• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol dengan Menggunakan Isopropil Miristat sebagai Fase Minyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Formulasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol dengan Menggunakan Isopropil Miristat sebagai Fase Minyak"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

401

Formulasi

Sediaan

Mikroemulsi

Flukonazol

dengan

Menggunakan Isopropil Miristat sebagai Fase Minyak

(Formulation of Fluconazole Microemulsion with Isopropyl Mirystat as Oil Phase)

Rini Agustin

1*

, Hestiary Ratih

2

, Aisah Hadiati

2 1

Fakultas Farmasi, Universitas Andalas Padang

2

Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung

Corresponding email: riniagustin74@ffarmasi.unand.ac.id

ABSTRAK

Flukonazol adalah obat jamur golongan triazol yang digunakan untuk pengobatan infeksi jamur superfisial dan sistemik. Efek samping yang kurang menyenangkan dari flukonazol dan belum tersedianya produk flukonazol secara topikal menjadi alasan mengapa obat ini perlu dibuat dengan sistem penghantaran obat baru yaitu melalui rute pemberian topikal. Dengan kelarutan flukonazol yang rendah dalam air yaitu 8mg/ml, maka formulasi dalam bentuk mikroemulsi akan menjadi keuntungan tersendiri pada sediaan ini, karena mikroemulsi memiliki kemampuan untuk meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut.

Pada penelitian ini dikembangkan flukonazol topikal dalam bentuk mikroemulsi menggunakan isopropil miristat sebagai fase minyak, Tween 80 dan propilenglikol sebagai surfaktan dan ko-surfaktan. Formulasi yang berbeda dibuat untuk mengevaluasi pengaruh jumlah minyak, konsentrasi surfaktan/ko-surfaktan terhadap laju permeasi flukonazol secara in-vitro. Evaluasi mikroemulsi meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran pH, pengukuran viskositas selama 28 hari, uji freeze and thaw selama 6 siklus, uji stabilitas dipercepat dengan sentrifugasi, penentuan kadar dan uji difusi. Formulasi terbaik yang diperoleh untuk mikroemulsi flukonazol adalah 5,24% isopropil miristat, Tween 80/propilenglikol 47,13% (2:1) dan air 47,13% dengan tingkat permeasi mencapai 80,58% pada menit 180.

Kata Kunci: Flukonazol, mikroemulsi topikal, tingkat permeasi

PENDAHULUAN

Pemberian obat topikal didefinisikan sebagai aplikasi formulasi obat pada kulit yang ditujukan langsung untuk mengobati gangguan kulit Kulit merupakan target yang penting pada aplikasi pengobatan Salah satu obat yang cara pemberiannya melalui rute pemberian topikal selain obat-obat untuk analgesik adalah obat antijamur. (Mantri, S.,et al., 2013; Salimi, A., et al., 2013).

Flukonazol adalah obat jamur golongan triazol yang digunakan untuk pengobatan

infeksi jamur superfisial dan sistemik, seperti pada kandidiasis vagina, orofaringeal dan kandidiasis esofagus serta meningitis kriptokokus. Selain itu efektif juga untuk pengobatan candida pada infeksi saluran kemih, peritonitis, dan infeksi kandida sistemik termasuk candidema, dan pneumonia. Obat antijamur triazole ini memiliki efek samping yang kurang menyenangkan berupa rasa mual, muntah, diare dan sakit perut (Chandrakant, M.S., et al., 2009).

(2)

402

Saat ini flukonazol yang banyak tersedia di pasaran adalah dalam bentuk tablet, suspensi oral dan larutan steril untuk infus. Efek samping yang kurang menyenangkan dari flukonazol dan belum tersedianya produk flukonazol secara topikal menjadi alasan mengapa obat ini perlu dibuat dengan sistem penghantaran obat baru yaitu melalui rute pemberian topikal. Flukonazol mempunyai kelarutan yang rendah dalam air yaitu 8mg/ml, maka formulasi dalam bentuk mikroemulsi akan menjadi keuntungan tersendiri pada sediaan ini, karena mikroemulsi memiliki kemampuan untuk meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut ( Chandrakant, M.S., et al. 2009; Glujoy M. et al., 2014).

Sediaan topikal dalam bentuk

mikroemulsi telah banyak dibuat terutama pada produk kosmetik dan obat-obatan, karena selain

dapat meningkatkan kelarutan, sediaan ini dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit dikarenakan dalam mikroemulsi terjadi penggabungan bagian hidrofilik dan lipofilik (Shah, R.R. et al., 2009; Laksmi J., et al.,2013).

Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan sediaan mikroemulsi tipe minyak dalam air (m/a), air dalam minyak (a/m), dan tipe bikontinyus menggunakan isopropil miristat sebagai fase minyak. Percobaan dilakukan dengan variasi jumlah minyak isopropil miristat, hal ini bertujuan untuk untuk mengetahui konsentrasi minyak terbaik dalam mempengaruhi tingkat permeasi dari obat flukonazol ke dalam kulit.

Penggunaan surfaktan dan ko-surfaktan yaitu Tween 80 dan propilen glikol memiliki interaksi positif, dimana terbukti bahwa dengan penambahan propilenglikol pada mikroemulsi dapat meningkatkan tingkat Konsentrasi Misel Kritis (KMK) dari surfaktan non-ionik seperti

Tween 80, hal ini menjadi efek sinergis dari Tween 80 dan propilenglikol dalam tingkat penetrasi (Pandey A., et al., 2014).

Selama percobaan, karakteristik dan kestabilan mikroemulsi diperhatikan, hal-hal tersebut meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran pH, pengukuran viskositas selama 28 hari, uji freeze and thaw selama 6 siklus, uji stabilitas dipercepat dengan sentrifugasi, penentuan kadar dan uji difusi.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan dengan sistem penghantaran baru pada flukonazol yaitu melalui rute pemberian secara topikal, yang diharapkan dengan formulasi mikroemulsi ini dapat meningkatkan kelarutan flukonazol, sehingga menghasilkan sediaan topikal yang baik dalam penetrasi, stabil secara fisik dan kimia serta dapat bermanfaat.

METODE PENELITIAN

1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium Teknologi Farmasi, alat uji pelepasan modifikasi dari sel difusi (modifikasi sel difusi franz), pH meter (Meter Taledo), timbangan analitik (Sartorius BL 2105), pemutar dan pemanas magnetik (Thermolyne), spektrofotometer UV-sinar

tampak (Shimadzu UV-1601 PC), alat

sentrifugasi, viskometer (Brookfield RVT), XRPD (X-Ray Powder Difraction).

Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari flukonazol yang diperoleh melalui PT.Kimia Farma dengan produsen berasal dari Chermo-Switzerland, isopropil miristat, tween 80, propilen glikol dan air suling

(3)

403

2. CARA KERJA

a. Pemeriksaan Bahan Baku

Pemeriksaan flukonazol dilakukan untuk mengidentifikasi bahan baku flukonazol, meliputi pemerian, kelarutan, dan penetapan kemurnian flukonazol.

b. Pembuatan Diagram Fasa Terner

Diagram fasa terner dibuat untuk menentukan komposisi-komposisi yang tepat dari fase air, minyak dan surfaktan/kosurfaktan

yang akan membentuk suatu sistem

mikroemulsi dengan menggunakan Prosim

Ternary Diagram.

c. Pemilihan Pembawa Sediaan

Mikroemulsi

Orientasi pembawa sediaan

mikroemulsi bertujuan untuk mencari formula mikroemulsi yang terbaik, yaitu transparan, stabil, dan jernih dengan mengevaluasi kestabilan sediaan selama 1 minggu.

Penangas air dipanaskan dengan sampai suhu 70°C dengan pemanas thermolyne, Tween 80 dan propilenglikol dicampurkan dan

diaduk sampai homogen menggunakan

homogenizer dengan kecepatan 1000 putaran

per menit di penangas air. Isopropil miristat sebagai fasa minyak kemudian didispersikan sedikit demi sedikit kedalam campuran tersebut, diaduk sampai didapat campuran yang homogen. Tambahkan air sedikit demi sedikit dengan spuit (metode titrasi) sampai diperoleh larutan yang jernih, dan transparan. Kemudian dicatat jumlah air yang digunakan.

d. Formulasi Sediaan Mikroemulsi

Flukonazol

Formula sediaan mikroemulsi

flukonazol diambil dari hasil orientasi, kemudian dari hasil orientasi dipilih 3 formula yang dilihat berdasarkan tingkat kejernihan dan kestabilannya. Kemudian dibuat formula

mikroemulsi flukonazol 100 gram dan setiap formula masing-masing ditambahkan flukonazol 0,5 gram.

Tabel 1. Formula Mikroemulsi Flukonazol

e. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan organoleptis (bau, warna dan kejernihan), pemeriksaan pH dan viskositas.

Uji stabilitas sediaan mikroemulsi dengan sentrifugasi

Pengujian sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 3000 putaran per menit selama 30 menit

Uji stabilitas sediaan mikroemulsi dengan metode freeze and thaw

Pengujian dilakukan dengan

memasukkan sediaan mikroemulsi ke dalam vial yang ditempatkan pada suhu rendah ± 4°C selama 24 jam. Lalu sediaan dipindahkan pada suhu tinggi ± 40°C selama 24 jam, dilakukan selama 6 siklus.

Penetapan kadar flukonazol dalam sediaan mikroemulsi

Sampel diekstraksi dan sentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 4000 putaran per menit, fase jernihnya dipipet kemudian diukur serapannya pada panjang

Bahan Formulasi (gram) % b/b

FA FB FC Flukonazol 0,5 0,5 0,5 Isopropil miristat 5,24 20,45 33,17 Tween 80- Propilenglikol 47,13 61,34 59,7 Air suling 47,13 17,72 6,63

(4)

404

gelombang maksimum flukonazol dalam air 260,6 nm.

Pengujian Laju Difusi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol

Uji difusi flukonazol dilakukan dengan menggunakan metode flow-through yang dimodifikasi dari sel difusi Franz. Sediaan ditempatkan pada membran selulosa asetat yang telah diimpregnasi dengan cairan spangler dan dibiarkan terjadi proses difusi selama 3 jam. Suhu sistem 37 ± 1°C dengan cairan reseptor 330 ml. Selama proses difusi, diambil sebanyak 3 ml sampel pada selang waktu tertentu dan setiap pengambilan dilakukan penggantian cairan dengan larutan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 3 ml. Pengambilan cuplikan dilakukan pada menit ke 10, 15, 20, 30, 60, 90, 120, 150 dan 180. Setelah itu serapan sampel diukur dengan spektrofotometri UV-Visible pada panjang gelombang 260,80 nm dengan menggunakan blanko dapar fosfat pH 7,4.

HASIL DAN DISKUSI

Flukonazol merupakan obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air yaitu 8mg/ml (Chandrakant M.S. et al., 2009).Banyak tersedia dalam bentuk tablet, suspensi oral dan sebagai larutan steril untuk infus. Pembuatan mikroemulsi flukonazol ini bertujuan untuk membuat sediaan dengan sistem pengahantaran obat baru yaitu melalui topikal dimana kelarutan flukonazol dapat meningkat dan dapat berpenetrasi baik pada lapisan kulit sehingga diharapkan dapat memberikan efek sistemik. Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan pembuatan fasa terner antara isopropil miristat, Tween 80-Propilen glikol dan air.

Gambar 1. Diagram fasa terner mikroemulsi flukonazol

Keterangan: Titik yang dilewati garis adalah daerah mikroemulsi

Formula mikroemulsi yang diperoleh adalah formula 1 (47,37 % : 5,26 %), formula 2 (62,5 % : 13,88 %), formula 3 (62,07 % : 17,24 %), formula 4 (61,64 % : 20,55%), formula 5 (60 % : 33,33 %). Pengamatan basis mikroemulsi dilakukan pengamatan secara organoleptis baik warna, bentuk dan baunya untuk mengetahui kestabilan dari basis. Formula 1 termasuk ke dalam tipe minyak dalam air (m/a) dengan fraksi air > 25% b/b, formula 2, formula 3, dan formula 4 termasuk kedalam fase bicontinous dengan fraksi air 15-25 % b/b, sedangkan untuk formula 5 termasuk ke dalam tipe air dalam minyak (a/m) dengan fraksi air <25% b/b (Basheer, S.H., et al., 2013). Kelima orientasi yang dibuat diagram fasa terner hasil spotnya berada pada rentang mikroemulsi yang stabil.

Hasil organoleptis dari orientasi basis mikroemulsi yang disimpan dalam waktu 1 minggu memperlihatkan bahwa dari 5 perbandingan orientasi basis menghasilkan kestabilan yang sama yaitu kelima basis tersebut memiliki warna kuning transparan, bau yang khas, dan tidak adanya pemisahan. Hal ini dikarenakan dalam kelima basis tersebut terdapat surfaktan dan kosurfaktan yang dapat

(5)

405

menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan fase air, selain itu fase air yang ditambahkan tepat pada titik dimana untuk membentuk mikroemulsi. Nilai keseimbangan lipofilik hidrofilik (HLB) juga telah terbukti sangat berguna dalam memilih jenis surfaktan terbaik yang diperlukan untuk pembentukan langsung tetesan (droplet) dari tipe m/a atau dengan cepat terjadi penyebaran sediaan dalam lingkungan yang berair, serta memberikan hasil yang baik dan transparan. Surfaktan yang tepat nilai HLBnya adalah faktor kunci untuk pembentukan emulsi dengan tetesan kecil. Kemudian dari kelima orientasi basis dipilih tiga formula yang akan dibuat menjadi sediaan

mikroemulsi FA, FB dan FC dengan

perbandingan berturut-turut dari formula 1 (47,37 % :5,26 %), formula 4 (61,64 % : 20,55 %), dan formula 5 (60 % : 33,33 %). Formula tersebut dipilih berdasarkan kejernihan, kestabilan dan perbedaan jumlah fase minyak yang berat selisih tiap formulanya sama.

Hasil ketiga formula mikroemulsi dengan kandungan flukonazol 0,5% tidak menunjukan kekeruhan, hal tersebut terjadi karena flukonazol terlarut pada komponen

mikroemulsi, seperti minyak. dan

surfaktan/kosurfaktannya. Pengadukan selama proses penambahan minyak dapat memperkecil ukuran partikel minyak. Ketika minyak ditambahkan ke dalam campuran fase air, minyak lebih memilih larut di dalam misel karena sifatnya hidrofobik. Misel-misel ini melarutkan tetesan-tetesan minyak yang ukurannya sangat kecil sehingga campuran menjadi jernih. Lapisan pelindung misel cukup kuat untuk menghalangi penggabungan misel-misel atau fase dalam ke dalam bentuk yang lebih besar (Jufri, M., dkk., 2009).

Selama penyimpanan 28 hari menunjukkan pH sediaan tidak berubah besar walaupun terjadi peningkatan dan penurunan pH selama penyimpanan, tetapi pH tersebut masih berada pada kisaran rentang 5 – 10 yang merupakan persyaratan pH sediaan topikal, dari data yang diperoleh bahwa FC memperoleh nilai pH tertinggi dibandingkan dengan FB dan FA. Sampel dengan tipe mikroemulsi a/m akan memiliki nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan mikroemulsi tipe m/a dan tipe bicontinyus. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari fase minyak sebagai fase eksternal yang bersifat alkali, sehingga dapat

meningkatkan nilai pH dari sediaan

mikroemulsi. (Basheer S.H., et al., 2013)

Nilai viskositas dari ketiga formula berbeda-beda, FB memiliki nilai viskositas tertinggi kemudian diikuti dengan FA dan FC. Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara

viskositas dengan jumlah dari %

surfaktan/kosurfaktan serta air yang

ditambahkan, semakin banyak komponen

surfaktan/kosurfaktan dan air yang

ditambahkan maka akan semakin tinggi viskositas dari sediaan mikroemulsi tersebut. Jumlah % minyak tidak berpengaruh terhadap hasil viskositas (Moghimipur, E., et al., 2013, hal ini dapat terlihat bahwa semakin besar jumlah minyak yang ditambahkan dalam formulasi, viskositas dari sediaan mikroemulsi tidak mengalami kenaikan.

(6)

406 Tabel 2. Hasil Pengukuran pH dan Viskositas Sediaan Mikroemulsi Flukonazol

Hari ke- pH Viskositas (cP) FA FB FC FA FA FA 0 6,878±0,0 67 8,149±0,10 3 8,211±0,0 19 6,878±0,0 67 6,878±0,0 67 6,878±0,0 67 7 6,893±0,2 41 7,965±0,27 1 7,993±0,0 27 6,893±0,2 41 6,893±0,2 41 6,893±0,2 41 14 7,047±0,1 21 7,722±0,28 0 8,085±0,0 91 7,047±0,1 21 7,047±0,1 21 7,047±0,1 21 21 7,073±0,0 16 7,618±0,13 7 7,830±0,0 56 7,073±0,016 7,073±0,016 7,073±0,016 28 7,044±0,1 05 7,637±0,07 3 7,727±0,0 27 7,044±0,105 7,044±0,105 7,044±0,105

Pada uji difusi penelitian ini hasil yang diperoleh hanya terlihat pada menit 30 sampai menit 180, hal ini dikarenakan pada menit 10 sampai 20 hasil serapan menggunakan spektrofotometri UV-Visible yang diperoleh sangatlah kecil sehingga memberikan nilai negatif pada persentase jumlah flukonazol yang terpemeasi. Berdasarkan jurnal penelitian yang ada, bahwa pengukuran hasil uji difusi untuk

mikroemulsi flukonazol yaitu dengan

menggunakan High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) dan untuk pengukuran

hasil uji difusi yang menggunakan

spektrofotometri UV-Visible dilakukan pada menit 30 sampai dengan jam ke-6 (Salerno, C., et.al., 2010). Pada penelitian ini, data yang diperoleh pada menit 30 sampai 180 menunjukan bahwa FA memiliki laju difusi yang lebih baik dibandingkan dengan FB dan FC. Hal tersebut diduga karena dalam FA memiliki komponen isopropil miristat yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan FB dan FC. Jumlah minyak yang besar sebagai fase

pembawa pada FB dan FC diduga

mempengaruhi hasil difusi yang menyebabkan

flukonazol banyak terlarut dalam minyak sebagai fase pembawa dibandingkan dalam lapisan tanduk.

Jumlah isopropil miristat sebagai fase minyak yang sedikit dan jumlah air yang cukup banyak, maka bagian hidrofilik dari mikroemulsi dapat menghidrasi stratum korneum dengan jumlah yang lebih besar, yang bersifat melembabkan sehingga senyawa aktif dapat lebih mudah menyerap melalui jalur dari subkutan(12). Hal ini pula yang terjadi pada FA

sediaan mikroemulsi flukonazol. Selain dari jumlah minyak yang sedikit, penggunaan surfaktan dan ko-surfaktan yaitu Tween 80 dan propilen glikol memiliki interaksi positif, dimana terbukti bahwa dengan penambahan propilenglikol pada mikroemulsi dapat meningkatkan tingkat Konsentrasi Misel Kritis (KMK) dari surfaktan non-ionik seperti Tween 80, hal ini menjadi efek sinergis dari Tween 80 dan propilenglikol dalam tingkat penetrasi (Pandey A. et al., 2014).

(7)

407 Gambar 2. Profil laju difusi sediaan mikroemulsi

flukonazol

KESIMPULAN

Mikroemulsi yang mengandung

flukonazol diformulasikan untuk penggunaan topikal. Dengan beberapa komponen dan jumlahnya yang diformulasikan pada diagram fase terner. Kemudian dievaluasi secara in-vitro besar permeasi dari flukonazolnya. Formulasi terbaik yang diperoleh untuk mikroemulsi flukonazol adalah 5,24% IPM, Tween 80/PPG 47,13 % (2:1) dan air 47,13%.

DAFTAR PUSTAKA

Chandrakant, M.S., Nilofar N., & Rohit R.S. (2009). Preparation and Evaluation of Fluconazole Topical Microemulsion. Journal of Pharmacy Research. 2(3), 557-562

Glujoy, M., Salerno C., Bregni C., & Garlucci A.M. (2014). Percutaneous Drug Delivery Systems for Improving Antifungal Therapy Effectiveness: A Review. International Journal of Pharmacy and

Pharmaceutical Sciences, 6(6), 8-16

Jufri, M., Djadjadisastra J. & Maya L. (2009). Pembuatan Mikroemulsi dari Minyak Buah Merah. Majalah Ilmu

Kefarmasian, 6(1), 18-27

Laksmi, J., Kumar B.A., & Gupta S. Investigation of Microemulsion as a Potential Carrier for Advanced Transdermal Delivery: An Overview. Int. J. Pharm.

Sci. Rev. Res., 20(2), 51-59

Mantry, S., Patnaik A., Sriram N., Raju B.V. (2013). Formulation and Evaluation of Bifonazole Organogel as A Novel Topical Drug Delivery System. Ijpjournal, 3(10), 393-409

Moghimipour. E., Salimi A., & Eftekhari S. (2013). Design and Characterization of Microemulsion Systems for Naproxen. Advanced Pharmaceutical Bulletin, 3(1), 63-71

Pandey, A., Mitlal A., Chaucan N., & Alam S. (2014). Role of Surfactants as Penetration Enhancer in Transdermal Drug Delivery System. Molecular

Pharmaceutics & Organic Process Research, 2(2),

2-10

Shah R.R., Magdum C.S., Wadkar K. A., & Naikwade N.S. Fluconazole Topical Microemulsion:

Preparation and Evaluation. Research J. Pharm.

and Tech., 2(2), 353-357

Basheer. H.S., Noordin M.I., & Ghareeb M.M. (2013). Characterization of Microemulsion Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and Cosurfactants. Tropical Journal of Pharmacetical

Research, 12(3), 305-310

Salerno, C., Carluci A.M., & Bregni C. (2010). Study of In Vitro Drug Release and Percutaneous Absorption of Fluconazole from Topical Dosage Forms. AAPS

PharmSciTech. 11(2), 986-993

Salimi, A., Zadeh B.S.M., Savavi G. (2013). Effect of Formulation Components on the In Vitro Skin Permeation of Microemulsion Drug Delivery System of Piroxicam. Int. Res J Pharm. App Sci., 3(4), 152-160

Maggie, S. Langlois, J.A. & Minicuci, N. 1998. Sleep Complaints in Community Dwelling Older Persons: Prevalance Associated Factors and Reported Causes. J. Am. Geriatry, 46(2): 161-168.

May, R.J. 1997. Pharmacotherapy Apathophysiologic

Approach. Adverse Drug Reactions and

Interactions. Stamford, CT: Appleton and Lange

Paradiso, S. & Robinson, R.G. 1998. Gender Differences in Poststroke Depression. The Journal of

Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences, 10:

41-47.

Quinn D.I & Day R.O. 1997. Clinically Important Drug Interactions, in Avery’s Drug Treatment,4th Edition.

(8)

408

Rianjani, E. 2010. Kejadian Insomnia Berdasarkan

Karakteristik dan Tingkat Kecemasan pada Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.

Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

Zhan, C. Sangael, J. Bierman, A.S. Miler, M.R. Friedman, B. Wickizer, S.W. & Meyer, G.S. 2001. Potentially Inappropriate Medication Use in The Community-Dwelling Elderly. JAMA, 286(22): 2823-2829.

Gambar

Gambar  1.  Diagram  fasa  terner  mikroemulsi  flukonazol

Referensi

Dokumen terkait

Urusan pemerintahan adalah pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga masyarakat, pembentukan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II yang memiliki langkah langkah yaitu pembagian

Sedangkan Aly et.al (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan laporan keuangan melalui internet dan menemukan hasil bahwa profitabilitas, coorporate

Mengacu pada pendapat-pendapat diatas yang dimaksud motivasi dalam penelitian ini adalah dorongan atau kemauan anggota masyarakat Desa Gisting Kecamatan Gisting

Kao što je spomenuto u trećem poglavlju, ukoliko se prostorna funkcija pomnoži s jezgrenom funkcijom , te integrira po području definicije neke čestice, može se dobiti

Berikut gambaran persentase puskesmas yang melaksanakan kesehatan kerja di kabupaten/ kota Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2019 dengan hasil capaian yang menunjukkan bahwa program

Akan diampuni dan mendapat pahala yang besar .“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, yang mukmin, yang tetap dalam ketaatannya, yang benar, yang sabar, yang khusyuk,