• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS 23 ILIR PALEMBANG TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS 23 ILIR PALEMBANG TAHUN 2014"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Abstrak

Penyakit tuberkulosis di Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia, setelah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria, sekitar 5.8% dari total pasien TB di dunia. Peringkat kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, serta nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru BTA Positif di Puskesmas 23 Ilir tahun 2013. Data primer diambil melalui pengamatan dan pengukuran kondisi fisik rumah responden yang berjumlah 53 orang. Data sekunder dari Dinkes kota Palembang serta Puskesmas 23 Ilir. Variabel independen adalah kondisi fisik rumah (luas lantai, bahan lantai, kepadatan hunian, ventilasi dan pencahayaan). Sedangkan variabel dependen adalah kejadian tuberkulosis paru BTA positif, tingkat kemaknaan α=0.05. Pada penelitian ini didapatkan ini didapatkan empat variabel yang memiliki hubungan dengan kejadian tuberkulosis paru BTA Positif, yaitu luas lantai rumah P value (0.023), kepadatan hunian P value (0.002), ventilasi P value (0.023) dan pencahayaan P value (0.023). penelitian ini disarankan mengadakan perbaikan kondisi fisiologis rumah dan penyuluhan.

Kata kunci : Tuberkulosis Paru BTA Positif, kondisi fisik rumah

Abstract

Pulmonary tuberculosis in Indonesian was ranked fifth in the world after India, China, South Africa, Nigeria, about 5.8% of total TB patient in the world. Ranked third after cardiovaskuler disease and respiratory disease in all age groups, as well as number of classes of infectious diseases. The purpose of this study was to determine the relationship of physical condition with the incidence of smear-positive pulmonary in Palembang City of Chester Health Center in 2013. The independent variables are (extensive floor, floor materials, humidity, ventilation and lighting). While the dependent variable was the incidence of smear-positive pulmonary tuberculosis, α = 0.05 significance level. In this research the four variable that have a relationship with the incidence of smear-positive pulmonary tuberculosis, the extensive floor P value (0.023), humidity P value (0.002), ventilation P value (0.023) and lighting P value (0.023). in this study suggested holding the physical conditoin of the home improvement and extension.

Keywords : Pulmonary Tuberculosis smear positive, the physical condition of the home.

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sekitar sepertiga penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis ada 9 juta pasien dan 3 juta kematian akibat tuberkulosis paru diseluruh dunia, diperkirakan 95% kasus turbekulosis paru dan 98% kematian tuberkulosis paru didunia terjadi pada negara-negara berkembang (Kemenkes, 2011).

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa situasi Tuberkulosis (TB) dunia semakin memburuk, dimana jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. WHO mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama karena epidemi Human Immunodeficiency

Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) dan kasus Multi Drug Resistance (MDR) (Depkes RI, 2009).

Menurut Djojodibroto (2009) Indonesia menduduki ururtan ke-5 di dunia, setelah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria, sekitar 5.8% dari total pasien TB di dunia menyerang sebagaian besar kelompok usia produktif dari kelompok sosial ekonomi lemah. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian tuberkulosis paru adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumalah pasien baru BTA Positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam suatu wilayah. Cakupan penemuan tuberkulosis paru (Kemenkes, 2011).

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN

TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS 23 ILIR PALEMBANG

TAHUN 2014

Oleh Ria Putri Anggraeni

Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada Palembang Email : rhe_putri@yahoo.com

(2)

Penyebaran penyakit tuberkulosis di Sumatera Selatan masih mengkhawatirkan. Dari angka prediksi penderita TB Paru sebanyak 10.720 dari 6.7 juta jiwa penduduk. Angka ini diperoleh dari pengaplikasian hasil survey organisasi kesehatan dunia tahun 2011, bahwa angka kesakitan TB Paru di Sumatera adalah 160 per 100.000 penduduk (Profil Dinkes Provinsi, 2013).

Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas 23 Ilir (2013), responden yang menderita BTA Positif dari tahun 2012 sampai tahun 2013 sebanyak 82 orang, BTA negatif sebanyak 120 orang. Responden BTA Positif tahun 2013 yang sembuh sebanyak 23 orang, sebanyak 6 orang mengalami default.

Peningkatan kasus TB paru dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah kondisi fisik lingkungan rumah. Kualitas fisik rumah yang tidak sehat memegang peranan penting dalam penularan dan perkembangan Mycobacterium tuberculosis. Kurangnya sinar yang masuk ke dalam rumah, ventilasi yang buruk cenderung menciptakan suasana lembab dan gelap, kondisi ini menyebabkan kuman dapat bertahan hidup berhari-hari sampai berbulan-bulan di dalam rumah. Faktor risiko lingkungan rumah yang berperan terhadapnya timbulnya kejadian penyakit TB paru adalah kepadatan penghuni, jenis lantai, pencahayaan dan kelembaban (Erwin Ulinnuha Fahreza, 2012).

Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik, terapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 60˚C. Kuman ini tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18-24 jam pada suhu yang optimal (Amu, 2008).

Menurut hasil penelitian Fatimah (2008) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel kepadatan hunian kamar, suhu, kelembaban, pencahayaan, jenis lantai rumah dan jenis dinding rumah dengan kejadian tuberkulosis paru.

Berdasarkan observasi kondisi fisik rumah warga yang berada di wilayah kerja Puskesmas 23 Ilir Palembang dan rumah penderita tuberkulosis umumnya kurang memnuhi persyaratan kesehatan, di lihat dari ventilasi yang ditutup rapat dengan koran dan plastik bening mengakibatkan kurangnya sirkulasi udara yang masuk ke dalam rumah, pencahayaan alami yang kurang karena jendela rumah kurang luas dan ditutupi plastik bening sehingga kurangnya cahaya matahari yang masuk dan mengakibatkan keadaan di dalam cenderung lembab dan gelap, kepadatan hunian yang melebihi kapasitas rumah dengan luas kamar tidur, lantai rumah yang masih kedap air, tanah dan lembab, dinding lanati rumah yang masih papan dan ada juga yang permanen tapi belum di plester.

Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru

BTA Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :

1.2.1 Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya hubungan antara bahan lantai rumah dengan kejadin Tuberkulosis Paru BTA Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir

Palembang tahun 2014.

2. Diketahuinya hubungan antara kondisi ventilasi rumah dengan kejadin Tuberkulosis Paru BTA Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014.

3. Diketahuinya hubungan antara kondisi pencahayaan rumah dengan kejadin Tuberkulosis Paru BTA Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014. 4. Diketahuinya hubungan antara kepadatan

hunian ruang tidur dengan kejadian tuberkulosis Paru Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014 1.3. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti sendiri penelitian ini merupakan salah satu sarana penerapan ilmu pengetahuan mengenai Tuberkulosis Paru BTA Positif dan prosedur penelitian. 2. Bagi STIK BIna Husada hasil penelitian ini

dapat dijadikan sumber masukan informasi bagi institusi mengenai Tuberkulosis Paru BTA Positif

3. Bagi peneliti selanjutnya sebagai tambahan informasi untuk meneliti yang berkaitan dengan Tuberkulosis Paru BTA Positif. 2. Metodologi Penelitian

2.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional dimana penelitian tersebut mempelajari dinamika hubungan antara variabel-variabel faktor resiko (independent) dan variabel yang termasuk efek (dependent) diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarag yang berada di wilayah kerja Puskesmas 23 Ilir yang berjumlah 113 keluarga. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling yang diambil melalui perhitungan dengan munggunakan rumus, sehingga didapatkan 53 sampel. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas 23 Ilir pada bulan September-Desember 2014. Data dari penelitian ini terdiri atas data primer dimana data yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan melakukan observasi

(3)

dengan menggunakan checklist yang berupa kriteria-kriteria rumah sehat dan data Sekunder yang diperoleh dari profil Puskesmas 23 Ilir dan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti dan observasi yang dilakukan dengan menggunakan checklist, berupa kriteria-kriteria rumah sehat Pada teknik analisa data analisis univariat dilakukan untuk melihat secara deskriptif terhadap variabel penelitian sehingga diperoleh tabel distribusi dari variabel yang diteliti, sedangkan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Untuk membuktikan hipotesis maka digunakan uji statistik yaitu uji chi-square dengan keputusan bermakna bila P value < 0.05 berarti ada hubungan antara kedua variabel.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Analisis Univariat

Tabel 3.1

Distribusi responden menurut kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Puskesmas 23

Ilir Palembang Tahun 2014

No Variabel n %

1. Jenis Lantai - Kedap air - Tidak kedap air

1 52 1.9 98.1 2. Kepadatan hunian - > 2 orang / 8 m² - ≤ 2 orang / 8 m² 44 9 83 17 3. Ventilasi - Tidak memenuhi syarat - Memenuhi syarat 37 16 69.8 30.2 4. Pencahayaan - Tidak baik - Baik 37 16 69.8 30.2 5. Kejadian Tuberkulosis - BTA Positif - BTA Negatif 43 10 81.1 18.9

Sumber: Ria Putri A, 2014

3.1.1 Bahan Lantai Rumah

Responden yang memiliki jenis lantai rumah yang tidak kedap air sebesar 98.1% lebih besar dibandingkan yang memiliki rumah dengan jenis lantai kedap air sebesar 1.9%.

3.1.2 Kepadatan Hunian

Responden yang memiliki kepadatan hunian > 2orang / 8 m² sebesar 83% lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki kepadatan hunian ≤ 2 orang / 8 m² sebesar 17%. 3.1.3 Kondisi Ventilasi

Responden yang memiliki ventilasi rumah tidak baik sebesar 69.8% lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki ventilasi rumah baik sebesar 30.2%.

3.1.4 Kondisi Pencahayaan

Responden yang memiliki pencahayaan rumah yang tidak baik sebesar 69.8% lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki rumah dengan pencahayaan yang baik.

3.1.5 Kejadian Tuberkulosis

Responden yang menderita tuberkulosis BTA Positif sebesar 81.1% lebih besar dibandingkan dengan responden BTA Negatif sebesar 18.9%

3.2 Analisis Bivariat

Tabel 3.2

Hubungan variabel independen dengan variabel dependen di Puskesmas 23 Ilir

Palembang tahun 2014 Kejadian Tuberkulosis Variabel Independen BTA Positif n % BTA Negatif n % P value 0R (95% CI) Jenis lantai - Kedap air - Tidak kedap air 11.3 79.2 9.43 18.9 0.626 1.238 Kepadatan hunian - > 2 0rang/8m² - ≤ 2 orang/8m² 73.6 7.5 9.4 9.4 0.002 9.532 Ventilasi - Tidak memenuhi syarat - Memenuhi syarat 62.3 18.9 7.5 11.3 0.023 5.198 Pencahayaan - tidak baik - baik 64.2 17 5.7 13.2 0.002 9.269

Sumber: Ria Putri A, 2014

3.2.1 Hubungan kejadian tuberkulosis paru dengan Jenis lantai rumah

Berdasarkan hubungan jenis lantai rumah dengan kejadian tuberkulosis, responden yang memiliki jenis lantai rumah tidak kedap air 79.% lebih besar dibandingkan dengan jenis lantai rumah tidak kedap air sebesar 11.3%. Dengan uji chi square P value =0.626, maka Ha diterima. Dengan demikian tidak ada hubungan antara Jenis lantai rumah dengan kejadian tuberkulosis paru.

P enelitian ini sejalan dengan yang dilakukan Wahyuni Sri (2012) mengenai hubungan kondisi fisik rumah dan karakteristik individu dengan kejadian TB paru BTA positif dimana p =

(4)

0.38, rumah dengan dengan jenis lantai tidak kedap air mempunyai resiko 2.85 kali besar dibandingkan dengan rumah dengan jenis lantai kedap air.

Menurut teori Adnani (2011), komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian tuberkulosis paru, melalui kelembabandan ruangan. Lantai rumah hendaknya kedap air, rata tak licin serta mudah dibersihkan. Tinggi lantai untuk rumah bukan panggung sekurang-kurangnya 10cm dari perkarangan dan 25 cm dari bafan jalan. Kontruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering serta harus dapat menghindari naiknya tanah yang dapat menyebabkan meningkatnya kelembaban dalam ruangan. Suatu ruangan yang lembab dapat dijadikan tempat hidup dan perkembangbiakan bakteri dan vektor penyakit. Oleh karena itu jenis lantai tidak kedap air merupakan salah satu faktor risiko kejadian TB paru karena bakteri penyebab TB dapat bertahan hidup di tempat yang lembab.

3.2.2 Hubungan kejadian tuberkulosis paru dengan kepadatan hunian

Berdasarkan hubungan kepadatan hunian dengan kejadian tuberkulosis paru, responden yang memiliki kepadatan hunian > 2 0rang / 8 m² sebesar 73.6% lebih besar dibandingkan dengan responden dengan kepadatan hunian ≤ 2 orang/ 8m² sebesar 7.5%. Dengan uji chi square P value = 0.002, maka Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian tuberkulosis paru, dengan OR = 9.532 artinya kepadatan hunian rumah mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilalukan oleh Ayomi, dkk (2007) tentang Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Wilayah Sebagai Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura Propinsi Papua yang mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian Tuberkulosis paru dengan nilai p Value = (< 0.05) dan OR = 3.208.

Menurut teori Muliawati dan Alamsyah (2013) kepadatan hunian adalah luas kamar tidur minimal 8m² dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur. Perbandingan jumlah kamar dan penghuni dalam rumah yaitu 1 kamar untuk 2 orang, 2 kamar untuk 3 orang, 3 kamar untuk 5 orang, 4 kamar untuk 7 orang dan 5 kamar untuk 10 orang (Chandra, 2006).

Semakin besar hunian dalam satu rumah, maka semakin besar pula interaksi yang terjadi antara penghuni dalam satu rumah tersebut. Hal ini memudahkan penyebaran penyakit khususnya TB paru.

3.2.3 Hubungan kejadian tuberkulosis paru dengan kondisi ventilasi

Berdasarkan hubungan kondisi ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis paru,

responden yang memiliki rumah dengan ventilasi tidak memenuhi syarat sebesar 62.3% lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki rumah dengan ventilasi yang memnuhi syarat sebesar 18.9%. dengan uji chi square P value= 0.023, maka Ho ditolak, yang artinya ada hubungan antara kondisi ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Dengan nilai OR =5.198, artinya kondisi ventilasi rumah mempengaruhi kejadian tuberkulosis.

Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan Ruswanto (2010) yang menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara ventilasi alami di ruangan yang dominan digunakan responden dengan kejadian TB paru (p=0.014). Selain itu, penelitian Ayomi, dkk (2012) mengenai kondisi fisik rumah sebagai determinan kejadian TB paru, meneliti variabel ventilasi alami di kamar tidur. Hasil penelitian meunjukkan adanya hubungan bermkana antara ventilasi alami di kamar tidur dengan kejadian TB paru (p = 0.003).

Menurut teori Umar (2008) ventilasi alami yang memenuhi syarat mempermudah masuknya sinar ultraviolet (UV) ke dalam rumah. Sinar UV dapat membunuh bakteri patogen termasuk bakteri TB karena sifat bakteri TB yang tidak mampu bertahan hidup jika terpapar secara langsung.

Suatu ruanngan yang tidak memnuhi syarat (≤ 2 orang/8m²) menyebabkan tingginya kelembaban dan suhu dalam ruangan karena kurang adanya pertukaran udara dari luar rumah sehingga memberi kesempatan kepada bakteri TB untuk dapat bertahan hidup di dalam ruangan tersebut karena sifat bakteri TB yang mampu bertahan hidup di dalam ruangan yang gelap dan lembab.

3.2.4 Hubuungan kejadian tuberkulosis paru dengan kondisi pencahayaan

B erdasarkan hubungan kondisi pencahayaan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru, didapatkan responden yang memiliki pencahayaan rumah tidak baik sebesar 64.2% lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki rumah dengan pencahayaan baik yaitu 17%. Dari hasil uji chi-square didapatkan P value = 0.002, maka Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara kejadian tuberkulosis paru dengan kondisi pencahayaan rumah. Dengan nilai OR = 9.269 yang berarti kondisi pencahayaan rumah mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2012), dimana ada hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian TB paru ( p = 0.010 ).

Menurut Ruswanto (2010), rumah sehat memerlukan cahaya yang cukup khususnya cahaya alami berupa cahaya matahari (UV). Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari yaitu semua jalam yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela dan genting kaca. Cahaya sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah,

(5)

misalnya bakteri TB. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Jalan masuknya cahaya berhubungan dengan kondisi fungsi jendela. Di samping sebagai ventilasi, jendela juga sebagai jalan masuk cahaya. Jalan masuknya cahaya alamiah juga dapat diusahakan dengan genteng kaca

Adanya hubungan yang signifikan antara pencahayaan alami dengan kejadian TB paru berkaitan dengan sifat bakteri TB yang tidak yahan terhadap sinar matahari. Cahaya matahari mempunyai daya untuk membunuh bakteri minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan 4. Kesimpulan dan Saran

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :

1. Tidak ada hubungan antara bahan lantai rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014. Dimana P value = 0.626.

2. Ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014. Dimana P value = 0.002.

3. Ada hubungan antara kondisi ventilasi rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014. Dimana P value = 0.023.

4. Ada hubungan antara kondisi pencahayaan rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Wilayah Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014. Dimana P value = 0.002

4.2 Saran

Dari temuan penelitian ini, diajukan beberapa saran sebagai rekomendasi, sebagai berikut :

4.2.1 Dinas Kesahatan Kota Palembang

1. Penyuluhan mengenai tuberkulosis paru BTA Positif kepada warga yang menderita tuberkulosis dan masyarakat umum.

2. Pemantauan fisik rumah secara berkala diharapkan dapat mencegah penularan serumah atau meminimalisir peningkatan kejadian tuberkulosis paru BTA positif. Pemantauan dapat dibantu oleh puskesmas, kader maupun masyarakat setempat.

4.2.2 Puskesmas

Puskesmas 23 Ilir Palembang bekerjasama dengan kader kesehatan untuk membentuk Komunitas Masyarakat Peduli (KMP) dan tuberkulosis paru agar dapat mengatasi permasalahan tuberkulosis di lapangan serta memudahkan penemuan kasus di lapangan

secara langsung, sehingga memudahkan penyembuhan penderita.

4.2.2 Peneliti Selanjutnya

1. Perlu dilakukannya penelitian yang sejenis mengenai tuberkulosis paru khususnya mengenai kondisi lingkungan rumah dan karakteristik individu dengan memperbanyak variabel dan desain penelitian yang berbeda.

2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai tuberkulosis paru dengan melihat dan mengadopsi dari hasil penelitian ini.

Daftar Pustaka

Adnani H. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jogjakarta : Nuha Medika.

Amu F.A. 2010. Hubungan Merokok dan Penyakit Turbekulosis Paru Rs Persahabatan. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Ayomi, dkk. 2010. Faktor Risiko Lingkungan Fsik

Rumah dan Karakteristik Wilayah sebagai Determinan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura Propinsi Papua. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, (online),

Vol 11

No.1/April212.Hal18.http://ejournal.undip.a c.id/index.php//jkli/article/view/4130.Diakse s tanggal 15 November 214.

Chandra. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta :EGC.

Departemen Kesehatan RI, 2009. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. Jakarta : Dirjen PPM dan PLP.

Dinas Kesehatan Propinsi. 2013. Profil Data Rumah Sehat Tahun 2013. Palembang. Djojodibroto. 2009. Respiralogy (Respiratory

Medicine). Jakarta :EGC.

Erwin Ulinnuha Fahreza. 2012. Hubungan anatara Kualitas Fisik Rumah dan Kejadian Tuberkulosis Paru dengan Basil Tahan Asam Positif di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiayah, Vol. 1, No 1, 9-13, 2012. Fatimah. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan

Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Kabupaten Cilacap Kecamatan Sideraje Cipari Kedungreja, Patimuan, Gandrunhmangu, Bantarsari Semarang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, (online), Vol 1

(6)

No.1/Januari/2008/Hal88.http://ejournal.und ip.ac.id/index.php//jkli/article/view/93.Diaks es tanggal 15 November 214.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta :Pusat Data dan Informasi.

Muliawati. R, Alamsyah. D. 2013. Pilar Dasar Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Buku Medikal Book.

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT Rineka Cipta. Puskesmas 23 Ilir. 2013. Profil Puskesmas 23 Ilir

Palembang 2013. Palembang : Puskesmas 23 Ilir.

Ruswanto. 2010. Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau dari Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten Pekalongan, Semarang. Jurnal

Kesehatan (online), Vol 11

No.1/Januari/2010/Hal.http://ejournal.undip. ac.id/index.php//jkli/article/view/198.Diakse s tanggal 15 November 214.

Umar Fahmi Achmadi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : UI-Press.

Wahyuni Sri. 2012. Jurnal Penelitian: Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Karekteristik Individu dengan Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2012. Jakarta :BIKMI.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji Anakova menunjukkan bahwa Bahan Ajar Teori Evolusi dengan Model Dick &amp;Carey berpengaruh nyata terhadap hasil belajar kognitif dengan nilai F

Vaksinasi adalah strategi yang dipilih pemerintah sebagai salah satu cara pengendalaian AI di Indonesia. Vaksinasi mampu menginduksi antibodi protektif terhadap virus

Bagi membina lengkungan peralihan di antara dua bulatan untuk bentuk S dan C, serta di antara dua garis, kita boleh mulakan dengan lengkung peralihan di antara satu titik dan

Diakhir bahasan domain diperluas menjadi di ℝ , yang diiringi dengan kajian tentang sifat-sifat yang dipenuhi oleh fungsi midkonveks di ℝ.. Kata Kunci : Fungsi Konveks,

Pada buku ajar yang digunakan tidak terjadi miskonsepsi, pada materi katabolisme karbohidrat, tetapi bahan ajar yang digunakan masih terdapat pengetahuan yang kurang

PESERTA PLPG TAHAP II SERTIFIKASI GURU KEMENTERIAN AGAMA TAHUN

Pengenalan game Counter Strike ini dimulai dari pengenalan peraturan game, skin dalam permainan dan map yang digunakan dalam game, guestbook dimana dapat memberikan bagi para

proses enkripsi dimana hasil dari proses ke-2 dan ke-3 ditransformasi menggunakan tabel substitusi S-Box sehingga menghasilkan Ciphertext yang lebih acak pada pengujian