkage yang terjadi pada setiap kelompok selama polimerisasi.

(44)

3.2Hipotesa Penelitian

Dari uraian yang telah dijelaskan maka hipotesis untuk penelitian ini adalah: 1. Penggunaan Stress Decreasing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai

intermediate layer pada restorasi Klas V resin komposit dapat mengurangi celah mikro.

(45)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian

Eksperimental Laboratorium

4.1.2 Desain Penelitian

Posttest Only Control Group Design

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

1. Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU 2. Laboratorium Infeksi Fakultas Kedokteran USU

3. Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU

4.2.2 Waktu Penelitian

Bulan Maret 2015

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Gigi premolar rahang atas yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti yang disimpan sebagai Bahan Biologi Tersimpan (BBT)

4.3.2 Sampel

Gigi premolar maksila yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti dengan kriteria sebagai berikut:

a. Gigi premolar satu dan/atau premolar dua maksila b. Tidak ada fraktur mahkota dan belum pernah direstorasi c. Keadaan mahkota baik (utuh) dan tidak karies

(46)

Besar Sampel

Jumlah sampel yang digunakan ditentukan besarnya dengan rumus Federer (1955) untuk rancangan eksperimental, yaitu:

(n-1)(t-1) ≥ 15 (n-1)(3-1) ≥ 15 2n-2 ≥ 15 2n ≥ 17

n ≥ 8,5 ≈ 9

n = 10

Keterangan:

t: jumlah perlakuan dalam penelitian (ada 3 perlakuan) n: jumlah replikasi (sampel)

Dalam penelitian ini, setiap sampel dibelah menjadi dua bagian permukaan, yaitu permukaan mesial dan distal tanpa membandingkan kedua skor. Besar sampel untuk setiap kelompok menurut perhitungan diatas adalah 10 sampel. Jumlah keseluruhan sampel gigi premolar maksila adalah 30 sampel yang dibagi secara random menjadi tiga kelompok perlakuan, yaitu:

Kelompok I: Restorasi kavitas Klas V dengan aplikasi Stress Decreasing Resin

(SDR) sebagai intermediate layer sebanyak 10 sampel.

Kelompok II: Restorasi kavitas Klas V dengan aplikasi resin flowable sebagai intermediate layer sebanyak 10 sampel.

(47)

4.4 Variabel dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Penelitian

4.4.1.1 Variabel Bebas

Restorasi resin komposit Klas V dengan aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai intermediate layer.

4.4.1.2 Variabel Tergantung

Celah mikro antara bahan restorasi dengan dinding kavitas.

4.4.1.3 Variabel Terkendali

a. Perendaman gigi dalam saline

b. Desain dan ukuran preparasi kavitas Klas V premolar (panjang 4mm, lebar 2 mm dan kedalaman 2 mm)

c. Teknik insersi: incremental (1mm intermediate layer, 1mm resin nanohybrid)

d. Sistem adhesif total etch two step: aplikasi etsa selama 15 detik, dan penyinaran bonding selama 20 detik

e. Jenis dan bentuk mata bur: diamond bur f. Ketajaman mata bur (1 bur untuk 3 gigi) g. Sumber sinar: LED (blue light)

h. Waktu penyinaran light cured 20 detik i. Jarak penyinaran: 1mm

j. Arah penyinaran

k. Metode penyinaran: continuous polymerization l. Suhu dan proses thermocycling: 5oC dan 55oC m. Intensitas sinar: 1000-1200 mW/cm2

4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali

(48)

b. Keberadaan smear layer

c. Volume SDR

d. Aplikasi SDR: tekanan saat injeksi

e. Variasi struktur anatomi gigi premolar maksila f. Kelembapan kavitas

(49)

4.4.1.5 Identifikasi Variabel Penelitian

 Desain dan ukuran preparasi kavitas Klas V premolar (panjang 4mm, lebar 2 mm dan

kedalaman 2 mm)

 Teknik insersi: incremental (1mm intermediate layer, 1mm resin nanohybrid)

 Sistem adhesif total etch two step: aplikasi etsa selama 15 detik, dan penyinaran bonding selama 20 detik

 Jenis dan bentuk mata bur: diamond bur

 Ketajaman mata bur (1 bur untuk 3 gigi)

 Sumber sinar: LED (blue light)

 Waktu penyinaran light cured 20 detik

(50)
(51)
(52)

(>1mm)

d. Kaliper untuk pengukuran outline form (Tricebrand, China) e. High speed dentalhandpiece (DTE, China)

f. Disc bur (KG Sorensen, Denmark) g. Steel carbide bur (Dia bur)

h. Pinset, sonde lurus, dan semen stopper (Dentica) i. Cotton pellet

j. Bonding aplikator (Appliquoator, Germany) k. Finishing dan Polishing Bur (Dia Bur) l. LED Light curing unit (Woodpecker, China) m. Kain kasa

n. Waterbath (Memmert, Germany) sebagai pengganti alat thermocycling o. Termometer (Fisher, Germany)

p. Stopwatch (Apple, Calfornia) q. Baker glass (Pyreex, Germany)

r. Wadah plastik untuk tempat perendaman gigi dalam larutan saline s. Spatel (Prodental)

t. Cawan petri (Pyreex, Germany) u. Stereomikroskop (Zeiss, Swiss)

(53)

w. Bais sebagai penahan gigi ketika melakukan pemotongan mahkota gigi premolar maksila

Gambar 11. Berbagai macam alat: A. Masker, B. Handscoon, C. Kaliper, D. Highspeed dental handpiece, E. Steel carbide bur, diamond bur, finishingand polishing bur, F. Semen stopper, pinset, sonde lurus

(54)

Gambar 12. A. Bonding aplikator, B. LED Light curing unit, C. Termometer, D. Waterbath, E. Baker glass

Gambar 13. A. Kain kasa, B. Rubber bowl, spatel, dan gips, C. Bais, D. Larutan saline, methylene blue 2%, dan wadah plastik, E. Skeler elektrik, F. Stereomikroskop

4.5.2 Bahan Penelitian

a. Gigi premolar atas yang telah dicabut untuk perawatan ortodonti sebanyak 27 b. buah

c. Stress Decreasing Resin (Smart Dentin Replacement, Dentsply)

d. Resin komposit flowable konvensional (Estelite Flow Quick, Tokuyama Dental) e. Resin komposit nanohybrid (3M ESPE, Filtek™ Z250 XT)

f. Sistem adhesif total etch two step (Tetric N-Bond®,Ivoclar Vivodent) g. Saline untuk penyimpanan sampel penelitian

h. Gips untuk penanaman gigi (Super gips) i. Cat kuku (aseton)

(55)

k. Methylene blue 2% l. Bubuk pumice

Gambar 14. A. Cawan petri, B. Wax, C. Cat kuku

Gambar 15. A. Stress Decreasing Resin (SDR), kompul dan gun, B. Resin flowable (atas) dan resin nanohybrid (bawah), C. Total-etch two step

4.5.3 Prosedur Penelitian

a. Persiapan sampel

(56)

Gambar 16. A. Gigi dibersihkan dengan skeler elektrik, B. Gigi dibersihkan dengan bubuk pumice menggunakan but brush, C. Gigi direndam dalam larutan saline, D. Gigi ditanam dalam balok gips

b. Perlakuan sampel penelitian 1. Preparasi Sampel

Bentuk outline form kavitas pada gigi premolar maksila menggunakan pensil dan dengan bantuan kaliper bentuk desain restorasi Klas V berbentuk saucer dengan batas servikal 1mm diatas Cemento Enamel Juntion (CEJ), panjang mesiodistal 4 mm dan lebar occluso-gingival 2 mm untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, serta kedalaman kavitas 2 mm.

Preparasi kavitas menggunakan high speed handpiece dan akses ke jaringan karies di enamel dan dentin menggunakan diamond bur dan preparasi dimulai pada enamel permukaan servikal. Selanjutnya kavitas diperdalam dengan memasukkan bur perlahan-lahan dengan kecepatan sedang sehingga mencapai kedalaman seluruh kepala bur (1,5-2 mm).

(57)

Gambar 17. A & B. Pembentukan outline form kavitas dengan pensil menggunakan bantuan kaliper, C. Preparasi kavitas menggunakan high speed handpiece

Gambar 18. Desain kavitas, dengan ukuran 4 x 2 x 2 mm

2. Restorasi sampel Kelompok I

Kelompok I diberikan perlakuan aplikasi etsa dengan menggunakan kuas selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi dijaga dan dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembab menggunakan air blow. Selanjutnya bonding diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan 1mm Stress Decreasing Resin sebagai intermediate layer dengan teknik bulk dan kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan 1mm resin komposit nanohybrid dan kemudian disinari selama 20 detik.

(58)

Kelompok II diberikan perlakuan aplikasi etsa dengan menggunakan kuas selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi dijaga dan dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembab menggunakan air blow. Selanjutnya bonding diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan 1mm resin komposit flowable sebagai intermediate layer dengan teknik bulk dan kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan 1mm resin komposit nanohybrid dan kemudian disinari selama 20 detik.

Kelompok III

Kelompok III diberikan perlakuan aplikasi etsadengan menggunakan kuas selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi gigi dijaga dan dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembabmenggunakan air blow. Selanjutnya bonding diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan 2mm resin komposit nanohybrid dan kemudian disinari selama 20 detik.

(59)

Gambar 20. A. Aplikasi Stress Decreasing Resin pada kelompok I, B. Aplikasi resin flowable pada kelompok II, C. Aplikasi resin komposit nanohybrid pada kelompok I, II, dan III

3. Finishing dan Polishing

Tahap finishing restorasi dilakukan menggunakan fine finishing bur untuk membuang resin komposit yang berlebihan, kemudian polis menggunakan bur polis berbasis silicone (enhance) pada seluruh permukaan restorasi. Proses preparasi, restorasi, dan finishing dilakukan oleh operator yang sama.

Gambar 21. Polishing menggunakan bur polis (enhance)

4. Water storage dan thermocycling

(60)

selanjutnya dipindahkan dengan waktu transfer 10 detik kedalam waterbath bersuhu 55o C, diamkan selama 30 detik serta dilakukan secara berulang sebanyak 200 kali putaran.

Gambar 22. Sample direndam dalam larutan saline selama 24 jam pada suhu 37°C

Gambar 23. A. Sampel direndam dalam air es bersuhu 5o selama 30 detik, B. Sampel dipindahkan dengan waktu transfer 10 detik, C. Sampel direndam dalam waterbath bersuhu 55o C selama 30

5. Perendaman dalam larutan Methylene Blue 2%

(61)

Gambar 24. A. Sampel dengan apeks yang sudah ditutupi dengan sticky wax dan cat kuku, B. Sampel direndam dalam larutan methylene blue 2% selama 24 jam

6. Pengukuran celah mikro

Sampel ditempatkan pada bais sebagai penahan, kemudian sampel dibelah melalui bagian tengah restorasi dengan menggunakan disc bur. Pengamatan celah mikro dilakukan dengan melihat penetrasi zat warna Methylene Blue 2% pada tepi restorasi melalui stereomikroskop dengan pembesaran 20x. Pengamatan dan penilaian skor dilakukan oleh 2 orang dengan teknik double blind untuk menghindari terjadinya subjektivitas.

Derajat celah mikro ditentukan dengan mengamati perluasan Methylene Blue 2% dari sisi gigi yang perluasannya paling panjang dan dinilai dengan sistem penilaian standar dengan skor 0-3 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Arslan dkk (2013).1

Tabel 2. Skor Penetrasi Zat Warna.1

SKOR DEFINISI

0 Tidak ada penetrasi

1 Penetrasi melibatkan 1/2 dinding kavitas

(62)

Gambar 25. Skema penentuan skor kebocoran mikro berdasarkan penetrasi zat pewarna. 0 = tidak ada penetrasi, 1 = penetrasi melibatkan ½ dinding kavitas, 2 = penetrasi melibatkan lebih dari ½ dinding kavitas, dan 3 = penetrasi mencapai dinding aksial kavitas

(63)

Gambar 27. Sampel yang telah dibelah

4.6 Pengolahan dan Analisis Data

(64)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dari tiap kelompok dilakukan pengambilan foto stereomikroskop dengan pembesaran 20x sebanyak empat sampel dari kelompok I, tiga sampel dari kelompok II, dan dua sampel dari kelompok III yang mewakili masing-masing skor celah mikro berdasarkan penetrasi zat warna. Dari kelompok I dengan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer, sampel dengan skor 0 ditunjukkan oleh Gambar 28 (A), sampel dengan skor 1 ditunjukkan oleh Gambar 28 (B), sampel dengan skor 2 ditunjukkan oleh Gambar 28 (C), dan sampel dengan skor 3 ditunjukkan oleh Gambar 28 (D). Dari kelompok II dengan resin komposit flowable sebagai intermediate layer, sampel dengan skor 1 ditunjukkan oleh Gambar 29 (A), sampel dengan skor 2 ditunjukkan oleh Gambar 29 (B), dan sampel dengan skor 3 ditunjukkan oleh Gambar 29 (C). Dari kelompok III tanpa aplikasi intermediate layer, sampel dengan skor 2 ditunjukkan oleh Gambar 30 (A) dan sampel dengan skor 3 ditunjukkan oleh Gambar 30 (B).

(65)

Gambar 29. Arah panah menunjukkan foto stereomikroskop restorasi dengan resin komposit flowable (A) sampel dengan skor 1 penetrasi zat warna hingga 1/2 dinding kavitas, (B) sampel dengan skor 2 penetrasi zat warna lebih dari 1/2 diinding kavitas, dan (C) sampel dengan skor 3 penetrasi zat warna melibatkan dinding aksial

Gambar 30. Arah panah menunjukkan foto stereomikroskop restorasi dengan resin komposit nanohybrid (A) sampel dengan skor 2 penertrasi zat warna lebih dari 1/2 dinding kavitas, dan (B) sampel dengan skor 3 penetrasi zat warna melibatkan dinding aksial.

(66)

Tabel 3. HASIL PENGAMATAN CELAH MIKRO Hasil pengamatan skor celah mikro tidak membedakan antara permukaan mesial dan distal melainkan hanya untuk mengambil data. Setiap sampel dalam setiap kelompok dilakukan penghitungan skor rata-rata antara mesial dan distal.

Hasil pengamatan skor celah mikro dengan stereomikroskop pembesaran 20x antara skor permukaan mesial dan distal, diambil nilai skor rata-rata setiap sampel (Lampiran 3) dan dianalisis menggunakan uji normalitas Saphiro-Wilk untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Uji ini digunakan karena sampel yang digunakan kurang dari 50 sampel.

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal (p<0.05) sehingga selanjutnya dilakukan uji non-parametrik yaitu uji statistik Kruskal Wallis Test untuk melihat perbedaan di antara seluruh kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Hasil uji statistik dengan Kruskal Wallis Test dapat dilihat pada Tabel 4.

(67)

Dari Tabel 4 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) yaitu p=0.008 di antara ketiga kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Kemudian analisis statistik dilanjutkan dengan menggunakan Mann-Whitney Test untuk melihat perbedaan di antara kelompok I dan II, kelompok I dan III, serta kelompok II dan III. Hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. HASIL UJI MANN-WHITNEY ANTAR KELOMPOK Kelompok Skor Celah Mikro

I dan II 0.361

I dan III 0.005

II dan III 0.007

(68)

BAB 6

PEMBAHASAN

Kebutuhan estetis yang tinggi menyebabkan resin komposit yang sudah mengalami banyak kemajuan kini menjadi pilihan yang umum dalam merestorasi kavitas Klas V. Salah satu penyebab utama dari kegagalan restorasi Klas V resin komposit adalah stress akibat shrinkage polimerisasi dan morfologi kavitas yang mempersulit perlekatan. Kegagalan perlekatan ini dapat menyebabkan kebocoran mikro yang dapat menimbulkan masalah lain seperti karies rekuren, diskolorisasi restorasi, hipersensitifitas, dan patologi pulpa.37

Evaluasi celah mikro secara in vitro dapat dilakukan salah satunya dengan studi penetrasi zat warna. Metode ini menjadi pilihan yang paling sering digunakan karena proses kerjanya yang mudah, sederhana, ekonomis, dan relatif cepat.38

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 gigi premolar maksila yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu tidak ada fraktur, belum pernah direstorasi, mahkota masih utuh, tidak karies, dan belum pernah dietsa dan bonding. Gigi premolar maksila digunakan dalam penelitian ini karena memiliki prevalensi lebih banyak diekstraksi untuk keperluan ortodonti. Gigi-geligi premolar maksila direndam dalam larutan saline sehingga gigi tetap lembab sampai diberikan perlakuan.

Sampel direndam selama 24 jam dalam methylene blue 2%, kemudian dilakukan pembelahan sampel menjadi bagian mesial dan distal tanpa membandingkan hasil kedua skor, diamati dengan stereomikroskop pembesaran 20x dan dicatat dengan skor 0-3 sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arslan dkk (2013).1 Nilai skor yang dihitung merupakan nilai skor rata-rata antara skor mesial dan distal.

(69)

celah mikro dan dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yaitu resin komposit flowable sebagai intermediate layer dan kelompok kontrol negatif yaitu resin komposit nanohybrid tanpa intermediate layer.

Dari data hasil pengukuran pengamatan celah mikro pada restorasi Klas V ini secara statistik terlihat bahwa kelompok III yang menggunakan resin komposit nanohybrid tanpa intermediate layer memiliki nilai rerata tertinggi yaitu 3.000 ± 0.3162. Sementara nilai rerata celah mikro pada kelompok II yang menggunakan resin flowable sebagai intermediate layer sebesar 2.000 ± 0.7379 dan pada kelompok I yang menggunakan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer memiliki nilai rerata terendah yaitu 1.500 ± 1.0593. Pada uji Kurskal Wallis menunjukkan secara statistik bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada ketiga kelompok perlakuan dengan nilai p=0.008. Hasil ini menunjukukkan bahwa restorasi resin komposit tanpa aplikasi intermediate layer memiliki peluang lebih tinggi terhadap resiko timbulnya celah mikro.

Hal ini dapat disebabkan resin komposit yang digunakan pada kelompok III adalah resin komposit nanohybrid yang memiliki viskositas tinggi, dengan daya alir yang rendah menyebabkan adaptasi yang kurang baik dengan kavitas. Sifat material yang kaku ini menimbulkan stress pada interfasial restorasi, yang apabila stress shrinkage ini tidak dapat dikompensasi oleh lapisan adhesif dapat menyebabkan kegagalan ikatan.39 Selain itu, tingginya skor pada kelompok III juga dapat dipengaruhi oleh peletakan resin komposit secara bulk. Usha dkk (2011) menemukan bahwa peletakan resin komposit secara incremental pada resin komposit berbasis silorane memiliki angka celah mikro yang lebih rendah dikarenakan shrinkage polimerisasi yang lebih kecil.1

(70)

intermediate layer secara signifikan dapat mengurangi celah mikro. Resin flowable sebagai intermediate layer mengasilkan adapatasi lebih baik pada kavitas karena modulus elastisitasnya yang rendah dan dapat mengurangi stress shrinkage saat berperan sebagai stress-breaking liner.1

Kelompok I dengan aplikasi SDR sebagai intermediate layer menunjukkan nilai rerata terendah. Hal ini dapat disebabkan shrinkage volumetrik SDR yang lebih rendah yaitu 3,5% dan stress polimerisasi yang lebih rendah yakni 1,4 MPa jika dibandingkan dengan resin flowable dengan stress 4 MPa.23 Hasil ini sejalan dengan penelitian Koltisko dkk (2010) dimana stress polimerisasi SDR lebih rendah dari resin flowable lainnya. Hasil kelompok I dan II menunjukkan hasil yang sejalan dengan penelitian Lokhande dkk (2013) dimana aplikasi resin flowable sebagai intermediate layer dibawah komposit hybrid dan packable menunjukkan angka kebocoran mikro yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan restorasi tanpa aplikasi intermediate layer.4

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Mann-Whitney pada Tabel 5, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) terhadap celah mikro pada restorasi Klas V resin komposit dengan SDR dan resin flowable sebagai intermediate layer. Selain itu, terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) antara kelompok perlakuan I dan II dengan intermediate layer dan kelompok III tanpa aplikasi intermediate layer. Terdapat beberapa faktor yang mungkin menyebabkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara SDR dengan resin flowable dan masih terdapat celah mikro pada ketiga kelompok perlakuan, seperti stress polimerisasi dan shrinkage, kegagalan ikatan, sifat fisik dan mekanis dari bahan restorasi.38

(71)

dalam sampai dentin. Hasil ini menunjukkan kebocoran mikro yang lebih rendah pada SDR dibandingkan resin flowable.

SDR terdiri dari kombinasi unik struktur molekul besar dengan bagian kimia yang disebut modulator polimerisasi dan secara kimia tertanam di tengah pusat monomer resin SDR yang berpolimerisasi. Berat molekul yang tinggi di sekitar pusat modulator memberikan fleksibilitas dan struktur jaringan resin SDR yang baik sehingga menghasilkan shrinkage volumterik yang lebih rendah. Shrinkage volumetrik yang lebih rendah berkontribusi dalam pengurangan stress shrinkage secara keseluruhan. 23 Hal inilah yang dapat menyebabkan SDR memiliki skor yang lebih rendah dibanding dengan resin flowable.

Di sisi lain, SDR dan resin flowable merupakan jenis material yang sama dan memiliki sifat dasar yang serupa. SDR direkomendasikan sebagai basis dari kavitas yang dalam seperti kavitas Klas I dan II, dimana SDR dapat diaplikasikan sampai dengan ketebalan 4 mm yang kemudian ditutupi dengan lapisan resin komposit packable.23 Sehingga pada kavitas yang dangkal dengan aplikasi 1 mm intermediate layer dan 1 mm resin kompsit nanohybrid menyebabkan kelebihan yang dimiliki SDR tidak terlihat secara signifikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Swift dkk (1996) dimana penggunaan resin dengan viskositas rendah sebagai intermediate layer tidak memiliki pengaruh yang konsisten terhadap celah mikro pada restorasi Klas V resin komposit.1 Dengan kata lain, resin flowable dan SDR menunjukkan efek yang hampir sama terhadap pengurangan stress pada kavitas dangkal, sehingga tidak ditemukan perbedaan signifikan diantara kedua kelompok.

(72)

Salah satu faktor pada penelitian ini yang mungkin menyebabkan masih ditemukan celah mikro pada ketiga kelompok adalah tidak dilakukan pembuatan bevel pada margin enamel. Retensi dari perlekatan marginal dapat ditingkatkan dengan pembuatan bevel pada margin enamel. Pembuatan bevel menyebabkan kondisi prisma enamel yang lebih menguntungkan untuk dietsa dan memaparkan lebih banyak permukaan enamel rods untuk bonding. De-Souza (2009) menyatakan bahwa keberadaan bevel dapat mengurangi timbulnya celah mikro.28

Penggunaan bahan adhesif ditujukan untuk menciptakan adhesi pada dentin yang mampu menahan gaya yang terlibat selama shrinkage polimerisasi dari resin komposit. Penelitian menunjukkan bahwa perlekatan dentin adhesif tergantung pada pembasahan dan penetrasi dari sistem adhesif dentin, serta reaktivitas dari pemukaan dentin yang diberi perlakuan.10,18 Dalam penelitian ini sampel yang digunakan merupakan gigi non vital yang telah banyak kehilangan kandungan air, dan lamanya gigi semenjak pencabutan tidak terkendali sehingga mempengaruhi kekuatan fisik dan struktur gigi. Hal ini dikarenakan komponen air di dalam tubulus dentin memiliki kemampuan untuk mendistribusikan tekanan pada gigi dan kolagen dalam tubulus dentin yang membentuk hybrid layer tidak terbentuk lagi menyebabkan perlekatan bahan adhesif yang kurang optimal.

(73)

Derajat konversi juga dapat mempengaruhi stress shrinkage. Derajat konversi yang rendah menyebabkan shrinkage dan kontraksi yang rendah pula, namun terdapat penurunan sifat mekanis dari bahan restorasi. Resin komposit packable mempunyai derajat konversi yang tidak merata, yakni 50% untuk bagian bawah restorasi dan 70% untuk bagian atas restorasi.23 SDR mempunyai derajat konversi yang merata, namun nilai derajat konversi SDR tidak terlalu tinggi, yaitu hanya 60% yang menunjukkan belum terjadi proses polimerisasi secara lengkap yang dapat menyebabkan pembentukan jaringan polimer yang tidak lengkap. Komposit dengan polimerisasi yang buruk tidak dapat secara adekuat berikatan dengan sistem adhesif dan akan menyebabkan terbentuknya celah.20 Akan tetapi, berdasarkan skor sampel yang diperoleh dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa celah mikro terutama terjadi pada resin komposit nanohybrid.

Hasil penelitian yang diperoleh juga dapat menjadi kurang jelas dikarenakan evaluasi intergritas adaptasi restorasi menggunakan penetrasi cairan hanya dievaluasi pada sisi bukal, dan hasil pengamatan digunakan untuk menggambarkan kualitas restorasi secara keseluruhan. Selain itu, heterogenitas struktur dari sampel juga dapat mempengaruhi kualitas dari lapisan adhesif.12 Variabel yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini seperti masa atau jangka waktu pencabutan gigi sampai perlakuan, kelembapan kavitas, serta volume dan aplikasi bahan restorasi juga dapat mempengaruhi.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan intermediate layer dibawah resin komposit nanohybrid pada restorasi Klas V dapat mengurangi timbulnya celah mikro. Meskipun tidak terdapat perbedaan yang signifikan, aplikasi SDR sebagai intermediate layer memiliki tingkat kebocoran mikro yang sedikit lebih rendah dibandingkan resin flowable. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Arslan dkk (2013) dimana tidak terdapat pengaruh penggunaan SDR dan resin flowable sebagai intermediate layer pada restorasi Klas V

Gambar

Tabel                                                                                                                Halaman
Gambar                                                                                                           Halaman
Tabel 1. Komposisi dan fungsi SDR3
Gambar 3. Perkembangan stress polimerisasi resin methacrylate dibandingkan dengan resin SDR23
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(A) Relative amplitude of glutamate mediated excitatory postsynaptic potentials (gEPSPs) before and after low-frequency tetanic stimulation indicated by the bar to the left

Average total dry matter (DM) yield and proportion of leaves, stems, and pods of forage, grain, and Wisconsin Black (WISC.BK) soybean at early harvest and forage soybean at late

However, during 1994–1995, herbage generally greater numerically than the other entries, accumulation between 29 November and 7 March was and Tifton 9 and RRPS Cycle 18 herbage

Jika setelah penilaian kembali, kepemilikan Grup pada nilai wajar aset bersih yang teridentifikasi dari pihak yang diakuisisi melebihi dari imbalan yang dialihkan, jumlah

if growing degree day (GDD), day of the year (DOY), mean stage of the studies that have evaluated changes in forage count (MSC), and mean stage weight (MSW) could be used to

Investasi pada entitas asosiasi dicatat di laporan posisi keuangan konsolidasian sebesar biaya perolehan dan selanjutnya disesuaikan untuk perubahan dalam bagian

• Apabila pelat tertumpu di keempat sisinya, dan rasio bentang panjang terhadap bentang pendek lebih besar atau sama dengan 2 , maka hampir 95% beban akan dilimpahkan dalam