BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Definisi Evaluasi
Terdapat beberapa definisi tentang evaluasi berdasarkan para ahli, Menurut Ralph W.Tyler dalam (Wirawan 2012:80) mendefinisikan evaluasi sebagai “process of determining to what extent the educational objective are actually being realized”. Evaluasi merupakan proses menentukan sampai seberapa jauh tujuan pendidikan sesungguhnya dapat dicapai. Sedangkan menurut Strufflebeam dan Shinkfield evaluasi merupakan proses menyediakan informasi yang dapat membantu membuat keputusan dan meningkatkan
pemahaman terhadap fenomena.
(Widoyoko,2012:2). Pengertian evaluasi juga didefinisikan oleh Komite Studi Nasional tentang Evaluasi yaitu proses pemilihan pengumpulan, analisis, dam penyajian informasi yang dapat digunakan dalam pengambilan sebuah keputusan serta penyusunan program selanjutnya. (Widoyoko,2012:4). Definisi lain tentang evaluasi menurut Suchman dalam Suharsimi dan Cepi (2004:1) adalah proses menentukan hasil dari
tercapai.Dari beberapa pengertian tentang evaluasi dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses penilaian sebuah kegiatan yang telah direncanakan dengan cara mengumpulkan informasi yang ada guna mengambil sebuah keputusan, memperbaiki kegiatan yang selanjutnya serta mengetahui kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang akan dicapai atau tidak.
Evaluasi proses meneliti dan menilai apakah layanan program telah dilaksanakan seperti yang direncanakan. Evaluasi ini juga menilai mengenai strategi pelaksanaan program Evaluasi manfaat meneliti, menilai dan menentukan apakah program telah menghasilkan perubahan yang diharapkan. Evaluasi akibat mengukur apakah klien yang mendapat layanan berubah
2.2. Tujuan Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai beberapa tujuan sesuai dengan objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan evaluasi antara lain:
a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat.
b. Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.
c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar
d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan.
e. Pengambangan staf program.
f. Memenuhi ketentuan undang-undang. g. Akredetasi program
h. Mengukur cost effectiveness dan cost efficiency. i. Mengambil keputusan mengenai program.
2.3. Model-model evaluasi
Terdapat beberapa model evaluasi yang telah dikembangkan oleh para ahli yang dapat digunakan sebagai acuan mengevaluasi sebuah program. Model-model evaluasi program diantaranya : Goal Oriented Evaluation Model, Goal Free Evaluation Model, Formatif Summatif Evaluation Model, Countenance Evaluation Model, Responsive Evaluation Model, CSE-UCLA (Center for the Study of Evaluation and University of California in Los Angels) Evaluation Model, CIPP (Context, Input, Process, Product) Evaluation Model, dan Discrepancy Model, dalam hal ini penulis memilih CIPP Evaluation Model.(Suharsimi Arikunto,2010 : 40).
Model evaluasi ini dikembangkan oleh Stufflebeam,dkk pada tahun 1967 di Ohio State University. Model CIPP ini merupakan sebuah singkatan dari kata Context, Input, Process, dan Product. Model CIPP merupakan model yang memandang program yang dievaluasi sabagai sebuah sistem. (Suharsimi Arikunto, 2010:45). Menurut Stufflebeam, konsep dari CIPP memiliki tujuan penting dari evaluasi adalah bukan membuktikan tetapi memperbaiki. (Widoyoko, 2012 : 181). Dalam hal ini jika evaluator sebagai pelaksana maka evaluator harus menganalisis dari tiap-tiap komponen yang ada.
Komponen-komponen tersebut yaitu : 1. Evaluasi Konteks (Context)
Evaluasi konteks merupakan evaluasi yang menggambarkan secara rinci yaitu :
a. lingkungan program,
b. kebutuhan yang tidak terpenuhi,
c. karakteristik populasi dan sampel yang dilayani dan tujuan proyek.
2. Evaluasi Masukan(Input)
Evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, rencana apa
dan strategi untuk mencapai tujuan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. 3. Evaluasi Proses (Process)
Evaluasi proses untuk mengetahui sejauh mana rencana yang telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki.
4. Evaluasi Produk atau Hasil (Product)
Evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2.4. Partisipasi Masyarakat
2.4.1. Definisi Partisipasi
H.A.R.Tilaar, (2009:287) mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya.
Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah (2001: 38) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :
a. Partisipasi Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.
b. Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya.
Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D (2011: 61-63) membedakan patisipasi menjadi empat jenis, yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan. Dan Keempat, partisipasi dalam evaluasi.
Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut menyumbangkan gagasan
atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.
Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan.
Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas.
Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase keberhasilan program.
Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah direncanakan sebelumnya.
2.4.2. Bentuk Partisipasi
Bentuk partisipasi menurut Effendi yang dikutip oleh Dwiningrum (2011: 58), terbagi atas 3 bentuk yaitu :
a. Partisipasi Vertikal
Partisipasi vertikal terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut, atau klien.
b. Partisipasi Horizontal
Partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya.
2.4.3. Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Sekolah merupakan lembaga formal yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dan lingkungannya. Sebaliknya, masyarakat juga tidak dapat dipisahkan dari sekolah, dapat dikatakan demikian karena keduanya memiliki kepentingan yang saling berhubungan, sekolah merupakan lembaga formal yang diberikan tugas untuk
mendidik, melatih, dan membimbing generasi penerus bagi peranannya di masa yang akan datang, dan masyarakat ,merupakan pengguna jasa pendidikan tersebut. Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk komunikasi ekstern yang dilakukan atas dasar kesamaan tanggung jawab dan tujuan. Masyarakat merupakan kelompok dan individu-individu yang berusaha menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha pendidikan (Mulyasa, 2012:147).
Menurut Mulyasa (2012:148) Tujuan sekolah memiliki hubungan dengan msyarakat antara lain : a. Demi kepentingan sekolah,
Berdasarkan dimensi kepentingan sekolah, hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan untuk memelihara kelangsungan hidup sekolah, meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, memperlancar kegiatan belajar mengajar, dan memperoleh bantuan dan dukungan dari masyarakat dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan program-program sekolah.
b. Kebutuhan Masyarakat
Berdasarkan dimensi kebutuhan masyarakat, tujuan pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah untuk memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperoleh kemajuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapai masyarakat, menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, memperoleh kembali anggota-anggota masayarakat
yang terampil dan makin meningkat
kemampuannya.
Hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan program bersama bagi pembinaan peserta didik, dapat mengurangi dan mencegah kemungkinan anak berbuat nakal karena program yang padat dan menarik tidak member kesempatan atau kemungkinan kepada peserta didik untuk berbuat yang kurang baik (Mulyasa,2012:149).
2.5.
Mutu Pendidikan
2.5.1 Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan menurut Permendiknas nomor 63 tahun 2009 adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan Nasional, selain
mutu pendidikan, perlu ditetapkan pula penjaminan mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan merupakan kegiatan yang sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah, dan masyarakat untuk menaiikan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan.
Arcaro (2007:75) mengembangkan definisi mengenai mutu yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan adalah suatu proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan.
Menurut Dzaujak Ahmad (1996) “mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut.
Dari beberapa pendapat tentang mutu diatas, dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan adalah proses perbaikan dari segi input, proses maupun output dari sebuah organisasi.
2.5.2 Indikator Mutu Pendidikan
Menurut Nurhasan (1994) indikator atau kriteria yang dapat dijadikan acuan mutu pendidikan adalah :
1. Peserta didik dan lingkungan.
2. Instrumen input, yaitu alat berinteraksi dengan (peserta didik).
3. Proses pendidikan
4. Hasil langsung pendidikan, hasil langsung ini merupakan hasil yang dipakai sebagai tolok ukur mutu pendidikan pada suatu lembaga pendidikan.
5. Hasil akhir lembaga pendidikan.
2.6 Penelitian yang Relevan
Penelitian Amir Daud menemukan bahwa Peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan masih kurang. Hal ini didukung oleh sejumlah data, yaitu: 1) hanya sekitar 45% komite sekolah yang selalu berperan secara aktif, 2) hanya sekitar 36% tokoh masyarakat yang menyatakan bahwa selalu terlibat secara langsung dalam perencanaan program sekolah, pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, memberi bantuan baik berupa tenaga,dana maupun bahan, serta terlibat aktif dalam bentuk pemikiran.
Namun demikian, masih terdapat 11% tokoh masyarakat yang tidak pernah terlibat atau diikutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta pertanggungjawaban program dan kualitas pendidikan di sekolah; (3) hanya sekitar 35% orang tua siswa yang selalu terlibat. secara langsung dalam perencanaan program sekolah, pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, memberi bantuan baik berupa tenaga, dana maupun bahan, serta terlibat aktif dalam bentuk pemikiran.
Dalam penelitian Muhamad Munadi (2008) yang berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Kota Surakarta menemukan bahwa Kebijakan publik bidang pendidikan yang dibuat selama kurun 2005 - 2006 di Kota Surakarta telah mengupayakan partisipasi masyarakat dalam pembuatannya, tetapi partisipasinya masih mendasarkan pada aturan yang mewajibkannya. Kebijakan publik bidang pendidikan yang dibuat selama kurun 2005 – 2006 di Kota Surakarta adalah alokasi anggaran pendidikan di APBD dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pendidikan.
anggaran pendidikan pada APBD mendasarkan pada model bottom up dari mulai Musyawarah rencana membangun kelurahan (musrenbangkel), musyawarah rencana membangun kecamatan (musrenbangcam) dan musyawarah rencana membangun kota(musrenbangkot). Proses ini ditutup dengan public hearing dalam pembahasan APBD dalam bentuk RAPBD sebelum disahkan.
2.7 Kerangka Berfikir
Berikut akan disajikan kerangka berfikir untuk mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan di SD Negeri Kauman Kidul Salatiga.
Program Peningkatan Mutu Pendidikan SD
Contex
t
Objek yang dievaluasi : - Program sekolah - Lingkungan sekolah - Kebutuhan Sekolah - Latar Belakang Orang
tua peserta didik.
Input
Process
Objek yang dievaluasi : Sarana prasarana
- Pendanaan
Objek yang dievaluasi : Implementasi
program sekolah
Product Objek yang dievaluasi :- Hasil program
sekolah Pengumpulan Data : - Observasi - Wawancara - Dokumentasi Pengumpulan Data : - Observasi - Wawancara - Dokumentasi Pengumpulan Data : - Wawancara - Dokumentasi Pengumpulan Data : - Observasi Wawancara Data dianalisis Judgement Data dianalisis Judgement Data dianalisis Judgement Data dianalisis Judgement Kesimpulan dan saran
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Evaluasi Partisipasi Masyarakat dalam Peningkatan Mutu Pendidikan