• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah kebutuhan pangan asal sayuran, termasuk didalamnya kubis bunga (Cahyono, 2001). Sebagai tanaman dwimusim, bagian kubis bunga yang dikonsumsi adalah kelopak bunganya. Bunga membentuk bagian yang padat berwarna putih atau agak krem, diameternya dapat mencapai 30 cm. Kandungan gizinya yaitu: air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, besi, vitamin A , tiamin, riboflavin, nikotinamide, dan asam askorbat. Asumsi gizi yang cukup tinggi membuat kubis bunga disukai (Ashari, 1995).

Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kubis bunga juga dipasarkan secara meluas ke luar negeri antara lain Jepang, Singapura, Malaysia, dan Taiwan. Bahkan kubis bunga telah menduduki jajaran kelompok 6 besar sayuran segar yang menjadi andalan komoditi ekspor Indonesia ke beberapa negara. Bersamaan dengan bawang merah, tomat, kentang, cabai, dan kubis (Cahyono, 2001).

Namun, produksi kubis bunga di Indonesia masih terkendala oleh beberapa permasalahan. Harga jual yang tidak stabil serta gangguan dari hama dan penyakit merupakan kendala terpenting dalam budidaya kubis bunga ini. Beberapa hama penting tanaman kubis bunga yaitu ulat daun (Plutella xylostela), ulat tanah (Agrotis

ipsilon), ulat grayak (Spodoptera litura), dan ulat krop (Crocidolomia pavonata)

(2)

adalah penyakit mati bujang (Phytium ultimum), busuk daun (Xanthomonas

campetris), dan busuk pangkal batang (Rhizoctonia solani) (Ashari, 1995).

Namun demikian, di sentra tanaman sayur Rejang Lebong, Bengkulu diketahui terjadi kerusakaan kubis bunga yang cukup parah akibat serangan respo atau siput (Parmarion puppilaris). Kerapatan siput setengah cangkang ini lebih tinggi pada tanaman tua dari pada tanaman muda. Bahkan pada kerapatan populasi siput setengah cangkang > 5 ekor per tanaman kubis bunga yang sedang membentuk bunga menyebabkan kehilangan hasil (yang siap dipasarkan) > 50%. Sehingga petani setempat menganggap siput setengah cangkang merupakan hama utama pada tanaman kubis bunga (Apriyanto, 2003).

Siput setengah cangkang ini juga dilaporkan banyak ditemukan di pegunungan Tengger menyerang pertanaman sayur-sayuran dan menimbulkan kerusakan pada tanaman muda. Di Jawa Tengah jenis siput ini juga menyebabkan kerusakan pada pertanaman tembakau, bahkan pernah terjadi kerusakan pada persemaian milik rakyat seluas 1,5 ha (Rahayu dkk, 2000). Selanjutnya, Tim Laboratorium Moluska Bidang Zoologi memfokuskan penelitian pada jenis siput yang menjadi hama. Di Jawa Tengah, lokasi pertama yang dikunjungi adalah perkebunan teh Kaligua Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes. Di hamparan kebun teh terdapat kebun sayur, terutama kubis & kacang-kacangan, pada kubis ditemukan siput (Parmarion

pupillaris). Siput itu ditemukan pula menyerang labu siam. Melihat kondisi

penyerangan pada tanaman kubis diperkirakan tingkat kerusakannya sedang (Mujiono, 2009).

Dari hasil pengamatan lapangan yang dilakukan baru-baru ini di Kabupaten Karo khususnya di Brastagi, ternyata siput setengah cangkang banyak ditemukan pada pertanaman kubis dan kubis bunga. Bahkan petani setempat menyatakan siput

(3)

setengah cangkang merusak krop pada tanaman kubis bunga sehingga menurunkan harga jual.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan siput setengah cangkang (Parmarion sp.) pada tanaman kubis bunga ini cukup merugikan, namun informasi mengenai siput setengah cangkang ini sangat sedikit sekali. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kerusakaan yang ditimbulkan siput serta perkembangan populasinya pada tanaman kubis bunga di lapangan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh umur tanaman, jumlah siput dan interaksinya terhadap kerusakaan, persentase tanaman terserang, perkembangan populasi siput setengah cangkang dan produksi tanaman kubis bunga.

Hipotesa Penelitian

Semakin tinggi populasi siput setengah cangkang (Parmarion sp.) seiring dengan meningkatnya umur tanaman maka daya rusak siput setengah cangkang akan semakin tinggi pula, sehingga kehilangan hasil panen kubis bunga akan semakin besar dan produksi menurun.

(4)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

3. Sebagai bahan acuan untuk dapat melakukan penelitian-penelitian lanjutan terutama yang berkaitan dengan siput setengah cangkang (Parmarion sp.)

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Karakteristik Siput Setengah Cangkang (Parmarion sp.)

Menurut Hoong (1995), klasifikasi siput setengah cangkang adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Gastropoda Ordo : Pulmonata Family : Helicarionidae Genus : Parmarion

Parmarion sp. termasuk siput setengah telanjang karena masih terlihat adanya

cangkang kecil yang tereduksi. Mantel dan cangkang membentuk tonjolan di bagian punggung, menutupi dari bagian kepala hingga separuh bagian tubuhnya. Cangkang tipis berwarna kuning kecoklatan, mengkilat, berbentuk seperti kuku. Panjang tubuhnya 3–5 cm, berwarna coklat kekuningan atau coklat keabuan dan semakin gelap pada tubuh bagian belakang. Terdapat dua garis lateral yang sejajar berwarna hitam. Garis ini memanjang mulai dari pangkal antena di kepala hingga bagian ujung belakang tubuhnya (Isnaningsih, 2008). Parmarion sp. adalah siput tanpa cangkang yang termasuk binatang berkaki perut atau Gastropoda. Siput ini pada saat berjalan mengeluarkan lendir yang bersifat toksik terhadap tanaman dan siput tersebut merusak tanaman dengan memakan daun (Kalshoven, 1981).

(6)

Gambar 1. Parmarion sp. dewasa

Siput setengah cangkang ini bersifat hermaprodit. Setiap individu memiliki kedua alat reproduksi baik jantan maupun betina dan dapat menghasilkan telur. Daur hidup siput umumnya sekitar 1 tahun dalam stadia belum dewasa atau pradewasa dan pada tahun kedua sebagai stadia dewasa. Stadia pra dewasa lebih kecil dalam ukuran dan warnanya lebih cerah, tetapi menyerupai dewasa dalam bentuk. Siput dewasa meletakkan telur secara berkelompok dengan 10-15 butir per kelompok. Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 300 butir. Telur tersebut akan menetas lebih kurang selama 10 hari pada cuaca hangat atau sampai 100 hari pada cuaca dingin. Rata-rata pematangan telur adalah sekitar 1 bulan (Jones, 2002).

Gambar 2. Kelompok telur Parmarion sp.

Siput setengah cangkang mempunyai batas untuk melindungi tubuhnya akibat kekurangan air dan membutuhkan air yang cukup untuk tetap bertahan hidup. Siput

(7)

dapat mengabsorbsi air secara langsung dari kulitnya atau dengan minum dari sumber air. Siput setengah cangkang mula-mula makan pada malam hari, namun dapat juga datang pada cuaca berkabut, setelah hujan atau setelah pengairan (Clement & May, 2002). Siput setengah cangkang ini juga memiliki sifat mampu mengakumulasi logam berat (Cu, Mn, Sn dan Zn), mudah diperoleh, mobilitas yang rendah, aktifitas sepanjang tahun, dan daerah penyebaraannya luas (Nugroho & Notosoedarmo, 2002).

Siput setengah cangkang mensekresikan lendir, untuk melindungi dirinya dari kehilangan air yang cepat. Siput juga menghasilkan lendir di depan kaki untuk berjalan merayap. Jalur lendir, yang pada saat tertentu mengkilap dan terlihat di

sekitar tanah dan tumbuh-tumbuhan sering menjadi bukti awal adanya populasi siput (Donahue & Brewer, 1998).

Gejala Serangan

Siput setengah cangkang memakan daun, batang, bunga dan buah pada tanaman. Kerusakan pada tanaman biasanya terlihat dari adanya lubang dan bekas gigitan pada permukaan buah, sayuran dan daun (Hooks & Hinds, 2009). Banyak sayur-sayuran di lapangan yang sesuai atau disukai untuk dirusak siput. Siput setengah cangkang banyak merusak brokoli, kubis dan kubis bunga. Siput setengah cangkang merusak bagian kepala atau krop yang telah masak, pada akhirnya kehilangan hasil panen dan tidak dapat diterima oleh konsumen karena telah terkontaminasi lendir dan kotoran siput (Glen, 2005).

Gejala tanaman yang terserang siput setengah cangkang adalah bekas lubang– lubang tak beraturan pada daun. Bekas lendir yang sedikit mengkilat dan kotoran menjadi tanda yang membedakan serangan siput setengah cangkang dengan ulat. Selain memakan daun, Parmarion juga menyerang akar dan tunas serta seringkali

(8)

merusak persemaian atau tanaman yang baru saja tumbuh bahkan pada umur lanjut pada tanaman kubis bunga. Siput setengah cangkang ini juga memakan bahan organik yang telah busuk ataupun tanaman yang masih hidup (Isnaningsih, 2008).

Gambar 3. Gejala serangan Parmarion sp.

Gambar

Gambar 1. Parmarion  sp. dewasa
Gambar 3. Gejala serangan Parmarion sp.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemberian POC bonggol pisang dan ampas tahu tidak menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh model pembelajaran berbasis proyek melalui biografi pahlawan nasional dalam meningkatkan motivasi belajar dan

Pembahasan yang telah dipaparkan menunjukkan bahwa adanya hubungan antara dukungan orang tua dengan konsep diri yang ada ini dapat dijelaskan dari hasil uji yang

Hal ini menunjukkanbahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat hubungan positif antar efikasi diri dan dukungan social keluarga

Oleh karena itu pembangunan mood karakter tokoh pada beberapa adegan melalui kontras pada tata cahaya yang digambarkan pada film ini akan mengacu pada adegan yang

Masjid kampus pun menjadi unsur penting dalam membina sikap kebangsaan yang antisipatif terhadap radikalisme (Fauroni et al. Agar pendidikan mampu mewujudkan

Penyakit yang disebabkan oleh cendawan patogen yang menyerang tanaman tomat yaitu busuk daun, Penyakit busuk buah, batang dan layu Fusarium.Tujuan dalam penelitian ini

An Error Analysis of the English Vowels Pronunciation in Speaking for Instructional Purposes of the Fifth Semester Students of English Education Department of Teacher