• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sistem dan Waktu Polishing terhadap Kebocoran Mikro pada Restorasi Klas V Resin Komposit Nanohybrid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Sistem dan Waktu Polishing terhadap Kebocoran Mikro pada Restorasi Klas V Resin Komposit Nanohybrid"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA

RESTORASI KLAS V RESIN

KOMPOSIT NANOHYBRID

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Disusun oleh: Ingrid P Khosalim

NIM : 110600043

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Tahun 2015

Ingrid P Khosalim

Pengar uh Sistem dan Waktu Polishing ter hadap Kebocoran Mikr o pada Restor asi Klas V Resin Komposit Nanohybrid

x + 54 halaman

Penggunaan resin komposit pada lesi servikal sering menimbulkan kesulitan karena struktur enamel yang lebih tipis sehingga meningkatkan resiko terjadinya kebocoran mikro. Adanya variasi teknik, sistem dan waktu polishing dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran mikro yang akan mempengaruhi kualitas restorasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh sistem dan waktu polishing terhadap terjadinya kebocoran mikro.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan 30 gigi premolar rahang atas yang diekstraksi. Preparasi klas V dan restorasi menggunakan sistem adhesif total-etch dan resin komposit nanohybrid dilakukan pada seluruh sampel. Kemudian sampel dibagi menjadi enam kelompok, sampel kelompok 1 dilakukan polishing one-step segera setelah restorasi, sampel kelompok 2 dilakukan polishing one-step 15 menit setelah restorasi, sampel kelompok 3 dilakukan polishing one-step 24 jam setelah restorasi, sampel kelompok 4 dilakukan polishing multiple-step segera setelah restorasi, sampel kelompok 5 dilakukan polishing multiple-step 15 menit setelah restorasi, dan sampel kelompok 6 dilakukan polishing multiple-step 24 jam setelah restorasi. Semua sampel dilakukan proses thermocycling sebanyak 200 putaran, kemudian dilapisi cat kuku dan perendaman pada methylene blue 2% selama 24 jam. Seluruh sampel dipotong secara longitudinal dan dilakukan pengamatan kebocoran mikro menggunakan steremikroskop perbesaran 25 kali.

(3)

menunjukkan pengaruh signifikan (p<0.05) terdapat pada kelompok 3 dan 6. Hasil uji statistik Mann-Whitney sistem polishing terhadap kebocoran mikro menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan (p>0.05) pada seluruh kelompok.

Kesimpulan penelitian, penundaan polishing selama 24 jam setelah restorasi kemungkinan dapat mengurangi resiko terjadinya kebocoran mikro. Penggunaan sistem polishing one-step dan multiple-step tidak mempengaruhi terjadinya kebocoran mikro pada restorasi.

Kata kunci: sistem polishing, waktu polishing, kebocoran mikro

(4)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 12 Mei 2015

Pembimbing: Tanda tangan

1. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K) ..………….…... NIP. 19410830 196509 1 001

(5)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 12 Mei 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K) ANGGOTA : 1. Widi Prasetia, drg.

2. Darwis Aswal, drg.

(6)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua, Bapak Jaya W Kosalim dan Ibu Evi Elyani sebagai tanda hormat, rasa sayang dan terima kasih yang tak terhingga atas kasih sayang, perhatian, dukungan, kesabaran, semangat, kerja keras dan doanya selama ini.

Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., PhD., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, dukungan, kesabaran, dan bimbingan kepada penulis

4. Widi Prasetia, drg., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan wakru, tenaga, pemikiran, dukungan, kesabaran, dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi FKG USU terutama Departemen Ilmu Konservasi Gigi yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan saran kepada penulis.

(7)

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

8. Maya Fitria, SKM., M.Kes, selaku staf pengajar di Departemen Kependudukan dan Biostatistik FKM USU yang telah memberikan bimbingan mengenai analisa statistika kepada penulis.

9. Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si selaku kepala Lab. Biologi Dasar LIDA yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Lab. Biologi Dasar.

10. Sahabat-sahabat terbaik penulis, teman angkatan 2011 dan teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU, serta senior-senior yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

11. Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu dan memohon maaf apabila terdapat kesalahan selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa materi serta pembahasan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangsih dan pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua. Akhirnya penulis panjatkan doa ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, semoga berkat dan kasih karunia-Nya melimpah bagi kita semua.

Medan, 12 Mei 2015 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Resin Komposit... 6

2.1.1 Matriks Resin Organik ... 6

2.3.3 Penanggulangan Kebocoran Mikro ... 12

(9)

2.4.1 Multiple-step Polishing... . 18

2.4.2 One-Step Polishing………... . 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 20

3.2 Hipotesis Penelitian ... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

4.5 Definisi Operasional... 26

4.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 29

4.7 Prosedur Penelitian... 32

4.7.1 Persiapan Sampel ... 32

4.7.7 Pengukuran Derajat Kebocoran Mikro ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Skor Kebocoran Mikro dengan Penetrasi Zat Warna pada Keenam Kelompok Perlakuan... . 41

2 Hasil Uji Statistik Kruskall-Wallis Test Pengaruh Waktu Polishing

Kebocoran Mikro... ... 44 3 Hasil Uji Statistik Mann-Whitney Test Pengaruh Waktu Polishing

Kebocoran Mikro... ... 44 4 Hasil Uji Statistik Mann-Whitney Test Pengaruh Sistem Polishing

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Ilustrasi kerusakan enamel... 15

2 Berbagai ukuran partikel diamond... 16

3 Blade Bard Parker dan Tungsten carbide carver... 17

4 Berbagai macam instrumen... 30

5 Berbagai macam bur... 30

6 Waterbath, stereomikroskop... 31

7 Resin komposit, Etsa, bonding... 32

8 Cat kuku, Methylene Blue 2%... 32

9 Persiapan sampel... 33

10 Ukuran dan posisi kavitas Klas V... 33

11 Preparasi sampel... 34

12 Prosedur etsa dan bonding sampel... 35

13 Prosedur aplikasi resin komposit... 35

14 Konturing dan polishing one-step... 37

15 Polishing multiple-step... 37

16 Proses thermocycling... 38

17 Aplikasi cat kuku, perendaman dalam methylene blue 2%... 38

18 Pemotongan sampel, pengamatan stereomikroskop... 39

19 Hasil foto stereomikroskop pembesaran 25 kali kelompok 1, 2 dan 3.. 43

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Skema Alur Penelitian

2 Data Hasil Pengukuran Kebocoran Mikro 3 Hasil Uji Statistik Kebocoran Mikro

4 Surat Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan (Ethical Clearance)

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 1962, Bowen mengenalkan bahan restoratif polimer yang menggunakan partikel silika sebagai bahan pengisi. Bahan ini dikenal sebagai resin komposit. Saat ini resin komposit digunakan secara luas sebagai bahan restoratif, baik pada anterior maupun posterior.1

Resin komposit terdiri dari empat komponen utama, yaitu: matriks polimer organik, partikel pengisi anorganik, bahan pengikat dan aktivator. Monomer yang sering digunakan sebagai matriks organik resin adalah Bisphenol A Dimethacrylate (Bis-GMA) dan urethane dimethacrylate (UDMA). Partikel pengisi adalah bahan yang ditambahkan ke matriks resin untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik. Ukuran partikel bervariasi dari 5-25 μm (komposit berbahan pengisi makro), 0.04-0.1μm (komposit berbahan pengisi mikro), sampai 1-100 nm (komposit berbahan pengisi nano).1-4

Resin komposit nanohybrid adalah generasi baru dari resin komposit hibrid, yang terdiri dari partikel dgn ukuran 0.4-5 μm ditambah dengan partikel berukuran nano. Kelebihan resin komposit nanohybrid adalah dapat menghasilkan permukaan polish yang baik dan mempunyai sifat mekanik yang optimal.1,2

(14)

Kebocoran mikro adalah celah antara tepi permukaan gigi dan restorasi yang memungkinkan terjadinya invasi bakteri, khemis dan molekuler. Kebocoran mikro dapat menyebabkan terjadinya diskolorasi, karies sekunder dan iritasi pulpa.Kebocoran mikro disebabkan oleh terjadinya penyusutan saat polimerisasi, sistem adhesif dan perbedaan koefisien ekspansi termal. Faktor lain yang juga mempengaruhi terjadinya kebocoran mikro adalah modulus elastisitas dan daya alir resin komposit dan c-factor dari restorasi.1,7-9

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kebocoran mikro adalah dengan menggunakan metode pewarnaan. Pada metode ini, gigi yang telah direstorasi direndam pada cairan pewarna untuk beberapa waktu, kemudian gigi dipotong dan diukur penetrasi zat warna dengan menggunakan mikroskop.7,8

Perlekatan antara resin komposit dan permukaan gigi membutuhkan penggunaan sistem adhesif. Penggunaan sistem adhesif meningkatkan retensi dan stabilisasi, memudahkan restorasi dan meminimalkan kebocoran mikro.1,8

Beberapa penelitian menunjukkan tingkat kebocoran mikro yang lebih tinggi pada sistem adhesif self etch dibandingkan dengan sistem adhesif total etch. Penelitian oleh Owens dan Johnson (2005) menyatakan penggunaan sistem adhesif total etch mengurangi kebocoran mikro secara signifikan. Deliperi et al. (2007) menyatakan, adanya penetrasi bahan pewarna yang signifikan pada sistem adhesif self etch one step dibandingkan dengan sistem adhesif self etch yang lain dan total etch.10,11

Selain sistem adhesif yang digunakan, teknik aplikasi resin juga mempengaruhi polimerisasi. Dalam penelitian Owens dan Johnson (2005), mereka juga menyatakan penggunaan teknik aplikasi resin inkremental dapat mengurangi kebocoran mikro dengan signifikan.10

(15)

diakibatkan penggunaan instrumen untuk mendapatkan permukaan yang halus. Proses finishingyang baik dapat meningkatkan kualitas dan ketahanan restorasi.9,12,13

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prosesfinishing dan polishingadalah waktu dilakukannya proses tersebut.Pada restorasi resin komposit, 75% dari proses polimerisasi selesai 10-15 menit setelah penyinaran dan penyusutan polimerisasi dikompensasi oleh proses penyerapan air.Setelah 24 jam, polimerisasi selesai sehingga finishing dan polishing yang berhubungan dengan perubahan termal yang dilakukan tidak mempunyai pengaruh terhadap kebocoran mikro pada restorasi.6

Mirzakoucheki Boroujeni et al. (2013) menyatakan, proses finishing dan polishing yang ditunda selama 24 jam dapat mengurangi kebocoran mikro.6 Namun Venturini et al. (2006) menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara polishing yang dilakukan segera setelah restorasi atau ditunda terhadap kekasaran, kekerasan dan kebocoran mikro.14

Selama bertahun-tahun, proses finishing dan polishing dilakukan dengan bertahap (multiple-step) dengan bahan abrasif (abrasive disk), cutting devices (carbide bur danstone), dan bur diamond halus. Belakangan ini, dikembangkan proses finishing dan polishing yang hanya memerlukan satu tahap, yang dikenal dengan istilah one-step. Sistemone-step polishing dapat mengurangi waktu kerja karena prosedur konturing, finishing dan polishing dapat dilakukan dengan menggunakan satu instrumen.1,15,16

(16)

menunjukkan kebocoran mikro yang lebih rendah dibandingkan dengan multiple-step polishing.9

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh sistem polishing terhadap kebocoran mikrodan pengaruh waktu polishing terhadap kebocoran mikro pada restorasi resin komposit pada restorasi klas V.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh pada sistem one-steppolishingdan multiple-steppolishingterhadap kebocoran mikro restorasi klas V resin komposit nanohybrid.

2. Apakah terdapat pengaruh pada waktu polishing segera, 15 menit dan 24 jam setelah restorasi terhadap kebocoran mikro restorasi klas V resin komposit nanohybrid.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pada sistem one-step polishingdan multiple-step polishingdan waktu polishing segera, 15 menit dan 24 jam setelah restorasi terhadap kebocoran mikro resin komposit nanohybrid.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan mengenai pengaruh sistem dan waktu polishing terhadap kebocoran mikro resin komposit nanohybrid sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas restorasi resin komposit.

2. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh sistem dan waktu polishing pada restorasi resin komposit nanohybrid

(17)

1.4.2 Manfaat Klinis

1. Sebagai informasi tambahan kepada dokter gigi untuk meningkatkan pelayanan dengan menggunakan sistem dan waktu polishing yang tepat untuk restorasi resin komposit.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Resin komposit pertama kali dikembangkan pada tahun 1960-an oleh R Bowen untuk menggantikan resin akrilik yang sebelumnya menggantikan semen silikat dengan meminimalisir kekurangannya. Resin komposit mempunyai sifat mekanik yang lebih baik daripada akrilik dan silikat, koefisien ekspansi termal yang lebih rendah, perubahan dimensi yang lebih rendah, dan ketahanan terhadap pemakaian yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan pemakaian klinisnya.1,2,18

2.1 Komposisi Resin Komposit

Resin komposit tersusun atas empat komposisi utama, yaitu: matriks resin organik, partikel pengisi anorganik, bahan pengikat, dan sistem inisiator-akselerator.2

2.1.1 Matriks Resin Organik

Matriks resin yang paling sering digunakan pada resin komposit adalah gabungan dari monomer dimetakrilat aromatik atau alifatik seperti bis-GMA atau urethane dimethacrylate (UDMA). Monomer ini dapat membentuk struktur yang kuat dan menghasilkan polimer yang tahan terhadap penggunaan. Kedua jenis monomer ini mempunyai volume molekular yang besar, sehingga mempunyai penyusutan polimerisasi yang rendah yaitu 0.9%.2,12

(19)

Variasi monomer diperkenalkan beberapa tahun terakhir untuk mengontrol penyusutan volume dari resin komposit. Sistem monomer baru yaitusilorane, dikembangkan untuk mengurangi penyusutan dan tekanan internal saat polimerisasi. Silorane terdiri dari siloxane yang memberikan sifat hidrofobik kepada komposit dan oxirane yang melalui proses cross-linking dan pembukaan-cincin melalui polimerisasi kation.12

2.1.2 Par tikel Pengisi Anor ganik

Partikel pengisi perlu ditambahkan untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanis dari matriks organik. Bahan pengisi yang biasanya dipakai adalah silicon dioxide, boron silicates dan lithium aluminium silicate. Partikel pengisi perlu disilanisasi supaya dapat berikatan dengan matriks resin yang hidrofobik. Ketahanan dari restorasi komposit tergantung dari ukuran partikel pengisi, ruang antar partikel dan daya tahan partikel. 12

Penambahan partikel pengisi dapat meningkatkan kekuatan resin komposit dengan meningkatkan sifat fisis dan mekanik seperti kekuatan tekan, kekuatan tarik dan modulus elastisitas. Penambahan partikel pengisi juga mengurangi penyusutan polimerisasi, koefisien ekspansi termal, serta penyerapan air. Jumlah partikel pengisi yang ditambahkan menentukan viskositas dari resin komposit.12

Distribusi partikel yang berukuran sama pada resin komposit akan menghasilkan ruang antar partikel. Penambahan partikel pengisi yang berukuran lebih kecil akan mengisi ruang tersebut sehingga akan menghasilkan ketahanan yang maksimal.2,12

2.1.3 Bahan pengikat

(20)

penetrasi air ke permukaan antar partikel. Bahan pengikat yang sering digunakan adalah organosilane seperti γ-methacryloxypropyl trimethoxysilane.10,17

2.1.4 Sistem Inisiator -akseler ator

Resin komposit dapat diaktivasi secara kimiawi, menggunakan sinar, atau kombinasi keduanya. Resin komposit yang diaktivasi secara kimiawi tersedia dalam bentuk dua pasta, satu diantaranya merupakan inisiator benzoyl peroxide dan yang lainnya merupakan aktivator aromatic tertiary amine. Salah satu kekurangan aktivasi secara kimiawi adalah operator tidak dapat mengontrol waktu kerja sehingga insersi dan konturing harus dilakukan segera setelah resin komposit dicampur. Resin komposit yang diaktivasi secara kimiawi juga menimbulkan masalah terbentuknya oxygen-inhibited layer. Oksigen yang terperangkap saat pengadukan mempunyai reaktivitas yang lebih tinggi terhadap radikal dibandingkan dengan monomer sehingga akan menghasilkan lapisan permukaan yang tidak terpolimerisasi.12

Untuk mengatasi kekurangan resin komposit yang diaktivasi secara kimiawi, maka dikembangkan aktivasi menggunakan sinar. Sinar yang digunakan untuk aktivasi adalah sinar biru dengan panjang gelombang 465nm, yang diserap oleh phot-sensitizer seperti camphorquinone yang ditambahkan ke monomer. Reaksi diinisiasi oleh amina organik yang mengandung ikatan karbon. Ketika inisiator amina dan photosensitizer terekspos sinar, keduanya akan berinteraksi dan terjadi polimerisasi.2,12

2.1.5 Bahan Lain

(21)

dengan radikal bebas dan terjadi proses polimerisasi. Inhibitor yang biasa digunakan adalah butylated hydroxytoluene (BTH).12

Untuk mendapatkan restorasi yang estetis, resin komposit perlu mempunyai translusensi dan warna yang mirip dengan gigi. Pewarnaa resin didapat dari penambahan pigmen berupa partikel metal oxide.12

2.2 Resin Komposit Nanohybrid

Resin komposit nanohybrid adalah versi terbaru dari resin komposit hibrid menggunakan teknologi partikel nano.19 Resin komposit nanohybrid memadukan partikel berukuran nano dengan partikel bahan pengisi yang lebih konvensional. Penggunaan teknologi partikel nano meningkatkan sifat dari resin komposit secara nyata.20

Partikel nano (1-100 nm) dibentuk dengan menggunakan metode yang berbeda dari proses presipitasi pirolitik pada silika koloidal. Metode yang digunakan pada partikel nano memungkinkan permukaan partikel dilapisi oleh γ- methacryloxypropyltrimethoxysilane sebelum membentuk rantai makromolekul. Pelapisan ini mencegah terbentuknya rantai yang besar dan viskositas tinggi sehingga mempunyai daya polish yang tinggi.12

(22)

direkomendasikan sebagai bahan restorasi universal untuk gigi anterior dan posterior.19,21

Partikel nano dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu partikel nanomer tunggal dan kumpulan partikel nano (nanocluster). Nanocluster dibuat dengan menyatukan nanomeric oxide secara ringan untuk membentuk kumpulan distribusi partikel. Ukuran partikel nanomer yang digunakan untuk membentuk nanocluster berkisar antara 5 - 75 nm.12,20

Partikel bahan pengisi pada resin komposit nanohybrid dapat mencapai 69% volume dan 84% berat sehingga akan mengurangi penyusutan polimerisasi.Hal lain yang juga mengurangi penyusutan polimerisasi dari resin komposit nanohybrid yaitu kuatnya ikatan antar permukaan dari matriks resin dengan partikel nano.20

2.3 Kebocoran Mikro

Kebocoran mikro adalah celah antara dinding kavitas dan bahan restorasi yang tidak dapat dideteksi secara klinis yang memungkinkan masuknya bakteri, cairan, zat kimia, molekul dan ion.21,22,23 Tiga masalah yang sering timbul pada penggunaan klinis resin komposit sebagai bahan restorasi berhubungan dengan kebocoran mikro. Tiga masalah itu antara lain, sensitivitas pos-restorasi, marginal percolation, dan karies sekunder.23

2.3.1 Penyebab Kebocoran Mikro

(23)

x 10-6/°C dan koefisien ekspansi termal resin komposit adalah 22.5 – 45 x 10-6/°C. Bahan restorasi yang ideal adalah bahan restorasi yang mempunyai koefisien ekspansi termal yang mendekati koefisien ekspansi termal gigi. Semakin besar perbedaan koefisien ekspansi termal antara bahan restorasi dengan gigi, semakin besar pula kebocoran mikro yang akan terjadi.8,23,24

Resin komposit yang melalui proses polimerisasi radikal bebas dari metakrilat akan mengalami pengurangan volume, yang akan menyebabkan terjadinya penyusutan polimerisasi antara 1-5% dari volume awal. Penyusutan polimerisasi ini akan menyebabkan terjadinya kebocoran mikro. Apabila saat terjadi penyusutan polimerisasi tegangan kontraksi yang terjadi sangat tinggi dan menyebabkan sistem adhesif tidak dapat menahan tegangan tersebut, maka akan meningkatkan terjadinya kebocoran mikro.23-25

Adhesi dari restorasi yang mempengaruhi terjadinya kebocoran mikro adalah daya tarik antara molekul dari dua zat yang berbeda. Adanya smear layer, kekasaran permukaan dan rendahnya adhesi akan menyebabkan terjadinya kebocoran mikro. Preparasi kavitas yang tidak baik, prosedur aplikasi yang kurang baik, isolasi yang tidak adekuat juga akan memyebabkan terjadinya kebocoran mikro.8

Faktor lain yang juga berpengaruh dalam terjadinya kebocoran mikro adalah c-factor dan modulus elastisitas.C-factor adalah rasio dari permukaan yang berikatan dengan kavitas dengan permukaan yang tidak berikatan. Peningkatan nilai C akan mengakibatkan penurunan kapasitas alir yang akan menyebabkan peningkatan tekanan penyusutan.Peningkatan modulus elastisitas akan meningkatkan tegangan. Bahan restorasi yang dapat memberikan fleksibilitas yang cukup terhadap tegangan yang terjadi karena penyusutan polimerisasi akan mengurangi kebocoran mikro.5,25-27

2.3.2 Kebocoran Mikro pada Klas V

(24)

lebih sulit dan meningkatkan pembentukan celah mikro.6,7 Perlekatan yang lebih baik pada enamel juga dikarenakan kandungan inorganik yang lebih banyak dan homogenitas morfologi.25 Hal lain yang juga menyebabkan lebih tingginya skor kebocoran mikro pada tepi servikal restorasi adalah, teknik insersi bulk pada prosedur restorasi menyebabkan restorasi tertarik pada enamel margin karena kuatnya perlekatan pada enamel, sehingga menyebabkan microgaps pada daerah servikal.10 Pada penelitian yang dilakukan oleh Küçükeş men dan Sönmez (2008),kebocoran mikro yang lebih tinggi terdapat pada margin servikal dibandingkan margin oklusal pada kavitas klas V.1,5-7

2.3.3 Penanggulangan Kebocoran Mikro

Hal-hal berikut dapat dilakukan untuk mengurangi kebocoran mikro22: 1. Pemilihan materi

Resin komposit dengan jumlah partikel yang tinggi akan meningkatkan kekuatan restorasi dan elastisitas modulus sehingga akan mengurangi penyusutan polimerisasi, koefisien ekspansi termal dan penyerapan air.25

2. Preparasi kavitas

Ukuran dan bentuk kavitas perlu seminimal mungkin. Sudut yang membulat, pengurangan kedalaman dan pembuatan bevel di tepi fasial dan lingual kavitas di proksimal dapat mengurangi tingkat kebocoran mikro. Kavitas klas V yang membulat lebih baik dalam mengurangi kebocoran mikro dibandingkan dengan kavitas klas V yang bersudut.22,28

3. Sistem adhesif

(25)

4. Liner dan basis kavitas

Penggunaan semen ionomer kaca dan kalsium hidroksida sebagai basis restorasi komposit dapat melindungi pulpa dan mengurangi gumpalan resin komposit, sehingga dapat mengurangi kebocoran mikro.8,29

5. Insersi resin komposit

Insersi resin komposit dengan teknik inkremental dapat mengurangi kebocoran mikro karena lapisan antar resin komposit dapat mendistribusikan penyusutan polimerisasi sehingga resultan tegangan internal tersebar. Setiap lapisan resin diinsersi dengan ketebalan 1 – 1.5 mm.8,10

6. Penyinaran

Penggunaan teknik penyinaran 3 sisi dapat mengurangi kebocoran mikro, karena kontraksi polimerisasi yang terjadi mengarah ke arah sinar. Penyinaran dilakukan dari arah bukal, lingual dan gingival.8,29

7. Finishing dan polishing

Penggunaan instrumenhigh speed akan meningkatkan terjadinya kebocoran mikro.Teknik polishing dalam keadaan kering dapat meningkatkan kebocoran tepi restorasi karena produksi panas.Beberapa studi menyatakan finishing dan polishing yang dilakukan 24 jam setelah restorasi dapat mengurangi kebocoran mikro.Aplikasi surface sealer atau resin komposit tanpa atau sedikit partikel pengisi akan menutup dapat mengurangi terjadinya kebocoran mikro6,8,12,26

2.4Finishingdan Polishing

(26)

yang sama karena kekerasan yang berbeda.25Restorasi yang tidak di-polish dengan baik akan menimbulkan masalah klinis seperti iritasi gingiva, pewarnaan permukaan restorasi, akumulasi plak dan karies sekunder.16 Di sisi lain, proses finishing juga dapat menyebabkan terjadinya kebocoran mikro akibat adanya efek termal.9,14,25

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses finishing dan polishing:

1. Lingkungan

Lingkungan saat proses polishing berarti proses yang dilakukan dalam keadaan kering atau basah (wet or dry polishing). Proses yang dilakukan dalam keadaan kering (dry polishing) dapat memberikan visualisasi yang lebih baik pada tepi restorasi. Akan tetapi, teknik dry polishingsangat berbahaya karena akan meningkatkan kebocoran tepi restorasi akibat panas dan friksi yang terjadi. Panas yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya smearing permukaan dan depolimerisasi. Studi juga menunjukkan bahwa lingkungan yang kering saat polishing akan mengakibatkan terjadinya perubahan struktural dan kemis dari permukaan. Teknik wetpolishing dengan air akan memberikan kualitas permukaan yang standar, karena dapat mengurangi panas dan friksi yang terjadi sehingga akan mengurangi kerusakan yang terjadi pada permukaan dan margin restorasi.12,30

2. Waktu

(27)

lain menyatakan penundaan finishing dan polishing dapat meningkatkan kebocoran mikro karena terjadi pengurangan padamarginal sealing akibat adanya ekspansi higroskopik dari komposit dan sistem adhesif.14

3. Alat dan bahan

Berbagai alat dan bahan dapat digunakan untuk proses finishing dan polishing, antara lain:

a. Bur

Bur 6-fluted sulit dikontrol dan dapat menimbulkan fisur sehingga tidak dapat digunakan untuk finishing restorasi resin komposit. Bur 12-fluted dapat merusak matriks resin dan melemahkan komposit pada daerah margin. Bur 30-fluted dapat secara efektif digunakan untuk finishing resin komposit submikron.30

Gambar 1. Ilustrasi kerusakan enamel dengan menggunakan A. bur 6-fluted, B. bur 12-fluted, C. bur 24-fluted, D. fine diamond30

b. Diamond

(28)

Gambar 2. Berbagai ukuran partikel diamond yang dapat digunakan untuk memotong dan polishing30

c. Finishing Disc

Disc dan Strip dengan ukuran grit 60-120 dapat digunakan untuk memotong, Disc dan Strip dengan ukuran grit 140-400 dapat digunakan untuk konturing, dan Disc dan Strip dengan ukuran grit 550-1250 dapat digunakan untuk polishing. Beberapa contoh produk finishing disc yaitu Sof-Lex Disc (3M Dental Products, St,Paul, Minnesota) dan Super-Snap Disc (Shofu Dental Corp., Menlo Park, California).30

d. Rubber wheels, cups, and points

Polishing rubber tersedia dalam berbagai bentuk, ukuran dan grit. Soft rubber digunakan untuk konturing dan pemolesan, medium rubber dan hard rubber dapat digunakan untuk gross dan final polishing. Contoh produk Polishing rubber yaitu Enhance (Dentsply/Caulk, Milford, DE, USA) dan Astropol (Vivadent, Ivoclar, Liechtenstein).30

e. Proximal finishing strip

(29)

International Metal Strips (GC, Tokyo, Japan) dan Flexistrip (Cosmedent, Inc., Chicago, IL).30

f. Instrumen tangan

Instrumen tangan yang dapat digunakan yaitu blade Bard Parker no.12 atau no.15 dan tungsten carbide carver.30

Gambar 3. A. BladeBard Parker no.12, B. Tungsten carbide carver30

g. Pasta polishing

Bubuk aluminium oxide dapat digunakan sebagai pasta polishing. Grit yang digunakan harus lebih kecil daripada partikel pengisi resin komposit untuk menghasilkan permukaan yang halus.30

4. Pelapisan permukaan

(30)

2.4.1 Multiple-step Polishing

Selama bertahun-tahun, proses finishing dan polishing dilakukan dalam beberapa tahap.15 Tahapan-tahapan finishing dan polishingmultiple-step yaitu:

1. Gross finishing

Proses ini membuang bahan restorasi berlebih dimana instrumen akan menyentuh struktur gigi dan mengurangi resin komposit dengan cepat dan efisien. Proses gross finishing dapat menggunakan materi abrasif yang dilapisi dengan partikel abrasif 100 µm atau lebih besar. Bur diamond untuk preparasi juga dapat digunakan dengan hati-hati dengan menghindari tepi pertemuan enamel dengan resin.31

2. Konturing

Proses konturing akan menghasilkan bentuk restorasi yang sesuai dengan dengan anatomi gigi dan estetis. Instrumen konturing yang ideal harus mempunyai daya potong atau grinding yang baik tanpa merusak struktur gigi atau jaringan sekitar. Proses ini menggunakan materi abrasif yang dilapisi. Tahap konturing awal dapat menggunakan bur diamond regular, kemudian dengan menggunakan bur

diamond dengan partikel yang lebih kecil (40 µm) atau disk alumunium oksida 40 µm.31

3. Fine Finishing

Proses ini merupakan tahap final dalam finishing dengan meningkatkan kehalusan permukaan dengan menghilangkan goresan yang dihasilkan dari dua tahap sebelumnya. Instrumen yang digunakan pada tahap ini harus mempunyai daya abrasif sedang dan dapat menghasilkan permukaan yang halus. Instrumen yang digunakan dengan ukuran partikel 25 µm atau dibawahnya.31

4. Polishing

(31)

2.4.2 One-step Polishing

(32)
(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem dan waktu polishing resin komposit nanohybrid terhadap kebocoran mikro.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis untuk penelitian ini adalah:

1. Ada pengaruh sistem one-steppolishingdan multiple-steppolishingterhadap kebocoran mikro pada restorasi klas V resin komposit nanohybrid.

2. Ada pengaruh waktu polishing segera, 15 menit dan 24 jam setelah restorasi terhadap kebocoran mikro pada restorasi klas V resin komposit nanohybrid.

Kebocoran mikro

Pengamatan penetrasi zat warna dengan stereomikroskop

• Sistemone-step polishingdan sistemmultiple-step polishing • Waktu polishing segera setelah

(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

4.1.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium in vitro

4.1.2 Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini adalah post test only group design, dimana pengukuran derajat kebocoran mikro akan dilakukan setelah sampel diberi perlakuan kemudian membandingkan derajat kebocoran mikro antar kelompok.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Instalasi Konservasi RSGM-FKG USU untuk melakukan restorasi dan Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU untuk pengamatan kebocoran mikro menggunakan stereomikroskop.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret - April 2015

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan adalah gigi premolaryang diekstraksi

4.3.2 Sampel

(35)

4.3.3 Kriteria Penerimaan Sampel

a. Gigi premolar satu dan dua rahang atas

b. Mahkota masih utuh dan akar sudah terbentuk sempurna c. Tidak karies

4.3.4. Kriteria Penolakan Sampel

Gigi yang telah dilakukan restorasi sebelumnya

4.3.5 Besar Sampel

Jumlah besar sampel pada penelitian eksperimen secara sederhana dapat dihitung menggunakan rumus Federer:

( t – 1 ) ( r – 1 ) ≥ 15

Dimana ; t = jumlah perlakuan dalam penelitian r = jumlah sampel

Dalam penelitian ini terdapat 6 kelompok sampel yang diberi perlakuan. Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel tiap kelompok dapat ditentukan sebagai berikut :

( 6 – 1 ) ( r – 1 ) ≥ 15 ( 5 ) ( r – 1 ) ≥ 15 r ≥ 4

Jumlah sampel (r) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 gigi.

Kelompok 1 : sampel yang dipolish dengan menggunakan one-step polishing (OptraPol®) segera setelah restorasi klas V = 5 gigi

(36)

Kelompok 3 : sampel yang dipolish dengan menggunakan one-step polishing (OptraPol®) 24 jam setelah restorasi klas V = 5 gigi

Kelompok 4 : sampel yang dipolish dengan menggunakan multiple-step polishing (Astropol®) segera setelah restorasi klas V = 5 gigi

Kelompok 5 : sampel yang dipolish dengan menggunakan multiple-step polishing (Astropol®) 15 menit setelah restorasi kals V = 5 gigi

Kelompok 6 : sampel yang dipolish dengan menggunakan multiple-step polishing (Astropol®) 24 jam setelah restorasi klas V = 5 gigi

Jadi, total jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 gigi.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel bebas

- Sistem polishing (one-step dan multiple-step) yang digunakan pada restorasi klas V resin komposit nanohybrid.

- Waktu polishing (segera, 15 menit, 24 jam) setelah dilakukan restorasi klas V resin komposit nanohybrid.

4.4.2 Variabel tergantung

Kebocoran mikro antra resin komposit nanohybrid dengan dinding kavitas.

4.4.3 Variabel terkendali

· Jenis gigi (premolar satu dan dua rahang atas)

· Desain dan ukuran preparasi kavitas klas V gigi premolar rahang atas (lebar mesiodistal 3mm, tinggi occlusoginggival 3mm, kedalaman aksial 1,5mm dengan bevel 0,5 mm pada tepi enamel)

· Posisi kavitas (1 mm di atas CEJ)

(37)

· Sistem adhesif total-etch · Warna resin komposit (A2)

· Teknik insersi resin komposit(bulk system) · Sumber sinar (LED)

· Intensitas cahaya light cure (1200mW/cm2) · Panjang gelombang light cure (420 nm) · Jarak penyinaran light cure (1mm)

· Arah penyinaran light cure (tegak lurus terhadap permukaan restorasi) · Lama waktu penyinaran light cure (40 detik)

· Metode penyinaran (continuous polymerization) · Sistem polishing (one-step dan multiple-step)

· Waktu polishing (segera, 15 menit, 24 jam setelah restorasi) · Lama polishing (20 detik) dalam keadaan basah

· Keefektifan bur polish (1 bur untuk 6 gigi) · Perendaman pada air distilasi 37°C

· Suhu dan waktu proses thermocycling (5°C dan 55°C masing-masing selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik; sebanyak 200 putaran) · Waktu dan suhu perendaman pada larutanmethylene blue2% (24 jam

dengan suhu 37°C)

4.4.4 Variabel tidak terkendali

· Keberadaan smear layer · Pembentukan hybrid layer

(38)

4.4.5 Identifikasi Variabel Penelitian

Var iabel Bebas

• Sistem polishing (one-step dan multiple-step) yang digunakan pada restorasi klas V resin komposit nanohybrid.

• Waktu polishing (segera, 15 menit, 24 jam) setelah dilakukan restorasi klas V resin komposit nanohybrid.

Variabel Terkendali

• Jenis gigi (premolar satu dan dua rahang atas)

• Desain dan ukuran preparasi kavitas klas V gigi premolar rahang atas (lebar mesiodistal 3mm, tinggi occlusoginggival 3mm, kedalaman aksial 1,5mm dengan bevel 0,5 mm pada tepi enamel)

• Posisi kavitas (1 mm di atas CEJ)

• Bur untuk preparasi: diamond bur berbentuk bulat dan fisur • Ketajaman mata bur (1 bur untuk 5 gigi)

• Sistem adhesif total-etch

• Teknik insersi resin komposit (bulk system) • Warna resin komposit (A2)

• Sumber sinar (LED)

• Intensitas cahaya light cure (1200mW/cm2) • Panjang gelombang light cure (420 nm) • Jarak penyinaran light cure (1mm)

• Arah penyinaran light cure (tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi)

• Lama waktu penyinaran light cure (40 detik) • Metode penyinaran (continuous polymerization) • Sistem polishing (one-step dan multiple-step)

• Waktu polishing (segera, 15 menit, 24 jam setelah restorasi) • Lama polishing (20 detik) dengan keadaan basah

• Keefektifan bur polish (1 bur untuk 6 gigi) • Perendaman pada air distilasi 37°C

• Suhu dan waktu proses thermocycling (5°C dan 55°C masing-masing selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik; sebanyak 200 putaran)

• Waktu dan suhu perendaman pada larutanmethylene blue2% (24 jam dengan suhu 37°C)

Variabel Tergantung

Kebocoran mikro antara restorasi resin komposit nanohybrid dengan dinding kavitas

Variabel Tidak Terkendali

• Keberadaan smear layer • Pembentukan hybrid layer • Kontraksi polimerisasi resin

komposit

(39)

4.5 Definisi Operasional

No Variabel Definisi

(40)
(41)

polish

multiple-No Variabel Definisi

Operasional

(42)

dengan

4.6 Alat dan Bahan Penelitian

4.6.1 Alat penelitian

• Masker dan sarung tangan

• Kaliper untuk pengukuran outline form • Pensil untuk menggambar outline form

• Probe Periodontal untuk mengukur kedalaman kavitas • Diamond bur bentuk bulat dan fisur (SS White, USA) • High speed handpiece

• Pinset, sonde lurus • Cotton pellet • Microapplicator • Spuit irigasi • Plastis instrument

• Instrumen modeling komposit (CompoRoller™, Kerr, Switzerland) • Visible Light Curing Unit(Liang Ya A180, Liang Ya, Guangdong, China) • Bur polish one-step (OptraPol®, Vivadent, Ivoclar, Schaan, Liechtenstein) • Bur polish multiple-step (AstroPol® (F, P, HP), Vivadent, Ivoclar, Schaan,

Liechtenstein)

Waterbath sebagai pengganti alat thermocycling • Termometer

(43)

• Wadah plastik • Cawan petri

• Bur diamond saw untuk pemotongan gigi • Stereomikroskop (Zeiss, Germany)

Gambar 4. Berbagai macam instrumen: 1. CompoRoller™, 2. Plastis instrument, 3. Probe periodontal, 4. Sonde,. 5. Pinset

(44)

Gambar 6. A. waterbath, B. Stereomikroskop

4.6.2 Bahan Penelitian

• 30 gigi premolar atas

• Resin komposit nanohybrid (Tetric N-Ceram A2, Vivadent, Ivoclar, Schaan, Liechtenstein)

Phosphoric acid 37% (N-Etch, Vivadent, Ivoclar, Schaan, Liechtenstein) • Bonding(Tetric N-Bond, Vivadent, Ivoclar, Schaan, Liechtenstein) • Saline untuk perendaman dan penyimpanan sampel

• Air untuk irigasi

• Balok gips untuk penanaman gigi • Cat kuku

(45)

Gambar 7. 1. Resin komposit nanohybrid, 2. Etsa, 3. Bonding

Gambar 8. A. cat kuku, B. Methylene Blue 2%

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Persiapan sampel

(46)

Gambar 9. 30 sampel dibagi menjadi enam kelompok dan ditanam pada balok gips

4.7.2 Preparasi sampel

Outline form klas V digambar dengan menggunakan pensil, kemudian diukur dengan kaliper. Ukuran lebar mesiodistal 3mm, tinggi occlusoginggival 3mm, kedalaman aksial 1,5mm dengan bevel 0,5 mm pada tepi enamel. Posisi kavitas 1 mm di atas CEJ. Preparasi dengan mengunakan bur bulat untuk membuat kedalaman kemudian dilanjutkan dengan menggunakan bur fisur untuk memperluas kavitas.

(47)

Gambar 11. A. Outline formklas V, B. Preparasi menggunakan bur bulat, C. Preparasi menggunakan bur fisur, D. Kavitas klas V

4.7.3 Restorasi sampel

(48)

Gambar 12. A. Aplikasi etsa dengan microapplicator, B. Aplikasi bonding dengan microapplicator, C. Penyinaran selama 20 detik

(49)

4.7.4 Finishing dan Polishing sampel

Sampel dibagi menjadi enam kelompok, tiga kelompok pertama dilakukan polishing dengan menggunakan one-step polishing (OptraPol®), dimana setelah dilakukan konturing dengan menggunakan bur diamond, polishing dilakukan 20 detik dalam keadaan basah. Tiga kelompok yang lain, setelah dilakukan konturing dengan menggunakan bur diamond, dilakukan polishing dengan menggunakan multiple-step polishing (Astropol®), dimana tahap pertama dengan menggunakan Astropol® F untuk membuang resin komposit yang berlebihan, tahap kedua dengan menggunakan Astropol® P untuk polishing resin komposit, dan tahap terakhir dengan menggunakan Astropol® HP untuk mendapatkan final high-gloss resin komposit. Masing-masing tahap dilakukan selama 20 detik dalam keadaan basah.

Kelompok I dilakukan polishing segera setelah restorasi dengan menggunakan one-step polishing. Pada kelompok II dan III, sampel direndam dalam saline dengan temperature 37°C. Setelah 15 menit, sampel kelompok II dilakukan polishing dengan menggunakan one-step polishing. Setelah 24 jam, sampel sampel kelompok III dilakukan polishing dengan menggunakan one-step polishing.

(50)

Gambar 14. A. Konturing restorasi, B. Polishing one-step dengan bur OptraPol®

Gambar 15. Polishing multiple-step menggunakan A. Astropol® F, B. Astropol® P, C. Astropol® HP

4.7.5 Proses Thermocycling

(51)

Gambar 16. Proses thermocycling A. Perendaman pada air bersuhu 5°C selama 30 detik, B. waktu transfer 10 detik, C. Perendaman pada air bersuhu 55°C selama 30 detik

4.7.6 Perendaman dalam Larutan Methylene blue2%

Seluruh sampel diaplikasikan cat kuku pada seluruh permukaantanpa menutupi tepi restorasi dengan jarak 2 mm.Sampel direndam dalam larutan Methylene blue2% selama 24 jam pada suhu ruangan. Setelah 24 jam, sampel dikeluarkan dan dibilas dengan air.

Gambar 17. A. Aplikasi cat kuku pada seluruh permukaan tanpa menutupi tepi restorasi, B. Perendaman dalam methylene blue 2% selama 24 jam

4.7.7 Pengukuran Derajat Kebocoran Mikro

(52)

stereomikroskop pembesaran 25 kali. Pengukuran dilakukan oleh dua orang untuk menghindari subjektifitas. Derajat kebocoran mikro ditentukan dengan perluasan dari Methylene blue2% dari tepi kavitas ke dasar kavitas yang dikelompokkan ke dalam sistem penilaian standar dengan skor 0-3 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Owens dan Johnson.8

0 = Tidak ada penetrasi zat warna

1 = Penetrasi < ½ kedalaman dinding aksial kavitas 2 = Penetrasi > ½ kedalaman dinding aksial kavitas 3 = Penetrasi mencapai atau melebihi dasar kavitas

Gambar 18. A. Pemotongan secara longitudinal, B. Pengamatan dengan stereomikroskop pembesaran 25 kali

4.8 Analisa Data

(53)
(54)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 30 buah sampel gigi premolar rahang atas yang dibagi menjadi enam kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari lima sampel yang diberi perlakuan berbeda. Uji kebocoran mikro dilakukan dengan melihat penetrasi zat warna methylene blue 2% menggunakan stereomikroskop perbesaran 25 kali yang diberi skor 0-3

Tabel 1. Skor kebocoran mikro dengan penetrasi zat warna pada Keenam Kelompok Perlakuan

Kelompok Perlakuan Bagian Skor Kebocoran Mikro

(55)

Tabel 1 diatas menunjukkan hasil pengamatan kebocoran mikro pada kelompok 1 dengan sistempolishingone-step segera setelah restorasi pada bagian margin oklusal diperoleh 3 sampel berskor 0 dan 2 sampel berskor 1, pada bagian margin servikal diperoleh 1 sampel berskor 2 dan 4 sampel berskor 3. Pada kelompok 2 dengan sistempolishing one-step 15 menit setelah restorasi pada bagian margin oklusal diperoleh 5 sampel berskor 0 dan pada bagian margin servikal diperoleh 5 sampel berskor 0. Pada kelompok 3 dengan sistem polishing one-step24 jam setelah restorasi pada bagian margin oklusal diperoleh 5 sampel berskor 0 dan pada bagian margin servikal diperoleh 1 sampel berskor 1 dan 4 sampel berskor 2. Pada kelompok 4 dengan sistem polishing multiple-step segera setelah restorasi pada bagian margin oklusal diperoleh 4 sampel berskor 0 dan 1 sampel berskor 1, pada bagian margin servikal diperoleh 1 sampel berskor 2 dan 4 sampel berskor 3. Pada kelompok 5 dengan sistempolishing multiple-step 15 menit setelah restorasi pada bagian margin oklusal diperoleh 3 sampel berskor 0 dan 2 sampel berskor 1, pada bagian margin servikal diperoleh 2 sampel berskor 1 dan 3 sampel berskor 3. Pada kelompok 6 dengan sistempolishing multiple-step 24 jam setelah restorasi pada bagian margin oklusal diperoleh 4 sampel berskor 0 dan 1 sampel berskor 1, pada bagian margin servikal diperoleh 3 sampel berskor 0, 1 sampel berskor 1 dan 1 sampel berskor 2.

(56)

Gambar 19. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 25 kali, A. Kelompok 1 pada tepi oklusal menunjukkan skor 1 dan tepi servikal menunjukkan skor 2, B. Kelompok 2 pada tepi oklusal menunjukkan skor 0 dan tepi servikal menunjukkan skor 3, C. Kelompok 3 pada tepi oklusal menunjukkan skor 0 dan tepi servikal menunjukkan skor 0

Gambar 20. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 25 kali, A. Kelompok 4 pada tepi oklusal menunjukkan skor 0 dan tepi servikal menunjukkan skor 3, B. Kelompok 5 pada tepi oklusal menunjukkan skor 1 dan tepi servikal menunjukkan skor 3, C. Kelompok 6 pada tepi oklusal menunjukkan skor 0 dan tepi servikal menunjukkan skor 0

(57)

pengaruh waktu terhadap kebocoran mikro dengan polishing multiple-step yaitu pada kelompok 4, 5, dan 6. Hasil uji statistik dengan Kruskal-Wallis Test dapat dilihat oada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Statistik Kruskal-Wallis TestPengaruh Waktu Polishing terhadap Kebocoran Mikro (p<0.05 = *)

Kelompok N Asymp. Sig.

Dari tabel 2 terlihat bahwa tidak terlihat pengaruh yang signifikan (p>0.05) pada bagian tepi oklusal pada kelompok 1, 2, 3 dengan p=0.116 dan kelompok 4, 5, 6 dengan p=0.727. Pengaruh yang signifikan (p<0.05) terlihat pada tepi servikal pada kelompok 1, 2, 3 dengan p=0.004 dan kelompok 4, 5, 6 dengan p=0.015. Kemudian analisis statistik dilanjutkan dengan menggunakan Mann-Whitney Test untuk melihat pengaruh pada tepi servikal antara kelompok 1 dan 2, 1 dan 3, 2 dan 3, 4 dan 5, 4 dan 6, 5 dan 6.

Tabel 3. Hasil Uji Statistik Mann-Whitney Test Pengaruh Waktu Polishing terhadap Kebocoran Mikro (p<0.05 = *)

Kelompok 1 dan 2 1 dan 3 2 dan 3 4 dan 5 4 dan 6 5 dan 6

(58)

Dari hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test diperoleh hasil bahwa antara kelompok 1 dan 2 tidak terdapat pengaruh yang signifikan (p>0.05) yaitu p=0.317, antara kelompok 1 dan 3 terdapat pengaruh yang signifikan (p<0.05) yaitu p=0.015, antara kelompok 2 dan 3 terdapat pengaruh yang signifikan (p<0.05) yaitu p=0.004, antara kelompok 4 dan 5 tidak terdapat pengaruh yang signifikan (p>0.05) yaitu p=0.366, antara kelompok 4 dan 6 terdapat pengaruh yang signifikan (p<0.05) yaitu p=0.009, antara kelompok 5 dan 6 terdapat pengaruh yang signifikan (p<0.05) yaitu p=0.039.

Untuk melihat pengaruh sistemone-step dan multiple-step pada waktu segera (kelompok 1 dan 4), 15 menit (kelompok 2 dan 5), 24 jam (kelompok 3 dan 6) terhadap kebocoran mikro dilakukan Mann-Whitney Test. Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Statistik Mann-Whitney TestPengaruh Sistem Polishing terhadap Kebocoran Mikro (p<0.05 = *)

Kelompok N Asymp. Sig

(59)

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 30 gigi premolar rahang atas yang dibagi menjadi enam kelompokyaitu kelompok polishing one-step segera setelah restorasi, kelompok polishing one-step 15 menit setelah restorasi, kelompok polishing one-step 24 jam setelah restorasi, kelompok polishing multiple-step segera setelah restorasi, kelompok polishing multiple-step 15 menit setelah restorasi, dan kelompok polishing multiple-step 24 jam setelah restorasi. Gigi premolar rahang atas digunakan karena relatif mudah didapat. Beberapa kriteria digunakan untuk mengontrol keadaan seluruh sampel yaitu tidak karies, akar sudah terbentuk sempurna, tidak pernah dilakukan restorasi sebelumnya dan masa pencabutan dibawah tiga bulan. Seluruh sampel direndam dalam larutan salineuntuk menjaga kelembaban dentin.

Saat bahan restorasi tidak beradaptasi dengan baik, celah marginal dan internal void terdapat antara dinding kavitas dan bahan restorasi.Tiga masalah yang sering timbul pada penggunaan klinis resin komposit sebagai bahan restorasi berhubungan dengan kebocoran mikro. Tiga masalah itu antara lain, sensitivitas pos-restorasi, marginal percolation, dan karies sekunder.23,25

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengamati kebocoran mikro yaitu tes penetrasi zat warna, chemically agent, analisis aktivasi neutron, material radioisotope. Metode yang paling sering digunakan adalah tes penetrasi zat warna. Larutan yang dapat dipakai antara lain basic fuchsin, methylene blue, silver nitrate, crystal violet, eritrosin dan Rodhamine B. Pada penelitian ini, metode pengamatan kebocoran mikro menggunakan tes penetrasi zat warna dengan methylene blue 2%.7

(60)

menyebabkan tekanan pada permukaan antara gigi dan bahan restorasi yang akan menyebabkan terjadinya kebocoran mikro.6 Pada penelitian ini, faktor lain seperti minimnya kemampuan operator dalam melakukan preparasi dan restorasi juga dapat mempengaruhi kebocoran mikro yang terjadi.

Pembuatan bevel pada restorasi dapat menambah luas permukaan kavitas untuk perlekatan. Pada penggunaan etsa, perlekatan antara resin komposit dengan enamel lebih kuat pada bagian transversal prisma enamel dibandingkan bagian longitudinal enamel. Pada kavitas klas V, tepi enamel dibevel untuk mengurangi kebocoran pada tepi, meningkatkan perlekatan dan estetis. Namun, pada kavitas klas V yang tidak dalam, pembuatan bevel dapat menyebabkan pergeseran material akibat flexural load karena konfigurasi kavitas menjadi datar. Pembuatan bevel pada tepi gingival restorasi juga menyebabkan kebocoran mikro yang lebih tinggi. Penelitian Ameri et al. (2010) menyatakan tidak ada pengaruh konfigurasi enamel margin terhadap kebocoran nano.33,34

Pada penelitian yang dilakukan oleh Owens dan Johnson, mereka menyatakan pengunaan sistem adhesif total-etch secara signifikan mengurangi kebocoran mikro dibandingkan dengan penggunaan sistem adhesif self-etch.10Tingkat kebocoran mikro pada kelompok dengan sistem adhesif total-etch lebih rendah karena sistem adhesif total-etch mempunyai tahap etsa asam yang dapat menghasilkan perlekatan mikromekanik pada enamel. Kemampuan etsa dengan asam fosfat, dapat mengangkat smear layer dan menghasilkan mikro porositas yang banyak, sehingga penetrasi bahan bonding lebih baik dan dapat menghasilkan interaksi kimia dan interlocking yang baik.35Penelitian ini menggunakan sistem adhesif total-etch untuk mengurangi faktor yang mempengaruhi terjadinya kebocoran mikro.

Proses thermocycling dilakukan untuk menstimulasi tekanan termal pada permukaan restorasi dengan gigi. Suhu yang digunakan pada proses thermocycling merupakan suhu yang mensimulasi lingkungan oral, yaitu antara 5oC dan 55oC.25,36

(61)

peningkatan kebocoran mikro saat proses finishing dan polishing dilakukan dalam keadaan kering (dry polishing) sehingga adaptasi marginal menjadi kurang baik.Teknik wetpolishing dengan air akan memberikan kualitas permukaan yang standar, karena dapat mengurangi panas dan friksi yang terjadi sehingga akan mengurangi kerusakan yang terjadi pada permukaan dan margin restorasi.Pada penelitian ini, proses polishing dilakukan dalam keadaan basah.26,30

Berbagai bahan dan alat dapat digunakan untuk melakukan proses finishing dan polishing. Pada penelitian ini, bur diamond (106 μm)digunakan untuk konturing dan proses polishing menggunakan bur polish berbahan dasar silikon, yaitu Astropol (Vivadent, ivoclar, Liechtenstein) dan Optrapol (Vivadent, ivoclar, Liechtenstein). Astropol merupakan bur polish tiga tahap, dimana pada tahap pertama dan kedua bur polish Astropol F dan Astropol P terdiri dari silicone rubber, partikel silikon karbid dan pigmen warna, pada tahap ketiga Astropol HP terdiri dari silicon rubber , partikel diamond, alumunium oksida, titanium oksida dan iron oxide. Optrapol merupakan bur polish satu tahap yang terdiri dari silicone rubber dan partikel diamond.

Hal lain yang mempengaruhi kualitas polishing adalah kapan dilakukan proses polishing. Sesuai anjuran pabrik, proses polishing dapat dilakukan segera atau 5 menit setelah restorasi. Namun, peneliti lain menyatakan polishing yang ditunda selama 24 jam akan menghasilkan adaptasi marginal yang lebih baik.14

(62)

Hasil uji statistik Kruskal-Wallis Test menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p<0.05) pada tepi servikal pada waktu polishing yang dilakukan segera, 15 menit dan 24 jam setelah restorasi dengan sistem polishing one-step dan polishing multiple-step, tetapi tidak terlihat pengaruh yang signifikan pada tepi oklusal restorasi (p>0.05). Uji statistik yang dilanjutkan dengan Mann-Whitney Test pada tepi servikal menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan (p>0.05) pada polishing yang dilakukan segera dan 15 menit setelah restorasi, namun terdapat pengaruh yang signifikan (p<0.05) pada polishing yang dilakukan 24 jam setelah restorasi. Hal ini terjadi karena polimerisasi resin komposit membutuhkan waktu 24 jam, sehingga perubahan termal yang terjadi 24 jam setelah restorasi tidak mempengaruhi bahan restorasi dandapat mengurangi kebocoran mikro. Penelitian yang dilakukan oleh Boroujeni et al. juga menyatakan waktu polishing yang terbaik adalah 24 jam setelah restorasi.6

(63)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapat, tidak ada pengaruh yang signifikan antara waktu polishing dengan kebocoran mikro pada tepi oklusal restorasi, tetapi terdapat pengaruh yang signifikan antara waktu polishing dengan kebocoran mikro pada tepi servikal restorasi. Pengaruh yang signifikan terdapat pada kelompok 3 dan 6 yaitu pada waktu 24 jam setelah restorasi. Sehingga dapat disimpulkan, penundaan polishing selama 24 jam setelah restorasi kemungkinan dapat mengurangi resiko terjadinya kebocoran mikro.

Hasil yang didapat pada pengaruh sistem polishing dengan kebocoran mikro menunjukkan tidak adak pengaruh yang signifikan. Sehingga dapat disimpulkan, penggunaan sistem polishing one-step dan multiple-step tidak mempengaruhi terjadinya kebocoran mikro pada restorasi.

7.2 Saran

1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat.

(64)

DAFTAR PUSTAKA

1. Garg N, Garg A. Textbook of Operative Dentistry. India: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2010: 256-7, 260, 274.

2. Sakaguchi RL, Powers JM. Craig's Restorative Dental Materials. 13th ed. Philadelphia: Elsevier Mosby, 2012: 162-7

3. Ferracane JL. Resin Composite-State of the Art. Dent Mater 2010; Vol. xx: 1-10 4. Chan KHS, Mai Y, Kim H, Tong KCT, Ng D, Hsiao JCM. Review: Resin

Composite Filling. Materials 2010; 2: 1228-43.

5.

vitro study. J Int Oral Health 2014; 6 (3): 111-4.

6. Boroujeni PM, Barekatain M, Fattahi P. The Effect of Polishing and Polishing Time on Microleakage of Composite Restorations. J Islamic Dent Assoc 2013; 25(3): 216-21.

7. Küçükeş men C, Sönmez H. Microleakage of Class-V Composite Restorations with Different Bonding Systems on Fluorosed Teeth. European J of Dentistry 2008; 2: 48-58.

8. Chandra Sa, Chandra Sh, Chandra G. Textbook of Operative Dentistry (with MCQs). India: Jaypee Brothers Mediacal Publishers (P) Ltd, 2007: 206-10, 220-31.

9. Eden E, Cogulu D, Attin T. The Effect of Finsihing and Polishing Systems on Surface Roughness, Microhardness and Microleakage of a Nanohybrid Composites. J Int Dent Med Res 2012; 5(3): 155-60.

10.Owens BM, Johnson WW. Effect of Insertion Technique and Adhesive System on Microleakage of Class V Resin Composite Restorations. J of Adhesive Dentistry 2005; 7: 303-8.

(65)

12.Anusavice KJ, Shen C, Rawls HR. Phillips's Science of Dental Materials. 12th ed. India, 2012: 279-85, 298-99.

13.Erdemir U, Sancakli HS, Yildiz. The Effect of One-step and Multi-step Polishing Systems on the Surface Roughness and Microhardness of Novel Resin Composites. European J of Dentistry 2012; 6: 198-205.

14.Venturini D, Cenci MS, Demarco FF, Camacho GB, Powers JM. Effect of Polishing Techniques and Time on Surface Roughness, Hardness and Microleakage of Resin Composite Restorations. Operative Dentistry 2006; 31(1): 11-7.

15.Sapra V, Taneja S, Kumar M. Surface Geometry of Various Nanofiller Composites Using Different Polishing Systems: A Comparative Study. J Conservative Dentistry 2013; 16(6): 559-63.

16.Watanabe T, Miyazaki M, Takamizawa T, Kurokawa H, Rikuta A, Ando S. Influence of Polishing Duration on Surface Roughness of Resin Composites. J Oral Science 2005; 47(1): 21-5.

17.Jung M, Eichelberger K, Klimek J. Surface Geometry of Four Nanofiller and One Hybrid Composite After One-step and Multiple-step Polishing. Operative Dentistry 2007; 32(4): 347-55.

18.Gracia AH, Lozano MAM, Vila JC, Escribano AB, Galve PF. Composite Resins. A Review of the Materials and Clinical Indications. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006; 11: E215-20.

19.Milia E, Cumbo E, Cardoso RJA, Gallina G. Current dental adhesive systems, a narrative review. Current Pharmaceutical Design 2012; 18 (34): 5542-50.

20.Kaur P, Luthra R, Puneet. Nanocomposites - a step forwards improved restorative dentistry. Indian J Dent Sciences 2011; 3 (4): 28-30.

21.Gerdolle DA, Mortier E, Droz D. Microleakage and Polimerization Shrinkage of Various Polymer Restorative Materials. J Dent Children 2008; 75(2): 125-33. 22.Hamouda IM, Elkader HA, Badawi MF. Microleakage of Nanofilled Composite

(66)

23.Mali P, Deshpande S, Sigh A. Microleakage of Restorative Materials: an in Vitro Study. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2006; 3:15-8.

24.Ian ATC, Muttlib NAA, Bakar WZW, Alam MK. Comparison Between Microleakage of Composite and Porcelain in Class V Restoration: An in vitro Study. Int Med J 2013; 20(3): 359-62.

25.Yalcin F, Korkmaz Y, Baseren M. The Effect of Two Different Techniques on Microleakage of New Composites in Class V Restorations. J of Contemp Dent Practice 2006; 7(5): 1-8.

26.Yap AUJ, Wong ML, Lim ACY. The Effect of Polishing Systems on Microleakage of Tooth-Coloured Restoratives. Part 2: Composite and Polyacid-modified Composite Resins. J of Oral Rehab 2000; 27: 205-10.

27.Giachetti L, Russo DS, Bambi C, Grandini R. A Review of Polymerization Shrinkage Stress: Current Techniques for Posterior Direct Resin Restoration. J Contemp Dent Pract 2006; 7 (4): 1-14.

28.Raskin A, D’Hoore W, Gonthier S, Degrange, Dejou J. Reliability of in Vitro Microleakage Tests: A Literature Review. J Adhesive Dent 2001; 3(4): 295-308. 29.Kartchik K, Kailasam S, Geetha PPR, Shankar S. Poymerization Shrinkage of

Composites – A Review. J of Indian Academy of Dent Specialists 2011; 2(2): 32-6.

30.Albers HF. Tooth-colored Restoratives Principles and Techniques. 9th ed. Hamilton: BC Decker Inc, 2002: 157-181.

31.Khokhar NH, Babar MG, Hassan M. Polishing of Contemporary Aesthetic Restorative Material: A Review. J of the Pakistan Dent Assoc 2003; 12(2): 117-23.

32.Stoleriu S, Iovan G, Pancu G, Nica I, Andrian S. Study Concerning the Influence of the Finishing and Polishing Systems on the Surface State of Various Types of Composite Resins. Romanian J of Oral Rehab 2013; 5(3): 78-83.

(67)

34.Ameri H, Chasteen JE, Ghavamnasiri, Maghami A. Effect of Load Cycling on Nanoleakage of Butt Joint and Beveled Occlusal Enamel Margins in Class V Composite Resin Restorations. Rev Clin Pesq Odontol 2010; 6(3): 231-7.

35.Diansari V, Eriwati YK, Indrani DJ. Kebocoran Mikro pada Restorasi Komposit Resin dengan Sistem Total-Etch dan Self-Etch pada berbagai Jarak Penyinaran. Indonesian J Dent 2008; 15(2): 121-30.

(68)

Alur Penelitian

30 sampel gigi premolar atas

Preparasi kavitas klas V

Restorasi menggunakan sistem adhesif total etch dan resin komposit nanohybrid

Polishing dengan sistem one-step (Optrapol®)

Polishing dengan sistem multiple-step (Astropol®)

Sampel dibelah secara longitudinal dan pengamatan kebocoran mikro dengan menggunakan stereomikroskop dengan pembesaran 25x Proses Thermocycling pada temperatur 5°C dan 55°C dengan putaran

200 putaran selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik

Sampel direndam dalam larutan Methylene blue 2% selama 24 jam pada suhu kamar

Penilaian dan pencatatan skor penetrasi zat warna

(69)

Lampir an 2

Data Hasil Pengukur an Skor Kebocoran Mikr o Penilaian skor

Derajat kebocoran mikro dinilai dengan mengamati penetrasi methylene blue 2%ke celah antara dinding kavitas dengan bahan restorasi pada tepi oklusal dan tepi servikal sampel yang telah dipotong secara longitudinal. Sistem penilaian dengan skor 0-3 seperti pada penelitian Owens dan Johnson8:

0 = Tidak ada penetrasi zat warna

1 = Penetrasi < ½ kedalaman dinding kavitas 2 = Penetrasi > ½ kedalaman dinding kavitas 3 = Penetrasi mencapai atau melebihi dasar kavitas

Kelompok Perlakuan Bagian Sampel

(70)

Lampir an 3

Hasil Uji Statistik Kebocor an Mikr o Shapir o-Wilk Test

(71)

Pengar uh Waktu Polishing ter hadap Kebocoran Mikr o Kr uskal-Wallis Test

(72)

Mann-Whitney Test Kelompok 1 dan 3

(73)

Mann-Whitney Test Kelompok 4 dan 5

(74)
(75)
(76)
(77)

Lampir an 5

Gambar

Gambar                                                                                                            Halaman
Gambar 1. Ilustrasi kerusakan enamel dengan menggunakan A. bur 6-fluted, B. bur 12-fluted, C
Gambar 2. Berbagai ukuran partikel diamondmemotong dan  yang dapat digunakan untuk polishing30
Gambar 3. A. BladeBard Parker no.12, B. Tungsten carbide carver30
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hikmah Nurmasitah : Sistem Adhesif All-In-One Pada Restorasi Resin Komposit, 2004... Hikmah Nurmasitah : Sistem Adhesif All-In-One Pada Restorasi Resin

Sopan Sinamo: Disain Preparasi klas II Resin Komposit Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Restorasi, 2001... Sopan Sinamo: Disain Preparasi klas II Resin Komposit Dalam Upaya

1,3,8 Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa shrinkage akibat polimerisasi , resin komposit yang digunakan, perubahan suhu, beban kunyah, lokasi dari margin

Maka dari itu diperlukan bahan restorasi yang memiliki efek samping yang minimal yaitu resin komposit. Resin komposit yang saat ini dikembangkan adalah resin komposit nano yaitu

Dengan kata lain, restorasi Kelas II resin komposit lebih berhasil pada gigi. posterior yang lesi kariesnya terletak pada daerah aproksimal dan tidak

Namun belum ada penelitian untuk mengetahui pengaruh adanya bevel pada tepi cavosurface restorasi gigi posterior klas I menggunakan resin komposit berbasis Silorane

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari penggunaan teknik dry-bonding, water wet- bonding dan ethanol wet-bonding pada restorasi Klas II resin komposit Nanohybrid

total-etch memiliki kekuatan tarik perlekatan yang lebih baik dibandingkan sistem adhesif self-etch pada restorasi klas I dengan menggunakan resin