• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENAPAK JEJAK PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H MUNTAHA AL HAFIDZ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENAPAK JEJAK PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H MUNTAHA AL HAFIDZ"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

K.H MUNTAHA AL HAFIDZ

M. Nurkholis

Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Sains Al-Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo

Abstrak

KH. Muntaha Al Hafidz adalah penerus amanah dari kepemimpinan Pondok Pesantren Al Asy’ariyyah. Dalam kepemimpinannya di Al Asy’ariyyah mulai tahun 1950 sampai tahun 2004, beliau banyak mencetuskan ide-ide dan gagasan yang lebih memandang pada pengembangan pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya. Berbagai langkah inovatif beliau lakukan yang diimplementasikan dalam berbagai bidang. Sebagian besar gagasan beliau banyak dipaparkan dalam bidang pendidikan Islam. Kontribusi KH. Muntaha Al Hafidz dalam kemajuan pendidikan di pesantren dan pendidikan formal sangat luar biasa. Disamping mengelola pesantren yang menekankan nilai-nilai salafiyah, beliau juga mengimbanginya dengan mendirikan lembaga-lembaga formal.

Berbagai inovasi untuk mengembangkan pendidikan islam dilakukan dengan menerapkan sistem yang bisa mengakumulasi berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat secara luas. Pendidikan yang direalisasikan di pesantren dan sekolah pendidikan islam, bukan hanya sebagai lembaga yang dikenal sebagai agen menyemai ilmu-ilmu agama saja, tetapi dapat lebih apresiatif sekaligus selektif dalam merespon dinamika kehidupan yang berdampak pada kehidupan manusia.

Kata Kunci: Jejak Pemikiran, Pendidikan, K.H Muntaha Al Hafidz

Pendahuluan

Pada zaman modern ini, permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia semakin kompleks. Kemajuan ilmu pengetahaun dan teknologi yang berjalan dengan sangat cepat, tidak menjadikan permasalahan manusia menjadi semakin berkurang, tetapi justru sebaliknya. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi sendiri selain menjadi problem solving bagi kehidupan umat manusia, juga menimbulkan beberapa persoalan baru. Keadaan yang semacam ini, medorong pemimpin mampu menganalisis permasalahan yang dihadapi umat manusia, baik dalam sektor sosial, ekonomi, politik, kultur maupun aspek-aspek yang lain serta dapat mencari problem solving terhadap permasalahan tersebut. Tidak cukup hanya menguasai dalam bidang keilmuan agama saja, tetapi dituntut untuk dapat menguasai bidang ilmu umum dan mempunyai cakrawala luas.

Diantara deretan ulama di tanah air, Al Maghfurlah KH. Muntaha Al Hafidz (biasa dipanggil Mbah Mun), dikenal sebagai seorang ulama besar dalam bidang Al-Qur’an.

(2)

M. Nurkholis Menapak Jejak Pemikiran Pendidikan KH. Muntaha Al Hafidz Beliau merupakan ulama kharismatik dan merupakan ulama multidimensi1. Beliau adalah tipe kiyai yang tidak terlalu menyukai popularitas. Keengganan berpamer kepandaian dengan mengutip sejumlah dalil dan referensi Islam merupakan salah satu karakteristiknya. 2 Beliau menjadi sosok sentral figure ulama panutan masyarakat Jawa Tengah khususnya dan Indonesia pada umumnya. Seorang ulama yang mengedepankan uswatun khasanah dalam mendidik para santri maupun di lingkungan masyarakat. Dengan arif dan bijaksana, beliau memutuskan masalah, dengan ketawadhu’an beliau bersikap dan dengan keistiqamahannya beliau mengajar para santrinya.3 Beliau adalah seorang sosok yang menjadikan Al Qur’an sebagai ambang perjuangan dan pandangan dalam hidupnya. Secara intelektual, beliau memiliki pemikiran yang inovatif dalam menterjemahkan teks Al Qur’an serta gagasan dan ide beliau yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan di masyarakat. Baik di bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan pendidikan.

Tidak seperti layaknya tokoh yang sarat dengan pendidikan di berbagai jenjang, beliau tidak banyak memperoleh pendidikan formal. Pendidikan yang ia peroleh hanya dari pesantren ke pesantren.4 Sehingga berbagai gagasan dan ide pemikiran banyak beliau tuangkan dalam dunia pendidikan Islam. Implementasi ide dan pemikiran beliau wujudkan dengan memadukan keilmuan pesantren yang notabene merupakan pendidikan non formal dengan pendidikan formal mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.5

Pendidikan Islam

Pendidikan secara harfiah dalam kamus bahasa Arab berasal dari fi’il madhi ”Robba” dan mudhari’nya “Yurobba” yang berarti memelihara, mengasuh, mendidik. Dalam bentuk masdarnya menjadi “Tarbiyyah” yang berarti pemeliharaan, pengasuhan, pendidikan.6 Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala aspek kehidupan manusia.7 M. Natsir juga menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan maju mundurnya masyarakat.8 Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga “belajar” tapi lebih

1 Drs. Elis Suryono, Drs. Samsul Munir Amin, MA, Biografi KH. Muntaha Al Hafidz, hlm., 26

dan 69.

2 Ahmad Muzan, Percikan Risalah Dakwah Mbah Muntaha, Pustaka Fataugraha, Wonosobo,

hlm., 18.

3 Tim Penyusun, Profil PPTQ Al Asy’ariyyah, PPTQ Al Asy’ariyyah, 2005. Hlm., 24. 4 Nasokah, Peran Kepemimpinan Kharismatik Dalam Pengembangan Institusi-Institusi

Pendidikan Islam, Tesis IAIN Walisongo, Semarang, 2004. Hlm., 3.

5 Drs. Elis Suryono, Drs. Samsul Munir Amin, MA, Op Cit. Hlm., 53.

6 A. W. Munawwir, Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progresif,

Yogyakarta, Cet. XIV, 1997. Hlm., 462.

7 Drs. Hujair AH. Sanaky, MSI, Paradigma Pendidikan Islam Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Safrina Insani Press, Yogyakarta, 2003. Hlm., 4.

(3)

menuju “pendewasaan” guna menuju kehidupan yang lebih berarti.

Pendidikan Islam atau biasa disebut Tarbiyyah Islamiyyah adalah sebuah sistem sosial yang dibawa oleh Islam untuk membatasi pengaruh efektifitas keluarga.10 Pendidikan Islam juga diartikan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan untuk memimpin kehidupannya dengan cita-cita dan nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.11

Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia sebagai hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.

Pemikiran KH. Muntaha Al Hafidz dalam Mengembangkan Pendidikan Islam

KH. Muntaha Al Hafidz adalah penerus amanah dari kepemimpinan Pondok Pesantren Al Asy’ariyyah. Dalam kepemimpinannya di Al Asy’ariyyah mulai tahun 1950 sampai tahun 2004, beliau banyak mencetuskan ide-ide dan gagasan yang lebih memandang pada pengembangan pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

Berbagai langkah inovatif beliau lakukan yang diimplementasikan dalam berbagai bidang. Sebagian besar gagasan beliau banyak dipaparkan dalam bidang pendidikan Islam. Hal ini seperti yang disampaikan KH. Habibullah Idris bahwa karamah Mbah Mun yang paling besar adalah dalam pengembangan pendidikan.12

Metode pemikiran KH. Muntaha Al Hafidz dalam meningkatkan pendidikan adalah dengan mengkolaborasikan dua sistem yaitu sistem tradisional pesantren dengan sistem modern.13 Upaya ini dilakukan baik di pendidikan non formal maupun pendidikan formal.

1. Pendidikan non formal

Pada awalnya, pondok pesantren Al Asy’ariyyah lebih mengkhususkan pada pengkajian dan hafalan Al Qur’an. Pengkajian keal Qur’anan dilakukan dengan berbagai hal yaitu: Tahfidzul Qur’an, Ilmu Tajwid, Ilmu Qira’ah, Ulumul Qur’an, kajian kitab-kitab kuning dan lainnya. Untuk lebih meningkatkan mutu dan pengembangan pendidikan di pesantren, beliau kembangkan dengan

9 M. Rusli Karim, Pendidikan Islam Sebagai Upaya Upaya Pembebasan Manusia, dalam

Muslih Usa(editor) Pendidikan Islam Manusia antara Cita dan Fakta, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1991. Hlm., 27.

10 Nurul Mubin, Poros Baru Pendidikan Islam Indonesia, LAKPESDAM, Wonosobo, 2008.

Hlm., 61.

11 Prof. H.M Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta,Cet 2, 2006. Hlm., 7. 12 Wawancara dengan KH. Habibullah Idris pada tanggal 10 Agustus 2008.

(4)

M. Nurkholis Menapak Jejak Pemikiran Pendidikan KH. Muntaha Al Hafidz konsep modernisasi14 dengan berpedoman pada kaidah ushul :”Al Muhafadzatu ‘ala al qaddin al al shalih wa al ahdzu bi al jadid al aslah”. (Melestarikan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).15

Sistem pendidikan di Pondok Pesantren Al Asy’ariyyah ditata dan ditertibkan dengan sistem klasikal, sesuai dengan jenjang dan tingkatan pendidikannya masing-masing dalam sebuah asrama. Sedangkan sistem kurikulum dan pengajarannya dikembangkan menurut tingkatan dan faknya.16

Sistem belajar yang dikembangkan adalah dalam bentuk madrasah diniyyah. Adapun madrasah diniyyah tersebut antara lain :

a. Madrasah Diniyah Salafiyyah

Madrasah ini dikhususkan kepada para santri yang tidak mengikuti pendidikan formal, yang di dalamnya mempelajari dan mendalami keilmuan agama dari kitab-kitab salafiyyah atau klasik (kitab kuning) seperti hadis, nahwu sharaf, tajwid, tauhid, fiqih, akidah ahlak dan lain-lain. b. Madrasah Diniyah Wustho Ulya

Madrasah ini diperuntukkan kepada santri SMP dan SMA atau yang sederajat. Pendidikan dilakukan pada waktu malam, antara pukul 19.30 – 21.00. Dirosah yang diikuti antara lain nahwu sharaf, fiqih, tajwid, dan tauhid.

c. Madrasah Diniyah Mahasiswa-Tahfidz

Madrasah ini diikuti oleh mahasiswa dan santri yang mengikuti program tahfidzul qur’an. Sistem pengajarannya menggunakan sistem musyawarah dan bandungan. Dirosah yang dipelajari adalah nahwu sharaf, hadis, fiqih dan tajwid.

2. Pendidikan formal

Pemikiran KH. Muntaha Al Hafidz dalam mengembangkan pendidikan formal, dimulai pada tahun 1960 dengan menggagas pendirian sekolah Taman Kanak-kanak dengan nama TK Hj. Maryam. Kemudian mendirikan Madrasah Ibtidaiyyah Ma’arif (MI Ma’arif) sebagai lanjutan dari anak-anak yang telah selesai TK. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas masyarakat, sehingga sedikit banyak memberi kontribusi yang cukup berarti bagi masyarakat Kalibeber.17

14 Pengertian modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk

merubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan situasi baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Lihat Drs. A. Shamad Hamid, Islam dan Pembaharuan, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1984. Hlm., 12.

15 Nasuka, Op Cit., Hlm., 111. 16 Ibid, 34.

(5)

Agustus tahun 1962. Proses pendidikan dilaksanakan di gedung NU yang bertempat di desa Kauman, Wonosobo. Pendidikan ini dilaksanakan selama 3 tahun, yang pada akhir pendidikan dilaksanakan praktek lapangan di daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar para siswa dapat mengembangkan pendidikan yang diperolehnya di daerah mereka.18 Dengan dibukanya madrasah Mu’alimin ini, maka hampir seluruh kecamatan di Wonosobo turut berpartisipasi dalam mengirinkan peserta didiknya.

Pada tahun 1968, madrasah ini dirubah menjadi PGAN yang sekarang ini kemudian menjadi MTs Selomerto dan MAN Mendolo, Wonosobo. Selain itu, beliau mendirikan Sekolah Persiapan IAIN (SPIAIN). Perkembangan sekolah ini, sampai di Kebumen yang pada saat itu di kepalai oleh Bp. Hamim. SPAIAN dalam kelanjutannya tidak menemui perkembangan yang bagus, kemudian diikutkan ke Universitas Nahdhatul Ulama (UNU) Temanggung. Selanjutnya sekolah ini menjadi MAN 1 Wonosobo yang kemudian direlokasikan di Kabupaten Sragen Jawa Tengah.

Pada tahun ini juga, KH. Muntaha Al Hafidz mendirikan Sekolah Madrasah Tsanawiyyah Ma’arif dan Madrsah Aliyah Ma’arif yang ditempatkan di lingkungan Pondok Pesantren Al Asy’ariyyah. Sekolah ini mendapat respon yang baik dari masyarakat Wonosobo dan sekitarnya sehingga mengalami kemajuan yang sangat cepat. Karena menimbang bahwa di Wonosobo belum ada MTs dan MA yang dinegerikan, maka diusulkan untuk dijadikan negeri dibawah naungan Departemen Agama. Pada tahun 1967, MTs akhirnya dinegerikan yang ditempatkan di dusun Ngebrak Kalibeber atau 400 meter dari pondok pesantren. Sebagaimana MTs dinegerikan, Madrasah Aliyyah pun akhirnya dinegerikan pada tahun 1968 dan ditempatkan di desa Krasak Kecamatan Mojotengah. Walaupun lokasinya tidak di Kalibeber, namun namanya masih menggunakan nama MAN Kalibeber.19

Pada tahun 1986, timbul gagasan untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan tinggi Al Qur’an di Jawa Tengah. Tepatnya tanggal 30 Maret 1986, beliau membentuk Lajnah Pengkajian Al Qur’an (LPQ) untuk mempersiapkan berdirinya pesantren luhur Al Qur’an di Kalibeber.20 Hal ini sesuai dengan yang disampaikan beliau kepada Gus Dur:

“Gus…, saya berkeinginan mengembangkan dan menyelelaraskan pendidikan dengan cara membuka sekolah-sekolah formal dalam mengembangkan modernisasi di lingkungan pondok pesantren Al-Asy’ariyyah, karena keberadaan

18 Wawancara dengan KH. Habibullah Idris pada tanggal 10 Agustus 2008. 19 Drs. Elis Suryono, Drs. Samsul Munir Amin, MA, Op Cit., Hlm., 66. 20Ibid, 67.

(6)

M. Nurkholis Menapak Jejak Pemikiran Pendidikan KH. Muntaha Al Hafidz pesantren di tengah masyarakat, tidak mungkin menutup diri dengan kemajuan dan tuntutan zaman”.21

Pada tanggal 7 Agustus 1987 Menteri Agama RI, H. Munawir Syadzali, MA, merestui berdirinya Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) Jawa Tengah. Pada tanggal 6 November 1987 dibentuklah tim untuk mendirikan Yayasan IIQ (YIIQ) yang kemudian disahkan oleh notaris Burdiadi Gunawan, SH dengan akta notaris nomor : 10 tahun 1987.22

Setelah berbagai komponen dan persiapan kelembagaan terpenuhi, maka pada 30 Januari 1988 diadakan peresmian berdirinya IIQ Jawa Tengah. Proses penerimaan siswa baru pada tanggal 8 September 1988 diadakan kuliah perdana oleh Menteri Agama RI, H. Munawwir Sadzali, MA di pendopo Wonosobo, sedangkan perkuliahan pertama di pondok pesantren Al Asy’ariyyah dan Masjid Baiturrachim.23 Pada tahun 1999 Institut Ilmu Al Qur’an berubah menjadi Universitas Sains Al Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo. Satu tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1989 menggagas berdirinya SMP dan SMA Takhassus Al Qur’an sebagai alternatif bagi santri dalam mengembangkan pendidkan Islam di lingkungan pondok pesantren Al Asy’ariyyah Kalibeber. Sekolah ini menitik beratkan pada kurikulum pendidikan nasional yang dikolaborasikan dengan kurikulum ketakhasussan yakni bahasa arab, bahasa Ingris dan kajian kitab-kitab kuning (klasik).

Tahun 2002 berdirilah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Takhassus yang ditujukan untuk memadukan teknologi modern dengan disiplin ilmu ke al Qur’anan. Bersamaan dengan itu, didirikan cabang pondok Al Asy’ariyyyan beserta SMP Takhassus Al Qur’an Filial yang bertempat di Nderonduwur. Selain mendirikan kelembagaan di pesantren, beliau menggagas berbagai wadah dalam mendukung pendidikan di pesantren, antara lain :

3. KODASA (Korps Dakwah Santri)

Adalah suatu wadah dalam mengembangkan bakat dan ketrampilan santri-santri. Adapun program kegiatan yang dilaksanakan antara lain : seni baca Al Qur’an, shalawat, qasidah, pidato 4 bahasa (Arab, Inggris, Jawa dan Indonesia), theather dan seni kaligrafi.

4. DMPA (Dewan Mahasiswa Pondok Pesantren Al Asy’ariyyah)

DMPA merupakan organisasi bagi mahasiswa dan mahasiswi yang bertempat di pondok pesantren Al Asy’ariyyah. Di sini dikembangkan berbagai aktifitas dan

21 Gagasan KH. Muntaha Al Hafidz disampaikan kepada Gus Dur (Ketua PB NU) dan H.

Munawir Syadzali, MA (Menteri Agama RI) pada wisuda Haflah Khotmil Qur’an pondok pesantren Al Asy’ariyyah tanggal 7 Agustus 1987.

22 Tim Pennulis Buku Panduan, Buku Panduan UNSIQ 2007-2008, LP3M UNSIQ, Wonosobo,

2002. Hlm.,

(7)

ini dituangkan dengan diterbitkannya majalah Multazam, bulletin Royhanuna dan madding Haromain.

Untuk mengembangkan keintelektualan santri juga diadakan kegiatan diskusi dan muhadharah serta seminar bedah buku.

5. Majelis Ta’lim

Adalah pengajian yang diikuti oleh masyarakat Kalibeber dan sekitarnya. Pengajian ini memberikan tambahan keilmuan kepada masyarakat Kalibeber tentang ilmu agama yang diterapkan sehari-hari dan wawasan ke Al Qur’anan. Adapun kegiatan tersebut antara lain :

a. Pengajian ba’da Shubuh bagi bapak-bapak maupun ibu-ibu. b. Pengajian Senin dan Kamis sore yang dikhususkan kepada ibu-ibu. c. Shubuh, merupakan kegiatan yang dikhususkan pada bulan Ramadhan

yang berisi ceramah-ceramah dari beberapa da’i.

Kontribusi KH. Muntaha Al Hafidz dalam mengembangkan Pendidikan Islam

Kontribusi KH. Muntaha Al Hafidz dalam kemajuan pendidikan di pesantren dan pendidikan formal sangat luar biasa. Disamping mengelola pesantren yang menekankan nilai-nilai salafiyah, beliau juga mengimbanginya dengan mendirikan lembaga-lembaga formal. Beliau memang banyak memberikan perubahan yang sangat progresif di tengah-tengah tuntutan zaman dengan mendirikan lembaga pendidikan persekolahan selain pondok pesantren.24

Berbagai inovasi untuk mengembangkan pendidikan islam dilakukan dengan menerapkan sistem yang bisa mengakumulasi berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat secara luas. Hal ini terlihat dengan berbagai perubahan di lingkungan pesantren, lembaga pendidikan atau masyarakat sekitar.

1. Dalam lingkungan pesantren menerapkan pendidikan yang memadukan sistem pendidikan pesantren dengan pendidikan formal seperti penataan asrama yang ditentukan berdasarkan jenjang pendidikan, pembentukan lembaga madrasah di pesantren, membuat wadah pengembangan bakat santri, dan lain-lain. 2. Pengembangan kelembagaan pendidikan Islam yang didirikan oleh KH. Muntaha

Al Hafidz antara lain: TK Hj. Maryam Kalibeber, MI Ma’arif Kalibeber, MTs Ma’arif Kalibeber (menjadi MtsN Kalibeber), MA Ma’arif Kalibeber (menjadi MAN

(8)

M. Nurkholis Menapak Jejak Pemikiran Pendidikan KH. Muntaha Al Hafidz Kalibeber), Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ yang kemudian menjadi UNSIQ), SD-SMP-SMA dan SMK Takhassus Al Qur’an.25

3. KH. Muntaha sangat konsen terhadap orang-orang yang tidak mampu.26 Kontribusi pemikiran beliau, juga mendorong perubahan dalam masyarakat yang dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain:

a. Ekonomi,

Dengan adanya pertambahan santi pondok pesantren dan siswa lembaga pendidikan dari luar daerah serta banyaknya pendatang yang menetap di Kalibeber dari tahun ke tahun, maka secara logis mengakibatkan pertambahan pendapatan masyarakat, yang menjadikan pertumbuhan ekonomi masyarakat juga meningkat.

b. Politik

Mengilhami santri-santi beliau menjadi pemikir-pemikir handal. Hal ini terbukti dengan banyaknya alumni-alumni dari pondok pesantren Al-Asy’ariyyah yang menjadi politisi, birokrat dan tokoh dalam masyarakat.27 c. Sosial dan Budaya

Dengan adanya perkembangan pondok pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan, Kalibeber menjadi lingkungan yang kental dengan nuansa pendidikan dan agamis. Pendidikan islam menjadi hal yang vital baik di kalangan anak-anak, remaja dan orang tua. Hal ini dengan diadakannya pendidikan anak (TPA/TPQ), dibentuknya majelis ta’lim, dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

PENUTUP

Pemikiran dan kiprah KH. Muntaha Al Hafidz dalam dunia pendidikan tidak asing lagi. Langkah beliau dalam menerapkan sistem pendidikan merupakan langkah maju yang menggabungkan pendidikan pesantren dengan pendidikan modern bagi pengembangan sistem pendidikan Islam. Perkembangan dalam sektor formal dan non formal ini merupakan jawaban atas berbagai problem yang dihadapi umat Islam sekarang ini.

25 Selain itu, terdapat sekolah-sekolah fillial yang dikelola oleh para alumni pondok

pesantren Al Asy’ariyyah, diantaranya SMP Takhassus Fillial Nderonduwur, SMP Takhassus di Kalimantan Timur, SMP Takhassus di Kabupaten Banyumas, SMP Takhassus di Ambarawa dan SMA Takhassus di Kepil, Wonosobo.

26 Hal ini terbukti dengan gagasan beliau mendirikan pondok pesantren dan sekolah

cabang di Nderonduwur dengan biaya “gratis” dan didirikannya Balai ‘Aitam sebagai tempat pendidikan bagi anak-anak yatim.

27 Diantaranya adalah KH. Habibullah Idris (anggota MUI Jawa Tengah), KH. Drs.

Mukhotob Hamzah (Anggota DPR R1), Drs. Kholiq Arif, MS.i (Bupati Wonosobo), Drs. H. Arifin Shidiq, MA (Ketua Panwaslu Wonosobo) dan lain-lain.

(9)

hanya sebagai lembaga yang dikenal sebagai agen menyemai ilmu-ilmu agama saja, tetapi dapat lebih apresiatif sekaligus selektif dalam merespon dinamika kehidupan yang berdampak pada kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A. Shamad, Drs., Islam dan Pembaharuan, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1984. Hamzah, Muchotob, Perkembangan Pesantren Al-Asy’ariyyah dan Institut Ilmu Al

Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo, IIQ Jawa Tengah, Wonosobo, 1991. Haris, Miftahul, Strategi Dakwah KH. Muntaha Al Hafidz dalam pengembangan Islam

di Indonesia.

Mubin, Nurul, Poros Baru Pendidikan Islam Indonesia, LAKPESDAM, Wonosobo, 2008. Munawwir, A.W., Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progresif,

Yogyakarta, Cet. XIV, 1997.

Muzan, Ahmad, Percikan Risalah Dakwah Mbah Muntaha, Pustaka Fatanugraha, Wonosobo.

Nasokah, Peran Kepemimpinan Kharismatik Dalam Pengembangan Institusi-Institusi Pendidikan Islam, Tesis IAIN Walisongo, Semarang, 2004.

Natsir, M., Kapita Selekta, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.

Rusli Karim, M., Pendidikan Islam Sebagai Upaya Upaya Pembebasan Manusia, dalam Muslih Usa(editor) Pendidikan Islam Manusia antara Cita dan Fakta, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1991

Suryono, Elis, Drs., Munir Amin, Samsul, Drs., MA, Biografi KH. Muntaha Al Hafidz, Tim Penulis Buku Panduan, Buku Panduan UNSIQ 2007-2008, LP3M UNSIQ,

Wonosobo, 2002.

Tim Penyusun, Buku Panduan Santri PPTQ Al-Asy’ariyyah, Wonosobo, 2001. Tim Penyusun, Profil PPTQ Al Asy’ariyyah, PPTQ Al Asy’ariyyah, Wonosobo, 2005. Wawancara dengan KH. Habibullah Idris, Manggisan, Wonosobo, pada tanggal 10

Agustus 2008.

Wawancara dengan KH. Drs. Mukhotob Hamzah, MM, pada tanggal 17 Agustus 2008. Wawancara dengan Drs. H. Arifin Shidiq, MA, pada tanggal 17 Agustus 2008. Yudistiro, Suwondo, Analisis Pemikiran dan Gerakan Abdurrahman Wahid dalam

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran preceptorship yang dilakukan di lahan praktik meningkatkan keterampilan mahasiswi kebidanan

Kegiatan dilakukan adalah pembuatan seminar dan workshop dengan tema Program Pencegahan dan Pengendalian penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT) di Unit Kebidanan

Di kalangan Islam modern (Muhammadiyah), Islam tradisional (Nahdlatul Ulama), dan Islam fundamental di Yogyakarta misalnya, terjadi perbedaan pendapat mengenai hukum

Izin Kelas adalah hak yang diberikan pada setiap orang perseorangan dan/atau badan hukum untuk dapat mengoperasikan suatu perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum

Efektivitas Penyelenggaraan Pendidikan di MTs Salafiyah Kota Cirebon Fatimah Az Zahro beberapa bidang, (2) faktor pendukung dalam manajemen pendayagunaan sumber daya manusia

Pembagian anggota sistem sosial ke dalam kelompok-kelompok adopter didasarkan pada tingkat keinovatifannya, yakni lebih awal atau lebih lambatnya seseorang

Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil teh hitam kualitas 1 (BOP) memiliki kadar katekin yang lebih besar dibandingkan dengan teh hitam kualitas 8 (BP 2)

Menurut mereka, pemaksaan pelaksanaan Ordonansi Guru tahun 1905 secara politik sudah tidak memungkinkan lagi, mengingat adanya reaksi dari sebagian besar umat Islam yang