• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN. Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURAT PERNYATAAN KEASLIAN. Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

x

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, Juni 2017 Yang menyatakan,

I Gede Dharma Eka Yudarsa 1303005309

(2)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... x

DAFTAR ISI ... xi

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 7

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 7 1.5. Tujuan Penelitian ... 8 1.5.1. Tujuan umum ... 8 1.5.2. Tujuan khusus ... 9 1.6. Manfaat Penelitian ... 9 1.6.1. Manfaat teoritis ... 9 1.6.2. Manfaat praktis ... 9 1.7. Landasan Teoritis ... 9 1.8. Metode Penelitian ... 14 1.8.1. Jenis penelitian ... 13 1.8.2. Jenis pendeketan ... 13

1.8.3. Sumber bahan hukum ... 15

1.8.4. Teknik pengumpulan bahan hukum ... 16

(3)

xii

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI SECARA ELEKTRONIK

2.1. Perjanjian ... 18

2.1.1. Pengertian Perjanjian ... 18

2.1.2. Dasar Hukum Perjanjian ... 21

2.1.3. Asas-asas Perjanjian ... 22

2.2. Jual Beli ... 25

2.2.1. Pengertian Jual Beli ... 25

2.2.2. Dasar Hukum Jual Beli ... 26

2.2.3. Subjek dan Objek Jual Beli ... 26

2.2.4. Kewajiban dan Hak Penjual dan Pembeli ... 27

2.2.5. Bentuk-bentuk Perjanjian Jual Beli ... 29

2.3. Jual Beli Secara Elektronik (E-commerce) ... 31

2.3.1. Pengertian Jual Beli Secara Elektronik (E-commerce) .... 31

2.3.2. Jenis-jenis Transaksi dalam Jual Beli Secara Elektronik (E-commerce) ... 33

2.3.3. Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Secara Eletronik (E-commerce) ... 35

BAB III KEKUATAN MENGIKAT BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SECARA ELEKTRONIK (E-COMMERCE) 3.1. Pengaturan Perjanjian Jual beli Secara Elektronik (E-commerce) di Indonesia ... 38

3.2. Kekuatan Mengikat Perjanjian Jual beli Secara Elektronik (E-commerce) ... 41

BAB IV AKIBAT HUKUM APABILA SALAH SATU PIHAK TIDAK CAKAP DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SECARA ELEKTRONIK (E-COMMERCE) 4.1. Kecakapan Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Secara Eletronik (E-commerce) ... 50

(4)

xiii

4.2. Pembatalan Perjanjian Jual Beli Secara Elektronik (E-commerce) Akibat Salah Satu Pihak Tidak Cakap ... 52 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 57 5.2. Saran-saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA

(5)

xiv

KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN JUAL BELI SECARA ELEKTRONIK

(E-COMMERCE) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK

ABSTRAK

Perjanjian jual beli secara e-commerce merupakan perjanjian seperti layaknya perjanjian pada umumnya, akan tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan meskipun tanpa adanya interaksi fisik atau bertatap muka di depan notaris. Karena tidak adanya interaksi fisik antara penjual dengan pembeli maka, kecapakan para pihak dalam perjanjian tersebut diragukan dan hal tersebut mempengaruhi sah atau tidaknya perjanjian jual beli secara e-commerce. Berdasarakan uraian diatas adapun permasalahan yang akan dibahas adalah apakah perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce) mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak dan bagaimanakah akibatnya apabila salah satu pihak ternyata tidak cakap dalam perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce).

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatid dengan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, serta ditunjang dengan bahan hukum sekunder dan tersier terkait dengan permasalahan yang dibahas dan dikumpulkan dengan studi kepustakaan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian, Perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce) merupakan perjanjian yang sama dengan perjanjian jual beli secara umum (konvensional), dimana keduanya menganut konsep perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1313 KUHPerdata sebagai dasar pengaturannya. Selain itu, kekuatan mengikat para pihak dalam perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce) ditunjukan dalam Pasal 18 UU ITE yang menyatakan bahwa transaksi elektronik yang dituangkan kedalam kontrak elektronuk mengikat para pihak. Apabila salah satu pihak tidak cakap dalam membuat perjanjian, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi unsur subjektif.

(6)

xv

ABSTRACT

Purchase agreement in e-commerce is the Treaty as well as agreements in General, however, the agreement may be made despite the absence of physical or face to face interaction in front of a notary. Because of the lack of physical interaction between the seller by the buyer then, kecapakan the parties to the Treaty in doubt and this affects the legitimate or whether purchase agreement in e-commerce. Investigation by the explanation above as for issues that will be discussed is whether the purchase agreement electronically (e-commerce) have the force of law for the parties and what are the consequences if one of the parties was not accomplished in the purchase agreement electronically (e-commerce).

This study is normative law research with primary law material in the form of law, and supported by secondary law material and tertier concerned with the issues discussed and collected by literary study. Approach has been conducted in this study is the statute approach and conceptual approach.

The result conducted from this research are that the Agreements electronically (e-commerce) is the same agreement with the purchase agreement in General (conventional), which both embraced the concept of treaty contained in article 1313 of the civil codes as the basis for setting it up. In addition, the power of binding the parties to the sale and purchase agreement electronically (e-commerce) indicated in article 18 of the ACT ITE which provides that electronic transactions are poured into the elektronuk contract is binding on the parties. If one of the parties is not accomplished in making the agreement, then the agreement can be canceled because it did not meet the subjective element.

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada saat ini di era globalisasi banyak mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dibidang pendidikan, teknologi informasi dan transaksi. Era globalisasi ini merupakan era dimana masuknya modernisasi, dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi dapat memudahkan manusia untuk belajar dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari mana saja, kapan saja, dan dari siapa saja. Perkembangan teknologi yang sangat pesat membawa kemajuan pada hampir seluruh aspek kehidupan manusia.1 Salah satunya dapat dilihat dari perkembangan media internet yang sangat pesat.

Internet adalah sebuah contoh investasi, desikasi, dan komitmen yang sukses untuk sebuah riset dan pengembangan infrastruktur informasi.2 Selain sebagai sebuah contoh investasi, internet adalah komunikasinya satu komputer dengan lainnya secara global melalui media komunikasi yang digunakan seperti telepon, radio, satelit komunikasi, media komunikasi, dan lain sebagainya.3 Internet yang dijadikan sebagai suatu media informasi dan komunikasi elektronik telah banyak memberikan manfaat untuk berbagai kegiatan, antara lain untuk menjelajah (browsing, surfing), mencari data dan berita, saling mengirim pesan melalui email, dan perdagangan.

1

Man Suparman Sastrawidjaja, 2002, Perjanjian Baku Dalam Aktivitas Dunia Maya,

Cyberlaw: Suatu Pengantar, Cetakan I, Elips II,Jakarta, hal. 14.

2 Riyeke Ustadiyanto, 2001, Frame Work E-commerce, Andi Offset, Yogyakarta, hal. 1. 3 Tutang dan Ismulyana Djan, 2010, Kiat Sukses Bisnis di Internet, Datakom Lintas

Buana, Jakarta, hal. 1.

(8)

2 Setidaknya ada dua hal yang mendorong kegiatan perdagangan dalam kaitannya dengan kemajuan teknologi yaitu meningkatnya permintaan atas produk-produk teknologi itu sendiri dan kemudahan untuk melakukan transaksi perdagangan.4 Selain itu, perkembangan perdagangan lewat internet dapat berkembang cepat dengan adanya dukungan dari sarana settlement yang tersedia seperti system delivery yang cepat dan dapat dipercaya, cara pembayaran yang aman dan terutama dukungan perangkat hukum yang ada.5 Melalui internet masyarakat memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam memilih produk (barang dan jasa) yang akan dipergunakan, tentunya dengan berbagai kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan keingiannya.6 Kegiatan perdagangan dengan memanfaatkan media internet ini dikenal dengan istilah electronic commerce, atau disingkat e-commerce.

E-commerce (perdagangan elektronik) pada dasarnya merupakan dampak dari teknologi informasi dan komunikasi. E-commerce merupakan suatu kontak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dengan menggunakan internet, mulai dari proses pemesanan barang, transaksi pembayaran, hingga pengiriman barang dikomunikasikan secara elektronik seperti melalui internet. Secara signifikan ini mengubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme perdagangan. Menurut Efraim Turban transaksi komersial elektronik (e-commerce) terbagi atas:

4Agus Raharjo, 2002, Crybercrime: Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 1.

5Asril Sitompul, 2001, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyber

Space, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 1.

6Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2005, Cyber Law, Aspek Hukum

(9)

3 1. Business to Business (B2B) 2. Business to Consumer (B2C) 3. Consumer to consumer (C2C) 4. Consumer to Business (C2B) 5. Nonbusiness e-commerce

6. Intrabusiness organizaitional e-commerce.7

Kehadiran e-commerce tidak hanya memberikan kemudahan bagi para konsumen, seperti konsumen tidak perlu lagi keluar rumah untuk bertatap muka dengan penjual, cukup hanya dengan komputer atau gadget yang tersambung dengan koneksi internet konsumen dapat membeli barang atau jasa yang beragam dengan harga yang relatif murah. Tak hanya konsumen yang diberikan kemudahan, perkembangan ini juga memudahkan produsen dalam memasarkan produk yang berpengaruh pada penghematan biaya dan waktu. Kini produsen tidak perlu lagi menyewa tempat atau ruko untuk memasarkan produknya, cukup hanya bermodalkan komputer atau gadget yang tersambung dengan koneksi internet maka produsen tersebut sudah dapat memasarkan produknya dan konsumen dapat melakukan penawaran untuk transaksi jual beli.

Dimana ada sisi positif maka pasti ada sisi negatifnya, kehadiran e-commerce memberikan dampak negatif kepada para konsumen. Kemudahan yang ditawarkan e-commerce membuat para konsumen menjadi manja, karena dengan hanya menggunakan sentuhan jari saja para konsumen dapat berbelanja sesuai dengan kebutuhannya.

Selain itu kondisi tersebut menyebabkan posisi konsumenmenjadi lebih lemah dari posisi pelaku usaha yang dapat mengakibatkan kekecewaan dan kerugian.8

7 Hasanuddin Rahman, 2003, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, contract

(10)

4 Transaksi dalam e-commerce merupakan transaksi yang sama pada transaksi pada umumnya, yakni merupakan suatu perjanjian antara penjual dan pembeli. Para pihak dalam e-commerce ini disebut dengan merchant dan customer, kedudukan meraka sama seperti kedudukan kedudukan para pelaku usaha dalam perdagangan umum. Transaksi pada e-commerce terjadi apabila pembeli atau customer mengisi form atau blanko klausul perjanjian yang dibuat oleh penjual atau merchant yang ditampilkan dalam halaman website atau situs e-commerce tersebut. Setelah pembeli menekan tombol setuju, maka pada saat itu pula pembeli telah mengikatkan diri terhadap perjanjian tersebut.

Perjanjian jual beli secara e-commerce tersebut memang perjanjian seperti layaknya perjanjian pada umumnya, akan tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan meskipun tanpa adanya interaksi fisik atau bertatap muka di depan notaris. Pengakuan perjanjian jual beli secara e-commerce sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut dengan KUH Perdata) Indonesia masih dipertanyakan. Pasal 1313 KUH Perdata mengenai definisi perjanjian memang tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis. Pasal 1313 KUH Perdata tersebut hanya menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Apabila melihat pada definisi ini maka suatu perjanjian jual beli secara e-commerce dapat dianggap sebagai suatu bentuk perjanjian yang memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut.

8 Happy Susanto, 2008, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Yogyakarta, hal.

(11)

5 Selain Pasal 1313 KUH Perdata yang berisi ketentuan tentang perjanjian, ketentuan tentang perjanjian diatur juga dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan mengenai syarat sah nya suatu perjanjian yang mengikat para pihak. Menurut Subekti, suatu perjanjian dianggap sah apabila memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif. Pemenuhan syarat tersebut berakibat pada perjanjian yang dibuat menjadi sah, perjanjian juga mengikat bagi para pihak mengenai hak dan kewajibannya sehingga pemenuhan syarat sahnya suatu perjanjian mutlak untuk dipenuhi.9

Selain diatur dalam KUH Perdata, perjanjian jual beli secara e-commerce diatur juga secara spesifik dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut dengan UU ITE). Perjanjian jual beli secara e-commerce harus memiliki kekuatan hukum yang sama seperti perjanjian pada umumnya, dimana mengikat para pihak sebagaimana yang tertuang pada Pasal 18 ayat 1 UU ITE yang menyebutkan bahwa “transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak. Namum apabila melihat Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sah nya perjanjian yakni :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu pokok persoalan tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Dari ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tersebut, bahwa apabila semua unsur atau syarat yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata tersebut telah

9

(12)

6 terpenuhi berarti suatu perjanjian dapat dikatakan sah. Melihat dari ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, perjanjian jual beli secara e-commerce dirasa belum dapat dikatakan sah. Perjanjian jual beli secara e-commerce tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian yakni kecakapan untuk membuat suatu perikatan, karena dalam perjanjian jual beli secara e-commerce penjual atau merchant tidak dapat mengetahui apakah pembeli nya atau customer tersebut sudah cakap hukum atau belum seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang dikarenakan tidak adanya pertemuan antara si penjual merchant dengan si pembeli customer.

Atas dasar latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengusulkan penelitian guna menyusun skripsi dengan judul “KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN JUAL-BELI SECARA ELEKTRONIK (E-COMMERCE) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce) mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak?

2. Bagaimanakah akibatnya apabila salah satu pihak ternyata tidak cakap dalam perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce)?

(13)

7

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam suatu penulisan ilmiah berdasarkan latar belakang diatas maka perlu ditentukan mengenai batasan-batasan materi serta untuk menghindari penyimpangan yang tidak diperlukan karena luasnya cakupan permasalahan yang akan dibahas sehingga penyampaian isi permasalahan tidak menyimpang dari pokok-pokok pembahasan dan apa yang menjadi persoalan dapat diuraikan secara tepat dan sistematis. Adapun permasalahan pertama dibatasi hanya pada. hanya pada kekuatan mengikat bagi para pihak yang terlibat dalam perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce). Permasalahan kedua dibatasi akibat yang timbul apabila salah satu pihak dalam perjanjian jual beli elektronik (e-commerce) tidak cakap.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Skripsi ini merupakan hasil karya tulis asli penulis, tidak terdapat karya tulis yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi lainnya serta sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis oleh penulis lain, kecuali tulisan yang secara tertulis menjadi acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Untuk menunjukan orisinalitas penelitian ini, penulis melakukan pemeriksaan perpustakaan. Dari pemeriksaan tersebut disampaikan bahwa ada penelitian terdahulu yang sejenis namun berbeda dari segi substansinya.

Adapun penelitian yang sejenis dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(14)

8 N No. Penulis Judul Penelitian Rumusan Masalah 1 1. Anak Agung Gede Mahardhika Geriya, Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2015 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BPSK DENPASAR DALAM JUAL BELI MELALUI ONLINE (E-COMMERCE)

1. Apakah faktor-faktor penghambat

pelaksanaan transaksi jual beli online (e-commerce)? 2. Bagaimanakah

Penyelesaian

Sengketa dalam jual beli online oleh BPSK Denpasar 2

2.

Anak Agung Gde Siddhi Satrya Dharma, Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2017 KAJIAN YURIDIS KEABSAHAN JUAL BELI ELEKTRONIK (E-COMMERCE) DENGAN MENGGUNAKAN KARTU KREDIT 1. Bagaimanakah terjadinya keabsahan jual-beli secara elektronin (e-commerce) dengan menggunakan kartu kredit? 2. Bagaimanakah kedudukan jual-beli secara elektronik (e-commerce) dalam hukum perjanjian di Indonesia? 1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Tujuan Umum

1. Untuk memberi gambaran serta pemahaman tentang hukum perjanjian. 2. Sebagai wadah dalam melatih diri untuk belajar memecahkan masalah-masalah hukum yang dalam hal ini berkaitan dengan perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce).

(15)

9

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk memahami dan mendalami terjadinya keterikatan para pihak dalam perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce).

2. Untuk mengetahui akibat apabila salah satu pihak tidak cakap dalam perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce)

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran yang bersifat teoritis dalam pembaharuan hukum perdata khususnya di bidang hukum perjanjian serta untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga untuk dapat dipakai sebagai referensi oleh mahasiswa fakultas hukum maupun oleh masyarakat luas dalam hal hukum perjanjian.

1.6.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah, para pelaku usaha dan juga masyarakat yang menaruh perhatian terhadap persoalan-persoalan mengenai perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce) dan juga dapat menambah pengalaman dan kemampuan penelitian dalam melakukan penelitian hukum.

1.7 Landasan Teoritis

Dalam rangka memberikan landasan terhadap kajian keabsahan perjanjian jual beli secara elektronik (e-commerce), maka dalam penelitian ini diperlukan

(16)

10 teori, konsep, asas-asas hukum maupun pendapat para sarjana agar memperoleh tujuan yang hendak dicapai dalam rumusan masalah. Adanya landasan teoritis ini sangat diperlukan dalam penulisan karya ilmiah yang bertujuan untuk membantu penelitian dalam menentukan arah dan tujuan penelitian.

Adapun landasan teori dari perjanjian ini yaitu, 1. Teori kehendak (Wilstheorie)

Menurut teori kehendak, faktor yang menentukan adanya perjanjian adalah kehandak, meskipun demikian terdapat hubungan yang tidak dapat terpisahkan antara kehendak dan pernyataan. Oleh karena itu suatu kehendak harus dinyatakan, namun apabila terdapat ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan maka tidak terbentuk suatu perjanjian.10

2. Teori pernyataan (verklaringstheorie)

Menurut teori pernyataan, pembentukan kehendak terjadi dalam ranah kejiwaan seseorang sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui apa yang sebenarnya terdapat di dalam benak seseorang, dengan demikian suatu kehendak yang tidak dapat dikenali oleh pihak lain tidak mungkin menjadi dasr dari terbentuknya suatu perjanjian11

3. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie)

Menurut Teori kepercayaan, tidak semua penyataan melahirkan perjanjian, suatu pernyataan hanya akan melahirkan perjanjian apabila pernyataan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan memang benar dikehendaki, atau

10 Herlien Budiono, 2010, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, Citra Aditya, Bandung, hal. 76.

11

(17)

11 dengan kata lain hanya pernyataan yang disampaikan sesuai dengan keadaan tertentu (normal) yang menimbulka perjanjian. Menurut teori ini terbentuknya perjanjian tergantung pada kepercayaan atau pengharapan yang muncul dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan.12

4. Teori Ucapan (uitingstheorie)

Teori ini berpijak kepada salah satu prinsip hukum bahwa suatu kehendak baru memiliki arti apabila kehendak tersebut telah dinyatakan. !enurut teori ini, kata sepakat terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran telah menulis surat jawaban yang menyatakan ia menerima surat pernyataan.

5. Teori Pengiriman (verzendtheorie)

Menurut teori ini, kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram

6. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)

kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie, tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung).

7. Teori Penerimaan (ontvangstheorie)

Kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

8. Teori Dugaan

Menurut teori ini saat tercapainya kata sepakat sehingga saat itu juga dianggao sebagai saat terjadinya suatu kontrak adalah pada saat pihak yangmenerima tawaran telah mengirim surat jawaban dan dia secara patut dapat

12

(18)

12

menduga bahwa pihak lainnya (pihak yang menawarkan) telah mengetahui isi surat itu.

Menurut Asser, perjanjian terdiri dari bagian inti (essensialia) dan bagian bukan inti (naturalia) dan (accidentalia) sebagai unsur-unsur perjanjian, yakni sebagai berikut:13

1. Unsur Essensialia

Unsur yang mutlak harus ada di dalam perjanjian, dimana tanpa adanya unsur tersebut perjanjian tidak mungkin ada. Unsur ini berkaitan erat dengan syarat sahnya perjanjian pada Pasal 1320 KUH Perdata, sebagai contoh dalam perjanjian jual beli harga dan barang yang di sepakati kedua belah pihak harus sama.

2. Unsur Naturalia

Unsur yang pada umumnya ada atau merupakan sifat bawaan pada perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian. sebagai contoh menjamin terhadap cacad tersembunyi.

3. Unsur Accidentalia

Unsur yang oleh para pihak ditambahkan dalam persetujuan yang diperjanjikan secara khusus oleh para pihak, sebagai contoh mengenai jangka waktu pembayaran, pilihan hukum dan cara penyerahan barang.

Selain itu dalam Pasal 3 UU ITE mengatur lima asas pemanfaatan teknologi dan transaksi elektronik yaitu:

1. Asas Kepastian Hukum

13

(19)

13 Landasan hukum bagi pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraan yang mendapat pengakuan hukum di dalam maupun di luar pengadilan.

2. Asas Manfaat

Asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Asas Kehati-hatian

Landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendapatkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik. 4. Asas Itikad Baik

Asas yang digunakan para pihak dalam melakukan transaksi elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

5. Asas Kebebasan memilih Teknologi atau Netral Teknologi

Asas pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik tidak berfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan penggunakan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.

(20)

14 1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogi, sistematis, dan konsisten.14 Untuk mendapatkan jawaban dan juga untuk mengurai permasalahan yang diangkat, jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder.15 Penelitian hukum normatif biasa disebut dengan penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Disebut sebagai penelitian hukum doktriner dikarenakan penelitian ini haya ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada perpustakaan, karena akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan.

Dalam penelitian hukum normatif, hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek seperti aspek filosofis, teori, konsistensi, perbandingan, struktur atau komposisi, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, penjelasan umum serta penjelasan pada tiap pasal. Penggunaan penelitian hukum normatif ini adalah beranjak dari belum adanya norma hukum (leemten van normen) yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan

14 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal 42. 15

Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cv. Rajawali, Jakarta, hal. 15.

(21)

15 konseptual (Conceptual approach). Dalam penelitian ini pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang diangkat, yaitu : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Dalam pembahasan penelitian ini ditunjang dengan bahan hukum yang bersumber dari penelitian kepustakaan (Library Reseacrh), yaitu pengumpulan berbagai bahan hukum yang diperoleh dari menelaah literature guna menemukan teori yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitisn ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, adapun bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Bahan Hukum Primer, yakni bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat umum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, peraturan dasar, konvensi ketatanegaraan dan perjanjian internasional. Dalam penulisan skripsi ini menggunakan bahan hukum primer antara lain:

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(22)

16 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum dan pandangan ahli hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu berupa bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain yang juga berkaitan dengan penelitian ini.16

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu teknik studi kepustakaan, yaitu dengan cara menelaah dan meneliti data pustaka seperti bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.pencatatan terhadap bahan-bahan dalam temuan studi kepustakaan tersebut perlu diteliti secara jelas, pencatatan ini juga dilakukan secara menyeluruh terhadap bahan-bahan yang ada relevansinya dengan penelitian.17

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Dalam penulisan skripsi ini teknik analisis yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yakni teknik deskripsi yaitu menguraikan secara apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. setelah itu menggunakan teknik interprestasi berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal kemudian

16Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, Hal. 166.

17

Bambang Waluyo. 1991. Penelitian Hukum dalam Praktek. Sinar Grafika. Jakarta. Hal 50.

(23)

17 dilakukannya teknik evaluasi yaitu penilaian berupa tepat atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan sekunder, dan kemudian teknik argumentasi digunakan untuk menyimpulkan pemikiran atau analisis penulis yang kemudian akan ditarik kesimpulan secara sistematis.

Referensi

Dokumen terkait

Kebasahan dalam jual beli online telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata dimana dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa syarat

ketentuan syariat karena mereka tidak memenuhi syarat sahnya jual beli yang akan berimbas pada ketidakrelaan oleh konsumen atau pembeli karena berujung pada sebuah kondisi

Perjanjian jual beli hak milik atas tanah yang dibuat secara sah dan memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, pada

Syarat-syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata berlaku juga dalam hal perjanjian jual beli. Para pihak yang telah sepakat tersebut membuat

transaksi jual beli objek sengketa telah melanggar salah satu syarat terpenting bagi sahnya suatu perjanjian, karena yang menjadi objek transaksi jual beli antara Etty dan

suatu perikatan ataupun hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Transaksi jual beli e-commerce juga merupakan suatu perjanjian jual beli yang. sama halnya

 Mahasiswa mampu memahami Perbedaan Hukum Perjanjian dan hukum perikatan serta syarat sahnya dan asas-asas dalam perjanjian, dan dapat membuat kontrak bisnis1.

Berdasarkan metode yang digunakan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keabsahan perjanjian jual beli melalui sistem elektronik tetap melihat pada syarat