• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK TEKNIK PENEMPATAN RESIN KOMPOSIT DAN PENGGUNAAN SISTEM MATRIKS TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KELAS II RESIN KOMPOSIT BERBENTUK SAUCER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFEK TEKNIK PENEMPATAN RESIN KOMPOSIT DAN PENGGUNAAN SISTEM MATRIKS TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KELAS II RESIN KOMPOSIT BERBENTUK SAUCER"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)EFEK TEKNIK PENEMPATAN RESIN KOMPOSIT DAN PENGGUNAAN SISTEM MATRIKS TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KELAS II RESIN KOMPOSIT BERBENTUK SAUCER. TESIS. Oleh: TEDDY 127160011. PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015.

(2) EFEK TEKNIK PENEMPATAN RESIN KOMPOSIT DAN PENGGUNAAN SISTEM MATRIKS TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KELAS II RESIN KOMPOSIT BERBENTUK SAUCER. TESIS. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Dalam Bidang Ilmu Konservasi Gigi Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Oleh: TEDDY 127160011 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015.

(3) Judul Tesis. : Efek Teknik Penempatan Resin Komposit dan Penggunaan Sistem Matriks Terhadap Kebocoran Mikro pada Restorasi Kelas II Resin Komposit Berbentuk Saucer. Nama Mahasiswa. : Teddy. Nomor Induk Mahasiswa. : 127160011. Program Studi. : Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi. Menyetujui Pembimbing:. Prof. Trimurni Abidin, drg., Sp.KG(K), M.Kes. NIP. 19500828 197902 2 001 Pembimbing I. Ketua Program Studi,. Prof. Trimurni Abidin, drg., Sp.KG(K), M.Kes.. NIP. 19500828 197902 2 001. Dr. Eng. Ir. Listiani Nurul Huda, MT NIP. 19690402 199502 2 001 Pembimbing II. Dekan,. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort. NIP. 19520622 198003 1 001.

(4) Tanggal Lulus : 30 Oktober 2015. Telah diuji. Pada Tanggal : 30 Oktober 2015. PANITIA PENGUJI TESIS Ketua. : Prof. Trimurni Abidin, drg., Sp.KG(K), M.Kes.. Anggota. : 1. Dr. Eng. Ir. Listiani Nurul Huda, MT 2. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG(K) 3. Sumadhi S., drg., Ph.D 4. Dr. Eng. Ir. Indra, MT.

(5) PERNYATAAN. EFEK TEKNIK PENEMPATAN RESIN KOMPOSIT DAN PENGGUNAAN SISTEM MATRIKS TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KELAS II RESIN KOMPOSIT BERBENTUK SAUCER TESIS. Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.. Medan, 30 Oktober 2015. Teddy.

(6) ABSTRAK. Salah satu masalah restorasi Kelas II resin komposit adalah kebocoran mikro margin gingiva proksimal. Desain kavitas Kelas II berbentuk saucer dapat mengurangi kerugian desain kavitas Kelas II berbentuk box, seperti kehilangan jaringan sehat yang ekstensif, pengambilan oklusal yang luas, dan tepi email gingival yang tidak adekuat. Teknik penempatan resin komposit juga berpengaruh mengurangi pengerutan akibat polimerisasi yang menyebabkan kebocoran mikro. Selain itu, penggunaan matriks juga berperan dalam menghasilkan tepi marginal yang baik sehingga mengurangi kebocoran mikro. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh teknik penempatan resin komposit dan penggunaan sistem matriks terhadap kebocoran mikro pada restorasi Kelas II berbentuk saucer. Sampel gigi premolar mandibula dipreparasi sesuai dengan desain kavitas Kelas II saucer, kemudian dibagi dalam delapan kelompok perlakuan berdasarkan teknik penempatan resin komposit (bulk atau incremental), penggunaan sistem matriks (sirkumferensial atau seksional), dan ada tidaknya pemberian gaya (load). Sampel direndam dalam saline selama 24 jam, kemudian dilakukan thermocycling, selanjutnya direndam dalam larutan methylene blue 2% selama 24 jam. Pengukuran celah mikro dengan melihat penetrasi zat warna pada sampel yang dibelah secara mesio-distal melalui stereomikroskop perbesaran 20x. Selanjutnya, dilakukan pengamatan dengan Scanning Electron Microscope untuk melihat kebocoran mikro secara mendetail. Analisis statistik dengan Kruskal-Wallis Test dan Mann-Whitney Test menunjukkan bahwa teknik penempatan bulk dan incremental tidak berbeda secara bermakna (p>0.05) terhadap kebocoran mikro. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan matriks berbeda secara bermakna (p<0.05) terhadap kebocoran mikro pada teknik penempatan yang berbeda, baik diberi gaya (load) maupun tidak. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan matriks penting pada restorasi kelas II berbentuk saucer. Kata kunci : restorasi Kelas II berbentuk saucer, teknik penempatan, sistem matriks, gaya (load), kebocoran mikro. i.

(7) ABSTRACT. One of the problems of Class II composite resin restorations is microleakage at the gingival margin of proximal. The saucer-shaped Class II cavity design can reduce the disadvantages of the box-shaped Class II cavity design, such as extensive loss of sound tissue, large occlusal reduction, and inadequate gingival enamel margins. Composite resin filling technique also influence in reducing polymerization shrinkage which will cause microleakage. Besides, the use of matrix also contribute to achieve good marginal ridge. This study aims to examine the effect of composite resin filling techniques and the use of matrix systems on microleakage of saucer-shaped Class II restorations. Mandibular premolar specimens were prepared in the respect of saucershaped Class II cavity design, then were divided in to eight groups according to composite resin filling techniques (bulk or incremental), the use of matrix systems (circumferential or sectional), and whether load is provided or not. Specimens were immersed in saline for 24 hours, then were thermocycled, later were immersed in 2% methylene blue for 24 hours. Micro gap were measured by scoring dye penetration in specimens that were sectioned mesio-distally under a stereomicroscope with 20x magnification. Furthermore, visual analysis was performed under Scanning Electron Microscope to examine the microleakage in detail. Statistical analysis with KruskalWallis test and Mann-Whitney test demonstrated that bulk and incremental filling techniques were not significantly different (p>0.05) on microleakage. This study also demonstrated that the use of matrix was significantly different (p<0.05) on microleakage in different filling techniques, whether load was provided or not. This study showed that the use of matrix was important in saucer-shaped Class II restorations. Keywords : saucer-shaped Class II restoration, filling technique, matrix system, load, microleakage. ii.

(8) KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Konservasi Gigi dari Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak dr. Lukman Choandry dan Ibu drg. Julyna yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa, semangat dan dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada istri tercinta, Agustina, ST, yang telah banyak membantu dan mendukung dan anak-anak tercinta Eugene Gabriel Choandry dan Eudora Gabriella Choandry, abang penulis drg. Andreas Choandry, Sp.Ort dan adik-adik penulis dr. Hendra Adiputra Choandry, Sp.PD dan Emily Choandry serta segenap keluarga yang memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.. iii.

(9) 2. Drg. Cut Nurliza, M.Kes. selaku Ketua Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis. 3. Prof. Trimurni Abidin, drg., Sp.KG(K), M.Kes. selaku Ketua Program Studi Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU dan pembimbing utama yang telah memberikan judul tesis ini dan banyak meluangkan waktu, memberikan tunjuk ajar, arahan, semangat serta dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 4. Drg. Nevi Yanti, M.Kes. selaku Sekretaris Departemen dan Sekretaris Program Studi Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis. 5. Dr. Eng. Ir. Listiani Nurul Huda, MT selaku pembimbing kedua yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan tunjuk ajar serta bimbingan, arahan, semangat dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 6. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG(K) selaku anggota panitia penguji serta dosen Konservasi Gigi yang telah memberikan dukungan, bantuan serta masukan kepada penulis. 7. Drg. Sumadhi S., Ph.D. selaku anggota panitia penguji dan dosen Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.. iv.

(10) 8. Dr. Eng. Ir. Indra, MT selaku anggota panitia penguji dan dosen Fakultas Teknik USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis. 9. Dr. Putri Chairani Eyanoer, MS. Epi., Ph.D selaku staf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuannya dalam analisis statistik hasil penelitian. 10. Seluruh staf serta pegawai Departemen Konservasi Gigi FKG USU yaitu drg. Bakrie, drg. Darwis,drg. Wanda, drg. Widi, drg. Dennis, drg. Fitri, Bu Ros, Kak Mila, Bang Ilyas, Bang Jun atas segala dukungan serta bantuan selama proses pengerjaan tesis ini. 12. Teman-teman penulis pada Program Studi Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi yaitu drg. Susi, drg. Tri Widiarni, drg. Member, drg. Novelin, drg. Steven atas bantuan, semangat, dan dukungan yang diberikan dalam suka dan duka. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah praktis.. Medan, 30 Oktober 2015 Penulis,. Teddy NIM: 127160011. v.

(11) RIWAYAT HIDUP. Keterangan Pribadi Nama. : Teddy. Alamat Tempat Tinggal. : Jln. Kapten Muslim No. 31 Binjai. Jenis Kelamin. : Laki-laki. Agama. : Protestan. No.Kontak. : 08192103824. Nama Ayah. : Lukman Choandry. Nama Ibu. : Julyna. Pekerjaan. : Dokter Gigi. Pendidikan Formal Sekolah Dasar. : SD Methodist Binjai. Sekolah Menengah. : SMP Methodist Binjai. Sekolah Menengah Atas. : SMA St. Thomas 1 Medan. Fakultas Kedokteran Gigi. : Universitas Trisakti Jakarta. vi.

(12) Publikasi 1. Short Lecture The Selection of Final Restoration for Endodontically Treated Right Mandibular First Molar with Mesial Drifting of The Second Molar: A Case Report pada Temu Ilmiah Nasional IKORGI III (TINI III), 27-29 November 2014 di Surabaya, Indonesia. 2. Short Lecture The Biomechanical Role of Class II Restoration Design to Periodontal and Gingival Health (Literature Review) pada The 6th Regional Dental Meeting and Exhibition (RDME VI), 4-6 Desember 2014 di Medan, Indonesia. 3. Short Lecture Fiber-Reinforced Composite Bridge as An Alternative Esthetic Rehabilitation: A Case Report pada Forum Silaturahmi Ilmiah II (FORSILA II), 30-31 Mei 2015 di Semarang, Indonesia. 4. Short Lecture Management of Root Perforation in A Mandibular Central Incisor with Biosilicate Cement: A Case Report pada Forum Komunikasi Ilmiah III (FORKOMIL III), 11-12 September 2015 di Padang, Indonesia.. vii.

(13) DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK ............................................................................................................ ABSTRACT .......................................................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................... RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... DAFTAR ISI ....................................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... i ii iii vi viii x xi xv. BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1.2 Masalah Penelitian .............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 1 1 3 4 5. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Resin Komposit ................................................................... 2.1.1 Komponen Resin Komposit...................................... 2.1.2 Klasifikasi Resin Komposit ..................................... 2.1.3 Polimerisasi Resin Komposit ................................... 2.2 Sistem Adhesif .................................................................... 2.2.1 Bonding terhadap Email ........................................... 2.2.2 Bonding terhadap Dentin ......................................... 2.3 Kebocoran Mikro (Microleakage)........................................ 2.4 Desain Kavitas ...................................................................... 2.4.1 Desain Kavitas Menurut Ben-Amar dkk. (1987) ...... 2.4.2 Desain Kavitas Menurut Summitt dkk. (1994) ......... 2.4.3 Desain Kavitas Menurut Nordbo dkk. (1993) .......... 2.5 Sistem Matriks...................................................................... 2.6 Gaya-gaya yang Diterima Gigi Selama Mastikasi ............... 2.7 Kerangka Teori ..................................................................... 6 7 7 11 16 19 23 24 26 28 28 30 31 34 38 43. BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ....... 3.1 Kerangka Konsep ................................................................ 3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................. 44 44 46. viii.

(14) BAB IV. METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1 Jenis dan Desain Penelitian ................................................. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................... 4.3.1 Populasi Penelitian ................................................ 4.3.2 Sampel Penelitian .................................................. 4.3.3 Besar Sampel ......................................................... 4.4 Variabel dan Definisi Operasional ..................................... 4.4.1 Variabel Penelitian ................................................ 4.4.1.1 Variabel Bebas ........................................ 4.4.1.2 Variabel Terikat ...................................... 4.4.1.3 Variabel Terkendali.................................. 4.4.1.4 Variabel Tak Terkendali ......................... 4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian ............................. 4.4.3 Definisi Operasional............................................... 4.5 Alur Penelitian ..................................................................... 4.6 Alat dan Bahan Penelitian ................................................... 4.6.1 Alat Penelitian ....................................................... 4.6.2 Bahan Penelitian .................................................... 4.7 Prosedur Kerja ..................................................................... 4.7.1 Persiapan Sampel ................................................. 4.7.2 Preparasi Sampel ................................................... 4.7.3 Restorasi Sampel ................................................... 4.7.4 Finishing dan Polishing ....................................... 4.7.5 Water storage dan thermocycling ......................... 4.7.6 Penanaman sampel ke dalam cetakan akrilik ........ 4.7.7 Pemberian gaya (load) .......................................... 4.7.8 Perendaman dalam larutan methylene blue 2% ..... 4.7.9 Pengukuran kebocoran mikro ............................... 4.8 Analisa Data .......................................................................... 47 47 47 47 47 47 48 49 49 49 49 50 50 51 52 55 56 56 57 57 57 58 58 60 60 60 61 61 62 63. BAB V. HASIL PENELITIAN .................................................................. 64. BAB VI. PEMBAHASAN ........................................................................... 80. BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 7.1 Kesimpulan .......................................................................... 7.2 Saran ................................................................................. 87 87 87. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................................... 89 95. ix.

(15) DAFTAR TABEL No. 2.1. Halaman Judul Perbandingan sifat fisik dan mekanis antara resin komposit packable dan resin komposit flowable .................................................................... 14. 5.1. Skor Kebocoran Penetrasi Zat Warna Pada Tiap Kelompok .................... 5.2. Hasil Uji Statistik Kruskal-Wallis terhadap kebocoran mikro berdasarkan teknik penempatan resin komposit ....................................... 5.3. 66. 75. Hasil Uji Statistik Kruskal-Wallis terhadap kebocoran mikro berdasarkan penggunaan sistem matriks .................................................. 76. 5.4. Hasil Analisis Post-Hoc berdasarkan penggunaan sistem matriks ............ 77. 5.5. Hasil Uji Statistik Kruskal-Wallis terhadap kebocoran mikro berdasarkan pemberian gaya (load) ............................................................ 78. Analisis Post-Hoc berdasarkan pemberian gaya (load) .............................. 79. 5.6. x.

(16) DAFTAR GAMBAR. No.. Judul. Halaman. 2.1. Struktur kimia resin komposit dimethacrylate matriks resin Bis-GMA..... 8. 2.2. Struktur kimia resin komposit dimethacrylate matriks resin TEGDMA ... 8. 2.3. Struktur kimia resin komposit dimethacrylate matriks resin UDMA ....... 9. 2.4. 3-methacryloxypropyltrimethoxysilane ..................................................... 9. 2.5. Skema peranan CQ dan DMAEMA dalam polimerisasi radikal bebas resin komposit ............................................................................................ 10. 2.6. Reaksi rantai suatu radikal bebas pada tahapan proses polimerisasi .......... 18. 2.7. Shrinkage polimerisasi menghasilkan celah di antara bahan restorasi dan permukaan gigi ................................................................................... 19. 2.8. Definisi terminologi sistem adhesif .......................................................... 20. 2.9. Klasifikasi mekanisme sistem adhesif ....................................................... 20. 2.10. Mekanisme sistem adhesif two-step one-bottle total-etch ......................... 21. 2.11. Mekanisme sistem adhesif two-step two-bottle self-etch .......................... 22. 2.12. Mekanisme sistem adhesif all-in one self-etch ......................................... 23. 2.13. Pembentukan microtag dan macrotag ketika bahan bonding diaplikasikan ke permukaan gigi teretsa ................................................... 24. 2.14. SEM (Scanning Electron Micrograph) smear layer pada dentin .............. 25. 2.15. Diagram skematik yang menunjukkan histologi permukaan dentin dengan perlekatan smear layer .................................................................. 26. Bentuk oklusal pada preparasi kavitas Kelas II gigi molar mandibula A. Desain kavitas untuk restorasi amalgam; B. Desain kavitas untuk resin komposit .................................................................................................... 29. 2.16. xi.

(17) 2.17. Dinding gingival preparasi kavitas Kelas II resin komposit. Groove retensi ditempatkan pada dentin dan tepi email di-bevel ........................... 29. 2.18. Pandangan proksimal preparasi Kelas II resin komposit ........................... 29. 2.19. Desain kavitas Kelas II resin komposit : a. Perluasan melalui groove oklusal, b. Slot dengan groove retensi, c. Slot tanpa groove retensi, d. Slot tanpa membuang email pada daerah proksimal dan tanpa groove retensi ......................................................................................................... 30. Outline form kavitas saucer. Daerah titik menandakan email yang dipreparasi ................................................................................................. 32. 2.21. Convenience form kavitas saucer .............................................................. 32. 2.22. Teknik penempatan secara incremental untuk mengisi kavitas saucer ..... 33. 2.23. Matrix retainer (a) Ivory No. 8, (b) Ivory No. 1 (c) Tofflemire .............. 35. 2.24. Matrix retainer Siqveland ......................................................................... 35. 2.25. Cincin separasi V3 Ring ............................................................................ 37. 2.26. Matrix band V3 Ring .................................................................................. 38. 2.27. Wave-Wedge ............................................................................................. 38. 2.28. Reaksi terhadap gaya-gaya oklusal (a) Dasar yang rata (b) Dasar yang melengkung .............................................................................................. 39. 2.29. Gaya-gaya yang bekerja pada bidang miring cusp .................................... 40. 2.30. Momen gaya pada preparasi MO/DO ......................................................... 42. 4.1. Bagan Alur Penelitian ................................................................................. 56. 4.2. Sketsa ukuran preparasi kavitas pada pandangan oklusal dan proksimal... 59. 4.3. Sampel dengan balok akrilik untuk uji tekan ............................................ 62. 4.3. Proses Uji Tekan (a-b) Alat uji tekan (TENSILON Universal Testing Machine), (c) Alat penekanan (zig) ........................................................... 62. 2.20. xii.

(18) 4.5. Skema penentuan skor kebocoran mikro berdasarkan penetrasi zat warna. 0 = tidak ada penetrasi, 1 = penetrasi hingga kedalaman 1/3 dinding gingival, 2 = penetrasi hingga 2/3 dinding gingival, 3 = penetrasi sepanjang dinding gingival, dan 4 = penetrasi mencapai dinding aksial ............................................................................................. 64. Hasil foto stereomikroskop restorasi Kelas II berbentuk saucer pada kelompok A dengan teknik penempatan resin komposit secara bulk, penggunaan sistem matriks sirkumferensial, dan pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi .............................................................................. 67. 5.2. Gambaran SEM sampel kelompok A dengan perbesaran 200x dan 500x. 67. 5.3. Hasil foto stereomikroskop restorasi Kelas II berbentuk saucer pada kelompok B dengan teknik penempatan resin komposit secara bulk, penggunaan sistem matriks sirkumferensial, dan tanpa pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi .................................................................... 68. 5.4. Gambaran SEM sampel kelompok B dengan perbesaran 200x dan 500x. 68. 5.5. Hasil foto stereomikroskop restorasi Kelas II berbentuk saucer pada kelompok C dengan teknik penempatan resin komposit secara bulk, penggunaan sistem matriks seksional, dan pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi ......................................................................................... 69. 5.6. Gambaran SEM sampel kelompok C dengan perbesaran 200x dan 500x. 69. 5.7. Hasil foto stereomikroskop restorasi Kelas II berbentuk saucer pada kelompok D dengan teknik penempatan resin komposit secara bulk, penggunaan sistem matriks seksional, dan tanpa pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi .............................................................................. 70. 5.8. Gambaran SEM sampel kelompok D dengan perbesaran 200x dan 500x. 70. 5.9. Hasil foto stereomikroskop restorasi Kelas II berbentuk saucer pada kelompok E dengan teknik penempatan resin komposit secara incremental, penggunaan sistem matriks sirkumferensial, dan pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi ........................................ Gambaran SEM sampel kelompok E dengan perbesaran 200x dan 500x. 71 71. 5.1. 5.10 5.11. Hasil foto stereomikroskop restorasi Kelas II berbentuk saucer pada kelompok F dengan teknik penempatan resin komposit secara. xiii.

(19) incremental, penggunaan sistem matriks sirkumferensial, dan tanpa pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi ......................................... 72. 5.12. Gambaran SEM sampel kelompok F dengan perbesaran 200x dan 500x. 72. 5.13. Hasil foto stereomikroskop restorasi Kelas II berbentuk saucer pada kelompok G dengan teknik penempatan resin komposit secara incremental, penggunaan sistem matriks seksional, dan pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi .................................................................... 73. 5.14. Gambaran SEM sampel kelompok G dengan perbesaran 200x dan 500x. 73. 5.15. Hasil foto stereomikroskop restorasi Kelas II berbentuk saucer pada kelompok H dengan teknik penempatan resin komposit secara incremental, penggunaan sistem matriks seksional, dan tanpa pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi ......................................... 74. Gambaran SEM sampel kelompok H dengan perbesaran 200x dan 500x. 74. 5.16. xiv.

(20) DAFTAR LAMPIRAN. No.. Judul. Halaman. 1.. Alur Penelitian ........................................................................................... 95. 2.. Ethical Clearance ....................................................................................... 96. 3.. Surat Permohonan Melakukan Penelitian di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA USU .............................................................................................. 97. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA USU .............................................................................................. 98. Surat Permohonan Melakukan Penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian USU .............. 99. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian USU .............. 100. Surat Permohonan Melakukan Penelitian di Laboratorium Biologi Dasar FMIPA USU .................................................................................... 101. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Laboratorium Biologi Dasar FMIPA USU .............................................................................................. 102. Surat Permohonan Melakukan Penelitian di Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED ...................................................................................... 103. Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED .................................................................................................... 104. Hasil Analisis Statistik ............................................................................... 105. 4.. 5.. 6.. 7.. 8.. 9.. 10.. 11.. xv.

(21) ABSTRAK. Salah satu masalah restorasi Kelas II resin komposit adalah kebocoran mikro margin gingiva proksimal. Desain kavitas Kelas II berbentuk saucer dapat mengurangi kerugian desain kavitas Kelas II berbentuk box, seperti kehilangan jaringan sehat yang ekstensif, pengambilan oklusal yang luas, dan tepi email gingival yang tidak adekuat. Teknik penempatan resin komposit juga berpengaruh mengurangi pengerutan akibat polimerisasi yang menyebabkan kebocoran mikro. Selain itu, penggunaan matriks juga berperan dalam menghasilkan tepi marginal yang baik sehingga mengurangi kebocoran mikro. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh teknik penempatan resin komposit dan penggunaan sistem matriks terhadap kebocoran mikro pada restorasi Kelas II berbentuk saucer. Sampel gigi premolar mandibula dipreparasi sesuai dengan desain kavitas Kelas II saucer, kemudian dibagi dalam delapan kelompok perlakuan berdasarkan teknik penempatan resin komposit (bulk atau incremental), penggunaan sistem matriks (sirkumferensial atau seksional), dan ada tidaknya pemberian gaya (load). Sampel direndam dalam saline selama 24 jam, kemudian dilakukan thermocycling, selanjutnya direndam dalam larutan methylene blue 2% selama 24 jam. Pengukuran celah mikro dengan melihat penetrasi zat warna pada sampel yang dibelah secara mesio-distal melalui stereomikroskop perbesaran 20x. Selanjutnya, dilakukan pengamatan dengan Scanning Electron Microscope untuk melihat kebocoran mikro secara mendetail. Analisis statistik dengan Kruskal-Wallis Test dan Mann-Whitney Test menunjukkan bahwa teknik penempatan bulk dan incremental tidak berbeda secara bermakna (p>0.05) terhadap kebocoran mikro. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan matriks berbeda secara bermakna (p<0.05) terhadap kebocoran mikro pada teknik penempatan yang berbeda, baik diberi gaya (load) maupun tidak. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan matriks penting pada restorasi kelas II berbentuk saucer. Kata kunci : restorasi Kelas II berbentuk saucer, teknik penempatan, sistem matriks, gaya (load), kebocoran mikro. i.

(22) ABSTRACT. One of the problems of Class II composite resin restorations is microleakage at the gingival margin of proximal. The saucer-shaped Class II cavity design can reduce the disadvantages of the box-shaped Class II cavity design, such as extensive loss of sound tissue, large occlusal reduction, and inadequate gingival enamel margins. Composite resin filling technique also influence in reducing polymerization shrinkage which will cause microleakage. Besides, the use of matrix also contribute to achieve good marginal ridge. This study aims to examine the effect of composite resin filling techniques and the use of matrix systems on microleakage of saucer-shaped Class II restorations. Mandibular premolar specimens were prepared in the respect of saucershaped Class II cavity design, then were divided in to eight groups according to composite resin filling techniques (bulk or incremental), the use of matrix systems (circumferential or sectional), and whether load is provided or not. Specimens were immersed in saline for 24 hours, then were thermocycled, later were immersed in 2% methylene blue for 24 hours. Micro gap were measured by scoring dye penetration in specimens that were sectioned mesio-distally under a stereomicroscope with 20x magnification. Furthermore, visual analysis was performed under Scanning Electron Microscope to examine the microleakage in detail. Statistical analysis with KruskalWallis test and Mann-Whitney test demonstrated that bulk and incremental filling techniques were not significantly different (p>0.05) on microleakage. This study also demonstrated that the use of matrix was significantly different (p<0.05) on microleakage in different filling techniques, whether load was provided or not. This study showed that the use of matrix was important in saucer-shaped Class II restorations. Keywords : saucer-shaped Class II restoration, filling technique, matrix system, load, microleakage. ii.

(23) BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Desain kavitas Kelas II konvensional berbentuk box dan bahan restorasi resin komposit tidak selalu kompatibel karena (1) kebocoran tepi gingival (gingival marginal), (2) deformasi tonjol (cusp) akibat pengerutan (shrinkage) resin komposit selama polimerisasi, (3) laju pengausan (wear rates) yang sangat cepat, dan (4) deformasi resin komposit selama mastikasi (Nordbo dkk., 1993). Desain kavitas konvensional umumnya menghilangkan kontak oklusal dan membuang struktur gigi sehat secara berlebihan sehingga banyak tubulus dentin yang terpapar. Jenis desain kavitas ini juga dapat memperlemah tonjol dan dapat menggambarkan preparasi gigi yang berlebihan apabila dilakukan pada lesi Kelas II kecil yang baru terjadi. Lagi pula, desain kavitas klasik untuk restorasi amalgam dan inlay emas telah dinyatakan tidak cocok untuk restorasi resin komposit (Nordbo dkk., 1993). Telah diperkenalkan desain Kelas II yang telah dimodifikasi untuk restorasi resin komposit. Teknik preparasi kavitas ini dianjurkan harus mirip dengan teknik preparasi kavitas Kelas III anterior dan terbatas pada pembuangan jaringan karies, perluasan yang tepat untuk pemeriksaan, penempatan, dan finishing bahan resin komposit (Nordbo dkk., 1993). Penggunaan desain kavitas berbentuk saucer untuk restorasi posterior aproksimal telah mengurangi kerugian yang umumnya berhubungan dengan penggunaan resin komposit pada kavitas Kelas II tradisional, yaitu kehilangan jaringan sehat yang ekstensif, kontak oklusal yang besar, dan tepi email gingival (gingival enamel margin) yang tidak adekuat. Desain kavitas berbentuk saucer menggambarkan konsekuensi yang logis sifat-sifat fisik dan bonding dari bahan resin komposit (Nordbo dkk., 1998).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. 1.

(24) 2. Salah satu masalah paling besar pada restorasi resin komposit Kelas II adalah kebocoran mikro pada tepi gingival dari box proksimal. Hal ini berhubungan dengan tidak adanya email pada tepi gingival, yang mengakibatkan substrat sementum-dentin yang kurang stabil untuk proses bonding (Carvalho dkk., 1996). Cagidiaco dkk. menunjukkan adanya lapisan luar yang terbentuk sebagian oleh sementum yang berada di bawah cemento-enamel junction yang tidak memungkinkan retensi mikromekanis oleh bahan adhesif (Cagidiaco dkk., 1995). Selain itu, orientasi tubulus dentin dapat berpengaruh negatif terhadap kualitas hibridisasi dan memungkinkan kebocoran pada restorasi resin komposit yang ditempatkan pada box interproksimal yang dalam (Schupbach dkk., 1990). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa fraktur mikro email dapat terjadi di sepanjang tepi restorasi segera setelah polimerisasi resin komposit yang di-bonding pada email yang dietsa dan mengakibatkan kebocoran mikro pada daerah tersebut (Han dkk., 1990). Pemakaian bur yang tidak tepat seperti pemilihan mata bur, jenis cutting edge, kecepatan. putaran handpiece,. dan. pemakaian. water. coolant. juga. dapat. mempengaruhi perlekatan bahan adhesif ke struktur gigi. Hal ini disebabkan karena email interprismatik rusak dan kolagen pada dentin kolaps sehingga tidak terjadi lapisan hibrid yang merupakan retensi dari resin komposit (Perdigao dan Swift, 2009). Pada restorasi kelas II resin komposit khususnya, kontak terbuka dapat menyebabkan impaksi makanan pada daerah interproksimal sehingga terjadi inflamasi dan penyakit periodontal (Padbury dkk., 2003) dan juga karies rekuren (Ash, 2003). Tercapainya kontak interproksimal yang tepat dan kontur yang cembung membutuhkan matriks yang dapat mencapai kontur dengan baik, yang distabilisasi dan diadaptasi pada gingiva dengan baji (wedge) yang ditempatkan dengan baik (Varlan dkk., 2008). Penggunaan sistem matriks sirkumferensial seperti matriks dan retainer logam Tofflemire yang tidak dikontur dan apabila dikonturpun, hanya distabilisasi pada daerah gingiva dengan baji dan tanpa separasi gigi, akan sering menghasilkan kontak terbuka atau ringan (Wirsching dkk., 2008). Oleh sebab itu, saat UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) 3. ini telah dikembangkan kombinasi sistem matriks seksional dengan cincin separasi yang dapat menghasilkan kontak interproksimal yang lebih baik (Loomans dkk., 2006; Saber dkk., 2010) dan tepi marginal yang lebih kuat (Loomans dkk., 2008). Pada desain Kelas II konvensional, bentuk resistensi (resistance form) diperoleh dengan membentuk perluasan di daerah oklusal dan lantai pulpa (pulpal floor) harus dibentuk rata. Lantai yang rata ini bertujuan untuk menahan tegangan oklusal (occlusal stress) pada saat mastikasi (Sikri, 2008). Sedangkan pada desain Kelas II berbentuk saucer tidak membuat perluasan ke daerah oklusal, sesuai dengan prinsip minimal intervention dentistry (MID). Bentuk resistensi desain kavitas ini mungkin tampak tidak adekuat. Akan tetapi, retensi pada email yang dietsa memungkinkan restorasi meneruskan gaya-gaya oklusal ke dinding kavitas, mirip dengan transmisi gaya-gaya dari akar gigi ke soket gigi (Nordbo dkk., 1998). Pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi juga dapat menyebabkan kegagalan perlekatan mekanis (mechanical bond), yang mengarah pada kebocoran mikro. Hal ini disebabkan pergerakan mikro restorasi sepanjang dinding kavitas sebagai akibat ketidakcocokan modulus elastisitas antara gigi dan resin komposit (Lundin dan Noren, 1991). Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana pengaruh teknik penempatan resin komposit dan penggunaan sistem matriks terhadap kebocoran mikro pada restorasi Kelas II resin komposit berbentuk saucer setelah diberikan gaya (load) sesuai fungsi mastikasi.. 1.2 Masalah Penelitian Dari uraian di atas, tema sentral penelitian ini adalah: -. Desain kavitas Kelas II resin komposit konvensional mempunyai banyak kekurangan dan umumnya menghilangkan kontak oklusal serta membuang struktur gigi sehat secara berlebihan. -. Desain kavitas Kelas II resin komposit berbentuk saucer diperkenalkan untuk mengurangi kerugian yang umumnya berhubungan dengan kehilangan jaringan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) 4. sehat yang ekstensif, kontak oklusal yang besar, dan tepi email gingival (gingival enamel margin) yang tidak adekuat -. Kombinasi sistem matriks seksional dengan cincin separasi dibandingkan dengan sistem matriks Tofflemire dapat menghasilkan kontak interproksimal yang lebih baik dan tepi marginal yang lebih kuat. -. Desain kavitas Kelas II resin komposit konvensional membentuk perluasan di daerah oklusal dan lantai pulpa harus dibentuk rata, sedangkan desain kavitas Kelas II resin komposit berbentuk saucer tidak memerlukan perluasan ke daerah oklusal. -. Bentuk resistensi desain kavitas berbentuk saucer mungkin tampak tidak adekuat, akan tetapi retensi pada email yang dietsa memungkinkan restorasi meneruskan gaya-gaya oklusal ke dinding kavitas. -. Pemberian gaya (load) sesuai fungsi mastikasi juga dapat menyebabkan kebocoran mikro. Oleh karena itu, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada perbedaan kebocoran mikro pada restorasi Kelas II resin komposit berbentuk saucer dengan teknik penempatan resin komposit secara bulk dan incremental setelah diberikan gaya (load) sesuai fungsi mastikasi ? 2. Apakah ada perbedaan kebocoran mikro pada restorasi Kelas II resin komposit berbentuk saucer dengan penggunaan sistem matriks sirkumferensial dan seksional setelah diberikan gaya (load) sesuai fungsi mastikasi ?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui perbedaan teknik penempatan resin komposit dan penggunaan sistem matriks yang berbeda terhadap kebocoran mikro pada restorasi Kelas II resin komposit berbentuk saucer setelah diberikan gaya (load) sesuai fungsi mastikasi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) 5. 1.3.2 Tujuan Khusus - Melihat perbedaan kebocoran mikro pada restorasi Kelas II resin komposit berbentuk saucer dengan teknik penempatan resin komposit secara bulk dan incremental setelah diberikan gaya (load) sesuai fungsi mastikasi - Melihat perbedaan kebocoran mikro pada restorasi Kelas II resin komposit berbentuk saucer dengan penggunaan sistem matriks sirkumferensial dan seksional setelah diberikan diberikan gaya (load) sesuai fungsi mastikasi. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Menambah data ilmiah mengenai desain kavitas Kelas II resin komposit berbentuk saucer 1.4.2 Manfaat Klinis Meningkatkan pemahaman mengenai penggunaan desain kavitas Kelas II berbentuk saucer dengan teknik penempatan resin komposit dan penggunaan sistem matriks yang berbeda 1.4.3 Manfaat Praktis Pengembangan prinsip minimal intervention dentistry (MID) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan bahan kedokteran gigi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Resin komposit mengalami kemajuan yang besar ketika pada tahun 1962 Bowen mengembangkan sejenis bahan resin komposit baru. Penemuan Bowen berupa bisphenol-A-glycidyl methacrylate (Bis-GMA) yang merupakan suatu resin dimethacrylate, dan suatu bahan coupling silane organik untuk membentuk ikatan antara partikel filler dan matriks resin. Shrinkage polimerisasi resin komposit, yang berkisar 2-3% pada resin komposit hibrid, microfill, dan nanofill, merupakan sifat kimiawi alami resin komposit. (Ferracane,. 1992;. Stansbury,. 1992).. Shrinkage. resin. komposit. mengakibatkan terbentuknya celah mikro. Celah mikro merupakan celah yang terjadi antara resin komposit dan dinding kavitas sehingga bakteri, cairan, molekul, atau ion dapat masuk. Celah mikro dapat mengurangi kerapatan tepi restorasi, timbulnya hipersensitivitas pada gigi yang direstorasi, perubahan warna pada margin kavitas dan restorasi, terjadinya karies sekunder, peradangan pulpa, dan kegagalan perawatan endodontik (Simi dan Suprabha, 2011). Shrinkage ini menjadi masalah yang cukup besar terutama pada restorasi Kelas II. Hal ini karena kavitas Kelas II biasanya memiliki kavitas yang dalam dengan sisa email yang sangat sedikit pada daerah proksimal dan pada restorasi Kelas II melibatkan margin servikal sehingga perlekatan dentin lebih sulit diperoleh, disebabkan oleh. materi spesifik dentin seperti struktur tubulus dan kelembaban. instrinsik. Pada keadaan ini, perlekatan antara resin komposit dengan dentin pada daerah servikal kavitas juga kurang memuaskan (Radhika dkk., 2010). Untuk mengatasi kontraksi kimiawi ini, banyak teknik penempatan komposit telah diajukan, yang biasanya berupa penempatan resin komposit secara incremental seperti: teknik dengan menggunakan matriks bening dengan reflective wedge (Lutz dkk., 1986; Lutz dkk., 1992), penempatan secara horizontal (Lutz dkk., 1991; Tjan dkk., 1992), teknik oblique (Weaver dkk., 1988; Spreafico dan Gagliani, 2000), atau teknik segmental. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. 6.

(29) 7. yang mencakup penempatan secara bulk dengan increment 3 sampai 3,5 mm (Jackson dan Morgan, 2000). Desain kavitas Kelas II konvensional berbentuk box dan bahan restorasi resin komposit tidak selalu kompatibel sehingga saat ini telah diperkenalkan desain Kelas II yang telah dimodifikasi untuk restorasi resin komposit sesuai dengan prinsip minimal intervention. Teknik preparasi kavitas ini mirip dengan teknik preparasi kavitas Kelas III anterior dan terbatas pada pembuangan jaringan karies, perluasan yang tepat untuk pemeriksaan, penempatan, dan finishing bahan resin komposit (Nordbo dkk., 1993).. 2.1 Resin Komposit Resin komposit merupakan bahan tambalan sewarna gigi yang digunakan hampir pada semua jenis restorasi (Roberson dkk., 2009). Resin komposit berasal dari bahan komposit polimer yang sering digunakan sebagai bahan restorasi kedokteran gigi pada gigi-gigi anterior dan posterior (Walmsley dkk., 2007; Hatrick dkk., 2011). Resin komposit terdiri atas matriks resin organik, partikel filler anorganik, bahan coupling silane, sistem aktivator-inisiator, inhibitor dan stabilizer, dan optical modifiers (Garcia dkk., 2006; Shawkat, 2009; Hatrick dkk., 2011).. 2.1.1 Komponen Resin Komposit 2.1.1.1 Matriks Resin Matriks resin organik yang paling sering digunakan adalah bisphenol-A glycidyl methacrylate (Bis-GMA), yang dihasilkan dari reaksi antara bisphenol-A dengan glycidyl methacrylate (Garcia dkk., 2006; Shawkat, 2009; Hatrick dkk., 2011). Bis-GMA mempunyai dua gugus hidroksil untuk meningkatkan viskositas sehingga dapat berpolimerisasi menjadi polimer berikatan ganda dan memiliki dua cincin karbon aromatik untuk menambah berat molekul dan kekakuan (Gambar 2.1) (Albers, 2002; Garcia dkk., 2006; Shawkat, 2009).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) 8. Gambar 2.1 Struktur kimia resin komposit dimethacrylate matriks resin Bis-GMA (Albers, 2002). Matriks resin yang sering ditambahkan pada bis-GMA adalah triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA) (Garcia dkk., 2006; Shawkat, 2009; Hatrick dkk., 2011). Struktur kimia TEGDMA memiliki sifat mekanis yang lebih rendah daripada bisGMA (Gambar 2.2) (Powers dan Sakaguchi, 2006; Shawkat, 2009).. Gambar 2.2 Struktur kimia resin komposit dimethacrylate matriks resin TEGDMA (Albers, 2002). Matriks resin lainnya yaitu urethane dimethacrylate (UDMA) biasanya digunakan sebagai matriks resin tambahan atau pengganti Bis-GMA (Shawkat, 2009; Hatrick dkk., 2011). Struktur kimia UDMA memiliki gugus urethane yang memberikan kekuatan dan kekerasan pada polimer serta sifat penyerapan air yang rendah (Gambar 2.3) (Shawkat, 2009).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) 9. pelebaran Gambar 2.3 Struktur kimia resin komposit dimethacrylate matriks resin UDMA (Albers, 2002). 2.1.1.2 Partikel Filler Anorganik Partikel filler umumnya dihasilkan dari penggilingan atau pengolahan kuarsa untuk menghasilkan partikel berukuran 0,1-100 µm. Partikel filler anorganik umumnya membentuk 30-70% volume dan 50-85% berat komposit (Anusavice, 2003).. 2.1.1.3 Bahan Coupling Silane Fungsi utama bahan coupling adalah sebagai fasilitator ikatan antara matriks resin dan partikel filler (Shawkat, 2009; Garg dan Garg, 2010; Hatrick dkk., 2011). Bahan coupling yang sering digunakan adalah organosilane (3-methacryloxypropyl trimethoxysilane) (Powers dan Sakaguchi, 2006; Shawkat, 2009).. Gambar 2.4 3-methacryloxypropyltrimethoxysilane (Powers dan Sakaguchi, 2006). 2.1.1.4 Sistem Fotoinisiator dan Aktivator Fotoinisiator yang sering digunakan adalah gugus diketone seperti camphorquinone (CQ) yang menyerap cahaya tampak berwarna biru dengan panjang gelombang antara 400-500 nm dan yang paling optimal sekitar 465 nm (Powers dan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) 10. Sakaguchi, 2006; Shawkat, 2009; Garg dan Garg, 2010). Camphorquinone yang dihubungkan. dengan. aktivator. yaitu. tertiary. amine. seperti. dimethylaminoethylmethacrylate (DMAEMA) (Gambar 2.5) akan menghasilkan radikal bebas sehingga dapat menginisiasi proses polimerisasi (Powers dan Sakaguchi, 2006; Shawkat, 2009).. Deaktivasi. Gambar 2.5 Skema peranan CQ dan DMAEMA dalam polimerisasi radikal bebas resin komposit (Shawkat, 2009). 2.1.1.5 Inhibitor dan Stabilizer Inhibitor dan stabilizer memiliki struktur kimia seperti hydroquinone yaitu 4methoxyphenol (MEHQ) dan 2,6-di-tert-butyl-4-methyl phenol atau butylated hydroxytoluene (BHT) yang berfungsi untuk mencegah terjadinya polimerisasi yang terlalu dini (Shawkat, 2009).. 2.1.1.6 Optical Modifier Stain dan opacifiers digunakan untuk mengubah dan memodifikasi warna visual (shading) dan translusensi bahan komposit menjadi kombinasi yang lebih baik sebagai bahan restorasi yang menyerupai warna gigi. Bahan yang sering digunakan untuk meningkatkan opaksitas adalah titanium dioksida dan alumunium oksida dalam jumlah kecil antara 0,001-0,007% berat (Shawkat, 2009). Selain itu bahan lain yang dapat digunakan adalah magnesium, tembaga dan besi oksida yang menyediakan berbagai variasi warna (Anusavice, 2003; Shawkat, 2009).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) 11. 2.1.2 Klasifikasi Resin Komposit 2.1.2.1 Resin Komposit Berdasarkan Partikel Filler Pada tahun 1988, Marshall mengklasifikasikan resin komposit berdasarkan jumlah dan ukuran partikel filler. Jumlah filler dilihat dari segi berat dan volume, sedangkan ukuran partikel filler ditetapkan dengan satuan µm.. 1. Resin Komposit Macrofiller Resin komposit macrofiller merupakan generasi pertama dan menggunakan partikel bahan pengisi (filler) yang relatif besar yaitu dengan ukuran antara 10-100 mikron (µm) dan banyaknya bahan pengisi umumnya 75-80% berat atau 60-65% volume (Garcia dkk., 2006; Roberson dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011). Bahan pengisi yang sering digunakan adalah quartz giling, strontium, heavy metal glasses yang mengandung barium (Albers, 2002; Anusavice, 2003; Roberson dkk., 2009). Resin komposit macrofiller umumnya lebih kuat daripada resin komposit yang memiliki partikel bahan pengisi (filler) dengan ukuran kecil (Hatrick dkk., 2011). Tetapi partikelnya yang besar dapat membuat komposit sulit untuk di-polish sehingga resin komposit memiliki permukaan yang kasar (Albers, 2002; Roberson dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011).. 2. Resin Komposit Midifiller Resin komposit midifiller adalah resin yang partikelnya berukuran antara 1-10 µm (Hatrick dkk., 2011).. 3. Resin Komposit Minifiller Resin komposit minifiller memiliki ciri khas, yaitu partikel bahan pengisi (filler) yang besar tidak tersebar secara merata (Albers, 2002). Selain itu, resin komposit minifiller secara relatif diisi dengan partikel bahan pengisi (filler) anorganik yang sangat kecil dengan ukuran partikel <0,1-1 µm (Albers, 2002; Hatrick dkk., 2011). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) 12. 4. Resin Komposit Microfiller Resin komposit microfiller memiliki partikel bahan pengisi (filler) yang lebih kecil daripada resin komposit macrofiller yaitu silika koidal yang memiliki ukuran partikel antara 0,03-0,5 µm dengan diameter rata-rata 0,04 µm dan banyaknya bahan pengisi umumnya 35-60% berat atau 35-50% volume (Garcia dkk., 2006; Roberson dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011). Partikel yang berkurang ukurannya pada resin komposit microfiller menunjukkan sifat fisis dan mekanis yang rendah (Roberson dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011). Selain itu, ikatan antara partikel komposit dan matriks resin. organik. lemah. sehingga menyebabkan. terjadinya. shrinkage. polimerisasi, penyerapan air, dan thermal expansion (Powers dan Sakaguchi, 2006; Roberson dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011).. 5. Resin Komposit Hibrid Resin komposit hibrid menggabungkan sifat fisis dan mekanis resin komposit macrofiller dengan permukaan halus microfiller (Albers, 2002; Roberson dkk., 2009). Resin komposit hibrid memiliki ukuran partikel antara 0,1-3 µm dan banyaknya bahan pengisi 75-80% berat (Roberson dkk., 2009; Garg dan Garg, 2010; Hatrick dkk, 2011). Kombinasi filler kedua resin komposit menghasilkan resin komposit yang kuat dan dapat di-polish dengan baik (Hatrick dkk., 2011). Resin komposit hibrid dapat digunakan pada gigi anterior dan posterior, shrinkage yang minimal, penyerapan air sedikit, derajat opaqueness dan translusensi yang berbeda (Anusavice, 2003; Garcia dkk., 2006).. 6. Resin Komposit Nanofiller Resin komposit nanofiller mengandung partikel filler yang sangat kecil yaitu antara 0,005-0,01 µm. Partikel filler yang kecil dengan mudah berkumpul membentuk barisan yang tersusun penuh sehingga menghasilkan sifat fisis yang bagus dan estetis serta kemampuan polish yang tinggi (Anusavice, 2003).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) 13. 7. Resin Komposit Nanohibrid Resin komposit nanohibrid merupakan resin komposit yang kuat dan bisa dipolish menjadi sangat berkilau dan kilauannya lebih baik daripada resin komposit yang sebelumnya. Resin komposit nanohibrid memiliki ukuran partikel 0,005-0,02 µm sehingga dapat mengurangi tingkat kekasaran permukaan sampai 1% (Hatrick dkk., 2011).. 2.1.2.2 Resin Komposit Berdasarkan Viskositas 1. Resin Komposit Packable Resin komposit packable adalah resin yang memiliki kelekatan permukaan yang rendah dan viskositas tinggi karena mengandung partikel bahan pengisi (filler) dengan volume yang tinggi, yaitu sekitar 70% (Powers dan Sakaguchi, 2006; Roberson dkk., 2009; Hatrick dkk., 2011). Karakteristik tersebut menyebabkan konsistensi resin yang kaku, lebih kuat, shrinkage yang rendah, radiopasitas, dan lebih tahan terhadap pemakaian (3,5 µm/tahun). Resin komposit packable digunakan untuk restorasi gigi posterior, yaitu kelas I dan II (Powers dan Sakaguchi, 2006; Roberson dkk., 2009). Penggunaan extra sistem adhesif atau resin komposit flowable selapis tipis pada preparasi dinding kavitas dapat meningkatkan adaptasi dan perlekatan resin komposit packable (Albers, 2002).. 2. Resin Komposit Flowable Resin komposit flowable mengandung resin dimethacrylate dan partikel filler anorganik dengan ukuran partikel 0,4-3,0 µm dan banyaknya bahan pengisi lebih rendah daripada resin komposit lainnya, yaitu 34-68% volume (Garcia dkk., 2006; Burgess dan Cakir, 2011). Partikel filler anorganik yang sering digunakan adalah partikel hibrid dan nanofiller (Hatrick dkk., 2011). Resin komposit flowable memiliki viskositas rendah sehingga bisa beradaptasi dengan baik, yaitu menghasilkan ikatan yang rapat dengan dasar dan dinding kavitas, serta mengalir masuk ke dalam bagian iregular mikroskopis (Baroudi dkk., 2007; Burgess dan Cakir, 2011; Hatrick dkk., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) 14. 2011). Selain itu, resin komposit flowable memiliki beberapa kelebihan seperti kemampuan membasahi permukaan gigi, memastikan penetrasi ke dalam setiap iregularitas, membentuk lapisan dengan ketebalan minimal, memperbaiki dan mengeliminasi udara yang masuk, radio-opaqueness, tersedia dalam berbagai warna dan fleksibilitas tinggi (Garcia dkk., 2006). Resin komposit flowable diindikasikan untuk restorasi kelas I, II, V, pit dan fissure sealants, bahan reparasi batas tepi restorasi, dan lebih sering digunakan sebagai liner dibawah resin komposit hibrid dan packable (Roberson dkk., 2009; Burgess dan Cakir, 2011; Hatrick, 2011). Perbedaan sifat fisis dan mekanis antara resin komposit packable dan flowable (Tabel 1) menghasilkan perbedaan kualitas penggunaan bahan restorasi (Powers dan Sakaguchi, 2006). Tabel 1. Perbandingan sifat fisis dan mekanis antara resin komposit packable dan resin komposit flowable (Powers dan Sakaguchi, 2006).. Sifat. Resin Komposit. Resin Komposit. Packable. Flowable. Kekuatan fleksural (MPa). 85-110. 70-120. Modulus fleksural (GPa). 9,0-12. 2,6-5,6. Kekuatan compressive (MPa). 220-300. 210-300. Modulus compressive (GPa). 5,8-9,0. 2,6-5,9. Diameter kekuatan tensile (MPa). -. 33-48. Shrinkage polimerisasi linear (%). 0,6-0,9. -. -. 15. Stabilitas warna, percepatan usia450 kJ/m2 (∆E). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) 15. 2.1.2.3 Resin Komposit Berdasarkan Cara Aktivasi Polimerisasi 1. Resin Komposit Self-cured Resin komposit self-cured merupakan resin yang diaktivasi secara kimia (Anusavice, 2003; Hatrick dkk., 2011). Bahan yang diaktifkan secara kimia mengandung inisiator benzoil peroksida dan aktivator amin tersier (N,N dimetil-ptoluidin) (Anusavice, 2003; Garg dan Garg, 2010; Hatrick dkk., 2011). Apabila kedua pasta diaduk, amin bereaksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi tambahan dimulai (Anusavice, 2003; Hatrick dkk., 2011). Resin komposit self-cured mempunyai working time 1-1,5 menit dan setting time 4-5 menit (Powers dan Sakaguchi, 2006). Bahan tersebut biasanya digunakan untuk restorasi dan pembuatan inti yang pengerasannya tidak dengan sumber sinar (Anusavice, 2003).. 2. Resin Komposit Light-cured Sistem pertama yang diaktifkan dengan menggunakan sinar adalah sinar ultra violet untuk merangsang radikal bebas (Anusavice, 2003). Sistem ini mulai diperkenalkan pada akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970 (Garg dan Garg, 2010). Namun, masa sekarang ini resin komposit yang diaktifkan dengan sinar ultra violet telah digantikan dengan sinar yang dapat dilihat dengan mata pada akhir tahun 1970 dan secara nyata meningkatkan kemampuan polimerisasi lapisan sehingga mencapai ketebalan 2 mm (Powers dan Sakaguchi, 2006; Garg dan Garg, 2010; Hatrick dkk., 2011). Waktu dan kedalaman curing tergantung pada intensitas, panjang gelombang dan penetrasi sinar (Powers dan Sakaguchi, 2006). Tetapi waktu penyinaran tidak boleh kurang dari 40-60 detik dan ketebalan resin kurang dari 2,0-2,5 mm. Resin komposit light-cured lebih sering digunakan daripada resin komposit self-cured karena memiliki beberapa kelebihan. Resin komposit light-cured terdiri atas pasta tunggal dalam suatu semprit. Radikal bebas sebagai pemicu reaksi terdiri atas molekul fotoinisiator dan aktivator amin yang terdapat dalam pasta. Pemaparan terhadap sinar dengan panjang gelombang yang tepat (468 nm) merangsang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) 16. fotoinsiator berinteraksi dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi tambahan (Anusavice, 2003). Polimerisasi yang baik untuk mendapatkan stabilitas warna, estetis, sifat fisis dan biologis, serta kinerja klinisnya (Powers dan Sakaguchi, 2006; Hatrick dkk., 2011).. 3. Resin Komposit Dual-cured Resin komposit dual-cured terdiri atas dua pasta yang mengandung akselerator kimia dan aktivator sinar). Mekanisme aktivasi dual-cured diperlukan ketika bagian-bagian komposit tidak dapat diakses oleh sinar seperti bagian di bawah restorasi yang opaque (Powers dan Sakaguchi, 2006). Kelebihan penggunaan resin komposit dual-cured adalah ketika dua pasta diaduk bersama dan ditempatkan pada gigi, sinar curing digunakan untuk mengawali reaksi setting dan kemudian dilanjutkan dengan reaksi setting kimia pada area yang tidak terjangkau oleh sinar untuk memastikan pengaturan yang tepat (Powers dan Sakaguchi, 2006; Hatrick dkk., 2011). Proses dual-cured ini sangat membantu dalam mem-build up gigi yang telah dirawat endodontik dan dalam menaruh materi inti komposit setengah jalan ke dalam ruang kanal. Light-curing mungkin tidak mencapai materi di dalam kanal, tetapi materi komposit akan mengeras sendirinya secara kimiawi (Hatrick dkk., 2011).. 2.1.3 Polimerisasi Resin Komposit Polimerisasi adalah reaksi kimia yang terjadi ketika monomer-monomer resin dengan berat molekul rendah bergabung untuk membentuk rantai panjang yaitu polimer yang memiliki berat molekul tinggi (Hatrick dkk., 2011). Aktivasi proses polimerisasi resin komposit dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia, sinar, kimia dan sinar (Powers dan Sakaguchi, 2006; Hatrick dkk., 2011). Proses polimerisasi dimulai oleh aktivator (kimia atau sinar) yang menyebabkan molekul inisiator membentuk radikal bebas (pengisian molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan) (Hatrick dkk., 2011).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) 17. Monomer dimethacrylate (bis-GMA) mempunyai gugus fungsional dengan karbon ikatan ganda (C=C) (Hatrick dkk., 2011). Persentasi ikatan ganda bereaksi dari 35-80% (Powers dan Sakaguchi, 2006). Radikal bebas memecah salah satu karbon ikatan ganda membentuk ikatan tunggal dan radikal bebas lainnya (Gambar 2.6) (Albers, 2002). Radikal bebas tersebut bisa bisa menyebabkan reaksi yang sama dengan monomer lainnya untuk menambah rantai polimer (polimerisasi adisi). Monomer-monomer yang bergabung satu sama lain menjadi rantai menyebabkan volume resin berkurang sehingga hasil akhir akan mengalami shrinkage (Hatrick dkk., 2011). Rantai polimer mempunyai kelompok kecil atom yang tidak bergantung pada sebelah sisi. Kelompok tersebut yang rantai polimernya berdekatan akan menyebarkan elektron dan membentuk ikatan kovalen yang menghubungkan kumpulan rantai (cross-linking). Cross-linking polimerisasi menghasilkan kekuatan tinggi, bahan menjadi lebih kaku daripada rantai polimer tunggal (Hatrick dkk., 2011).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) 18. Gambar 2.6 Reaksi rantai suatu radikal bebas pada tahapan proses polimerisasi (Albers, 2002). Resin komposit cenderung mengalami stress dan shrinkage saat proses polimerisasi. Stress polimerisasi timbul ketika resin komposit disinar dalam kondisi yang berikatan dan shrinkage polimerisasi akan menghasilkan suatu gaya di dalam dinding kavitas. Struktur gigi yang kaku dapat bertahan dari gaya ini, namun adanya tarikan dapat menyebabkan terbentuknya celah pada tepi restorasi atau kerusakan struktur gigi yang sehat oleh deformasi. Stress yang timbul akibat shrinkage polimerisasi tersebut dapat mengganggu perlekatan resin komposit dengan kavitas restorasi (Gambar 2.7) (Garg dan Garg, 2010).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) 19. Gambar 2.7 Shrinkage polimerisasi menghasilkan celah di antara bahan restorasi dan permukaan gigi (Garg dan Garg, 2010). 2.2 Sistem Adhesif Secara terminologi, adhesi adalah proses perlekatan dari suatu substansi ke substansi yang lain. Permukaan atau substansi yang berlekatan disebut adherend. Adhesif adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang menggabungkan dua substansi hingga mengeras dan mampu memindahkan suatu kekuatan dari suatu permukaan ke permukaan yang lain. Bahan perekat atau bonding agent adalah bahan yang bila diaplikasikan pada permukaan suatu benda dapat melekat, dapat bertahan dari pemisahan dan dapat menyebarluaskan beban melalui perlekatannya (Gambar 2.8) (Perdigao dan Swift, 2009). Faktor yang efektif untuk membentuk perlekatan yang baik adalah permukaan yang bersih, kekasaran permukaan, sudut kontak, kelembaban yang sesuai, viskositas yang rendah dan daya alir yang kuat. Penurunan integritas adhesi marginal dapat menyebabkan celah mikro, sensitivitas pasca restorasi, lepasnya restorasi, patologi pulpa serta menurunkan ketahanan restorasi (Tanno dkk., 2011).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) 20. ZAT PADAT ZAT PADAT ATAU ZAT CAIR ADHESI INTERFACE. ADHESIF ZAT PADAT ZAT PADAT. INTERFACE SAMBUNGAN ADHESI. ADHEREND. Gambar 2.8 Definisi terminologi sistem adhesif (Perdigao dan Swift, 2009). Van Meerbeek dkk. mengklasifikasikan sistem adhesif menjadi dua bagian besar (Gambar 2.9) yaitu total etch dan self etch dengan subklasifikasi sebagai berikut (Meena dan Jain, 2011) :. Gambar 2.9 Klasifikasi mekanisme sistem adhesif (Meena dan Jain, 2011). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) 21. 1. Adhesif Etch-and-Rinse (disebut sebagai Total Etch) a. Three-step etch-and-rinse adhesives Sistem adhesif three-step total-etch mulai diperkenalkan pada awal tahun 1990 sebagai suatu perubahan baru dalam sistem adhesif kedokteran gigi. Pada saat dentin dietsa dengan asam fosfor dan kemudian dibilas, primers hidrofilik digunakan sebelum diaplikasikan pada lapisan yang sama dengan resin hidrofobik untuk menyempurnakan hibridisasi (Deliperi dkk., 2007).. b. Two-step etch-and-rinse adhesives Sistem adhesif two-step total-etch mulai diperkenalkan pada akhir tahun 1990 (Deliperi dkk., 2007). Fase etsa dan rinse yang terpisah masih menjadi suatu. masalah tetapi primer hidrofilik dan resin hidrofobik dikombinasikan menjadi satu aplikasi (Gambar 2.10) (Meena dan Jain, 2011).. Gambar 2.10 Mekanisme sistem adhesif two-step one-bottle total-etch (Meena dan Jain, 2011). 2. Adhesif Self-Etch a. Two-step self etch adhesives Sistem adhesif two-step self-etch mulai diperkenalkan pada akhir tahun 1990 (Deliperi dkk., 2007). Sistem adhesif two-step self-etch merupakan aplikasi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) 22. terpisah antara self-etch primer dan resin hidrofobik dan pada umumnya primer yang sering digunakan adalah mild self-etch primer (Gambar 2.11) (Meena dan Jain, 2011). Sistem mild self-etch (pH ≤ 2) mampu menghilangkan sebagian smear layer dan berpenetrasi ke permukaan dentin, menghasilkan pembentukan resin tag dan lapisan hibrid yang kurang terlihat jelas dan yang lebih tipis daripada sistem adhesif total-etch (Deliperi dkk., 2007).. Gambar 2.11 Mekanisme sistem adhesif two-step two-bottle self-etch (Meena dan Jain, 2011). b. One-step self-etch adhesives Sistem adhesif single-step self-etch mengkombinasikan self-etch primer dan resin hidrofobik menjadi satu aplikasi sehingga sering disebut sistem adhesif all-in-one (Gambar 2.12) (Meena dan Jain, 2011). Sistem adhesif single-step self-etch memiliki keasaman yang sedang atau kuat (pH ≤ 1) (Deliperi dkk., 2007).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) 23. Gambar 2.12 Mekanisme sistem adhesif all-in one self-etch (Meena dan Jain, 2011). 2.5.1 Bonding terhadap Email Email adalah jaringan keras gigi yang termineralisasi tinggi dan terdiri dari 90% volume hidroksiapatit (Perdigao dan Swift, 2009). Bonding terhadap email terjadi melalui retensi mikromekanis setelah etsa asam digunakan untuk menghilangkan smear layers dan terutama untuk melarutkan kristal hidroksiapatit pada permukaan luar di antara permukaan lainnya (Powers dan Sakaguchi, 2006). Etsa asam mengubah permukaan email yang halus menjadi sebuah permukaan yang tidak beraturan dan meningkatkan energi permukaan. Ketika bahan cairan resin diaplikasikan pada permukaan teretsa yang tidak beraturan tersebut, resin akan berpenetrasi ke dalam permukaan dengan adanya aksi kapiler. Monomer terkandung dalam bahan berpolimerisasi dan bahan menjadi terkunci satu sama lain dengan permukaan email (Perdigao dan Swift, 2009). Sifat smear layer yang stabil terhadap asam menyebabkan keberadaan email smear layer tidak menimbulkan kendala pada bonding yang melibatkan penggunaan etsa asam (Eliades dkk., 2005). Mekanisme dasar dari perlekatan resin-email adalah pembentukan resin tags didalam permukaan email (Gambar 2.13). Resin tags yang terbentuk di sekitar enamel rods, yaitu di antara prisma-prisma email disebut dengan macrotags dan jaringan halus dari beberapa small tags yang terbentuk di tiap-tiap ujung rod di tempat larutnya kristal. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) 24. hidroksiapatit disebut dengan microtags (Bayne dan Thompson, 2009; Perdigao dan Swift, 2009; Garg dan Garg, 2010).. Gambar 2.13 Pembentukan microtags dan macrotags ketika bahan bonding diaplikasikan ke permukaan gigi teretsa (Garg dan Garg, 2010). 2.5.2 Bonding terhadap Dentin Dentin mempunyai hambatan besar terhadap ikatan perlekatan dibandingkan email, karena dentin adalah jaringan hidup (Anusavice, 2003). Dentin bersifat heterogen dan terdiri atas bahan anorganik (hidroksiapatit) 50% volume, bahan organik (khususnya kolagen tipe I) 30% volume, cairan 20% volume. Perbedaan signifikan antara email dengan dentin adalah dentin mengandung lebih banyak air dan sangat hidrofilik (Anusavice, 2003; Powers dan Sakaguchi, 2006). Oleh karena itu, primers mempunyai komponen hidrofilik untuk menggeser cairan dentin dan juga membasahi permukaan, memungkinkan berpenetrasi menembus pori di dalam dentin dan akhirnya bereaksi dengan komponen organik atau anorganik serta menghasilkan microtags untuk adhesi mikromekanis (Anusavice, 2003). Bonding dentin terdiri atas tiga proses perlakuan yang berbeda, yaitu proses etsa etching (kondisioner), pemberian priming dan bonding (Powers dan Sakaguchi, 2006). Untuk penetrasi bahan priming secara optimal ke dalam dentin yang mengalami demineralisasi, permukaan dentin harus dijaga tetap lembab (moist) agar serat-serat kolagen tidak kolaps sehingga menghambat masuknya bahan priming dan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) 25. bonding. Kolagen merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan bonding terhadap dentin. Dengan mengetsa dentin, smear layer dan mineral hilang dari struktur dentin sehingga serat-serat kolagen terpapar (Garg dan Garg, 2010). Saat komponen mineral hidroksiapatit sebagai lapisan terluar dentin dihilangkan, dentin mengandung sekitar 50% ruangan kosong dan sisanya sekitar 20% air (Powers dan Sakaguchi, 2006). Air menjaga kolagen tetap berada dalam keadaan lembut sehingga ruang untuk infiltrasi juga terjaga. Serat-serat kolagen ini akan kolaps apabila kering dan jika matriks organik mengalami denaturasi. Hal ini akan menghambat resin mencapai permukaan dentin dan menghambat pembentukan lapisan hibrid (Garg dan Garg, 2010). Smear layer dapat mengurangi permeabilitas dentin dan sangat membantu bahan bonding yang bersifat hidrofobik dan menutupi tubulus dentin (Gambar 2.14) (Albers, 2002).. Gambar 2.14 SEM (Scanning Electron Micrograph) smear layer pada dentin (Albers, 2002). Selain itu smear layer juga melekat ke permukaan dentin dan mengandung potongan gigi, saliva, bakteri dan debris pada permukaan lainnya (Gambar 2.15) (Albers, 2002).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) 26. Gigi yang telah dipreparasi dan belum dilakukan perlakuan Tubulus dentin Smear layer pada permukaan dentin. Gambar 2.15 Diagram skematik yang menunjukkan histologi permukaan dentin dengan perlekatan smear layer (Albers, 2002). Faktor yang mempengaruhi perlekatan dentin-resin yang buruk, yaitu (Baroudi dkk., 2007) : 1. Dentin adalah substrat yang bervariasi secara ekstrim dan berubah sepanjang waktu. 2. Dentin memiliki tingkat kalsifikasi yang bervariasi (lebih atau kurang sklerotik) dan perubahannya tergantung pada kedalaman dan sudut preparasi. 3. Perubahan struktural pada dentin yang dekat dengan pulpa membuat bahan adhesif lebih sulit untuk dilekatkan pada area tersebut. 4. Kesulitan untuk menghindari kontaminasi dentin yang dekat sulkus oleh cairan gingiva. 5. Shrinkage polimerisasi dapat melebihi kekuatan perlekatan dan menghasilkan celah/kebocoran tepi. 6. Bahan bonding dentin dapat menebal, karena evaporasi dari pelarut, mengurangi penetrasi dan kekuatan bonding.. 2.3 Microleakage (Kebocoran Mikro) Celah yang terbentuk antara resin komposit dengan kavitas restorasi akibat shrinkage polimerisasi disebut microleakage (kebocoran mikro). Kebocoran mikro adalah jalan masuk bakteri, cairan, molekul atau ion di antara dinding kavitas dengan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) 27. bahan restorasi, yang tidak terdeteksi secara klinis (Kidd, 1976). Secara klinis, kebocoran mikro dapat mengakibatkan pewarnaan di sekitar tepi restorasi, sensitivitas pasca-operatif, karies sekunder, kegagalan restorasi, patologi pulpa atau kematian pulpa, kehilangan sebagian atau keseluruhan restorasi (Eich dan Welch, 1986; Krejci dan Lutz, 1991). Resin komposit modern mengalami kontraksi volumetrik berkisar antara 2,6-4,8% (Losche, 1999). Bahkan apabila bahan adhesif dentin modern menunjukkan kekuatan adhesif terhadap dentin lebih besar daripada 20 MPa (melebihi stress kontraksi yang dihasilkan stress polimerisasi sebesar 13-17 MPa), total gaya kontraksi dapat lebih besar daripada kekuatan adhesif sehingga mengakibatkan terbentuknya kebocoran mikro (Eick dkk., 1997). Faktor C (C-factor / cavity configuration factor) juga berperan penting dalam menentukan besarnya shrinkage. Faktor C didefinisikan sebagai rasio antara permukaan kavitas yang di-bonding dengan yang tidak di-bonding. Meningkatnya rasio ini juga meningkatkan stress akibat shrinkage polimerisasi (Feilzer dkk., 1987). Salah satu masalah paling besar pada restorasi resin komposit Kelas II adalah kebocoran mikro pada tepi gingival dari box proksimal. Hal ini berhubungan dengan tidak adanya email pada tepi gingival, yang mengakibatkan substrat sementum-dentin yang kurang stabil untuk proses bonding (Carvalho dkk., 1996). Cagidiaco dkk. menunjukkan adanya lapisan luar yang terbentuk sebagian oleh sementum yang berada di bawah cemento-enamel junction yang tidak memungkinkan retensi mikromekanis oleh bahan adhesif (Cagidiaco dkk., 1995). Selain itu, orientasi tubulus dentin dapat berpengaruh negatif terhadap kualitas hibridisasi dan memungkinkan kebocoran pada restorasi resin komposit yang ditempatkan pada box interproksimal yang dalam (Schupbach dkk., 1990). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa fraktur mikro email dapat terjadi di sepanjang tepi restorasi segera setelah polimerisasi resin komposit yang di-bonding pada email yang di-etsa dan mengakibatkan kebocoran mikro pada daerah tersebut (Han dkk., 1990). Faktor penyebab lainnya adalah koefisien ekspansi termal (Yazici dkk., 2003). Koefisien ekspansi termal resin komposit, yaitu 25-60 ppm/°C, beberapa kali lebih UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) 28. besar daripada koefisien ekspansi termal email (11,4 ppm/°C) dan koefisien ekspansi termal dentin (8 ppm/°C) (McCabe dan Walls, 1998). Penelitian menunjukkan bahwa sifat fisik ini juga menyebabkan kebocoran mikro pada restorasi resin komposit (Feilzer dkk., 1988). Selain itu, pergerakan mikro restorasi sepanjang dinding kavitas sebagai akibat ketidakcocokan modulus elastisitas antara gigi dan resin komposit dapat berkontribusi pada kegagalan perlekatan mekanis sehingga menyebabkan kebocoran mikro (Lundin dan Noren, 1991).. 2.4 Desain Kavitas Faktor lain penyebab kegagalan restorasi Kelas II resin komposit adalah kurangnya pemahaman dan keterampilan operator atau dokter gigi dalam membuat suatu desain kavitas yang tepat, khususnya pada daerah gingival floor (Widjaja, 1999). Beberapa peneliti telah menggunakan bermacam-macam desain kavitas Kelas II, mulai dari variasi desain kavitas preparasi Kelas II amalgam yang meluas melalui groove oklusal seperti yang digambarkan oleh GV Black (Ben-Amar dkk., 1987), desain kavitas berbentuk slot (hanya box proksimal) (Summitt dkk., 1994), sampai ke desain kavitas dengan preparasi minimal berbentuk saucer (Nordbo dkk., 1993).. 2.4.1 Desain Kavitas Menurut Ben-Amar dkk. (1987) Ben-Amar dkk. (1987) menjelaskan prinsip-prinsip desain kavitas restorasi Kelas II resin komposit yang harus berbeda dengan desain kavitas restorasi amalgam dalam hal sebagai berikut : 1. Bentuk oklusal harus lebih sempit dan kedalaman kavitas harus lebih dangkal (Gambar 2.16) 2. Perluasan proksimal (fasial dan lingual) harus ditempatkan pada daerah yang dapat dilihat, diperiksa, dan di-polish 3. Garis sudut internal harus dibulatkan dan groove retensi ditempatkan pada garis sudut proksimal (aksiofasial dan aksiolingual) dan dinding gingival (Gambar 2.17) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) 29. 4. Bevel direkomendasikan untuk margin proksimal, tetapi tidak untuk margin oklusal (Gambar 2.18). A. B. Gambar 2.16 Bentuk oklusal pada preparasi kavitas Kelas II gigi molar mandibula. A. Desain kavitas untuk restorasi amalgam; B. Desain kavitas untuk resin komposit (Ben-Amar dkk.,1987). Gambar 2.17 Dinding gingival preparasi kavitas Kelas II resin komposit. Groove retensi ditempatkan pada dentin dan tepi email di-bevel (Ben-Amar dkk.,1987). Gambar 2.18 Pandangan proksimal preparasi Kelas II resin komposit (Ben-Amar dkk.,1987). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(52) 30. 2.4.2 Desain Kavitas Menurut Summitt dkk. (1994) Summitt dkk. (1994) dalam penelitiannya membuat empat macam desain kavitas Kelas II resin komposit untuk mengevaluasi beban yang diaplikasikan pada marginal ridge masing-masing desain kavitas (Gambar 2.19), antara lain : 1. Desain kavitas mesio-oklusal dengan perluasan melalui groove oklusal sampai fossa sentral 2. Desain kavitas slot mesio-oklusal (sedikit meluas ke dinding bukal dan lingual, tegak lurus dengan permukaan gigi bagian luar) dan dengan groove retensi pada gingival floor, garis sudut aksiobukal dan aksiolingual. 3. Desain kavitas slot mesio-oklusal seperti No. 2, tetapi tanpa groove retensi 4. Desain kavitas slot-mesio-oklusal tanpa membuang email bagian bukal dan lingual dan tanpa groove retensi. Gambar 2.19 Desain kavitas Kelas II resin komposit : a. Perluasan melalui groove oklusal, b. Slot dengan groove retensi, c. Slot tanpa groove retensi, d. Slot tanpa membuang email pada daerah proksimal dan tanpa groove retensi (Summitt dkk., 1994). Hasilnya, rata-rata kegagalan yang terjadi pada kavitas kelompok 1 dan 2 tidak mempunyai perbedaan yang bermakna, dan lebih resisten terhadap terjadinya kegagalan jika dibandingkan dengan desain kavitas kelompok 3 dan 4. Sementara. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(53) 31. rata-rata kegagalan restorasi antara desain kavitas pada kelompok 3 dan 4 tidak bermakna. Kegagalan restorasi pada marginal ridge dalam restorasi Kelas II resin komposit yang diperluas melalui groove oklusal sampai ke fossa sentral tidak bermakna lebih besar daripada rata-rata kegagalan yang terjadi pada restorasi bentuk slot proksimal dengan groove retensi, namun restorasi bentuk slot dengan groove retensi lebih resisten terhadap terjadinya kegagalan restorasi daripada bentuk slot proksimal tanpa groove retensi (Summitt dkk., 1994). Pada kavitas yang diperluas melalui groove oklusal sampai ke fossa sentral, kegagalan restorasi terjadi berupa fraktur bahan resin komposit pada daerah isthmus, yang disebabkan aksi pengunyahan dan pengaruh panas yang terutama ditujukan pada permukaan oklusal restorasi, sehingga pemakaian resin komposit merupakan kontraindikasi terhadap preparasi rutin pada kavitas yang diperluas melalui groove oklusal. Dengan kata lain, restorasi Kelas II resin komposit lebih berhasil pada gigi posterior yang lesi kariesnya terletak pada daerah aproksimal dan tidak meluas sampai ke groove oklusal. Sedangkan pada restorasi bentuk slot, kegagalan restorasi terjadi oleh karena terjadi fraktur pada struktur gigi dan displacement dari restorasi (Summitt dkk., 1994).. 2.4.3 Desain Kavitas Menurut Nordbo dkk. (1993) Nordbo dkk. (1993) meneliti gigi-gigi premolar dan molar satu dengan lesi karies Kelas II yang kecil, yang dipreparasi menurut prinsip-prinsip preparasi minimal, yakni hanya membuang jaringan karies yang terlibat karies. Karies yang mengenai dentin juga dibuang. Bevel 1 mm dibuat pada tepi email, dan tubulus dentin yang terbuka dilapisi dengan kalsium hidroksida (Gambar 2.20).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Gambar

Gambar 2.5 Skema peranan CQ dan DMAEMA dalam polimerisasi radikal bebas resin komposit  (Shawkat, 2009)
Tabel 1. Perbandingan sifat fisis dan mekanis antara resin komposit packable dan resin komposit  flowable (Powers dan Sakaguchi, 2006)
Gambar 2.9 Klasifikasi mekanisme sistem adhesif (Meena dan Jain, 2011)
Gambar 2.10 Mekanisme sistem adhesif two-step one-bottle total-etch  (Meena dan Jain, 2011)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses finishing dan polishing adalah waktu dilakukannya proses tersebut.Pada restorasi resin komposit, 75% dari proses

• Untuk mengetahui perbedaan kebocoran mikro antara sistem adhesif total-etch two- step dan self-etch one-step dengan menggunakan resin komposit flowable dan packable

Hasil penelitian diuji statistik dengan menggunakan uji kesamaan proporsi, yang menunjukan hasil kebocoran mikro yang sama antara kompomer dengan komposit

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbandingan kebocoran tepi resin komposit nanofill dengan polimerisasi sinar light cure dengan teknik ramped dan pulse delay dapat

Dari penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa durasi aplikasi bahan adhesif self-etch berpengaruh terhadap kebocoran mikro pada tumpatan resin komposit kelas

Kesimpulan penelitian ini adalah restorasi resin komposit bulk- ll pada kavitas kelas I dengan teknik oblique incremental menghasilkan tingkat kebocoran mikro yang lebih

Tabel 5.1 Hasil uji-t antara kebocoran mikro pada restorasi resin komposit mikrofiler dengan resin-modiffied glas ionomer cement pada kavitas klas V

Berdasarkan landasan teori di atas, dapat diambil suatu hipotesis dari penelitian ini bahwa ada pengaruh waktu aplikasi home bleaching terhadap kebocoran mikro pada