• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Teknik Penempatan Resin Komposit dan Penggunaan Sistem Matriks Terhadap Kebocoran Mikro pada Restorasi Kelas II Resin Komposit Berbentuk Saucer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Teknik Penempatan Resin Komposit dan Penggunaan Sistem Matriks Terhadap Kebocoran Mikro pada Restorasi Kelas II Resin Komposit Berbentuk Saucer"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

% % % (

) $ % * + % #

$ , $

- % $ % %

, %

- %

-% % %

+ + % . #

$

/ 00 1 - / 00

-/

00 - %

( %

- - % . .# 2

% %

$ 3

4 5 % 6 * 4 5

% #% $ 5 4 5 % * 7 % #%

(2)

yang mencakup penempatan secara dengan 3 sampai 3,5 mm (Jackson

dan Morgan, 2000).

Desain kavitas Kelas II konvensional berbentuk dan bahan restorasi resin

komposit tidak selalu kompatibel sehingga saat ini telah diperkenalkan desain Kelas

II yang telah dimodifikasi untuk restorasi resin komposit sesuai dengan prinsip

. Teknik preparasi kavitas ini mirip dengan teknik preparasi

kavitas Kelas III anterior dan terbatas pada pembuangan jaringan karies, perluasan

yang tepat untuk pemeriksaan, penempatan, dan bahan resin komposit

(Nordbo dkk., 1993).

Resin komposit merupakan bahan tambalan sewarna gigi yang digunakan

hampir pada semua jenis restorasi (Roberson dkk., 2009). Resin komposit berasal dari

bahan komposit polimer yang sering digunakan sebagai bahan restorasi kedokteran

gigi pada gigi,gigi anterior dan posterior (Walmsley dkk., 2007; Hatrick dkk., 2011).

Resin komposit terdiri atas matriks resin organik, partikel anorganik, bahan

silane, sistem aktivator,inisiator, dan , dan

(Garcia dkk., 2006; Shawkat, 2009; Hatrick dkk., 2011).

Matriks resin organik yang paling sering digunakan adalah

(Bis,GMA), yang dihasilkan dari reaksi antara

dengan (Garcia dkk., 2006; Shawkat, 2009; Hatrick dkk.,

2011). Bis,GMA mempunyai dua gugus hidroksil untuk meningkatkan viskositas

sehingga dapat berpolimerisasi menjadi polimer berikatan ganda dan memiliki dua

cincin karbon aromatik untuk menambah berat molekul dan kekakuan (Gambar 2.1)

(3)

0 mbar 2.1 Struktur kimia resin komposit matriks resin Bis,GMA (Albers, 2002)

Matriks resin yang sering ditambahkan pada bis,GMA adalah

(TEGDMA) (Garcia dkk., 2006; Shawkat, 2009; Hatrick dkk., 2011).

Struktur kimia TEGDMA memiliki sifat mekanis yang lebih rendah daripada bis,

GMA (Gambar 2.2) (Powers dan Sakaguchi, 2006; Shawkat, 2009).

Gambar 2.2 Struktur kimia resin komposit matriks resin TEGDMA (Albers, 2002)

Matriks resin lainnya yaitu (UDMA) biasanya digunakan

sebagai matriks resin tambahan atau pengganti Bis,GMA (Shawkat, 2009; Hatrick

dkk., 2011). Struktur kimia UDMA memiliki gugus yang memberikan

kekuatan dan kekerasan pada polimer serta sifat penyerapan air yang rendah (Gambar

(4)

Gambar 2.3 Struktur kimia resin komposit matriks resin UDMA (Albers, 2002)

Partikel filler umumnya dihasilkan dari penggilingan atau pengolahan kuarsa

untuk menghasilkan partikel berukuran 0,1,100 µm. Partikel anorganik

umumnya membentuk 30,70% volume dan 50,85% berat komposit (Anusavice,

2003).

Fungsi utama bahan adalah sebagai fasilitator ikatan antara matriks

resin dan partikel (Shawkat, 2009; Garg dan Garg, 2010; Hatrick dkk., 2011).

Bahan yang sering digunakan adalah (3,

) (Powers dan Sakaguchi, 2006; Shawkat, 2009).

Gambar 2.4 3, (Powers dan Sakaguchi, 2006)

! " # $

Fotoinisiator yang sering digunakan adalah gugus seperti

(CQ) yang menyerap cahaya tampak berwarna biru dengan panjang

gelombang antara 400,500 nm dan yang paling optimal sekitar 465 nm (Powers dan

(5)

Sakaguchi, 2006; Shawkat, 2009; Garg dan Garg, 2010). yang

dihubungkan dengan aktivator yaitu seperti

(DMAEMA) (Gambar 2.5) akan menghasilkan

radikal bebas sehingga dapat menginisiasi proses polimerisasi (Powers dan

Sakaguchi, 2006; Shawkat, 2009).

Gambar 2.5 Skema peranan CQ dan DMAEMA dalam polimerisasi radikal bebas resin komposit (Shawkat, 2009)

% #

dan memiliki struktur kimia seperti yaitu 4,

(MEHQ) dan 2,6, , , ,4, atau

(BHT) yang berfungsi untuk mencegah terjadinya polimerisasi yang

terlalu dini (Shawkat, 2009).

&

dan digunakan untuk mengubah dan memodifikasi warna

visual ( ) dan translusensi bahan komposit menjadi kombinasi yang lebih baik

sebagai bahan restorasi yang menyerupai warna gigi. Bahan yang sering digunakan

untuk meningkatkan opaksitas adalah titanium dioksida dan alumunium oksida dalam

jumlah kecil antara 0,001,0,007% berat (Shawkat, 2009). Selain itu bahan lain yang

dapat digunakan adalah magnesium, tembaga dan besi oksida yang menyediakan

berbagai variasi warna (Anusavice, 2003; Shawkat, 2009).

(6)

'

#

Pada tahun 1988, Marshall mengklasifikasikan resin komposit berdasarkan

jumlah dan ukuran partikel . Jumlah dilihat dari segi berat dan volume,

sedangkan ukuran partikel ditetapkan dengan satuan µm.

Resin komposit merupakan generasi pertama dan menggunakan

partikel bahan pengisi ( ) yang relatif besar yaitu dengan ukuran antara 10,100

mikron (µm) dan banyaknya bahan pengisi umumnya 75,80% berat atau 60,65%

volume (Garcia dkk., 2006; Roberson dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011). Bahan pengisi

yang sering digunakan adalah quartz giling, , yang

mengandung (Albers, 2002; Anusavice, 2003; Roberson dkk., 2009). Resin

komposit umumnya lebih kuat daripada resin komposit yang memiliki

partikel bahan pengisi ( ) dengan ukuran kecil (Hatrick dkk., 2011). Tetapi

partikelnya yang besar dapat membuat komposit sulit untuk di, sehingga resin

komposit memiliki permukaan yang kasar (Albers, 2002; Roberson dkk., 2009;

Hatrick dkk., 2011).

# '

Resin komposit midifiller adalah resin yang partikelnya berukuran antara 1,10

µm (Hatrick dkk., 2011).

'

Resin komposit memiliki ciri khas, yaitu partikel bahan pengisi

( ) yang besar tidak tersebar secara merata (Albers, 2002). Selain itu, resin

komposit secara relatif diisi dengan partikel bahan pengisi ( ) anorganik

yang sangat kecil dengan ukuran partikel <0,1,1 µm (Albers, 2002; Hatrick dkk.,

(7)

!

Resin komposit memiliki partikel bahan pengisi ( ) yang lebih

kecil daripada resin komposit yaitu silika koidal yang memiliki ukuran

partikel antara 0,03,0,5 µm dengan diameter rata,rata 0,04 µm dan banyaknya bahan

pengisi umumnya 35,60% berat atau 35,50% volume (Garcia dkk., 2006; Roberson

dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011). Partikel yang berkurang ukurannya pada resin

komposit menunjukkan sifat fisis dan mekanis yang rendah (Roberson

dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011). Selain itu, ikatan antara partikel komposit dan

matriks resin organik lemah sehingga menyebabkan terjadinya

polimerisasi, penyerapan air, dan (Powers dan Sakaguchi, 2006;

Roberson dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011).

% ( ) #

Resin komposit hibrid menggabungkan sifat fisis dan mekanis resin komposit

dengan permukaan halus (Albers, 2002; Roberson dkk., 2009).

Resin komposit hibrid memiliki ukuran partikel antara 0,1,3 µm dan banyaknya

bahan pengisi 75,80% berat (Roberson dkk., 2009; Garg dan Garg, 2010; Hatrick

dkk, 2011). Kombinasi kedua resin komposit menghasilkan resin komposit yang

kuat dan dapat di, dengan baik (Hatrick dkk., 2011). Resin komposit hibrid

dapat digunakan pada gigi anterior dan posterior, yang minimal,

penyerapan air sedikit, derajat dan translusensi yang berbeda (Anusavice,

2003; Garcia dkk., 2006).

&

Resin komposit mengandung partikel yang sangat kecil yaitu

antara 0,005,0,01 µm. Partikel yang kecil dengan mudah berkumpul

membentuk barisan yang tersusun penuh sehingga menghasilkan sifat fisis yang

(8)

* ) #

Resin komposit nanohibrid merupakan resin komposit yang kuat dan bisa di,

menjadi sangat berkilau dan kilauannya lebih baik daripada resin komposit

yang sebelumnya. Resin komposit nanohibrid memiliki ukuran partikel 0,005,0,02

µm sehingga dapat mengurangi tingkat kekasaran permukaan sampai 1% (Hatrick

dkk., 2011).

#

Resin komposit adalah resin yang memiliki kelekatan permukaan

yang rendah dan viskositas tinggi karena mengandung partikel bahan pengisi ( )

dengan volume yang tinggi, yaitu sekitar 70% (Powers dan Sakaguchi, 2006;

Roberson dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011). Karakteristik tersebut menyebabkan

konsistensi resin yang kaku, lebih kuat, yang rendah, radiopasitas, dan

lebih tahan terhadap pemakaian (3,5 µm/tahun). Resin komposit digunakan

untuk restorasi gigi posterior, yaitu kelas I dan II (Powers dan Sakaguchi, 2006;

Roberson dkk., 2009).Penggunaan extra sistem adhesif atau resin komposit

selapis tipis pada preparasi dinding kavitas dapat meningkatkan adaptasi dan

perlekatan resin komposit (Albers, 2002).

Resin komposit mengandung resin dan partikel

anorganik dengan ukuran partikel 0,4,3,0 µm dan banyaknya bahan pengisi lebih

rendah daripada resin komposit lainnya, yaitu 34,68% volume (Garcia dkk., 2006;

Burgess dan Cakir, 2011). Partikel anorganik yang sering digunakan adalah

partikel hibrid dan (Hatrick dkk., 2011). Resin komposit memiliki

viskositas rendah sehingga bisa beradaptasi dengan baik, yaitu menghasilkan ikatan

yang rapat dengan dasar dan dinding kavitas, serta mengalir masuk ke dalam bagian

(9)

2011). Selain itu, resin komposit memiliki beberapa kelebihan seperti

kemampuan membasahi permukaan gigi, memastikan penetrasi ke dalam setiap

iregularitas, membentuk lapisan dengan ketebalan minimal, memperbaiki dan

mengeliminasi udara yang masuk, , tersedia dalam berbagai warna

dan fleksibilitas tinggi (Garcia dkk., 2006). Resin komposit diindikasikan

untuk restorasi kelas I, II, V, dan , bahan reparasi batas tepi

restorasi, dan lebih sering digunakan sebagai dibawah resin komposit hibrid dan

(Roberson dkk., 2009; Burgess dan Cakir, 2011; Hatrick, 2011).Perbedaan

sifat fisis dan mekanis antara resin komposit dan (Tabel 1)

menghasilkan perbedaan kualitas penggunaan bahan restorasi (Powers dan

Sakaguchi, 2006).

Tabel 1. Perbandingan sifat fisis dan mekanis antara resin komposit dan resin komposit

(Powers dan Sakaguchi, 2006).

Sifat Resin Komposit Resin Komposit

!

Kekuatan fleksural (MPa) 85,110 70,120

Modulus fleksural (GPa) 9,0,12 2,6,5,6

(10)

# + $

Resin komposit merupakan resin yang diaktivasi secara kimia

(Anusavice, 2003; Hatrick dkk., 2011). Bahan yang diaktifkan secara kimia

mengandung inisiator benzoil peroksida dan aktivator amin tersier (N,N dimetil,p,

toluidin) (Anusavice, 2003; Garg dan Garg, 2010; Hatrick dkk., 2011).Apabila kedua

pasta diaduk, amin bereaksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal

bebas dan polimerisasi tambahan dimulai (Anusavice, 2003; Hatrick dkk., 2011).

Resin komposit mempunyai 1,1,5 menit dan 4,5

menit (Powers dan Sakaguchi, 2006). Bahan tersebut biasanya digunakan untuk

restorasi dan pembuatan inti yang pengerasannya tidak dengan sumber sinar

(Anusavice, 2003).

Sistem pertama yang diaktifkan dengan menggunakan sinar adalah sinar ultra

violet untuk merangsang radikal bebas (Anusavice, 2003). Sistem ini mulai

diperkenalkan pada akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970 (Garg dan Garg, 2010).

Namun, masa sekarang ini resin komposit yang diaktifkan dengan sinar ultra violet

telah digantikan dengan sinar yang dapat dilihat dengan mata pada akhir tahun 1970

dan secara nyata meningkatkan kemampuan polimerisasi lapisan sehingga mencapai

ketebalan 2 mm (Powers dan Sakaguchi, 2006; Garg dan Garg, 2010; Hatrick dkk.,

2011). Waktu dan kedalaman tergantung pada intensitas, panjang gelombang

dan penetrasi sinar (Powers dan Sakaguchi, 2006). Tetapi waktu penyinaran tidak

boleh kurang dari 40,60 detik dan ketebalan resin kurang dari 2,0,2,5 mm. Resin

komposit lebih sering digunakan daripada resin komposit

karena memiliki beberapa kelebihan. Resin komposit terdiri atas pasta

tunggal dalam suatu semprit. Radikal bebas sebagai pemicu reaksi terdiri atas

molekul fotoinisiator dan aktivator amin yang terdapat dalam pasta. Pemaparan

(11)

fotoinsiator berinteraksi dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang

mengawali polimerisasi tambahan (Anusavice, 2003). Polimerisasi yang baik untuk

mendapatkan stabilitas warna, estetis, sifat fisis dan biologis, serta kinerja klinisnya

(Powers dan Sakaguchi, 2006; Hatrick dkk., 2011).

Resin komposit terdiri atas dua pasta yang mengandung

akselerator kimia dan aktivator sinar). Mekanisme aktivasi diperlukan

ketika bagian,bagian komposit tidak dapat diakses oleh sinar seperti bagian di bawah

restorasi yang (Powers dan Sakaguchi, 2006).Kelebihan penggunaan resin

komposit adalah ketika dua pasta diaduk bersama dan ditempatkan pada

gigi, sinar digunakan untuk mengawali reaksi dan kemudian

dilanjutkan dengan reaksi kimia pada area yang tidak terjangkau oleh sinar

untuk memastikan pengaturan yang tepat (Powers dan Sakaguchi, 2006; Hatrick dkk.,

2011). Proses ini sangat membantu dalam mem, gigi yang telah

dirawat endodontik dan dalam menaruh materi inti komposit setengah jalan ke dalam

ruang kanal. " mungkin tidak mencapai materi di dalam kanal, tetapi

materi komposit akan mengeras sendirinya secara kimiawi (Hatrick dkk., 2011).

Polimerisasi adalah reaksi kimia yang terjadi ketika monomer,monomer resin

dengan berat molekul rendah bergabung untuk membentuk rantai panjang yaitu

polimer yang memiliki berat molekul tinggi (Hatrick dkk., 2011). Aktivasi proses

polimerisasi resin komposit dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia, sinar,

kimia dan sinar (Powers dan Sakaguchi, 2006; Hatrick dkk., 2011). Proses

polimerisasi dimulai oleh aktivator (kimia atau sinar) yang menyebabkan molekul

inisiator membentuk radikal bebas (pengisian molekul yang memiliki elektron tidak

(12)

Monomer (bis,GMA) mempunyai gugus fungsional dengan

karbon ikatan ganda (C=C) (Hatrick dkk., 2011). Persentasi ikatan ganda bereaksi

dari 35,80% (Powers dan Sakaguchi, 2006). Radikal bebas memecah salah satu

karbon ikatan ganda membentuk ikatan tunggal dan radikal bebas lainnya (Gambar

2.6) (Albers, 2002). Radikal bebas tersebut bisa bisa menyebabkan reaksi yang sama

dengan monomer lainnya untuk menambah rantai polimer (polimerisasi adisi).

Monomer,monomer yang bergabung satu sama lain menjadi rantai menyebabkan

volume resin berkurang sehingga hasil akhir akan mengalami (Hatrick

dkk., 2011).

Rantai polimer mempunyai kelompok kecil atom yang tidak bergantung pada

sebelah sisi. Kelompok tersebut yang rantai polimernya berdekatan akan

menyebarkan elektron dan membentuk ikatan kovalen yang menghubungkan

kumpulan rantai ( ). polimerisasi menghasilkan kekuatan

tinggi, bahan menjadi lebih kaku daripada rantai polimer tunggal (Hatrick dkk.,

(13)

Gambar 2.6 Reaksi rantai suatu radikal bebas pada tahapan proses polimerisasi (Albers, 2002)

Resin komposit cenderung mengalami dan saat proses

polimerisasi. polimerisasi timbul ketika resin komposit disinar dalam kondisi

yang berikatan dan polimerisasi akan menghasilkan suatu gaya di dalam

dinding kavitas. Struktur gigi yang kaku dapat bertahan dari gaya ini, namun adanya

tarikan dapat menyebabkan terbentuknya celah pada tepi restorasi atau kerusakan

struktur gigi yang sehat oleh deformasi. yang timbul akibat

polimerisasi tersebut dapat mengganggu perlekatan resin komposit dengan kavitas

(14)

Gambar 2.7 polimerisasi menghasilkan celah di antara bahan restorasi dan permukaan gigi (Garg dan Garg, 2010)

# '

Secara terminologi, adhesi adalah proses perlekatan dari suatu substansi ke

substansi yang lain. Permukaan atau substansi yang berlekatan disebut .

Adhesif adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang

menggabungkan dua substansi hingga mengeras dan mampu memindahkan suatu

kekuatan dari suatu permukaan ke permukaan yang lain. Bahan perekat atau

adalah bahan yang bila diaplikasikan pada permukaan suatu benda dapat

melekat, dapat bertahan dari pemisahan dan dapat menyebarluaskan beban melalui

perlekatannya (Gambar 2.8) (Perdigao dan Swift, 2009).

Faktor yang efektif untuk membentuk perlekatan yang baik adalah permukaan

yang bersih, kekasaran permukaan, sudut kontak, kelembaban yang sesuai, viskositas

yang rendah dan daya alir yang kuat. Penurunan integritas adhesi marginal dapat

menyebabkan celah mikro, sensitivitas pasca restorasi, lepasnya restorasi, patologi

(15)

Gambar 2.8 Definisi terminologi sistem adhesif (Perdigao dan Swift, 2009)

Van Meerbeek dkk. mengklasifikasikan sistem adhesif menjadi dua bagian

besar (Gambar 2.9) yaitu dan dengan subklasifikasi sebagai berikut

(Meena dan Jain, 2011) :

Gambar 2.9 Klasifikasi mekanisme sistem adhesif (Meena dan Jain, 2011)

ZAT PADAT

ZAT PADAT

ZAT PADAT ATAU ZAT CAIR

ZAT PADAT

INTERFACE

INTERFACE ADHESIF

ADHEREND

ADHESI

(16)

# ' ! " ,# )- ) # .

a. #

Sistem adhesif mulai diperkenalkan pada awal tahun

1990 sebagai suatu perubahan baru dalam sistem adhesif kedokteran gigi.

Pada saat dentin dietsa dengan asam fosfor dan kemudian dibilas,

hidrofilik digunakan sebelum diaplikasikan pada lapisan yang sama dengan

resin hidrofobik untuk menyempurnakan hibridisasi (Deliperi dkk., 2007).

b. #

Sistem adhesif mulai diperkenalkan pada akhir tahun 1990

(Deliperi dkk., 2007). Fase etsa dan yang terpisah masih menjadi suatu

masalah tetapi hidrofilik dan resin hidrofobik dikombinasikan menjadi

satu aplikasi (Gambar 2.10) (Meena dan Jain, 2011).

Gambar 2.10 Mekanisme sistem adhesif (Meena dan Jain, 2011)

# '

a. #

Sistem adhesif mulai diperkenalkan pada akhir tahun 1990

(17)

menghasilkan pembentukan dan lapisan hibrid yang kurang terlihat

jelas dan yang lebih tipis daripada sistem adhesif (Deliperi dkk.,

2007).

Gambar 2.11 Mekanisme sistem adhesif (Meena dan Jain, 2011)

b. $

Sistem adhesif mengkombinasikan dan

resin hidrofobik menjadi satu aplikasi sehingga sering disebut sistem adhesif

(Gambar 2.12) (Meena dan Jain, 2011). Sistem adhesif

memiliki keasaman yang sedang atau kuat (pH ≤ 1) (Deliperi dkk.,

(18)

Gambar 2.12 Mekanisme sistem adhesif (Meena dan Jain, 2011)

% $ #

Email adalah jaringan keras gigi yang termineralisasi tinggi dan terdiri dari

90% volume hidroksiapatit (Perdigao dan Swift, 2009). % terhadap email

terjadi melalui retensi mikromekanis setelah etsa asam digunakan untuk

menghilangkan dan terutama untuk melarutkan kristal hidroksiapatit

pada permukaan luar di antara permukaan lainnya (Powers dan Sakaguchi, 2006).

Etsa asam mengubah permukaan email yang halus menjadi sebuah permukaan yang

tidak beraturan dan meningkatkan energi permukaan. Ketika bahan cairan resin

diaplikasikan pada permukaan teretsa yang tidak beraturan tersebut, resin akan

berpenetrasi ke dalam permukaan dengan adanya aksi kapiler.Monomer terkandung

dalam bahan berpolimerisasi dan bahan menjadi terkunci satu sama lain dengan

permukaan email (Perdigao dan Swift, 2009).Sifat yang stabil terhadap

asam menyebabkan keberadaan email tidak menimbulkan kendala pada

yang melibatkan penggunaan etsa asam (Eliades dkk., 2005). Mekanisme

dasar dari perlekatan resin,email adalah pembentukan didalam permukaan

email (Gambar 2.13). & yang terbentuk di sekitar , yaitu di

antara prisma,prisma email disebut dengan dan jaringan halus dari

(19)

hidroksiapatit disebut dengan (Bayne dan Thompson, 2009; Perdigao dan

Swift, 2009; Garg dan Garg, 2010).

Gambar 2.13 Pembentukan dan ketika bahan diaplikasikan ke

permukaan gigi teretsa (Garg dan Garg, 2010)

% $ # /

Dentin mempunyai hambatan besar terhadap ikatan perlekatan dibandingkan

email, karena dentin adalah jaringan hidup (Anusavice, 2003). Dentin bersifat

heterogen dan terdiri atas bahan anorganik (hidroksiapatit) 50% volume, bahan

organik (khususnya kolagen tipe I) 30% volume, cairan 20% volume. Perbedaan

signifikan antara email dengan dentin adalah dentin mengandung lebih banyak air dan

sangat hidrofilik (Anusavice, 2003; Powers dan Sakaguchi, 2006). Oleh karena itu,

mempunyai komponen hidrofilik untuk menggeser cairan dentin dan juga

membasahi permukaan, memungkinkan berpenetrasi menembus pori di dalam dentin

dan akhirnya bereaksi dengan komponen organik atau anorganik serta menghasilkan

untuk adhesi mikromekanis (Anusavice, 2003).

% dentin terdiri atas tiga proses perlakuan yang berbeda, yaitu proses

etsa (kondisioner), pemberian dan (Powers dan Sakaguchi,

2006). Untuk penetrasi bahan priming secara optimal ke dalam dentin yang

mengalami demineralisasi, permukaan dentin harus dijaga tetap lembab ( ) agar

(20)

. Kolagen merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan

terhadap dentin. Dengan mengetsa dentin, dan mineral hilang dari

struktur dentin sehingga serat,serat kolagen terpapar (Garg dan Garg, 2010). Saat

komponen mineral hidroksiapatit sebagai lapisan terluar dentin dihilangkan, dentin

mengandung sekitar 50% ruangan kosong dan sisanya sekitar 20% air (Powers dan

Sakaguchi, 2006). Air menjaga kolagen tetap berada dalam keadaan lembut sehingga

ruang untuk infiltrasi juga terjaga. Serat,serat kolagen ini akan kolaps apabila kering

dan jika matriks organik mengalami denaturasi. Hal ini akan menghambat resin

mencapai permukaan dentin dan menghambat pembentukan lapisan hibrid (Garg dan

Garg, 2010). dapat mengurangi permeabilitas dentin dan sangat

membantu bahan yang bersifat hidrofobik dan menutupi tubulus dentin

(Gambar 2.14) (Albers, 2002).

Gambar 2.14 SEM ( ' ( )

pada dentin (Albers, 2002)

Selain itu juga melekat ke permukaan dentin dan mengandung

potongan gigi, saliva, bakteri dan debris pada permukaan lainnya (Gambar 2.15)

(21)

0 mbar 2.15 Diagram skematik yang menunjukkan histologi permukaan

dentin dengan perlekatan (Albers, 2002)

Faktor yang mempengaruhi perlekatan dentin,resin yang buruk, yaitu

(Baroudi dkk., 2007) :

1. Dentin adalah substrat yang bervariasi secara ekstrim dan berubah sepanjang

waktu.

2. Dentin memiliki tingkat kalsifikasi yang bervariasi (lebih atau kurang sklerotik)

dan perubahannya tergantung pada kedalaman dan sudut preparasi.

3. Perubahan struktural pada dentin yang dekat dengan pulpa membuat bahan

adhesif lebih sulit untuk dilekatkan pada area tersebut.

4. Kesulitan untuk menghindari kontaminasi dentin yang dekat sulkus oleh cairan

gingiva.

5. polimerisasi dapat melebihi kekuatan perlekatan dan menghasilkan

celah/kebocoran tepi.

6. Bahan dentin dapat menebal, karena evaporasi dari pelarut, mengurangi

penetrasi dan kekuatan .

3 ,K ) 0 .

Celah yang terbentuk antara resin komposit dengan kavitas restorasi akibat

polimerisasi disebut (kebocoran mikro). Kebocoran mikro

adalah jalan masuk bakteri, cairan, molekul atau ion di antara dinding kavitas dengan

pada permukaan dentin Gigi yang telah dipreparasi

(22)

bahan restorasi, yang tidak terdeteksi secara klinis (Kidd, 1976). Secara klinis,

kebocoran mikro dapat mengakibatkan pewarnaan di sekitar tepi restorasi, sensitivitas

pasca,operatif, karies sekunder, kegagalan restorasi, patologi pulpa atau kematian

pulpa, kehilangan sebagian atau keseluruhan restorasi (Eich dan Welch, 1986; Krejci

dan Lutz, 1991). Resin komposit modern mengalami kontraksi volumetrik berkisar

antara 2,6,4,8% (Losche, 1999). Bahkan apabila bahan adhesif dentin modern

menunjukkan kekuatan adhesif terhadap dentin lebih besar daripada 20 MPa

(melebihi kontraksi yang dihasilkan polimerisasi sebesar 13,17 MPa),

total gaya kontraksi dapat lebih besar daripada kekuatan adhesif sehingga

mengakibatkan terbentuknya kebocoran mikro (Eick dkk., 1997).

Faktor C ( ) ) juga berperan penting dalam

menentukan besarnya . Faktor C didefinisikan sebagai rasio antara

permukaan kavitas yang di, dengan yang tidak di, . Meningkatnya

rasio ini juga meningkatkan akibat shrinkage polimerisasi (Feilzer dkk., 1987).

Salah satu masalah paling besar pada restorasi resin komposit Kelas II adalah

kebocoran mikro pada tepi gingival dari proksimal. Hal ini berhubungan dengan

tidak adanya email pada tepi gingival, yang mengakibatkan substrat sementum,dentin

yang kurang stabil untuk proses (Carvalho dkk., 1996). Cagidiaco dkk.

menunjukkan adanya lapisan luar yang terbentuk sebagian oleh sementum yang

berada di bawah * yang tidak memungkinkan retensi

mikromekanis oleh bahan adhesif (Cagidiaco dkk., 1995). Selain itu, orientasi tubulus

dentin dapat berpengaruh negatif terhadap kualitas hibridisasi dan memungkinkan

kebocoran pada restorasi resin komposit yang ditempatkan pada interproksimal

yang dalam (Schupbach dkk., 1990). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa fraktur

mikro email dapat terjadi di sepanjang tepi restorasi segera setelah polimerisasi resin

komposit yang di, pada email yang di,etsa dan mengakibatkan kebocoran

mikro pada daerah tersebut (Han dkk., 1990).

Faktor penyebab lainnya adalah koefisien ekspansi termal (Yazici dkk., 2003).

(23)

besar daripada koefisien ekspansi termal email (11,4 ppm/°C) dan koefisien ekspansi

termal dentin (8 ppm/°C) (McCabe dan Walls, 1998). Penelitian menunjukkan bahwa

sifat fisik ini juga menyebabkan kebocoran mikro pada restorasi resin komposit

(Feilzer dkk., 1988). Selain itu, pergerakan mikro restorasi sepanjang dinding kavitas

sebagai akibat ketidakcocokan modulus elastisitas antara gigi dan resin komposit

dapat berkontribusi pada kegagalan perlekatan mekanis sehingga menyebabkan

kebocoran mikro (Lundin dan Noren, 1991).

! / $

Faktor lain penyebab kegagalan restorasi Kelas II resin komposit adalah

kurangnya pemahaman dan keterampilan operator atau dokter gigi dalam membuat

suatu desain kavitas yang tepat, khususnya pada daerah (Widjaja,

1999). Beberapa peneliti telah menggunakan bermacam,macam desain kavitas Kelas

II, mulai dari variasi desain kavitas preparasi Kelas II amalgam yang meluas melalui

oklusal seperti yang digambarkan oleh GV Black (Ben,Amar dkk., 1987),

desain kavitas berbentuk (hanya proksimal) (Summitt dkk., 1994), sampai ke

desain kavitas dengan preparasi minimal berbentuk (Nordbo dkk., 1993).

! / $ - - 1 # , 23*.

Ben,Amar dkk. (1987) menjelaskan prinsip,prinsip desain kavitas restorasi

Kelas II resin komposit yang harus berbeda dengan desain kavitas restorasi amalgam

dalam hal sebagai berikut :

1. Bentuk oklusal harus lebih sempit dan kedalaman kavitas harus lebih dangkal

(Gambar 2.16)

2. Perluasan proksimal (fasial dan lingual) harus ditempatkan pada daerah yang

dapat dilihat, diperiksa, dan di,

3. Garis sudut internal harus dibulatkan dan retensi ditempatkan pada

garis sudut proksimal (aksiofasial dan aksiolingual) dan dinding gingival

(24)

4. Bevel direkomendasikan untuk margin proksimal, tetapi tidak untuk margin

oklusal (Gambar 2.18)

Gambar 2.16 Bentuk oklusal pada preparasi kavitas Kelas II gigi molar mandibula.

A. Desain kavitas untuk restorasi amalgam; B. Desain kavitas untuk

resin komposit (Ben,Amar dkk.,1987)

Gambar 2.17 Dinding gingival preparasi kavitas Kelas II resin komposit.

+ retensi ditempatkan pada dentin dan tepi email

di, (Ben,Amar dkk.,1987)

Gambar 2.18 Pandangan proksimal preparasi Kelas II resin komposit (Ben,Amar dkk.,1987)

(25)

! / $ - - - # , 22!.

Summitt dkk. (1994) dalam penelitiannya membuat empat macam desain

kavitas Kelas II resin komposit untuk mengevaluasi beban yang diaplikasikan pada

marginal ridge masing,masing desain kavitas (Gambar 2.19), antara lain :

1. Desain kavitas mesio,oklusal dengan perluasan melalui oklusal sampai

fossa sentral

2. Desain kavitas mesio,oklusal (sedikit meluas ke dinding bukal dan

lingual, tegak lurus dengan permukaan gigi bagian luar) dan dengan

retensi pada , garis sudut aksiobukal dan aksiolingual.

3. Desain kavitas mesio,oklusal seperti No. 2, tetapi tanpa retensi

4. Desain kavitas ,mesio,oklusal tanpa membuang email bagian bukal dan

lingual dan tanpa retensi

Gambar 2.19 Desain kavitas Kelas II resin komposit : a. Perluasan melalui oklusal,

b. dengan retensi, c. tanpa retensi,

d. tanpa membuang email pada daerah proksimal dan tanpa retensi (Summitt dkk., 1994)

Hasilnya, rata,rata kegagalan yang terjadi pada kavitas kelompok 1 dan 2

tidak mempunyai perbedaan yang bermakna, dan lebih resisten terhadap terjadinya

(26)

rata,rata kegagalan restorasi antara desain kavitas pada kelompok 3 dan 4 tidak

bermakna. Kegagalan restorasi pada marginal ridge dalam restorasi Kelas II resin

komposit yang diperluas melalui oklusal sampai ke fossa sentral tidak

bermakna lebih besar daripada rata,rata kegagalan yang terjadi pada restorasi bentuk

proksimal dengan retensi, namun restorasi bentuk dengan

retensi lebih resisten terhadap terjadinya kegagalan restorasi daripada bentuk

proksimal tanpa retensi (Summitt dkk., 1994).

Pada kavitas yang diperluas melalui oklusal sampai ke fossa sentral,

kegagalan restorasi terjadi berupa fraktur bahan resin komposit pada daerah isthmus,

yang disebabkan aksi pengunyahan dan pengaruh panas yang terutama ditujukan pada

permukaan oklusal restorasi, sehingga pemakaian resin komposit merupakan

kontraindikasi terhadap preparasi rutin pada kavitas yang diperluas melalui

oklusal. Dengan kata lain, restorasi Kelas II resin komposit lebih berhasil pada gigi

posterior yang lesi kariesnya terletak pada daerah aproksimal dan tidak meluas

sampai ke oklusal. Sedangkan pada restorasi bentuk , kegagalan restorasi

terjadi oleh karena terjadi fraktur pada struktur gigi dan dari restorasi

(Summitt dkk., 1994).

!3 D $ - - #) # , 22 .

Nordbo dkk. (1993) meneliti gigi,gigi premolar dan molar satu dengan lesi

karies Kelas II yang kecil, yang dipreparasi menurut prinsip,prinsip preparasi

minimal, yakni hanya membuang jaringan karies yang terlibat karies. Karies yang

mengenai dentin juga dibuang. Bevel 1 mm dibuat pada tepi email, dan tubulus

(27)

Gambar 2.20 $ kavitas . Daerah titik menandakan email yang dipreparasi (Nordbo dkk., 1993)

Setelah preparasi selesai, dilakukan etsa pada permukaan email dan aplikasi

bahan , kemudian ditumpat dengan bahan resin komposit (Gambar 2.21).

Teknik penempatan bahan dilakukan secara dengan ketebalan 1,2 mm

dan setiap dipolimerisasi melalui penyinaran (Nordbo dkk., 1993).

Gambar 2.21 kavitas (Nordbo dkk., 1993)

Setelah tiga tahun pemeriksaan, 82% restorasi masih mempunyai kondisi yang

baik, dan sisanya 18% mengalami kegagalan oleh karena beberapa hal seperti terjadi

karies rekuren terutama pada tepi gingival bagian proksimal, kerusakan pada

marginal ridge, hilangnya kontak proksimal, dan adaptasi marginal yang tidak baik

(28)

Modifikasi perluasan bevel di dengan teknik penempatan secara

dapat mengurangi terjadinya kebocoran mikro pada daerah ini (Gambar

2.22) (Nordbo dkk., 1993).

Gambar 2.22 Teknik penempatan secara untuk mengisi kavitas (Nordbo dkk.,

1993)

Di samping melindungi struktur gigi yang sehat, yang konservatif

pada kavitas bentuk ini juga dapat mencegah migrasi gigi ke mesial yang

berasal dari pemakaian bahan restorasi di bagian aproksimal, karena hanya

membuang daerah kontak yang sedikit pada permukaan buko,oklusal. Bila

dibandingkan dengan preparasi konvensional Kelas II, preparasi bentuk ini

juga dapat mengurangi pembuangan dentin dan resiko terkenanya gigi tetangga pada

saat melakukan preparasi kavitas (Nordbo dkk., 1993).

Preparasi kavitas bentuk telah dapat mengatasi kekurangan,

kekurangan yang terdapat pada kavitas Kelas II tradisional yang ditumpat dengan

bahan resin komposit, seperti hilangnya jaringan sehat yang banyak, kontak oklusal

gigi antagonis yang besar, dan tepi email gingival yang kurang baik (Nordbo dkk.,

1993). Keefektifan kavitas bentuk ini telah diteliti kembali oleh Nordbo dkk.

pada tahun 1998 dengan prosedur restorasi yang sama terhadap 59 kavitas dan

(29)

pengalaman operator yang semakin meningkat dalam melakukan preparasi kavitas

dan prosedur restorasi (Nordbo dkk., 1998).

% ist

Gigi,geligi manusia didesain sedemikian rupa sehingga gigi secara individu

mendukung dirinya sendiri serta secara kolektif mendukung sistem stomatognatik.

Setiap gigi tertanam dalam soket tulang alveolar dengan serat,serat periodontal yang

halus. Serat,serat ini berfungsi sebagai bantalan. Kontak antara gigi yang tidak baik

akan menambah beban pada membran periodontal dan tulang alveolar, yang

mungkin tidak mampu diatasinya (Sikri, 2008).

Kegagalan untuk mempertahankan hubungan ini tidak hanya akan

menyebabkan kegagalan prematur restorasi, tetapi juga masalah periodontal serta

permulaan karies di sekitar struktur gigi yang berdekatan. Pemahaman yang baik

tentang hubungan interproksimal ini akan membantu klinisi untuk mempertahankan

struktur gigi dengan baik. Untuk mencapai kontak yang ideal, seorang klinisi harus

memiliki pengetahuan yang memadai tentang bentuk gigi yang ideal. Kondisi yang

ideal ini sering dirusak oleh tegangan, pengausan, iritan lokal, bentuk gigi yang tidak

baik, dan prosedur dental yang tidak sempurna. Fungsi kontak proksimal yang paling

penting adalah perlindungan terhadap papila interdental (Sikri, 2008).

Suatu sistem matriks terdiri dari 3 komponen, yaitu : matriks, ,

dan . Matriks merupakan suatu alat yang digunakan untuk membentuk kontur

restorasi untuk menyerupai kontur struktur gigi yang digantikannya. Matriks harus

membentuk kontur restorasi yang akan dilakukan secara tiga dimensi dengan tepat

(termasuk daerah kontak). Matriks tidak hanya harus ketika bahan restorasi

, tetapi matriks juga harus tidak bereaksi dengan bahan restorasi. Matriks juga

harus mudah dilepaskan setelah pengerasan bahan restorasi tanpa mengorbankan

kontak proksimal yang telah dibuat dan kontur bahan restorasi (Sikri, 2008).

( merupakan alat yang digunakan untuk mempertahankan

(30)

khusus untuk mempertahankan posisinya. Beberapa matriks mungkin membutuhkan

sederhana seperti benang sutra dan . Beberapa matriks

membutuhkan mekanis khusus. Beberapa yang umum

digunakan adalah Ivory No. 1 dan 8, Siqveland, dan Tofflemire (Gambar 2.23 dan

2.24) (Sikri, 2008).

Gambar 2.23 ( (a) Ivory No. 8, (b) Ivory No. 1 (c) Tofflemire (Sikri, 2008)

Gambar 2.24 ( Siqveland (Sikri, 2008)

, merupakan komponen ketiga sistem matriks. Akan tetapi, dengan

melihat sejumlah gambaran radiografis tambalan amalgam proksimal, overhanging

dilaporkan hingga 50 persen dari semua restorasi. Tekanan kondensasi yang

diperlukan untuk adaptasi gingiva yang tepat dari bahan restorasi menyebabkan

bahan restorasi yang berlebih jika tidak digunakan (Sikri, 2008).

Secara umum, sebuah harus berpenampang melintang segitiga atau

(31)

yang akan direstorasi dengan gigi tetangga untuk memisahkan gigi. Akan tetapi,

tidak boleh terlalu tebal ke arah oklusal karena hal ini dapat mempengaruhi

kontur proksimal. Jika tidak cukup tinggi, hanya titik kontak antara dan

matriks yang tercapai. Hal ini dapat menyebabkan kontur yang buruk atau pergeseran

selama kondensasi. Kehilangan titik kontak dapat terjadi jika tinggi

penampang melintang terlalu besar (Sikri, 2008).

Pada restorasi kelas II resin komposit khususnya, kontak terbuka dapat

menyebabkan impaksi makanan pada daerah interproksimal sehingga terjadi

inflamasi dan penyakit periodontal (Padbury dkk., 2003) dan juga karies rekuren

(Ash, 2003). Tercapainya kontak interproksimal yang tepat dan kontur yang cembung

membutuhkan matriks yang dikontur dengan baik, yang distabilisasi dan diadaptasi

pada gingiva dengan yang ditempatkan dengan baik (Varlan dkk., 2008).

Penggunaan sistem matriks sirkumferensial seperti matriks dan logam

# yang tidak dikontur dan apabila dikonturpun, hanya distabilisasi pada

gingiva dengan dan tanpa separasi gigi, akan sering menghasilkan kontak

terbuka atau ringan (Wirshing dkk., 2008). Oleh sebab itu, saat ini telah

dikembangkan kombinasi sistem matriks seksional dengan cincin separasi yang dapat

menghasilkan kontak interproksimal yang lebih baik (Loomans dkk., 2006; Saber

dkk., 2010) dan tepi marginal yang lebih kuat (Loomans dkk., 2008). Salah satu

contoh sistem matriks seksional dengan cincin separasi adalah V3 Ring (Triodent).

Sistem matriks ini tersedia dalam 2 ukuran, dan (Gambar 2.25)

(32)

Gambar 2.25 Cincin separasi V3 Ring (Boksman, 2010)

Cincin separasi yang berukuran lebih kecil ini memungkinkan tekanan yang

konstan bahkan apabila ruang embrasur antara kedua gigi lebih sempit seperti apabila

cincin tersebut ditempatkan di antara gigi,gigi premolar. Cincin ini dibuat dari nikel

titanium yang mempunyai memori elastis yang tinggi. # plastik berbentuk V

memungkinkan cincin separasi mudah ditempatkan di atas . Lekukan pada

bagian dalam cincin separasi membuat cincin lebih stabil ketika dipegang dengan

. ! mempunyai lekukan di bagian dalam untuk memungkinkan

dari cincin separasi. ( tidak hanya didesain dengan kontur

membulat, tetapi juga dengan kontur , yang apabila ditempatkan pada

tinggi interproksimal yang tepat, akan membentuk embrasur oklusal sehingga mudah

di, . ( mempunyai lubang yang memungkinkannya mudah

ditempatkan dengan , dan juga terdapat lubang di bagian lateral untuk

memudahkan pengeluaran setelah restorasi (Gambar 2.26) (Boksman,

(33)

Gambar 2.26 ( V3 Ring (Boksman, 2010)

, yang digunakan (Wave,Wedge) mempunyai bentuk yang unik yang

memungkinkan tetap berada di daerah interproksimal untuk beradaptasi

dengan dan melindungi jaringan dan tanpa memberikan

gaya separasi (Gambar 2.27) (Boksman, 2010).

Gambar 2.27 Wave,Wedge (Boksman, 2010)

& 4aya1gaya5 / 4 - 5

Berbagai jenis gaya diberikan pada gigi selama pergerakan mandibula dan

juga selama pengunyahan. Karena permukaan gigi melengkung atau miring, gaya,

gaya ini tidak hanya vertikal tapi jenis gaya,gaya lain juga dapat diberikan pada

permukaan tersebut. Gigi, pada gilirannya, melawan gaya,gaya ini dengan bantuan

membran periodontal dan tulang alveolar (Sikri, 2008).

Jika permukaan datar dan tegak lurus terhadap gaya pengunyahan, hanya

(34)

melengkung, gaya,gaya lain juga timbul dan gaya,gaya yang dihasilkan mungkin

tidak diberikan sepanjang sumbu panjang gigi (Gambar 2.28). Fenomena ini dapat

dipahami dengan mempelajari penyaluran gaya pada bidang miring. Bidang cusp

dianggap sebagai bidang miring (Sikri, 2008).

Gambar 2.28 Reaksi terhadap gaya,gaya oklusal (a) Dasar yang rata (b) Dasar yang melengkung (Sikri, 2008)

Keseimbangan dapat dipertahankan jika lebih dari satu gaya diberikan pada

gigi atau gaya,gaya disalurkan pada kedua arah. Gambar 2.29 menunjukkan

bagaimana gaya,gaya bekerja pada bidang miring cusp. AB merupakan garis

singgung yang ditarik pada bidang miring atau kontak antara dua cusp. Sudut 'α'

mewakili sudut yang dibuat dengan garis horizontal AC dengan garis singgung AB

pada kontak cusp. M merupakan gaya pengunyahan dan N merupakan gaya yang

disalurkan. M tegak lurus terhadap garis horizontal AC dan N tegak lurus terhadap

bidang miring, yaitu garis singgung AB, dan H merupakan komponen horizontal gaya

yang disalurkan, yang mempertahankan keseimbangan. Seiring dengan menurunnya

sudut 'α', yaitu berkurangnya bidang miring, N dan H menjadi lebih pendek dan

(35)

Gambar 2.29 Gaya,gaya yang bekerja pada bidang miring cusp (Sikri, 2008)

Efek friksi antara cusp juga memainkan peranan penting. Friksi merupakan

resistensi terhadap gerakan geser sebuah benda terhadap benda lain dan koefisien

friksi merupakan perbandingan gaya friksi terhadap gaya normal (Sikri, 2008).

Sering kali, dua atau lebih permukaan dengan kemiringan tertentu yang

berhadapan satu sama lain pada sebuah gigi berkontak dengan cusp bukal dan lingual

dari gigi yang berlawanan atau berkontak dengan cusp bukal dan lingual dan ridge

marginal. Kondisi ini berperan dalam keseimbangan yang baik dalam oklusi dan

dalam kasus kontak yang tidak normal, dapat menjelaskan terlepasnya restorasi atau

fraktur gigi. Efek yang dihasilkan disebut sebagai (Sikri, 2008).

Komponen horizontal gaya normal yang menyebabkan ini.

Komponen,komponen horizontal yang dibentuk oleh kemiringan ini sama besar dan

berlawanan dan cenderung mendorong permukaan miring sehingga terpisah. Ketika

beban diaplikasikan pada gigi, tegangan didistribusikan baik sejajar terhadap sumbu

panjang dan tegak lurus terhadap sumbu panjang. Gaya atau beban diaplikasikan pada

daerah yang berbeda pada satu waktu dan distribusi tegangan bergantung pada

berbagai faktor (Sikri, 2008) :

1. Jika penampang melintang daerah tersebut konstan, distribusi tegangan praktis

(36)

2. Jika terdapat variasi penampang melintang (daerah tersebut biasanya disebut

sebagai prisma), tegangan bervariasi dari titik ke titik, berbanding terbalik dengan

luas.

3. Jika terjadi perubahan luas penampang melintang secara tiba,tiba, konsentrasi

tegangan yang lebih besar terjadi pada titik tersebut.

Pada beban vertikal, akan terjadi tegangan geser ( ) dalam prisma

di bidang manapun. Tegangan geser ini meningkat menjadi maksimum pada sudut

45° dan kemudian menurun menjadi nol pada sudut 90°. Oleh karena itu, bahan yang

lebih lemah dalam tegangan geser daripada tegangan tekan ( ) atau

tegangan tarik ( ) akan pecah pada bidang dengan sudut 45° terhadap

sumbu (Sikri, 2008).

Modulus elastisitas bahan merupakan sifat yang penting dan harus

diperhatikan. Jika kavitas direstorasi dengan inlay emas atau porselen, modulus

elastisitasnya bervariasi antara gigi dan bahan restorasi. Dengan gaya vertikal yang

diberikan pada keduanya, tegangan tekan akan sama untuk restorasi dan gigi, tetapi

karena emas/porselen jauh lebih kaku, bahan,bahan ini akan menerima tegangan yang

besar. Karena S = δE

S (tegangan) = δ (unit regangan) x E (modulus elastisitas) (Sikri, 2008)

Apabila gaya diaplikasikan tegak lurus terhadap sumbu prisma, penyaluran

resultan dikenal sebagai . Beam dapat didukung dari kedua ujung (

sederhana) dan dapat didukung dari satu ujung ( Cantilever). Preparasi MOD

merupakan contoh sederhana sedangkan preparasi MO/DO merupakan contoh

cantilever. Retensi restorasi bergantung pada ini, meskipun kekuatan dan

defleksi bahan juga berperan.

Momen gaya = Gaya x jarak tegak lurus (Sikri, 2008)

Momen lentur berada pada , yang cenderung untuk

merotasi restorasi dari kavitas. Retensi gingival dengan momen yang sama dengan F

x L diperlukan untuk melawan momen ini. Gaya retensi total (R) adalah sama dengan

(37)

kedalaman dinding gingival (d), maka R dan d akan berada pada arah yang sama,

sehingga momen gaya sama dengan nol. Oleh karena itu, kedalaman dinding gingival

tidak berperan dalam retensi (Gambar 2.30) (Sikri, 2008).

Gambar 2.30 Momen gaya pada preparasi MO/DO (F = gaya yang diaplikasikan; L = jarak tegak lurus; R = gaya retensi total;

(38)

*K

Gambar

Gambar 2.2 Struktur kimia resin komposit ���������������matriks resin TEGDMA (Albers, 2002)
Gambar 2.4 3,������������������������������������(Powers dan Sakaguchi, 2006)
Gambar 2.5 Skema peranan CQ dan DMAEMA dalam polimerisasi radikal bebas resin komposit (Shawkat, 2009)
Tabel 1. Perbandingan sifat fisis dan mekanis antara resin komposit �������� dan resin komposit ���������(Powers dan Sakaguchi, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses finishing dan polishing adalah waktu dilakukannya proses tersebut.Pada restorasi resin komposit, 75% dari proses

Gambar 6: Microleakage pada restorasi Resin Komposit yang terlihat secara klinis. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Philadelphia: Saunders Company, 2004 : 251).

Hikmah Nurmasitah : Sistem Adhesif All-In-One Pada Restorasi Resin Komposit, 2004... Hikmah Nurmasitah : Sistem Adhesif All-In-One Pada Restorasi Resin

[r]

Namun belum ada penelitian untuk mengetahui pengaruh adanya bevel pada tepi cavosurface restorasi gigi posterior klas I menggunakan resin komposit berbasis Silorane

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan kebocoran mikro restorasi inlei resin komposit menggunakan resin semen dual cure yang berbeda, maka dapat disimpulkan tidak

Tabel 5.1 Hasil uji-t antara kebocoran mikro pada restorasi resin komposit mikrofiler dengan resin-modiffied glas ionomer cement pada kavitas klas V

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kebocoran mikro antara teknik bulk dan teknik inkremental pada restorasi gigi posterior dengan resin komposit