• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES

PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

Oleh :

KHRISIA SAPTARINI F24051118

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KHRISIA SAPTARINI. F24051118. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan. Di bawah bimbingan: Harsi D. Kusumaningrum. 2009

RINGKASAN

Dilihat dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan di daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 ditemukan Salmonella pada 14 dari 404 sampel (3,5%) daging giling di Amerika Serikat, dimana 5 dari 14 isolat yang ditemukan merupakan Salmonella Typhimurium DT 104.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket di daerah Bogor dan melihat kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan daging sapi.

Pada tahap pertama dilakukan proses pengambilan dan persiapan sampel, analisis total mikroba, dan isolasi Salmonella spp. dari daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket. Tahap kedua dilakukan evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonellla spp. pada daging sapi selama empat belas hari penyimpanan beku (-16°C) dan selama tujuh hari penyimpanan dingin (6°C).

Analisis total mikroba menunjukkan hasil bahwa rata-rata total mikroba pada sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar tradisional sebesar 7,49 ± 0,49 log CFU/g, sedangkan total mikroba sampel yang berasal dari 10 supermarket rata-rata sebesar 6,09 ± 0,85 log CFU/g. Hasil isolasi Salmonella menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%. Berdasarkan uji API 20E, satu sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 99,9% (excellent identification) dan empat sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 89,4% (excellent identification).

Analisis kemampuan bertahan Salmonella spp. pada daging sapi yang dibekukan dan didinginkan menunjukkan bahwa sel Salmonella spp. baik dengan inokulum awal sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16°C) maupun suhu pendinginan (6°C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05). Namun demikian terlihat adanya tren penurunan jumlah Salmonella spp. selama penyimpanan beku yang disebabkan karena sebagian sel Salmonella spp. mengalami kerusakan subletal dan mati. Selain itu pada penyimpanan dingin juga terlihat tren penurunan jumlah Salmonella spp. yang kemungkinan disebabkan karena perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan Salmonella spp. dengan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim pada sistem metabolisme Salmonella spp.

(3)

KHRISIA SAPTARINI. F24051118. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan. Di bawah bimbingan: Harsi D. Kusumaningrum. 2009

ABSTRACT

Nowadays people must be aware to their choose of food, due to many case affected by salmonella contamination. This research focusing on level of salmonella contamination in beef samples and its survival ability at frozen (-16°C) and refrigeration (6°C) temperature. Beef samples (ground and cut) was collected from 5 traditional market and 10 modern market in Bogor area.

The contamination level was determined by aerobic plate count method and conventional isolation of Salmonella spp. The average of aerobic plate count from traditional market was 7.49 ± 0.49 log CFU/g and from modern market was 6.09 ± 0.85 log CFU/g. Meanwhile, the isolation level of Salmonella spp. with API 20E from total 30 samples reach 16.67%. One sample was indicated 99.9% (excellent identification) of Salmonella spp. while the other 4 samples was indicated 89.4% (excellent identification).

Salmonella spp. in beef samples kept at -16°C and 6°C show that it was good to survive in both temperature, no matter first inoculum in 3 log CFU/g or 6 log CFU/g. Its survival ability can be seen from insignificant change of total Salmonella spp. counted (p>0,05).

Keywords : Salmonella spp., beef samples, contamination level, and survival ability.

RINGKASAN

Dilihat dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan di daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 ditemukan Salmonella pada 14 dari 404 sampel (3,5%) daging giling di Amerika Serikat, dimana 5 dari 14 isolat yang ditemukan merupakan Salmonella Typhimurium DT 104.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket di daerah Bogor dan melihat kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan daging sapi.

Pada tahap pertama dilakukan proses pengambilan dan persiapan sampel, analisis total mikroba, dan isolasi Salmonella spp. dari daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket. Tahap kedua dilakukan evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonellla spp. pada daging sapi selama empat belas hari penyimpanan beku (-16°C) dan selama tujuh hari penyimpanan dingin (6°C).

Analisis total mikroba menunjukkan hasil bahwa rata-rata total mikroba pada sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar tradisional sebesar 7,49 ± 0,49 log CFU/g, sedangkan total mikroba sampel yang berasal dari 10 supermarket rata-rata sebesar 6,09 ± 0,85 log CFU/g. Hasil isolasi Salmonella menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%. Berdasarkan uji API 20E, satu sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 99,9% (excellent identification) dan empat sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 89,4% (excellent identification).

Analisis kemampuan bertahan Salmonella spp. pada daging sapi yang dibekukan dan didinginkan menunjukkan bahwa sel Salmonella spp. baik dengan inokulum awal sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16°C) maupun suhu pendinginan (6°C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05). Namun demikian terlihat adanya tren penurunan jumlah Salmonella spp. selama penyimpanan beku yang disebabkan karena sebagian sel Salmonella spp. mengalami kerusakan subletal dan mati. Selain itu pada penyimpanan dingin juga terlihat tren penurunan jumlah Salmonella spp. yang kemungkinan disebabkan karena perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan Salmonella spp. dengan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim pada sistem metabolisme Salmonella spp.

(4)

SKRIPSI

ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES

PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

KHRISIA SAPTARINI F24051118

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES

PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

Oleh :

KHRISIA SAPTARINI F24051118

Dilahirkan pada tanggal 4 September 1987 Di Bogor

Tanggal lulus: Juli 2009

Disetujui, Bogor, Juli 2009

Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Beny Hanapi dan Nuria Erawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Taman Rejeki, Ciriung, Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Cibinong, Bogor, hingga tahun 2002. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Bogor pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur USMI pada tahun 2005.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Forum Bina Islami Fateta (FBI-F) sebagai staff Divisi Syiar, staf Badan Pengawas HIMITEPA, anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB pada tahun 2005, anggota Food Processing Club Himitepa bidang Es Krim pada tahun 2008 serta berbagai kepanitiaan, seperti “Lepas Landas Sarjana” tahun 2006 dan 2007, “Masa Perkenalan Fakultas FATETA” tahun 2007, “Masa Perkenalan Departeman ITP (BAUR) tahun 2007”. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen dalam pelaksanaan praktikum Mikrobiologi Pangan pada tahun 2008. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor Serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan” di bawah bimbingan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum.

(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji-pujian serta syukur yang tak terhingga penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan pertolongan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi, yang berjudul “ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN” ini didasarkan pada pelaksanaan penelitian yang telah dilaksanakan sejak Nopember 2008 sampai April 2009 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku dosen pembimbing yang tiada henti-hentinya memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis.

2. Dra. Suliantari MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta saran yang telah diberikan.

3. Dr. Nugraha Edi Suyatma, STP., DEA atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta saran yang telah diberikan.

4. Mama dan papa yang sangat kucintai, yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang, do’a, nasihat, dan dukungan kepada penulis.

5. Adik-adikku (Erick Dwi Putra Hanapi dan Anisa Restu Hanifah) yang sangat kusayangi.

6. Cici Midah, Om Agung, serta kedua anaknya (Diana dan Hafiz) di Cilangkap. 7. Rachmad Danusubrata yang dengan kesabarannya mampu menjadi tempat

(8)

ii

8. Reni Setiawati, Resna Nur Apriani, Galih Eka Pratiwi dan Santy Ernawati terimakasih atas persahabatan dan kebersamaannya selama di ITP. Aku menyayangi kalian dan semoga tetap menjadi sahabat selamanya.

9. Teman seperjuanganku: Marcel P. Segara dan Leonardus Adi Wijaya, terima kasih atas persahabatan dan dukungannya.

10. Kakak-kakak satu bimbingan ( K’Dilla, K’Nanang, K’Aris, Mbak Via, dan Mas Reza) atas saran dan bantuannya. Senang sekali bisa punya kakak-kakak seperti kalian.☺

11. Rekan-rekan Salmonellaers (Nina SR, Ikhwan, Olo, Tjan, dan Abigail) atas semangat, bantuan dan kerja sama selama penelitian.

12. Dosen-dosen IPB terutama dosen-dosen ITP yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya.

13. Teman-teman ITP 42: Fera, Hesti, Venty, Nina N., Atus, Peye, Tiu, Riska, Icha, Wiwi, Sisi, Indri, Marina, Septi, Rika, Upik, Acuy, Nanda, Midun, Aji, Harist, Umam, Muji, serta teman-teman ITP 42 lainnya yang tak bisa kusebutkan satu persatu.

14. Teman-temanku di Wisma Khumaira (Fuzy, Jihan, Rela, Rizki, Dedeh, Mba Wid, dan Mba Dhenok). Terimakasih atas kebersamaannya.

15. Sella Andriyani Natalia dan keluarga, terimakasih atas kekeluargaan yang telah terjalin semenjak kita duduk di bangku sekolah dasar hingga saat ini. 16. Mbak Ari, Bu Sari, Mas Edi, Mba Ida, Pak Rojak, Pak Sidik, Pak Wahid, dan

teknisi Lab. ITP lainnya. Terimakasih atas bantuannya. 17. Adik seperguruanku : Prima, Meta dan Oxi

18. Serta teman-temanku lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2009 Penulis

(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………...

i

DAFTAR ISI………...

iii

DAFTAR TABEL………...

v

DAFTAR GAMBAR………..

vi

DAFTAR LAMPIRAN…..………. viii

I.

PENDAHULUAN………..

1

A.

LATAR

BELAKANG………..

1

B.

TUJUAN

PENELITIAN……...………...

3

C.

MANFAAT

PENELITIAN………..

3

II. TINJAUAN

PUSTAKA………..

4

A.

SALMONELLA……….

4

B.

SALMONELLOSIS... 7

C.

SALMONELLA PADA PRODUK PANGAN BERSUHU RENDAH……….

8

D. DAGING DAN DAGING SAPI……….……….

10

E. MIKROBIOLOGI DAGING SAPI………..

13

F.

PEMBEKUAN……….

14

1.

Suhu

Pembekuan……….

15

2.

Jenis

Pembekuan………..

16

3. Pengaruh Pembekuan Terhadap Aktivitas Mikroorganisme………...

16

G.

PENDINGINAN………...

18

III. METODOLOGI

PENELITIAN………... 20

A.

BAHAN

DAN

ALAT………...

20

B.

METODE……….

21

1. Penelitian Tahap I………...

22

1.1. Pengambilan Sampel………...

22

1.2. Analisis Total Mikroba………...

23

1.3. Analisis Salmonella………...

24

(10)

iv

2.1. Konfirmasi Kultur Salmonella spp.……… 28

2.2. Penyegaran Kultur……….

29

2.3. Persiapan Kultur Uji Salmonella spp.……… 29

2.4. Evaluasi Kemampuan Bertahan Salmonella spp Terhadap Proses

Pendinginan dan Pembekuan………..

29

2.5. Pengolahan Data……….

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………..

31

A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba Dan Isolasi Salmonella

spp. Pada Daging Sapi)...

31

1.

Pengambilan

Sampel………...

31

2. Analisis Total Mikroba………...

32

3.

Isolasi

Salmonella Pada Sampel Daging Sapi Potong dan Daging Sapi

Giling...

35

B. PENELITIAN TAHAP II (Pengaruh Pembekuan dan Pendinginan terhadap

Salmonella spp. dan Total Mikroba pada Daging Sapi)...

47

1.

Konfirmasi

Kultur

Salmonella...

47

2. Pengaruh Proses Pembekuan dan Pendinginan Terhadap Salmonella

spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba Pada Daging Sapi...

47

2.1. Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme Daging Sapi

Giling...

48

2.2. Pengaruh Pembekuan Terhadap Jumlah Sel Salmonella

spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba...

49

2.3. Pengaruh Pendinginan Terhadap Jumlah Sel Salmonella

spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba...

54

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

60

A.

KESIMPULAN...

60

B.

SARAN...

61

VI. DAFTAR

PUSTAKA...

62

(11)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Biokimia Salmonella………... 5

Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella………... 6

Tabel

3.

Kemampuan Bertahan Berbagai Serovar Salmonella pada Suhu

Pembekuan... 9

Tabel 4. Kemampuan Bertahan Kultur Murni Organisme Enterik pada Chicken Chow

Mein Pada Suhu -25,5 °C...

10

Tabel 5. Produksi Daging Indonesia Tahun 2004-2008...

12

Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi...

12

Tabel 7. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Sapi

Menurut SNI 01/6366/2000...

13

Tabel 8. Perbandingan antara Pembekuan Cepat dan Pembekuan Lambat...

17

Tabel 9. Hubungan antara suhu dan RH penyimpanan daging...

19

Tabel 10. Koleksi Sampel Daging Sapi...

23

Tabel 11. Kondisi Penyimpanan Sampel Daging Sapi di Pasar Tradisional dan Pasar

Swalayan(supermarket)... 31

Tabel 12. Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji Konfirmasi Biokimia

Pada Media TSIA Dan LIA……….

41

(12)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I……… 21

Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II... 22

Gambar 3. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar Tradisional... 33

Gambar 4. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar Modern (Supermarket)... 33

Gambar 5. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Giling Pasar Modern (Supermarket)... 34

Gambar 6. Hasil Positif pada Media TTB dan RV... 37

Gambar 7. Pertumbuhan Koloni Tipikal dan Non Tipikal Salmonella pada Media HEA... 38

Gambar 8. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media XLDA... 38

Gambar 9. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media BSA... 39

Gambar 10. Reaksi Positif TSIA (kiri) dan LIA kanan)……… 40

Gambar 11. Histogram Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji Konfirmasi Biokimia pada Media TSIA dan LIA Terhadap Jumlah Koloni yang Diisolasi dari Media XLDA, BSA, dan HEA……… 42

Gambar 12. Uji Konfirmasi dengan Menggunakan Urea Broth... 44

Gambar 13. Hasil Identifikasi Salmonella dengan API 20E Kit... 45

Gambar 14. Pengaruh pembekuan (-16°C)terhadap jumlah mikroorganisme pada daging giling... 48

Gambar 15. Perubahan jumlah sel Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g) selama pembekuan daging giling (-16°C)... 50

Gambar 16. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g selama pembekuan (-16°C)... 51

Gambar 17. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g selama pembekuan (-16°C)... 53

(13)

vii Gambar 18. Perubahan jumlah sel Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g dan

6 log CFU/g) selama pendinginan daging giling (6°C)... 55 Gambar 19. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log cfu/g selama pendinginan (6°C)... 57 Gambar 20. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log cfu/g selama pendinginan (6°C)... 58

(14)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Blangko analisa API 20E Test……….. 67

Lampiran 2. Hasil analisis total mikroba pada 30 sampel daging sapi………. 68

Lampiran 3. Hasil identifikasi sampel negatif Urea Broth……….. 70

Lampiran 4. Hasil identifikasi isolat dengan perangkat API 20E………. 71

Lampiran 5. Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E... 73

Lampiran 6. Hasil analisis jumlah total mikroorganisme pada daging sapi giling selama14 hari pembekuan (-16°C) beserta hasil uji ANOVA……….. 83

Lampiran 7. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA……….. 84

Lampiran 8. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA……….. 85

Lampiran 9. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA……….... 86

Lampiran 10. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA……….... 87

Lampiran 11. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA……….... 88

Lampiran 12. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16°C) beserta hasil uji ANOVA……….... 89

Lampiran 13. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji ANOVA……….. 90

(15)

ix Lampiran 14. Hasil analisis jumlah sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 log

CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA……… 91

Lampiran 15. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA………. 92

Lampiran 16. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA………. 93

Lampiran 17. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

ANOVA………. 94

Lampiran 18. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 log CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6°C) beserta hasil uji

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pangan hewani disebut aman jika memenuhi kriteria dari beberapa aspek seperti aspek fisika, kimia, radioaktivitas, maupun mikrobiologi. Dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan.

Salah satu bakteri patogen yang biasanya mengontaminasi daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 di Amerika Serikat dilaporkan 42 dari 563 (7,5%) sampel daging sapi giling mengandung Salmonella, sedangkan di Kanada pada tahun 1988 pernah dilaporkan sebanyak 15 dari 666 sampel karkas sapi positif mengandung Salmonella (Jay et al., 2005).

Salmonella merupakan bakteri yang paling umum menyebabkan penyakit keracunan makanan di negara berkembang. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Salmonellosis dibagi menjadi dua grup besar yaitu non-typhoid salmonellosis atau gastroenteritis dan typhoid salmonellosis atau demam enterik. Pada gastroenteritis infeksi bakteri terbatas pada epitelium usus sedangkan pada demam enterik infeksi bakteri terjadi pada keseluruhan sistem (Del Portillo, 2000).

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengestimasi setiap tahunnya di Amerika Serikat jumlah kasus penyakit salmonellosis non tifoid dari bahan pangan (foodborne disease) mencapai 1,4 juta kasus, 15.608 harus dirawat dan 553 meninggal (30,6% dari seluruh kasus kematian yang disebabkan oleh patogen asal pangan). Di Amerika Serikat jumlah kasus salmonellosis yang tidak dilaporkan diestimasi 38 kali dari jumlah kasus yang dilaporkan (Mead et al., 1999).

(17)

2 Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Kerusakan yang menyebabkan penurunan mutu daging segar, terutama disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Soeparno (1998) daging memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme perusak dan pembusuk karena : mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme dan memiliki pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (pH sekitar 5,3-6,5). Salah satu upaya penanganan untuk mempertahankan daya awet daging dilakukan dengan penyimpanan beku dan pendinginan. Secara mikrobiologis, penggunaan suhu rendah seperti pembekuan dan pendinginan dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali sehingga akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel mikroba pada makanan tersebut.

Pada kenyataannya, bakteri patogen seperti Salmonella memiliki ketahanan terhadap suhu penyimpanan beku dan pendinginan, meskipun secara berangsur-angsur jumlahnya semakin berkurang dengan semakin lamanya waktu pembekuan. Bell dan Kyriakides (2003) menyatakan bahwa dalam makanan beku atau pangan yang memiliki aktivitas air yang rendah, Salmonella dapat bertahan sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Di Indonesia, penelitian untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella pada daging sapi masih jarang dilakukan. Mengingat besarnya resiko yang disebabkan oleh infeksi Salmonella maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri tersebut pada daging sapi. Selain itu diperlukan penelitian untuk mengetahui ketahanan bakteri tersebut (terutama Salmonella spp.) terhadap proses pendinginan dan pembekuan yang biasanya diterapkan pada penyimpanan daging. Informasi tentang besarnya tingkat cemaran Salmonella pada produk daging sapi yang dijual baik pada pasar tradisional maupun pasar swalayan (supermarket) akan dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat Indonesia dalam membeli dan mengonsumsi daging sapi.

(18)

3 B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran Salmonella spp. pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) di wilayah Bogor. Selain itu, penelitian juga bertujuan untuk mengetahui ketahanan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan.

C. MANFAAT PENELITIAN

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) di wilayah Bogor. Dengan demikian diharapkan dilakukan tindakan pencegahan kontaminasi bakteri patogen terutama Salmonella spp. pada daging sapi agar terjamin keamanannya.

(19)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SALMONELLA

Salmonella merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya. Habitat utama Salmonella adalah saluran usus hewan (burung, reptil, hama tanaman) dan manusia. Salmonella juga terdapat di bagian tubuh yang lain serta di udara terutama udara yang tercemar. Dalam studi di rumah pemotongan babi, Kampelmacher menemukan Salmonella di limpa, hati, empedu, sendi, dan feses (Jay et al., 2005).

Salmonella pada makanan ditemukan pada kacang-kacangan, salad dressing, mayonnaise, susu, dan makanan lainnya (Jay et al., 2005). Selain itu, Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa makanan yang sering terkontaminasi Salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju.

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan termasuk ke dalam kelas Enterobacteriaceae (Jay et al., 2005). Salmonella berukuran relatif kecil, yaitu sekitar 0,7 – 1,5 x 2,0 – 5,0 µm (Bell dan Kyriakides, 2003). Beberapa strain Salmonella bersifat dapat memfermentasi laktosa diantaranya yaitu Salmonella Heidelberg, Salmonella Anatum, Salmonella Sendai, Salmonella Typhimurium dan Salmonella Newwington. Karakteristik biokimia dari Salmonella dapat dilihat pada Tabel 1.

Salmonella hidup secara anaerobik fakultatif. Bakteri ini tidak dapat berkompetisi secara baik dengan mikroba-mikroba umum yang terdapat di dalam makanan. Oleh karena itu, pertumbuhannya sangat terhambat dengan adanya bakteri-bakteri lain, misalnya bakteri pembusuk, bakteri genus Escherichiae dan bakteri asam laktat (Supardi dan Sukamto, 1999).

(20)

5 Tabel 1. Karakteristik Biokimia Salmonella*

Karakteristik Reaksi Katalase + Oksidase -

Produksi gas dari glukosaa +

Indol -

Produksi urease -

Produksi H2S dari TSIA (Triple Sugar Iron Agar)a +

Sitrat sebagai sumber karbon b +

Metil Merah +

Voges-Proskauer -

Lisin dekarboksilase +

Ornitin dekarboksilase +

+ = reaksi positif; - = reaksi negatif

a = pengecualian bagi S. Paratyphi A b = pengecualian bagi S. Typhi

*Sumber : Bell dan Kyriakides (2002) di dalam Bell dan Kyriakides (2003) Salmonella biasanya bersifat motil dan mempunyai flagella peritrikus, kecuali S. Gallinarum dan S. Pullorum, karena tidak mempunyai flagella. Selain karena tidak memiliki flagella, jenis Salmonella yang bersifat tidak motil disebabkan karena kesalahan pemasangan subunit flagella atau kekurangan fungsi motorik pada anggota selnya (D’Aoust, 2000).

Umumnya Salmonella mampu memfermentasi glukosa dan monosakarida lainnya dengan menghasilkan gas (Jay et al., 2005). Menurut Hanes (2003), Salmonella mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon di saat genus lainnya membutuhkan sumber karbon kompleks sebagai sumber nutrisinya. Semua Salmonella kecuali Salmonella Typhi memproduksi gas selama proses fermentasi. Salmonella mampu mengubah nitrat menjadi nitrit dan tidak membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya.

Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa Salmonella umumnya dapat tumbuh pada media yang memiliki aw di atas 0,94 dan pH

4,1-9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5. Nilai pH minimum bervariasi tergantung pada serotipe, suhu inkubasi, komposisi media, aw, dan jumlah sel. Pada pH

di bawah 4,1, Salmonella akan mati secara perlahan. Selain itu Salmonella dapat tumbuh pada suhu 5-47°C, dengan suhu optimum 35-37°C. Berbeda dengan Staphylococcus, Salmonella tidak tahan terhadap kadar garam tinggi.

(21)

6 Salmonella akan mati jika berada pada media dengan kadar garam di atas 9 % (Jay et al., 2005).

Menurut (Jay et al., 2005), Salmonella tidak dapat dibedakan dengan E. coli jika dilihat dengan mikroskop ataupun dengan menumbuhkannya pada media yang mengandung nutrien umum. Salmonella dapat tumbuh optimum pada media pertumbuhan yang sesuai dan memproduksi koloni yang tampak oleh mata dalam jangka waktu 24 jam pada suhu 37°C.

Salmonella sensitif terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi. Namun Salmonella relatif dapat bertahan hidup pada suhu rendah. Matches dan Liston (1968) dalam (Jay et al., 2005) melaporkan bahwa suhu terendah yang masih memungkinkan pertumbuhan adalah 5,3°C untuk Salmonella Heidelberg dan 6,2°C untuk Salmonella Typhimurium. Salmonella diklasifikasikan berdasarkan serologi dari H (flagella) dan antigen O (lipopolisakarida membran dinding sel). Pada tahun 1941 terdapat 100 serotipe Salmonella, kemudian pada tahun 1964 terdapat 9900 serotipe dan sekarang terdapat sekitar 2400 serotipe Salmonella. Tabel 2 menunjukkan distribusi serovar dalam genus Salmonella.

Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella*

Spesies Sub spesies Jumlah

serovar Salmonella enterica Salmonella bongori enterica salamae arizonae diarizonae houtenae indica 1.427 482 94 319 69 11 20 Total 2.422

*Sumber : D’Aoust, J.Y. (2000) di dalam Lund et al. (2000)

Beberapa serovar dari S. enterica merupakan patogen dengan inang yang terbatas seperti S. Typhi, S. Paratyphi A, S. Paratyphi B, S. Paratyphi C, dan S. Sendai hanya menyebabkan penyakit pada manusia. S. Pullorum/Gallinarum pada babi, S. Abortusuis pada domba, dan S.

(22)

7 Abortusequis pada kuda. Serovar S. Dublin dan S. Cholerasuis dapat menginfeksi manusia namun sangat jarang. Serovar S. Typhimurium dan S. Enteritidis merupakan penyebab utama gastroenteritis dan dapat menyebabkan penyakit pada manusia, sapi, unggas, domba, babi, kuda, dan tikus.

Untuk memudahkan mengidentifikasi antara serovar dan spesies, Le Minor dan Popoff (1987) mengusulkan bahwa nama serovar ditulis dalam huruf Roman (tidak miring / italic) dan dimulai dengan huruf kapital. Misalnya Salmonella enteric subsp. enterica serovar (atau ser.) Montevideo dan Salmonella choleraesuis subsp. choleraesuis serovar (atau ser.) Montevideo (D’Aoust, 2000).

B. SALMONELLOSIS

Infeksi Salmonella dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan salmonellosis. Infeksi biasanya disebabkan karena mengonsumsi pangan mentah atau kurang matang yang telah terkontaminasi atau air yang mengandung materi fekal. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan tersebut, dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi (Supardi dan Sukamto, 1999).

Menurut del Portillo (2000) penyakit yang diakibatkan oleh Salmonella dibagi menjadi dua grup besar yaitu non-typhoid salmonellosis atau gastroenteritis dan typhoid salmonellosis atau demam enterik. Pada gastroenteritis infeksi bakteri terbatas pada epitelium usus sedangkan pada demam enterik infeksi bakteri terjadi pada keseluruhan sistem.

Pang et al. (1995) di dalam del Portillo (2000) menyebutkan bahwa peristiwa typoid salmonellosis (demam enterik) relatif stabil dengan jumlah terendah terjadi di daerah negara maju, tetapi peristiwa non-typhoid salmonellosis (gastroenteritis) relatif meningkat di seluruh negara. Kasus gastroenteritis (diare) akut terhitung sebanyak 1,3 milyar kasus dengan tiga

(23)

8 juta jiwa meninggal, sedangkan kasus demam enterik terhitung sebanyak 16 juta kasus dengan kematian sebanyak 600 ribu kasus.

Gejala yang ditimbulkan pada gastroenteritis adalah diare, sakit perut, demam, dan muntah dengan periode inkubasi 12-36 jam dan lama sakit 2-7 hari. Gejala yang ditimbulkan oleh demam enterik adalah sakit kepala, batuk, sakit perut, konstipasi, dan demam yang meningkat. Periode inkubasi bervariasi dari 7-28 hari dan sakit selama 1-8 minggu (Bell dan Kyriakides, 2003).

Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat pada dinding sel Salmonella, diduga merupakan penyebab timbulnya gejala demam tifus dan salmonellosis lainnya. Beberapa strain Salmonella juga dapat menimbulkan gejala yang menyerupai gejala intoksikasi yang ditimbulkan oleh enterotoksin (Supardi dan Sukamto, 1999).

Gejala infeksi Salmonella dimulai dari masuknya sejumlah sel Salmonella ke dalam saluran pencernaan lalu masuk ke dalam saluran usus. Bakteri ini kemudian dapat berkembangbiak dengan baik. Bakteri ini dapat melakukan penetrasi pada saluran usus, terutama pada ileum dan sedikit pada usus besar sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Sel-sel Salmonella kadang-kadang dapat menembus sistem pertahanan mukosal dan limfatik dan dapat mencapai saluran darah sehingga menyebabkan bakterimia atau abses (Supardi dan Sukamto, 1999).

C. SALMONELLA PADA PRODUK PANGAN BERSUHU RENDAH

Bakteri memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk bertahan selama proses pendinginan. Bakteri cocci umumnya lebih tahan dibandingkan dengan bakteri Gram negatif berbentuk batang (Georgala dan Hurst, 1963). Meski bakteri Gram negatif seperti Salmonella tidak terlalu tahan terhadap suhu dingin jika dibandingkan dengan bakteri Gram positif, akan tetapi bakteri Gram negatif dapat bertahan pada makanan beku tergantung pada efek perlindungan dari makanan (Lund, 2000). Bell dan Kyriakides (2003) menyatakan bahwa dalam makanan beku atau pangan yang memiliki aktivitas

(24)

9 air yang rendah, Salmonella dapat bertahan sampai berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun. Tabel 3 menunjukkan ketahanan berbagai serovar Salmonella pada suhu rendah.

Tabel 3. Kemampuan Bertahan Berbagai Serovar Salmonella pada Suhu Pembekuan*

Kondisi Serotipe Pangan Suhu (°C) Waktu

bertahan

Enteritidis Poultry -18 4 bulan

Cholerae-suis Minced beef -18 4 bulan

Typhimurium Chow mein -25 9 bulan

Suhu Pembekuan

Enteritidis Typhimurium

Ice cream -23 7 tahun

*Sumber : D’Aoust (1989) di dalam Blackburn dan McClure (2003)

Gunderson dan Rose (1948) melakukan penelitian untuk melihat kemampuan bertahan enam serovar Salmonella pada produk chicken chow mein yang disimpan selama 270 hari pada suhu -25,5°C. Hasil penelitian menunjukkan adanya dua pola pertumbuhan yang terjadi pada keenam serovar Salmonella tersebut. Pola pertama terjadi pada Salmonella Typhimurium, Salmonella Gallinarum, dan Salmonella Paratyphi B dimana Salmonella mengalami peningkatan yang besar sampai masa penyimpanan dua hari kemudian mengalami penurunan sampai penyimpanan 270 hari. Pola kedua terjadi pada Salmonella Newington, Salmonella Typhi, dan Salmonella Anatum dimana Salmonella mengalami penurunan terus menerus selama masa penyimpanan (Tabel 4).

Menurut D’Aoust (2000), ketahanan Salmonella selama penyimpanan beku tergantung jenis Salmonella dan jenis produk pangannya. Jumlah sel akan berkurang secara berangsurangsur selama penyimpanan beku suhu -20°C. Ketahanan Salmonella saat pembekuan juga tergantung kondisi fisiologi sel sebelum dibekukan. Adaptasi S. Enteritidis selama 30 menit pada suhu rendah (5°C sampai 10°C) sebelum pembekuan cepat (-78°C) akan

(25)

10 mempertinggi jumlah sel yang bertahan. Kemampuan Salmonella untuk beradaptasi pada suhu rendah diinduksi oleh adanya sintesis gen csp-A yang disandi oleh cold shock protein. Gen ini belum diketahui pasti fungsi spesifiknya pada perlindungan Salmonella terhadap suhu pembekuan.

Tabel 4. Kemampuan Bertahan Kultur Murni Organisme Enterik pada Chicken Chow Mein pada Suhu -25,5°C*

Jumlah bakteri (105/g) setelah penyimpanan selama waktu tertentu

(hari) Organisme 0 2 5 9 14 28 50 92 270 Salmonella Newington 75,5 56,0 27,0 21,7 11,1 11,1 3,2 5,0 2,2 Salmonella Typhimurium 167,0 245,0 134,0 118,0 11,0 95,5 31,0 90,0 34,0 Salmonella Typhi 128,5 45,5 21,8 17,3 10,6 4,5 2,6 2,3 0,86 Salmonella Gallinarum 38,5 87,0 45,0 36,5 29,0 17,9 14,9 8,3 4,8 Salmonella Anatum 100,0 79,0 55,0 52,5 33,5 29,4 22,6 16,2 4,2 Salmonella Paratyphi B 23,0 205,0 118,0 93,0 92,0 42,8 24,3 38,8 19,0

*Sumber : Gunderson dan Rose (1948) di dalam Jay et al. (2005) D. DAGING DAN DAGING SAPI

Menurut Lawrie (1991), daging didefinisikan sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan. Daging mempunyai penampakan yang menarik selera dan merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi. Menurut Standar Perdagangan (1982) daging merupakan otot yang melekat pada kerangka kecuali otot dari bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong.

(26)

11 Daging dibedakan dari karkas berdasarkan kandungan tulangnya. Karkas masih belum dipisahkan tulangnya, sedangkan daging tidak mengandung tulang. Karkas didefinisikan sebagai bagian tubuh hewan yang telah disembelih, utuh atau dibelah sepanjang tulang belakang dimana kaki, kepala, kulit, dan organ bagian dalam (jeroan) serta kadang-kadang ekor dipisahkan.

Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot, jaringan lemak, dan jaringan ikat. Jaringan otot terdiri dari jaringan otot bergaris melintang, jaringan otot licin, dan jaringan otot spesial. Jaringan lemak yang terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak intermuskular, lemak intramuskular, dan lemak intraselular. Jaringan ikat pada daging memiliki fungsi sebagai pengikat bagian-bagian daging serta mempertautkannya ke tulang. Jaringan ikat yang penting yaitu serabut kolagen, serabut elastin, dan serabut retikulin (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Daging sapi adalah daging yang berasal dari sapi yang sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat, tidak termasuk bibir, moncong, telinga dengan atau tanpa lemak yang menyertainya serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf dan pembuluh darah (Meyer, 1973). Daging sapi untuk konsumsi pada umumnya dihasilkan dari jenis sapi pedaging. Tabel 5 menunjukkan produksi daging Indonesia selama periode 2004-2008.

Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan-bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan-bahan-bahan-bahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam, dan abu. Lebih kurang 20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein.

Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, kondisi hewan, jenis daging karkas, proses pengawetan, penyimpanan, metode pengepakan, dan kandungan lemaknya. Komposisi kimia daging sapi dapat dilihat pada Tabel 6.

(27)

12 Tabel 5 . Produksi Daging Indonesia Tahun 2004-2008 (000 ton)*

Tahun No Jenis Daging 2004 2005 2006 2007 2008 1 Sapi Potong 447,6 358,7 395,8 418,2 352,4 2 Kerbau 40,2 38,1 43,9 45,9 44,0 3 Kambing 57,1 50,6 65,0 63,4 69,4 4 Domba 66,1 47,3 75,2 84,8 62,3 5 Babi 194,7 173,7 196,0 198,9 235,6 6 Kuda 1,6 1,6 2,3 2,3 2,5 7 Ayam Buras 296,4 301,4 341,3 349,0 307,5

8 Ayam Ras Petelur 48,4 45,2 57,6 63,5 58,2

9 Ayam Ras Pedaging 846,1 779,1 861,3 918,5 992,7

10 Itik 22,2 21,4 24,5 25,3 45,2

TOTAL 2.020,4 1.817,0 2.062,9 2.069,5 2.169,8 *Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2008)

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), dan stres (Soeparno, 1998).

Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi*

Komposisi Kadar per 100 g

Kalori (kal) 207 Protein (g) 18,8 Lemak (g) 14,0 Karbohidrat (g) 0 Kalsium (mg) 11 Fosfor (mg) 170 Besi (mg) 2,8

Nilai Vit A (SI) 30,0

Vit. B1(mg) 0,08

Vit C (mg) 0

Air (g) 66.0

(28)

13 E. MIKROBIOLOGI DAGING SAPI

Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong, tetapi ketika diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay et al., 2005). Sumber kontaminasi mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah, penanganan, dan penyimpanan.

Mikroba yang paling banyak mengkontaminasi daging adalah bakteri, seperti Enterococcus, Acinetobacter, Aeromonas, Micrococcus, Moraxella, Leuconostoc, Lactobacillus, Bacillus, Flavobacterium, Clostridium, Escherichia, Campylobacter, dan Salmonella (Frazier dan Westhoff, 1988). Permukaan daging yang baru disembelih biasanya mengandung kira-kira 102 sampai 104 bakteri per inci2, dan terutama terdiri dari bakteri mesofilik yang

berasal dari saluran pencernaan dan permukaan luar hewan tersebut. Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging sapi menurut SNI 01/6366/2000 ditunjukkan Tabel 7.

Tabel 7. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Sapi Menurut SNI 01/6366/2000*

(29)

14 Kemampuan pertumbuhan mikroorganisme pada daging dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi ketersediaan nutrisi, pH, aktivitas air (aw) yang terdapat dalam daging, potensi

oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi suhu ruang penyimpanan, kelembaban relatif, dan kondisi oksigen atmosfer (Jay et al., 2005).

Kerusakan daging segar biasanya disebabkan oleh bakteri perusak dan pembusuk seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Acinetobacter, Moraxella, dan Aeromonas, kapang seperti Thamnidium, Mucor, Rhizopus, Cladosporium, Penicillium, Sporotrichum, dan Chrysosporium, serta khamir seperti Candida dan Rhodoturula (Jay et al., 2005). Menurut Soeparno (1998) daging memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme perusak dan pembusuk karena : mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme dan memiliki pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (pH sekitar 5,3-6,5).

F. PEMBEKUAN

Pembekuan dalam teknologi makanan adalah serangkaian proses penggunaan suhu rendah di bawah titik beku untuk mengolah atau mengawetkan bahan makanan. Secara mikrobiologis, pembekuan dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali. Seperti diketahui aktivitas metabolisme organisme merupakan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim dan kecepatan reaksi ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu meningkat, kecepatan reaksi akan meningkat dan bila suhu menurun, kecepatan reaksi menurun pula. Pada sistem biologi, peningkatan suhu sebesar 10°C pada tingkat yang tepat akan meningkatkan kecepatan reaksi sebesar dua kali.

(30)

15 Demikian pula sebaliknya, setiap penurunan suhu sebesar 10°C mengakibatkan penurunan kecepatan reaksi sebesar dua kali. Penurunan suhu sampai taraf tertentu dapat menyebabkan terhentinya metabolisme mikroorganisme, yang selanjutnya berakibat kerusakan atau kematian sel (Fennema et al., 1976).

Menurut Johnston et al. (1994) proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada permukaan bahan, pembekuan berlangsung lebih cepat, sedangkan pada bagian dalam, laju pembekuan lebih lambat. Proses ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu:

a. Tahap pertama, suhu bahan menurun dengan cepat hingga tercapai titik beku. Tahap ini dikenal sebagai supercooling period.

b. Tahap kedua, suhu bahan turun secara perlahan yang disebabkan oleh dua hal: 1) penarikan panas dari bahan mengakibatkan pembekuan air di dalam bahan; dan 2) terbentukknya es pada bagian luar/permukaan bahan merupakan penghambat bagi proses pembekuan dari bagian-bagian di dalamnya.

c. Tahap ketiga, suhu bahan diturunkan sampai di bawah titk beku, yang idealnya adalah mendekati suhu penyimpanan beku.

1. Suhu Pembekuan

Telah diketahui bahwa tidak semua jenis makanan mempunyai titik beku yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada sifat alami bahan makanan tersebut dan konsentrasi relatif dari zat terlarut di dalamnya. Dengan demikian penerapan suhu pembekuan jelas tidak akan selalu sama pada setiap bahan makanan (Hallowell, 1980).

Pada kenyataannya, walaupun titik beku bahan pangan telah diketahui namun suhu pembekuan dapat diturunkan lebih rendah daripada titik bekunya. Hal ini dimungkinkan karena walaupun telah mencapai suhu beku, sebagian besar air bebas pada bahan makanan tersebut belum membeku. Semakin besar jumlah air bebas pada makanan yang membeku, semakin baik pertumbuhan mikroorganisme pada makanan tersebut (Desrosier dan Tressler, 1977).

(31)

16 Berdasarkan tingkat suhu yang diterapkan, pembekuan dapat dibedakan atas tiga tingkat yaitu suhu pembekuan tinggi dengan kisaran suhu dari 0 sampai -10°C, suhu pembekuan sedang dengan kisaran suhu dari -10 sampai -20°C, dan suhu pembekuan rendah yaitu pembekuan dengan suhu lebih rendah dari -20°C.

Pertimbangan penggunaan suhu pembekuan tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat kualitas mikrobiologis bahan makanan, tetapi lebih dari itu yaitu kualitas keseluruhan yang mencakup antara lain tekstur, citarasa, warna, bau, dan kandungan nutrien.

2. Jenis Pembekuan

Terdapat dua metode dasar dalam pembekuan produk pangan, yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Pembekuan cepat adalah proses pembekuan yang dimana suhu produk pangan diturunkan di bawah titik beku dalam waktu 30 menit, sedangkan pembekuan lambat adalah proses penurunan suhu sampai di bawah titik beku dalam waktu yang relatif lama biasanya 3 sampai 72 jam (Jay et al., 2005).

Pembekuan cepat lebih baik daripada pembekuan lambat terutama terhadap kualitas produk yang dihasilkan karena kristal es yang terbentuk kecil dan terletak di dalam dan di luar sel, sedangkan pada pembekuan lambat kristal es yang terbentuk besar dan terletak di luar sel. Kristal es yang besar dan terletak di luar sel dapat merusakkan dinding sel dan struktur lainnya sehingga dapat merubah tekstur dan citarasa. Perbandingan dua metode pembekuan tersebut ditunjukkan pada Tabel 8.

3. Pengaruh Pembekuan Terhadap Aktivitas Mikroorganisme

Pembekuan merupakan metode yang efektif untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Selama pembekuan, mikroorganisme terkonsentrasi di dalam bagian cairan yang tak terbekukan. Seiring dengan penurunan suhu, air yang membeku akan semakin banyak sehingga terjadi peningkatan konsentrasi padatan terlarut di dalam cairan tak terbekukan tersebut. Akibatnya, air di dalam sel mikroba akan berdifusi keluar (Lund, 2000).

(32)

17 Menurut Lowry dan Gill (1985), faktor-faktor yang diduga menyebabkan kerusakan mikroorganisme selama pembekuan antara lain: (1) suhu yang sangat rendah; (2) pembentukan es ekstraseluler dan intraseluler; (3) konsentrasi padatan terlarut ekstraseluler dan intraseluler. Selanjutnya pengaruh faktor-faktor ini ditentukan oleh laju pembekuan dan pelelehan. Tabel 8. Perbandingan antara Pembekuan Cepat dan Pembekuan Lambat*

No Pembekuan cepat Pembekuan lambat

1. Kristal es yang terbentuk kecil Kristal es yang terbentuk besar 2. Menghalangi atau menekan

metabolisme

Merusak hubungan metabolisme 3. Sel terpapar pada pengaruh osmosis

dalam waktu yang singkat

Sel terpapar pada pengaruh osmosis dalam waktu yang lama 4. Tidak ada adaptasi terhadap suhu

dingin

Adaptasi terhadap suhu dingin secara berangsur-angsur

5. Sel mengalami thermal shock Tidak ada pengaruh thermal shock *Sumber: Jay et al. (2005)

Laju pembekuan yang sangat lambat dapat meningkatkan konsentrasi padatan terlarut intraseluler. Peningkatan konsentrasi padatan terlarut menyebabkan air intraseluler berdifusi dari sel. Apabila air tidak dapat berdifusi keluar sel, maka air tersebut akan mengalami supercooling dan akhirnya membeku. Selain itu, perubahan sebagian besar air dalam produk pangan menjadi es menyebabkan persediaan air menjadi sangat terbatas sehingga terjadi penurunan aw dan akhirnya mikroorganisme akan kesulitan

untuk menyerap makanan (Lund, 2000).

Berdasarkan responnya terhadap pembekuan, mikroba dapat dibedakan atas empat macam, yaitu: (1) mikroba yang tetap hidup pada semua kondisi pembekuan dan pelelehan, (2) mikroba yang resisten terhadap pengaruh pembekuan awal tetapi peka terhadap penyimpanan beku, (3) mikroba yang peka terhadap pengaruh pembekuan awal dan penyimpanan beku yang dilakukan pada kondisi yang sama, dan (4) mikroba yang peka terhadap pembekuan awal dan penyimpanan beku pada semua kondisi.

(33)

18 Bakteri Gram negatif seperti E.coli, Salmonella dan Vibrio bersifat lebih peka terhadap pembekuan awal dan penyimpanan beku.

Lund (2000) menyatakan bahwa ketahanan mikroorganisme selama pembekuan dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme dan komposisi medium pembekuan. Selain itu dipengaruhi pula oleh status nutrisi, fase pertumbuhan mikroba sebelum dibekukan, kecepatan pembekuan, suhu pembekuan, lama pembekuan, kecepatan thawing, metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sel yang hidup, dan media yang digunakan.

Kecepatan pembekuan sangat berpengaruh terhadap sel yang dibekukan. Apabila pembekuan cukup lambat, sel akan kehilangan air dengan cepat dan banyak karena peristiwa ekso osmosis. Jika keadaan ini berlangsung terus, maka isi sel akan menjadi pekat dan akhirnya kering. Pada pembekuan cepat, kristal es yang terbentuk relatif seragam dan berukuran kecil dan terjadi baik di luar sel maupun di dalam sel sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya ekso-osmosis.

Mekanisme dekstrusi sel mikroba oleh proses pembekuan cepat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu terbentuknya kristal es dari air bebas, meningkatnya viskositas di dalam sel, berkurangnya oksigen dan karbondioksida, perubahan pH, perubahan konsentrasi elektrolit sel, denaturasi protein sel, rangsangan akibat kejutan dingin, dan kerusakan metabolisme (Jay et al., 2005).

G. PENDINGINAN

Pendinginan merupakan metode pengawetan pangan (food preservation) yang paling banyak digunakan. Pendinginan dilakukan dengan tujuan untuk menghambat terjadinya proses kerusakan yang menyebabkan penurunan mutu pada bahan pangan. Pendinginan akan dapat mempertahankan kesegaran serta dapat memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan (Desrosier dan Desrosier, 1977). Faktor yang perlu diperhatikan dalam pendinginan daging adalah :

(34)

19 1. Suhu

Suhu pendinginan untuk daging segar biasanya berkisar antara -2 - 5 °C. Semakin rendah suhu, maka pendinginan tersebut semakin baik. 2. Kelembaban relatif (RH)

Kelembaban relatif yang terlalu rendah akan mengakibatkan daging kehilangan air, sebaliknya bila kandungan air terlalu banyak maka dapat memacu tumbuhnya mikroba. Hubungan antara suhu dan RH disajikan pada Tabel 9. Apabila suhu bertambah tinggi, sebaiknya RH harus lebih rendah untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.

Tabel 9. Hubungan antara suhu dan RH penyimpanan daging

Suhu (°C) RH (%)

0 92 2 88 4 75 3. Ventilasi

Ventilasi atau kontrol pergerakan udara dalam ruang pendingin diperlukan untuk mengatur kelembaban relatif rata-rata.

4. Cahaya ultraviolet

Penggunaan lampu ultraviolet dalam ruang pendingin memungkinkan dikombinasikan dengan suhu dan kelembababan relatif lebih tinggi. Cahaya ultraviolet diketahui memiliki sifat germisidal.

Pendinginan dapat menghambat kerusakan bahan pangan, salah satunya dengan cara menghambat aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada bahan pangan tersebut. Ketika suhu diturunkan di bawah suhu optimum pertumbuhan suatu mikroorganisme, maka fase lag dan waktu generasi mikroba menjadi meningkat dan kecepatan pertumbuhan mikroba menurun. Saat suhu mendekati suhu minimum pertumbuhan mikroba, maka pertumbuhan mikroba akan terhenti (Herbert dan Sutherland, 2000).

(35)

20 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 sampel daging sapi yang diperoleh dari berbagai pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) di wilayah Bogor. Sampel terdiri dari 20 daging sapi potong dan 10 daging sapi giling.

2. Media

Media-media yang digunakan untuk analisis Salmonella adalah Lactose Broth (LB) sebagai media pra pengkayaan, Tetrathionate Broth (TTB) dan Rappaport Vassiliadis (RV) Broth sebagai media pengkayaan selektif, Hectoen Enteric Agar (HEA), Xylose Lysine Desoxychholate Agar (XLDA) dan Bismuth Sulfite Agar (BSA) sebagai media agar selektif, Triple Sugar Iron (TSI) dan Lysine Iron Agar (LIA) sebagai media konfirmasi biokimia, Nutrien Agar (NA), dan Urea Broth.

3. Kultur

Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Salmonella spp. ATCC 14028.

4. Bahan kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu KH2PO4 (buffer fosfat)

sebagai larutan pengencer, NaOH, paraffin cair (mineral oil) steril, larutan I2

-KI sebagai bahan tambahan media TTB, alkohol 70 % sebagai desinfektan, akuades untuk melarutkan berbagai macam media, spiritus, minyak imersi untuk melihat bakteri pada mikroskop dengan perbesaran 1000 kali, bahan-bahan untuk pewarnaan Gram seperti pewarna kristal violet, larutan lugol, safranin, dan alkohol 95% serta pereaksi API 20E (Bio-Merieux).

(36)

21 5. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, oven, inkubator 35 °C dan 42 °C, refrigerator dan freezer, cool box, stomacher, vorteks, mikropipet dan tipnya, neraca analitik, tabung reaksi dan raknya, cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, pipet Mohr, gelas piala, batang pengaduk, bunsen, ose mata bulat dan lurus, bulb, plastik HDPE steril, pisau, tutup kapas, botol semprot, dan aluminium foil.

B. METODE PENELITIAN

Secara garis besar penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap I berupa proses pengambilan sampel, analisis total mikroba, dan analisis Salmonella dari potongan daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket di daerah Bogor. Penelitian tahap I mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001 untuk analisis total mikroba dan Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2007 untuk análisis Salmonella. Penelitian tahap II berupa evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonella Typhimurium pada daging sapi terhadap proses pendinginan dan pembekuan. Diagram alir metode penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I Pengambilan sampel

Persiapan sampel

Analisis Total Mikroba Analisis Salmonella Identifikasi dengan API 20E

(37)

22 Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II

1. Penelitian Tahap I

1.1. Pengambilan Sampel

Sampel yang diteliti akan keberadaan Salmonella dalam penelitian ini berupa daging sapi potong dan daging sapi giling. Sampel daging sapi diambil secara acak dengan metode purposive sampling technique dari wilayah Bogor. Purposive sampling merupakan salah satu non probability sample yang tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability. Pemilihan sampel tidak secara random dan hasil yang diharapkan merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Teknik purposive sampling ini dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003).

Sampel diambil dari 5 pasar tradisional dan 10 pasar swalayan (supermarket). Pada pasar tradisional, sampel yang diambil berupa daging sapi potong, sedangkan pada pasar swalayan diambil sampel daging sapi potong dan daging giling. Pada pasar tradisional sampel diambil dari dua orang pedagang, sehingga dari pasar tradisional diperoleh sampel sebanyak 10 sampel. Sedangkan pada pasar swalayan hanya bisa diperoleh satu sampel,

Dikontaminasi dengan kultur murni Salmonella spp. sebanyak 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g koloni/g

Didiamkan selama ±30 menit kemudian disimpan pada suhu freezer dan suhu refrigerator

Dianalisis jumlah total Salmonella, total bakteri, dan total mikroba pada H0, H3, H7, H10, dan H14 setelah dibekukan serta H0, H3, dan H7 setelah didinginkan

(38)

23 sehingga dari pasar swalayan (supermarket) diperoleh 20 sampel termasuk diantaranya 10 sampel daging sapi giling. Total sampel daging sapi yang dianalisis adalah 30 sampel. Adapun koleksi sampel daging sapi yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Koleksi Sampel Daging Sapi

Sumber Jenis daging Jumlah sampel

Pasar Tradisional Daging potong 10

Supermarket Daging Potong 10

Supermarket Daging giling 10

Total Sampel 30

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan membeli 250 gram potongan daging sapi untuk sampel dari pasar tradisional, satu paket potongan daging sapi yang telah dikemas dan 250 gram daging sapi giling untuk sampel dari pasar swalayan (supermarket). Sampel ini kemudian dimasukkan ke dalam plastik steril yang telah disiapkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba oleh lingkungan. Sampel kemudian dibawa menggunakan cool box berisi es batu menuju laboratorium untuk dianalisis. Penggunaan plastik steril dan cool box berisi es batu bertujuan untuk mempertahankan jumlah mikroba awal, termasuk Salmonella yang mungkin ada di dalam sampel daging sapi. Cool box berisi es batu juga bertujuan untuk memperlambat laju proses pembusukan daging sapi akibat adanya mikroba pembusuk.

1.2. Analisis Total Mikroba

Analisis total mikroba dilakukan dengan merujuk pada metode Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001, dimana 1 ml sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak ± 12-15 ml media dituang ke dalam cawan petri kemudian cawan petri digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan

(39)

24 diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35°C selama 48±2 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Perhitungan total mikroba dilakukan dengan berbagai ketentuan BAM (2001), antara lain:

a. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat untuk setiap cawan.

b. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah.

c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah:

Dimana: N = jumlah koloni per ml/ per gram produk Σ C = jumlah seluruh koloni yang dihitung

n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama

n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua

D = pengenceran pertama yang dihitung 1.3. Analisa Salmonella (BAM, 2007)

1.3.1. Pre enrichment (Pra Pengkayaan)

Sebanyak 25 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam kantung plastik steril. Ke dalam plastik tersebut dimasukkan 225 ml Lactose Broth steril dan dihancurkan dengan menggunakan stomacher selama 120 detik. Sampel yang telah dihancurkan dipindahkan ke dalam erlenmeyer steril dan dibiarkan selama 60 ± 5 menit pada suhu ruang dalam keadaan tertutup kemudian diinkubasi selama 24 ± 2 jam pada suhu 35 ± 2°C.

(40)

25 1.3.2. Selective Enrichment (Pengkayaan Selektif)

Sebanyak 1 ml sampel dari Lactose Broth yang telah diinkubasi diinokulasikan ke dalam 10 ml Tetrathionate Broth (TTB) dan divorteks, kemudian diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam.

Sebanyak 0.1 ml dari sampel yang sama diinokulasikan ke dalam 10 ml Rappaport Vassiliadis (RV) Broth dan divorteks, kemudian diinkubasi pada suhu 42 ± 2°C selama 24 ± 2 jam.

1.3.3. Isolasi Salmonella dengan agar selektif

Sampel yang telah diinkubasi pada masing-masing media pengkayaan selektif diambil satu ose dan digoreskan secara kuadran pada media Xylose Lysine Desoxycholate Agar (XLDA), Hektoen Enteric Agar (HEA), dan Bismuth Sulfite Agar (BSA). Sebelum digores, media pengkayaan selektif divorteks terlebih dahulu. Ketiga agar selektif tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam. Setelah inkubasi, dilihat apakah ada koloni tipikal yang tumbuh pada masing-masing agar. Ciri-ciri koloni tipikal Salmonella pada masing-masing agar sebagai berikut: a. Pada media HEA, koloni berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa

warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang semuanya berwarna hitam

b. Pada media XLDA, koloni berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang semuanya berwarna hitam

c. Pada media BSA, koloni berwarna coklat, abu-abu atau hitam, kadang tampak berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna coklat pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktu inkubasi, yang disebut halo effect.

(41)

26 Apabila terdapat koloni tipikal yang tumbuh maka analisa dilanjutkan dengan uji biokimia awal dengan menggunakan Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA).

Jika koloni tipikal Salmonella tidak ada, dicari koloni Salmonella yang tidak tipikal sebagai berikut:

a. Pada media HEA dan XLDA, beberapa kultur Salmonella yang tidak tipikal memproduksi koloni kuning dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya. Jika koloni yang tipikal tidak muncul setelah inkubasi 24 ± 2 jam, diambil 2 atau lebih koloni yang tidak tipikal tersebut.

b. Pada media BSA, beberapa galur yang tidak tipikal memproduksi koloni hijau dengan sedikit atau tanpa dikelilingi warna gelap pada media. Jika tidak terdapat koloni yang tipikal maka tidak diambil koloninya, tetapi diinkubasi lagi selama 24 ± 2 jam. Jika koloni yang tipikal belum muncul juga maka koloni yang tidak tipikal diambil setelah diinkubasi 48 ± 2 jam.

1.3.4. Uji Biokimia Awal

Koloni tipikal atau non tipikal yang tumbuh pada media Xylose Lysine Desoxycholate Agar (XLDA), Hektoen Enteric Agar (HEA), dan Bismuth Sulfite Agar (BSA), diinokulasikan menggunakan jarum ose steril pada agar miring TSI dengan menggores dan menusukkannya. Tanpa pembakaran lagi, jarum ose tersebut diinokulasikan pada LIA miring dengan cara ditusuk dua kali dan digoreskan. Karena reaksi lysine decarboxylation harus benar-benar anaerob, maka tusukan pada media LIA harus mempunyai kedalaman sedikitnya 4 cm.

Inkubasi media TSIA dan LIA miring dilakukan pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam. Tabung ditutup secara longgar untuk memelihara kondisi aerobik pada waktu inkubasi dan mencegah produksi H2S berlebih.

Reaksi spesifik Salmonella pada agar miring TSIA adalah bagian permukaan berwarna merah (reaksi basa), bagian dasar agar atau agar tusuk berwarna kuning (reaksi asam), dan memproduksi H2S (kehitaman

(42)

27 pada agar kadang hingga menutupi warna dasar agar) dengan atau tanpa memproduksi gas.

Reaksi spesifik Salmonella pada LIA miring adalah bagian permukaan dan dasar agar (agar tusuk) berwarna ungu (reaksi basa). Sebagian besar kultur Salmonella memproduksi H2S pada LIA miring sedangkan beberapa

yang bukan kultur Salmonella menghasilkan reaksi warna merah bata pada media tersebut.

1.3.5. Uji Biokimia Lanjutan

Koloni spesifik Salmonella pada TSI agar miring diambil satu ose untuk digoreskan pada Nutrien Agar (NA) miring, lalu diambil kembali satu ose untuk diinokulasikan ke dalam Urea Broth 2 ml. Inokulasi pada NA digunakan untuk analisa API Test. Keduanya kemudian diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam.

Setelah diinkubasi, dilihat reaksi pada tabung Urea Broth. Salmonella tidak merubah warna Urea Broth (reaksi negatif, warna tetap orange), sehingga apabila Urea Broth berubah menjadi warna merah muda maka koloni tersebut bukan Salmonella. Koloni yang diduga Salmonella analisanya dilanjutkan dengan API Test 20E dengan menggunakan inokulan yang tumbuh pada NA miring.

1.3.6. Uji Konfirmasi dengan Perangkat API 20E

Koloni tipikal pada media NA miring yang berasal dari TSIA dan LIA digores kuadran pada media NA cawan dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Koloni yang terpisah diambil (±3 koloni) dan dilarutkan ke dalam 5 ml garam fisiologis kemudian divorteks. Suspensi kultur tersebut dipipet dan diisikan ke dalam mikrotube (tabung-tabung mikro) strip API 20E dengan jumlah pengisian sesuai dengan kode tulisan mikrotube. Mikrotube dengan kode CIT, VP, dan GEL yang ditandai dengan kotak di sekelilingnya diisi dengan suspensi sampai bagian atas tube, sedangkan mikrotube dengan kode LDC, ODC, ADH, H2S dan URE diisi dengan

Gambar

Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella*
Tabel 3. Kemampuan Bertahan Berbagai Serovar Salmonella pada Suhu  Pembekuan*
Tabel 4. Kemampuan Bertahan Kultur Murni Organisme Enterik pada  Chicken Chow Mein pada Suhu -25,5°C*
Tabel 7. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging  Sapi Menurut SNI 01/6366/2000*
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melaksanakan tugasnya tanggung jawab seorang akuntan tidak hanya memenuhi kebutuhan klien, namun akuntan harus mengikuti standar profesi yang belandaskan pada

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dasar hukum yang digunakan Hakim dalam menjatuhkan hukum pidana terhadap terdakwa adalah pasal 83.. ayat (1) huruf b jo pasal

Students are able to express various nuance of meaning (interpersonal, ideational, textual) in the oral text which has communicative goal, structural text, and certain

[r]

Secara empiris studi ini menunjukkan bahwa internal branding yang meliputi brand orientataion, brand knowledge dan brand involvement berhubungan terhadap brand komitment,

Dapat dilihat pada tema I, notasi kalimat pertanyaan yang dinyanyikan oleh pemain pertama dimulai pada birama 18 ketukan ke 3½ sampai dengan birama 22 ketukan ke 1, dan pergerakan

Hasil dari program ini ialah masyarakat memahami siklus hidup maggot, tata cara membudidayakan maggot, keuntungan dalam membudidayakan maggot, jenis sampah organik yang

Kebijaksanaan Pendidikan Tinggi Ilmu dan Profesi Administrasi dalam Kaitan dengan Kebutuhan Pembangunan.. Tulisan Pada Pembangunan Administrasi di