• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN DATA PLT DAN DATA PRODUKSI DALAM MENENTUKAN POLA ALIRAN FLUIDA PADA SUMUR X. Tugas Akhir. Oleh: BRAVO MAHENDRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN DATA PLT DAN DATA PRODUKSI DALAM MENENTUKAN POLA ALIRAN FLUIDA PADA SUMUR X. Tugas Akhir. Oleh: BRAVO MAHENDRA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN DATA PLT DAN DATA PRODUKSI DALAM MENENTUKAN

POLA ALIRAN FLUIDA PADA SUMUR X

Tugas Akhir

Oleh:

BRAVO MAHENDRA

12206050

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNIK PERMINYAKAN

Institut Teknologi Bandung

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

PENGGUNAAN DATA PLT DAN DATA PRODUKSI DALAM MENENTUKAN

POLA ALIRAN FLUIDA PADA SUMUR X

Tugas Akhir

Oleh:

BRAVO MAHENDRA

12206050

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNIK PERMINYAKAN

Institut Teknologi Bandung

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

Penulis,

Ir. Hernansjah

Bravo Mahendra, ST

(3)

PENGGUNAAN DATA PLT DAN DATA PRODUKSI DALAM

MENENTUKAN POLA ALIRAN FLUIDA PADA SUMUR X

Oleh: Bravo* dan Hernansjah**, Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung, 2010.

Sari

Salah satu kegunaan Production Logging Tool (PLT) adalah untuk mengetahui profil aliran fluida dalam sumur. Asumsi pola aliran yang salah dapat mengakibatkan interpretasi profil aliran menjadi kurang akurat dan berujung pada pengambilan keputusan workover yang salah pula. Karena profil aliran dipengaruhi oleh kecepatan alir, holdup, kecepatan slip dan pola aliran, maka diperlukan data PLT dan data produksi yang dapat digunakan untuk menentukan hal-hal yang mempengaruhi profil aliran yg terjadi dalam lubang sumur tersebut. Untuk itu perlu dilakukan beberapa kali rangkaian tes PLT pada berbagai kondisi debit aliran sumur.

Kata kunci: profil aliran, pola aliran, holdup, data produksi, logging produksi, kecepatan slip Abstract

Production Logging Tool (PLT) has been used to identify flow profile in the well. Flow profile can be altered by velocity, holdup, slippage velocity and flow regime. Wrong taken assumption on flow regime can cause flow profile interpretation goes inaccurate and would lead to a wrong workover decision. PLT response and production data can be used to determine the flow regime inside the wellbore. Production data can also be used to determine the slippage velocity with additional data of holdup data from PLT. By knowing the precise flow regime and slippage velocity, one can deliver a more accurate flow profile interpretation.

Keyword: flow profile, flow regime, holdup, production data, production logging, slippage velocity

Pendahuluan

Fluida yang mengalir dalam lubang sumur seringkali terdiri dari dua fasa atau lebih. Perbedaan densitas antar fasa tersebut akan membentuk suatu pola aliran tertentu. Pemahaman pola aliran fluida multifasa dalam lubang sumur yang baik akan menghasilkan analisa performa reservoir dan pengambilan keputusan workover yang tepat.

Production Logging Tool (PLT, rangkaian

peralatan logging produksi) dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik aliran fluida multifasa dalam sumur, seperti:

1. Total kecepatan alir fluida, oleh spinner atau flowmeter, dan

2. Besarnya fraksi tiap fasa fluida yang mengalir menggunakan densitometer ataupun water-holdup meter.

Tekanan dan temperatur pun bisa didapatkan dengan menambahkan pressure dan temperature

gauge ke dalam rangkaian PLT.

Respon PLT yang sama namun memiliki pola aliran yang berbeda dapat menghasilkan hasil interpretasi yang berbeda pula8. Pola aliran tersebut dapat ditentukan dengan bantuan data produksi (debit aliran tiap fasa yang terekam di permukaan) ketika proses pengambilan data PLT dilakukan diturunkan. Dengan mengetahui pola aliran yang tepat, hasil analisa PLT yang akurat pun dapat diraih.

Teori Dasar

Holdup atau fraksi berarti besarnya volume pipa

yang ditempati oleh suatu fasa fluida Fraksi atau Holdup

8 (digunakan sebagai prinsip densitometer). Dengan asumsi pola aliran yang seragam sepanjang pipa yang diukur, holdup dapat berarti besarnya bagian yang ditempati oleh suatu fasa fluida dalam suatu luas penampang pipa3 (digunakan sebagai prinsip

water-holdup meter, seperti FloView#). Pada aliran fluida fasa gas dan air10

(1) :

(2)

Gambar 1. Pola Aliran Mist

*) Mahasiswa Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung **) Dosen Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung

(4)

b

Terlihat dari Gambar 1 dan 2, dengan nilai fraksi yang sama dapat dihasilkan pola aliran yang berbeda.

Holdup selalu lebih besar atau sama (pada aliran

mist) dengan rasio fasa fluida di permukaan (GOR dan Water-Cut). Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kecepatan aliran tiap fasa9.

Dari kalibrasi log spinner Kecepatan Alir Fluida

1

(3) , dapat dihasilkan kecepatan alir fluida total sesuai dengan hubungan:

RPSo adalah respon log spinner ketika peralatan

PLT berada dalam kondisi statis. b adalah gradien respon log spinner yang dihasilkan dari plot data RPS dengan kecepatan kabel. Vt adalah

kecepatan minimal yang dibutuhkan oleh spinner untuk mulai berputar. Nilai b dan Vt dipengaruhi

oleh viskositas fluida yang dilaluinya8. Karena viskositas fluida dipengaruhi oleh kecepatan alir dan komposisi campuran fluida, Flow Response

Line yang paling akurat akan dihasilkan ketika spinner melalui fluida yang terdiri dari satu fasa

dan berada dalam kondisi statis (sumur shut-in).

Nilai kecepatan alir fluida yang dihasilkan dari

Flow Response Line merupakan nilai kecepatan

alir fluida pada bagian tengah penampang10. Untuk mendapatkan nilai kecepatan alir fluida rata-rata, maka nilai kecepatan alir fluida maksimum tersebut harus dikalikan dengan VPCF (Velocity Performance Correction

Factor)4

(4)

. VPCF dipengaruhi oleh besarnya nilai

Reynolds Number yang dihasilkan oleh aliran fluida tersebut.

Hendy (2010)4 telah menyusun sebuah chart yang memperlihatkan hubungan antara VPCF dengan Reynolds Number.

Kecepatan alir fluida total merupakan jumlah seluruh kecepatan superfisial tiap fasanya6

(5) . Pada aliran fluida fasa gas dan air:

Kecepatan superfisial bukanlah kecepatan alir aktual dalam aliran multifasa, karena kecepatan yang terekam tersebut merupakan kecepatan alir rata-rata akibat fasa fluida tidak sepenuhnya menempati luas penampang pipa. Pada kenyataannya, fasa fluida mengalir lebih cepat dari kecepatan superfisial, dan diartikan sebagai kecepatan fasa fluida ketika bernilai fraksi satu6

. Pada aliran fluida fasa gas dan air:

(6)

Maka, hubungan antara debit aliran fluida dengan fraksi dan kecepatan aktual fluida tersebut adalah9

:

(7)

Gambar 5. Ilustrasi Sederhana Aliran Dua Fasa9 Gambar 4. NRe vs VPCF4

Gambar 3. Flow Response Line1

(5)

Dari persamaan 7 pun ditunjukkan hubungan antara debit aliran fluida yang terekam di dalam sumur dengan debit aliran fluida yang terekam di permukaan (adanya formation volume factor, dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur).

Pada aliran multifasa, fasa fluida dengan densitas yang lebih ringan akan mengalir lebih cepat. Perbedaan kecepatan fasa fluida ini disebut dengan kecepatan slip. Pada aliran fasa gas dan air:

Kecepatan Slip

(8)

Dengan mengkombinasikan persamaan 3, 5, 6 dan 8 (penurunan pada lampiran 1) didapatkan:

(9)

Kecepatan slip dapat ditentukan menggunakan korelasi yang dikembangkan oleh Smollen (1996)10 • Untuk ρ : g < 0.5 gr/cc dan Yw < 0.35: (aliran mist) • Untuk ρg < 0.5 gr/cc dan Yw > 0.35: (10)

Metode lain untuk menentukan kecepatan slip adalah dengan menggunakan persamaan 7 dan 8, di mana debit fasa fluida dalam lubang sumur didapat dengan mengkonversikan data produksi ke dalam kondisi kedalaman (menggunakan data temperatur dan tekanan pada kedalaman tersebut).

Ketika dua fasa fluida mengalir dalam suatu pipa vertikal, maka perbedaan kecepatan superfisial tiap fasanya akan menghasilkan jenis pola aliran yang berbeda-beda.

Pola Aliran Fluida

2

Dengan melakukan analisa terhadap respon PLT, pola aliran fluida multifasa dalam sumur dapat diketahui.

Studi Kasus

Sumur X adalah sumur penghasil gas bertipe

deviated-wellbore, dengan rata-rata kemiringan

sumur sebesar 19 derajat. Interval perforasi berada pada kedalaman 3533-3534m, 3578-3587m dan 3841-3843m. Pada studi kasus kali ini, sumur X telah mengalami tiga kali rangkaian tes PLT, masing-masing pada kondisi debit aliran maksimum (Qmax, 9,73 MMSCF/day), setengah dari maksimum (Q1/2max, 4,87 MMSCF/day), dan saat sumur tidak mengalir (shut-in, 0 MMSCF/day). Untuk tiap rangkaian, dilakukan pula pembacaan dengan kondisi peralatan statis pada stasiun 1-3, masing-masing pada kedalaman 3515, 3560 dan 3860 m.

Diambil data PLT statis untuk sumur X pada stasiun paling atas ketika debit aliran maksimum (Qmax).

Interpretasi Pola Aliran

Gambar 7. Diagram Konfigurasi Sumur X Gambar 6. Ilustrasi Pola Aliran Fluida2

(6)

Dari hasil kalibrasi spinner (lampiran 2), didapatkan nilai gradien sebesar 0,4 RPS/(m/min). Faktor koreksi diambil nilai satu, dengan mempertimbangkan nilai viskositas fluida campuran yang kecil (gas) dan kecepatan alir fluida yang tinggi akan menghasilkan Reynolds Number yang besar (validasi asumsi pada lampiran 5). Didapatkan nilai kecepatan fluida total sebesar 296,18 m/min.

Data produksi digunakan sebagai indikator keakuratan hasil interpretasi PLT:

Formation Volume Factor pada kondisi

temperatur dan tekanan stasiun teratas, dihitung dengan menggunakan korelasi yang dikembangkan oleh McCain (1988) 5(lampiran 3), didapatkan:

Digunakan metode perhitungan kecepatan slip oleh Smolen (1996)10 pada persamaan 10. Kecepatan superfisial didapatkan oleh persamaan 5 dan 9. Menggunakan data pada Tabel 1, 2 dan 3, dapat dibandingkan besarnya debit aliran hasil interpretasi (Q-spinner) dengan data produksi yang terekam (Q-prod):

Sesuai dengan pernyataan Smolen (1996)10, ketika didapatkan nilai fraksi fasa berat (air) yang lebih kecil dari 0,35 maka aliran berpola mist flow. Oleh karenanya, kecepatan slip sama dengan nol. Ternyata, hal ini menghasilkan interpretasi debit aliran dengan tingkat error lebih besar dari 10% (tidak akurat). Maka dapat diambil kesimpulan sementara bahwa metode

Smolen (1996) tidak tepat untuk diterapkan pada kasus ini.

Ketidakakuratan interpretasi ini disebabkan oleh salahnya interpretasi pola aliran. Data produksi (Tabel 2) dan data formation volume factor (Tabel 3) digunakan untuk mengetahui kecepatan slip dengan memodifikasi persamaan 7:

(12)

Dengan menggunakan persamaan 11 dan 7, didapatkan nilai kecepatan slip sebesar 321,93 m/min dan hasil interpretasi data PLT:

Didapatkan hasil interpretasi yang lebih akurat (tingkat error lebih kecil dari 10%). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kecepatan slip pada fraksi fasa berat lebih kecil dari 0,35. Data log densitas dan fraksi berat pada lampiran 8 menunjukkan respon yang cenderung stabil pada nilai kecil. Adanya kecepatan slip dan karakteristik respon log seperti ini menunjukkan pola aliran fluida adalah annular mist (untuk pola aliran slug/churn, respon log tidak akan stabil).

Data respon PLT pada kondisi aliran Qmax: Interpretasi Kontribusi Tiap Interval Perforasi

Sesuai dengan persamaan 9 dan 6,

(11)

dengan nilai kecepatan total fluida dan kecepatan aliran fasa air yang sama, untuk fraksi air yang semakin besar, maka semakin besar pula kecepatan slip yang dihasilkan. Pada pola aliran bubble dihasilkan kecepatan slip yang terbesar dan pada mist dihasilkan kecepatan slip terkecil (sesuai dengan persamaan 10). Namun, hubungan ini tidak berlaku untuk aliran annular mist, akibat nilai kecepatan alir fasa air yang jauh lebih kecil 7.

Untuk interpretasi kontribusi tiap laju fasa untuk tiap interval perforasi, digunakan nilai kecepatan Y-w = 0,19022 fraction RPSo = 116,7 RPS P = 1424,08 psia T = 689,63 R A = 0,083811 ft2 Q-w = 437,67 STB/day Q-g = 9,48 MMSCF/d γ-w = 1,005642 SG γ-g = 0,797 SG Bg = 0,012047 ft3/scf Bw = 1,047896 bbl/STB Vslip = 0 m/min fasa u (m/min) water 56,34 3791,48 437,67 7,66 gas 239,84 7,88 9,48 0,17

Q-spinner Q-prod error

Vslip = 321,93 m/min

fasa u

(m/min)

water 6,75 454,21 437,67 0,04

gas 289,43 9,51 9,48 0,00

Q-spinner Q-prod error

station depth RPSo Yw

(m)

3 3515 116,72 0,19

2 3560 104,18 0,20

1 3860 0,00 0,98

Tabel 6. Data Tiap Stasiun Tabel 5. Interpretasi Data PLT (Qmax),

Setelah Dikoreksi

Tabel 4. Interpretasi Data PLT (Qmax), Sebelum Dikoreksi

Tabel 3. Formation Volume Factor Tabel 2. Data Produksi (Qmax) Tabel 1. Data PLT Stasiun Teratas (Qmax)

(7)

slip yang sama (321,93 m/min) untuk fraksi holdup air lebih kecil dari 0,35. Untuk fraksi holdup air lebih besar dari 0,35, digunakan persamaan 10, sesuai dengan pernyataan Smollen (1996)10.

Ketika spinner tidak berputar (bernilai 0 RPS), kecepatan fluida tidak dapat terdeteksi. Pada kondisi tersebut, diasumsikan kecepatan fluida adalah sebesar kecepatan threshold.

Dengan menggunakan metode yang sama, telah dilakukan interpretasi data PLT pada sumur X dengan kondisi aliran Q1/2max (lampiran 4). Hasil yang akurat yang dihasilkan (tingkat error lebih kecil dari 10%) menunjukkan bahwa metode interpretasi pada tulisan ini dapat diaplikasikan pada kasus lain.

Kesimpulan

Dari studi kasus ini, dapat diambil kesimpulan: 1. Logging produksi dan data produksi

(debit aliran fluida tiap fasa) dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola aliran fluida di dalam sumur.

2. Korelasi pada buku Smollen (1996)10

3. Kecepatan slip pada aliran annular mist dapat dihitung dengan menggunakan bantuan data produksi (debit aliran fluida tiap fasa).

tidak tepat untuk diaplikasikan pada pola aliran annular mist.

4. Pola aliran pada stasiun paling atas sumur X adalah annular mist.

5. Dengan mengetahui pola aliran fluida dalam lubang sumur yang tepat, maka kontribusi aliran tiap fasa untuk tiap lapisan yang akurat dapat diraih. Hal ini dapat digunakan untuk menghasilkan keputusan workover yang tepat.

Saran

Beberapa hal yang dapat dikembangkan dengan mengetahui pola aliran fluida dalam sumur dari studi kasus ini adalah:

1. Menutup (plug) interval perforasi pengkontribusi air terbesar (3533-3534m).

2. Menentukan tekanan kepala sumur maksimal agar tidak terjadi liquid

loading (lampiran 6 mencantumkan

metode yang dapat digunakan).

3. Mencari korelasi untuk menentukan kecepatan slip pada pola aliran annular

mist, dengan adanya tambahan data.

4. Membuktikan bahwa data PLT dapat digunakan untuk menentukan pola aliran yang lain (selain mist dan annular mist), dengan adanya tambahan data.

Daftar Notasi

= luas area penampang pipa (ft2 = gradient kalibrasi (RPS/(m/min))

)

= formation volume factor gas(cuft/scf) = formation volume factor air(bbl/STB) = diameter penampang sumur (in) = specific gravity gas

= specific gravity air = viskositas fluida (cp) = Reynolds Number = tekanan (psia)

= debit gas dalam sumur (cuft/d) = debit air dalam sumur (bbl/d) = debit produksi gas (MMSCF/d) = debit produksi air (STB/d) = densitas gas (gr/cc)

= densitas campuran (gr/cc) = densitas air (gr/cc)

= banyaknya putaran

= banyaknya putaran ketika Vkabel

statis (bernilai nol)

= gaya tegangan antar permukaan

(dynes/cm)

θ = kemiringan sumur (derajat) = temperatur (˚R)

= kecepatan superfisial gas (m/min) = kecepatan superfisial air (m/min) = kecepatan aliran fluida total (m/min) = kecepatan aliran gas (m/min)

= kecepatan slip (m/min) = kecepatan threshold (m/min) = kecepatan aliran air (m/min)

= kecepatan aliran gas kritikal (m/min) = fraksi gas

= fraksi air

= faktor kompresibilitas gas Referensi

1. Atlas Wireline Services: “Interpretive

Methods for Production Well Logs”,

Third Edition, 1988.

2. Brill, J. P., and Mukherjee, H.:

“Multiphase Flow in Wells”, Henry L.

station v-slip v-f Q-w Q-g

(m/min) (m/min) (STB/D) (mmscfd)

3 321,93 296,18 454,21 9,51

2 321,93 264,42 81,98 8,65

1 38,18 0,72 5,25 0,02

perfo depth Q-w (cont) Q-g (cont)

(m) (STB/D) (mmscfd)

3533-3534 372,23 0,86 3578-3587 76,73 8,63 3841-3843 5,25 0,02

Tabel 8. Interpretasi Kontribusi Tiap Interval Perforasi (Qmax)

(8)

Doherty Memorial Fund of AIME, Society of Petroleum Engineers Inc., Richardson, Texas, 1999.

3. Ding, Z. X., Ullah, K., and Huang, Y.:

“A Comparison of Predictive Oil/Water Holdup Models for Production Log Interpretation in Vertical and Deviated Wellbores”, paper presented at SPWLA

35th

4. Hendy, and Hernansjah: “Perhitungan

Laju Alir Tiga Fasa Pada Sumur Comingle Dengan Data Logging Produksi”, Tugas Akhir Mahasiswa

Teknik Perminyakan ITB, 2010 Annual Logging Symposium, 1994.

5. McCain, William D. Jr.: “The

Properties of Petroleum Fluids”,

PennWell Books, Tulsa Oklahoma, 1990.

6. Nicolas, Y., and Witterholt, E. J.:

“Measurements of Multiphase Fluid Flow”, SPE paper 4023, 1972.

7. Ouyang, L.B: “Field Case Histories

Demonstrating Critical Role of PLT Flow Model Selection for Improved Water Shut-off Results in Offshore Thailand”, IPTC paper 12628, 2008

8. Roesner, R. E., LeBlanc, A. J., and Davarzani, M. J.: “Effects of Flow

Regimes on Production Logging Instruments’ Response”, SPE paper

18206, 1988.

9. Schlumberger: “Production Log Interpretation”, 1973.

10. Smolen, J. J.: “Cased Hole and

Production Log Evaluation”, PennWell

Books, Tulsa, Oklahoma, 1996.

11. Turner, R.G., Hubbard, M.G., and Dukler, A.E.: “Analysis and Prediction

of Minimum Flow Rate for the Continuous Removal of Liquid From Gas Wells”, paper SPE 2198, 1969.

(9)

Lampiran

1. Penurunan rumus kecepatan superfisial:

2. Kalibrasi log spinner (Flow Response Line) disusun menggunakan data respon spinner pada saat kondisi sumur tidak mengalir (shut-in). Kalibrasi dilakukan dengan cara mengubah-ubah respon spinner hingga didapatkan nilai R2 sebesar 1 pada saat peralatan naik dan turun. Respon spinner yang mengakibatkan nilai R2 lebih kecil dari 1 tersebut adalah akibat adanya kesalahan pembacaan ataupun kesalahan alat.

3. Formation Volume Factor5 Untuk dry gas:

:

(11) Untuk air formasi:

(12)

di mana,

4. Data-data yang digunakan untuk analisa pada debit aliran Q1/2max sebesar 4,87 MMSCF/day adalah:

Dari nilai fraksi fasa berat yang lebih kecil dari 0,35 dan respon log yang statis menunjukkan bahwa pola aliran pada stasiun teratas adalah annular mist. Kecepatan slip pada pola aliran ini didapatkan dengan menggunakan metode yang sudah dibahas sebelumnya (menggunakan data produksi), sebesar 45,79 m/min. VPCF pada kasus ini diasumsikan sebesar 0,663 (validasi asumsi pada lampiran 5).

Vcable RPS RPS

(m/min) (sebelum) (setelah)

30 15,11 12,09 20 9,39 8,13 10 4,70 4,19 0 0,00 0,00 -10 -4,65 -3,17 -20 -8,36 -7,07 -30 -12,95 -11,07 Y-w = 0,13071 fraction RPSo = 42,9 RPS P = 3163,53 psia T = 709,55 R Bg = 0,00558 ft3/scf Bw = 1,051907 bbl/STB Q-w = 296,30 STB/day Q-g = 4,91 MMSCF/d

station depth RPSo Yw

(m) 3 3515 42,92 0,13 2 3560 36,18 0,12 1 3860 0,00 1,00 Vslip = 45,79 m/min fasa u (m/min) water 4,37 293,19 296,30 0,01 gas 68,89 4,89 4,91 0,00

Q-spinner Q-prod error

Tabel 12. Interpretasi Data PLT (Q1/2max) Tabel 11. Data Tiap Stasiun Tabel 10b. Data Produksi (Q1/2max) Tabel 10a. Data PLT Stasiun Teratas (Q1/2max)

Gambar 10. Kalibrasi Spinner Pada Kedalaman 3515m, Setelah Dikoreksi Gambar 9. Kalibrasi Spinner Pada Kedalaman

3515m, Sebelum Dikoreksi

Tabel 9. Data Respon Spinner Kedalaman 3515m, Pada Kondisi Shut-In

(10)

5. Nilai VPCF dipengaruhi oleh Reynolds Numbers10 (gambar 4). Walaupun nilai kecepatan alir fluida dan diameter lubang sumur pada persamaan Reynold Number (persamaan 4) dapat diketahui, namun nilai densitas campuran dan viskositas campuran fluida berpola aliran annular mist dalam lubang sumur tidak bisa diketahui secara akurat oleh karena peralatan PLT tidak dapat mendeteksi karakteristik fluida pada lapisan

liquid-film di sepanjang dinding sumur.

Metode lain untuk mengetahui nilai VPCF adalah dengan mengubah-ubah nilai VPCF hingga didapatkan nilai interpretasi debit yang cocok dengan nilai debit data produksi (matching).

Sebagai bahan validasi untuk menunjukkan ketepatan asumsi, dilakukan metode yang sama untuk debit aliran yang lain. Data-data yang dibutuhkan didapat dari hasil regresi debit gas.

Terlihat pada gambar 11, terdapat hubungan yang sebanding antara debit gas dengan VPCF. Hal ini membuktikan bahwa asumsi VPCF yang digunakan adalah valid.

6. Fenomena liquid-loading terjadi ketika kecepatan aliran gas lebih kecil dari kecepatan kritikalnya untuk dapat membawa butiran air secara sempurna11

(13) . Butiran air yang tidak terangkat akan mengendap dan terakumulasi di dasar sumur. Ketika tekanan hidrostatis akumulasi butiran air ini lebih besar daripada tekanan reservoir, maka sumur akan mati.

station v-slip v-f Q-w Q-g

(m/min) (m/min) (STB/D) (mmscfd)

3 45,79 73,27 293,19 4,89

2 45,79 61,83 181,92 4,20

1 38,18 0,72 45,34 0,00

perfo depth Q-w (cont) Q-g (cont) (STB/D) (mmscfd) 3533-3534 111,26 0,69 3578-3587 136,58 4,19 3841-3843 45,34 0,00

kondisi Q-g (prod) VPCF Q-g (int) error Q-g

(MMSCF/d) (mmscfd)

Qmax 9,48 1 9,51 0,00

Q1/2max 4,91 1 7,12 0,45

kondisi Q-w (prod) VPCF Q-w (int) error Q-w

(STB/d) (STB/D)

Qmax 437,67 1 454,21 0,04

Q1/2max 296,30 1 609,40 1,06

kondisi Q-g (prod) VPCF Q-g (int) error Q-g

(MMSCF/d) (mmscfd)

Qmax 9,48 1 9,51 0,00

Q1/2max 4,91 0,663 4,84 0,01

kondisi Q-w (prod) VPCF Q-w (int) error Q-w

(STB/d) (STB/D)

Qmax 437,67 1 454,21 0,04

Q1/2max 296,30 0,663 286,48 0,03

kondisi Q-g (prod) VPCF Q-g (int) error Q-g

(MMSCF/d) (mmscfd)

Q3/4max 7,194975 0,709 7,21 0,00

Q3/5max 5,82462 0,666 5,89 0,01

Q4/5max 7,65176 0,74 7,65 0,00

kondisi Q-w (prod) VPCF Q-w (int) error Q-w

(STB/d) (STB/D) Q3/4max 366,9875 0,709 371,5981 0,01 Q3/5max 324,578 0,666 335,8022 0,03 Q4/5max 381,124 0,74 381,111 0,00 kondisi Q-g (prod) VPCF (MMSCF/d) Qmax 9,48 1 Q4/5max 7,65 0,74 Q3/4max 7,19 0,709 Q3/5max 5,82 0,666 Q1/2max 4,91 0,663

Gambar 11. Plot Validasi VPCF

Tabel 21. Hubungan Antara Debit Gas Dengan VPCF

Tabel 20. Validasi Matching Debit Air Hasil Interpretasi Dengan Hasil Produksi (Sudah Cocok)

Tabel 19. Validasi Matching Debit Gas Hasil Interpretasi Dengan Hasil Produksi (Sudah Cocok)

Tabel 18. Matching Debit Air Hasil Interpretasi Dengan Hasil Produksi (Sudah Cocok) Tabel 17. Matching Debit Gas Hasil Interpretasi

Dengan Hasil Produksi (Sudah Cocok) Tabel 16. Matching Debit Air Hasil Interpretasi

Dengan Hasil Produksi (Belum Cocok) Tabel 15. Matching Debit Gas Hasil Interpretasi

Dengan Hasil Produksi (Belum Cocok) Tabel 14. Interpretasi Kontribusi Tiap Interval

Perforasi (Q1/2max)

(11)

Dengan mengetahui kecepatan aliran gas, tekanan dan temperatur dasar sumur pada dua debit alir yang berbeda, dapat dilakukan iterasi pada persamaan 13 untuk mencari nilai kecepatan kritikal gas. Selanjutnya, dengan memplot kecepatan kritikal gas tersebut ke dalam kurva tekanan kepala sumur terhadap kecepatan aliran gas, dapat didapatkan tekanan kepala sumur maksimum agar tidak terjadi liquid-loading.

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

Gambar

Gambar 1. Pola Aliran Mist
Gambar 5. Ilustrasi Sederhana Aliran Dua Fasa 9 Gambar 4. NRe vs VPCF4
Gambar 7. Diagram Konfigurasi Sumur XGambar 6. Ilustrasi Pola Aliran Fluida2
Tabel 6. Data Tiap Stasiun Tabel 5. Interpretasi Data PLT (Qmax),
+4

Referensi

Dokumen terkait

Yang lebih pasti adalah pengakuan bagi praktisi atau perusahaan dari instansi yang berwenang bahwa sertifikasi tersebut benar-benar menunjukkan bahwa proses produksi

Parameter-parameter lain yang digunakan untuk analisis SPR menurut Prince et al., (2015), yaitu: 1) nilai ratio kematian alami dan koefisien pertumbuhan (M/k), 2) panjang asimptotik

Siswa melakukan finishing pada pembuatan kerajinan bahan lunak alam yang dibuatnya secara benar 2.Siswa mengamati produk kemasan yang cocok untuk produk kerajinan yang dibuatnya

Perlakuan penempatan serasah kakao secara biopori (M1) nilai N-total tanah menjadi lebih besar yaitu 0,69%, begitu pula dengan penempatan serasah secara mulsa vertikal (M2)

Mengetahui bahwa strategi public relations yang dilakukan oleh Museum Geologi Kota Bandung mempunyai andil terhadap kemenangan Museum Geologi Kota Bandung dalam kategori

Dengan mempelajari sejarah perekonomian suatu negara dan teori yang digunakan untuk menghadapi permasalahan ekonomi dapat menjadi cerminan sebagai dasar untuk

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari hambatan dan kekurangannya, akan tetapi hal ini dapat teratasi dengan adanya bantuan dan dorongan serta dukungan

Untuk batu kapur yang terjadi secara mekanik sebetulnya bahannya tidak jauh beda dengan batu kapur secara organik yang membedakannya adalah terjadinya perombakan dari