• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPATUHAN HAND HYGIENE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPATUHAN HAND HYGIENE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KEPATUHAN HAND HYGIENE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

Sri Melfa Damanik1 , F. Sri Susilaningsih1 , Afif Amir Amrullah1 1

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat

ABSTRAK

Infeksi nosokomial merupakan masalah besar yang dihadapi rumah sakit dan dapat disebarkan melalui kontak tangan. Hand Hygiene merupakan salah satu cara yang paling sederhana dan efektif untuk mencegah infeksi nosokomial. Berdasarkan temuan di Ruang Rawat Inap Prima I Rumah Sakit Immanuel Bandung banyak petugas kesehatan yang tidak melakukan hand hygiene. Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui kepatuhan perawat melakukan hand hygiene dan faktor-faktor yang berhubungan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode proportional random sampling pada 58 perawat. Hasil penelitian ini diperoleh kepatuhan perawat melakukan hand hygiene sebesar 48,3% dan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja (p = 0,026), pengetahuan (p = 0,000), dan ketersediaan tenaga kerja (p = 0,000) dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Ketersediaan tenaga kerja merupakan faktor paling dominan. Dari temuan tersebut rumah sakit perlu menyeimbangkan ketenagaan dan mengingatkan perawat melakukan hand hygiene melalui upaya pendidikan kesehatan.

Kata Kunci : Kepatuhan, Hand Hygiene, Perawat

ABSTRACT

Nosocomial infections is a major issue that happened in the hospital. Health worker hands is source of disease transmission. Hand hygiene is the simplest and most effective measure for preventing nosocomial infection. Based on the facts in Care Unit at Immanuel Hospital found that there were a lot of health workers who didn’t done it. This correlation descriptive research is aimed to explore nurse compliance and the factors that associated with it. The data collection is done by proportional random sampling method for 58 nurses. This research found that the description of nurse compliance is 48,3% and there were a significant relationship between the period of employment (p = 0.026), personal knowledge (p = 0.000), and availability of employee (p = 0.000) with compliance. Availability of employee was predominant factor. From these findings suggested that the balanced availability of employee needs to be pursued constantly by hospitals and to do health education efforts.

(2)

PENDAHULUAN

Infeksi nosokomial merupakan masalah besar yang dihadapi rumah sakit, tidak hanya menyebabkan kerugian sosial ekonomi, tetapi juga mengakibatkan penderita lebih lama berada di rumah sakit. Hal ini berarti menambah beban tambahan bagi rumah sakit dalam hal biaya maupun tugas yang akan dikerjakan oleh tenaga kesehatan. Penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat.

Pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial dan pencegahannya merupakan stimulus sosial yang dapat menimbulkan respon emosional terhadap upaya universal precaution sehingga akan meningkatkan peran sertanya dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial. Pada tanggal 2 Mei 2007 WHO Collaborating Centre for Patient Safety resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions”, Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Salah satu solusi tersebut adalah peningkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab hal ini terjadi yaitu kurangnya pengetahuan tentang pentingnya cuci tangan, rendahnya pengawasan praktik mencuci tangan dan kurangnya gambaran yang positif tentang cuci tangan. Faktor lain yang juga mendukung ketidaktaatan adalah kekurangan tenaga di ruangan kerja dan jenis kelamin (Hassan, 2004). Selain itu Peningkatan pengetahuan dan kemudahan mengakses dispenser dengan alcohol hand rub (ALC) sebagai antiseptik mencuci tangan secara

(3)

signifikan juga dapat meningkatkan kepatuhan mencuci tangan petugas kesehatan (Beyea, 2003).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Immanuel pada tanggal 19 dan 21 November 2011, peneliti mengobservasi 15 perawat dalam melakukan hand hygiene, didapatkan hasil kepatuhan perawat melakukan hand hygiene hanya sebesar 40%. Hasil yang paling dominan perawat tidak melakukan kebersihan tangan (hand hygiene) pada saat bersentuhan dengan tubuh pasien dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. Berdasarkan hasil observasi, peneliti juga melihat bahwa perawat yang melakukan cuci tangan di air yang mengalir tidak mengikuti bagaimana prosedur langkah mencuci tangan yang benar yang telah ditetapkan oleh WHO.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk membuat suatu penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat melakukan hand hygiene di Ruang Rawat Inap Prima I Rumah Sakit Immanuel Bandung”. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene di Ruang Rawat Inap Prima I rumah Sakit Imanuel.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene di Ruang Rawat Inap Prima I Rumah Sakit Imanuel. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan kepatuhan

perawat dalam melakukan hand hygiene di Ruang Rawat Inap Prima I Rumah Sakit Imanuel.

(4)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasi. Variabel dependen adalah kepatuhan perawat melakukan hand hygiene sedangkan variabel independen ada 8 faktor yaitu faktor usia, pengetahuan, masa kerja, tingkat pendidikan, ketersediaan tenaga kerja, fasilitas, pengawasan ,dan kebijakan Rumah Sakit. Jumlah sampel sebanyak 58 perawat. Tehnik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Metode observasi dengan check list untuk melihat praktik hand hygiene yang dilakukan oleh responden. Observasi dilakukan berupa format yang berisi item-item yang perlu diamati menggunakan checklist dengan 2 alternatif jawaban, yaitu jawaban “Ya” dan “Tidak”.

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu untuk menggambarkan kepatuhan perawat melakukan hand hygiene dilakukan observasi dengan 10 kesempatan melakukan hand hygiene, perawat dikatakan patuh jika responden melakukan praktik hand hygiene ≥ 50% dari kegiatan yang seharusnya dilakukan, demikian sebaliknya. Selanjutnya variabel independent dan vaeiabel dependent dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan chi square, faktor-faktor yang memiliki hubungan akan dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan analisa regresi logistik sederhana untuk mencari faktor yang paling dominan.

(5)

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene di Ruang Rawat Inap Prima I Rumah Sakit Immanuel Bandung

No Kategori frekuensi (f) Persentase (%)

1 Patuh 28 48,3%

2 Tidak Patuh 30 51,7%

Jumlah 58 100,0%

Tabel 1 menunjukkan 51,7% perawat tidak patuh melakukan hand hygiene.

Tabel 2 Distribusi perawat terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene berdasarkan faktor usia, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, pengawasan, kebijakan, tenaga kerja, dan ketersediaan fasilitas di Ruang Rawat Inap Prima I Rumah Sakit Immanuel Bandung

Faktor Kategori

Kepatuhan Melakukan Hand Hygiene (HH)

Tidak Patuh Patuh Total

F % F % Total %

Usia Dewasa awal 30 51,7% 26 44,8% 56 96,6%

Dewasa madya 0 0,0% 2 3,4% 2 3,4%

Pendidikan Rendah 26 44,8% 24 41,4% 50 86,2%

Tinggi 4 6,9% 4 6,9% 8 13,8%

Masa kerja < 2 tahun 9 15,5% 2 3,4% 11 19,0%

≥ 2 tahun 21 36,2% 26 44,8% 47 81,0% Pengetahuan Kurang 29 50,0% 10 17,2% 39 67,2% Cukup 1 1,7% 18 31,0% 19 32,8% Pengawasan Tidak 6 10,3% 3 5,2% 9 15,5% Ya 24 41,4% 25 43,1% 49 84,5% Kebijakan Tidak 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% Ya 30 51,7% 28 48,3% 58 100,0%

Tenaga kerja Kurang 26 44,8% 5 8,6% 31 53,4%

Cukup 4 6,9% 23 39,7% 27 46,6%

Fasilitas Tidak 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tersedia 30 51,7% 28 48,3% 58 100,0%

Tabel 2 menunjukkan distribusi perawat menurut usia, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, pengawasan, kebijakan, ketersediaan tenaga kerja, dan fasilitas. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 58 responden yang diteliti 96,6% berada dalam

(6)

kategori usia dewasa awal, 86,2% mempunyai tingkat pendidikan rendah, 81,0% telahbekerja lebih dari 2 tahun, 67,2% memiliki pengetahuan perawat tentang hand hygiene dalam kategori kurang baik, 84,5% megatakan bahwa adanya pengawasan, 100% mengatakan bahwa adanya kebijakan rumah sakit tentang panduan hand hygiene, 53,4% mengatakan ketersediaan tenaga kerja dalam kaegori kurang, dan 100% mengatakan fasilitas untuk melakukan hand hygiene tersedia.

Tabel 3 Analisis hubungan faktor-faktor internal dan eksternal dengan kepatuhan melakukan Hand Hygiene (HH)

Faktor Kategori Kepatuhan Chi

Kuadrat

Kontingency

C nilai p tidak patuh Total

Usia Dewasa awal 30 26 56 2,219 0,192 0,136 Dewasa madya 0 2 2 Total 30 28 58 Pendidikan Rendah 26 24 50 0,011 0,014 0,916 Tinggi 4 4 8 Total 30 28 58 masa kerja < 2 tahun 9 2 11 4,923 0,280 0,026 ≥ 2 tahun 21 26 47 Total 30 28 58 Pengetahuan Kurang 29 10 39 24,427 0,544 0,000 Cukup 1 18 19 Total 30 28 58 Pengawasan Tidak 6 3 9 0,953 0,127 0,329 Ya 24 25 49 Total 30 28 58 Kebijakan Tidak 0 0 0 TA TA TA Ya 30 28 58 Total 30 28 58 Tenaga kerja Kurang 26 5 31 27,560 0,568 0,000 Cukup 4 23 27 Total 30 28 58 Fasilitas Tidak 0 0 0 TA TA TA Tersedia 30 28 58 Total 30 28 58

Tabel 3 menunjukkan analisis responden menurut faktor-faktor internal dan eksternal dengan kepatuhan melakukan hand hygiene di Ruang Rawat Inap Prima I

(7)

Rumah Sakit Immanuel Bandung. Berdasarkan tabel diatas dapat dikemukakan bahwa Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor usia, masa kerja, tingkat pendidikan, pengawasan, kebijakan rumah sakit, dan ketersediaan fasilitas dengan kepatuhan melakukan hand hygiene sedangkan untuk faktor pengetahuan, ketersediaan tenaga kerja, dan masa kerja terdapat hubungan yang bermakna dengan kepatuhan melakukan hand hygiene dimana masing-masing faktor mempunyai nilai p < taraf kekeliruan (α =0,05). Faktor tenaga kerja (C = 0,568) dan pengetahuan (C = 0,544) nilai hubungannya dalam kategori sedang sedangkan masa kerja (C = 0,280) dalam kategori rendah.

Tabel 4 Hasil uji regresi logistik sederhana

No Variabel B Wald P value OR 95% confidence

interval lower Upper 1 Usia 19.371 .000 .999 - - - 2 Masa kerja 21.428 .000 .998 5.571 1.085 28.622 3 Pengetahuan 21.274 .000 .998 52.200 6.153 442.830 4 Tenaga kerja 3.045 8.984 .003 29.900 7.159 124.879

Berdasarkan tabel 4 dapat dikemukakan bahwa variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan melakukan hand hygiene adalah variabel ketersediaan tenaga kerja dengan nilai p value 0,003 (α < 0,05).

PEMBAHASAN

1. Hubungan antara usia responden dan kepatuhan melakukan hand hygiene

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa rata-rata responden paling banyak yaitu pada dewasa awal dengan rentang usia 18 tahun sampai 40 tahun dibandingkan dengan usia dewasa madya >40-60 tahun ( Hall, Lindzey & Campbell, 1998) dan rata–

(8)

rata usia perawat di ruang rawat inap prima I adalah 30 tahun. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada rentang usia dewasa awal lebih banyak tidak patuh melakukan hand hygiene dibanding dengan rentang usia dewasa madya. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Hassan (2004) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok rentang usia dewasa awal dan dewasa madya pada indikasi melakukan hand hygiene.

Pada rentang usia dewasa awal dilihat dari sisi tugas tahap perkembangannya, yaitu mempunyai pola kooperatif, kompetitif dan pola persahabatan. Tahapan usia ini jika dihubungkan dengan pelaksanaan aktivitas hand hygiene dapat dilakukan dengan memanfaatkan tahapan perkembangan petugas kesehatan tersebut. Hal ini didukung oleh A’sad (2000) yang mengatakan bahwa pekerja usia 20-30 mempunyai motivasi kerja relatif tinggi dibanding pekerja usia tua.

2. Hubungan antara tingkat pendidikan responden dan kepatuhan melakukan hand hygiene

Tingkat pendidikan perawat di Ruang Rawat Inap Prima I Rumah sakit Immanuel Bandung bervariasi. Perawat yang memiliki tingkat pendidikan D III sebanyak 50% dan selebihnya S1 sebanyak 8%. Hasil analisis hubungan antara kepatuhan dan tingkat pendidikan responden didapatkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hassan (2004) yang mana dilakukan pada responden yang homogen yaitu semuanya pada level registered nurse (RNs). Namun walaupun demikian hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara

(9)

keseluruhan tingkat kepatuhan pada level registered nurse dalam melakukan hand hygiene masih < 50% yaitu 32%.

3. Hubungan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan melakukan hand hygiene

Hasil analisis terhadap pengetahuan responden tentang hand hygiene melalui kuesioner didapatkan bahwa 39 orang responden (67,2%) memiliki pengetahuan yang masih kurang. Hasil analisis hubungan antara kepatuhan melakukan hand hygiene dan tingkat pengetahuan diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan perawat melakukan hand hygiene.

Banyak faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat melakukan hand hygiene, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan perawat akan pentingnya melakukan hand hygiene dalam mengurangi penyebaran bakteri dan terjadinya kontaminasi pada tangan dan kurang mengerti tentang tekhnik melakukan hand hygiene yang benar (Pitted & Boyce, 2001). Hal ini juga dinyatakan oleh WHO (2002) bahwa kurangnya pengetahuan tentang hand hygiene merupakan salah satu hambatan untuk melakukan hand hygiene sesuai rekomendasi.

4. Hubungan antara masa kerja dan kepatuhan melakukan hand hygiene

Berdasarkan Hasil analisis data diperoleh bahwa 41 orang responden (81,7%), sudah bekerja lebih dari dua tahun di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan antara lama kerja dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Dimana Perawat yang sudah bekerja lebih dari dua tahun lebih banyak patuh dibandingkan dengan perawat yang masih bekerja kurang dari dua tahun. Hasil penelitian berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo (2004), Menurut Sunaryo semakin lama seseorang menggeluti bidang pekerjaannya semakin terampil

(10)

orang bekerja. Dengan uji chi-square dan signifikansi 0,111 dalam penelitiannya di RSUD DR. Moewardi Surakarta terhadap kepatuhan perawat dalam pencegahan infeksi, didapatkan kesimpulan bahwa tidak ada hubugan masa kerja perawat dengan kepatuhan perawat dalam pencegahan infeksi.

5. Hubungan antara pengawasan dan kepatuhan melakukan hand hygiene

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa dari 58 orang responden yang diteliti, 49 responden (84,5%) menyatakan bahwa ada pengawasan terhadap praktik hand hygiene di ruangan dan diketahui bahwa perawat yang menyatakan bahwa adanya pengawasan terhadap pelaksanaan hand hygiene lebih banyak patuh melakukan hand hygiene. Namun hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan perawat melakukan hand hygiene di ruangan masih rendah yaitu sebesar 48,3% (< 50%).

Dalam penelitian ini hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan terhadap praktik hand hygiene dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariefien, Menurut penelitian Arifien (2006) menunjukkan bahwa responden yang mendapat dukungan dari pimpinannya berpeluang lebih patuh sebesar 21 kali dibandingkan dengan responden yang kurang mendapat dukungan dari pimpinannya. Selain itu uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan/komitmen pimpinan dengan kepatuhan.

6. Hubungan ketersediaan tenaga kerja dan kepatuhan melakukan hand hygiene

Hasil analisis data didapatkan bahwa 31 orang responden (53,4%) mengatakan ketersediaan perawat diruangan masih kurang. Hasil ini didukung oleh sebuah

(11)

penelitian yang menyatakan bahwa kepatuhan melakukan hand hygiene masih kurang disebabkan kurangnya rasio perawat : pasien dalam setiap shif. Jadwal shif kerja satu atau dua shif akan lebih konsentrasi untuk mencuci tangan (Arenas et al, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Kovner & Gergen (1998 ) mendukung hasil penelitian bahwa dengan kekurangan tenaga akan meningkatkan lama rawat dan kejadian komplikasi pada pasien, kedua hal ini dapat dicegah dengan jumlah perawat yang cukup. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan kondisi rasio perawat dan pasien belum sesuai dengan standar nasional. Jika hal ini dibiarkan secara terus-menerus akan berdampak pada pasien yaitu kurangnya kontrol terhadap pasien, yang pada akhirnya akan meningkatkan infeksi nosokomial.

7. Hubungan antara ketersediaan fasilitas dan kepatuhan melakukan hand hygiene

Dari hasil observasi dan wawancara tentang kelengkapan fasilitas yang disediakan di Ruang Rawat Inap Prima I bagi petugas kesehatan 100% tersedia dengan baik. Fasilitas yang disediakan meliputi dimasing-masing ruangan yang dilengkapi dengan sabun antimikroba dan kertas tissue dan alcohol hand rub (ALC). Namun tingkat kepatuhan melakukan hand hygiene masih rendah. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pitted (2001b) menyatakan bahwa salah satu kendala dalam ketidakpatuhan terhadap hand hygiene adalah sulitnya mengakses tempat cuci tangan atau persediaan alat lainnya yang digunakan untuk melakukan hand hygiene. Kemudahan dalam mengakses persediaan alat-alat untuk melakukan hand hygiene, bak cuci tangan, sabun atau alkohol jell adalah sangat penying untuk membuat kepatuhan menjadi optimal sesuai standar.

(12)

8. Hubungan antara kebijakan Rumah Sakit dan kepatuhan melakukan hand hygiene

Hasil analisis didapatkan bahwa 58 orang responden (100%) menyatakan bahwa ada kebijakan Rumah Sakit yang menetapkan bahwa panduan hand hygiene dari WHO untuk diimplementasikan. Namun pada kenyataannya gambaran kepatuhan perawat melakukan hand hygiene masih rendah yaitu sekitar 48,3%. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ignaz Semmelweis. Dr Ignaz Semmelweis dari rumah sakit Vienna di abad 19, mewajibkan para suster untuk mencuci tangan sebelum menangani pasien. Kebiasaan ini terbukti mengurangi angka kematian yang sangat tinggi saat itu. Penelitian ini membuktikan virus berpindah dengan cepat dari tangan ke tangan.

SIMPULAN

1. Kepatuhan perawat melakukan hand hygiene di Ruang Rawat Inap Prima I Rumah Sakit Immanuel Bandung sebesar 48,3%.

2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor usia, masa kerja, tingkat pendidikan, pengawasan, kebijakan rumah sakit, dan ketersediaan fasilitas dengan kepatuhan melakukan hand hygiene.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan, ketersediaan tenaga kerja, dan masa kerja dengan kepatuhan melakukan hand hygiene dimana masing-masing faktor mempunyai nilai p < taraf kekeliruan (α =0,05).

(13)

SARAN

1. Bagi Rumah Sakit

Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan melakukan hand hygiene, salah satunya adalah ketersediaan tenaga kerja. Rumah sakit perlu mengupayakan tenaga kerja yang seimbang karena hal ini akan berdampak terhadap peluang perawat untuk melakukan hand hygiene.

2. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi profesi keperawatan untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengkaji faktor-faktor lainnya, serta membuat pelatihan yang tepat untuk meningkatkan kepatuhan petugas kesehatan khususnya perawat sendiri dalam melakukan hand hygiene.

DAFTAR PUSTAKA

APIC. (2000). Guidelines for the Control of MRSA. http:/www.goapic.org/MRSA.htm, diperoleh tanggal 15 Mei 2012.

Arikunto. 2006. Realibilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Depkes (2003). Pedoman pelaksanaan kewaspadaan universal di pelayanan kesehatan.Jakarta: Dirjen P2MPL.

Hassan, Z. M. (2004). Hand hygiene compliance and nurse patient ratio: A descriptive study. http://proquest.umi.com/pqdweb?index=3&did=813784451, diperoleh tanggal 26 Mei 2012

Larson, E. (1995). APIC guidline for hand washing and hand antisepsis in health care setting. American Journal of Infection Control,23, 251-269.

Pearson, C. (2006). MRSA and Hand Hygiene.

http://www.medicalnewstoday.com/articles/90689.phps, diperoleh 7 Januari 2012.

Pittet, D. (2001a). Compliancewith hand disinfection and its impact on hospital-acquiredinfections. Journal of Hospital Infection, 48(Suppl A), S40-S46.

WHO. (2004). Prevention of hospital-acquired infection, A Practical Guide 2nd edition. http://www.who.int/research/en/emc, diperoleh tanggal 9 Januari 2012.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Tanda-tanda pelecehan fisik oleh orang tua atau pengasuh (childhelp.org, 2018): 1) Tidak dapat atau tidak akan menjelaskan cedera seorang anak, atau menjelaskannya dengan cara

Sistem Kerja Alat Ticker Timer dengan Variasi Kecepatan pada gerak lurus berubah beraturan adalah alat ini menggunakan sistem pelontar sebagai kecepatan awal yang dihasilkan

Menurut Maryunani dan Yulianingsih (2009) abortus infeksius adalah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi, baik yang diperoleh dari luar rumah sakit maupun

Orang sering menerjemahkan qalb disini dengan hati, sehingga mereka berkata “ jika hati kita bersih maka seluruh tubuh akan bersih”, padahal sebenarnya yang dimaksud

Staphilococcus Aureus tidak terjadi perubahan koloni _Secara keseluruhan perubahan koloni sebelum dan sesudah pada kelompok yang diberikan lyophilized bacterial lysat

Sekaligus beliau selaku dosen pembimbing Tugas Akhir penulis yang sudah meluangkan waktunya untuk senantiasa membantu dan membimbing penelitian laporan dari awal penelitian

Dibawah ini (lihat gambar 4.22) adalah sketsa halaman layout buku dengan garis horisontal dan vertikal yang diberikan penjelasan berupa foto dan teks sebagai informasi

Menimbang bahwa setelah membaca Akta Permohonan banding Nomor 36/akta.Pid/2016/PN.Tbt, tanggal 26 Oktober 2016, yang dibuat dan ditanda tangani oleh Panitera Pengadilan